LAPORAN-COKLAT-DYAH

December 14, 2017 | Author: YuvitaLira | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

kakao...

Description

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu produk unggulan pertanian Indonesia setelah sawit dan karet dengan produksi 13,7% dari total produksi kakao dunia (Departemen Pertanian, 2005). Daerah penghasil kakao di Indonesia sebagian besar terdapat di Pulau Sulawesi dan di Propinsi Sumatera Utara, namun industri pengolahan kakao banyak terdapat di Pulau Jawa (Departemen Perindustrian, 2007). Industri mengolah biji kakao menjadi berbagai macam produk setengah jadi dan olahan. Bubuk, lemak, bungkil dan pasta adalah produk setengah jadi atau produk antara (intermediate) yang dihasilkan dari pengolahan sekunder biji kakao (Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian, 2008). Produk antara tersebut kemudian diolah lagi menjadi beragam jenis produk komersil, seperti permen cokelat (praline), cokelat batangan dengan berbagai tambahan rasa dan macammacam kue cokelat. Cokelat merupakan hasil olahan dari biji tanaman kakao (Theobroma cacao) yang dapat dijadikan makanan ataupun minuman. Cokelat menjadi salah satu rasa yang paling populer di dunia, selain sebagai cokelat batangan yang paling umum dikonsumsi, cokelat juga menjadi bahan minuman hangat dan dingin. Oleh karena itu, cokelat dapat dikonsumsi oleh banyak masyarakat dunia. Cokelat merupakan jenis makanan yang bergizi yang mengandung beberapa komponen seperti 15% lemak, 6% protein, 17% karbohidrat, 15% kalori, beberapa vitamin dan mineral yang diperlukan. Proses pembuatan cokelat melalui beberapa proses diantaraya: penyortiran, penyangraian, pemisahan kulit, alkalisasi, pencampuran, conching, tempering dan pencetakan. Salah satu cara untuk memperbaiki mutu cokelat adalah dengan cara tempering yaitu proses yang melibatkan serangkaian tahapan pemanasan, pendinginan, dan pengadukan dengan kecepatan rendah. Proses tempering dapat meningkatkan titik leleh (Bolliger et al, 1999). Selain proses tempering, kestabilan cokelat olahan juga ditentukan oleh proses mixing dan conching yang bertujuan untuk mencegah terjadinya perubahan warna dan timbulnya ”fat bloom” pada coklat yang dihasilkan.

Oleh karena itu, dilakukan praktikum pengolahan kakao dan pembuatan cokelat dengan menggunakan perbedaan perlakuan suhu tempering. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memahami perubahan yang terjadi selama penyangraian. 2. Untuk mengetahui efisiensi pemisahan kulit biji. 3. Untuk mengetahui ukuran partikel pasta dan hasil pemastaan dibandingkan dengan pasta komersil. 4. Untuk mengetahui ukuran partikel adonan cokelat selama pelembutan dan mengetahui sifat cokelat yang dihasilkan dengan suhu akhir tempering berbeda.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao Kakao merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai

cokelat. Kakao merupakan tumbuhan perennial berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 8-10 m. Pohon kakao dapat tumbuh pada daerah-daerah yang berada pada 10°C LS, dengan curah hujan 1-5 L/mm 2 per tahun, dengan temperatur 18-32°C (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2008). Sistematik tanaman kakao menurut Wahyudi, T., dkk (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Malvales

Suku

: Sterculiaceae

Genus

: Theobroma

Spesies

: Theobroma cacao L.

Tanaman kakao memiliki 3 jenis yang paling penting untuk produksi menurut Siswoputranto (1987) yaitu : 1.Criollo. Jenis tanaman ini menghasilkan kakao yang dikenal sangat baik mutunya. Buahnya berwarna merahatau kuning, dinding buahnya tipis dan berbentuk meruncing. Biji buah besar ukurannya dan kotiledon yang berwarna putih atau jingga yang dikenal memberi rasa yang lezat dan aroma yang harum. Jenis kakao ini terutama penting untuk blending dan banyak diperlukan untuk pabrik-pabrik, untuk pembuatan produk-produk kakao yang bermutu tinggi. 2.Forastero. Jenis ini banyak diusahakan diberbagai negara produsen kakao dan dikenal menghasilkan coklat bermutu sedang (bulk cocoa) atau dikenal sebagai ordianary cacao. Buahnya berwarna hijau,kulitnya tebal. Biji buahnya gepeng (pipih) dan kotiledon

berwarna

ungu

pada

waktu

basah.

Jika

cukup

biji buahnya tipis-tipis, berwarna jingga dan rasanya kesat dan pahit. 3. Trinitario.

masak,

Tanaman ini merupakan campuran antara criollo dan forastero.Kakao ini termasuk fine flavor cocoa dan bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau/merah, bentuknya bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu sampai ungu tua pada waktu basah. Standar mutu biji kakao disusun sebagai pedoman pengolahan biji kakao pada tingkat petani sebagai dasar penetapan harga pada tingkat petani/produsen dan dapat menjamin serta memenuhi kepentingan produsen kalangan dagang maupun industri pengguna. Tabel 1. Standarisasi Nasional Biji Kakao (SNI 01-2333-2000) No 1. 2. 3. 4. 5.

Karakteristik Jumlah biji/100g Kadar air, % (b/b) maks Berjamur, % (b/b) maks Tak terfermentasi, (b/b) maks Berserangga, hampa, berkecambah,

% (b/b) maks 6. Biji pecah, % (b/b) maks 7. Benda asing, % (b/b) maks 8. Kemasan kg, netto/karung Sumber : SNI 01-2333-2000

Mutu I 80-85 7,5 3

Mutu II 86-100 7,5 4

Mutu III >110 7,5 4

3

6

6

3 0 62,5

3 0 62,5

3 0 62,5

2.2 Pengolahan Biji Kakao Biji kakao yang diperdagangkan dan dipergunakan untuk produk-produk cokelat

diperoleh

dari

pengolahan

biji

kakao. Tahapan-tahapan dalam

penanganan pasca panen kakao meliputi : pemetikan, pengupasan/pemecahan kulit

buah,

fermentasi, perendaman

dan

pencucian,

pengeringan

dan

penyimpanan merupakan tahapan penting dalam pengolahan untuk memperoleh biji kakao yang bermutu baik (Siswoputranto, 1985). Biji kakao yang tidak difermentasi warnanya lebih pucat bila dibandingkan dengan biji yang difermentasi. Adapun yang tidak mengalami fermentasi warnanya keunguan, sedangkan yang mengalami fermentasi sempurna warnanya coklat

bukan

ungu.

Fermentasi

akan

mempermudah

pengeringan

dan

menghancurkan lapisan pulp yang mendekat pada biji. Pada proses fermentasi lembaga di dalam biji kakao juga akan mati (Nuraeni, 1995).

Beberapa macam produk dapat dihasilkan dari kakao, baik yang berasal dari kulit, pulp maupun dari biji. Kulit kakao dapat dijadikan kompos, pakan ternak, substrat budidaya jamur, ekstraksi theobromin, dan bahan bakar. Secara garis besar, biji kakao dapat diolah menjadi tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao dan permen atau makanan cokelat yang dalam pengolahannya saling tergantung satu dengan yang lainnya (Wahyudi, T., dkk, 2008). Biji Kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao adalah bahan dalam pembuatan kue, es krim, makanan ringan, susu dll. atau dalam bahasa keseharian masyarakat kita menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan remaja (Nuraeni, 1995). 2.3 Pengolahan Biji Kakao Dari biji kakao dapat dihasilkan berbagai produk setengah jadi dan olahan. Bubuk, lemak, bungkil dan pasta adalah produk antara (intermediate) yang dihasilkan dari pengolahan sekunder biji kakao. Sedang bubuk kakao merupakan produk antara yang paling banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat (Misnawi, 2004). Tahapan pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi (pasta, lemak, dan bubuk coklat) dapat diuraikan sebagai berikut : a. Persiapan bahan/ Penyotiran Persiapan bahan dimulai dari tahap pemisahan biji kakao yang akan diolah dari biji – biji muda, kotoran dan benda – benda asing lain, serta melindungi alat – alat pengolahan dari benda – benda yang membahayakan, seperti: logam – logam. Pembersihan biji kakao umumnya dilakukan secara mekanis, namun di tingkat petani umumnya dilakukan secara manual. Untuk mendapatkan hasil pengolahan yang optimal, maka syarat mutu bahan bak sebaiknya menggunakan biji kakao yang telah difermentasi secara sempurna, bebas dari jamur, ukuran biji yang seragam. Fermentasi tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk citarasa coklat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Widyotomo et al., 2004). b. Penyangraian

Proses penyangraian bertujuan membentuk aroma dan citarasa khas coklat dari biji kakao, serta memudahkan pengeluaran lemak dari dalam biji. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan denganbaik banyak mengandung senyawa calon pembentuk citarasa dan aromakhas coklat, antara lain: asam amino dan gula reduksi. Selama penyangraian, kedua senyawa tersebut akan bereaksi membentuk senyawa maillard. Sedangkan senyawa gula non reduksi (sukrosa) akan terhidrolisis oleh air dan kemudian akan melanjutkan reaksi Mailllard. Selain itu kesempurnaan penyangraian juga dipengaruhi oleh panas, waktu dan kadar air (Ruku, 2008). Selama proses penyangraian, air akan menguap dari bijidan kulit yang menempel di permukaan inti biji menjadi coklat dan beberapa senyawa seperti asam, aldehid, furn, pirazin, alkohol dan ester akan menguap. Suhu sangrai yang umum disarankan untuk biji kakao berkisar antara 99 - 104ᵒC dengan waktu sangrai antara 10-35 menit tergantung pada jumlah biji kakao yang disangrai dan kadar airnya. Untuk mencegah biji kakao menjadi gosong, maka dilakukan pendinginan sekitar 8 – 10 menit (Ruku, 2008). c. Pemisahan biji Biji kakao yang telah disangrai kemudian dipecah untuk memisahkan kulit dengan inti biji. Karena inti bij bersifat elastis, pecahan bijimempunyai ukuran yang relatif besar dan seragam. Sebalikya kulit biji bersifat rapuh mempunyai ukuran yang lebih halus. Dengan perbedaan ukuran fisik yang mencolok, keduanya mudah dipisahkan menggunakan hembusan kipas. Pecahan inti yang lebih berat akan tertampung di bawah, sedang pecahan kulit yang halus dan ringan akan terisap ke dalam kantong sistem penyaring udara (Ruku, 2008). Kulit dan lembaga merupakan komponen biji yang sulit dihaluskan, karena itu perlu dipisahkan dari biji. Untuk memisahkan biji dari kulit dan lembaga, biji kakao dipecah kemudian dipisahkan secara mekanis mengggunakan mesin penampi. Pemisahanini cukup sulit karena biasanya kulit keping biji masih mengandung kulit sekitar 1.5% (Yusianto et al., 1998). d. Penghancuran Agar biji kakao dapat digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman, maka keping biji yang semua berbentuk butiran padat kasar harus

dihancurkan dengan mesin penggiling sampai ukuran tertentu (< 20 m μ ) dan menjadi bentuk pasta kental atau serbuk. Proses penghancuran ini sangat menentukan kehalusan partikel coklat dalam makanan. Proses penghancuran atau pemastaan kakao dilakukan dalam dua tahap, yaitu; penghancuran untuk merubah biji kakao padat menjadi pasta dengan kehalusan butiran > 40 m μ

dengan

menggunakan mesin pemasta, dan proses pelumatan dengan alat penghalus pasta atau refiner untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF