Laporan Geiger Mueller Winahyu Saputri
October 13, 2017 | Author: winahyu | Category: N/A
Short Description
laporan ADPR teknokimia nuklir...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM ALAT DETEKSI PENGUKURAN RADIASI ACARA:
GEIGER MULLER
Disusun Oleh: Nama
: Winahyu Saputri
NIM
: 011500430
Prodi
: Teknokimia Nuklir
Semester
: III
Asisten
: Puji Astuti , S.ST
SEKOLAH TINGGI TEKNOLO GI NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIO NAL YOGYAKARTA 2016
DETEKTOR GEIGER MULLER (GM) A. TUJUAN Pada praktikum ini para peserta diharapkan dapat mengetahui karakteristik pencacah. Geiger-Muller serta dapat melakukan pencacahan radiasi menggunakan sistem pencacah dengan detektor Geiger-Muller. Adapun tujuan operasionalnya adalah sebagai berikut : 1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor. 2. Menguji kestabilan sistem pencacah yang digunakan. 3. Menentukan waktu mati detektor. 4. Menentukan efisiensi detektor. 5. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi.
B. TEORI Detektor Geiger Muller merupakan detektor yang sangat banyak digunakan baik sebagai sistem pencacahan maupun dalam kerja lapangan (surveymeter). Detektor ini termasuk keluarga detektor tabung isian gas yang bekerja berdasarkan ionisasi gas. Keuntungan dari detektor ini dapat menghasilkan pulsa listrik yang relatif besar dibandingkan dengan detektor jenis lain akan tetapi detektor ini tidak dapat membedakan energi radiasi yang mengenainya. Tegangan kerja (HV) yang diberikan pada detaktor GM dapat mempengaruhi laju cacah yang dihasilkan. Hal ini merupakan salah satu karakteristik dari setiap detektor GM. Adapun perubahan laju cacahnya mengikuti kurva karakteristik seperti gambar 1 berikut ini, ` Tegangan kerja detektor dipilih pada daerah plato atau tepatnya pada 1/3 lebar plato.
Gambar 1. Kurva plato detektor GM
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
1
Kemiringan daerah Plato juga perlu diketuhui untuk melihat keandalan detektor. Hal ini dapat ditentukan dengan persamaan 1. berikut ;
Lp Dengan
R2 R1 100% V2 V1 R1
Lp
=
Kemiringan plato (% per Volt atau % per 100 Volt).
R1
=
Laju cacah pada awal daerah plato, V1 (cpm/cps) .
(1)
= Laju cacah pada akhir daerah plato V2 (cpm/cps) . R2 Nilai kemiringan yang masih dianggap baik adalah lebih kecil daripada 0,1 % per volt. Kestabilan suatu alat ukur radiasi dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip 'Chi Square Test'. Nilai chi-square nya dapat dihitung dengan persamaan 2. berikut. Ri R R 1 2
1
n
2
(2)
Dengan : 2
= nilai chi square
R Ri
= laju cacahan rata-rata (cpm atau cpd) = laju cacahan setiap pengukuran (cpm atau cpd)
Untuk pengujian dengan melakukan 10 kali pengukuran berulang (N = 10), sistem pencacah masih dapat dikatakan stabil bila nilai chi square-nya berkisar antara 3,33 dan 16,9. Detektor GM termasuk detektor yang "lambat" sehingga untuk pencacahan aktivitas tinggi, hasil cacahnya harus dikoreksi terhadap waktu mati ( ) detektor tersebut, yang dapat ditentukan dengan persamaan 3. berikut ini:
Dengan R1
R1 R2 R12 Rb R122 R12 R22
(3)
= Waktu mati detektor (menit atau detik). = Laju cacah sumber 1 (cps) .
R2 = Laju cacah sumber 2 (cps). = Laju cacah sumber 1 dan sumber 2 bersama-sama (cps) R12 Rb
= Laju cacah latar belakang (cps)
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
2
Adapun untuk mengoreksi hasil cacah terhadap waktu digunakan persamaan 4. berikut ini: Ro (4) Rc 1 Ro. Dengan Rc = Laju cacah setelah dikoreksi (menit atau detik). R0 = Laju cacah sebelum dikoreksi (menit atau detik).
Oleh karena tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah oleh detektor, maka perlu menentukan efisiensi detektor yang menunjukkan korelasi antara nilai cacah yang ditunjukkan sistem pencacah GM dan aktifitas sumber sebenarnya. Nilai efisiensi ini dapat ditentukan dengan persamaan 5. berikut ini: R (5) A. p Dengan : R A p
= efisiensi detektor (cpd/Bq ) . = laju cacah (cpd). = aktifitas sumber sebenarnya ( Bq ) = probabilitas pemancaran radiasi
Nilai efisiensi dari setiap detektor sangat dipengruhi oleh faktor geometri antara sumber dan detektor, sehingga apabila jarak antara sumber dan detektor berubah, nilai efisiensinya juga berubah. Bagian – bagian Detektor Geiger Muller :
Gambar 6. Detektor Geiger Muller Katoda yaitu dinding tabung logam yang merupakan elektroda negatif. Jika tabung terbuat dari gelas maka dinding tabung harus dilapisi logam tipis. Anoda yaitu kawat tipis atau wolfram yang terbentang di tengah – tengah tabung. Anoda sebagai elektroda positif. Isi tabung yaitu gas bertekanan rendah, biasanya gas beratom tunggal dicampur gas poliatom (gas yang banyak digunakan Ar dan He).
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
3
Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi banyaknya cacah yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller adalah mencacah zarah radiasi selama radiasi tersebut masih bisa diukur. Berbeda dengan detektor lain misalnya detektor sintilasi dimana besarnya sudut datang dari sumber radiasi akan mempengaruhi banyaknya pulsa yang dihasilkan. Kelebihan Detektor Geiger Muller, antara lain: 1. Konstruksi simple dan Sederhana 2. Biaya murah 3. Operasional mudah Kekurangan Detektor Geiger Muller, antara lain: 1. Tidak dapat digunakan untuk spektroskopi karena semua tinggi pulsa sama. 2. Efisiensi detektor lebih buruk jika dibandingkan dengan detektor jenis lain. 3. Resolusi detektor lebih rendah. 4. Waktu mati besar, terbatas untuk laju cacah yang rendah.
C. PERALATAN DAN BAHAN 1. Detektor Geiger Muller, 2. Inverter, berfungsi untuk membalik pulsa negatif yang dihasilkan oleh detektor Geiger Muller . 3. Tegangan Tinggi (High Voltage), berfungsi untuk mencatu tegangan tinggi detektor. 4. Pencacah (Counter), berfungsi untuk mencacah jumlah pulsa yang dihasilkan sistem pencacah . 5. Penala Waktu (Timer), berfungsi untuk mengatur selang waktu pencacahan. 6. Sumber Standar, berfungsi sebagai sumber radiasi yang sudah diketahui aktifitas awalnya. 7. Sumber yang akan ditentukan aktivitasnya.
D. PROSEDUR KERJA D.1. Menentukan daerah Plato 1. Rangkaikan peralatan seperti pada gambar 2. kemudian sistem pencacah dinyalakan dan ditunggu 10 menit. 2. Sebuah pemancar beta, dapat menggunakan Cs - l37 , Co - 60 atau sumber lain, diletakkan pada ruang pencacahan 3. Penala waktu diatur untuk waktu cacah 2 menit (sesuai dengan petunjuk Pembimbing Praktikum) 4. Pencacahan dimulai dengan menekan tombol ’count ' pada pencacah dan ’start' pada penala waktu. 5. Bersamaan dengan langkah 4 di atas, sumber tegangan tinggi dinaikkan secara perlahan-lahan dan perhatikan penunjuk cacahan (digit) pada pencacah.
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
4
6. Apabila pada penunjuk cacahan telah menunjukkan perubahan nilai, yang semula nol, turunkan lagi tegangan tingginya ± 50 Volt sampai memperoleh nilai yang bulat, misalnya 400 Volt, 7. Penala waktu diatur untuk waktu cacah 60 detik. 8 Pencacahan dilakukan lagi dan catat nilai cacahnya untuk setiap kenaikkan tegangan tinggi sebesar 25 Volt. (sesuai dengan petunjuk Pembimbing Praktikum) 9. Apabila nilai cacah menunjukkan kenaikkan yang cukup besar, berarti sudah mencapai daerah ’break down’, dan pencacahan dihentikan. 10. Tegangan tinggi diturunkan sampai ke tegangan kerja detektor (lihat teori untuk penentuan tegangan kerja) Catatan. - Untuk pencacahan selanjutnya tegangan tinggi diatur tetap pada tegangan kerja. D.2. Menguji Kestabilan Sistem Pencacah 1. Untuk mengetahui laju cacah latar belakang, dilakukan pencacahan selama 4 menit tanpa menggunakan sumber radiasi. Nilai yang diperoleh merupakan cacahan latar belakang yang akan digunakan dalam perhitungan selanjutnya. 2. Sebuah sumber radiasi diletakkan di tempat pencacahan. 3. Penala waktu diatur untuk pencacahan 1 menit. 4. Pencacahan dilakukan sebanyak 10 kali dan catat nilai cacahnya. D.3. Menentukan Waktu Mati Detektor 1. Persiapkan sumber radiasi 2 buah ( R1 dan R2). 2. Penala waktu diatur untuk pencacahan 2 menit. 3. Pencacahan dilakukan masing-masing sebanyak 3 kali untuk sumber 1, sumber 1 dan sumber 2 bersama-sama dan berikutnya sumber 2 sendiri. Catatan - Posisi sumber 1 dan sumber 2 pada masing-masing pencacahan hendaknya tidak berubah. D.4. Menentukan Efisiensi Detektor 1. Sumber radiasi beta (Tl-204) yang sudah diketahui aktivitas awalnya diletakkan di ruang pencacahan. 2. Penala waktu diatur untuk pencacahan 10 menit. 3. Pencacahan dilakukan cukup 1 kali.
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
5
D.5. Menentukan Aktivitas Suatu Sumber 1. Suatu sumber radiasi beta (dari asisten) diletakkan di ruang pencacahan. 2. Penala waktu diatur untuk pencacahan 10 menit. 3. Pencacahan dilakukan sebanyak 10 kali.
E. DATA PENGAMATAN D.1. Menentukan daerah Plato Sumber : Cs-137 Waktu : 1 menit HV (volt) Cacah (ppm) 600 0 620 0 640 0 660 0 680 0 700 689 720 1683 740 1669 760 1720 780 1945 800 2022 820 2062 840 2054 860 2210 880 2121 900 2215
Cacah (cps) 0 0 0 0 0 11.48 28.05 27.82 28.67 32.42 33.7 34.37 34.23 36.83 35.35 36.92
D.2. Menguji Kestabilan Sistem Pencacah Sumber : Background Waktu : 1 menit HV : 800 Volt Cacah : 29 cpm Sumber : Co-60 Waktu : 1 menit HV : 800 volt
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
6
Hasil cacahan No Cacahan (cpm) 1 1109 2 1092 3 1073 4 1120 5 1068 6 1097 7 1086 8 1047 9 1165 10 1120 D.3. Menentukan Waktu Mati Detektor Sumber : Co-60 HV : 800 volt Waktu : 1 menit Sumber : Cs-137 HV : 800 volt Waktu : 1 menit Sumber : Cs-137 + Co-60 HV : 800 volt Waktu : 1 menit Hasil cacahan Co-60 (cpm) Cs-137 (cpm) 1075 1807 1061 1784 1095 1779
Co-60 + Cs-137 (cpm) 2753 2874 2898
D.4. Menentukan Efisiensi Detektor Sumber : TI-204 Waktu : 1 menit HV : 800 volt Hasil cacahan No Cacahan (cpm) 1 62 2 78 3 64
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
7
D.5. Menentukan Aktivitas Suatu Sumber Sumber : unkown Waktu : 1 menit HV : 800 volt Hasil cacahan No Cacahan (cpm) 1 465 2 507 3 458
F. PERHITUNGAN D.1. Menentukan daerah Plato
Mulai landai
Berdasarkan grafik di atas, diperoleh: N1
= 32.42 dps
N2
= 34.23 dps
V1
= 780 V
V2
= 840 V
Tegangan Kerja (Vk) Vk
= V1 +
1 (V2 – V1) 3
= 780 V +
1 (840 V – 780 V) 3
= 780 V + 20 V = 800 V
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
8
Landai Plato per Volt (Slope = S)
S
=
N 2 N1 100% (V2 V1 ) N1
=(
(
Nilai
lebih
kecil
daripada 0,1 % per volt sehingga
)
alat masih dianggap baik.
)
= 0,09305 %
kemiringan
Volt
D.2. Menguji Kestabilan Sistem Pencacah Sumber : Co-60 Waktu : 1 menit HV : 800 volt 2
R R i 1 R
1
n
2
(2)
Dengan : 2 = nilai chi square
R Ri
= laju cacahan rata-rata (cpm atau cpd) = laju cacahan setiap pengukuran (cpm atau cpd)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R 1109 1092 1073 1120 1068 1097 1086 1047 1165 1120
R- R 11.3 -5.7 -24.7 22.3 -29.7 -0.7 -11.7 -50.7 67.3 22.3
(R- R )2 127.69 32.49 610.09 497.29 882.09 0.49 136.89 2570.49 4529.29 497.29
R X2
1097.7
Jumlah 9884.1 9.004373
Alat dianggap stabil bila harga X2 antara antara 3,33 dan 16,9 atau 3,33 < X2 < 16,9. Disini X2 = 9.004373 berarti 9.004373 berada diantara jangkauan range sehingga dapat dikatakan alat ini stabil.
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
9
D.3. Menentukan Waktu Mati Detektor
R1 R2 R12 Rb R122 R12 R22
Dengan R1
= Waktu mati detektor (menit atau detik). = Laju cacah sumber 1 (cps) .
R2 R12
= Laju cacah sumber 2 (cps).
Rb
= Laju cacah latar belakang (cps)
= Laju cacah sumber 1 dan sumber 2 bersama-sama (cps)
=
(
)
(
)(
)
= - 0,000059281 second percacah Adapun untuk mengoreksi hasil cacah terhadap waktu digunakan persamaan 4. berikut ini: Ro (4) Rc 1 Ro. Dengan Rc = Laju cacah setelah dikoreksi (menit atau detik). R0 = Laju cacah sebelum dikoreksi (menit atau detik).
Laju cacah sebelum dikoreksi (cpm) Rata-rata Ro (cps) Rc (cps)
Co-60
Cs-137
Co-60 + Cs-137
1075
1807
2753
1061
1784
2874
1095
1779
2898
1077 1790 17.95 29.83333 17.93092 29.78066
2841.667 47.36111 47.22851
D.4. Menentukan Efisiensi Detektor Sumber : TI-204 Waktu : 1 menit HV : 800 volt R A. p
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
(5)
10
Dengan : R A p
= efisiensi detektor (cpd/Bq ) . = laju cacah (cpd). = aktifitas sumber sebenarnya ( Bq ) = probabilitas pemancaran radiasi
No 1 2 3
Cacahan (cpm) 62 78 64
R (cpm)
R (cps)
68
1.133
A = 1 µCi = = 3,7 x 104 Bq
= = 0,3062 x 10-4 cps/Bq
D.5. Menentukan Aktivitas Suatu Sumber
A Ao . e(0,693. t ) / T
1
2
Dengan : A = aktifitas sebenarnya saat pengukuran (Bq ) Ao = aktifitas mula-mula pada tanggal acuannya t = selang waktu antara tanggal acuan (jam/hari/bulan/tahun) T1/2 = waktu paruh sumber (jam/hari/bulan/tahun).
(6)
dan
tanggal
pengukuran
Diketahui : Mencari aktivitas sebenarnya saat pengukuran No Cacahan (cpm) 1 465 2 507 3 458 476,67 R Cps 7,9445 Back ground
: 29 cpm : 0,483 cps
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
11
Ax =
R A. p Rx Rb
X 100 %
= = 2,4368 x 105 Bq = 2,4368 x 105 Bq x = 0,65859 x 10-5 Ci = 6,5859 µCi Ao = 1 µCi = t
= 3,7 x 104 Bq = Nov 2016 – Nov 2011 = 5 tahun
Mencari waktu paruh sumber (jam/hari/bulan/tahun).
e-x -x x
-
= 6,5856 = 1,8849 = - 1,8849 = - 1, 8849 = 1, 8849
1.83 tahun = dibulatkan menjadi 2 tahun Cs-134 memiliki waktu paro 2,065 tahun. Sumber X kemungkinan merupakan Cs 134
G. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dimaksudkan agar praktikan dapat menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor, menguji kestabilan sistem pencacah yang digunakan, menentukan waktu mati detektor, menentukan efisiensi detektor dan menentukan aktivitas suatu sumber radiasi. Detektor Geiger Muller meupakan salah satu
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
12
detektor yang berisi gas dan digunakan untuk mendeteksi radiasi alpha dan beta. Apabila radiasi masuk ke dalam tabung gas maka radiasi akan mengionisasi gas isian. Namun banyaknya pasangan eleklron-ion yang terbentuk pada detektor Geiger-Muller tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi ini disebul elektron primer. Pada penentuan tegangan kerja, tegangan kerja suatu detektor Geiger Muller disebut plato, daerah kerja detektor adalah daerah dimana ionisasi sudah tidak bergantung pada jenis dan besarnya tenaga radiasi. Untuk mencari tegangan kerja detektor GM terlebih dahulu harus diketahui bentuk platonya, plato diperoleh dari hasil cacah yang telah dilakukan pencacahan dalam waktu tertentu menggunakan tegangan tinggi yang dpat diatur sehingga menghasilkan cacah, cacah akan diperoleh setiap ada perubahan tegangan. Pada tegangan awal akan diperoleh cacah rendah, cacah dilakukan sampai cacah melonjak tinggi. Anode dan katode diberikan beda tegangan akan timbul medan listrik di antara kedua elektrode tersebut. Ion positif akan bergerak kearah dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative lebih lambat bila dibandingkan dengan elektron-elektron yang bergerak kea rah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. Jika tegangan V dinaikkan maka peristiwa pelucutan elektron sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang terbentuk makin banyak. Akibatnya , anoda diselubungi serta dilindungi oleh muatan negative elektron, dan menyebabkan peristiwa ionisasi akan terhenti. Pada saat inilah tercatat cacahan yang mulai landai. Jika diberi tegangan lagi maka cacahan tidak landai dan akan semakin tinggi. Untuk V1 dilihat saat cacahan dari rendah langsung melonjak tinggi. Sedangkan V2 dilihat saat cacahan yang landai menjadi melonjak tinggi. Dari praktikum, V 1 nya sebesar 780 volt dengan cacahan 32.42 dps dan V2 nya sebesar 840 volt dengan cacahan 34.23 dps. Diperoleh Landai Plato per Volt (Slope = S) sebesar 0.09305
dan tegangan kerjanya sebesar 800 volt. Jika tegangan semakin
dinaikkan maka pelucutan alektron yang terjadi semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa avalanche elektron sekunder tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi (tenaga) radiasi yang datang. Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi yang sama. Dalam keadaan seperti ini detektor tidak peka lagi terhadap datangnya radiasi. Sehingga detektor Geiger muller tidak bisa digunakan untuk
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
13
mengitung energi dari zarah radiasi yang datang. Setelah diperoleh tegangan kerja, dilakukan uji kestabilan alat. Umumnya detektor memiliki kemampuan kepekaan terhadap radiasi yang dipancarkan sumber radioaktif dan memiliki kestabilan dalam menerima sinar radiasi yang datang. Untuk menentukan kestabilan alat maka dilakukan pencacahan sebanyak mungkin untuk mendapatkan hasil yang baik. Dalam praktikum dilakukan pencacahan sebanyak 10 kali dengan waktu pencacahan selama 1 menit. Untuk mengetahui alat tersebut masih stabil atau tidak dilakukan metode perhitungan chi square, dimana dikatakan stabil jika nilai chi square berada diantara 3,33 sampai 16,9. Dalam perhitungan diperoleh chi square 9.004373 yang berarti alat detector GM masih dalam keadaan stabil. Saat melakukan pencacahan, tidak selalu alat dapat mencacah semua radiasi yang masuk. Dalam detector GM akan terjadi selang waktu tertentu dimana alat tidak bisa mencacah atau mendeteksi radiasi yang masuk yang dipengaruhi oleh kecepatan detektor dan peralatan penunjang lainnya. Waktu mati terjadi dalam waktu yang singkat, sehingga tidak dapat tercacah atau terhitung oleh alat. Untuk mengetahui waktu mati harus dilakukan pencacahan dua buah sumber radiasi yang harus dicacah sendiri-sendiri dan dicacah secara bersamaan serta dilakukan pencacahan background. Diperoleh waktu mati sebesar
0,000059281 second percacah dengan laju cacah setelah dikoreksi untuk
Co-60 adalah 17.93092 cps, Cs-137 adalah 29.78066 cps dan Co-60 + Cs-137 adalah 47.22851 cps. Pada saat pencacahan tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah oleh detektor, maka perlu menentukan efisiensi detektor yang menunjukkan korelasi antara nilai cacah yang ditunjukkan sistem pencacah GM dan aktifitas sumber sebenarnya. Dari perhitungan diperoleh efisiensi sebesar 0,3062 x 10-4 cps/Bq. Jika efisiensi semakin kecil menandakan bahwa kondisi alat kurang baik. Sebab perbandingan pencacahan saat ini dengan aktifitas sesungguhnya memiliki selisih yang sangat besar. Nilai efisiensi dari setiap detektor sangat dipengruhi oleh faktor geometri antara sumber dan detektor, sehingga apabila jarak antara sumber dan detektor berubah, nilai efisiensinya juga berubah. Dari perhitungan efisiensi dapat ditentukan aktivitas suatu sumber X. Dalam penentuannya harus digunakan sumber radioktif yang telah diketahui aktivitasnya
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
14
sebagai pembanding. Sumber radioaktif pembandingnya adalah TI-204. Dari peritungan diperoleh aktifitas dari sumber X adalah 6,5859 µCi. Untuk menentukan sumber apa yang sedang dianalisis, dilakukan perhitungan lebih lanjut. Diperoleh waktu paro sumber x tersebut adalah 1.83 tahun yaitu mendekati 2 tahun. Suatu sumber yang memiliki waktu paro 2,065 tahun adalah Cs-134. Bisa disimpulkan bahwa sumber x tersebut merupakan Cs-134 namun bisa saja tidak. Jika tidak, hal ini karena misal saja sumber x tersebut merupakan sumber radioaktif lain yang sudah terjadi peluruhan dan radiasi dari sumber tersebut tinggal sangat kecil. Sehingga saat di cacah, sisa-sisa radiokatif tersebut yang terdeteksi dan bukan radioaktif yang terpancar sesungguhnya.
H. KESIMPULAN 1. Tegangan kerja detektor GM pada praktikum ini adalah 800 volt dan landai platonya 0.09305
.
2. Kestabilan alat masih baik karena nilai chi square (X2) detektor adalah sebesar 9.004373. Karena alat dianggap stabil jika X2 berada diantara 3,33 – 16,9. 3. Besarnya waktu mati detektor adalah 0,000059281 second percacah. 4. Efisiensi detektor Geiger-Muller adalah 0,3062 x 10-4 cps/Bq 5. Besarnya aktivitas sumber X (sumber yang tidak diketahui) adalah 6,5859 µCi dan sumber X kemungkinan adalah Cs-134 yang memiliki waktu paro 1.83 tahun.
I. DAFTAR PUSTAKA Practice Exercise, EG & G ORTEC. G. F. Knoll, Radiation Detection and Measurement, John Wiley. H. J. Moe, S. R, Lasuk, Radiation Safety Technicians Training Course, Argone National Laboratory. Wardhana, Wisnu Arya. 2007. Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan Aplikasinya. Yogyakarta: Andi Offset. Wiyatmo, Yusman. Fisika Nuklir. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi. Diambil pada tanggal 4 Desember 2016 dari http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04.htmSanto, Agus dan Surakhman. Pengaruh Tekanan Isian terhadap Operasi Detektor Geiger Muller. Yogyakarta. Tim Asisten ADPR. 2016. Petunjuk Praktikum Alat Deteksi dan Pengukuran Radiasi: Detektor Geiger Muller. Yogyakarta: STTN-BATAN
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
15
Yogyakarta, 4 Desember 2016 Asisten
Puji Astuti , S.ST
Praktikan
Winahyu Saputri
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
16
LAMPIRAN
Sumber Cs-137
Sumber Co-60
Sumber Tl-204
Sumber X
PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI, STTN-BATAN YOGYAKARTA, 2016
17
View more...
Comments