LAPORAN DORMANSI BIJI

March 2, 2019 | Author: Anisa Farah Dilla | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

laporan fisiologi tumbuhan pematahan dormansi biji...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN “

PEMATAHAN DORMANSI BIJI



NAMA

: ANISA FARAH DILLA SH

NIM

: 10021010306 100210103061 1

KELAS

:C

KELOMPOK

:6

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

I.

JUDUL

Pematahan Dormansi Biji

II.

TUJUAN

2.1 Untuk mengetahui cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi

III.

TINJAUAN PUSTAKA

Benih dikatakan dormasi bila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi syarat bagi sutu perkecambahan. Dormansi merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam biji. dormansi dapat berlangsung dalam waktu yang sangat bervariasi (harian  –  tahunan) tergantung oleh jenis tanman dan pengaruh lingkungannya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Namun demikian dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali, disini hanya terjadi masa istirahat dari pada benih itu sendiri. masa ini dapat di pecahkan dengan berbagai cara, seperti cara mekanis atau kimiawi. Cara mekanis dengan menggunakan sumber daya alat atau bahan mekanis yangh ada seperti amplas, jarum, pisau, alat penggoncang dan sebaginya. Sedangkan cara kimiawi dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam sulfat (H2SO4) dan HNO3 peket. Pada intinya cara-car tersebut supaya terdapat celah agar air dan gas udara untuk perkecambahan dapa masuk kedalam benih. (Suetopo. 1985). Variasai umur benih suatu tanaman sangtlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa benih yang telah masak akan hidup selamanya. seperti, kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup benih. meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup, walaupun bebnerapa biji dapat hiduyp lebih lama dalam air. Penyimpanan dalam botol atau di udar terbuka pada suhu sedang sampai tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sela akan pecah apabila biji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahn yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. kehilangan daya hidup terbesar bila benih disimpan dalam udar lembab dengan suhu 350C atau lebih. (Dwidjoseputro. 1985). Tipe dormansi:

dormansi fisik : yangh menyebabkan pembatasan structural terhadap perkedcambahan.



seperti kulit biji ynag keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada beberapa jenis tanaman. dormansi fisiologis : dapat disebabkan oleh bebrapa mekanisme, umumnya dapat



disebabkan oleh pengatur tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat  juga oleh factor-faktor dalam sepert immaturity atau ketidaksamaan embrio dan sebabsebab fisiologis lainnya. Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan beberapa faktor, yaitu (Salisbury dan Ross, 1995): a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi 

Imposed dormancy ( quiscence ): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan



Imnate dormancy (rest ): dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri

b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji 

Mekanisme fisik, merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi: - mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik 



- fisik

: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel

- kimia

: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat

Mekanisme fisiologis, merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi: -

photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya

-

immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang

tidak/belum matang -

thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu

c. Berdasarkan bentuk dormansi - Kulit biji impermeabel terhadap air/O2

- Embrio belum masak (immature embryo) Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat

dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Salisbury dan Ross, 1995). Pengamplasan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan. Biji akan bekecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudimentatau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeable atau adanya penghambat tumbuh. Ada beberapa alasan benih tidak berkecambah bila dilihat dari kondisi morfologinya: 

Benih keras (hard seed), yaitu benih yang mengalami imbibisi. Hal ini dapat terjadi karena kulit benih impermeable terhadap air atau tekanan osmosis air tinggi sehingga air tidak dapat masuk dalam benih.



Benih segar tidak berkecambah (fresh ungerminated seed) yaitu benih yang telah berimbibisi tetapi tidak dapat berkecambah karena sebab lain.



Benih busuk (rot seed), yaitu benih yang telah berimbibisi menjadi busuk karena terserang oleh penyakit benih.



Benih mati (dead seed), yaitu benih yang embrionya tidak berfungsi atau mati (Idris, 2003:44).

Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme (Kamil, 1984). Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih dari famili Leguminosae (Sutopo, 2010).

IV.

METODE PENGAMATAN

4.1 Alat dan Bahan 4.1.1

Alat



Beaker glass



Petridish



Kertas ampelas

4.1.2

Bahan



Biji asam atau biji lain yang berkulit keras



Asam sulfat pekat



Kertas hisap



Air

4.2 Cara Kerja

Memilih 15 biji asam dan membaginya ke dalam 3 kelompok 

Merendam 5 biji dalam asam sulfat selama 15 menit dan mencucinya dengan air

Menghilangkan kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya dengan menggosok menggunakan ampelas sebanyak 5 biji

Menyusun biji di atas bak perkecambahan yang telah dialasi kertas hisap basah dan ditutup dengan kertas hisap lagi diatasnya

Menyiram dengan air setiap hari untuk menjaga kelembapan

5 biji sisanya sebagai kontrol tanpa perlakuan

Mengamati proses perkecambahan selama 2 minggu dan menghitung prosentase perkecambahan.

V.

HASIL PENGAMATAN

KELOMPOK

PERLAKUAN (JUMLAH TUMBUH) H2SO4

1

0

KETERANGAN

KONTROL KELUPAS 1

0



H2SO4 : tidak tumbuh



Kontrol : hanya satu kulitnya yang mengelupas

2

3

4

0

0

0

0

2

2

4

1

3



Kelupas : busuk berjamur



H2SO4 : sebagian busuk 



Kontrol : Berjamur



Kelupas : tumbuh semua



H2SO4 : Tidak tumbuh



Kontrol : tiga tidak tumbuh



Kelupas : 1 berjamur ,3 busuk 



H2SO4 : tidak ada yang tumbuh



Kontrol : 1 berjamur,2 tidak  tumbuh

5

0

0

1



Kelupas : 2 berjamur



H2SO4 : Semua berjamur,sedikit mengelupas



Kontrol : Sebagian kulit biji berlendir



Kelupas : 1 biji tumbuh,4 pecah

6

0

0

0



H2SO4 : 3 mengelupas,2 pecah



Kontrol : 4 mengelupas,1 pecah



Kelupas : busuk semua

VI.

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini kami membahas mengenai pematahan dormansi biji dengan tujuan untuk  mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi biji berkulit keras dengan cara fisik dan kimiawi. Biji yang digunakan dalam praktikum ini adalah biji asam 15 buah tiap kelompok. Kemudian langkah pertama adalah biji  –  biji tadi dibagi menjadi 3 kelompok untuk diberi perlakuan yang berbeda - beda . Perlakuan yang pertama adalah merendam 5 biji kedalam asam sulfat selama 15 menit dan kemudian membilasnya dengan air. Perlakuan kedua adalah mengampelas 5 kulit biji pada bagian yang tidak ada lembaganya dan untuk 5 biji terakhir tidak diberi perlakuan apa- apa sebagai control. Kemudian biji  –  biji tadi diletakkan dalam 3 cawan petri yang dialasi kapas basah dan dtutupi lagi dengan kapas basah hal ini bertujuan untuk menjaga kelembapan dan kita  juga tahu bahwa biji memerlukan suhu rendah untuk dapat berkecambah. Pemberian asam sulfat ini ditujukan sebagai perlakuan kimiawi untuk pematahan dormansi biji. Seperti yang kita ketahui asam sulfat H 2SO4 merupakan asam pekat dimana asam pada umumnya adalah senyawa molekuler dan tergolong elektrolit kovalen. Kekuatan asam ditentukan oleh besarnya jumlah ion H4 yang dihasilkan asam dalam larutan dan kekuatannya diukur dengan tendensi asam melepaskan proton. Selanjutnya dikatakan asam sulfat mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan lainnya seperti asam klorida dan asam nitrat sebab asam sulfat membentuk ion H4 yang lebih banyak yang dapat menghidrolisis kulit biji atau melunakkan kulit biji yang keras dan kerusakan kulit biji ini akan diikuti dengan membukanya lumen sel macrosclereid yang dapat mnigkatkan permeabilitas kulit biji terhadap air dan gas yang akan merangsang perkecambahan biji lebih cepat sehingga dormansi dapat dipatahkan. Namun dari hasil pengamatan untuk perlakuan biji yang direndam asam sulfat tidak ada biji yang tumbuh, seperti yang kita ketahui perkecambahan meliputi

peristiwa-peristiwa

fisiologis dan morfologis berikut : 1. Imbibisi dan absorbsi air. 2. Hidrasi jaringan. 3. Absorbsi O2. 4. Pengaktifan enzim pencernaan. 5. Transpor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio. 6. Peningkatan respirasi dan asimilasi. 7. Inisiasi pembelahan dan pembesaran sel. 8. Munculnya embrio. Namun dari hasil pengamatan biji yang direndam dalam asam sulfat tidak ada yang tumbuh hal ini tidak sesuai literature diperkirakan penyebabnya adalah adanya ketidakseimbangan antara

bahan kimia yang digunakan sebagai pematah dormansi dengan struktur biji. Dan waktu perendaman yang kurang lama sehingga kulit biji belum terhidrolisis sempurna sehingga tetap tidak permeable terhadap air dan gas. Dapat di tuliskan keadaan dorman yang tetap terjadi adalah sebagai berikut 

Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp.



Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.



Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.



Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.



Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat. Untuk perlakuan yang lain adalah dengan pengampelasan ditujukan sebagai perlakuan fisik 

untuk pematahan dormansi biji perlakuan ini disebut juga perlakuan skarifikasi. Perlakuan ini dimaksudkan untuk memerlemah kulit biji yang keras sehingga memungkinkan masuknya air ke dalam biji lebih mudah sehingga imbibisi sebagai proses awal perkecambahan biji dapat terjadi. Imbibisi dapat mengaktifkan enzim-enzim perombakan yang menjadikan karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa-senyawa aktif. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa kelompok 1 dan kelompok 6 tidak ada biji yang tumbuh dan untuk kelompok yang lain masih ada yang tumbuh dan untuk kelompok 2 bijinya tumbuh semua. Untuk kelompok yang bijinya tidak tumbuh mungkin disebabkan karena pada proses pengamplasan kemungkinan tidak semua kulit biji terkelupas, masa dormansi dari biji asam ini tetap terjadi karena permeabilitas terhadap air dan gas tetap rendah, kualitas biji yang tidak baik, intensitas cahaya temperature,dan juga keadaan embrio yang seperti dibawah ini 

Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya



Embrio belum terdiferensiasi



Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.

Factor lainnya adalah kelembaban media tanam yang tidak sesuai atau tidak terjaga dengan baik. Selain itu pada biji yang tidak tumbuh juga terdapat ganguan seperti biji yang busuk  karena aktifitas mikroorganisme seperti larva serangga ataupun tumbuhnya jamur.

VII.

KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat diambil bbeberapa kesimpulan sebagai berikut 

Dormansi biji adalah keadaan dimana biji tersebut hidup namun tidak berkecambah



Pematahan dormansi biji dapat dilkukan dengan perlakuan fisik dengan mengampelas kulit biji dan perlakuan kimiawi dengan perendaman dalam asam sulfat



Kegagalan pematahan dormansi biji dalam praktikum ini diakibatkan beberapa factor diantranya pengampelasan tidak sempurna dan perendaman dalam asam sulfat yang kurang lama sehingga biji tidak permeable terhadap air dan gas



Kelembapan,

suhu

dan

intensitas

mempertahankan dormansi biji

cahay

juga

merupakan

pengaruh

yang

dapat

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Idris, 2003. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Mataram: Universitas Mataram Kamil, J., 1984. Teknologi Benih . Bandung: Angkasa Raya Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 . Bandung : ITB. Sutopo, Lita, 2010. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada: Yogyakarta.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF