LAPORAN FISIOLOGI HEWAN 2 OSMOREGULASI
May 22, 2019 | Author: Sinta Megatama Budihantari Sidabutar | Category: N/A
Short Description
OSMOREGULASI...
Description
OSMOREGULASI
Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten
: Sinta Megatama Megatama Budihantari : B1A05131 :V :2 : Karnia Rosmiati
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2017
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik faktor fisika, faktor kimia, dan faktor biologi. Salah satu faktor yang mendukung kehidupan organisme di perairan adalah kadar salinitas dalam perairan. Tinggi rendahnya salinitas di suatu perairan baik itu air tawar, air payau, air laut akan mempengaruhi keberadaan organisme yang ada di perairan tersebut, hal ini sangat terkait erat dengan tekanan osmotik dari ikan untuk melangsungkan kehidupannya. Ikan sebagai organisme perairan akan mengalami stres bahkan akan mengalami kematian akibat osmoregulasi yang tidak seimbang (Ville et a l., 1988). Kemampuan osmoregulasi antara hewan satu dengan yang lain berbeda. Menurut Rankin et al., (1981), kemampuan osmoregulasi hewan bervariasi bergantung suhu, musim, umur, kondisi fisiologis, jenis kelamin, dan perbedaan genotip. Menurut Djuhanda (1981), osmoregulasi pada hewan akuatik terjadi melalui dua cara yang berbeda yaitu usaha untuk menjaga konsentrasi osmotik di luar sel (ekstraseluler), agar tetap konstan terhadap apapun yang terjadi pada konsentrasi osmotik
medium eksternalnya, dan usaha untuk memelihara iso-osmotik cairan
dalam sel (inter-seluler) terhadap cairan di luar sel (ekstraseluler). Menurut Sukamto (1992) osmoregulasi adalah proses adaptasi atau upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungan. mempelajari osmoregulasi penting karena osmoregulasi berperan untuk kehidupan ikan, seperti untuk pengaturan keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan dan membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya substansi. Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuh hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion (Hurkat & Martur, 1976). 1.2 Tujuan
Mempelajari osmoregulasi pada hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup luas), ikan Nila (Oreochromis niloticus.) serta hewan stenohalin, ikan Nilem (Osteochilus vittatus).
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah aluminium foil, oven, mikropipet dan tip. Bahan-bahan yang digunakan adalah 10 ekor larva ikan Nila ( Oreochromis niloticus), ikan nilem (Osteochilus vittatus), air dengan salinitas 0, 5, 15, 25, 35 ppt. 2.2 Cara Kerja 2.2.1 Pengamatan Toleransi Salinitas Cara kerja yang digunakan dalam praktikum acara Osmoregulasi adalah
sebagai berikut : 1.
Dibuat medium air dengan salinitas 0 ppt, 5 ppt, 15 ppt, 25 ppt, dan 35 ppt.
2.
Medium dibagi ke dalam 10 wadah percobaan dan masing-masing terdiri atas 5 wadah percobaan, setiap wadah diberi label sesuai dengan salinitasnya.
3.
Dimasukkan ke dalam 5 wadah percobaan dengan salinitas berbeda masingmasing 10 ekor benih ikan nila secara direct transfer .
4.
Dimasukkan pula 10 benih ikan nila ke dalam 1 wadah percobaan lain dengan salinitas 0 ppt untuk 24 jam pertama untuk perlakuan gradual transfer .
5.
Dilakukan pengamatan dan catat waktu kematian tiap ekor ikan pada masingmasing wadah percobaan setelah 10, 20, 30, dan 40 menit pada direct transfer .
6.
Dilakukan pula pengamatan dan catat waktu kematian tiap ekor ikan pada masing-masing wadah percobaan setelah 24, 48, 72 dan 96 jam dengan mengganti wadah dengan salinitas berbeda, 0 ppt untuk 24 jam, 5 ppt untuk 48 jam, 15 ppt untuk 72 jam, dan 25 ppt untuk 96 jam.
7.
Sintasan dihitung dengan rumus SR =
2.2.2
× 100%
Pengamatan Toleransi Salinitas
1. Kadar air pada ikan dihitung dengan memasukan ikan ke dalam akuarium dengan salinitas teretentu (0, 5, 15, 25, 35 ppt) dan setelah 24 atau 48 jam ikan diambil dan diukur berat basah, kemudian dioven untuk didapatkan berat keringnya. 2. Kadar air dihitung dengan rumus, KA = (BB-BK)/BB x 100%
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Tabel 3.1.1 Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Direct Tr ansfer No.
Salinitas (ppt)
1 2 3 4 5
0 5 15 25 35
10 100% 100% 60% 100% 100%
Waktu Pengamatan (menit) 20 30 100% 100% 100% 100% 60% 60% 90% 90% 90% 90%
40 90% 100% 60% 90% 90%
Tabel 3.1.2 Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan Gradual Transfer No.
Salinitas (ppt)
1 2 3 4 5
0 5 15 25 35
24 100 %
Waktu Pengamatan (jam) 48 72
96
40% 0% 0%
Tabel 3.1.3 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Direct Tr ansfer No.
Salinitas (ppt)
1 2 3 4 5
0 5 15 25 35
10 100% 90% 90% 20% 10%
Waktu Pengamatan (menit) 20 30 100% 100% 90% 90% 90% 80% 0% 0% 10% 10%
40 100% 90% 80% 0% 0%
Tabel 3.1.4 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan Gradual Tr ansfer No.
Salinitas (ppt)
1 2 3 4 5
0 5 15 25 35
24 100%
Waktu Pengamatan (jam) 48 72
96
100% 10% 0%
Tabel 3.1.5 Pengamatan Kadar Air pada Ikan Kadar Air (%) No.
Salinitas (ppt)
Nila 24 jam
Nilem 48 jam
24 jam
48 jam
1
0
77,15%
82,8%
76,62%
70,38%
2 3
5 15
86% 71,23%
75,2% 76,9%
75% 73,23%
76,03% 66,9%
4 5
25 35
73,54%
74% 75,1%
73,54%
78,37% 74,875%
120 100 at
80
5 ppt
S
60
15 ppt
n
40
25 ppt
el
20
35 ppt
s
%( i ni l a i s a r o T
0 ppt
0 10
20
30
40
Waktu Pengamatan
Grafik 3.1.1 Hubungan Presentase Sintasan dan Salinitas Ikan Nila pada Perlakuan Direct Transfer
120 100 at
80
s
%( i ni l a
60 n
40 el
20
i
S s a r o T
Toleransi
0
0 (24 jam)
5 (48 jam)
15 (72 jam)
25 (96 jam)
Konsentrasi (ppt) (Waktu Pengamatan)
Grafik 3.1.2 Hubungan Presentase Sintasan dan Salinitas Ikan Nila pada Perlakuan Gradual Transfer
Perhitungan: SR = 1.
× 100%
Toleransi Salinitas Larva Ikan Nila secara Direct Transfer a. SR pada 10 menit SR 0 ppt = 10/10 X 100 % = 100% SR 5 ppt = 10/10 X 100 % = 100% SR 15 ppt = 6/10 X 100 % = 60% SR 25 ppt = 10/10 X 100 % = 100% SR 35 ppt = 10/10 X 100 % = 100% b. SR pada 20 menit SR 0 ppt = 10/10 X 100 % = 100 % SR 5 ppt = 10/10 X 100 % = 100 % SR 15 ppt = 6/10 X 100 % = 60 % SR 25 ppt = 9/10 X 100 % = 90 % SR 35 ppt = 9/10 X 100 % = 90 % c. SR pada 30 menit SR 0 ppt = 10/10 X 100 % = 100 % SR 5 ppt = 10/10 X 100 % = 100 % SR 15 ppt = 6/10 X 100 % = 60 % SR 25 ppt = 9/10 X 100 % = 90 % SR 35 ppt = 9/10 X 100 % = 90 % d. SR pada 40 menit SR 0 ppt = 9/10 X 100 % = 90 % SR 5 ppt = 10/10 X 100 % = 100 % SR 15 ppt = 6/10 X 100 % = 60 % SR 25 ppt = 9/10 X 100 % = 90 % SR 35 ppt = 9/10 X 100 % = 90 %
2.
Toleransi Salinitas Larva Ikan Nila secara Gradual Transfer a. SR pada 24 jam SR 0 ppt = 10/10 X 100 % = 100 % b. SR pada 48 jam SR 5 ppt = 4/10 X 100 % = 40 % c. SR pada 72 jam
SR 15 ppt = 0/10 X 100 % = 10 % d. SR pada 96 jam SR 25 ppt = 0/10 X 100 % = 0 % 3. Kadar Air pada Ikan Nila Perlakuan 24 jam Konsentrasi 15 ppt KA = (BB-BK)/BB x 100% = (8,97-2,58)/8,97 x 100%= 71,23% 4. Kadar Air Ikan Nila Perlakuan 24 jam Konsentrasi 15 ppt KA = (BB-BK)/BB x 100% = (6,80-1,82)/6,80 x 100%= 73,23%
b. Pembahasan
Osmoregulasi
adalah
kemampuan
organisme
untuk
mempertahankan
keseimbangan kadar osmotik dalam tubuh, di dalam zat yang kadar garamnya berbeda. Osmoregulasi juga suatu upaya untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dengan lingkungannya. Pengaturan terhadap tekanan osmotik cairan tubuh yang relatif konstan merupakan hal yang dibutuhkan ikan agar proses fisiologi dalam tubuhnya berjalan normal (Kashiko, 2000). Hewan jika dilihat dari kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan salinitas lingkungan eksternalnya dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan osmokonformer. Osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas internalnya, karena cairan tubuh tidak isoosmotik dengan lingkungan luarnya. Seekor hewan osmoregulator harus membuang kelebihan air jika hewan itu hidup dalam lingkungan hiperosmotik. Ikan nilem termasuk ikan air tawar dan tergolong osmoregulator yaitu golongan hewan yang dapat mempertahankan kadar garam dalam tubuh dan tidak terpengaruh dengan kadar garam lingkungannya. Ikan nilem biasanya tahan terhadap suatu kisaran salinitas yang sempit atau yang biasa disebut stenohalin (Johnson et al., 1984). Hewan yang dikatakan osmokonformer adalah hewan yang kadar garam lingkungan internalnya menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan luar sekelilingnya. Contoh dari hewan osmokonformer adalah ikan nila. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan perairan tawar yang termasuk hewan osmokonformer yang mempunyai variasi dan toleransi pada kadar salinitas tinggi, sehingga ikan ini tergolong pada kelompok euryhaline. Ikan nila mampu beradaptasi pada media bersalinitas tinggi, karena kemampuan osmoregulasinya cukup baik (Setiawati, 2003). Kategori yang kedua yaitu hewan osmoregulator yaitu hewan yang kadar garam lingkungan internalnya cenderung tidak berubah, walaupun kadar garam lingkungan eksternalnya berubah. Contoh dari hewan osmoregulator adalah ikan nilem (Ville et al., 1988). Proses pengaturan regulasi pada tubuh ikan, yakni ikan air tawar karena tubuhnya hipertonik terhadap medium maka ia akan mengekspresikan kelebihan air melalui mekanisme yang menyebabkan urinnya menjadi encer. Kelebihan air ini disebabkan oleh adanya air lingkungan masuk ke dalam tubuh melalui difusi. Ikan air tawar bila dipindahkan ke air laut maka keadaan tubuhnya akan menjadi hipotonik terhadap lingkungan. Keadaan ini menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar
garam di dalam tubuh akan meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh, ikan yang melakukan mekanisme ini disebut euryhaline, sedangkan yang tidak melakukan mekanisme ini disebut stenohaline. Hewan pada dasarnya memiliki toleransi terbatas terhadap lingkungan artinya bila dipindahkan ke suatu habitat kan beradaptasi dan bila tidak mampu beradaptasi akan mati (Schmidt-Nielsen, 1990). Perubahan gradien konsentrasi pada ikan antara lingkungan dan tubuhnya akan terjadi jika dilakukan pemaparan terhadap medium hipo- maupun hiperosmotik. Perubahan osmolalitas plasma akan terjadi akibat pemaparan ini. Perubahan pada osmolalitas plasma ini berguna sebagai penanda keefektivitasan osmoregulasi (Urbina & Glover, 2015). Regulasi hipertonik atau hiperostomik adalah pengaturan secara aktif konsentrasi cairan yang lebih tinggi dari konsentrasi media (air pada lingkungan), contoh pada ikan air tawar ( potadorm) yaitu ikan nila. Regulasi hipotonik atau hipoostomik adalah pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media, contohnya pada ikan air laut (oseandorm) yaitu ikan kakap. Regulasi isotonik atau isosmotik yaitu bila konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media. contohnya ikan yang hidup di daerah estuari. Osmolalitas standar untuk ikan Nila adalah berkisar antara 260-330 mmol/kg (Johnson et al., 1984). Mekanisme osmoregulasi ikan air tawar adalah mula-mula ikan air tawar mengalami dehidrasi, kemudian diatasi dengan minum banyak air dan dengan sekresi urine pekat. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga agar konsentrasi osmotik dalam tubuhnya tetap stabil. Ikan air tawar selalu menderita kemasukan air secara terus menerus dari lingkungannya yang hipertonik, ikan ini memiliki sisik-sisik yang tidak tertembus oleh air, akan tetapi membran insang akan memberikan kemudahan bagi masuknya air ke dalam tubuh. Ikan air tawar mempertahankan keseimbangan osmotik dan ionik
di lingkungan lemah dengan pengaktifan absorbsi garam
melewati insang dan memompa air melewati ginjal. Ikan air tawar mendapat sejumlah garam dari makanan yang merupakan cara utama menambah dan memelihara konsentrasi garam cairan tubuh. Ikan Nilem merupakan contoh ikan air tawar yang bersifat osmoregulator, yaitu hewan yang mempunyai tekanan osmotik tetap, walaupun pada lingkungan yang berbeda (Gordon, 1982). Sel jika dicelupkan ke dalam lingkungan yang hipotonik terhadap sel tersebut,
maka
air
dalam
sel
akan
masuk
lebih
cepat
daripada
yang
meninggalkannya, sel ini akan membengkak dan lisis (pecah). Sel akan berlaku
berbeda jika dimasukkan ke dalam lingkungan yang hipertonik terhadap sel tersebut. Sel ini akan kehilangan air yang berpindah ke lingkungannya, mengkerut, dan mungkin saja mati (Campbell et al., 2004). Sel dalam hal ini dapat juga berupa sel darah. Lisis jika terjadi pada sel darah dapat juga disebabkan oleh kesalahan teknis pada saat membawa sampel dari tempat penyimpanan ke tempat pengujian, cara pengambilan darah yang kurang tepat, cara memasukkan sampel darah ke dalam tabung koleksi yang kurang tepat (Harahap et al., 2013). Berdasarkan hasil praktikum osmoregulasi didapatkan hasil bahwa pada perlakuan direct transfer untuk salinitas 0, 5, 25, 35 ppt sampai menit ke 10 semua benih ikan nila masih hidup kecuali 15 ppt dengan presentase 60% dan untuk ikan nilem menunjukan hasil 0 ppt 100%, 5 dan 15 ppt 90%, 25 dan 35 ppt masingmasing 20% dan 10%. Pengamatan pada waktu selanjutnya pada ikan nila menunjukkan kondisi toleransi yang stabil, sedangkan pada ikan nilem mengalami kondisi toleransi yang menurun. Berdasarkan perlakuan gradual transfer, baik ikan nila maupun nilem mengalami penurunan yang nyata. Pengamatan ini membuktikan bahwa ikan nila lebih tahan terhadap perubahan salinitas daripada ikan nilem. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gordon (1982) bahwa ikan nilem biasanya tahan terhadap suatu kisaran salinitas yang sempit ( stenohaline) sedangkan ikan nila memiliki toleransi salinitas luas (euryhaline). Euryhaline yaitu mampu beradaptasi pada media dengan kisaran salinitas lebar, namun kisaran salinitas yang optimum lebih sempit bagi ukuran larva. Berdasarkan data pengamatan uji kadar air pada ikan nila dan ikan nilem menggambarkan hasil yang bervariasi terhadap waktu perlakuan. Ikan nila dengan perlakuan 24 jam memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan 48 jam hanya pada konsentrasi 5 ppt. Sementara itu, ikan nilem dengan perlakuan 24 jam memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding dengan perlakuan 48 jam pada konsentrasi. Hubungan
antara
kadar air pada kedua ikan terhadap beberapa
tingkatan konsentrasi pun tidak menunjukkan korelasi yang jelas. Berdasarkan penelitian Sobirin et al., (2015), pada konsentrasi 0 ppt sampai 10 ppt, tekanan osmotik ikan nila lebih besar dibandingkan nilai tekanan osmotik media sehingga kapasitas
osmoregulasinya
bernilai
positif
dengan
kata
ikan
nila
bersifat
hiperosmotik terhadap media. Sedangkan pada kondisi salinitas 15 ppt tekanan osmotik ikan Nila lebih lebih kecil dibandingkan Nilai tekanan osmotik media sehingga kapasitas osmoregulasi bernilai negatif. Hal ini berarti tekanan osmotik
ikan nila bersifat hipoosmotik terhadap media. Menurut Yulan et al. (2013), ikan nila yang termasuk eurihalin, akan memiliki konsentrasi air dalam tubuh yang lebih rendah dibandingkan lingkungan. Hal ini terjadi karena adanya proses adaptasi fisiologis terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi, seperti 10-15 ppt.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum acara Osmoregulasi maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Ikan nila termasuk hewan eurihalin yang memiliki toleransi luas terhadap salinitas, sedangkan ikan nilem merupakan hewan stenohalin yang memiliki toleransi sempit terhadap salinitas. .
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A., Minorsky, P.V., Jackson, R.B. 2004. Biology Edisi Kelima Jilid Kedua. Jakarta : Erlangga. Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Bandung : Armico. Gordon, M. S., G. A. Bortholomew., A. D. Grinell., C. B. Jorgenscy & F. N. White. 1982. Animal Physiology : Principle and Adaptation, 4 th Edition. New York : MacMillan Publishing Co INC. Harahap, D. H., Fahrimal, Y., & Budiman, H. 2013. Gambaran Darah Tikus yang diinfeksikan Trypanosoma evansi dan diberi Ekstrak Daun Sernai (Wedelia biflora). Jurnal Medika Veterinaria, 7 (2), pp. 126-129. Hurkat and Martur. 1976. A Text Book of Animal Physiology. New Delhi : Chank and Co. Ltd. Johnson, K.D, D.C Rayle & H.L. Alberg. 1984. Biology on Introduction. New Delhi : S. Chand and Co. Kashiko. 2000. Kamus Lengkap Biologi. Bandung : Kashiko Press. Latuconsina, Husain., Nessa, M. Natsir., dan Rappe, Rohani, A. 2012. Komposisi Spesies dan Struktur Komunitas Ikan Padang Lamun di Perairan Tanjung Tiram Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(1) : 35-46. Schmidt-Nielsen, K. 1990. Animal Phisiology Adaptation and Environment . London : Cambridge University Press. Setiawati, M., Suprayudi, M.A. 2003. Pertumbuhan Dan Efisiensi Pakan Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Yang Dipelihara Pada Media bersalinitas. Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(1), pp. 27-30. Sobirin, M., Soegianto, A., & Irawan, B. 2015. Pengaruh Beberapa Salinitas Terhadap Osmoregulasi Ikan Nila (Oreochormis niloticus). Jurnal Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 17(2), pp. 46-50. Sukamto, 1992. Fisiologi Hewan Air . Pekanbaru: UNRI Press. Urbina, M. A., & Glover, C. N. 2015. Effect of salinity on osmoregulation, metabolism and nitrogen excretion in the amphidromous fish, inanga (Galaxias maculatus). Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 473, pp. 7-15. Ville, Claude A., Warren F. Walker & Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Yulan, A., & Gemaputri, A. A. 2016. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Gift (Oreochromis Niloticus) pada Salinitas yang Berbeda. Journal of Fisheries Sciences, 15(2), pp. 78-82.
View more...
Comments