Laporan Fisiologi C-2 Muskuloskeletal.pdf

June 27, 2019 | Author: Baby Azzahra | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Fisiologi C-2 Muskuloskeletal.pdf...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI MODUL MUSKULOSKELETAL

Kelompok C-2: Friederich Kurniawan Moja Hafitz Al Khairi Andi Wijaya Deby Wahyu Putriana Yosefa Rosari Violetta Abidah Bazlinah Dermawan Wenni Juniarni Tripani Vuza Wira Lestari Dendy Frannuzul Ramadhan Risa Muthmainah Agung Prasetyo

I11112051 I1011131049 I1011131051 I1011131052 I1011131053 I1011131055 I1011131061 I1011131064 I1011131065 I1011131067 I1011131069

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2014

BAB I PENDAHULUAN

Pada kesempatan kali ini, dilakukan praktikum fisiologi untuk menilai kekuatan otot yaitu pengukuran dan pengamatan kekuatan otot bisep dalam menahan beban sampai batas maksimumnya pada berbagai posisi sudut sendi dan tes kinerja otot (muscle (muscle performance test ). ). Tujuan dari pengukuran dan  pengamatan

kekuatan

otot

bisep

dalam

menahan

beban

sampai

batas

maksimumnya pada berbagai posisi sudut sendi adalah untuk mengetahui bahwa  perbedaan posisi sudut sendi akan mengubah panjang otot sehingga berat beban maksimum yang mampu ditahan akan bervariasi pada setiap sudut posisinya. Aktivitas ini dilakukan oleh dua responden, yaitu pria dan wanita perwakilan dari kelompok praktikum, untuk melihat apakah terdapat perbedaan kekuatan otot  bisep antara pria dan wanita. Sedangkan tes te s kinerja otot o tot bertujuan untuk menilai kinerja otot individu dan kelompok. Praktikum test kekutatan otot dilakukan dengan melakukan “Push Up Test, Sit Up Test, dan Vertical Jump Test”.

(1)

Otot merupakan alat gerak aktif tubuh. Untuk melakukan sebuah gerakan, otot harus berkontraksi. Kontraksi otot tersebut akan menggerakkan tulang tempat otot tersebut melekat sehingga tubuh mampu melakukan aktivitas atau pekerjaan motorisnya. Secara umum, mekanisme kontraksi otot berkaitan dengan aktivitas aktin dan myosin. Saat terjadi potensial aksi, sinyal akan merambat di sepanjang saraf motorik dan berakhir pada ujung sarafnya (motor end plate) yang  berhubungan dengan sel otot yang disebut neuro muscular junction. Potensial aks i tersebut, memicu pelepasan neurotransmitter asetilkolin. Terlepasnya asetilkolin membuka pompa natrium dan kalium. Sejumlah besar natrium akan berdifusi kedalam membran serabut otot. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi pada membran. Selanjutnya terjadi pelepasan potensial aksi ke tubulus T. mencetuskan pelepasan simpanan Ca 2+ dari kantung lateral retikulum sarkoplasma. Ca2+ berikatan dengan troponin. (1) Troponin-Tropomiosin tergeser ke samping dan membuka tempat  pengikatan jembatan silang aktin. Terjadi pengikatan jembatan silang ke molekul aktin. Penekukan jembatan silang menghasilkan suatu gerakan mengayun yang

2

kuat yang menarik filamen tipis ke arah dalam. Setelahnya maka terjadilah kontraksi otot. Kontraksi otot berhenti saat asetilkolinesterase mendegradasi asetilkolin menjadi asetil dan kolin dari taut neuromuskulus disusul dengan dipompanya ion kalsium kembali ke dalam retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca2+  dan akan mengembalikan Ca 2+  ke kantung lateral. Ion  –   ion tersebut disimpan sampai ada potensial aksi lagi. Pembersihan Ca 2+ sitosolik ini memungkinkan kompleks troponin-tropomiosin bergeser kembali ke posisi menghambatnya sehingga miosin dan aktin tidak lagi dapat berikatan di jembatan silang. Untuk berkontraksi otot memerlukan energi b erupa ATP. (2) Penilaian kinerja otot dimaksudkan untuk menentukan keseluruhan tingkat kebugaran seseorang. Penilaian ini juga dapan mengidentifikasikan area kekuatan dan kelemahan dari seseorang sehingga ia dapat merencanakan latihan fisik yang cocok untuknya. Dalam usaha untuk menambah kekuatan otot, dapat dilakukan latihan yang rutin. Latihan tersebut bertujuan untuk mempertahankan daya ledak otot, mengurangi kelelahan, dan membentuk adaptasi otot. Latihan beban meliputi  beberapa macam jenis alat dan cara yaitu : barbell, mesin pembakar kalori atau dapat juga dengan sit up dan push up. (2)

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Kontraksi Otot

1. Asetilkolin yang dibebaskan oleh akson neuron motorik menyeberangi celah dan berikatan dengan reseptor di motor end-plate. 2. Terbentuk potensial aksi sebagai respons terhadap pengikatan asetilkolin dan potensial end-plate yang kemudian timbul disalurkan ke seluruh membran permukaan dan turun ke tubulus T sel otot. 3. Potensial aksi di tubulus T memicu pelepasan Ca 2+dari reticulum sarkoplasma. 4. Ion kalsium yang dilepaskan dari kantung lateral berikatan dengan troponin di filamen aktin, menyebabkan ropomiosin secara fisik bergeser untuk membuka penutup tempat pengikatan jembatan silang di aktin. 5. Jembatan silang myosin berikatan dengan aktin dan menekuk, menarik filament aktin ke bagian terngah sarkomer; dijalankan oleh energy yang dihasilkan dari ATP. 6. Ca2+ secara aktif diserap oleh reticulum sarkoplasma jika tidak ada lagi  potensial aksi lokal. 2+

7. Dengan Ca  tidak lagi terikat ke troponin, tropomiosin bergeser kembali ke posisinya menutupi tempat pengikatan di aktin; kontraksi berakhir; (2)

aktin secara pasif bergeser kembali ke posisi istirahatnya semula.

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot

Ada dua faktor yang menentukan kekuatan otot dan tingkat tegangan otot yang mampu dihasilkan setiap orang. 1. Faktor intrinsic Ini merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh. Diantaranya adalah tiga kelas berbeda a. faktor neurofisiologis Ada

banyak

faktor

sedemikian

rupa

sehingga

mempengaruhi kemampuan otot untuk berkontraksi dan secara

4

konsekuen

mengembangkan

kekuatan.

Penampang

otot,

 pengaturan serat otot, jenis serat yang dominan, panjang otot,  jumlah serat yang digunakan, intensitas dan frekuensi stimulus, adalah beberapa di antaranya.  b. Faktor biomekanik Mereka menentukan kekuatan sejati otot dan pada dasarnya  berhubungan dengan sistem skeletal seseorang. Yang utamanya adalah panjang tuas otot, sudut traksi sendi dan momen inersia dari  beban. c. Faktor emosional Kekuatan otot maksimum yang berkembang secara sukarela adalah 60-70% dari kapasitas maksimum yang sebenarnya. Faktor emosional dapat meningkatkan tingkat kekuatan yang digunakan untuk memobilisasi serat otot yang biasanya tidak dirangsang. Hal ini termasuk motivasi, perhatian, rasa takut, kemampuan untuk  berkorban, dan konsentrasi. 2. Faktor ekstrinsik Kekuatan juga tergantung pada beberapa faktor eksternal. Yang  paling penting di antara mereka adalah suhu, makanan, pelatihan, cuaca, usia dan jenis kelamin. a. Perubahan kekuatan berdasarkan umur: Kekuatan berlipat ganda antara usia 11 dan 16 tahun Pada usia

16

tahun,

kekuatan

mencapai

80-85%

dari

puncak

maksimumnya Kekuatan maksimum tercapai antara usia 20 dan 25 tahun, setelah perkembangan otot selesai Mulai usia 30 tahin, jika kualitas ini tidak dilatih secara khusus, terjadi penurunan yang lambat tapi progresif Antara usia 50 dan 60 tahun, sebuah atrofi  bertahap dari massa otot mulai berkembang  b. Perbedaan kekuatan berdasarkan jenis kelamin: Perbedaan antara pria dan wanita mulai muncul dari remaja dan seterusnya, berusi sekitar 12-14 tahun, periode ketika anak laki-laki mengembangkan kekuatan lebih cepat Pria lebih kuat dari

5

wanita karena ia memiliki jumlah yang lebih dari jaringan otot: 3644% pada pria dibandingkan dengan 25-29% pada wanita.

(3)

2.3 Kelelahan Otot

Kelelahan otot adalah suatu kondisi dimana terjadi inabilitas fisiologis untuk berkontraksi walaupun otot masih bisa menerima stimulus. (1) Kelelahan otot terjadi apabila otot yang berolahraga tidak lagi dapat  berespons terhadap rangsangan dengan tingkat aktivitas kontraktil yang setara. Penyebab mendasar kelelahan otot belum jelas. Faktor-faktor yang diperkirakan terutama berperan adalah (1) penimbunan asam laktat, yang mungkin menghambat enzim-enzim kunci pada jalur-jalur penghasil energi atau proses penggabungan eksitasi-kontraksi, dan (2) habisnya cadangan energi. Waktu timbulnya kelelahan berbeda-beda sesuai dengan jenis serat otot, sebagian serat lebih tahan terhadap kelelahan dibandingkan serat lain, dan intensitas olahraga, yakni aktivitas yang berintensitas tinggi lebih cepat menimbulkan kelelahan.

(2)

6

BAB III METODE

3.1 Alat dan Bahan

1. Karton berukuran 60x30 cm dengan gambar busur deraat 2. Beban (dumbbell) berbagai ukuran 3. Meja 4. Matras 5. Skala ukur yang ditempel di dinding 6. Stopwatch

3.2 Cara Kerja

a. Praktikum Pengukuran Beban Maksimum yang Dapat Ditahan oleh Otot Bisep pada Berbagai Sudut Sendi 1) Lengan orang percobaan diletakkan di depan karton atau fleksometer, dengan lengan atas (bahu hingga siku) mendatar di  permukaan alas. 2) Lengan bawah diangkat hingga siku fleksi setinggi 20 o, berpatokan  pada garis di kertas atau penunjuk fleksometer. 3) Berat beban yang akan mampu ditahan oleh propandus pada posisi tersebut diperkirakan. 4)  Dumbell yang sesuai beratnya diletakkan pada telapak tangannya. OP harus berusaha menahan beban tersebut sesuai dengan  posisi/sudut awalnya. 5) Jika OP masih bisa menahan beban, sedikit demi sedikit beban ditambahkan hingga ia tak lagi dapat menahan beban tersebut. 6) Langkah 1-4 diulangi untuk sudut selanjutnya, serta lengan yang lain. 7) Hasil Percobaan kemudian dimasukkan kedalam tabel untuk dilaporkan lebih lanjut.

7

 b. Praktikum Muscle Performence ( Sit Up dan Push up) 1) Sit Up a) Kaki ditahan agar tetap menempel di matras. o

 b) Lutut dibengkokkan membentu sudut 90 . c) Kedua tangan diletakkan di belakang leher. d) Siku diangkat mencapai atau menyentuh lutut. e) Punggung harus kembali ke matras. f) Gerakan tersebut diulangi hingga satu menit dan dicatat  banyaknya sit up untuk setiap propandus. 2)  Push Up Laki-laki: a) Siku diluruskan.  b) Jari kaki diletakkan di atas matras; pinggul, kaki, punggung diluruskan. c) Gumpalan tangan diletakkan di bawah dada kemudian bagian dada dan bagian tubuh di atas digenjot naik turun. d) Jumlah push up yang dapat dilakukan selama 1 menit dihitung dan disajikan dalam tabel. e) Data diolah dengan menggunakan aplikasi di internet. Perempuan: a) Lutut diletakkan di atas matras.  b) Posisi tungkai bawah diangkat kira-kira setinggi 45

0

dan

disilangkan. c) Pinggul dan punggung diluruskan. d) Push up dilakukan dengan posisi bahu sama tingginya dengan siku. e) Jumlah push up yang dapat dilakukan selama 1 menit dihitung dan disajikan dalam tabel. f) Data diolah dengan menggunakan aplikasi di internet.

8

3) Vertical Jump a) Propandus berdiri pada sisi dinding dengan tumit merapat ke dinding, selanjutnya tangan diangkat hingga ekstensi maksimal dan diukur jangkauan tangan maksimal propandus tersebut.  b) Probandus melompat setinggi mungkin. c) Jangkauan lompatan propandus setelah melompat diukur. d) Jangkauan lompatan dicatat pada tabel.

9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1

Pengukuran Beban Maksimum yang Dapat Ditahan oleh Otot Bisep pada Berbagai Sudut Sendi Laki-Laki

No

Nama

1

Agung

2

Yohanes

3

Desra Rata-Rata

Tangan Kanan

20 9,5

45 10,5

60 10,5

90 10,5

120 10,5

Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

6,5 7,5 7,5 6,5 7,5

7,5 10,5 10,5 10,5 10,5

8,5 10,5 10,5 11,5 10,5

8,5 10,5 9,5 11,5 10,5

8,5 9,5 9,5 11,5 10,5

Kanan Kiri

7,8 7,2

10,5 9,5

10,8 9,8

10,8 9,5

10,5 9,5

12

10

8

6

Kanan Kiri

4

2

0 20

45

60

90

120

10

Perempuan No

Nama

1

Wila

2

Deby

3

Cindy

Tangan Kanan

20 5,5

45 6,5

60 7,5

90 8,5

120 9,5

Kiri Kanan

6,5 6,5

7,5 6,5

7,5 7

7,5 7

7,5 7

Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

5,5 5,5 5,5 5,8 5,8

6,5 6,5 7,5 6,5 7,2

7 7,5 7,5 7,3 7,3

7 10,5 10,5 8,7 8,3

7 7,5 6,5 8 7

Rata-Rata

10 9 8 7 6 5

Kanan

4

Kiri

3 2 1

0 20

45

60

90

120

4.1.2  Muscle Performance Test  Sit Up Test No.

Nama

Jenis Kelamin

Umur

Banyaknya

Skor

Hasil

1

Yosefa Violita

P

18

27

2

Poor

2

Wenny

P

19

20

0

Poor

3

Vuza Wira L

P

18

26

1

Poor

4

Andi Wijaya

L

19

30

1

Poor

11

5

Moja

L

19

40

22

Fair

6

Hafiz

L

20

47

69

Average

Push Up Test No.

Nama

Jenis Kelamin

Umur

Banyaknya

Skor

Hasil

1

Abidah

P

18

29

54

Average

2

Risa

P

18

29

54

Average

3

Deby

P

18

33

60

Average

4

Hafizt

L

20

32

29

Fair

5

Moja

L

19

22

16

Poor

6

Andi

L

19

15

9

Poor

Score

Rating

Vertical jump Test No

Nama

Jenis Kelamin

Berat Badan (kg)

Selisih jarak (m)

Mean power

1

Vuza

P

56

0,39

17

Good

212

2

Risa

P

45

0,31

37

Average

104

3

Abidah

P

43

0,36

63

Average

134

4

Andi

L

90

0,42

24

Poor

381

5

Hafiz

L

85

0,65

92

Excellent

558

6

Dendy

L

85

0,60

83

Excellent

735

12

4.2 Pembahasan

4.2.1

Pengukuran Beban Maksimum yang Dapat Ditahan oleh Oto t Bisep pada Berbagai Sudut Sendi Pada praktikum ini, dilakukan pengukuran beban maksimum yang dapat ditahan oleh otot bisep. Praktikum ini dilakukan dengan cara mengangkat beban menggunakan lengan. Ketika lengan mengangkat  beban, otot yang bekerja adalah M. brachialis, M. biceps brachii, M.  brachioradialis dan M. pronator teres.(4) Biomekanik merupakan ilmu yang mempelajari gaya, sistem tuas dan friksi pada manusia, dengan menggunakan hukum Newton untuk menganalisis gerakan manusia. Cara termudah untuk menjelaskan  biomekanik pada otot bisep adalah dengan menggunakan persamaan  berikut.

(5)

M x MA = R x RA M = besar gaya otot bisep MA = jarak otot ke siku R = massa beban yang diangkat RA = jarak beban ke siku

Dari persamaan diatas, didapatkan bahwa semakin pendek jarak antara beban ke siku, maka besar gaya yang harus dikeluarkan oleh otot  bisep semakin kecil. Dan semakin besar sudut, maka semakin dekat jarak antara beban dengan siku. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum dimana beban terbesar yang  bisa ditahan oleh otot bisep itu ketika lengan membentuk sudut 90 0. 0

Karena pada saat lengan membentuk sudut 90 , beban berada di posisi

13

0

 paling dekat dengan siku. Sedangkan pada sudut 120 , beban kembali menjauhi siku. Selain itu, dari hasil praktikum didapatkan bahwa tangan kanan mampu menahan beban lebih besar dibandingkan dengan tangan kiri. Hal ini disebabkan karena hampir semua tangan kanan probandus merupakan tangan dominannya. Tangan dominan memiliki serabut otot (muscle fiber) yang lebih  besar dibandingkan dengan tangan non-dominan. Hal ini karena pada tangan yang sering dipakai untuk beraktivitas mengalami porses adaptasi yang menyebabkan terjadinya hipertrofi otot. (6) Selain itu, dari hasil tersebut didapatkan bahwa pria lebih mampu menahan beban yang lebih berat dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor hormon testosteron pria yang kadarnya 5-10 kali lebih tinggi dari wanita sehingga pria cenderung memiliki otot yang lebih  besar.(7)

4.2.2

Muscle Performance Test

1. Sit Up Sit up merupakan latihan untuk meningkatkan ketahanan otot dan kekuatan otot – otot abdominal. Oleh sebab itu, sit up dapat digunakan untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot  –  otot abdominal. Otot –  otot yang digunakan saat melakukan sit up adalah: a. M .internal oblique Berperan sebagai penggerak utama untuk membengkokkan punggung.  b. M. external oblique Berperan sebagai fleksor punggung dan rotasi punggung kearah yang  berlawanan. c. M. transverses abdominis Tidak berperan dalam fleksi puggung, namun berperan untuk menstabilkan batang tubuh ketika melakukan kerja berat.

14

d. M. rectus abdominis Berperan

sebagai

fleksor

utama

punggung

dan

membantu

memfleksikan punggung ke lateral. (8) Penelitian terbaru menyebutkan bahwa otot abdominal hanya  berperan pada 30 o  pertama saat mengangkat tubuh, dimana bahu sudah meninggalkan lantai, dan otot fleksor pahalah yang berperan dalam melakukan gerakan selanjutnya.(9) Latihan sit up menggambarkan efek dari perubahan panjang lengan  beban dengan usaha yang dilakukan. Ketika punggung difleksikan, gerakan ini dikenai gaya yang berlawanan, yang berasal dari berat badan  pada pusat gravitasi. Ketika badan mendekati suhu horizontal, lengan  beban menjadi lebih panjang, oleh karena itu usaha yang dibutuhkan untuk menggerakkan badan menjadi lebih besar.Selain itu, lengan beban dapat dibuat menjadi lebih panjang, jika memindahkan pusat gravitasi dari pusat  batang tubuh menjadi lebih dekat ke kepala, dengan memindahkan lengan kebelakang leher atau dengan menambah massa tubuh.

(8)

Pada hasil yang didapatkan pada praktikum di dapatkan hasil  bahwa 3 probandus perempuan mendapat penilaian poor, dan 1 orang average, 1 orang poor dan 1 orang fair pada laki-laki. Perbedaan ini disebabkan ketahanan dan kekuatan otot terutama otot abdominal dan otot fleksor paha tiap individu berbeda –   beda. Selain itu juga terlihat perbedaan antara laki – laki dan perempuan yang disebabkan perbedaan massa dan  besar kekutatan otot antara laki-laki dan perempuan. Laki – laki memiliki massa otot yang lebih besar dan serat otot yang lebih besar daripada  perempuan sehingga menghasilkan energy yang lebih besar ketika  berkontraksi untuk menggerakkan badan keatas (vertical) dan kebawah (horizontal). (9) Sikap dalam melakukan sit up juga dapat mempengaruhi hasil yang di dapat karena tangan yang diletakkan di belakang kepala menyebabkan  pemanjangan lengan beban, sehingga energy yang diperlukan untuk menggerakkan batang tubuh semakin besar, dan berarti kekuatan serta ketahanan otot semakin diuji.

15

2. Push Up Push up adalah latihan kekuatan dasar yang memperkuat tubuh  bagian atas dan meningkatkan core strength. Beberapa kelompok otot pada dada, lengan, bahu, trisep, punggung, dan leher bekerja secara bersamaan selama push up. Push up dilakukan pada posisi tengkurap ( prone  position).(10) Push up membantu memperkuat punggung atas dan bahu, memberikan stabilitas pada torso, ketahanan otot serta memberikan kebugaran secara keseluruhan. Push up sangat mudah untuk dilakukan dan tidak memerlukan peralatan olahraga khusus. (10) Beberapa otot yang bekerja secara simultan selama push up meliputi pectoralis major, deltoidea, tricep brachii, serratus antrerior, musculus abdominal dan coracobrachialis.

(10)

Otot-otot yang bekerja saat push up

6

Terdapat dua fase dalam melakukan push up,  pushing phase  dan lowering phase. Pada pushing phase, gerakan terjadi pada sendi siku, bahu, dan scapula. Pada siku, terjadi ekstensi, kekuatan terletak pada otot tricep  brachii. Pada sendi bahu, adduksi horizontal terjadi. Gerakan ini terjadi ketika lengan atas bergerak secara horizontal ke arah garis medial tubuh.

16

Musculus pectoralis major, deltoidea,  bisep,

dan

coracobrachialis

 berkontraksi selama adduksi horizontal. Pada sendi bahu, abduksi scapula terjadi selama  pushing phase.  Hal ini  berarti scapula bergerak kel lateral (protraksi). Musculus serratus anterior dan

pectoralis

minor

memberikan

kekuatan saat protraksi. (11)  Lowering phase,  pada fase ini otot yang sama pada  pushing phase aktif, tapi kali ini bersifat eksentrik. Sebagai contoh, pada siku, fleksi terjadi saat menurunkan tubuh (lowering), secara eksentrik trisep memungkin terjadinya gerakan ini. Pada sendi bahu, abduksi horizontal terjadi, secara eksentrik dikontrol oleh mussculus pectoralis major, deltoidea, bisep, dan coracobrachialis. Pada scapula, adduksi scapula, atau retraksi terjadi, dimana serratus anterior dan pectoralis minor secara eksentrik dikontrol.(11)

17

Fase push up

Posisi dalam melakukan push up(12)

(13)

Mekanisme saat melakukan push up

Pada praktikum kali ini dilakukan test push up oleh 6 probandus yang terdiri atas 3 pria dan 3 wanita. Push up dilakukan dengan menggunakan teknik tangan berada secara langsung dibawah bahu, siku 0

membentuk sudut 45 , kepala menghadap kebawah dan badan pada posisi lurus. Wanita diperbolehkan melakukan push-up dengan menggunakan

18

lutut. Probandus melakukan gerakan push up selama 1 menit, kemudian dihitung frekuensinya dalam 1 menit. Hasil didapatkan dari 6 probandus, 3 probandus (wanita) menunjukkan hasil rata-rata, 1 probandus (pria) menunjukkan hasil cukup, dan 2 probandus (pria) dengan hasil yang buruk. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori yang mana seharusnya kemampuan pada pria lebih kuat jika dibandingkan dengan wanita karena pria umumnya memiliki postur badan dan proporsi total massa otot yang lebih besar. Hal ini dipengaruhi oleh faktor hormon testosteron pria yang kadarnya 5-10 kali lebih tinggi dari wanita sehingga pria cenderung memiliki otot yang lebih besar. Selain itu, sistem saraf pada pria dapat mengaktifkan otot lebih cepat, pria cenderung memiliki kekuatan yang lebih besar.(7) Namun, hasil yang ditunjukkan  pada praktikum berbanding terbalik, hal ini dimungkinkan terjadi akibat faktor kelelahan yang mana probandus pria, sebelum melakukan tes push up ini, telah melakukan beberapa aktifitas fisik lainnya.

3. Vertical Jumping Vertical jump telah diterima sebagai pengukuran yang valid untuk kekuatan kaki. Objektivitas dan koefisiensinya tinggi. Vertical jump yang termasuk jenis olahraga anaerobic dapat dilatih sejak kecil sehingga kemampuan seorang atlet dalam melakukan olahraga ini akan terus meningkat seiring penambahan massa otot. Energy yang digunakan dalam olahraga ini lebih banyak berasal dari ATP dan fosfocreatin daripada energy yang didapat dari glikolisis. Kapasitas dalam melakukan vertical  jump banyak dipengaruhi oleh genetic p ada anak dan dewasa, sekitar 4892%. Namun, faktor lingkungan dan latihanpun tidak kalah penting dalam menentukan hal ini. Ada 3 fase dalam melakukan vertical jump, yaitu  preparatory atau down phase, propulsif atau up phase, dan flight phase. Dua fase pertama dilakukan ketika masih berada di tanah. (14) Vertikal jump tunggal telah digunakan sebagai indek output  puncak kekuatan anaerob. Subjek berdiri dan melompat setinggi mungkin. Lalu ketinggian ini ditandai. Subjek kemudian melakukan lompatan

19

maksimal, dan jangkauan tertinggi dicatat. Jarak vertical jump adalah  perbedaan antara tinggi kedudukan jangkauan dan tinggi pada lompatan tertinggi. Umumnya, tiga lompatan yang digunakan, biasanya dari awalan  berjongkok atau kadang-kadang denganposisi awal, dengan lompatan tertinggi digunakan untuk penentuan output daya anaerobik. (14) Menggunakan

hukum

mekanika

klasik,

mungkin

untuk

menentukan kekuatan jaring sendi yang dihasilkan selama vertical jump . Tahap lepas landas dari verticaljump dimulai dengan ekstensi sendi  panggul, diikuti secara berurutan oleh lutut dan sendi pergelangan kaki. Fase ini berakhir ketika kaki kehilangan kontak dengan lantai. Tahap lepas landas didahului oleh tahap persiapan, yang melibatkan fleksi pada pinggul dan sendi lutut dan dorsofleksi pada sendi pergelangan kaki. Aktivitas otot umumnya eksentrik selama fase persiapan, dengan gravitasi yang memberikan kekuatan pendorong. Selama fase ini, kekuatan sendi umumnya positif, yang menunjukkan aktivitas didominasi konsentris satu otot sendi.

(14)

20

Otot yang berperan pada vertical jump ialah

Tinggi maksimal lompatan sangat bergantung pada tinggi badan seseorang dimana orang dengan tinggi badan yang cukup tinggi memiliki kemudahan untuk mencapai nilai lompatan maksimal yang lebih tinggi. Hasil yang didapat dalam praktikum ini bervariasi karena setiap individu yang diuji memiliki kondisi fisik yang bervariasi. Lompatan vertikal merupakan aktivitas yang hanya memerlukan metabolisme anaerobik karena jangka waktunya yang singkat, karena itu kemampuan otot dan

21

distribusi otot serat putih tipe II yang lebih banyak juga berpengaruh terhadap tinggi lompatan. Dari hasil pengujian, rata-rata laki-laki memiliki nilai lompatan vertical yang lebih baik dibandingkan dengan wanita. Dua orang relawan laki-laki mendapatkan nilai excellent dan satu orang laki-laki mendapatkan nilai poor. Sedangkan pada perempuan 2 orang diantaranya mendapat nilai average sementara satu orang lagi mendapat nilai good. Pada vertical jump sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan yang paling utama adalah otot. Kekuatan otot yang maksimal sangat  berpengaruh terhadap peningkatan vertical jump pada seseorang. Laki-laki cenderung memiliki hasil yang baik dalam melakukan lompatan disebabkan karena postur laki-laki yang secara rata-rata lebih tinggi daripada wanita dan memiliki kekuatan otot yang lebih baik daripada wanita.  Namun pada seseorang yang memiliki berat badan berlebih dapat  berpengaruh pada tinggi loncatan yang dicapai. Banyak penelitian yang menunjukkan jika lompatan sangat dipengaruhi beban tubuh seseorang. Hal tersebut karena berat badan yang berlebih akan meningkatkan beban mekanik pada lutut serta menambah beban pada tubuh. Semakin besar  beban yang ditumpu oleh sendi lutut, semakin besar pula kekuatan otot dalam melakukan lompatan. Sehingga wanita lebih mampu melakukan lompatan vertikal dari laki-laki jika ditinjau dari segi bobot tubuhnya. Tetapi kekuatan otot tetap memegang peranan penting dalam melakukan lompatan vertical. Dalam penelitian Nagano, et all pada tahun 2007 peran otot yang penting dalam melakukan gerak lompat vertikal adalah otot ekstensor knee dan plantar fleksor ankle. Dalam sebuah studi simulasi vertical jump, Bobbert dan Van Soest (7) menunjukkan bahwa meskipun kekuatan otot menentukan pencapaian tinggi lompatan maksimal, performa yang sebenarnya tergantung pada kontrol sifat otot. Dalam penelitian tersebut, Baik peningkatan kekuatan otot lutut, otot ekstensor atau peningkatan kekuatan semua otot

22

mengakibatkan peningkatan ketinggian lompatan, hingga aktivasi otot (kontrol) diorganisasi kembali (kembali dioptimalkan).

(15)

23

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Kemampuan beban maksimum otot lengan dipengaruhi oleh sudut lengan, jenis kelamin serta tangan dominan. 2. Kemampuan beban maksimum otot lengan dari berbagai sudut memiliki nilai beban maksimum pada sudut 90 0. 3. Performa probandus laki-laki lebih baik dalam sit up test karena laki –  laki memiliki massa otot yang lebih besar dan serat otot yang lebih  besar daripada perempuan. 4. Performa probandus perempuan pada push up test lebih baik karena faktor kelelahan pada probandus pria. 5. Lompatan dan daya otot laki-laki lebih baik daripada perempuan karena  postur laki-laki yang secara rata-rata lebih tinggi daripada wanita dan memiliki kekuatan otot yang lebih baik daripada wanita.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Hall AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC; 2008. 2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2011. 3. Feito JMP, Delgado D. Physical Education. Spanyol: Pila Teleña; 2013. 4. Snell RS. Anatomi Klinis: Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC; 2012. 5. DiCarlo SE, Sipe E, Layshock JP, Varyani S. Experiment demonstrating skeletal muscle biomechanics. Am J Physiol. 1998 Dec;275(6 Pt 2):S59 – 71. 6. Pardjiono. Hipertropi Otot Skelet Pada Olahraga. J Ilmu Keolahragaan. 2008;5(2):111 – 9. 7. McGraw Hill Connect. Fitness and Wellness [Internet] [cited December 5, 2014]. Available from: http://www.mcgrawhillconnect.com/. 8. Hamilton, Luttgens K. Kinesiology. 10th ed. New York: Mc. Graw Hill Companies; 2002. 9. Anonim.

[cited

2014

Dec

4].

Available

from:

http://www.topendsports.com/terting/tests/vertjump.htm 10. MDhealth. What muscles do push-ups work? [Internet] [cited December 5, 2014]. Available from: www.md-health.com/What-Muscles-Do-Push-UpsWork.html. 11. Thompson and Floyd. Manual of Structural Kinesiology 18th Edition. Mc Graw-Hill: Washington DC; 2011. 12. Haff GG, Dumke C. Laboratory Manual for Exercise Physiology. Human Kinetics; 2012. 13. Hopson JL, Donatelle RJ, and Littrell TR. Get Fit, Get Well 3rd Edition. Benjamin Cummings: USA; 2014. 14. Eston, Roger, Reilly T. Kinanthropometry and

Exercise Physiology

Laboratory Manual “Tests, Procedures, and Data.” New York: Taylor & Francis Group; 2009.

25

15. Bobbert, M. F., and A. J. Van Soest. Effects of muscle strengthening on vertical jump height: a simulation study. Med. Sci. Sports Exerc. 26:1012 –  1020, 1994.

26

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF