LAPORAN DBT TANAM DAN POLA TANAM

October 11, 2017 | Author: Fridia Arintya | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download LAPORAN DBT TANAM DAN POLA TANAM...

Description

LAPORAN DASAR BUDIDAYA TANAMAN TANAM DAN POLA TANAM

Oleh : Nama

: Fridia Arintya Ayunintyas

NIM

: 155040201111100

Kelas

:Q

Asisten

: Edi Murjani

Prodi

: Agroekoteknologi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016

1. PENDAHULUAN

1.I Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agaris dimana merupakan salah satu sumber pertanian yang cukup banyak. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang dan budaya masyarakat Indonesia yang condong dalam pertanian. Berbicara mengenai pertanian, keberhasilan dan kesuksesan dalam budidaya selama bercocok tanam tidak terlepas dari pengaturan, pemeliharaan dan perawatan yang optimal. Dalam hal ini proses usaha pertanian yang efektif adalah memadukan penggunaan sumber daya alam terutama iklim dan tanah dalam sistem bercocok tanam yang juga perlu dipertimbangkan dan diperhatikan. Selain itu pemiliha sistem pola tanam yang tepat juga menjadi salah satu pendukung tingginya produktifitas hasil pertanian. Dalam pertanian, tanam dan pola tanam sangat diperlukan. Tanam dan pola yang berbeda dapat menentukan tingkat produksi dala kualitas mapun kuantitas. Ada beberapa jenis sistem pola tanam yang biasa digunakan oleh petani. Dimana setiap sistem yang diterapkan tentu ada yang menguntungkan namun ada juga yang manfaatnya kurang dirasakan bagi pengguna. Maka dari itu perlu diketahui berbagai macam pola tanam yang diterapkan pada tanaman budidaya. Sehingga kita dapat memaksimalkan penggunaannya pada lahan berdasarkan kesesuaiannya dengan kondisi lingkungan. Didalam pola tanam terdapat berbagai jenis yaitu tumpangsari, monokultur dan pola tanam bergilir. Tanaman dan pola tanam yang berbeda dapat menentukan tingkat produksi dalam kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu, dalam praktikum dasar budidaya tanaman yang membahas tentang tanam dan pola tanam ini memiliki banyak manfaatnya untuk pertanian dimasa sekarang ini. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum dan penulisan dari laporan ini adalah mahasiswa lebih memahami dan mengetahui :

1

Mengetahui cara penanaman bahan tanam ke media tanam berdasarkan jarak

2

tanam yang sudah ditentukan. Untuk mengetahui persyaratan pola tanam monokultur dan polikultur

3

(tumpang sari). Mengetahui perbedaan tumbuh dan perbedaan hasil antara pola monokultur

4

dan tumpangsari. Mengetahui pola tanam mana yang lebih efektif digunakan.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tanam Tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada media tanam baik media tanah maupun media bukan tanah dalam suatu bentuk pola tanam (Vincent, 1996). Tanam adalah menanam sesuatu yang bisa hidup yang disesuaikan dengan daerah kondisi dan ligkungan serta keadaan sehingga dapat menghasil kan sesuatu yang menguntungkan minimal bagi pribadi yang menanam. (Setjanata, 1983). Tanam adalah menempatkan tanaman berupa benih atau bibit pada media tanah maupun selain tanah dalam suatu bentuk pola tanam (Tambunan, 2011).

2.2 Fungsi Pola Tanam Menurut Hasibuan (2008) Pola tanam memiliki banyak fungsi, yaitu: 1. Memperdayagunakan pemanfaatan air irigasi. 2. Meningkatkan kestabilan kesuburan lahan. 3. Memotong siklus hidup hama / penyakit dan organisme pengganggu tanaman (OPT). 4. Mengurangi resiko gagal panen 5. Mengoptimalkan peningkatan produktivitas hasil tanaman. 6. Menjaga kestabilan harga jual hasil panen.

2.3 Macam-Macam Pola Tanam 2.3.1 Pola tanam monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Kekurangan pola tanam ini adalah pola tanam monokultur memiliki pertumbuhan dan hasil yang lebih besar daripada pola tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya persaingan antar tanaman dalam memperebutkan unsur hara maupun sinar matahari, akan tetapi pola tanam lainnya lebih efisien dalam penggunaan lahan karena nilai LER lebih dari 1. Sedangkan kelebihan pola tanam ini yaitu teknis budidayanya

relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Namun, di sisi lain, Kelemahan sistem ini adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit (Setjanata, 1983). Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Selain itu, Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja

karena

wajah

lahan

menjadi

seragam.

Namun, di sisi lain, Kelemahan sistem ini adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit dan keseragaman kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit tanaman) (Tambunan dkk. 2011). Namun, di sisi lain, Kelemahan system ini adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit dan pola tanam monokultur adalah pola tanam monokultur memiliki pertumbuhan dan hasil yang lebih besar daripada pola tanam lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya persaingan antar tanaman dalam memperebutkan unsur hara maupun sinar matahari, akan tetapi pola tanam lainnya lebih efisien dalam penggunaan lahankarena nilai LER lebih dari 1 (Setjanata, 1983). 2.3.2 Pola tanam tumpangsari Tumpangsari merupakan salah satu jenis pola tanam yang termasuk jenis polikultur. Polikultur adalah penanaman serentak dua jenis tanaman atau lebih dalam barisan berseling-seling pada sebidang tanah. Kelebihan dari pola tanam ini salah satunya yaitu dapat mengurangi serangan OPT (pemantauan populasi hama), karena tanaman yang satu dapat mengurangi serangan OPT lainnya. Misalnya bawang daun dapat mengusir hama aphids dan ulat pada tanaman kubis karena mengeluarkan bau allicin. Sedangkan kekurangannya yaitu terjadi persaingan unsur hara antar tanaman (Semeru, 1995). Menurut Setiadi (1993), ada beberapa macam pola tanam tumpangsari yaitu:

1. Mixed cropping Merupakan penanaman jenis tanaman campuran yang ditanam pada lahan yang sama, pada waktu bersamaan dengan jarak interval waktu tanam yang singkat dan pengaturan jarak tanam yang sudah ditetapkan dan populasi didalamnya tersusun rapi. Sistem ini dapat mengatur lingkungan yang tidak stabil dan lahan yang variable dan menekan terhadap kegagalan panen total. 2. Relax cropping Sistem polatanam dengan penanaman 2 atau lebih tanaman pada tanaman tahunan. Dimana tanaman yang memiliki unsur lebih panjang ditanam pada penanaman pertama sedangkan tanaman kedua ditanam setelah tanam an pertama berkembang atau mendekati panen. 3. Strip cropping Sistem format pola tanam dengan penanaman secara pola baris sejajar rapi dan konservasi tanah dimana pengaturan jarak tanamnya sudah ditetapkan dan pada format satu baris terdiri dari satu jenis tanaman dari berbagai jenis tanaman. 4. Pro intercropping Penanaman dua jenis tanaman atau lebih dengan cara bersamaan dimana terdapat satu baris tanaman lain yang teratur letak dan jaraknya diantara tanaman yang ada.

Menurut Kumala sari (2012) keuntungan sistem pola tanam tumpang sari yaitu: 1. Efisiensi tenaga lebih mudah dicapai karena persiapan tanam, pengerjaan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan pemungutannya lebih mudah dimekanisir.

2. Banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan mengatur jarak diantara dan didalam barisan, Menghsilkan produksi lebih banyak untuk di jual ke pasar. 3. Perhatian lebih dapat di curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah. 4.

Resiko kegagalan panen berkurang bila di bandingkan dengan monokultur.

5. Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien. 6. Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis terhadap serangan hama dan penyakit. Menurut Fahmi (2012) kelemahan pola tanam tumpang sari antara lain: a) Persaingan dalam hal unsur hara Dalam pola tanam tumpangsari, akan terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara antar tanaman yang ditanam. Sebab, setiap tanaman memiliki jumlah kebutuhan unsur hara yang berbeda-beda, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu tanaman akan mengalami defisiensi unsur hara akibat kkalah bersaing dengan tanaman yang lainnya. b) Pemilihan komoditas Diperlukan wawasan yang luas untuk memilih tanaman sela sebagai pendamping dari tanaman utama, karena tidak semua jenis tanaman cocok ditanam berdampingan. Kecocokan tanaman-tanaman yang akan ditumpangsarikan dapat diukur dari kebutuhan unsur haranya, drainase, naungan, penyinaran, suhu, kebutuhan air, dll. c) Permintaan Pasar

Pada pola tanam tumpangsari, tidak selalu tanaman yang menjadi tanaman sela, memiliki permintaan yang tinggi. Sedangkan, untuk memilih tanaman sela yang cocok ditumpangsarikan dengan tanaman utama, merupakan usaha yang tidak mudah karena diperlukan wawasan yang lebih luaslagi. Maka dari itu, diperlukan strategi pemasaran yang tepat agar hasil dari tanaman sela tersebut dapat mendatangkan keuntungan pula bagi petani. d) Memerlukan tambahan biaya dan perlakuan Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsari dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal. Kesuburan tanah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindar persiangan (penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman.

2.4 Teknik Budidaya Jagung 1. Varietas Unggul Penggunaan varietas unggul (baik hibrida maupun komposit) mempunyai peranan penting dalam upaya peningkatan produktivas jagung. Memilih varietas hendaknya melihat deskripsi varietas terutama potensi hasilnya, ketahanannya terhadap hama atau penyakit, ketahanannya terhadap kekeringan, tanah masam, umur tanaman, warna biji dan disenangi baik petani maupun pedagang. 2. Benih Bermutu

Penggunaan benih bermutu merupakan langkah awal menuju keberhasilan dalam usahatani jagung. Gunakan benih bersertifikat dengan vigor tinggi. Sebelum ditanam hendaknya dilakukan pengujian daya kecambah benih. Benih yang baik adalah yang mempunyai daya tumbuh lebih dari 95%. Hal ini penting karena dalam budidaya jagung tidak dianjurkan melakukan penyulaman tanaman yang tidak tumbuh dengan menanam ulang benih pada tempat tanaman yang tidak tumbuh. Pertumbuhan tanaman sulaman biasanya tidak normal karena adanya persaingan untuk tumbuh, dan biji yang terbentuk dalam tongkol tidak penuh akibat penyerbukan tidak sempurna, sehingga tidak akan mampu meningkatkan hasil. 3. Penyiapan Lahan Pengolahan tanah untuk penanaman jagung dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu olah tanah sempurna (OTS) dan tanpa olah tanah (TOT) bila lahan gembur. Namun bila tanah berkadar liat tinggi sebaiknya dilakukan pengolahan tanah sempurna (intensif). Pada lahan yang ditanami jagung dua kali setahun, penanaman pada musim penghujan (rendeng) tanah diolah sempurna dan pada musim tanam berikutnya (musim gadu) penanaman dapat dilakukan dengan tanpa olah tanah untuk mempercepat waktu tanam. 4. Penanaman Cangkul/koak tempat menugal benih sesuai dengan jarak tanam lalu beri pupuk kandang atau kompos 1-2 genggam (+50-75 gr) tiap cangkulan/koakan, sehingga takaran pupuk kandang yang diperlukan adalah 3,5-5 t/ha. Pemberian pupuk kandang ini dilakukan 3-7 hari sebelum tanam. Bisa juga pupuk kandang itu diberikan pada saat tanam sebagai penutup benih yang baru ditanam/ditugal Jarak tanam yang dianjurkan ada 2 cara adalah: (a) 70 cm x 20 cm dengan 1 benih per lubang tanam, atau (b) 75 cm x 40 cm dengan 2 benih per lubang tanam). Dengan jarak tanam seperti ini populasi mencapai 66.000–71.000 tanaman/ha.

5. Pemupukan Berdasarkan hasil penelitian, takaran pupuk untuk tanaman jagung di Lampung berdasarkan target hasil adalah 350-400 kg urea/ha, 100-150 kg SP-36/ha, dan 100-150 kg KCl/ha. 6. Penyiangan Penyiangan dilakukan dua kali selama masa pertumbuhan tanaman jagung. Penyiangan pertama pada umur 14-20 Hari sesudah tanam dengan cangkul atau bajak sekaligus bersamaan dengan pembumbunan. Penyiangan kedua dilakukan tergantung pada perkembangan gulma (rumput). Penyiangan kedua dapat dilakukan dengan cara manual seperti pada penyiangan pertama atau menggunakan herbisida kontak seperti Gramoxon atau Bravoxone 276 SL atau Noxone 297 AAS. Pada saat menyemprot nozzle diberi pelindung plastik berbentuk corong agar tidak mengenai daun jagung. 7. Pengendalian Hama dan Penyakit Penyakit yang banyak dijumpai pada tanaman jagung adalah penyakit bulai dan jamur (Fusarium sp). Pengendalian penyakit bulai dengan perlakuan benih, 1 kg benih dicampur dengan metalaksis (Ridhomil atau Saromil) 2 gr yang dilarutkan dalam 7,5-10 ml air. Sementara itu untuk jamur (Fusarium) dapat disemprot dengan Fungisida (Dithane M-45) dengan dosis 45 gr / tank isi 15 liter. Penyemprotan dilakukan pada bagian tanaman di bawah tongkol. Ini dilakukan sesaat setelah ada gejala infeksi jamur. Dapat juga dilakukan dengan cara membuang daun bagian bawah tongkol dengan ketentuan biji tongkol sudah terisi sempurna dan biji sudah keras. 8. Pengairan (Pada musim kemarau) Pengairan diperlukan bila musim kemarau pada fasefase (umur) pertumbuhan, 15 hst, 30 hst, 45 hst, 60 hst, dan 75 hst. Pada fase atau umur tersebut tanaman jagung

sangat riskan dengan kekurangan air. Pengairan dengan pompanisasi pada wilayah/daerah yang terdapat air tanah dangkal sangat efektif untuk dikembangkan pada budidaya jagung seperti pada Gambar 3. Dengan sistem pengairan pompanisasi (sumur dangkal) seperti ini menciptakan sistem sirkulasi air pada lokasi budidaya. 9. Panen dan Pasca Panen Pemanenan jagung dilakukan pada saat jagung telah berumur sekitar 100 hst tergantung dari jenis varietas yang digunakan. Jagung yang telah siap panen atau sering disebut masak fisiologis ditandai dengan daun jagung/klobot telah kering, berwarna kekuning-kuningan, dan ada tanda hitam di bagian pangkal tempat melekatnya biji pada tongkol. Panen yang dilakukan sebelum atau setelah lewat masak fisiologis akan berpengaruh terhadap kualitas kimia biji jagung karena dapat menyebabkan kadar protein menurun, namun kadar karbohidratnya cenderung meningkat. Setelah panen dipisahkan antara jagung yang layak jual dengan jagung yang busuk, muda dan berjamur selanjutnya dilakukan proses pengeringan. 2.5 Tumpangsari Tanaman Kedelai dan Jagung Keuntungan dalam pemanfaatan lahan pada tumpang sari yaitu sumberdaya pertumbuhan seperti cahaya, air, hara lebih efisien pada masing-masing yang ditumpangsarikan secara kompetitif seperti tingkat perkembangan kanopi, lebar dan tinggi kanopi, adaptasi kondisi radiasi, dan kedalaman perakarannya (Tsubo et al., 2001). Peningkatan produktivitas pada tumpangsari jagung - kedelai dibandingkan dengan monokultur lebih efektif dalam memanfaatkan radiasi surya, efisien dalam penggunaan hara tanaman dan air (Morris and Garrity, 1993 dalam Zhang dan Li, 2003). Produksi kedelai pada tumpangsari cenderung lebih rendah dibandingkan dengan monokultur (Ghaffarzael et al.,1992).

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Cangkul Tugal Tali Rafia Patokan Meteran Spidol Marker Gunting Kamera

: Untuk mengolah lahan : Untuk membuat lubang tanam : Untuk pembuat jarak tanam : Untuk penahan tali rafia : Untuk mengukur jarak tanam : Untuk menandai tali rafia : Untuk memotong rafia : Untuk dokumentasi

3.1.2 Bahan 1. Benih jagung 2. Benih kedelai 3. Urea, KCl, SP36

: Sebagai bahan tanam : Sebagai bahan tanam : Sebagai pupuk dasar

3.2 Cara Kerja Siapkan alat dan bahan Lahan diolah terlebih dahulu Tali rafia diukur dengan jarak tanam yang digunakan dan ditandai dengan spidol marker

Tali rafia dibentuk menjadi pertalian Tali rafia yang sudah jadi diletakkan ke lahan dan ditahan dengan patokan

Lubang tanam dibuat sesuai dengan jarak tanam yang digunakan dari rafia

ng (pada lahan tumpangsari), diantara tanaman dalam 1 bedeng ditanam benih kedelai. Dan penanam

Tutup lubang tanam dengan tanah Pupuk dasar diberi disebelah kanan dan kiri lubang tanam Pengamatan dilakukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Jagung Berikut adalah table hasil data hasil pengamatan tinggi rata-rata tanaman jagung pada usia 2 samapi 5 minggu setelah tanam (mst) , pengaruh berbagai jenis pola tanam Tabel 1. Perbandingan Tinggi Rata-Rata Tanaman Jagung dengan Pola Tanam Tumpang Sari dan Monokultur Pola Tanam Monokultur Tumpang Sari

Tinggi Tanaman (cm) 2 mst 3 mst 4 mst 9.5 23.2 40.6 5.3 8.4 12

5 mst 57.1 24.2

Dari data diatas terlihat rata-rata tinggi tanaman jagung terus meningkat pada pola tanam monokultur maupun pola tanam tumpang sari.Perubahan yang sangat signifikan dapat dilihat diantara 3 mst hinga 4 mst yaitu dapat dilihat bahwa pertambahan

tinggi tanaman jagung pada pola tanam monokultur

meningkat cukup tinggi, sedangkan pada pola tanam tumpang sari perubahan signifikan dapat dilihat diantara 4 mst hingga 5 mst. Pada pola tanam monokultur rata-rata tinggi tanaman jagung lebih tinggi yaitu dengan hasil akhir pada 5 mst adalah rata-rata tingi tanaman jagung yaitu 57,1 sedangkan jika dibandingkan dengan pola tanam monokultur hasil akhir pada 5 mst adalah tinggi rata-rata tanaman jagung yaitu 24,2 cm. berikut adalah grafik

60 50 40 Tinggi Tanaman (cm)

30 Monokultur

20

Tumpang Sari

10 0 2

3

4

5

Umur Tanaman (mst)

Gambar 1. Perbandingan Rata-Rata Tinggi Tanaman Jagung dengan Pola Tanam Monokultur dan Tumpang Sari 4.1.1 Jumlah Daun Tanaman Jagung Berikut adalah table hasil data hasil pengamatan jumlah daun tanaman jagung pada usia 2 samapi 5 minggu setelah tanam (mst) , pengaruh berbagai jenis pola tanam Tabel 2. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Jagung dengan Pola Tanam Monokultur dan Tumpang Sari Pola Tanam Monokultur Tumpang Sari

Tinggi Tanaman (cm) 2 mst 3 mst 4 mst 5.87 6.6 7.1 3.8 4.4 5.4

5 mst 7.9 6.3

Dari data diatas terlihat rata-rata jumlah daun tanaman jagung terus meningkat pada pola tanam monokultur maupun pola tanam tumpang sari. perubahan yang sangat signifikan dapat dilihat diantara 2 mst hinga 5 mst yaitu dapat dilihat bahwa pertambahan jumlah

daun

tanaman

jagung

pada

pola

tanam

monokultur

meningkat cukup tinggi, sedangkan pada pola tanam tumpang sari perubahan terjad secara konstan dapat dilihat diantara 2 mst hingga 5 mst. Pada pola tanam monokultur rata-rata jumlah daun tanaman jagung lebih banyak yaitu pada akhir mst (5 mst) rata-rata jumlah

daun sebanyak 7,9, sedangkan pada pola tanam monokultur akhir mst (5 mst) rata-rata jumlah daun sebanyak 6,3. berikut adalah grafik 9 8 7 6 5 Jumlah Daun Tanman Jagung 4 3 2 1 0

Monokultur Tumpang Sari

2

3

4

5

Umur Tanaman (mst)

Gambar 2. Grafik Jumlah Daun Tanaman Jagung

4.2 Pembahasan 4.2.1 Tinggi tanaman jagung Dari data yang telah diperoleh pada saat pegamatan bahwa jagung yang mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu dapat dilihat diantara 3 mst hinga 4 mst yaitu dapat dilihat bahwa pertambahan tinggi tanaman jagung pada pola tanam monokultur meningkat cukup tinggi, sedangkan pada pola tanam tumpang sari perubahan signifikan dapat dilihat diantara 4 mst hingga 5 mst.. Menurut Dwiyanti (2005) Budidaya jagung manis tidak akan maksimal apabila kebutuhan hara tidak tercukupi. tanaman jagung memerlukan unsur nitrogen (N) dalam jumlah besar. Namun pemberian pupuk harus memperhatikan keseimbangan antara nitrogen, kalium (K) dan pospat (P). Hasil diatas menunjukkan bahwa setiap minggu tanaman jagung

mengalami

pertumbuhan

yang

baik.

Namun,

jika

dibandingkan anatara pola tanam monokultur dan tumpang sari, tanaman jagung yang mengalami pertumbuhan yang paling baik adalah yang ditanam dengan pola tanam monokultur. Pertambahan tinggi dan panjang tanaman pada pola tanam monokultur lebih banyak dari pada yang menggunakan pola tanam tumpang sari. Hal tersebut terjadi karena adanya kompetisi pada tanaman yang ditanam dengan pola tanam tumpang sari. Menurut Kroppf dan Lotz

(1993) dalam Suwarto (2005) pada pola tanam tumpang sari ada persaingan antar kedua spesies atau antarspesies tanaman dalam mendapatkan faktor tumbuh. 4.2.2 Jumlah daun tanaman jagung Berdsarkan hasil pengamatan yang telah dilakukann dari data yang dapat bahwa jumalah daun setiap sampel tanaman jagung mengalami perkembangan yang berbeda-beda dimana pada akhir pengamatan jumlah daun rata-rata jumlah daun pada pola tanam monokultur rata-rata jumlah daun tanaman jagung lebih banyak yaitu pada akhir mst (5 mst) rata-rata jumlah daun sebanyak 7,9 helai , sedangkan pada pola tanam monokultur akhir mst (5 mst) rata-rata jumlah daun sebanyak 6,3 helai. Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung.( Erida, G. dan Hasanuddin. 1996). Pada pola tanam monokultur, jumlah daun pada tanaman jagung mengalami kenaikan setiap minggunya. Pada pola tanam tumpang saripun juga mengalami kenaikan pada jumlah daun setiap minggunya. Pertambahan jumlah daun pada pola tanam monokultur dan tumpang sari lebih banyak pada pola tanam monokultur. Hal tersebut terjadi karena adanya kompetisi dalam memperebutkan unsur hara pada pola tanam tumpang sari. Menurut Kroppf dan Lotz (1993) dalam Suwarto (2005) pada pola tanam tumpang sari ada persaingan antar kedua spesies atau antarspesies tanaman dalam

mendapatkan

faktor

tumbuh.

Pada

mangalami hal yang sama dengan jagung.

ubi

jalar

juga

5. KESIMPULAN Pola tanam merupakan susunan tanaman yang diusahakan dalam satu satuan luas pada satu tahun. Dengan jarak tanam yang dapat dihitung dan diperkirakan dapat membantu kegiatan proses budidaya. Ada beberapa macam pola tanam, diantaranya adalah monokultur dan tumpangsari dimana dari kedua sistem tersebut meiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing karena dalam pemilihan pola tanam harus mempertimbangkan dan mengetahui syarat-syarat tumbuh tanaman. Maka dari itu berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa ssitem tanam tumpangsari lebih baik dibandingkan dengan sistem tanam monokultur selain dapat menekan resurgensi hama serta dapat meningkatkan hasil produksi pertanian. Dari hasil praktikum, juga dapat disimpulkan bahwa pola tanam monokultur dan tumpang sari pada tanaman jagung memberikan pengaruh yang berbeda

pada

pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun. Pada tanaman jagung yang ditanam mengunakan pola monokultur jumlah rata-rata tinggi tanaman dan rata-rata jumlah daun lebih tingi dibandingkan tanaman jagung yang ditanamn dengan pola tanam

tumpang sari. Namun, tanaman dengan tumpang sari akan menguntungkan dari segi penggunaan lahan dan hasil produksi.

DAFTAR PUSTAKA Acquaah, G. 2005. Horticulture: Principles and Practices. Marcel Dekker, Inc. New York Beets, W,C. 1982. Multiple cropping and tropical faring system growth pusb. Co. Ltd. Aldersho Buckman, Harry O and Brandy, Nile C. 1969. The Nature and Properties of Soils, 7th Edn., The Macmillan Company, p 486-487 Campbell, V.A. 2002. Biology. Jakarta: Erlangga Chairumansyah. 2010. Keuntungan Penggunaan Mulsa Plastik. http://binatani.blogspot.com/2010/03/keuntungan-penggunaan-mulsaplastik.html. Diakses pada tanggal 2 Juni 2013 Cunningham, Sally Jean.2000.Great Garden Companion. USA: St. Martin’s Press. Dwiyanti,S. 2005. Respon Pengaturan Ketebalan Mulsa Jerami Padi Dan Jumlah Pemberian Air Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kacang Hijau. Skripsi. FP-UB (unpublished). Erida, G. dan Hasanuddin. 1996. Penentuan Periode Kritis Tanaman Kedelai (Glycine max ) Terhadap Kompetisi Gulma. Pros. Konf. 13 HIGI : 14 – 18. Lakitan. 1995. pengaruh jenis mulsa dan konsentrasi pupuk organik cair super bionik terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (allium ascalonicum l). http://jurnalfloratek.wordpress.com/tag/mulsa/. Diakses pada tanggal 2 Juni 2013 Martoni, A. 2007. Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami Padi Sebagai Pengendali Gulma Pada Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai (Glycine max l). Skripsi. FP-UB (unpublished). Novitan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta: Agromedia Pustaka

Semeru. 1995. Hortikultura dan Aspek Budaya. Jakarta: UI Press Setjanata, S. 1983. Perkembangan Penerapan Pola Tanam dan Pola Usahatani dalam Usaha Intensifikasi Sudadi, Y. N. Hidayati dan Sumani. 2007. Ketersediaan K dan Hasil Kedelai (Glycine max L. Merril) Pada Tanah Vertisol Yang Diberi Mulsa Dan Pupuk Kandang. Jurnal Ilmu Suryandari, R., Ariffin, M. Dewani. 2003. Respon Tiga Varietas Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr.) Terhadap Jumlah Pemberian Air. Agrivita 9 (8) : 93101. Vincent, H. R. 1998. Agriculture Fertilizer and Envisement. CO. BI Publishing. New York

LAMPIRAN Lampiran 1. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung Monokultur Samp el Tana man 1 Tana man 2 Tana man 3 Tana man 4 Tana man 5 Tana man 6 Tana man 7 Tana man 8

Tinggi Tanaman ( cm ) 2 3 4 mst mst mst 8 2 4 6 1 9 2 4 6 4 7 2 4 3 5 7 2 4 1 0 12 2 4 6 1 12 2 4 5 2 13 2 3 4 8 8 1 3 5 4

5 mst 6 0 6 0 6 7 4 9 5 4 6 2 6 0 4 5

Tabel 1. Tinggi Tanaman Jagung Monokultur Lampiran 2. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Jagung Monokultur Sampe l Tanam

Jumlah Daun 2 3 4 mst mst mst 6 7 8

5 mst 10

an 1 Tanam

7

7

8

9

Tanam

7

7

Tanam

5

6

6

7

Tanam

6

5

5

5

Tanam

5

7

7

8

Tanam

6

8

7

7

an 2 9

10

an 3 an 4 an 5 an 6 an 7

Tanam

5

6

7

7

an 8

Tabel 2. Jumlah Daun Tanaman Jagung Monokultur Lampiran 3. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung Tumpang Sari Sampel

Tinggi Tanaman ( cm ) 2 mst

3 mst

4 mst

5 mst

Tanaman 1

3

4,5

5,5

15

Tanaman 2

4,5

6

8,5

19

Tanaman 3

5

7

11

21,5

Tanaman 4

4,8

8,5

13

23

Tanaman 5

4,5

5,5

7

18,5

Tanaman 6

6

10

20

35

Tanaman 7

4

5

6

17

Tanaman 8

11

15

25

45

Tabel 3. Tinggi Tanaman Jagung Tumpang Sari Lampiran 4. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Jagung Tumpang Sari Sampel

Jumlah Daun 2 mst

3 mst

4 mst

5 mst

Tanaman 1

2

3

4

6

Tanaman 2

4

5

6

7

Tanaman 3

4

5

6

7

Tanaman 4

4

4

5

6

Tanaman 5

4

4

5

5

Tanaman 6

4

5

5

6

Tanaman 7

3

4

6

6

Tanaman 8

5

5

6

7

Tabel 4. Jumlah Daun Tanaman Jagung Tumpang Sari

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF