Laporan Farmakologi Laksatif Dan Antidiare

April 30, 2017 | Author: Rhygo Avangedsevenfold ELsone | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Farmakologi Laksatif Dan Antidiare...

Description

LAKSATIF DAN ANTIDIARE

1. Tujuan percobaan Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah : a. Memahami dan terampil melakukan teknik evaluasi obat-obat laksatif dan antidiare. b. Memahami mekanisme kerja obat pencahar. c. Memahami dan mampu menganalisa efek samping/toksisitas obatobat laksatif/antidiare tersebut.

2. Tinjauan Pustaka Laksatif adalah obat yang dapat memperlancar defekasi (buang air besar) sedangkan antidiare adalah obat yang dapat mengurangi frekuensi defekasi. Secara farmakologi, kedua obat ini bekerja saling berlawanan. Secara umum disatu sisi mempercepat laju transit usus, sedangkan yang lainnya memperlambatnya. Melalui mekanisme tersebut maka laju absorpsi disaluran cerna akan diperlambat atau dipercepat. Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari)

yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya

cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal (Daldiyono, 1990). Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau memiliki kandungan air yang berlebih dari keadaan normal. Umumnya diare menyerang balita dan anak-anak. Namun tidak jarang orang dewasa juga bisa terjangkit diare. Jenis penyakit diare bergantung pada jenis klinik penyakitnya (Anne, 2011).

1

Klinis tersebut dapat diketahui saat pertama kali mengalami sakit perut. Ada lima jenis klinis penyakit diare, antara lain: 1. Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang datang tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat badan jika tidak diberika makan dam minum. 2. Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi. 3. Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar meningkat, diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus halus,spesis yaitu infeksi bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan dehidrasi. 4. Diare persisten. Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari. Dengan bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi serius tidak hanya dalam usus tetapi menyebar hingga keluar usus. 5. Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral. Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung. Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain (National Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2007) :  infeksi bakteri beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau minuman, contohnya Campylobacter, Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli (E. coli).  infeksi virus beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, Norwalk virus, cytomegalovirus, herpes simplex virus, and virus hepatitis.  intoleransi makanan beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan,

2

misalnya pemanis buatan dan laktosa.  parasit parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan menetap di dalam system pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare misalnya Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, and Cryptosporidium.  reaksi atau efek samping pengobatan antibiotik, penurun tekanan darah, obat kanker dan antasida mengandung magnesium yang mampu memicu diare.  gangguan intestinal  kelainan fungsi usus besar Pada anak anak dan orang tua diatas 65 tahun diare sangat berbahaya. Bila penanganan terlambat dan mereka jatuh ke dalam dehidrasi berat maka bisa berakibat fatal.

Dehidrasi adalah suatu

keadaan kekurangan cairan, kekurangan kalium (hipokalemia) dan adakalanya acidosis (darah menjadi asam), yang tidak jarang berakhir dengan shock dan kematian. Keadaan ini sangat berbahaya terutama bagi bayi dan anak-anak kecil, karena mereka memiliki cadangan cairan intrasel yang lebih sedikit sedangkan cairan ekstra-selnya lebih mudah lepas daripada orang dewasa (Adnyana, 2008). Mekanisme timbulnya diare. Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa menyebabkan

diare

dan

muntah.

Keracunan

pangan

yang

menyebabkan diare dan muntah, disebabkan oleh pangan dan air yang terkontaminasi oleh mikroba. Pada tulisan ini akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang disebabkan oleh mikroba melalui pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan untuk menjelaskan terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan peningkatan berat atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare jika secara kuantitatif berat tinja per-24 jam

3

lebih dari 200 gram atau lebih dari 200 ml dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Putri, 2010). Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa mekanisme. Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit, seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang akan menurunkan absorpsi garam dan air dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak terjadi gap osmotic dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga tidak bisa dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory. Contoh dari diare sekretori adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic E coli (Putri, 2010). Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong ini mungkin secara langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi oleh patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya akumulasi fluida. Pada umumnya, peningkatan daya dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih kepada faktor tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh patogen (Putri, 2010). Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan mukosa dan menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran, karakteristik dan daerah yang terinfeksi akan bervariasi antar organisme. Kerusakan mukosa yang terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran sampai dengan luka halus yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan mukosa atau peningkatan permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan seperti plasma, tetapi juga mengganggu kemampuan mukosa usus untuk melakukan proses absorbsi yang efisien karena terjadinya

4

difusi balik dari fluida dan elektrolit yang diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare eksudatif. Penyebabnya adalah bakteri patogen penyebab infeksi yang bersifat invasive (Shigella, Salmonella) (Putri, 2010). Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai kerusakan mucosal yang diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan dan penyerapan karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya hidrolase pada permukaan membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau kerusakan membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal karena malabsorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi difusi air ke luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare osmotik dan bisa dihambat dengan berpuasa (Putri, 2010). Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Putri, 2010). Adhesi. Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC). Mekanisme

adhesi

yang

kedua

terlihat

pada

infeksi

Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus.

5

Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC (Putri, 2010). Invasi. Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella. Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus (Putri, 2010). Enterotoksin. Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

6

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi

protein

membran

mikrovili,

membuka

kanal

dan

mengaktifkan sekresi klorida (Putri, 2010). Penggolongan obat diare : A. Kemoterapeutika Walaupun pada umumnya obat tidak digunakan pada diare, ada beberapa pengecualian dimana obat antimikroba diperlukan pada diare yag disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri dan protozoa. Pemberian antimikroba dapat mengurangi parah dan lamanya diare dan

mungkin

mempercepat

pengeluaran

toksin.

Kemoterapi

digunakan untuk terapi kausal, yaitu memberantas bakteri penyebab diare dengan antibiotika (tetrasiklin, kloramfenikol, dan amoksisilin, sulfonamida, furazolidin, dan kuinolon) (Schanack, 1980). B. Zat penekan peristaltik usus Obat golongan ini bekerja memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Contoh: Candu dan alkaloidnya, derivat petidin (definoksilat dan loperamin), dan antikolinergik (atropin dan ekstrak beladona) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007). C. Adsorbensia Adsorben memiliki daya serap yang cukup baik. Khasiat obat ini adalah mengikat atau menyerap toksin bakteri dan hasil-hasil metabolisme serta melapisi permukaan mukosa usus sehingga toksin dan mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus mukosa usus. Obat-obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah karbon, musilage, kaolin, pektin, garam-garam bismut, dan garam-garam alumunium ) (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

7

Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan antara adsorben dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben mengikat bakteri dan toksin sehingga dapat dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang digunakan dalam sediaan diare antara lain attapulgit aktif, karbon aktif, garam bismuth, kaolin dan pektin (Harkness, 1984). Loperamida Pemerian : serbuk putih sampai agak kuning, melebur pada suhu lebih kurang 225oC disertai peruraian. Kelarutan : sukar larut dalam air dan asam encer, mudah larut dalam metanol dan kloroform. (Farmakope Indonesia IV, 1995). Obat ini memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat ini berikatan dengan

reseptor

opioid

sehingga

diduga

efek

konstipasinya

diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Obat ini sama efektifnya dengan difenoksilat untuk pengobatan diare kronik. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. Pada sukarelawan yang mendapatkan dosis besar loperamid, kadar puncak pada plasma dicapai dalam waktu empat jamsesudah makan obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik. Waktu paruhnya adalah 7-14jam. Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik; sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerja loperamid. Sebagian besar

obat

diekskresikan

bersama

tinja.

Kemungkinan

disalahgunakannya obat ini lebih kecil dari difenoksilat karena tidak menimbulkan euphoria seperti morfin dan kelarutannya rendah (Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007).

8

Contoh Uraian obat Diare 1. Racecordil Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi,

mempunyai

indeks

terapeutik

yang

tinggi,

tidak

mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan bahwa anti diare ini memberikan hasil klinis yang baik dan dapat ditoleransi oleh tubuh. Produk ini juga merupakan anti diare pertama yang cara kerjanya mengembalikan keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur penyebaran air dan elektrolit ke usus. Selain itu, Hidrasec pun mampu menghambat enkephalinase dengan baik. Dengan demikian, efek samping yang ditimbulkannya sangat minimal. 2. Loperamide Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping yang sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi. 3. Nifuroxazide Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan. o

Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti infeksi intestinal biasa seperti kloroyodokuin.

9

o

Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide masih memiliki daya bakterisidal. Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.

4. Dioctahedral smectite Dioctahedral

smectite (DS), suatu aluminosilikat

nonsistemik

berstruktur filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol urin pada anak dengan diare akut (Putri, 2010).

LAKSATIF 1. Definisi Laksatif atau urus-urus atau pencahar ringan adalah obat yang berkhasiat untuk memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut juga sebagai aperientsdan aperitive. 2. Mekanisme Kerja Laksatif Mekanisme pencahar yang sepenuhnya masih belum jelas, namun secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Sifat hidrofilik atau osmotiknya sehingga terjadi penarikan air dengan akibat massa, konsistensi, dan transit feses bertambah. b. Laksatif bekerja secara langsung ataupun tidak langsung pada mukosa kolon dalam menurunkan absorbs NaCl dan air

10

c. Laksatif juga dapat meningkatkan motilitas usus dengan akibat menurunnya absorbs garam dan air yang selanjutnya mengubah waktu transit feses. 3. Klasifikasi laksatif a. Bulk Laxatives atau Laksatif Pembentuk Massa Bulk laxative digunakan bila diet tinggi serat tidak berhasil menangani konstipasi. Obat golongan merupakan obat yang berasal dari alam atau dibuat secara semisintetik. Bulk laxative seperti metilselulosa, natrium karboksilmetilselulosa, kalsium polikarbofil dan psyllium adalah polisakarida atau derivat selulosa yang menyerap air ke dalam lumen kolon dan meningkatkan massa feses dengan menarik air dan membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan merangsang gerak peristaltik. Hal tersebut akan menstimulasi motilitas dan mengurangi waktu transit feses di kolon. Rasa kembung dan frekuensi flatus mungkin meningkat. Namun, laksatif ini cukup aman digunakan dalam jangka panjang. Pada penggunaan laksatif ini, asupan cairan yang adekuat sangat

diperlukan,

jika

tidak

akan

dapat

menimbulkan

dehidrasi. 4,5,6,7,8,9 Pada pasien yang tidak bereaksi terhadap terapi tunggalbulk laxatives, pilihan selanjutnya adalah dengan menambahkan laksatif jenis lain. Setiap jenis laksatif memiliki mekanisme tersendiri. Berikut akan dijelaskan mengenai macam-macam laksatif pembentuk massa: 6,7,8 1) Metilselulosa Obat ini diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui slauran cerna sehingga diekskresi melalui tinja. Dalam cairan usus, metilselulosa akan mengembang membentuk gel emolien atau larutan kental, yang dapat melunakkan tinja. Mungkin residu yang tidak dicerna

11

merangsang peristaltik usus secara refleks. Efek pencahar diperoleh setelah 12-24 jam, dan efek maksimal setelah beberapa hari pengobatan. Obat ini tidak menimbulkan efek sistemik.7,8 Tetapi pada beberapa pasien bisa terjadi obstruksi usus atau esofagus, oleh karena itu metilselulosa tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan mengunyah.6 Metilselulosa digunakan untuk melembekkan feses pada pasien yang tidak boleh mengejan, misalnya pasien dengan hemoroid. Sediaan adalam bentuk bubuk atau granula 500 mg, tablet atau kapsul 500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500 mg / hari, sedangkan dosis dewasa 2-4 kali 1,5 g / hari.6 2) Natrium karboksimetilselulosa Obat ini memiliki sifat-sifat yang sama dengan metilselulosa, hanya saja tidak larut dalam cairan lambung dan bisa digunakan sebagai antasid.8 Sediaan dalam bentuk tablet 0,5 g dan 1 g, atau kapsul 650 mg. Dosis dewasa adalah 3-6 g.6 3) Psilium (Plantago) Psilium sekarang telah digantikan dengan preparat yang lebih murni dan ditambahkan musiloid, yaitu merupakan substansi hidrofilik yang membentuk gelatin bila bercampur dengan air; dosis yang dianjurkan 1-3 kali 3-3,6 g sehari dalam 250 ml air atau sari buah. Pada penggunaan kronik, psilium dikatakan dapat menurunkan kadar kolesterol darah karena mengganggu absorbsi asam empedu.6,7 4) Agar-agar Merupakan koloid hidrofil, kaya akan hemiselulosa yang tidak dicerna dan tidak diabsorbsi. Dosis yang dianjurkan ialah 4-16 g. Agar-agar

12

yang biasa dibuat merupakan pencahar massa yang muda didapat. Dosis dewasa 4-16 g.6 5) Polikarbofil dan kalsium polikarbofil Merupakan poliakrilik resin hidrofilik yang tidak diabsorbsi, lebih banyak

mengikat

air

dari

pencahar

pembentuk

massa

lainnya.8 Polikarbofil dapat mengikat air 60-100 kali dari beratnya sehingga memperbanyak massa tinja. Preparat ini mengandung natrium dalam jumlah kecil. Dalam saluran cerna kalsium polikarbofil dilepaskan ion Ca2+, sehingga tidak boleh diberikan pada pasien dengan pembatasan asupan kalium. Dosis dewasa 1-2 kali 1000 mg / hari, maksimum 6 g / hari, disertai air minum 250 ml.6 b. Laksatif Emolien Laksatif ini sering digunakan sebagai adjuvan dari bulkatau stimulant laxatives. Laksatif ini dapat ditolerensi tubuh dengan baik.4 Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan feses tanpa merangsang peristaltik usus, baik secara langsung maupun tidak langsung.8Berikut adalah macam-macam laksatif emolien: 6,7,8 1) Zat Penurun Tegangan Permukaan (Surface Active Agent) Obat yang termasuk golongan ini adalah dioktilnatrium sulfosuksinat dan parafin. a) Dioktilnatrium Sulfosuksinat Cara kerja dioktilnatrium sulfosuksinat adalah dengan menurunkan tegangan sehingga memepermudah peneterasi air dan lemak ke dalam masa tinja. Tinja menjadi lunak setelah 24-48 jam.6,7

13

Sediaan dalam tablet 50-300 mg, suspensi 4 mg / ml. Dosis untuk anak 10-40 mg / hari, sedangkan dosis untuk dewasa adalah 50-500 mg / hari. Penggunaan bisa mengakibatkan efek samping berupa kolik usus, bahkan muntah dan diare. Dioktilnatrium sulfosuksinat juga bersifat hepatotoksik.6 b) Parafin Cair (Mineral Oil) Adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi. Setelah minum obat ini, maka tinja akan menjadi lunak disebabkan berkurangnya reabsorbsi air dari tinja. Parafin cair tidak dicerna di dalam usus dan hanya sedikit yang diabsorbsi. Yang diabsorbsi ditemukan pada limfonosi mesenterik, hati, dan limpa.6,7,8 Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 15-30 ml / hari. Kebiasaan menggunakan parafin cair akan mengganggu absorbsi zat larut lemak, misalnya absorbsi karoten menurun 50%, juga absorbsi vitamin A dan D akan menurun. Absorbsi vitamin K menurun akibat hipoprotrombinemia; dan juga dilaporkan terjadinya pneumonia lipid. Obat ini juga memiliki efek samping berupa pruritus ani, menyulitkan penyembuhan

pascabedah

anorektal,

dan

bisa

menyebabkan

perdarahan. Jadi untuk penggunaan kronik, obat ini tidak aman.6 c) Minyak Zaitun Minyak zaitun yang dicerna akan menurunkan sekresi dan motilitas lambung dan juga bisa merupakan sumber energi. Dosis yang dianjurkan sebanyak 30 mg.6 c. Laksatif Stimulan (Perangsang) Laksatif golongan ini mengalami hidrolisis di usus oleh enzim enterosit atau flora di kolon. Efek primer laksatif ini berpengaruh pada perubahan transport elektrolit pada mukosa intestinal dan secara

14

umum bekerja selama beberapa jam. Dalam klasifikasinya, Schiller memasukan laksatif jenis ini ke dalam kelas secretagogues dan agen yang berefek langsung pada epitel, syaraf, atau sel otot polos.4,5,6,7,8 Laksatif perangsang bekerja merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos sehingga meningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus. Banyak di antara laksatif perangsang bekerja untuk mensistesis prostaglandin dan siklik AMP, di mana hal ini akan meningkatkan sekresi elektrolit. Penghambatan sintesis prostaglandin dengan indometasin menurunkan efek berbagai obat ini terhadap sekresi air. Difenilmetan dan antrakinon kerjanya terbatas hanya pada usus besar sehingga terdapat masa laten 6 jam sebelum timbul efek pencahar. Minyak jarak, hanya bekerja pada usus halus memiliki masa laten 3 jam.

Berikut

akan

dijelaskan

beberapa

jenis

laksatif

perangsang: 4,5,6,7 1) Minyak Jarak (Castrol Oil-Oleum Ricini) Berasal dari biji Ricinus communis, merupakan suatu trigliserida asam risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis menjadi gliserol dan asam risinoleat oleh enzim lipase. Asam risinoleat merupakan bahan aktif. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar, obat ini tidak banyak lagi digunakan karena banyak obat lain yang lebih aman.6,7 Dosis untuk dewasa adalah 15-60 mL, sedangkan untuk anak-anak adalah 5-15 mL. Efek samping dari minyak jarak antara lain kolik, dehidrasi dengan gangguan elektrolit, confussion, denyut nadi tidak teratur, kram otot, rash kulit, dan kelelahan. Minyak jarak dianjurkan diberikan pagi hari waktu perut kosong. Jika dosisnya ditambah, tidak akan menambah efek pencahar, dan efek pencahar akan terlihat setelah 3 jam.6

15

2) Difenilmetan Derivat difenilmetan yang sering digunakan adalah bisakodil. Beberapa derivat difenilmetan: a) Fenolftalein Diberikan per oral dan mengalami absorbsi kira-kira 15% di usus halus. Efek fenolftalein dapat bertahan lama karena mengalami sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar fenolftalein diekskresi melalui tinja, sebagian lagi diekskresikan di ginjal dalam bentuk metabolitnya. Jika diberikan dalam dosis besar, akan ditemukan dalam bentuk utuh dalam urin, dan pada suasana alkali akan menyebabkan urin dan tinja berwarna merah. Ekskresi melalui ASI sangat kecil sehingga tidak akan mempengaruhi bayi yang sedang disusui.4,5,6 Sediaan dalam bentuk tablet 125 mg, dosis 60-100 mg. Fenolftalein relatif tidak toksik untuk pengobatan jangka pendek, tetapi dosis yang berlebihan

akan

meningkatkan

kehilangan

elektrolit.

Bisa

menyebabkan reaksi alergi. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-8 jam.6 Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang karena bersifat karsinogen.7 b) Bisakodil Pada penelitian pada tikus, bisakodil mampu dihidrolisis menjadi difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi mengalami konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan diekskresi melalui empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang akan merangsang motilitas usus besar.6,7

16

Sediaan berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10 mg. Sediaan supositoria 10 mg. Dosis dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek samping berupa kolik usus dan perasaan terbakar pada penggunaan rektal. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan pada pemberian rektal efek pencahar terlihat setelah setengah sampai satu jam. Pada pemberian oral, bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin dalam bentuk glukuronid, tetapi ekskresi utama adalah di dalam tinja. c) Oksifenisatin asetat Bagaimana respon tubuh terhadap oksifenisatin asetat mirip dengan bisakodil. Efek pencaharnya tidak melebihi bisakodil. Obat ini jarang digunakan karena dapat menimbulkan hepatitis dan ikterus.4,5,7 Sediaan berupa tablet 5 mg atau sirup 5 mg / 5 ml, supositoria 10 mg. Dosis dewasa oral 4-5 mg, per rektal 10 mg. Sedangkan untuk anak per oral 1-2 mg. Efek samping bisa berupa hepatitis, ikterus, dan reaksi alergi. Efek pencahar setelah 6-12 jam kemudian. 3) Antrakinon Efek pencahar golongan ini bergantung pada antrakinon yang dilepaskan dari ikatan glikosidanya. Efek pencahar antrakinon timbul setelah 6 jam. Setelah pemberian oral sebagian akan diabsorbsi dalam bentuk glikosidanya. Sebagian glikosida dihidrolisis oleh enzim flora usus menjadi antrakinon dan bekerja sebagai pencahar di kolon. Efek antrakinon yang tidak diinginkan adalah efek pencahar yang berlebihan. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI sehingga bisa mempengaruhi bayi yang disusui. Melanosis kolon bisa terjadi, namun bisa menghilang dengan penghentian pemakaian obat selama 4-12 bulan.4,6,7

17

a) Kaskara Sagrada Berasal dari kulit pohon Rhamnus purshiana. Sediaan dalam bentuk sirup, eliksir, tablet 125 mg. Dosis 2-5 mL, dosis 100-300 mg. Efek samping adalah pigmentasi mukosa kolon. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI. Efek pencahar bisa telihat setelah 8-12 jam.6 b) Sena Berasal dari daun atau buah Cassia acutifolia atau Cassia angustifolia, terdapat zat aktif senosida A dan B. Sebagian antrakinon yang diabsorbsi akan diekskresi melalui ginjal dengan warna kuning sampai merah bila suasana urin alkali.4,7 Sediaan berupa sirup dan eliksir, dosis 2-4 ml. Sediaan juga da dalam bentuk tablet 280 mg, dosis 0,5-2 g. Efek samping pada penggunaan lama akan menyebabkan kerusakan neuron mesenterik. Efek pencahar akan terliaht setelah 6 jam.6 c) Dantron (Dihidroksiantrakinon) Dantron leboh banyak mengandung antrakinon bebas daripada bentuk glikosidanya. Sediaan dalam tablet 75 mg, dosis 75-150 mg. Efek pencahar akan terlihat seteah 6-8 jam.6 d. Laksatif Osmotik Laksatif yang termasuk golongan ini adalah garam-garam anorganik (yang tersusun oleh magnesium) dan alkohol organik atau gula seperti laktulosa dan polyethylene glycol(PEG). . Laksatif jenis ini bekerja dengan cara mempertahankan air tetap berada dalam saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada dinding usus, yang kemudian merangsang pergerakan usus (peristaltik). Laksatif jenis ini adalah preparat yang sangat lambat diserap bahkan tidak diserap, sehingga

18

terjadi sekresi air ke dalam intestinum untuk mempertahankan isotonisitas yang sama dengan plasma. Beberapa pilihan laksatif salin adalah garam-garam seperti magnesium hidroksida, magnesium sulfat, magnesium sitrat, sodium fosfat, dan sodium sulfat. Beberapa jenis Laksatif Osmotik: 5,6,7 1) Garam Magnesium (MgSO4 atau Garam Inggris) Diabsorbsi melalui usus kira-kira 20% dan dieksresikan melalui ginjal. Bila fungsi ginjal terganggu, garam magnesium berefek sistemik menyebabkan dehidrasi, kegagalan fungsi ginjal, hipotensi, dan paralisis pernapasan. Jika terjadi hal-hal tersebut, maka harus diberian kalsium secara intravena dan melakukan napas buatan. Garam magnesium tidak boleh diberikan pada pasien gagal ginjal.5,6 Sediaan yang ada misalnya adalah magnesium sulfat dalam bubuk, dosis dewasa 15-30 g; efek pencahar terlihat setelah 3-6 jam. Magnesium oksida dosis dewasa 2-4 g; efek pencahar terliaht seteah 6 jam. Walaupun garam magnesium bekerja secara lokal di traktus gastrointestinal, efek farmakologisnya pun mungkin disebabkan oleh pelepasan hormon seperti kolesistokinin suatu hormon yang merangsang pergerakan usus besar dan sekresi cairan.atau pengaktifan sintesa nitrit oksida. Senyawa ini dapat diminum ataupun diberikan secara rektal.6,7 2) Laktulosa Merupakan suatu disakarida semisintetik yang tidak dipecah oleh enzim usus dan tidak diabsorbsi di usus halus. Laktulosa tersedia dalam bentuk sirup. Obat ini diminum bersama sari buah atau air dalam jumlah cukup banyak. Dosis pemeliharaan harian untuk

19

mengatasi konstipasi sangatlah bervariasi, biasanya 7-10 g dosis tunggal maupun terbagi.6,7 Kadang-kadang dibutuhkan dosis awal yang lebih besar, misalnya 40 g dan efek maksimum laktulosa mungkin terlihat setelah beberapa hari. Untuk keadaan hipertensi portal kronis dan ensefalopati hepar, dosis pemeliharaan biasanya 3-4 kali 20-30 g (30-45 ml) laktulosa sehari; dosis ini disesuaikan dengan defekasi 2-3 kali sehari dan tinja lunak, serta pH 5,5. Laktulosa juga dapat diberikan per rektal.6 Laktulosa adalah jenis gula yang tidak banyak diserap, seperti galaktosa-fruktosa disakarida. Tubuh manusia kekurangan enzim fruktosidase, karbohidrat yang tidak terserap merupakan substrat bagi proses fermentasi bakteri kolon yang akan diubah menjadi hidrogen, metana, karbon dioksida, air, asam dan asam lemak rantai pendek. Selain sebagai agen osmotic, produk-produk ini juga menstimulasi motilitas dan sekresi intestinum. Rasa kembung, tidak nyaman di perut, dan flatus yang sering merupakan efek samping yang sering dikeluhkan oleh pasien saat menggunaan laksatif jenis ini.

20

3. Bahan dan Alat a. Bahan 

Hewan percobaan

: Mencit



Obat yang diberikan

: Na CMC 1%BB, Bisacodyl (10mg/kgBB,

20mg/kgBB,

30mg/kgBB) Loperamide (10mg/kgBB, 20mg/kgBB,

30mg/kgBB)

b. Alat 

Alat suntik



Jarum oral



Stoples pengamat



Timbangan



Stopwatch



Alat bedah



Papan operasi



Mistar



Jarum pentul

4. Cara Kerja 1. Timbang mencit dan hitung dosis yang akan diberikan. 2. Lalu diberikan loperamide secara oral. 3. Tunggu 5 menit, setelah 5 menit diberikan norit secara oral. 4. Setelah itu, tunggu 15 menit. Dan kemudian mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher. Lalu, dibuka ronggan perut, dikeluarkan ususnya dengan hati-hati, mulai dari pylorus sampai ke katup ilosekal. 5. Rentangkan usus pada papan operasi (jangan ditarik), gunakan gunting untuk memutus jaringan ikat pada usus dan jarum pentul untuk menyematkan usus pada papan operasi.

21

6. Ukur panjang usus yang ditempuh oleh norit (mulai dari lambung sampai kebatas terbentuknya warna hitam di usus) dan bandingkan dengan panjang usus seluruhnya (%). 7. Lalu dihitung persentase laju transitnya.

5. Hasil dan Pembahasan a. Hasil dan perhitungan Mencit uji Berat mencit: 23 gram = 0,023kg 

Dosis Bisacodyl = 30 mg/kgBB



Konsentrasi = 1mg/ml

VaO = 0,023 kg x 30 mg/kgBB 1mg/ml = 0,69 ml

Norit yang digunakan = 1cc/100g/BB x 23 gram = 0,23 ml

% laju transit = pjg usus norit

x 100%

pjg usus seluruhnya = 21,5 cm

x 100%

52 cm = 41,34 % Mencit kontrol Berat badan mencit = 21 g Dosis Na CMC 1 % BB = 1/100 x 21 g

22

= 0,21 ml Norit yang digunakan = 1cc/100g/BB x 21 gram = 0,21 ml

x 100%

% laju transit = pjg usus norit pjg usus seluruhnya

x 100%

= 6 cm 50 cm = 12 %

Hasil semua kelompok:

klp

*

Obat Kontrol Na CMC 1%BB

pjg usus

pjg usus

% laju

seluruhnya

norit

transit

50 cm

6 cm

12%

1

Bisacodyl 10mg/kgBB

52 cm

18 cm

34,61%

2

Bisacodyl 20mg/kgBB

53 cm

21 cm

39,60%

3

Bisacodyl 30mg/kgBB

52 cm

23,5 cm

45,39%

42 cm

10 cm

23,81%

39 cm

5,8 cm

14,87%

49 cm

3 cm

6,12%

4

5

6

Loperamide 10mg/kgBB Loperamide 20mg/kgBB Loperamide 30mg/kgBB

23

b. Pembahasan Tujuan percobaan pada praktikum kali ini adalah mengetahui sejauh mana aktivitas obat antidiare dan laksatif yaitu

loperamid dan

bisacodyl dapat menghambat dan memperlancar defekasi dengan metode transit intestinal. Diare merupakan keadaan buang air dengan banyak cairan (mencret) dan merupakan

gejala dari penyakit-penyakit

tertentu.

Diare

disebabkan oleh adanya rangsangan pada saraf otonom di dinding usus sehingga dapat menimbulkan reflek yang mempercepat peristaltik sehingga timbul diare. Diare ditandai dengan frekuensi defekasi yang jauh melebihi frekuensi normal, serta konsistensi feses yang encer. Penyebab diare pun bermacam-macam. Pada dasarnya diare merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk mengeluarkan zat-zat racun yang tidak dikehendaki dari dalam usus. Bila usus sudah bersih maka diare akan berhenti dengan sendirinya. Diare pada dasarnya tidak perlu pemberian obat, hanya apabila terjadi diare hebat dapat digunakan obat untuk menguranginya. Obat antidiare yang banyak digunakan diantaranya adalah Loperamid yang daya kerjanya dapat menormalisasi keseimbangan resorpsi-sekresi dari selsel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi pada keadaan resorpsi normal kembali. Loperamid merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol, suatu neuroleptikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tanpa khasiat pada SSP, jadi tidak mengakibatkan ketergantungan. Laksatif atau urus-urus atau pencahar ringan adalah obat yang berkhasiat untuk memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut juga sebagai aperientsdan aperitive. Hewan percobaan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah mencit. Selain karena anatomi fisiologinya sama dengan anatomi

24

fisiologi manusia, juga karena mencit mudah ditangani, ukuran tubuhnya kecil sehingga waktu penelitian dapat berlangsung lebih cepat. Prosedur pertama yang dilakukan adalah menimbang masingmasing mencit untuk menentukan banyaknya dosis sediaan uji yang akan diberikan pada tiap mencit. Mencit uji memiliki bobot 23 gram dan setelah dikonversi dengan VAO maka banyaknya dosis untuk mencit uji adalah 0,69 mL. Sedangkan untuk mencit kedua untuk kontrol bobotnya adalah 21 gram maka dosisnya 0,21 mL. Mencit uji akan diberikan obat bisacodyl 30 mg/kgBB , mencit kedua akan diberikan Na CMC 0,21 mL. Setelah itu, tiap-tiap mencit diberikan obat bisacodyl dan Na CMC dari berat mencit secara peroral. Norit digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kecepatan motilitas usus. Bisakodil mampu dihidrolisis menjadi difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi mengalami konjugasi di hati dan dinding usus. Metabolit akan diekskresi melalui empedu, dan selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang akan merangsang motilitas usus besar. Sediaan berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10 mg. Sediaan supositoria 10 mg. Dosis dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek samping berupa kolik usus dan perasaan terbakar pada penggunaan rektal. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan pada pemberian rektal efek pencahar terlihat setelah setengah sampai satu jam. Pada pemberian oral, bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin dalam bentuk glukuronid, tetapi ekskresi utama adalah di dalam tinja. Sedangkan pada pengujian antidiare digunakan loperamide merupakan obat antidiare golongan opioid yang mekanisme kerjanya adalah menekan kecepatan gerak peristaltik. Secara in vitro pada binatang

25

Loperamide menghambat motilitas / perilstaltik usus dengan mempengaruhi langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus serta mempengaruhi pergerakan air dan elektrolit di usus besar. Pada manusia, Loperamide memperpanjang waktu transit isi saluran cerna. Loperamide menurunkan volum feses, meningkatkan viskositas dan kepadatan feses dan menghentikan kehilangan cairan dan elektrolit. Sehingga pemberian loperamid berdasarkan literatur seharusnya dapat menurunkan kecepatan peristaltik usus. Untuk mengetahuinya dapat dilihat dari rasio panjang usus yang dilalui oleh tinta cina terhadap panjang usus keseluruhan. Setelah 20 menit pemberian tinta cina masing-masing mencit didislokasi dan dibedah untuk melihat kecepatan peristaltik antara mencit kontrol dan mencit yang telah diberikan loperamid dengan dosis yang berbeda. Karena panjang usus yang dilewati tinta cina dapat dijadikan sebagai indikator kecepatan peristaltik usus. Berdasarkan teori rasio antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit uji kontrol seharusnya lebih besar daripada rasio jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit uji I dan uji II karena mencit uji kontrol tidak mendapatkan loperamid sebagai penghambat gerak peristaltik usus sehingga gerak peristaltik ususnya lebih cepat dan jarak usus yang dilalui tinta cina lebih panjang. Rasio antara jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit uji I seharusnya lebih besar daripada rasio jarak usus yang dilalui tinta cina dan total panjang usus pada mencit uji II karena mencit uji I mendapatkan loperamid dengan dosis yang lebih kecil dibandingkan mencit uji II sehingga penghambatan gerak peristaltik usus pada mencit uji I lebih kecil daripada penghambatan gerak peristaltik usus pada mencit uji II.

26

Loperamid dengan dosis yang lebih tinggi memberikan persen inhibisi atau keefektifan yang lebih baik daripada loperamid dengan dosis yang lebih kecil.

6. Kesimpulan a. Laksatif adalah obat yang dapat memperlancar defekasi (buang air besar) sedangkan antidiare adalah obat yang dapat mengurangi frekuensi defekasi. b. Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau memiliki kandungan air yang berlebih dari keadaan normal. c. Ada lima jenis klinis penyakit diare, antara lain: 

Diare akut, bercampur dengan air. Diare memiliki gejala yang datang tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan penurunan berat badan jika tidak diberika makan dam minum.



Diare kronik. Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang disebabkan oleh virus, Bakteri dan parasit, maupun non infeksi.



Diare akut bercampur darah. Selain intensitas buang air besar meningkat, diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus halus,spesis yaitu infeksi bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan dehidrasi.



Diare persisten. Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari. Dengan bahaya utama adalah kekurangan gizi. Infeksi

27

serius tidak hanya dalam usus tetapi menyebar hingga keluar usus. 

Diare dengan kurang gizi berat. Diare ini lebih parah dari diare yang lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang sifatnya sistemik atau menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamin dan mineral. Bahkan bisa mengakibatkan gagal jantung.

d. Pada pemberian Bisacodyl 10mg/kgBB persentase laju noritnya= 12%, Bisacodyl 20mg/kgBB= 34,61%, Bisacodyl 30mg/kgBB= 39,60%. Dari data hasil persentase laju transit tersebut dapat disimpilkan bahwa semakin tinggi dosis maka proses obat sampai keusus semakin panjang, dan sebaliknya. e. Pada pemberian Loperamide 10mg/kgBB didapatkan persentase laju transitnya= 23,81%, Loperamide 20mg/kgBB= 14,87%, Loperamide 30mg/kgBB= 6,12%. Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin rendah dosis panjang norit di usus semakin panjang dan sebaliknya semakin tinggi dosis, panjang usus yang diberi norit semakin pendek.

7. Pertanyaan JAWABAN PERTANYAAN – PERTANYAAN 1. Apakah

kelemahan

dan

kerugian

penggunaan

pencahar/laksatif? 2. Ceritakan mekanisme defekasi secara fisiologis. 3. Kemukakan metode untuk evaluasi obat-obat antidiare, ceritakan. 4. Kemukakan

saran saudara untuk mengatasi kesukaran

defekasi, jelaskan.

28

5. Jelaskan keuntungan dan kerugian dari masing-masing metode yang digunakan dalam percobaan ini. 6. Untuk apa norit digunakan pada percobaan ini? Dapatkah kira-kira norit diganti dengan yang lain? Berikan satu contoh. 7. Jelaskan toksisitas/efek samping dari penggunaan laksatif dan antidiare.

Jawab: 1.

Kelemahan dan kerugian dalam penggunaan laksatif adalah :

Pencahar stimulan dapat menyebabkan nyeri perut, penggunaannya dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan usus 'malas' atau melemah. Laksatif pembentuk massa dapat menyebabkan perut kembung.

2.

Mekanisme defekasi yaitu;

Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul pada sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh pergerakan lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa. Dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae yang lambat tetapi berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15 jam untuk menggerakkan kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum, sementara kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur setengah padat bukan setengah cair. 3. Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum, kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat konstriksi tadi akan kehilangan

29

haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit, mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni kolon. 4. Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama kira-kira 30 detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya sebelum terjadi pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang kolon. Seluruh rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10 sampai 30 menit, dan mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu hari berikutnya. Bila pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum, akan timbul keinginan untuk defekasi



Metode transit intestinal

Aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus dengan mengukur rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus sepenuhnya. Pada metode transit intestinal yang menjadi parameter pengukuran adalah rasio antara jarak rambat marker dengan panjang usus keseluruhan. Jika suatu bahan mempunyai efek antidiare maka rasio rambat marker yang dihasilkan kecil sebaliknya jika bahan yang mempunyai efek laksatif maka rasio yang dihasilkan lebih besar. 

Metode motilitas anorektal

Memberikan informasi mengenai sensasi rektal, viskoelastisitas, relaksasi sfingter ani interna dan defekasi balon terisi udara berbagai ukuran dimasukkan ke rektum 

Metode uji elektromiogram

Mencatat fungsi sfingter ani eksterna dan defekografi dimana barium yang menebal memperkirakan konsistensi feses yang dimasukkan ke rektum dan evakuasinya dimonitor dengan fluoroskopi. 5. Dengan minum cukup banyak dan makanan berserat akan membantu pergerakan feses dan membuat feses melalui usus halus dengan meningkatkan sampah pada feses dan membuat feses menjadi lebih lunak. Peningkatan aktifitas fisik juga akan membantu dalam \

30

6. mengatasi sembelit.

Keuntungan metode transit intestinal adalah dapat dilakukan pengujian pada hewan percobaan dan biaya percobaan lebih murah dari metode – metode lain. Sedangkan metode lain dilakukan pengujiannya pada pasien langsung.

7. Pada percobaan

ini norit digunakan sebagai marker merupakan

senyawa yang mempunyai daya serap kuat (adsorbsen), dan masa kerjacepat dapat menyerap bakteri, toksin, gas, akan tetapi tidak spesifik sehingga obat, nutrien, dan enzim dalam saluran cerna juga akan diserap.

8. Beberapa efek samping obat pencahar (laksatif) yang terjadi antara lain: Laksatif pembentuk massa dapat menyebabkan perut kembung. Pencahar stimulan dapat menyebabkan nyeri perut, penggunaannya dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan usus 'malas' atau melemah. Obat pencahar osmotik dapat menyebabkan nyeri perut, dan perut kembung Laksatif pelembut tinja dapat menyebabkan kram perut, mual dan ruam kulit Pastikan pasien tetap terhidrasi dengan baik ketika menggunakan

obat

pencahar

dengan

minum

banyak

cairan.

Setidaknya dianjurkan dua liter (enam sampai delapan gelas) air sehari. 

Mual muntah



Pusing - jangan mengemudi atau menggunakan alat-alat mesin jika merasa pusing



Keluar darah bersama tinja

31



Pingsan

Penggunaan pencahar berlebihan juga dapat menyebabkan; diare, dehidrasi, serta gangguan keseimbangan garam dan mineral dalam tubuh.

32

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana,

Ketut.

2004.

Sekilas

Tentang

Diare.

http://www.blogdokter.net/2008/10/30/sekilas-tentang-diare/. [Diakses tanggal 10 April 2011] Anne,

Ahira.

2011.

Penyakit

Diare

Akut.

http://www.anneahira.com/diare-akut.htm. [Diakses tanggal 10 April 2011] Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal : 14-4. Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta : Penerbit UI Press. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung : Penerbit ITB. National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. http://dokterahimsa.blogspot.com/2011/12/interna gastroenterohepatologi-laksatif.html

33

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF