Laporan Farmakologi
March 30, 2019 | Author: Angel | Category: N/A
Short Description
farmakologi...
Description
1. Tujuan Percobaan
a. Mendapatkan hewan uji yang memenuhi kriteria yang dapat dijadikan sebagai obyek penelitian. b. Menentukan tingkat kesehatan hewan uji mencit dengan metode BCS metode BCS (Body condition Scoring) yang menjadi syarat kelayakan dilakukan suatu pengujian. c. Mengetahui teknik pemeliharaan hewan percobaan. d. Mengetahui cara penanganan hewan secara manusiawi serta faktor-faktor yang mempengaruhi responnya. e. Mendapatkan perubahan berat badan mencit dan kondisi kesehatan hewan percobaan dalam masa adaptasinya selama tujuh hari. f. Mengetahui cara memegang dan memberikan perlakuan dengan benar kepada hewan uji. g. Mengetahui cara pemberian obat yang benar pada hewan uji dengan berbagai jalur pemberian. h. Menentukan dosis dalam pemberian obat pada hewan uji. 2. Prinsip Percobaan
Pengukuran kesehatan hewan percobaan yaitu mencit dapat dilakukan dengan cara meraba bagian tulang sacroiliac (tulang antara tulang belakang hingga ke tulang kemaluan) dengan menggunakan jari dan mencocokkannya dengan nilai BSC (Body Condition Scoring) . Kemudian dihitung perubahan berat badan hewan percobaan (mencit dan kelinci) dengan cara persen selisih berat badan sebelum adaptasi ada ptasi dan sesudah adaptasi. Kemudian hewan percobaan tersebut dipegang dengan benar, dan diberikan obat berdasarkan dosis yang ditentukan.
3.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam laboratorium farmakologi dasar dari “Pemilihan Hewan Uji, Pemeliharaan Hewan Percobaan, dan Cara Pengambilan Spesimen Sampel Hewan Uji” yaitu alat pelindung diri (jas lab, masker, sarung tangan), air minum, aquadest, kandang hewan uji, kelinci, mencit, Na CMC, pakan hewan, spidol, spoit oral, spoit 1 ml dan timbangan. 4. Metodologi 4.1
Pemilihan Hewan Uji
Metode atau cara penelitian yang digunakan dalam praktikum ini ialah dimana yang pertama-tama disiapkan alat dan bahan. Kemudian disiapkan 5 ekor mencit, kemudian diletakkan satu ekor mencit di atas kain kasar dan dibiarkan mencit dalam posisi istirahat. Diamati kondisi tulang belakang mencit hingga ke tulang dekat kemaluan (bokong) secara perlahan-lahan disentuh (diraba) bagian tulang belakang hingga ke tulang bokong dan mencocokannya dengan nilai BCS, kemudian dicatatlah hasil pengamatan dan perabaan, diulangi langkah tersebut untuk 4 mencit yang lain. 4.2
Pemeliharaan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit yang telah dipilih sebanyak 6 ekor. Hewan percobaan kemudian ditimbang berat badannya dan dikelompokkan menjadi 2 kelompok, masing – masing kelompok terdiri dari 3 ekor. Dimana setiap kelompok dipisahkan dalam kandang yang berbeda,, kemudian mencit dipelihara dan diamati selama 5 hari dengan pemberian makan dan air minum. Dimana Mencit dipelihara dalam ruangan dengan suhu yang sama, tapi dengan siklus cahaya yang berbeda, dimana kelompok I dengan siklus cahaya terang dan kelompok II yang siklus cahayanya gelap. Setelah 5 hari mencit kemudian di timbang
berat badannya, dicatat dan dihitung persentase perubahan berat badan sebelum dan sesudah perlakuan. 4.3
Cara Pemberian Obat Pada Hewan Uji a. Cara Memegang Hewan Uji 1) Mencit
Mencit
diangkat
dengan
memegang
ujung
ekornya
menggunakan tangan kanan, lalu diletakkan dipermukaan yang kasar (kain kasar). Kemudian dengan tangan kiri menjepit kulit tengkuk mencit diantara jari telunjuk dan ibu jari, ekornya dipindahkan dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri hingga mencit cukup erat untuk dipegang dan siap untuk diberi perlakuan. 2) Kelinci
Kelinci diletakkan diatas handuk, dipegang kulit di leher kelinci sambil ditahan bagian bawah kelinci dengan tangan lain kemudian angkat bagian belakang kelinci, kepala kelinci di tutup setiap saat oleh siku dan siap untuk diberi perlakuan. b. Pemberian Obat dengan Beberapa Jalur 1) Mencit
Oral (mulut), dipegang mencit pada tengkuknya, kemudian spoit oral yang telah diisi dengan larutan Na CMC 1% sebanyak 1,0 ml dimasukkan ke dalam mulut mencit melalui langit-langit masuk esofagus, dorong larutan ersebut ke dalam esofagus.
Sub
kutan
(jaringan
bawah
kulit),
dipegang
mencit
pada
tengkuknya, disuntikkan obat pada bagian bawah kulit dengan larutan Na CMC 1% sebanyak 0,5 ml.
Intra vena (pembuluh darah), ekor mencit di celupkan dalam air hangat agar pembuluh vena ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian obat. Kemudian disuntikkan obat pada
pembuluh vena dengan larutan Na CMC 1% sebanyak 0,5 ml.
Intramuskular (jaringan otot), dipegang mencit pada tengkuknya, obat disuntikkan pada paha posterior mencit dengan larutan Na CMC 1% sebanyak 0,05 ml.
Intra peritonial (abdomen), dipegang mencit pada tengkuknya,
posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomen, suntikkan larutan Na CMC 1% sebanyak 1,0 ml kedalam abdomen bawah mencit sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak megenai kandung kemih. 2) Kelinci
Oral (mulut), pemberian obat pada kelinci dilakukan dengan memberikan larutan Na CMC 1% dengan menggunakan spoit oral.
Sub kutan (jaringan bawah kulit), pemberian obat pada kelinci dilakukan dengan menyuntikkan larutan Na CMC 1% pada jaringan
bawah kulit di tengkuk atau sebelah pinggang kelinci.
Intra vena (pembuluh darah), sebelum penyuntikan telinga kelinci dibasahi terlebih dahulu dengan alkohol, pemberian obat dilakukan dengan menyuntikkan larutan Na CMC 1% pada pembuluh vena di daerah ujung telinga kelinci.
Intramuskular (jaringan otot), pemberian obat pada kelinci dilakukan dengan meyuntikkan larutan Na CMC 1% pada otot paha
belakang kelinci.
Intra peritonial (abdomen), kelinci diatur posisinya sehingga letak kepala lebih rendah daripada perut. Penyuntikan dilakukan pada garis tengah di muka kandung kemih.
5. Hasil Percobaan dan Pembahasan
Data Pengamatan dan Hasil Perabaan pada Mencit
No. Mencit
Hasil
Badan (kg)
Pengamatan
I
0,0275
BCS Nilai 3
II
0,0257
BCS Nilai 2
III
0,017
BCS Nilai 3
IV
0,0258
BCS Nilai 2
V
Pengukuran Berat
0,0232
BCS Nilai 3
Perabaan Mencit dalam kondisi yang baik Mencit di bawah kondisi standart Mencit dalam kondisi yang baik Mencit di bawah kondisi standart Mencit dalam kondisi yang baik
Pembahasan data hasil pengamatan pada hewan uji Pada praktikum pemilihan hewan uji dilakukan metode penilaian kondisi tubuh atau Body Condition Scoring (BCS). Dimana dari hasil penelitian mencit I, III, dan V dengan berat badan secara berturut-turut 0,0275 kg, 0,017 kg, dan 0,0232 kg dengan hasil pengamatan BCS Nilai 3 berdasarkan perabaan mencit dalam kondisi yang baik. Tubuhnya tidak tampak tonjolan tulang, namun bila mana diraba cukup mudah di rasakan adanya tulang-tulang. Tampak atas, biasanya sudah lebih lurus tampak berisi. Tulang pelvic dorsal sedikit teraba. Kemudian untuk mencit II dan IV dengan berat badan mencit II adalah 0.0257 kg dan mencit IV adalah 0,0258 kg. Dari hasil pengamatan BCS Nilai 2 berdasarkan perabaan,
mencit di bawah
kondisi standart dimana tikus tampak kurus. Tulang-tulang masih kelihatan jelas, namun bilamana diraba masih terasa adanya daging atau lemak. Tampak
atas sudah tidak terlalu berlekuk-lekuk, agak berisi. Tulang pelvic dorsal dapat langsung teraba.
Data Pengamatan dan Hasil Pemeliharaan Hewan Percobaan
Kelompok
Mencit
A
Sesudah
I
27,2
25,5
-6,2
II
25,7
23,2
-9,7
III
17,0
16,3
-4,1
21,6
-6,6
23,3
IV
25,8
27,5
6,8
V
23,2
25,4
9,4
VI
24,5
26,8
9,3
24,5
26,3
8,5
23,9
23,9
0,9
RATAAN KELOMPOK B RATAAN KESELURUHAN
%Perubahan
Sebelum
RATAAN KELOMPOK A
B
Berat Badan (gr)
Pembahasan data hasil pemeliharaan hewan percobaan Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit merupakan hewan yang jinak, lemah, mudah ditangani, takut cahaya dan aktif pada malam hari. Pada umumnya mencit sangat senang berada pada belakang perabotan jika dipelihara atau berkeliaran di rumah. Mencit yang dipelihara sendiri dalam kandang makannya lebih sedikit dan bobotnya lebih ringan dibanding dipelihara bersama-sama dalam satu kandang namun kadang-kadang mempunyai sifat kanibal saat sudah kelaparan.
Proses
pemeliharaan
yang
baik
disebabkan
manajemen
pemeliharaan dalam hal ini pemberian pakan yang teratur, sehingga kebutuhan nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan atau
pertumbuhan mencit terpenuhi dan kebersihan kandang juga mempengaruhi perkembangan mencit. Pada
percobaan
ini
dilakukan
perlakuan
dimana
mencit
dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 1 mencit dipelihara dalam suhu yang sama namun siklus cahaya yang terang sedangkan kelompok 2 mencit dipelihara dalam suhu yang sama dan siklus cahaya yang gelap. Sebelumnya mencit ditimbang berat badannya untuk mengetahui persentase perubahan berat badan mencit setelah dipelihara 7 hari dengan memberi pakan dan minum yang sama setiap harinya. Pakan yang diberikan berupa jagung dan sawi putih. Setelah 7 hari pemeliharaan, mencit yang dipelihara dalam siklus cahaya yang terang memiliki perkembangan yang lebih rendah dimana mengalami penurunan berat badan sebesar 6,6 % dan mencit yang dipelihara di siklus cahaya gelap memiliki perkembangan yang baik dimana kenaikan berat badan sebesar 8,5%. Ini disebabkan karena mencit yang mempuyai sifat takut cahaya, lebih aktif berkembang di cahaya yang rendah karena terhindar dari pemangsa dibanding cahaya yang terang lebih mudah diganggu oleh pemangsa.
Data Pengamatan dan Hasil Cara Pemberian Obat Pada Hewan Uji Hewan uji
Cara Pemberian
Volume Pemberian
Jenis
Berat
Mencit 1
27,5 gr
Oral
1,0 ml
Mencit 2
25,7 gr
Sub kutan
0,5 ml
Mencit 3
20,0 gr
Intravena
0,5 ml
Mencit 4
25,8 gr
Intramuskular
0,05 ml
Mencit 5
23,2 gr
Intraperitonial
1,0 ml
Kelinci
1,5 kg
Oral
1,0 ml
Sub kutan
1,0 ml
Intravena
1,0 ml
Intramuskular
0,5 ml
Intraperitonial
1,0 ml
Pembahasan data hasil cara pemberian obat pada hewan uji Dalam praktikum ini dilakukan berbagi cara pemberian obat ke hewan uji yaitu mencit dan kelinci. Pemberian obat dapat dilakukan secara oral, sub kutan, intramuscular, intraperitonial dan intravena. Masing-masing cara pemberian memiliki keuntungan dan manfaat tertentu. Perbedaan dalam cara pemberian obat akan berpengaruh pada efeksitas obat. Oral diberikan melalui mulut, subkutan disuntikkan di jaringan bawah kulit bagian tengkuk, intramuscular disuntikkan di otot bagian paha, dan intraperitonial disuntikkan di bagian perut atau abdomen, dan intravena disuntikkan di pembuluh darah pada ekor mencit dan pada telinga kelinci. Alat yang digunakan adalah spoit injeksi 1 ml, jarum sonde 5 ml dan sarung tangan. Obat yang diberikan Pemberiaan
obat
dilakukan
dengan
menggunakan
spoit
oral.
Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking. Sebelumnya masukkan sonde oral, posisi kepala dan keadaan mulut harus diperhatikan. Ketika hewan dipegang dengan posisi terbalik pastikan posisi kepala menengadah atau posisi dagu sejajar dengan tubuh dan mulut terbuka sedikit. Dari hasil pengamatan reaksi mencit setelah dilakukan pemberian obat secara oral, dimasukkan 1,0 ml larutan Na CMC 1% , berhasil karena tidak ada pendarahan maupun cairan dari hidung mencit. Untuk kelinci dilakukan dengan menggunakan alat penahan rahang dan feeding tube no 6-8.
Sub Kutan adalah penyuntikan yang dilakukan di bawah jaringan kulit dimana biasanya diberikan atau disuntikkan di daerah tengkuk. Langkah pemberian obat secara sub kutan adalah pertama-tama mencit dipegang dengan menjepit bagian tengkuk dan ekor dijepit diantara jari kelingking dan jari manis. Kemudian mencit diposisikan tengkurap atau tetap menghadap ke bawah dan suntikkan obat dari depan. Suntikan digunakan spoit injeksi 1 ml dengan jarum yang runcing. Diberikan larutan Na CMC 1% sebanyak 0,5 ml, karena mencit yang digunakan kecil. Dalam penyuntikan harus dilakukan secara cepat untuk menghindari terjadinya pendarahan pada mencit. Sedangkan pada kelinci disuntikkan pada sisi sebelah pinggang atau tengkuk dengan cara kulit diangkat dan jarum ditusukkan dengan arah anterior. Hasil dari pemberian obat secara subkutan adalah mencit masih hidup dan tidak terjadi pendarahan pada bekas suntikan begitu pula pada kelinci. Namun ada sebagian obat yang keluar dari tubuh mencit, hal ini menunjukkan bahwa percobaan pemberian obat secara sub kutan cukup berhasil dilakukan. Pemberian obat secara intramuscular memungkinkan absorbs obat yang lenih cepat daripada rute sub kutan karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya yang kemungkinkan terjadi misalnya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam. Adapun teknik injeksi intramuscular yaitu dilakukan dengan memasukkan jarum tegak lurus dengat kulit (90%) untuk memastikan jarumnya mengenai otot yang dimaksud. Bila hal ini dilakukan maka berpengaruh pada penilaian derajat nyeri yang dirasakan. Pada hewan uji mencit disuntikan kedalam otot paha posterior, dan
kelinci dilakukan pada otot paha belakang, hindari otot
posterior femur karena resiko kerusakan saraf siatik. Hasil percobaan cara pemberian
obat secara intramuskular dengan larutan Na CMC 1%
dinyatakan berhasil karena tidak keluar darah pada lokasi penyuntikan. Pemberian
obat
secara
intraperitonial
yang
merupakan
cara
penyuntikan yang diberikan ke dalam rongga perut atau abdomen yaitu
denngan cara memegang mencit menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan jari kelingking. Kemudian posisi hewan terbalik, kepala lebih rendah dari abdomen. Posisi jarum suntik sepuluh derajat dari abdomen berlawanan arah kepala (arah jarum menuju perut). Lokasi suntikan pada bagian tengah abdomen, pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih dan tidak terlalu tinggi agar tidak terkena penyuntikan pada hati. Pada kelinci posisi diatur sedemikian rupa sehingga letak kepala lebih rendah daripada perut. Penyuntikan dilakukan pada garis tengah di muka kandung kemih. Dan hasilnya dalam penyuntikan ini berhasil, mencit dan kelinci tidak luka dan setelah penyuntikan kondisi mencit tidak mengalami kesakitan dan masih bisa bergerak dengan bebas. Larutan yang diberikan yaitu Na CMC 1% sebanyak 1 ml. Intraperitonial memberi efek lebih cepat dibandingkan dengan pemberian oral. Dimana pada bagian ini, terdapat banyak pembuluh darah sehingga obat lebih mudah diserap ke dalam system peredaran darah. Kelebihan menggunakan pemberian intraperitonial adalah obat yang akan disuntikkan dalam rongga peritoneum akan diabsorbsi dengan cepat sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Sedangkan kekurangannya untuk resiko kesalahan penyuntikan
menyebabkan
kesalahan
organ.
Sehingga
pemberian
intraperitonial tidak boleh diberikan kepada manusia karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu besar. Pemberian obat melalui intravena yang merupakan menyuntikkan obat langsung pada pembuluh darah. Caranya ekor mencit di celupkan dalam air hangat agar pembuluh vena ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian obat. Kemudian disuntikkan obat pada pembuluh vena dengan larutan Na CMC 1% sebanyak 0,5 ml. sedangkan pada kelinci sebelum penyuntikan telinga kelinci dibasahi terlebih dahulu dengan alkohol, pemberian obat dilakukan dengan menyuntikkan larutan Na CMC 1% pada pembuluh vena di daerah ujung telinga kelinci. Keuntungan dari pemberian
obat melalui intravena yaitu obat cepat tersalurkan karena obat langsung masuk ke darah.
6. Kesimpulan Pada praktikum pemilihan hewan uji dilakukan metode penilaian
kondisi tubuh atau Body Condition Scoring (BCS). Kemudian pada prosedur pemeliharaan hewan percobaan dilakukan dengan cara memberi pakan dan air minum pada hewan serta membersihkan tiap hari kandang hewan, mencit yang dipelihara dalam siklus cahaya yang berbeda, siklus cahaya yang terang memiliki perkembangan yang lebih rendah dimana mengalami penurunan berat badan sebesar 6,6 % dan mencit yang dipelihara di siklus cahaya gelap memiliki perkembangan yang baik dimana kenaikan berat badan sebesar 8,5%. Ini disebabkan karena mencit yang mempuyai sifat takut cahaya. Kemudian percobaan pemberian obat, sebelum kita melakukan penyuntikan pada mencit dan kelinci, mencit dan kelinci harus dalam keadaan tenang, hewan di handling dengan benar, agar tidak menjadi liar dan sulit untuk disuntik sehingga akan berpengaruh pada hasil penyuntikan. Pada praktikum kali ini rute pemberian obat dilakukan dengan: peroral yaitu dengan menggunakan spoit oral melalui mulut, intravena yaitu dengan injeksi pada pembuluh darah ekor mencit dan pembuluh darah pada telinga kelinci, sub kutan yaitu injeksi dimasukkan sampai kebawah jaringan kulit pada tengkuk, intramuscular yaitu injeksi melalui otot pangkal paha, interperitonial yaitu injeksi melalui abdomen pada daerah perut sedikit menepi.
7. Daftar Pustaka
Malole, M.M.B, Pramono, 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan Laboratorium. Bogor: IPB. Ditjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Martijo,
1992. Kesehatan dan Kemampuan Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada
Adaptasi
Hewan.
Smith dan Soesanto. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press Katzung, G. Bertram. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi keenam. EGC: Jakarta.
LABORATORIUM FARMAKOLOGI DASAR AKADEMI FARMASI TORAJA YAYASAN NAFIRI INDONESIA
Kelompok
: III (Tiga)
Nama Kelompok/ NIM
: Angelita Torromanda
Tanggal Praktikum
(17 04 004)
Iin Luku’ Retta
(17 04 011)
Rispa Mina
(17 04 022)
Sarah Patintingan
(17 04 025)
Wilda Sambe
(17 04 032)
Yulianti Patoding
(17 04 034)
: Sabtu, 03 Maret 2018
PEMILIHAN, PEMELIHARAAN, DAN CARA PEMBERIAN OBAT PADA HEWAN PERCOBAAN
PROGRAM STUDI D-III FARMASI AKADEMI FARMASI TORAJA TANA TORAJA 2017/2018
View more...
Comments