LAPORAN Dflt Ganbatte!!! Wes

June 12, 2019 | Author: Lili Lala Phoo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download LAPORAN Dflt Ganbatte!!! Wes...

Description

BAB I

PENDAHULUAN

Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Lingkungan merupakan bagian integral dari sistem manajemen ternak. Faktor genetik ternak akan terekspresikan secara optimal hanya jika didukung oleh kondisi lingkungan

yang

baik.

Salah

satu

faktor

lingkungan

yang

mempengaruhi

 produktivitas ternak adalah iklim. Untuk itulah pengendalian faktor lingkungan perlu diperhatikan agar produktivitas ternak dapat ditingkatkan. Lingkungan juga  berpengaruh pada performans ternak. Bila ternak dilindungi dari lingkungan  penyebab cekaman, maka laju pertumbuhan dan reproduksi akan meningkat. Lingkungan yang buruk dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan tingkah laku ternak. Tujuan dari praktikum Dasar Fisiologi dan Lingkungan Ternak adalah untuk mengukur kondisi lingkungan lingkungan ternak domba baik di dalam maupun di luar kandang pada daerah dataran rendah dan tinggi untuk mengetahui respon yang diberikan ternak terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Manfaat dari praktikum ini adalah menetahui kondisi lingkungan dan daerah yang nyaman bagi ternak domba serta mengetahui respon yang diberikan ternak terhadap kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya.

BAB II

DASAR TEORI

Unsur cuaca dan iklim diantaranya suhu udara, kelembapan udara, curah hujan, tekanan udara, angin, durasi sinar matahari, dan beberapa unsur iklim yang  berpengaruh kecil. Unsur-unsur iklim sebagai bagian dari pengaruh lingkungan memiliki pengaruh yang langsung maupun tidak langsung terhadap ternak (Anderson et al., 1985). Sudarman dan Ito (2000) yang menyatakan bahwa pada keadaan suhu 0

lingkungan 30 C, ternak mempunyai beban panas yang lebih tinggi bila dibandingkan 0

dengan ternak yang berada pada suhu lingkungan 20 C. Ilham (2008) yang menyatakan bahwa ternak membutuhkan kelembapan relatif yaitu sekitar 90% 0

dengan suhu udara sekitar 24 C. Faktor yang mempengaruhi produksi panas tubuh yaitu spesies dan bangsa, faktor lingkungan, pakan dan air (Yousef, 1984). Frandson (1992) menyakan bahwa ukuran indeks nyaman pada domba berkisar 5-0. Davidson et.al.,  et.al.,  (2000) menyatakan bahwa Temperature humidity index normal yaitu yang kurang dari 72 merupakan suhu nyaman untuk ternak. Monstma (1984) menyatakan  bahwa ternak dapat dikatakan memiliki tingkat ketahanan terhadap panas yang baik  jika nilai HTC = 2 dan semakin tinggi nilai HTC berarti semakin rendah tingkat ketahanannya. Hal ini dikarenakan semakin besar kenaikan suhu tubuh dan frekuensi  pernafasan maka HTC semakin tinggi. Grier (1984) menambahkan bahwa tingkah laku hewan dipengaruhi oleh dua faktor, antara lain faktor dalam dan faktor luar individu yang bersangkutan, faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu dan kelembaban.

BAB III

METODE PENGUMPULAN DATA

Praktikum Dasar Fisiologi Lingkungan Ternak dilaksanakan pada hari Jum’at, 29 November 2013 pukul 06.30 - 16.30 WIB di Kandang Digesti Domba Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang dan Jum'at tanggal 29  November 2013 pukul 07.00  –   17.00, di Jalan Raya Mangunsari Gunungpati, Semarang.

3.1.

Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum yaitu thermometer suhu badan yang digunakan untuk mengukur suhu ternak, rokok yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin, hygrometer yang diguanakan untuk mengukur kelembapan udara  bagian luar dan dalam kandang serta mengukur suhu dalam dan luar ruangan, alat tulis yang digunakan untuk mencatat hasil praktikum. Bahan yang digunakan dalam  praktikum yaitu domba dataran rendah dan dataran tinggi.

3.2.

Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum yaitu mengukur suhu rektal pada ternak domba yang diukur di rektumnya selama bebrapa menit menggunakan thermometer suhu tubuh, mengukur kelembapan udara menggunakan hygrometer, mengukur suhu udara menggunakan hygrometer, mengamati tingkahlaku ternak.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Fisiologi Domba Dataran Rendah

Berdasarkan hasil praktikum Fisiologi Lingkungan Ternak domba pada dataran rendah diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Pengukuran Domba Dataran Rendah Waktu Kelembapan Kelembapan Suhu udara luar udara dalam udara luar Pagi 85 % 85 % 26 C

Suhu udara dalam 27 C

Suhu Ternak

Kecepatan angin

38 C

Siang

81 %

76 %

28 C

30 C

38,5 C

Sore

78 %

76 %

28 C

28 C

38,7 C

0,97 menit 0,65 menit 0,62 menit

Sumber : Data Primer Praktikum Dasar Fisiologi Ternak, 20 13. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa rata-rata kelembaban 0

udara yaitu sebesar 80%, rata-rata temperature yaitu sebesar 28 C, rata-rata suhu 0

ternak yaitu sebesar 38,5 C dan kecepatan angin sebesar 0,74 menit. Hal tersebut adalah salah satu dari faktor untuk mengukur tingkat kenyamanan pada ternak. Unsur cuaca dan iklim diantaranya suhu udara, kelembapan udara, curah hujan, tekanan udara, angin, durasi sinar matahari, dan beberapa unsur iklim yang berpengaruh kecil. Unsur-unsur iklim sebagai bagian dari pengaruh lingkungan memiliki pengaruh yang langsung maupun tidak langsung terhadap ternak (Anderson et al., 1985).

4.1.1. Temperatur Udara

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa temperature udara luar 0

0

0

kandang pada pagi, siang, sore sebesar 26 C, 28 C, 28 C, sedangkan pengukuran 0

0

0

 pada luar kandang yaitu 27 C, 30 C, dan 28 C. Hasil pengukuran suhu udara pada waktu pagi, siang dan sore menandakan bahwa ternak mengalami cekaman panas akibat

dari

suhu

lingkungan

yang

meningkat.

Hal

ini

sesuai

pendapat

Sudarman et.al.,  (2000) yang menyatakan bahwa pada keadaan suhu lingkungan 0

30 C, ternak mempunyai beban panas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan 0

ternak yang berada pada suhu lingkungan 20 C. Menurut Smith et.al.,  (1988) yang menyatakan bahwa saat suhu lingkungan meningkat juga dapat terjadi peningkatan suhu tubuh, laju pernafasan dan laju denyut jantung sebagai respon utama pada ternak, sedangkan respon kedua ialah proses metabolik, endokrin dan enzimatik.

4.1.2. Kelembaban Udara

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa kelembapan udara untuk dataran tinggi di dalam knadang pada pagi, siang, sore sebesar 85%, 76%, 76%, sedangkan pada luar kandang yaitu sebesar 85%, 81%, 78%. Kelembaban pada dataran rendah dalam praktikum tersebut lebih rendah. Hal tersebut dapat dikarenakan suhu yang tinggi termasuk suhu dari ternak yang menyebabkan  penurunan suhu ternak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ilham (2008) yang menyatakan bahwa ternak membutuhkan kelembapan relatif yaitu sekitar 90% 0

dengan suhu udara sekitar 24 C. Menurut Yousef (1984), faktor yang mempengaruhi

 produksi panas tubuh yaitu spesies dan bangsa, faktor lingkungan, pakan dan air. Didukung juga oleh Schmidt dan Nielsen (1975) yang menyatakan bahwa saat istirahat ternak lebih toleran terhadap suhu tinggi.

4.1.3. Indeks Kenyamanan dan Temperature Humudity Index ( THI )

4.1.3.1. Indeks Kenyamanan Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh pengukuran domba dataran rendah, diperoleh hasil perhitungan pada indeks kenyamanan pada ternak yaitu, pada  pagi hari indeks kenyamanan pada ternak sebesar 1,89, pada siang hari indeks kenyamanan menjadi -1,28, dan pada sore hari indeks kenyamanan sebesar -0,24. Hal tersebut menunjukkan bahwa indeks kenyamanan domba pada sore hari lebih baik dari pada pagi dan siang hari, hal tersebut dikarenakan pada sore hari kelembaban udara yang sedang dan kecepatan angin yang relatif rendah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyakan bahwa ukuran indeks nyaman  pada domba berkisar 5-0. Menurut Gibson (2003), suhu udara dalam kandang berasal dari suhu udara lingkungan yang naik pada pagi sampai siang hari dan menurun kembali pada sore hari. 4.1.3.2. Temperature Humidity Index (THI) Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa pengukuran THI domba di dataran rendah diperoleh pada pagi, siang sore untuk luar kandang yaitu sebesar 77,08; 80,36; 80,09. Pengukuran pada dalam kandang pagi, siang, sore yaitu 79,02; 83,19; 79,96. Hal tersebut terlalu tinggi sehingga memiliki nilai cekaman yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi produksi panas adalah ukuran tubuh, spesies dan bangsa,

faktor lingkungan, pakan serta air. Dataran rendah biasanya memiliki suhu yang lebih tinggi. Pengaruh terhadap ternak yaitu penurunan produksi, stress panas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Davidson et.al., (2000) yang menyatakan bahwa temperature humidity index normal yaitu yang kurang dari 72 merupakan suhu nyaman untuk ternak. Dataran rendah pada umumnya merupakan daerah yang meiliki temperature udara panas, kelembapan yang rendah (Arifin et.al.,  2010). Faktor yang mempengaruhi produksi panas adalah ukuran tubuh, spesies dan bangsa, faktor lingkungan, pakan serta air (Yousef, 1984). Pengaruh pada ternak akibat cekaman  panas adalah penurunan nafsu makan, peningkatan konsumsi minum, penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme, peningkatan pelepasan panas melalui  penguapan, penurunan konsentrasi hormon dalam darah, peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell, 1972). 4.1.4. Indeks Daya Tahan Panas ( Benezra dan Rhoad )

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil indeks rhoad pada domba adalah sebesar 109 pada dataran rendah, sedangkan indeks benezra pada domba adalah sebesar 2,26. Hasil indeks rhoad yang diperoleh tidak sesuai karena nilai indeks rhoad tertinggi adalah 100. Hal ini dikarenakan terjadinya human error   pada saat pengukuran di lapanagan. Sedangkan untuk indeks benezra menunjukkan bahwa domba pada dataran rendah dan dataran tinggi memiliki daya tahan panas tubuh yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan indeks benezra. Apabila indeks  benezra lebih dari 2 maka ternak tersebut memiliki daya tahan panas tubuh yang rendah. Monstma (1984) yang menyatakan bahwa ternak dapat dikatakan memiliki

tingkat ketahanan terhadap panas yang baik jika nilai HTC = 2 dan semakin tinggi nilai HTC berarti semakin rendah tingkat ketahanannya. Hal ini dikarenakan semakin  besar kenaikan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan maka HTC semakin tinggi. Daya tahan panas dapat diukur dengan menggunakan perhitungan indeks rhoad dan indeks  benezra. Menurut Suwito (2000), daya tahan panas (heat tolerance) adalah kemampuan ternak untuk menahan pengaruh suatu lingkungan yang panas agar suhu tubuh tetap normal. Daya tahan panas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu suhu lingkungan (Muhthalib, 2002), tubuh ternak (Bianca, 1965) dan warna  bulu (Suwito, 2000).

4.1.5. Respon Ternak Terhadap Lingkungan

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tingkah laku pada domba adalah domba diberi makan pada siang hari, karena pada pagi larva cacing masih  berada pada pucuk rumput. Tingkah laku domba ketika makan antara lain yaitu Aktivitas makan pada domba secara umum dilakukan dengan cara mengambil pakan langsung dengan menggunakan bibir atas dan bibir bawah kemudian dikunyah sebelum ditelan. Jika pakan dalam wadah tinggal sedikit, domba mengambil pakan menggunakan

lidahnya,

hal

ini

diperkirakan

untuk

mempermudah

dalam

 pengambilan pakan. Domba lebih tekun merumput daripada kambing dan jarak  jelajahnya pendek, memakan rumput lebih banyak dan tidak dapat membeda-bedakan rasa, dan apabila di gembalakan domba lebih menyukai padang rumput yang datar. Domba yang digembalakan lebih sering mencari tempat minum yang menetap atau tidak berpindah-pindah tempat, aktivitas minum pada domba dilakukan dengan cara

mendekatkan mulutnya ke tempat air minum yang telah disediakan kemudian lidahnya dijulurkan ke dalam air secara berulang-berulang, ujung lidah digerakkan sehingga air dapat masuk ke dalam mulutnya. Aktivitas istirahat pada domba dilakukan dengan cara mengawali dengan menekuk pergelangan kedua kaki depan ke arah belakang diikuti menundukkan kepala kemudian dilanjutkan dengan menekuk  pergelangan kedua kaki belakang dan diikuti dengan merebahkan tubuh.. Tingkah laku ternak juga dapat dipengaruhi faktor genetic dan lingkungan. Hal ini sesuai  pendapat Ewing et al . (1999) yang menyatakan bahwa fenotipe tingkah laku sebagaimana fenotipe sifat-sifat hewan yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi dari genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat  berasal dari internal ataupun eksternal dari individu domba.

Grier (1984)

menambahkan bahwa Tingkah laku hewan dipengaruhi oleh dua faktor, antara lain faktor dalam dan faktor luar individu yang bersangkutan, faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu dan kelembaban.

4.2. Fisiologi Domba Dataran Tinggi

Berdasarkan hasil praktikum Fisiologi Lingkungan Ternak domba pada dataran rendah diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Pengukuran Domba Dataran Tinggi Waktu Kelembapan Kelembapan Suhu Suhu udara luar udara dalam udara udara luar dalam Pagi 76 % 82 % 30 C 29,5 C Siang

65 %

63 %

Sore

66,5 %

65 %

33 C

32,5 C

Suhu Ternak

Kecepatan angin

38,1 C

0,48 menit 0,68 menit 0,38 menit

38,7 C

30,25 30 C 38,7 C C Sumber : Data Primer Praktikum Dasar Fisiologi Ternak, 2013. 0

Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa kelembaban udara memiliki 0

rata-rata sebesar 80%, temperature udara memunyai rata-rata sebesar 31 C, rata-rata 0

suhu ternak sebesar 38,5 C dan rata-rata kecepatan angin sebesar 0,51 menit. Hal tersebut dapat dijadikan acuan dalam pengukuran indeks kenyamanan ternak. Menurut Yani et.al (2006) menyatakan bahwa unsur yang dapat mempengaruhi  produktivitas ternak secara langsung yaitu : suhu, kelembaban udara, radiasi dan kecepatan angin, suhu ternak, sedangkan dua unsur lainnya yaitu evaporasi dan curah hujan mempengaruhi produktivitas ternak secara tidak langsung. Unsur tersebut dapat menghasilkan suatu indeks dengan pengaruh yang berbeda terhadap ternak.

4.2.1. Temperatur Udara

Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh hasil bahwa temperature udara dalam 0

0

0

kandang pada pagi, siang, dan sore sebesar 29,5 C, 32,5 C, 30 C, sedangkan 0

0

0

temperature udara pada luar kandang sebesar 30 C, 33 C, 30,25 C. hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi ketidaknyamanan pada ternak yang disebabkan temperature udara yang terlalu tinggi. Hal tersebut dapat menyababkan terjadinya  perubahan pola makan pada ternak sehingga produksi dapat menurun. Ternak 0

membutuhkan suhu nyaman pada suhu di antara 13  –  18 C (Chantalakhana dan Skunmun, 2002). Menurut Devendra dan Faylon (1989), cekaman lingkungan pada ruminansia dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi pakan dan  pembagian zat makanan untuk kebutuhan pokok dan produksi. Secara fisiologis tubuh ternak akan bereaksi terhadap rangsangan yang mengganggu fisiologis normal, sebagai ilustrasi ternak akan mengalami cekaman panas jika jumlah rataan produksi  panas tubuh dan penyerapan radiasi panas dari sekelilingnya lebih besar dari pada rataan panas yang hilang dari tubuh.

4.2.2. Kelembaban Udara

Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan diperoleh hasil kelembaban udara pada pagi, siang dan sore pada luar kandang sebesar 76%, 65%, 66,5%, sedangkan kelembapan pada udara dalam kandang sebesar 82%, 63%, dan 65%. Hasil pengukuran bahwa kelembapan udara lebih rendah dibandingkan dengan kelemabapan udara dimana ternak bisa nyaman. Menunjukan bahwa kelembaban

 pada waktu pagi, siang dan sore sangat nyata dan ketinggian suatu tempat sangat  berpengaruh terhadap kelembaban udara pada tempat tersebut. Tempat yang terletak di dataran tinggi memiliki kelembaban udara lebih tinggi dibandingkan yang terletak di dataran rendah. Menurut Williamsom dan Payne (1993), semakin tinggi suatu tempat maka tahapan atmosfernya semakin tinggi pula, dengan demikian kelembaban udaranya pun tinggi. Namun dalam praktikum kali ini dijumpai bahwa dataran rendah memiliki kelembapan udara yang lebih tinggi, hal tersebut dikarenakan waktu dan cuaca pada saat pengukuran. Menurut Hafez (1968), peningkatan suhu udara kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semaki tinggi suhu dan kelembapan udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak.

4.2.3. Indeks Kenyamanan dan Temperature Humudity Index ( THI )

4.2.3.1. Indeks Kenyamanan Berdasarkan praktikum yang dilakukan pada pengukuran domba dataran tinggi, diperoleh hasil perhitungan indeks kenyamanan pada ternak yaitu, pada pagi hari indeks kenyamanan pada ternak sebesar -3,37, pada siang hari indeks kenyamanan sebesar -3,94, dan pada sore hari indeks kenyamanannya adalah -2,38. Hal tersebut menunjukan bahwa pada dataran tinggi tingkat kenyamanan ternak sangat kurang, dan sehingga dapat berdampak terhadap hal konsumsi pakan, air minum dan tingkah laku kan mengalami stres berat dan gagal dalam mengatur panas tubuh. Pengurangan tingkat kenyamanan yang disebabkan oleh panas akan  berdampak buruk pada ternak hingga dapat menyebabkan kematian pada ternak. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Sugeng (1998) yang menyatakan bahwa suhu udara yang tinggi sangat kurang menguntungkan terhadap kehidupan ternak sapi. Pengaruh yang kurang menguntungkan ini dalam hal konsumsi pakan, air minum dan tingkah laku. Ternak sapi yang tertimpa suhu tinggi akan mengalami stres berat dan gagal dalam mengatur panas tubuh. Akibatnya ternak yang bersangkutan akan banyak minum tetapi nafsu makan berkurang dan makanan yang dikonsumsi rendah. Didukung juga oleh Everelt (1998) yang menyatakan bahwa kondisi panas di atas normal mempengaruhi temperatur, kelembaban relatif, radiasi matahari, yang dapat mempengaruhi beban penerimaan panas yang mempengaruhi performa, pengurangan tingkat kenyamanan ternak dan dapat menyebabkan kematian. 4.2.3.2. Temperature Humadity Index (THI) Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa THI pada dataran tinggi pada suhu dalam kandang pagi, siang sore sebesar 82,91; 86,34; 82,49 dan THI untuk suhu luar kandang pada pagi, siang, sore sebesar83,19; 87,22; 82;97. Hal tersebut lebih tinggi dari THI yang normal yaitu sekitar 72, sehingga tingkat kenyamanan rendah yang dapat menyebabkan stress pada ternak. Pengaruh yang ditimbulkan terhadap ternak karena THI yang terlalu tinggi sehingga kenyamanan berkurang, penurunan nafsu makan, peningkatan konsumsi minum,  penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme, peningkatan pelepasan panas melalui penguapan, penurunan konsentrasi hormon dalam darah, peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pennington et.al (2004) yang menyatakan bahwa angka THI sebesar 72 sebagai awal cekaman panas.didukung juga oleh Stockman (2006) yang menyatakan bahwa

kategori untuk nilai THI adalah Alert   (ringan) yaitu sebesar 75  –   78, Danger   (cukup  panas) yaitu sebesar 79  –   83 dan Emergency (sangat panas) yaitu sebesar > 84. Fase  Alert   adalah fase dengan panas yang berpengaruh pada beban tubuh rendah, fase  Danger   adalah panas yang tinngi namun jarang menyebabkan kematian, fase  Emergency  adalah suatu fase yang bisa menyebabkan ternak dapat mengalami kematian (Ilham, 2008). Menurut McDowell (1972), pengaruh pada ternak akibat cekaman panas adalah penurunan nafsu makan, peningkatan konsumsi minum,  penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme, peningkatan pelepasan panas melalui penguapan, penurunan konsentrasi hormon dalam darah, peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung.

4.2.4. Indeks Daya Tahan Panas ( Benezra dan Rhoad )

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil indeks rhoad pada domba adalah sebesar 111 pada dataran tinggi, indeks benezra pada domba adalah 2,36. Hasil indeks rhoad yang diperoleh tidak sesuai karena nilai indeks rhoad tertinggi adalah 100. Hal ini dikarenakan terjadinya human error   pada saat pengukuran di lapanagan. Sedangkan untuk indeks benezra menunjukkan bahwa domba pada dataran rendah dan dataran tinggi memiliki daya tahan panas tubuh yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan indeks benezra. Apabila indeks benezra lebih dari 2 maka ternak tersebut memiliki daya tahan panas tubuh yang rendah. Monstma (1984) yang menyatakan bahwa ternak dapat dikatakan memiliki tingkat ketahanan terhadap panas yang baik jika nilai HTC = 2 dan semakin tinggi nilai HTC berarti semakin rendah tingkat ketahanannya. Hal ini dikarenakan semakin besar kenaikan

suhu tubuh dan frekuensi pernafasan maka HTC semakin tinggi. Daya tahan panas dapat diukur dengan menggunakan perhitungan indeks rhoad dan indeks benezra. Menurut Suwito (2000), daya tahan panas (heat tolerance) adalah kemampuan ternak untuk menahan pengaruh suatu lingkungan yang panas agar suhu tubuh tetap normal. Daya tahan panas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu suhu lingkungan (Muhthalib, 2002), tubuh ternak (Bianca, 1965) dan warna bulu (Suwito, 2000).

4.2.5. Respon Ternak Terhadap Lingkungan

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa tingkah laku pada domba adalah domba diberi makan pada siang hari, karena pada pagi larva cacing masih  berada pada pucuk rumput. Tingkah laku domba ketika makan antara lain yaitu Aktivitas makan pada domba secara umum dilakukan dengan cara mengambil pakan langsung dengan menggunakan bibir atas dan bibir bawah kemudian dikunyah sebelum ditelan. Jika pakan dalam wadah tinggal sedikit, domba mengambil pakan menggunakan lidahnya, hal ini diperkirakan untuk mempermudah dalam pengambilan pakan. Domba

lebih tekun merumput daripada kambing dan jarak jelajahnya pendek, memakan rumput lebih banyak dan tidak dapat membeda-bedakan rasa, dan apabila di gembalakan domba lebih menyukai padang rumput yang datar. Domba yang digembalakan lebih sering mencari tempat minum yang menetap atau tidak  berpindah-pindah tempat, aktivitas minum pada domba dilakukan dengan cara mendekatkan mulutnya ke tempat air minum yang telah disediakan kemudian lidahnya dijulurkan ke dalam air secara berulang-berulang, ujung lidah digerakkan sehingga air

dapat masuk ke dalam mulutnya. Aktivitas istirahat pada domba dilakukan dengan cara mengawali dengan menekuk pergelangan kedua kaki depan ke arah belakang diikuti menundukkan kepala kemudian dilanjutkan dengan menekuk pergelangan kedua kaki  belakang dan diikuti dengan merebahkan tubuh.. Tingkah laku ternak juga dapat

dipengaruhi faktor genetic dan lingkungan. Hal ini sesuai pendapat Ewing et al . (1999) yang menyatakan bahwa fenotipe tingkah laku sebagaimana fenotipe sifat-sifat

hewan  yang lain dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi dari genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat berasal dari internal ataupun eksternal dari individu domba. Grier (1984) menambahkan bahwa tingkah laku hewan dipengaruhi oleh dua faktor, antara lain faktor dalam dan faktor luar individu yang bersangkutan, faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu dan kelembaban.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pengukuran fisiologi ternak berdasarkan temperature pada pagi, siang dan sore ternak mengalami cekaman  panas. Pengukuran Indeks kenyamanan dan Temperatur Humadity Index (THI) menunjukkan ternak sedikit mengalami cekaman panas pada dataran tinggi maupun dataran rendah. Pengukuran Indeks daya tahan tubuh menunjukkan ternak memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Tingkahlaku ternak dapat dipengaruhi oleh faktor genetic.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, S., H, Nugroho dan W, Busono. 2010. The Htc Value (Heat Tolerance Coefficient) Of Ongole Crossbreed Cattle (Po) Heifers Before And After Concentrating In Low Land Areas. Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya, Malang. Chantalakhana CH and Skunmun P. 2002. Sustainable smallholder animal systems in the tropics. Bangkok: Kasetsart University Press. Davidson T et al. 2000. Managing Hot Cows in Australia.The Dairy research and Development Corporation, Queensland. Devendra, C. and P.S, Faylon. 1989. Sheep Production in Asia. Philipine Council for Agriculture, Forestry and National Research and Development Departement of Science and Technology, Los Banos, Philipina. Everelt, H.N and Olusonya, S. 1998. Anatomi and Physiology of tropical Livestock. First Edition. Logman. Singapore Publisher. Pte ltd. Singapore. Frandson R.D, 1992,  Anatomi dan Fisiologi Ternak , Edisi IV, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gibson, J. 2003.  Fisiologi dan Anatomi Modern edisi 2. Jakarta. Penerbit buku Kedokteran EGC. Grier, J. W. 1984. Bilogy of Animal Behavior. Times Mirror/Mosby College Publishing. St. Louis, Missouri. Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals.Lea and Febriger, Philadelphia. Ilham, F. 2008. Karakteristik Pertumbuhan Pra Dan Pascasapih Domba Lokal Di Unit Pendidikan Dan Penelitian Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (Up3j-Ipb). Sekolah pasca sarjana, IPB. Ilham, F. 2008. Karakteristik Pertumbuhan Pra Dan Pascasapih Domba Lokal Di Unit Pendidikan Dan Penelitian Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (Up3j-Ipb), Bogor. Lutfi, R dan R, Boer. 2000. Penggunaan indeks kenyamanan untuk mengevaluasi kesesuain wilayah untuk proses reproduksi ternak domba. FMIPA, IPB. Bogor.

McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W.H. Freeman and Co., San Frascisco.p.1-128. Pennington, J.A. dan K.VanDevender. 2004. Heat Stress in Dairy Cattle. Rakhman, A. 2008. Studi Pengaruh Unsur Cuaca Terhadap Respon Fisiologis Dan Produksi Susu Sapi Perah Pfh Di Desa Desa Cibogo Dan Langensari, Lembang, Bandung Barat. IPB, Bogor. Schmidt-Nielsen, K. 1997. Animal Physiology : Adaptation and Environment. 5th Edition. Cambridge University Press, Cambridge. Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press, Jakarta. Sparke EJ, Young BA, Gaughan JB, Holt SM, Goodwin PJ. 2001. Heat Load in Feedlot Cattle. Meat and Livestock Australia and Livecorp. Sydney. Australia Stockman CA. 2006. The physiological and behavioural responses of sheep exposed to heat load within intensive sheep industries [thesis]. Western Australia: School of Veterinary and Biomedical Sciences. Murdoch University. Sugeng, Y. B. 1998. Sapi Potong . Penebar Swadaya, Jakarta. Williamson, G dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis, Terjemahan : SGN D. Darmadja. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Yani, A dan B.P, Purwanto. 2005. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya. Journal ISSN 0126-0472. Fakultas Peternakan, IPB Bogor. Yousef, M.K. 1984a. Heat Production : Mechanisms and Regularion. Dalam : M.K.Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc., Florida

BAB VII

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Perhitungan THI

1. Temperature Humadity Indeks (THI) Dataran Rendah a. THI pada suhu luar kandang dataran rendah THI (pagi) = T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 78,80  –  0,55 * (100-85/100 * (78,80-58) = 78,80  –  (0,55 x 0,15 x 20,8) = 78,80  –  1,72 = 77,08 THI (siang) = T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 82,4  –  0,55 * (100  –  81/100 * (82,4  –  58) = 82,4  –  (0,55 x 0,19 x 19,52) = 82,4  –  2,04 = 80,36 THI (sore) = T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 82,4  –  0,55 * (100  –  78/100 * (82,4  –  58) = 82,4  –  (0,55 x 0,22 x 19,03) = 82,4  –  2,31 = 80,09

 b. THI suhu dalam kandang pada dataran rendah THI (pagi) = T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 80,6  –  0,55 * (100-85/100 * (80,6-58) = 80,6  –  (0,55 x 0,15 x 19,21) = 80,6  –  1,58 = 79,02 THI (siang)= T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 86  –  0,55 * (100  –  76/100 * (86  –  58) = 86  –  (0,55 x 0,24 x  –  21,28) = 86  –  2,81 = 83,19 THI (sore) = T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 82,4  –  0,55 * (100  –  76/100 * (82,4  –  58) = 82,4  –  (0,55 x 0,24 x 18,54) = 82,4  –  2,44 = 79,96 2. Temperature Humadity Indeks (THI) Dataran Tinggi a. THI suhu dalam kandang pada dataran tinggi THI (pagi) = T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 85,1  –  0,55 * (100  –  82/100 * (85,1  –  58) = 85,1  –  (0,55 x 0,18 x 22,22) = 85,1  –  2,19 = 82,91

THI (siang)= T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 90,5  –  0,55 * (100  –  63/100 * (90,5  –  58) = 90,5  –  (0,55 x 0,37 x 20,47) = 90,5  –  4,16 = 86,34 THI (sore) = T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 86  –  0,55 * (100  –  65/100 * (86  –  58) = 86  –  (0,55 x 0,35 x 18,2) = 86  –  3,51 = 82,49  b.

THI suhu luar kandang pada dataran tinggi THI (pagi) = T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 86  –  0,55 * (100  –  76/100 * (86  –  58) = 86  –  (0,55 x 0,24 x 21,28) = 86  –  2,81 = 83,19 THI (siang)= T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 91,4  –  0,55 * (100  –  65/100 * (91,4  –  58) = 91,4  –  (0,55 x 0,35 x 21,71) = 91,4  –  4,18 = 87,22 THI (sore) = T  –  0,55 * (100  –  RH/100 * (T-58) = 86,45  –  0,55 * (100  –  66,5/100 * (86,45  –  58)

= 86,45  –  (0,55 x 0,335 x 18,92) = 86,45  –  3,48 = 82,97

Lampiran 2. Indeks Kenyamanan

1. Perhitungan indeks kenyamanan dataran rendah Pagi, S

= p+0,25 (tl+ts)+0,1 ku  –  0,1 (37,8 - tl) : v = 10.6 + 13,25 + 8,5  –  1,08 (7,63) = 24,11

Ukuran kenyamanan = 26 –  24,11 = 1,89 Siang, S

= p+0,25 (tl+ts)+0,1 ku  –  0,1 (37,8 - tl) : v = 10,6 + 14,5 + 7,6  –  0,87 (6,24) = 27,28

Ukuran kenyamanan = 26 –  27,28 = - 1,28 Sore S

= p+0,25 (tl+ts)+0,1 ku  –  0,1 (37,8 - tl) : v = 10,6 + 7 + 7,6  –  0,98 (6,09) = 26,24

Ukuran kenyamanan = 26 –  26,24 = - 0,24

2. Perhitungan indeks kenyamanan dataran tinggi Pagi S

= p+0,25 (tl+ts)+0,1 ku  –  0,1 (37,8 - tl) : v

= 10,6 + 14,8 + 8,2 -0,83 (5,1) = 29,37 Ukuran kenyamanan = 26 –  29,37 = - 3,37 Siang S = p+0,25 (tl+ts)+0,1 ku  –  0,1 (37,8 - tl) : v = 10,6 + 16,37 + 6,3  –  0,53 (6,3) = 29,94 Ukuran kenyamanan = 26- 29,94 = - 3,94 Sore S = p+0,25 (tl+ts)+0,1 ku  –  0,1 (37,8 - tl) : v = 10,6 + 15 + 6,5  –   0,78 (4,77) = 28,38 Ukuran kenyamanan = 26 –  28,38 = - 2,38

Lampiran 3. Perhitungan Index Rhoad dan Index Benezra

Diketahui : Pada dataran rendah : o

o

Tf = 38,5 C = 101,3 F  o

o

Pada dataran tinggi : o

o

Tf = 38,7 C = 101,66 F o

o

Ti = 38 C = 100,4 F

Ti = 38,1 C = 100,58 F

Ri = 20 kali/menit

Ri = 26 kali/menit

Rf = 25 kali/menit

Rf = 35 kali/menit

Ditanyakan : a. Indeks Rhoad pada dataran rendah dan dataran tinggi  b. Indeks Benezra pada dataran rendah dan dataran tinggi Jawab : a. Indeks Rhoad pada Dataran Rendah

Indeks Rhoad = 100  –  10(Ti  –  Tf)

c. Indeks Benezra pada Dataran Rendah

Indeks Benezra = Tf/Ti + Rf/Rf

= 100  –  10(100,4  –  101,3)

= 101,3/100,4 + 25/20

= 100  –  10 (-0,9)

= 1,01 + 1,25

= 100 + 9 Indeks Rhoad = 109 b. Indeks Rhoad pada Dataran Tinggi

Indeks Rhoad = 100  –  10(Ti  –  Tf) = 100  –  10(100,6  –  101,7) = 100  –  10(-1,1) = 100 + 11 = 111

Indeks Benezra = 2,26 d. Indeks Benezra pada Dataran Tinggi

Indeks Benezra = Tf/Ti + Rf/Rf = 101,66/100,58 + 35/26 = 1,01 + 1,35 Indeks Benezra = 2,36

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF