LAPORAN FARMAKO TOPIK 2
December 3, 2017 | Author: Haura Nadya Amalia | Category: N/A
Short Description
farmakologi-pengaruh obat2an trhdp tekanan darah...
Description
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Efek obat merupakan perubahan yang diakibatkan dari pemberian obat. Pada praktikum kali ini, akan diamati pengaruh obat-obatan terhadap perubahan tekanan darah binatang coba, yaitu anjing. Adapun perubahan tekanan darah dapat disebabkan karena molekul obat berikatan dengan reseptor tertentu yang dapat mengakibatkan kenaikan maupun penurunan tekanan darah. Kenaikan atau penuruhan tekanan darah ini dapat dipengaruhi oleh jenis obat, dosis obat, maupun cara kerja obat. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah antara lain adalah caffeine, adrenalin dan noradrenalin. Sedangkan obat-obat
yang dapat
menurunkan tekanan darah antara lain adalah isoprel, asetilkolin, atropine, prazosin, dan propanolol.
1.2 Tujuan 1. Mengamati pengaruh obat-obatan terhadap tekanan darah pada anjing. 2. Membandingkan efek beberapa obat yang berpengaruh terhadap tekanan darah. 3. Menjelaskan mekanisme kerja obat yang berpengaruh terhadap tekanan darah.
1.3 Manfaat 1. Mengetahui pengaruh obat-obatan terhadap tekanan darah anjing 2. Mengetahui perbandingan efek beberapa obat yang berpengaruh terhadap tekanan darah 3. Dapat menjelaskan mekanisme kerja obat yang berpengaruh terhadap tekanan darah
1
BAB II METODE PRAKTIKUM
Bahan : 1. Hewan coba : anjing 2. Obat-obat yang digunakan :
Adrenaline
100 gamma/cc
Noradrenalin
100 gamma/cc
Isoprel
100 gamma/cc
Atropine
100 gamma/cc
Acetylcholine
100 gamma/cc
Histamin
500 gamma/cc
Antihistamin
Caffein
Prazosine
3 mg/cc
Propanolol
5 mg/cc
Ephedrine
Lar.Tyrode
5 mg/cc 100 gamma/cc
10 gamma/cc
Metode 1. Pada percobaan ini diguankan binatang coba anjing. Seekor anjing yang sehat setelah ditimbang diberi anestesia dengan Nembutal atau Seconal 3040mg per Kg berat badan secara intravena atau intraperitoneal. 2. Cari dan bersihkan v.femoralis dan pasang kanula padanya guna pemberian infus, obat-obat selama percobaan ataupun penambahan anesthesia bila diperlukan. Kemudian pada leher bagian tengah dibuat irisan membujur, dan dicari serta dibersihkan trakea dan a.carotica. 3. Pada trakea dimasukkan kanula trakea yang kemudian dihubungkan dengan alat pencatat. Bila diperlukan juga dapat dihubungkan dengan alat untuk pernapasan buatan (pompa pernapasan). Pada a.carotica dipasang kanula yang dihubungkan dengan manometer yang mempunyai alat pencatat yang dapat mencatat setiap perubahan tekanan darah. 2
4. Untuk pencatatan tekanan darah ini, selain a.carotica juga dapat dipakai a.femoralis. 5. Pada persiapan dijaga agar perdarahan yang terjadi sedikit mungkin 6. Selama percobaan berjalan, perhatikan dalamnya anesthesia dari binatang coba dan bila diperlukan dapat diberi Nembutal atau Seconal secukupnya melalui kanula pada v.femoralis 7. Untuk infus digunakan larutan garam fisiologis 8. Perhatikan :
Selama percobaan, perhatikan tekanan darah dan pernapasan pada setiap pemberian obat
Perhatikan apakah kanula tidak buntu (jalannya infuse dan pencatatan tekanan darah baik)
Perhatikan persiapan dari binatang coba sebaik-baiknya
3
BAB III PEMBAHASAN a. Adrenalin Setelah pemberian adrenalin terjadi penurunan tekanan darah yang langsung diikuti oleh kenaikan tekanan darah yang berlangsung cepat dan onset atau duration of action yang pendek. Tekanan darah menurun terjadi karena adrenalin mengaktivasi reseptor Beta 2 lebih dulu dalam pembuluh darah tertentu, yang menyebabkan dilatasi. Tekanan darah langsung naik karena Adrenalin suatu vasopresor sangat kuat; setelah pemberian Pada pemberian Adrenalin, didapatkan gambaran grafik menurun kemudian grafik meningkat secara cepat dari keadaan normal. Hal ini menunjukkan bahwa adrenalin memiliki efek bifasik. Gambaran serupa juga menunjukkan bahwa onset of action dari obat ini cepat dan duration of action nya pendek. Hal ini dikarenakan sifat dari adrenalin yang mudah dirusak oleh COMT dan MAO yang banyak terdapat di hepar. Setelah pemberian Adrenalin pada hewan coba, lama kelamaan gambaran grafik mulai turun (refleks baroreseptor) sampai menunjukkan gambaran bahwa tekanan telah kembali normal.
b. Noradrenalin (NA) Setelah tekanan darah kembali normal, maka percobaan berikutnya adalah pemberian noradrenalin pada hewan coba. Gambaran grafik mengalami kenaikan dari keadaan normal tanpa didahului dengan penerunan seperti yang terjadi pada pemberian adrenalin. Hal ini menunjukkan bahwa pada pemberian nor adrenalin tidak timbul efek bifasik, karena NE tidak merangsang sel β2. Reseptor β2 sendiri banyak terdapat di bronkus dan juga uterus. Sedangkan untuk onset of action dan duration of action nya sama dengan pemberian adrenalin. Pada obat ini juga ditemui reflex baroreseptor yang terdiri dari reflex takikardi dan bradikardi atau disebut juga reflex vagus. Reflek vagus banyak mempengaruhi susunan system saraf parasimpatis yang menyebabkan refleks vagal dapat memperlambat denyut jantung atau menurunkan cardiac output.
4
c. Isoprenolin ( Isoprel ) Percobaan selanjutnya yaitu pemberian Isoprenol (Isoprel). Gambaran yang ditunjukkan adalah adanya penurunan grafik dari keadaan yang normal. Hal ini berarti efek dari pemberian Isoprel yaitu untuk menurunkan tekanan darah. Isoprel ini hampir semua bekerja kuat pada sel β, dan hampir tidak bekerja pada sel ά. Masa kerja dari Isoprel ini lebih lama dibandingkan adrenalin, karena hanya dirusak oleh COMT dan stabil terhadap MAO.
d. Asetilkolin Percobaan selanjutnya adalah pemberian asetilkolin. Gambaran yang ditunjukkan oleh alat pencatatat menunjukkan gambaran penurunan grafik dari keadaan normal. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian asetilkolin pada hewan coba menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah. Sebenarnya pembuluh darah tidak dipersarafi oleh saraf parasimpatis sehingga pemberian asetilkolin pada hewan hanya
menyebabkan vasodilatasi
pembuluh
darah,
bukan
mempengaruhi respon fisiologi secara umum (tekanan darah). Vasodilatasi yang terjadi disebabkan karena asetilkolin secara tidak langsung merangsang reseptor muskarinik yang terdapat di prasinaps saraf adrenergik dan berperan dalam pengurangan pelepasan noradrenalin. Sehingga efek penurunan tekanan darah oleh asetilkolin hanya bisa dilihat secara signifikan jika dosis yang diberikan besar.
e. Kafein Pada percobaan selanjutnya digunakan kafein untuk melihat perubahan yang terjadi pada tekanan darah hewan coba. Pemberian kafein menyebabkan penurunan tekanan darah karena efeknya yang dapat menghambat kerja cyclic AMP.
f. Propranolol Pemberian propranolol merupakan obat selanjutnya yang diberikan pada hewan coba. Sesuai dengan teori yang ada efek dari propanolol yaitu menurunkan tekanan darah karena propranolol menghambat efek vasodilatasi melalui semua
5
reseptor β ( non-selective β blocker ) sehingga obat ini bisa digunakan atau berfungsi sebagai obat anti hipertensi.
g. Prazosine Percobaan selanjutnya menggunakan obat prazosine. Prazosine merupakan ά1-blocker selektif, sehingga didapatkan hasil gambaran penurunan grafik dari keadaan normal yang berarti bahwa pemberian prazosine bisa menyebabkan penurunan tekanan darah. Efek samping dari penggunaan obat ini adalah terjadinya nasal kongesti.
h. Histamin Percobaan selanjutnya adalah pemberian histamin. Pemberian histamin menyebabkan penurunan tekanan darah, hal ini terjadi karena efek utama dari histamin yang terpenting bagi manusia adalah dilatasi kapiler. Obat ini merupakan antagonist secara fisiologis terhadap adrenalin.
i. Efedrin Obat selanjutnya yang diberikan pada percobaan ini adalah ephedrine, karena masa kerja obat ini lama, sehingga butuh waktu lama untuk mencapai refleks baroreseptor. Efek dari ephedrine yaitu meningkatkan tekanan darah. Setelah pemberian efedrin tekanan darah meningkat secara perlahan tetapi masa peningkatan tekanan darah berlangsung lebih lama dibanding adrenalin. Secara umum efek dari ephedrine ini menyerupai efek dari epinefrin, tapi ephedrine memiliki masa kerja yang jauh lebih panjang, mula kerja yang lambat dan butuh dosis yang lebih besar. Ephedrine ini tidak menimbulkan efek bifasik seperti adrenalin. Obat ini juga mempengaruhi sistem susunan saraf pusat ( CNS ) dan dapat menimbulkan insomnia. Biasanya obat ini digunakan sebagai obat asma dan nasal decongestant.
j. Anti histamin Pemberian antihistamin saja tidak memberikan efek yang berarti pada system kardiovaskuler. Antihistamin dipakai untuk mengurangi efek pelepasan
6
histamine. Antihistamin merupakan antagonis fisiologis terutama epinefrin, memiliki kerja berlawanan terhadap histamine pada otot polos, tetapi bekerja pada reseptor yang berbeda.
k.
Atropine Selanjutnya hewan coba diberi obat atropine. Atropine disebut juga
sebagai anti-muskarinik atau obat antikolinergik (parasimpatolitik) yang menghambat efek muskarinik tetapi tidak menghambat efek nikotinik. Obat ini berasal dari golongan Alkaloid. Atropine ini akan berkompetisi dengan Acetylcholine untuk menempati reseptor muskarinik. Bila atropine yang lebih dulu menempati reseptor muskarinik, maka akan terjadi penurunan efek Acetylcholine. Bila atropine memenuhi sebagian reseptor muskarinik, maka akan terjadi penurunan efek Acetylcholine dan efek Acetylcholine mungkin akan didapatkan dalam jumlah kecil. Namun bila atropine memenuhi seluruh reseptor muskarinik, maka tidak akan didapatkan efek dari Acetylcholine. Efek dari Acetylcholine adalah penurunan tekanan darah pada hewan coba. Hal ini terjadi karena pada endotelium pembuluh darah ditemukan reseptor muskarinik 3 yang akan memberikan efek vasodilatasi pembuluh darah.
7
View more...
Comments