Laporan Besar

March 22, 2017 | Author: Indras Ermiasih | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Besar...

Description

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

MANAJEMEN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Disusun Oleh : Tiani Kushardianti

(09/280418/KU/13041)

Ervina Silvianingsih N.

(09/280496/KU/13060)

Sari Kusuma

(09/280587/KU/13069)

Emilia Choiriah

(09/280651/KU/13073)

Guntari Maryastuti

(09/280686/KU/13082)

Fitri Kusuma Wardani

(09/280723/KU/13087)

Khairunisa Ramadhani

(09/280728/KU/13088)

Marsella Mahardhika

(09/280746/KU/13091)

PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2013

i

HALAMAN PENGESAHAN

ii

DAFTAR ISI Halaman Judul …………………………………………………………………………

i

Halaman Pengesahan ………………………………………………………………… ii Daftar Isi ………………………………………………………………………………... iii Daftar Tabel …………………………………………………………………………..... iv Daftar Gambar …………………………………………………………………………. v BAB I: Pendahuluan A. Latar belakang …………………………………………………….................. 1 B. Tujuan ………………………………………………………………………….. 2 BAB II: Gambaran Umum Institusi A. Gambaran umum RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro ………………………

4

B. Gambaran umum instalasi gizi ……………………………………………… 8 BAB III: Hasil dan Pembahasan A. Pengkajian ketenagaan ……………………………………………………… 10 B. Proses perhitungan biaya makanan ………………………………………

46

C. Pemanfaatan sumber daya institusi penunjang revenue center ………… 48 D. Perhitungan kebutuhan gizi …………………………………………………

54

E. Perencanaan anggaran belanja ……………………………………………

57

F. Sistem pemesanan dan pembelian …………………………………........... 59 G. Sistem penerimaan, penyaluran, dan penyimpanan bahan makanan...... 64 H. Pengkajian tata letak dapur dan peralatan ………………………………… 76 I.

Sistem persiapan dan pengolahan makanan ……………………………… 86

J. Sistem distribusi dan penyajian makanan …………………………………. 90 K. Pengkajian pengawasan mutu makanan …………………………………

99

L. Pengkajian evaluasi mutu menu makanan ………………………………… 104 M. Pengembangan mutu menu …………………………………………………. 120 N. Pengkajian kualitas dan kuantitas makanan pasien rawat inap …………. 121 BAB IV: Kesimpulan dan Saran ……………………………………………………… 136 Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….... 137 Lampiran ………………………………………………………………………………

138

Dokumentasi Kegiatan ………………………………………………………………... 139

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah dan Kualifikasi Tenaga di Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro …………………………………………… 12 Tabel 2. Penetapan waktu kerja …………………………………………………...

36

Tabel 3. Pengamatan perilaku K3 tenaga instalasi gizi rumah sakit …………..

41

Tabel 4. Alat pelindung diri tenaga pengolah Shift Pagi ………………………..

45

Tabel 5. Alat pelindung diri tenaga pengolah Shift Sore ………………………..

45

Tabel 6. Standar Nilai Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro …………………….

55

Tabel 7. Hasil analisis nilai gizi makanan per hari pasien RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro ………………………………………….... 56 Tabel 8. Besar ruangan penyelenggaraan makanan ……………………………

77

Tabel 9. Daftar inventaris peralatan di dapur utama instalasi gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro …………………………………………

85

Tabel 10. Teknik pengolahan yang biasa dipakai di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro ……………………………………….. 90 Tabel 11. Kelebihan dan kekurangan sistem sentralisasi dan desentralisasi …..

91

Tabel 12. Peralatan pendistribusian makanan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro ………………………………………..

94

Tabel 13. Waktu pendistribusian dan waktu makan utama ………………………. 97 Tabel 14. Waktu pendistribusian dan waktu makan makanan selingan ………… 98 Tabel 15. Tujuh prinsip sistem HACCP ……………………………………………..

102

Tabel 16. Interpretasi SKP …………………………………………………………… 103

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur Organisasi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro ……………….

7

Gambar 2. Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro ………………………………………... 9 Gambar 3. Alur pemesanan bahan makanan basah ……………………………

61

Gambar 4. Alur pemesanan bahan makanan kering ……………………………

62

Gambar 5. Layout dapur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro ………………………

82

Gambar 6. Alur proses distribusi makanan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro …………………………………….

93

Gambar 7. Alur proses pencucian alat makan pasien di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro ……………………………………

95

Gambar 8. Grafik persentase makan pagi ………………………………………..

122

Gambar 9. Grafik persentase makan siang ………………………………………

123

Gambar 10. Grafik persentase makan malam ……………………………………... 124 Gambar 11. Grafik persentase terhadap warna makanan ………………………... 126 Gambar 12. Grafik persentase terhadap rasa dan aroma makanan …………….

127

Gambar 13. Grafik persentase terhadap tekstur makanan ……………………….. 128 Gambar 14. Grafik persentase terhadap suhu makanan …………………………. 129 Gambar 15. Grafik persentase terhadap porsi makanan …………………………. 130 Gambar 16. Grafik persentase terhadap variasi hidangan makanan ……………

131

Gambar 17. Grafik persentase terhadap kebersihan alat penyajian …………….. 132 Gambar 18. Grafik persentase terhadap penampilan alat saji …………………… 133 Gambar 19. Grafik persentase terhadap keretakan alat saji ……………………... 133 Gambar 20. Grafik persentase terhadap ketepatan waktu penyajian …………… 134 Gambar 21. Grafik persentase terhadap pelayanan gizi rumah sakit …………… 134 Gambar 22. Grafik persentase terhadap keramahan petugas pramusaji ……….

135

v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, sumberdaya manusia (SDM) dituntut untuk memiliki kualitas sesuai dengan kebutuhan pasar kerja atau dunia usaha dan industri, sehingga perlu adanya hubungan timbal balik antara dunia usaha/industri dengan lembaga pendidikan. Salah satu bentuk hubungan timbal

balik

ini

adalah

dilaksanakannya

kerja

sama

yang

saling

menguntungkan dalam proses kegiatan pembelajaran mahasiswa sebagai upaya peningkatan relevansi pengetahuan dan kemampuan praktis mahasiswa dengan dunia kerja. Salah satu kompetensi lulusan S1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada adalah memiliki kemampuan di bidang manajemen institusi penyelenggara makanan, yaitu mampu merencanakan, mengelola, dan mengevaluasi produksi makanan banyak/individu sesuai kebijakan institusi, kebutuhan, dan harapan klien. Dewasa ini, instalasi gizi rumah sakit dituntut untuk dapat memenuhi bukan saja kebutuhan makanan pasien, namun juga merupakan salah satu bagian integral pelayanan rumah sakit yang

turut

berperan

dalam

upaya

kesembuhan

pasien

sehingga

berpengaruh terhadap citra rumah sakit secara keseluruhan di mata masyarakat.

Oleh karena itu, instalasi gizi rumah sakit harus berupaya

melakukan peningkatan mutu secara berkelanjutan, khususnya dalam hal penyelenggaraan makanan yang mampu memberikan kepuasan pada pasien. Selain itu, isu instalasi gizi sebagai revenue centre berimplikasi pada perlunya

kemampuan

mencari

peluang

disertai

dengan

semangat

kewirausahaan. Mata kuliah Pelayanan Gizi Institusi merupakan mata kuliah yang memberi kesempatan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman bekerja di institusi penyelenggaraan makanan yang melaksanakan kegiatan produksi makanan banyak, khususnya di instalasi gizi rumah sakit. Oleh karena itu, diharapkan pengalaman ini dapat mengasah rasa kemandirian dan semangat kewirausahaan mahasiswa, serta timbul kemauan mendalami permasalahan nyata sekaligus memecahkannya. Mahasiswa diharapkan

1

untuk mendalami serta mampu mengelola, mengevaluasi dan menganalisis, serta mengusulkan perbaikan dalam proses penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Bentuk usulan perbaikan ini dapat berupa pengembangan mutu menu,

pengembangan

manajemen

pengawasan

mutu

makanan,

pemanfaatan teknologi informasi dalam menunjang kegiatan manajerial, maupun pemanfaatan sumberdaya institusi untuk menunjang instalasi gizi sebagai revenue centre. Dengan demikian maka diharapkan dapat tercipta kerja sama yang saling menguntungkan antara perguruan tinggi dengan institusi penyelenggaraan makanan yang menjadi lahan praktek mahasiswa. Dengan menjalankan praktek mata kuliah ini, diharapkan akan dapat meningkatkan keterampilan peserta didik dalam penyelenggaraan makanan institusi di rumah sakit dalam menunjang penyembuhan penyakit pasien. Laporan ini disusun sebagai hasil pengamatan dari kegiatan manajemen sistem penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradeji Tirtonegoro. Diharapkan laporan ini tidak hanya bermanfaat bagi mahasiswa praktek, namun juga bagi pengembangan kualitas penyelenggaraan makanan oleh Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradeji Tirtonegoro kedepannya. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Memberikan

gambaran

mengenai

sistem

penyelenggaraan

makanan di instalasi gizi rumah sakit, maliputi: pengorganisasian, ketenagaan, sistem penyelenggaraan makanan di institusi, quality control, dan evaluasi penyelenggaraan makanan. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu menganalisis kebutuhan tenaga. b. Mahasiswa mampu menganalisis sistem pengelolaan makanan di institusi. c. Mahasiswa mampu menilai dapur dan peralatan. d. Mahasiswa mampu menilai mutu makanan yang diproduksi. e. Mahasiswa mampu mengkaji dan mengembangkan menu yang lebih unggul. f. Mahasiswa mampu menganalisis harga makanan konsumen per porsi.

2

g. Mahasiswa mampu menilai kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. h. Mahasiswa mampu mengidentifikasi pemanfaatan sumber daya institusi untuk menunjang instalasi gizi sebagai revenue center. i. Mahasiswa mampu menyusun laporan praktek. j. Mahasiswa mampu mempresentasikan laporan praktek.

3

BAB II GAMBARAN UMUM INSTITUSI

A. Gambaran Umum RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

1. Sejarah RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Rumah sakit umum pusat (RSUP) Dr. Soeradji Tirtonegoro didirikan pada

tanggal

20

Desember

1927,

secara

bersama-sama

oleh

perkebunan-perkebunan milik Pemerintah Hindia Belanda, dengan nama “Dr. SCHEURER HOSPITAL” yang dipimpin oleh Dr. Bakker. Pada tahun 1945 setelah Indonesia merdeka, rumah sakit ini diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kemudian nama rumah sakit berganti menjadi Rumah Sakit Umum “TEGALYOSO” Klaten karena letak rumah sakit yang berada di Desa Tegalyoso, Klaten. Pada tanggal 5 maret 1946 dibuka Perguruan Tinggi Kedokteran Pre-Klinik di RSU Tegalyoso Klaten yang kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Mulai tahun 1954 RSU Tegalyoso Klaten secara penuh telah dikelola oleh Departemen Kesehatan RI dan disebut

sebagai

Berdasarkan

Rumah

Surat

Sakit

Keputusan

Umum Menteri

Pusat

Tegalyoso

Kesehatan

RI

Klaten.

No.

1442

A/Menkes/SK/XII/1997 tertanggal 20 Desember 1997, nama RSUP Tegalyoso bergantimenjadi RSUP “DR. SOERADJI TIRTONEGORO” sampai dengan sekarang. Nama ini diambil berdasarkan nama salah satu tokoh pergerakan pada perkumpulan Boedi Oetomo yang mengabdi sebagai dokter wilayah Klaten, yaitu Dr. Soeradji Tirtonegoro.

2. Perkembangan RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Melalui

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

134/Menkes/SK/IV/1978 tertanggal 28 April 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum, menetapkan RSUP Tegalyoso Klaten sebagai Rumah Sakit Kelas C. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Menkes/SK/XII/1993 tertanggal 15 Desember 1993, RSUP Tegalyoso ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas B Non-pendidikan. Kemudian berubah menjadi Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat pada tahun 1994 berdasarkan Surat Keputusan

4

Menteri Keuangan RI No. S-733/MK/03/1994 tertanggal 6 Oktober 1994, dan

Surat

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

1285/Menkes/SK/XII/1994 tertanggal 28 Desember 1994. Berdasarkan

Surat

Persetujuan

Menteri

Kesehatan

RI

No.

934/Menkes/IX/2001 tanggal 5 September 2001, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro diresmikan sebagai Rumah Sakit Pendidikan FK-UGM dan Laboratorium Pusat Pengembangan Pelayanan Medik Dasar-Esensial. Kemudian ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas B Pendidikan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 159A/Menkes/SK/2002 tanggal 27 Desember 2002. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten ditetapkan

sebagai

Departemen

Rumah

Kesehatan

Sakit

dengan

Unit

Pelaksana

menerapkan

Teknis

Pola

(UPT)

Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 273/KMK/05/2007 tanggal 21 Juni 2007 dan ditindaklanjuti dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 756/Menkes/SK/VI/2007.

3. Akreditasi Akreditasi yang disandangolehRSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, antara lain: pada tanggal 17 Desember 1997, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dinyatakan lulus Akreditasi Penuh dalam lima standar, yaitu: Administrasi Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, dan Rekam Medik. Selanjutnya pada tanggal 11 April 2001, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dinyatakan lulus Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut, dalam dua belas standar, yaitu : Administrasi Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, Rekam Medik, Farmasi,

Keselamatan

dan

Kesehatan

Kerja

(K3),

Radiologi,

Laboratorium, Bedah Sentral, Pengendalian Infeksi di rumah sakit, dan Perinatal resiko tinggi (PERISTI).Pada tanggal 25 Januari 2008, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dinyatakan lulus Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap

dalam

Laboratorium,

enam

Farmasi,

belas

standar,

Perinatal

Resiko

yaitu:

Bidang

Tinggi,

Radiologi,

Kesehatan

dan

Keselamatan Kerja (K3), Infeksi Nosokomial, Bedah, Rawat Darurat,

5

Rekam Medik, Bidang Keperawatan, Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medik, Gigi, Rehabilitasi Medik, Pelayanan Darah Dan Pelayanan Rawat Intensif. 4. Visi Menjadi rumah sakit yang berkualitas dan mandiri dalam pelayanan, pendidikan, dan penelitian di bidang kesehatan tingkat nasional.

5. Misi a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna, berkualitas, dan terjangkau. b. Menyelenggarakan

pendidikan,

pelatihan,

penelitian,

dan

pengembangan ilmu bidang kesehatan dengan standar mutu yang tinggi. c. Mewujudkan kepuasan pelanggan untuk mencapai kemandirian rumah sakit. d. Meningkatkan kesejahteraan karyawan. 6. Keyakinan Dasar a. Karyawan yang berkualitas dan berkomitmen tinggi kepada rumah sakit adalah aset yang paling berharga. b. Kepuasan dan kesetiaan pasien adalah dasar kelangsungan hidup rumah sakit. c. Mutu pelayanan rumah sakit sebagai pengikat kesetiaan pelanggan. d. Kebersamaan adalah kunci utama dalam mencapai kesuksesan. 7. Nilai-nilai Dasar a. Jujur dan ikhlas b. Integritas c. Keterbukaan d. Profesionalisme e. Kerendahatian f. Kerja cerdas g. Kesediaan untuk melayani dan melayani adalah ibadah

6

8. Struktur Organisasi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro (Kelas B Pendidikan) DIREKTUR UTAMA

Komite Medik

Komite etik dan hukum

Bidang Pelayanan Medik

Komite pengembangan dan unggulan

Direktorat medik dan keperawatan

Bidang Pelayanan Keperawatan

Bidang Fasilitas Medik dan Keperawatan

Bagian Umum & Sumber Daya Manusia

Seksi Perancang dan pengembangan medik

Seksi Perencanaan dan Pengembangan Pelayanan Keperawatan

Seksi Perencanaan & Pengembangan Fasilitas Medik & Keperawatan

Subbagian Tata Usaha

Seksi Monitoring & Evaluasi Pelayanan Medik

Seksi Monitoring & Evaluasi Pelayanan Kesehatan

Seksi Monitoring & Evaluasi Fasilitas Medik & Keperawatan

Staf Medik Fungsional

Instalasi

Direktorat umum, Sumber Daya Manusia dan Pendidikan

Bagian Pendidikan & Penelitian

Subbagian Pendidikan & Penelitian

Subbagian Rumah Tangga

Subbagian Sumber Daya Manusia

KJF

Instalasi

Direktorat keuangan

Satuan pemeriksaan intern

Bagian Perencanaan & Anggaran

Bagian Perbendaharaan dan Mobilisasi dana

Subbagian Penyusunan & Program Anggaran

Subbagian Perbendaharaan

Subbagian Evaluasi dan Pelaporan

Subbagian Mobilisasi Dana

Subbagian Penelitian& Pengembangan

KJF

Instalasi

Bagian Akuntansi

Subbagian Akuntansi Keuangan

Subbagian Akuntansi Manajemen & Verifikasi

KJF

Gambar 1. Struktur Organisasi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

7

B. Gambaran Umum Instalasi Gizi 1. Filososfi Instalasi gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten merupakan unit penunjang fungsional yang memberikan pelayanan gizi bagi orang sakit atau petugas, penyuluhan/konsultasi dan rujukan gizi, serta tempat pendidikan, penelitian dan pengembangan gizi terapan dalam meningkatkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat. 2. Tujuan a. Menghasilkan produk pelayanan gizi yang optimal, bermutu, dan dapat diterima oleh masyarakat b. Mewujudkan pendidikan,

pelatihan,

dan

penelitian

dibidang

gizi

untuk

menghasilkan SDM yang berkualitas dan professional. c. Mewujudkan kewirausahaan gizi untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.

3. Visi Menghasilkan Instalasi Gizi RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro sebagai unggulan dan bermutu dalam bidang pelayanan, pendidikan, dan penelitian gizi di tingkat nasional pada tahun 2014. 4. Misi 1) Memberikan pelayanan gizi yang paripurna, bermutu, dan terjangkau bagi lapisan masyarakat serta dapat mewujudkan kepuasan konsumen. 2) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang gizi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. 3) Mengupayakan Instalasi Gizi sebagai revenue center melalui kewirausahaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 5. Motto “Aman, Tepat, Puas”

8

6. Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

Kepala Instalasi Gizi Ririn Yulianti, S.SiT, M.Si Tata Usaha Kirjianto

Ka. Sub. Penyelenggaraan Makanan

Ka. Sub. Asuhan Gizi Rawat Jalan

Ka. Sub. Asuhan Gizi Rawat Inap

Ka. Sub. Litbang

Tri Wiji Utami, S.Gz

Eny Sudaryanti

Marjudi

Koord. Pengolahan

Koord. Logistik

Koord IRNA A

Koord IRNA B

Tri Wiji Utami, S.Gz

Toniti

Fithri U. H.

Natiroh

Agus Winarni, SKM

Gambar 2. Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro

9

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengkajian Ketenagaan Tenaga merupakan salah satu sumberdaya penting karena menjadi kunci dalam keberhasilan kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Berbagai fungsi dalam manajemen sumber daya manusia meliputi fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan staf (staffing), rekruitmen, seleksi, pengembangan, pembinaan karir, dan penilaian kerja serta sistem imbal jasa. 1. Kualifikasi Tenaga Gizi dalam Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Seusai dengan bidang kegiatannya, tenaga yang diperlukan dalam kegiatan penyelenggaraan makanan, meliputi: tenaga profesi gizi, tenaga profesi non-gizi, serta tenaga pelaksanaan teknis. Berikut adalah tenaga ahli gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro 1. Nama: Ririn Yuliati, S.SiT, M.Kes Jabatan: Kepala Instalasi Pendidikan: S2 Lama bekerja: 1991 – sekarang 2. Nama: Tri Wiji Utami, S.Gz Jabatan: Koordinator PPM Pendidikan: S1 Lama bekerja: 1 September 1990 – sekarang 3. Nama: Agus Winarni, SKM Jabatan: Koordinator Litbang Pendidikan: S1 Lama bekerja: 1 November 1990 – sekarang 4. Nama: Toniti Jabatan: Koordinator Gudang Pendidikan: D3 Lama bekerja: 1 Oktober 1993 – sekarang 5. Nama: Natiroh Jabatan: Koordinator IRNA A Pendidikan: D3 Lama bekerja: 1 Oktober 1993 – sekarang 6. Nama: Maryudi Jabatan: Koordinator IRNA B 10

Pendidikan: D3 Lama bekerja: 1 Mei 1997 – sekarang 7. Nama: Eny Sudaryanti Jabatan: Koordinator PKR Pendidikan: D3 Lama bekerja: 1 Maret 2005 – sekarang 8. Nama: Fithri Umul Hasanah Jabatan: Koordinator PGRRI Pendidikan: D3 Lama bekerja: 1 Mei 2005 – sekarang

Di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro juga terdapat beberapa tenaga non gizi, seperti tenaga administrasi, pelaksana gudang, tenaga pemasak, dan pramusaji. Tenaga administrasi berjumlah 4 orang dan pelaksana gudang 1 orang, yaitu: 1. Nama: Suparmi Jabatan: Pelaksana TU Pendidikan: SMKK Lama bekerja: 1 Maret 1984 – sekarang 2. Nama: Endang Jabatan: Pelaksana TU Pendidikan: SMKK Lama bekerja: 1 Juni 1984 – sekarang 3. Nama: Titin Jabatan: Pelaksana TU Pendidikan: SMKK Lama bekerja: 1 Januari 1989 – sekarang 4. Nama: Kirjiyanto Jabatan: Staff TU Lulusan: STM Lama bekerja: – sekarang 5. Nama: Widyastuti Jabatan: Pelaksana Gudang Pendidikan: KPPA Lama bekerja: 1 Agustus 1974 Tenaga pemasak di Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro berjumlah 22 orang yang terdiri dari 2 orang lulusan SMKK, 1 orang lulusan SMK Boga, 1 orang lulusan SMK Otomotif, 1 orang lulusan SMK Sekretaris, 1 orang lulusan KPPA, 11 11

orang lulusan SMA, 3 orang lulusan SMP, dan 2 orang lulusan SD. Sementara itu, tenaga pramusaji berjumlah 42 orang yang terdiri dari 1 orang lulusan S1, 2 orang lulusan SMEA, 1 orang lulusan SPG, 1 orang lulusan STM, 4 orang lulusan SMKK, 1 orang lulusan KPPA, 20 orang lulusan SMA, dan 12 orang lulusan SMP. Tenaga pemasak sebaiknya dibedakan menjadi dua, yaitu untuk makanan diet dan untuk makanan non diet. Kualifikasi pendidikan untuk tenaga pemasak dan pramusaji sementara ini oleh tenaga tingkat SMA/SMK maupun SMP. Formasi untuk kedepannya, sebisa mungkin lulusan SMA sudah tidak ada, minimal lulusan D3 bisa saja dari perhotelan atau pun gizi. Tabel 1. Jumlah dan Kualifikasi Tenaga di Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Bagian

Jumlah (org)

Ahli Gizi

8

Tenaga Administasi

4

Pelaksana Gudang

1

Tenaga Pemasak

22

Tenaga Pramusaji

41

Kualifikasi S2 1 orang S1 2 orang D3 5 orang SMKK 3 orang STM 1 orang KPAA 1 orang SMKK 2 orang SMK Boga 1 orang SMK otomotif 1 orang SMK sekretaris 1 orang KPPA 1 orang SMA 11 orang SMP 3 orang SD 2 orang S1 1 orang SMEA 2 orang SPG 1 orang STM 1 orang SMKK 4 orang KPPA 1 orang SMA 20 orang SMP 12 orang

Tenaga profesi gizi adalah tenaga dengan latar belakang pendidikan gizi, antara lain: D1 Gizi hingga S1 Gizi, S1/S2 Gizi yang berpendidikan dasar D3 Gizi dan yang mempunyai pengalaman di bidang penyelenggaraan makanan. Tenaga profesi non-gizi adalah tenaga profesi lain yang dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan

penyelenggaraan

makanan,

seperti

tenaga

akuntan,

perhotelan,

administrasi, teknik, dan lain sebagainya. Tenaga pelaksana teknis, meliputi: tenaga dengan latar belakang pendidikan tataboga (SMK), SMA/SMP, dan lain sebagainya. Berdasarkan kualifikasi tenaga tersebut, maka peran dan fungsi setiap kualifikasi tenaga sesuai tanggungjawabnya, antara lain:

12

1. Kepala Unit Penyelenggaraan Makanan Merupakan penanggungjawab umum organisasi dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit, yang ditetapkan oleh pemimpin rumah sakit dengan berdasarkan ketentuan dan peraturan kepegawaian yang berlaku. Tugas dan fungsi : a. Menyusun perencanaan penyelenggaraan makanan. b. Menyusun rencana evaluasi penyelenggaraan makanan. c. Melakukan pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan makanan. d. Melakukan

pengembangan-pengembangan

dalam

penyelenggaraan

proses

penyelenggaraan

makanan. 2. Supervisor Bertugas

mengawasi

dan

mengendalikan

makanan di rumah sakit mulai dari perencanaan sampai dengan pendistribusian makanan. 3. Pelaksana Merupakan petugas gizi yang berperan sebagai juru masak, perbekalan, pranata komputer, dan ketatausahaan. a. Juru masak adalah tenaga pengolah bahan makanan yang bertugas mulai dari persiapan bahan makanan hingga pendistribusian makanan. b. Urusan gudang/perbekalanbertugas pada unit penyimpanan bahan makanan untuk menjamin ketersediaan dan kesiapan bahan makanan sesuai dengan pesanan harian, serta kondisi fisik bahan makanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan. c. Operator komputerbertugas pada unit perencanaan dan evaluasi untuk mendukung formulasi dan akurasi perencanaan anggaran, serta kebutuhan bahan makanan. Selain itu juga diperlukan dalam pengorganisasian data untuk mendukung efektivitas pelaporan. d. Tenaga tata usaha bertugas dalam registrasi pesanan pembukuan keuangan, penyiapan laporan berkala, penyiapan laporan khusus, serta peraturan hal-hal yang berkaitan dengan kepegawaian. e. Juru masak ruangan merupakan pelaksana kegiatan penyajian makanan di ruang-ruang rawat inap, mulai dari penataan di dapur ruangan hingga menyajikan makanan ke pasien. f. Pekarya merupakan pelaksana yang membantu tugas-tugas operasional dalam penyelenggaraan makanan dan dapur ruangan rawat inap.

13

2. Proses Perekrutan Tenaga a. Perekrutan Tenaga Kerja Staffing adalah penentuan jenis dan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan

suatu

kegiatan.

Penentuan

tenaga

ini

dimulai

dengan

mengidentifikasi dan menentukan kegiatan atau pekerjaan yang akan dilakukan, mengidentifikasi keahlian atau skill yang diperlukan sesuai dengan kegiatan atau pekerjaan tersebut, kemudian menjabarkannya dalam spesifikasi dan uraian tugas. Spesifikasi pekerjaan adalah uraian kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga yang diberi tanggung jawab untuk suatu pekerjaan atau tugas tertentu serta kualifikasi tenaga yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakan pekerjaan atau tugas tersebut. Dalam hal ini, pekerjaan atau tugas harus dapat diaplikasi dan dievaluasi secara obyektif oleh semua tenaga dalam kelompoknya. Langkah terakhir dari staffing adalah mengidentifikasi ketersediaan calon tenaga dan anggaran untuk proses penerimaan tenaga. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan penentuan kebutuhan tenaga,yaitu: 1) Adanya analisis terhadap kebutuhan tenaga. 2) Adanya uraian spesifikasi pekerjaan dan uraian tugas yang sistematik dan jelas. 3) Fleksibilitas terhadap kondisi-kondisi tertentu, seperti perubahan tren pelayanan, peningkatan standar produktivitas dan mutu, ketersediaan anggaran, dan lainnya. Kondisi yang menyebabkan diperlukannya analisis tenaga, antara lain: 1. Penyebab langsung a. Adanya penurunan motivasi, prestasi, atau kepuasan kerja. b. Adanya keluhan pasien terhadap pelayanan yang diterima. 2. Penyebab tidak langsung a. Adanya penambahan atau perubahan jumlah tempat tidur. b. Adanya perubahan pola pelayanan dan fasilitas Rumah Sakit.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian Sub SDM di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, perekrutan tenaga kerja di rumah sakit tersebutmengacu pada ABK (Analisis Beban Kerja) atau SPM (Standar Pelayanan Minimal). Analisa beban kerja dihitung berdasarkan waktu. Analisis beban kerja tenaga gizi berkaitan dengan jumlah pasien dalam 1 hari dan waktu yang dibutuhkan untuk melayani masing-masing (satu) pasien. ABK ini dapat digunakan untuk menentukan

jumlah

kebutuhan

tenaga

gizi.

RSUP

Dr.

Soeradji

Tirtonegoromemiliki 2 parameter dalam penentuan jumlah tenaga, yaitu: SPM dan 14

ABK. SPM digunakan, misal untuk dokter yang dilakukan dengan standar alat. Setiap tahun, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoromelakukan evaluasi perhitungan ABK untuk menentukan kebutuhan tenaga, termasuk kebutuhan tenaga ahli gizi.

b. Proses perekrutan RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro melakukan rekruitmen tenagamelalui seleksi CPNS karena biaya perekrutan dibebankan kepada pemerintah. Sumber dana dibedakan menjadi dua, yaitu dana APBN yang merupakan rupiah murni yang dibiayaiseluruhnya oleh pemerintah dan dana BLU (Badan Layanan Umum) yang merupakan dana yang dikelola oleh rumah sakit. Jika dana dari anggaran BLU masih tersisa, maka sisa akan digunakan untuk anggaran berikutnya. Sedangkan jika dana APBN tidak habis terpakai, maka uang yang tersisa harus dikembalikan pada pemerintah. RKLK (Rencana Kerja Lembaga Kementrian) disusun setiap tahun yang diajukan ke kementrian dan pihak kementrianlah yang memutuskan untuk menyetujui atau tidak. Anggaran yang diajukan setiap tahunnya berbeda-beda dan tidak 100% anggaran disetujui. Dana BLU yang dikelola oleh rumah sakit, seperti

Swadana/NBP

tersebut

digunakan

untuk

penggajian

tenaga

honorer/kontrak.Apabila rumah sakit tidak mendapatkan formasi untuk CPNS dan kebutuhan tenaga tidak terpenuhi, maka pihak rumah sakit akan mengadakan dinas rekruitmen tenaga sebagai pegawai non-PNS dengan menggunakan anggaran dana BLU tersebut.

c. Syarat-Syarat Tenaga Ahli Gizi di RS Syarat pendidikan tenaga ahli gizi yang dibutuhkan adalah minimal D3,D4, atau S1 gizi. Sedangkan syarat pendidikan untuk pramusaji dan pemasakan adalah minimal SLTA atau SMK jurusan tata boga. Standar umum rekruitmen yang dibutuhkan adalah sehat jasmani dan rohani, bebas narkoba, usiamaksimal 30

tahun,

dan

masih

produktif.

Masih

adanya

tenaga

kerja

lulusan

SMP/SMAdikarenakan pegawai negeri untuk Pemerintah Daerah membuka lapangan kerja untuk tingkat SMP sampai dengan Sarjana. Selain itu, juga untuk mengurangi angka pengangguran.

d. Seleksi Tahap awal penyeleksian adalah seleksi administrasi. Setelah itu dilakukan tahap validasi. Tahap selanjutnya adalah seleksi tertulis dan psikotes. Jika diperlukan, maka akan diadakan tes wawancara dan tes praktek. Seleksi-seleksi 15

tersebut dilakukan untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kualifikasi. Lowongan kerja dibuka setiap tahun dan dilakukan evaluasi setiap tahunnya. Sejak 3 tahun terakhir ini, setiap bulan April-Mei dilakukan rekruitmen pegawai non-PNS untuk memenuhijumlah tenaga PNS yang kurang. Setelah tahap rekruitmen selesai, tahap selanjutnya adalah orientasi. Waktu orientasi perawat dan bidan adalah 1,5 bulan, sedangkan waktu orientasi tenaga PNS lainnya adalah 1-2 minggu. Begitu juga waktu orientasi untuk ahli gizi adalah 1-2 minggu atau tergantung pada kebutuhan. Jika tenaga ahli gizi sangat dibutuhkan, maka waktu orientasi menjadi lebih cepat, yaitu 1 minggu. Tenaga pemasak dan pramusaji mendapat orientasi selama 1 minggu. Orientasi tenaga pemasak dan pramusaji dilakukan dengan memberitahu cara untuk menghadapi pasien dan keluarganya. 3. Deskripsi Kerja, Kualifikasi Tenaga Kerja, Peran, dan Fungsi Uraian Kerja/Jabatan yang ada di Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro adalah, sebagai berikut : 1.

Kepala Instalasi Gizi dan Ahli gizi ruang rawat inap Uraian kerja : a.

Menyusun rencana kerja instalasi gizi dengan menganalisis rencana dan hasil kerja tahun sebelumnya.

b.

Menyusun tata cara, pelaksanaan tugas, pendistribusian tugas, dan penentuan target kerja, bimbingan pelaksanaan.

c.

Mengkoordinasi dan memantau semua kegiatan seluruh kegiatan instalasi gizi.

d.

Mengawasi dan menilai mekanisme kerja semua petugas di lingkungan instalasi gizi.

e.

Memberi motivasi pada petugas gizi dengan member penghargaan baik secara informal maupun formal untuk meningkatkan semangat kerja.

f.

Membuat usulan kebutuhan tenaga berdasarkan beban dan bobot kerja yang diajukan kepada direktur umum SDM dan pendidikan.

g.

Memantau dan menilai kegiatan penerimaan bahan makanan serta menetapkan kebutuhan makanan harian untuk diajukan sebagai rencana anggaran belanja, untuk pasien dan pegawai.

h.

Mengawasi ketertiban, keamanan dan kebersihan instalasi gizi untuk kelancaraan dan kenyamanan dalam pelaksanaan tugas.

i.

Membuat DP3 dengan menganalisis hasil pelaksanaan tugas serta prestasi kerja seluruh karyawan di instalasi gizi. 16

j.

Melakukan koordinasi dengan koordinator pengadaan dan produksi makanan.

k.

Melakukan koordinasi dengan koordinator penelitian dan pengembangan.

l.

Melakukan koordinasi dengan koordinator rawat jalan.

m. Melakukan koordinasi dengan koordinator rawat inap. n.

Membuat laporan penyelenggaraan makan pasien.

o.

Menyusun dan mengevaluasi pemberian snack PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh).

p.

Mencatat penerimaan bahan makanan.

q.

Mencatat pemakaian bahan makanan harian.

Tugas lain :

2.

1)

Mencatat jumlah pasien dengan jenis dietnya di ruang anggrek.

2)

Memotivasi pasien di ruang Wijaya Kusuma dan Lily.

3)

Melakukan konsultasi gizi di Ruang Anggrek.

4)

Melakukan konsultasi gizi di ruang rawat jalan.

5)

Merekap dan distribusi snack PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh).

Ahli Gizi Uraian kerja: 1)

Mengkaji kebutuhan gizi pasien ruang rawat inap.

2)

Memotivasi pasien melalui kunjungan ke ruang rawat inap.

3)

Melakukan konsultasi gizi di ruang rawat inap.

4)

Melakukan konsultasi gizi di poliklinik gizi (rawat jalan).

5)

Ikut membantu memantau kegiatan pengolahan makanan yang telah diolah di instalasi gizi.

6)

Ikut membantu memantau kegiatan distribusi makanan di instalasi gizi.

7)

Ikut membantu merencanakan dan mendistribusikan makanan penambah daya.

8)

Penelitian dan pengembangan dalam rangka mencari hal-hal baru untuk memberikan bimbingan kepada mahasiswa/siswa praktek kerja lapangan.

9)

Penyusunan formula menu adalah susunan menu makanan dalam satu siklus.

10) Ikut membantu merencanakan dan memantau kegiatan pengolahan snack. 11) Ikut membantu dan bertanggung jawab pencatatan dan pelaporan makanan yang diberikan pada pasien diet dan non-diet. 12) Membuat laporan bulanan kunjungan pasien rawat inap. 13) Membuat laporan bulanan kunjungan pasien rawat jalan. 17

3.

Koordinator Rawat Inap Uraian tugas : a.

Menyusun rancangan makanan pasien rawat inap sesuai dengan jenis dietnya.

b.

Menlaksanakan penyuluhan, motivasi dan konsultasi gizi pasien rawat inap.

c.

Merencanakan usulan keberhasilan pelayanan gizi ruang rawat inap.

d.

Melaksanakan pelayanan gizi ruang rawat inap.

e.

Melaksanakan pengawasan dan pengendalian gizi ruang rawat inap.

f.

Melaksanakan, memantau dan evaluasi pelayanan gizi di ruang rawat inap.

g.

Mengkaji kebutuhan gizi pasien ruang rawat inap.

h.

Melakukan motivasi pasien melalui kunjungan ke ruang rawat inap.

i.

Melakukan konsultasi gizi di ruang rawat inap.

j.

Melakukan konsultasi gizi di poliklinik rawat jalan.

k.

Ikut membantu memantau kegiatan pengolahan makanan yang telah diolah.

l.

Ikut membantu memantau kegiatan distribusi makanan diinstalasi gizi.

m. Ikut membantu merencanakan dan mendistribusikan makanan penambah daya. n.

Penelitian dan pengembangan dalam rangka mencari hal-hal baru.

o.

Memberikan bimbingan kepada mahasiswa/ siswa praktek kerja lapangan.

p.

Penyusunan formula menu adalah susunan menu makanan dalam satu siklus.

4.

q.

Ikut membantu merencanakan dan memantau kegiatan pengolahan snack.

r.

Ikut membantu dan bertanggung jawab pencatatan dan pelaporan makanan.

s.

Membuat laporan bulanan kunjungan pasien rawat inap.

t.

Membuat laporan bulanan kunjungan pasien rawat jalan.

Koordinator Penelitian dan Pengembangan Uraian kerja : a.

Merencanakan kegiatan penelitian dan pengembangan gizi.

b.

Mengkoordinasikan penelitian gizi serta pengembangannya.

c.

Mengkoordinasikan bimbingan dan jadwal siswa/ mahasiswa PKL sampai dengan penilaian.

d.

Mengkoordinasikan pelaksanaan orientasi pegawai baru.

e.

Mengkoordinasikan pengembangan tenaga instalasi gizi melalui pelatihan, seminar.

f.

Mengkaji kebutuhan gizi pasien ruang rawat inap.

g.

Melakukan motivasi pasien melalui kunjungan ke ruang rawat inap. 18

h.

Melakukan konsultasi gizi di ruang rawat inap.

i.

Melakukan konsultasi gizi di poliklinik rawat jalan.

j.

Ikut membantu memantau kegiatan pengolahan makanan yang telah diolah di instalasi gizi.

k.

Ikut membantu memantau kegiatan distribusi makanan di instalasi gizi.

l.

Ikut membantu merencanakan dan mendistribusikan makanan penambah daya.

m. Penelitian dan pengembangan dalam rangka mencari hal-hal baru untuk peningkatan. n.

Memberikan bimbingan kepada mahasiswa/ siswa praktek kerja lapangan.

o.

Penyusunan formula menu adalah susunan menu makanan dalam satu siklus.

5.

p.

Ikut membantu merencanakan dan memantau kegiatan pengolahan snack.

q.

Ikut membantu dan bertanggung jawab pencatatan dan pelaporan makanan.

r.

Membuat laporan bulanan kunjungan pasien rawat inap.

s.

Membuat laporan bulanan kunjungan pasien rawat jalan.

Kepala Sub Penyelenggaraan Makanan Uraian kerja : a.

Membuat taksiran kebutuhan bahan makanan diet pasien khusus.

b.

Membuat laporan bulanan tentang kegiatan di pengolahan dan distribusi.

c.

Membuat laporan sepuluh harian.

d.

Menyusun jadwal petugas pemasak.

e.

Membuat laporan penyelenggaraan makan pasien.

f.

Menghitunga jumlah kebutuhan snack pasien diet saring dan diet khusus.

g.

Menghitung jumlah kebutuhan buah pasien diet saring dan khusus.

h.

Memasak dan distribusi nasi dan nasi tim.

i.

Memasak dan distribusi bubur.

j.

Memasak dan distribusi air minum pegawai.

k.

Memasak dan distribusi snack pasien diet.

l.

Mengolah dan distribusi makanan diet khusus.

m. Mengolah dan distribusi makanan saring. n.

Membuat taksiran kebutuhan bahan makanan untuk PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh).

o.

Melakukan kegiatan distribusi PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh).

p.

Mendistribusikan makan pasien.

19

6.

Koordinator Gudang Uraian Kerja : a.

Mengecek pemakaian bahan makan kering.

b.

Mengecek stok bahan makanan kering.

c.

Mengecek keluar masuk bahan makanan kering di kadek.

d.

Menandatangani bon-bonan gula pasir, teh, dan kopi di ruangan.

e.

Menandatangani bon-bonan gas kecil.

f.

Menandatangani bon-bonan susu dari ruang bayi.

Tugas lain : 1)

Melakukan pelayanan gizi di ruang rawat inap Melati 4  Mengumpulkan/mencatat data pasien tentang umur, keadaan penyakit, hasil laboratorium dan antropometri.  Melakukan anamnesa gizi.  Menganalisa data pasien.  Menentukan makanan pasien berdasarkan anjuran dokter dan analisa data.  Membuat rencana penyuluhan/konsultasi pasien rawat.  Melakukan konsultasi gizi pasien rawat inap.  Mengecek makanan/diet sesuai dengan kondisi pasien rawat inap.  Mengecek permintaan makanan pasien rawat inap.  Melakukan kunjungan keliling/visite bersama tim kesehatan di ruang rawat inap.  Melakukan perubahan makanan/diet pasien sesuai dengan hasil evaluasi makanan dan hasil pemeriksaan.  Memberikan motivasi gizi pasien rawat inap.  Menampung dan mencatat keluhan dan permaslahan tentang makanan dari pasien, petugas gizi dan non gizi di ruang rawat inap.  Melakukan kerjasama dengan tim kesehatan dan petugas di ruang rawat inap.

2)

Melakukan pelayanan gizi di ruang rawat jalan  Mencatat data pasien dan melakukan pengukuran antropometri.  Melakukan anamnesa gizi.  Menganalisa data pasien.  Membuat perencanaan konsultasi gizi.  Pencatatan dan pelaporan. 20

3)

Melakukan kegiatan di PPM  Membuat laporan penyelenggaraan makan pagi (dinas PS) dan Makan Sore (Dinas Sore).  Menghitung dan merencanakan kebutuhan snack biasa dan diet (Dinas PS).  Merencanakan dan menghitung kebutuhan buah dalam satu hari (Dinas PS).  Membuat laporan penyelenggaraan makan pasien pagi dan siang (Dinas hari libur).  Menerima bahan makanan basah (dinas hari libur).  Merekap dan menghitung kebutuhan snack PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh) dan mendistribusikannya.

4)

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan/memberikan bimbingan mahasiswa gizi PKL

7.

Koordinator rawat jalan/konsultasi rujukan gizi Uraian kerja : a.

Merencanakan kebutuhan alat/sarana di poli gizi rawat jalan

b.

Inventarisasi alat/sarana di poli gizi rawat jalan

c.

Membuat jadwal dinas petugas di poli gizi

d.

Membuat laporan harian jumlah total konsultasi gizi rawat jalan dan rawat inap

e.

Membuat laporan bulanan jumlah total konsultasi gizi rawat jalan dan rawat inap

Tugas lain : 1)

Melakukan pelayanan gizi di ruang rawat inap Melati 2  Mengumpulkan/mencatat data pasien tentang umur, keadaan penyakit, hasil laboratorium dan antropometri.  Melakukan anamnesa gizi.  Menganalisa data pasien.  Menentukan makanan pasien berdasarkan anjuran dokter dan analisa data.  Membuat rencana penyuluhan/konsultasi pasien rawat.  Melakukan konsultasi gizi pasien rawat inap. 21

 Mengecek makanan/diet sesuai dengan kondisi pasien rawat inap.  Mengecek permintaan makanan pasien rawat inap.  Melakukan kunjungan keliling/visite bersama tim kesehatan di ruang rawat inap.  Melakukan perubahan makanan/diet pasien sesuai dengan hasil evaluasi makanan dan hasil pemeriksaan.  Memberikan motivasi gizi pasien rawat inap.  Menampung dan mencatat keluhan dan permaslahan tentang makanan dari pasien, petugas gizi dan non gizi di ruang rawat inap.  Melakukan kerjasama dengan tim kesehatan dan petugas di ruang rawat inap.

2)

Melakukan pelayanan gizi di ruang rawat jalan dan unit HD (Hemodialisa)  Mencatat data pasien dan melakukan pengukuran antropometri.  Melakukan anamnesa gizi.  Menganalisa data pasien.  Membuat perencanaan konsultasi gizi.  Pencatatan dan pelaporan.

3)

Melakukan kegiatan di PPM  Membuat laporan penyelenggaraan makan pagi (dinas PS) dan Makan Sore (Dinas Sore).  Menghitung dan merencanakan kebutuhan snack biasa dan diet (Dinas PS).  Merencanakan dan menghitung kebutuhan buah dalam satu hari ( Dinas PS).  Membuat laporan penyelenggaraan makan pasien pagi dan siang (Dinas hari libur).  Menerima bahan makanan basah (dinas hari libur).  Merekap dan menghitung kebutuhan snack PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh) dan mendistribusikannya.

4)

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan/memberikan bimbingan mahasiswa gizi PKL

22

8.

Koordinator ruang rawat inap A (sebagai nutritionis juga membantu mengelolan IRNA A) Uraian kerja : a.

Merencanakan kebutuhan alat makan pasien.

b.

Inventarisasi alat-alat makan di ruang rawat inap A.

c.

Membuat jadwal dinas pramusaji di ruang rawat inap A.

d.

Melaksanakan, memantau dan evaluasi pelayanan gizi di ruang rawat inap.

Tugas lain : 1)

Melakukan pelayanan gizi di ruang rawat inap di ruang dahlia dan menur  Mengumpulkan/mencatat data pasien tentang umur, keadaan penyakit, hasil laboratorium dan antropometri.  Melakukan anamnesa gizi.  Menganalisa data pasien.  Menentukan makanan pasien berdasarkan anjuran dokter dan analisa data.  Membuat rencana penyuluhan/konsultasi pasien rawat.  Melakukan konsultasi gizi pasien rawat inap.  Mengecek makanan/diet sesuai dengan kondisi pasien rawat inap.  Mengecek permintaan makanan pasien rawat inap.  Melakukan kunjungan keliling/visite bersama tim kesehatan di ruang rawat inap.  Melakukan perubahan makanan/diet pasien sesuai dengan hasil evaluasi makanan dan hasil pemeriksaan.  Memberikan motivasi gizi pasien rawat inap.  Menampung dan mencatat keluhan dan permaslahan tentang makanan dari pasien, petugas gizi dan non gizi di ruang rawat inap.  Melakukan kerjasama dengan tim kesehatan dan petugas di ruang rawat inap.

2)

Melakukan pelayanan gizi di ruang rawat jalan  Mencatat data pasien dan melakukan pengukuran antropometri.  Melakukan anamnesa gizi.  Menganalisa data pasien.  Membuat perencanaan konsultasi gizi.  Pencatatan dan pelaporan. 23

3)

Melakukan kegiatan di PPM  Membuat laporan penyelenggaraan makan pagi (dinas PS) dan Makan Sore (Dinas Sore).  Menghitung dan merencanakan kebutuhan snack biasa dan diet (Dinas PS).  Merencanakan dan menghitung kebutuhan buah dalam satu hari (Dinas PS).  Membuat laporan penyelenggaraan makan pasien pagi dan siang (Dinas hari libur).  Menerima bahan makanan basah (dinas hari libur).  Merekap dan menghitung kebutuhan snack PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh) dan mendistribusikannya.

4)

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan/memberikan bimbingan mahasiswa gizi PKL

9.

Koordinator ruang rawat inap B (sebagai nutritionis juga membantu mengelolan IRNA B) Uraian kerja : a.

Merencanakan kebutuhan alat makan pasien.

b.

Inventarisasi alat-alat makan di ruang rawat inap B.

c.

Membuat jadwal dinas pramusaji di ruang rawat inap B.

d.

Melaksanakan, memantau dan evaluasi pelayanan gizi di ruang rawat inap.

Tugas lain : 1)

Melakukan pelayanan gizi di ruang rawat inap di ruang kenanga, teratai, dan melati 3  Mengumpulkan/mencatat data pasien tentang umur, keadaan penyakit, hasil laboratorium dan antropometri.  Melakukan anamnesa gizi.  Menganalisa data pasien.  Menentukan makanan pasien berdasarkan anjuran dokter dan analisa data.  Membuat rencana penyuluhan/konsultasi pasien rawat.  Melakukan konsultasi gizi pasien rawat inap. 24

 Mengecek makanan/diet sesuai dengan kondisi pasien rawat inap.  Mengecek permintaan makanan pasien rawat inap.  Melakukan kunjungan keliling/visite bersama tim kesehatan di ruang rawat inap.  Melakukan perubahan makanan/diet pasien sesuai dengan hasil evaluasi makanan dan hasil pemeriksaan.  Memberikan motivasi gizi pasien rawat inap.  Menampung dan mencatat keluhan dan permaslahan tentang makanan dari pasien, petugas gizi dan non gizi di ruang rawat inap.  Melakukan kerjasama dengan tim kesehatan dan petugas di ruang rawat inap.

2)

Melakukan pelayanan gizi di ruang rawat jalan  Mencatat data pasien dan melakukan pengukuran antropometri.  Melakukan anamnesa gizi.  Menganalisa data pasien.  Membuat perencanaan konsultasi gizi.  Pencatatan dan pelaporan.

3)

Melakukan kegiatan di PPM  Membuat laporan penyelenggaraan makan pagi (dinas PS) dan Makan Sore (Dinas Sore).  Menghitung dan merencanakan kebutuhan snack biasa dan diet (Dinas PS).  Merencanakan dan menghitung kebutuhan buah dalam satu hari (Dinas PS).  Membuat laporan penyelenggaraan makan pasien pagi dan siang (Dinas hari libur).  Menerima bahan makanan basah (dinas hari libur).  Merekap dan menghitung kebutuhan snack PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh) dan mendistribusikannya.

4)

Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan/memberikan bimbingan mahasiswa gizi PKL

25

10. Administrasi pencatatan dan pelaporan Uraian kerja : a.

Memasukkan dan mencatat permintaan makanan pasien diet khusus perkelas.

b.

Memasukkan dan mencatat permintaan makanan pasien non diet.

c.

Merekap pemakaian makanan pasien non diet ke blanko dari Graha Sarina Vidi.

d.

Membuat laporan bulanan permintaan makanan pasien diet khusus dan non diet.

e.

Mengevaluasi dan mencatat hasil evaluasi rasa, tekstur, dan warna makanan non diet.

f.

Merekap dan menghitung kebutuhan snack PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh).

g.

Mencocokkan penerimaan makanan siap saji dan makanan diet khusus.

11. Pengadministrasian umum Uraian kerja : a.

Melaksanakan penerimaan surat keluar masuk.

b.

Mengagendakan surat keluar dan surat masuk.

c.

Mengetik/membuat laporan bulanan kegiatan di instalasi gizi.

d.

Membuat bon permintaan barang dan alat-alat tulis/ alat rumah tangga untuk instalasi gizi.

e.

Membantu distribusi snack dokter.

f.

Membantu penyediaan snack jaga malam.

g.

Ikut membantu kebersihan di instalasi gizi.

12. Petugas pemesanan Uraian kerja : a.

Menerima laporan pemakaian pagi jumlah pasien.

b.

Menghitung kebutuhan bahan makanan dan merekap jumlah pasien.

c.

Membuat pesanana bahan makanan basah/ kering sesuai kebutuhan.

d.

Merekap petugas jaga malam untuk tiap hari.

e.

Menghitung dan merekap bahan makanan yang sudah diterima.

f.

Menghitung dan merekap laporan sepuluh harian dan bulanan.

g.

Membuat laporan pesanan bahan makanan setiap bulan.

26

13. Petugas gudang Uraian kerja : a.

Menerima dan menyimpan kiriman bahan makanan.

b.

Mempersiapkan dan mengeluarkan bahan makanan sesuai dengan permintaan dari administrasi juru masak dan permintaan dari bagian lain.

c.

Membuat pembukuan tentang penerimaan dan pengeluaran bahan makanan.

d.

Membuat pembukuan tentang penerimaan dan pengeluaran gas elpiji.

e.

Memnginformasikan kepada administrasi umum tentang stock bahan makanan kering yang sudah menipis.

f.

Melakukan stok opname bulanan dan tahunan.

g.

Bertanggung jawab terhadap penyimpanan bahan makanan yang ada di gudang.

h.

Melaksanakan tugas lain dari atasan.

14. Petugas gudang dan MK Uraian kerja : a.

Persiapan gula dan teh dan untuk pasien.

b.

Persiapan gula dan teh dan untuk pegawai.

c.

Perisapan dan pembuatan bumbu diet.

d.

Penerimaan bahan makanan kering (gula, teh, minyak, dll).

e.

Distribusi gula + teh + kopi jaga malam pegawai.

f.

Membuat minuman pasien diet.

g.

Mempersiapkan bahan makan (snack).

h.

Mengolah dan distribusi snack pasien hari ini.

i.

Penerimaan bahan makanan basah.

j.

Pengeluaran bahan makanan kering.

k.

Pembuatan laporan keluar masuk barang.

l.

Pembuatan laporan keluar masuk barang mingguan.

m. Persiapan makanan sonde pasien. n.

Checking stock bahan makanan kering.

o.

Persiapan bahan makanan untuk minuman penunggu pasien WK.

p.

Mengeluarkan bahan kering dan basah sesuai permintaan dari dapur pengolahan.

q.

Pencatatan jumlah pasien pagi, siang, untuk persiapan kebutuhan minuman (gula, teh).

r.

Pelaporan bahan makanan mendekati habis ke petugas pemesanan. 27

15. Petugas pemasak Uraian kerja: a.

Memasak dan mendistribusikan nasi dan nasi tim.

b.

Memasak dan mendistribusikan bubur.

c.

Memasak dan mendistribusikan air minum pegawai.

d.

Memasak dan mendistribusikan air minum pasien.

e.

Memasak dan mendistribusikan snack pasien diet.

f.

Mengolah dan mendistribusikan jenis makanan sesuai diet.

g.

Mengolah dan mendistribusikan makanan saring.

h.

Mengolah dan mendistribusikan makanan enteral.

i.

Persiapan buah untuk pasien diet dan non-diet.

j.

Menerima dan mendistribusikan snack PDTT.

k.

Melaporkan kegiatan distribusi yang telah dilaksanakan.

l.

Membersihkan alat masak sesuai tugasnya.

m. Membersihkan ruangan pengolahan makan. n.

Menerima dan mendistribusikan snack pegawai jaga malam.

16. Pramusaji Uraian Kerja: a.

Menghitung dan mengecek jumlah pasien di ruangan (pagi, siang, dan sore).

b.

Membuat daftar permintaan makan pasien (pagi, siang, sore).

c.

Menyiapkan alat makan pasien (pagi, siang, sore).

d.

Mengambil makanan pasien di dapur pengolahan (pagi, siang ,sore).

e.

Mendistribusikan makanan pasien berdasarkan daftar permintaan makan pasien (pagi, siang, sore).

f.

Membersihkan alat penyajian makan pasien (pagi, siang, sore).

g.

Mengembalikan plato makan pasien ke petugas catering di dapur pengolahan (pagi, siang, sore).

h.

Menyiapkan alat saji makanan selingan pasien (pagi dan sore).

i.

Mengambil makanan selingan pasien di dapur pengolahan (pagi dan sore).

j.

Mendistribusikan makanan selingan pasien (pagi dan sore).

k.

Inventarisasi alat makan dan alat distribusi makanan.

28

Tugas lain : 1)

Mengembalikan alat-alat

non-medis keperluan ruangan sesuai bon

permintaan ruangan di gudang. 2)

Mengembalikan dan menyajikan makanan PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh) petugas ruangan (pagi dan siang).

3)

Membuat minuman petugas ruangan (pagi dan siang).

4)

Mendistribusikan snack tenaga medis rumah sakit.

4. Penentuan kebutuhan tenaga kerja Tenaga Profesi Gizi dibutuhkan untuk memastikan kualitas pelayanan gizi yang diberikan kepada konsumen, antara lain: semua permintaan dan modifikasi diet dapat dipenuhi, semua makanan (diet dan non-diet) dapat diproduksi sesuai kebutuhan tenaga pasien dan lainnya. Tenaga Profesi Non-Gizi dan Tenaga Pelaksana Teknis dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan pelayanan gizi kepada konsumen, misalnya makanan dapat diberikan sesuai kebutuhan yang berlaku (Peraturan Pemberian Makanan), kepuasan konsumen terhadap makanan yang diberikan, serta makanan dapat diproduksi dan disajikan sesuai keinginan konsumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembobotan dalam perhitungan kebutuhan tenaga pada penyelenggaraan makanan institusi, yaitu: 1. Jumlah dan jenis porsi yang dilayani. 2. Jumlah dan macam menu yang diselenggarakan. 3. Jumlah hari pelayanan makanan. 4. Jumlah dan macam peralatan yang tersedia. 5. Sarana fisik dan prasarana yang tersedia. 6. Jumlah, jenis, dan kualitas bahan makanan yang digunakan. 7. Sistem produksi makanan yang digunakan. 8. Sistem distribusi/pelayanan makanannya. Dalam menghitung kebutuhan tenaga dalam penyelenggaraan makanan, diperlukan beberapa penyesuaian, antara lain: 1. Penyesuaian hari libur 2. Produktifitas 3. Pola kedatangan pasien 4. Untuk memperoleh tenaga yang sesuai standar kompetensi yang ditetapkan perlu dibuat Training Need Analysis. Sehingga dalam menghitung kebutuhan tenaga perlu memperhatikan perspektif 3-5 tahun.

29

Beberapa metode perhitungan ketenagaan menurut Depkes RI (2004) dalam pedoman penyusunan rencana SDM (Sumber Daya Manusia) kesehatan rumah sakit, yaitu: 1. Indicator Staffing Needs (ISN) Kebutuhan jumlah tenaga dalam metode ini dihitung berdasarkan jenis kegiatan dan volume pelayanannya. Tiap unit harus dapat memproyeksikan kegiatan atau keluaran apa yang akan dihasilkan pada masa mendatang untuk kemudian dapat memproyeksikan kebutuhan tenaganya.

Kelebihan dari metode ini adalah perhitungan dibedakan atas jenis tenaga yang ada sesuai dengan bobot serta beban kerjanya. Metode ini tidak memperhitungkan jumlah waktu kerja efektif yang dilakukan oleh setiap jenis tenaga. 2. US Departement of Health and Human Service 3. Workload Indicator Staffing Need(WISN) Metode perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan beban pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh setiap kategori tenaga pada tiap unit kerja. Metode perhitungan

ini

telah

telah

diadaptasi

dan

digunakan

oleh Departemen

Kesehatan RI dan disahkan dalam keputusan menteri kesehatan RI No. 81/Menkes/SK/2004. Kelebihan metode ini adalah : a) Mudah dilakukan karena menggunakan data yang dikumpulkan atau didapatkan dari laporan kegiatan rutin unit layanan. b) Mudah dalam melakukan prosedur perhitungan sehingga manajer di semua

tingkatan

dapat

segera

menyusun

rencana

dan

kebijakan

ketenagaannnya. c) Dapat digunakan untuk berbagai jenis tenaga.

Langkah kebutuhan tenaga berdasarkan metode WISN tersebut adalah : a. Menetapkan waktu kerja yang tersedia b. Menetapkan unit kerja dan kategori tenaga yang dibutuhkan c. Menyusun standar beban kerja setiap jenis tenaga d. Menyusun standar kelonggaran setiap jenis tenaga e. Menghitung kebutuhan tenaga setiap jenis tenaga

Namun demikian metode ini mempunyai kelemahan karena input data yang dipelukan bagi prosedur perhitungan berasal dari rekapitulasi kegiatan rutin 30

tenaga setiap unit kerja sehingga dibutuhkan catatan dan penyimpanan data yang baik demi mendapatkan keakuratan atau ketepatan hasil perhitungan jumlah tenaga secara maksimal. Penerapan metode seperti : a) Menetapkan waktu kerja tersedia Tujuannya yaitu memperoleh waktu tersedia masing-masing kategori tenaga yang bekerja di tiap unit kerja dalam rumah sakit selama kurun waktu satu tahun. Waktu kerja tersedia = { A-(B+C+D+E)} x F A : Hari kerja (6 hari/minggu) B : Cuti tahunan C : Pendidikan dan pelatihan D : Hari libur nasional E : Ketidak hadiran kerja (sesuai data rata-rata ketidakhaddiran kerja selama kurun waktu 1 tahun karena alasan sakit, tidak masuk kerja dengan atau tanpa alasan pemberitahuan atau ijin) F : Waktu kerja (waktu kerja dalam 1 hari adalah 7-8 jam)

b) Menetapkan unit kerja dan ketegori tenaga yang dibutuhkan Tujuannya yaitu memperoleh seluruh komponen satuan kerja yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan langsung maupun tidak langsung sesuai dengan struktur organisasi serta diperolehnya kategori tenaga dan komponen beban kerja sesuai kompetensi dan standar

pelayanan.

Caranya adalah : 1. Menetapkan unit kerja sesuai struktur organisasi. 2. Menetapkan kategori tenaga dan beban kerja sesuaikompentensi dan standar pelayanan di masing-masing unit kerja. 3. Menetapkan tenaga dalam menyelesaikan beban kerja. Misalnya untuk penyelenggaraan

makanan

dibutuhkan

manajer produksi, supervisor

atau pengawas, pemasak dan tenaga pencuci alat.

c) Menyusun standar beban kerja setiap jenis tenaga Tujuannya yaitu memperoleh

kategori

tenaga

dan

beban

kerja

sesuai dengan kompetisi dan standar pelayanan tiap unit kerja serta waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Beban kerja setiap kategori tenaga dapat diidentifikasi berdasarkan: 1. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh setiap jenis tenaga.

31

2. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok. 3. Standar beban kerja per 1 tahun setiap kategori tenaga.

d) Menyusun standar kelonggaran setiap jenis tenaga Tujuannya yaitu adanya penyusunan faktor kelonggaran yang dapat dilakukan

dengancara pengamatan dan wawancara kepada setiap jenis

tenaga tentang: 1. Kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan, misal: rapat, seminar, penyusunan laporan dan sebagainya. 2. Frekuensi kegiatan dalam satu hari, minggu, bulan. 3. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan. Standar kelonggaran dihitung dengan rumus : Standar kelonggaran = rata-rata per waktu kelonggaran Waktu yang tersedia

e) Menghitung kebutuhan tenaga setiap jenis tenaga Tujuannya yaitu tersusunnya kebutuhan tenaga berdasarkan

beban

kerja/ kegiatan pada masing-masing satuan kerja. Kebutuhan tenaga = kuantitas kegiatan pokok+ standar kelonggaran Waktu yang tersedia Hasil perhitungan kebutuhan tenaga tersebut selain dapat menentukan jumlah kebutuhan setiap jenis tenaga juga dapat digunakan untuk: 1. Membandingkan hasil perhitungan kebutuhan tenaga dengan keadaan. 2. Tenaga yang tersedia pada saat ini pada masing-masing satuan kerja. 3. Melakukan analisa kinerja masing-masing kategori tenaga. 4. Menyusun alternatif pemecahan.

Bagian kerja Ahli gizi Tenaga pemasak (keseluruhan) Tenaga pramusaji (keseluruhan) Tenaga pemasak lauk hewani

ISN (orang) 2

US Dept. (orang) Menit Jumlah kerja/porsi konsumen hidangan 50 9

6

42

28

12

−9

8

1

WISN (orang)

12

32

Tenaga pemasak lauk nabati Tenaga pemasak sayur Tenaga pemasak snack Tenaga pemasak makanan pokok Tenaga gudang Tenaga pemasak shift sore Tenaga pramusaji kelas VIP (setiap bangsal) Tenaga pramusaji kelas I-II (setiap bangsal) Tenaga pramusaji kelas III (setiap bangsal)

12

1

12

3

12

3

12

1 cukup

12 12

3

1 1 1 1 2 2

5. Pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Tujuan diklat bagi pegawai adalah meningkatkan pengetahuan dan wawasan ilmiah, meningkatkan keterampilan, serta diharapkan terjadi perubahan sikap dan perilaku yang positif terhadap pekerjaannya. Peningkatan jenjang pendidikan bagi tenaga gizi perlu mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan ilmu dan teknologi yang terkait dalam peningkatan pelayanan gizi. Pada umumnya jenis diklat meliputi diklat formal dan diklat non-formal. a. Diklat formal Merupakan

diklat

yang

berkesinambungan

yang

menunjang

keprofesian serta kedudukan dan jabatannya, baik fungsional maupun struktural.  Pendidikan lanjut bagi paramedik, mulai dari DIV, S1, S2, dan S3 Gizi.  Pendidikan berkesinambungan sesuai dengan bidang kerjanya.  Pendidikan Administrasi bagi tenaga di bidang administrasi. b. Diklat non-formal  Orientasi tugas Setiap pegawai baru perlu mengenal lingkungan kerjanya, sistem yang ada dalam pelayanan gizi, serta tugas-tugas yang akan menjadi tanggungjawabnya melalui program orientasi pekerjaannya. Materi dan 33

bobot pendalamannya disesuaikan dengan rencana penempatan tenaga sesuai dengan kualifikasinya.  Kursus-kursus Pegawai perlu diikutsertakan dalam kursus-kursus yang sesuai dengan kebutuhan dan kualifikasinya untuk mempersiapkan mereka menjadi tenaga profesional yang handal dibidangnya.  Simposium, seminar, dsbnya Keikutsertaan

pegawai

dalam

seminar,

simposium,

dsb

dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan dan kapasitas keilmuan pegawai agar menjadi tenaga yang lebih profesional sehingga mampu meningkatkan kinerja pelayanan gizinya.

Pihakrumah

sakit

telah

memberikan

pendidikan

dan

pelatihan

ketenagakerjaan, serta dituntut untuk mengembangkan ilmu dan ketrampilan. Pengembangan ilmu dan ketrampilan dilakukan oleh bagian SDM, sedangkan pelatihan tenaga kerja dilakukan oleh bagian DIKLAT. Anggaran untuk pendidikan diajukan setiap tahunnya. Sekitar 60% pegawai harus diberi pelatihan minimal 20 jam untuk pengembangan ketrampilan. Misalnya ada 1000 tenaga, berarti 600 orang harus mengikuti pelatihan minimal 20 jam setiap orangnya. Pendidikan dan pelatihan tenaga kerja dilakukan secara rutin satu tahun sekali untuk semua bagian.Pelatihan bisa dilakukan internal maupun eksternal dengan mengadakan training di dalam atau di luar rumah sakit. 6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Rijuna Dewi, 2006). Menurut Rizky Argama (2006), program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja timbulnya

maupun

kecelakaan

pengusaha dan penyakit

sebagai kerja

upaya akibat

pencegahan hubungan

(preventif)

kerja

dalam

lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Dessler

(2007)

mengatakan

bahwa

program

keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu: 34

1. Moral Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan. Mereka melakukan

hal

itu

untuk memperingan

penderitaan

karyawan

dan

keluarganya yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 2. Hukum Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja, dan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, perusahaan dapat dikenakan denda,

dan para

supervisor dapat ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan dan penyakit fatal. 3. Ekonomi Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan dapat jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi karyawan ditujukan untuk member ganti rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Menurut Robiana Modjo (2007), manfaat penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan antara lain: 1. Pengurangan Absentisme Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka risiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera dan sakit akibat kerja pun juga semakin berkurang. 2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan Karyawan

yang

bekerja

pada

perusahaan

yang benar-benar

memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya kemungkinan untuk mengalami cedera atau sakit akibat kerja adalah kecilsehingga makin kecil pula kemungkinan klaim pengobatan/ kesehatan dari mereka. 3. Pengurangan Turnover Pekerja Perusahaan yang menerapkan program K3 mengirim pesan yang jelas pada

pekerja

bahwa

manajemen

menghargai

dan

memperhatikan

kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan para pekerja menjadi merasa lebih bahagia dan tidak ingin keluar dari pekerjaannya. 4. Peningkatan Produktivitas

35

Program

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

berpengaruh

positif

terhadap produktivitas kerjabaik secara individual maupun bersama-sama.

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah 1.

Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2.

Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

3.

Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4.

Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

5.

Memberi pertolongan pada kecelakaan.

6.

Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.

7.

Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran.

8.

Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.

9.

Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik. 11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup. 12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban. 13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. 14. Mengamankan

dan

memperlancar

pengangkutan

orang,

binatang,

tanaman atau barang. 15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. 16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang. 17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. 18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

36

Pelatihan K3 di rumah sakit dilakukan oleh tim khusus K3. K3 merupakan standar akreditasi RS tersebut dan masuk ke dalam bidang pelayanan dan dilakukan setiap tahun. Tabel 3.Pengamatan perilaku K3 tenaga instalasi gizi rumah sakit No Kegiatan 1 Mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai atau setelah bekerja 2

3

Menggaruk kepala, muka, hidung, dan bagian tubuh lain yang dapat menimbulkan kuman Kebiasaan mendistribusikan makanan bila makanan telah siap

4

Merokok selama bekerja

5

Bercakap-cakap atau mengobrol selama bekerja Mengisi jenis makanan sesuai dengan standar porsi

6

7

8 9

10 11 12

13

14

15

Mengisi kereta makanan melebihi kapasitas kereta makanan Meletakkan makanan dengan teratur dan rapi Bila membawa makanan air panas tempat air tidak diisi sampai penuh dan ditutup dengan rapat Menggunakan peralatan yang bersih dan kering Menggunakan peralatan sesuai dengan fungsinya Membuang atau membersihkan sisa makanan segera setelah selesai digunakan Membersihkan atau mencuci peralatan makanan atau kereta makanan sesuai dengan prosedur Menggunakan sandal yang tidak licin Berhati-hati saat menggunakan peralatan tajam

Hasil pengamatan Tidak semua petugas yang melakukan. Pada bagian produksi, petugas lebih sering cuci tangan setelah selesai bekerja. Sedangkan petugas persiapan jarang mencuci tangan. Tidak ada petugas yang mengaruk kepala, muka, hidung, dan bagian tubuh lain saat mengolah makanan. Makanan yang telah matang langsung ditempatkan di wadah dan diletakkan di meja pendistribusian, namun tidak langsung didistribusikan karena makanan telah matang 1 jam sebelum pendistribusian. Tidak ada petugas pengolah maupun pramusaji yang merokok selama bekerja. Tenaga pengolah maupun pramusaji saat bekerja sambil mengobrol atau bercakap-cakap. Porsi lauk nabati, lauk hewani, buah, dan snack sudah sesuai dengan standar porsi, namun porsi nasi/bubur dan sayur belum sesuai dengan standar porsi. Tidak mengisi kereta makanan melebihi kapasitasnya, karena jumlah rak sudah disesuaikan dengan jumlah bed tiap bangsal. Pramusaji meletakkan makanan yang ada dengan teratur dan rapi. Pramusaji yang membawa teko telah melakukannya dengan menutup teko yang dibawa. Namun, tenaga pengolah kurang berhatihati saat membawa air panas, panci yang digunakan tidak ditutup Peralatan yang digunakan sudah dalam keadaan bersih dan kering Peralatan yang digunakan sudah sesuai dengan fungsinya Makanan sisa pasien segera dibersihkan atau dibuang oleh pramusaji di dapur bangsal. Sudah dilakukan sesuai dengan prosedur.

Tenaga pengolah masih menggunakan sandal jepit yang licin, sedangkan pramusaji menggunakan sepatu tertutup. Tenaga pengolah sudah berhati-hati dalam menggunakan benda tajam

37

16

Berhati-hati saat menggunakan peralatan makanan

17

Berhati-hati saat menggunakan peralatan panas Berhati-hati saat menggunakan peralatan dengan beban berat Berhati-hati saat menggunakan peralatan elektronik atau berhubungan dengan listrik Mengetahui letak kotak P3K

18 19

20

21 22

Mengetahui letak alat pemadam kebakaran Pakaian kerja dan Alat Pelindung Diri (APD) yang terbuat dari bahan yang tidak panas, tidak licin, dan nyaman digunakan

Tenaga pemasak sudah berhati-hati dalam menggunakan peralatan makanan, namun terkadang pramusaji ada yang tidak berhati-hati bahkan hingga pecah. Peralatan yang masih panas digunakan secara hati-hati dengan menggunakan serbet/cempal. Peralatan yang berat digunakan dengan hati-hati. Peralatan elektronik yang digunakan sesuai dengan SOP yang berlaku. Tenaga pemasak mengetahui letak kotak P3K dan dimanfaatkan jika diperlukan, terutama jika ada luka akibat tergores pisau. Tenaga pengolah mengetahui letak alat pemadam kebakaran Pakaian kerja yang digunakan oleh tenaga pemasak maupun pramusaji sudah sesuai. Namun penggunaan APD masih belum lengkap dan belum sesuai syarat.

Dari hasil pengamatan, tersebut, tidak semua petugas mencuci tangan. Pada bagian produksi, petugas mencuci tangan setelah selesai bekerja. Sedangkan pada bagian persiapan, petugas jarang mencuci tangan. Menggaruk kepala, muka, hidung, dan bagian tubuh lain yang dapat menimbulkan kuman, tidak dilakukan oleh petugas pengolah selama proses pengolahan. Makanan yang telah matang langsung ditempatkan oleh petugas pengolah di wadah dan diletakkan di meja pendistribusian tetapi tidak langsung didistribusikan karena makanan tersebut matang satu jam sebelum pendistribusian. Petugas pengolah maupun pramusaji tidak ada yang merokok selama bekerja. Saat bekerja, tenaga pengolah maupun pramusaji bercakap-cakap bersama petugas lainnya. Pada pemorsian, porsi lauk nabati, lauk hewani, buah, dan snack sudah sesuai dengan standar porsi, namun porsi nasi/bubur dan sayur belum sesuai dengan standar porsi. Hal tersebut dimungkinkan karena petugas pengolah belum mengetahui dengan baik standar porsi yang ada. Kereta makanan (troli) yang digunakan oleh pramusaji tidak diisi melebihi kapasitas karena jumlah rak sudah disesuaikan dengan jumlah bed yang ada di setiap bangsal. Makanan yang diletakkan oleh pramusaji sudah teratur dan rapi. Saat membawa air panas, pramusaji menggunakan teko yang telah ditutup. Namun, tenaga pengolah kurang berhati-hati saat membawa makanan atau air panas, panci yang digunakan tidak ditutup. Hal tersebut dimungkinkan karena kurangnya kesadaran diri tentang pentingnya keselamatan dalam bekerja. Peralatan yang digunakan oleh pramusaji maupun tenaga pengolah sudah dalam keadaan

38

bersih dan kering. Mereka juga telah menggunakan peralatan sesuai dengan fungsinya. Makanan sisa pasien langsung dibersihkan atau dibuang oleh pramusaji di dapur bangsal. Pembersihan atau pencucian alat makan maupun kereta makan sudah dilakukan oleh pramusaji sesuai dengan prosedur yang ada. Penggunaan sandal yang licin sebenarnya tidak diperkenankan lagi untuk dipakai karena sangat berbahaya. Namun, tenaga pengolah masih menggunakan sandal tersebut. Sedangkan pramusaji, menggunakan sepatu tertutup. Tenaga pengolah telah berhati-hati dalam menggunakan benda yang tajam, begitu juga dengan penggunaan alat makan. Namun, ada pramusaji yang kurang berhati-hati dalam menggunakannya sehingga ada alat makan yang pecah. Peralatan yang masih panas digunakan secara hati-hati oleh tenaga pengolah dengan menggunakan serbet/cempal. Peralatan dengan beban yang berat pun telah digunakan dengan hati-hati. Peralatan elektronik digunakan sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang berlaku. Tenaga pengolah sudah mengetahui letak kotak P3K dan dimanfaatkan, terutama jika ada luka akibat tergores pisau. Letak alat pemadam kebakaran pun telah diketahui oleh petugas pengolah, dan pakaian kerja yang digunakan sudah sesuai, begitu pula dengan pramusaji. Namun, penggunaan APD pada tenaga pengolah dan pramusaji masih belum lengkap dan belum memenuhi syarat. Dari uraian tersebut, ada beberapa rekomendasi atau solusi yang diberikan terkait hasil pengamatan, yaitu : 1. Perlu adanya peningkatan kesadaran untuk mencuci tangan sebelum dan setelah bekerja. 2. Perlu adanya ketegasan untuk membatasi bercakap-cakap saat sedang bekerja. Terutamapada saat kontak langsung dengan makanan, memegang alat yang tajam, pecah belahatau pun panas dan berat,serta saat sedang mengoperasikan peralatan elektronik. 3. Penggunaan sandal yang licin tidak diperkenankan karena dapat mengakibatkan kecelakaan saat bekerja (terjatuh). Adanya kebijakan dari pihak rumah sakit bahwa APD yang digunakan seperti sepatu bot pada petugas pengolahan. 4. Perlu adanya pelatihan untuk semua petugas dalam menggunakan alat pemadam kebakaran. 5. Perlu adanya ketertiban dalam menggunakan APD secara lengkap.

39

7. Alat Pelindung Diri (APD) Dasar hukum dari alat pelindung diri (APD) adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Bab IX Pasal 13 tentang Kewajiban Bila Memasuki Tempat kerja yang berbunyi:“Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.”. Menurut Muhammad Sabir (2009), alat pelindung diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan

untuk

menjaga

keselamatan

pekerja

itu sendiri dan orang di

sekelilingnya. Pada umumnya alat-alat tersebut terdiri dari: 1.

Safety Helmet, berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.

2.

Tali Keselamatan (Safety Belt), berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil, pesawat, alat berat, dan lain-lain)

3.

Sepatu Karet (Sepatu Boot), berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur.

4.

Sepatu Pelindung (Safety Shoes), berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dan sebagainya.

5.

Sarung

Tangan,

berfungsi

sebagai

alat

pelindung

tangan

pada

saat

bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. 6.

Tali Pengaman (SafetyHarness), berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian.

7.

Penutup Telinga (Ear Plug/ Ear Muff), berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

8.

Kacamata Pengaman (Safety Glasses), berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misal mengelas).

9.

Masker (Respirator), berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara yang buruk (misal berdebu, beracun, berasap, dan sebagainya).

10. Pelindung Wajah (Face Shield), berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda). 11. Jas Hujan (Rain Coat), berfungsi melindungi diri dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada saat hujan atau sedang mencuci alat).

40

Tabel 4. Alat pelindung diri tenaga pengolah Shift Pagi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Alat pelindung diri Alas Sarung Celemek kaki tangan 1 1 1 1 3 3 2 2 1 1 1

Kelompok tenaga

Jumlah tenaga

Perisapan bubur Perisiapan nasi Makan biasa Makanan diet Makanan kecil Makanan cair & buah Sayur Gudang 1 Gudang 2 (bumbu) Petugas PP Total Persentase (%)

1 1 3 2 1

Penutup kepala 1 1 3 2 1

1

1

1

1

-

-

1 1

1 -

1 -

1 1

-

-

1

Jilbab

1

1

-

-

1 13

1 9 69,23%

1 12 92,3%

1 13 100%

1 7,69%

6 46,15%

Masker 1 1 1 2 1

Tabel 5. Alat pelindung diri tenaga pengolah Shift Sore No

1

Kelompok tenaga Tenaga pemasak sore (gabungan) Total Persentase (%)

Jumlah tenaga 5 orang 5

Penutup kepala

Alat pelindung diri Alas Sarung Celemek kaki tangan

Masker

5 (2 berjilbab)

5

5

-

3

3 60%

5 100%

5 100%

0 0%

3 60%

Alat Pelindung Diri (APD) dalam manajemen penyelenggaraan makan merupakan alat pelindung yang wajib digunakan oleh setiap tenaga pengolah di dapur produksi. Selain sebagai alat pelindung diri, penggunaan alat ini juga melindungi dari bahaya yang ada di sekitar (melindungi tubuh dari panas), serta sebagai salah satu cara untuk melindungi konsumen dari bahaya cemaran fisik, kimia, maupun biologi yang mungkin terjadi saat proses pengolahan berlangsung. Alat Pelindung Diri yang dipakai oleh tenaga pengolah yang ada di Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro meliputi penutup kepala, celemek, alas kaki, sarung tangan plastik, dan masker. Dari data evaluasi APD tersebut, hampir seluruh petugas shift pagi menggunakan perlengkapan APD dengan baik seperti, penutup kepala, celemek, dan alas kaki.Namun, masih ada beberapa petugas yang menggunakan penutup kepala dengan rambut yang masih keluar.Sedangkan sarung tangan dan masker masih jarangdigunakan pada saat mengolah makanan.Hanya beberapa tenaga pemasak saja yang menggunakannya. Penggunaan alas kaki, seperti sandal jepit

41

yang licin masih banyak digunakan oleh tenaga pemasak. Satu orang petugas gudang yang bertugas dalam penyimpanan bahan makanan kering hanya menggunakan seragam kerja dan alas kaki. Saat mengolah makanan, tenaga pemasak tidak menggunakan celemek, penutup kepala, masker maupun sarung tangan. Tenaga persiapan bumbu merupakan tenaga yang bertugas mempersiapkan semua jenis bumbu untuk semua jenis masakan yang akan dimasak. Saat bekerja, tenaga persiapan bumbu tidak menggunakan penutup kepala karena sudah mengenakan jilbab serta mengenakan celemek dan alas kaki. Penggunaan masker dan sarung tangan tidak dilakukan saat mempersiapkan bumbu. Tenaga yang bertugas pada shift sore terdiri dari lima orang tenaga pemasakyang merupakan tenaga gabungan. Tenaga gabungan ini meneruskan pengolahan bahan makanan yang telah disiapkan oleh shift sebelumnya (shift pagi) menjadi makanan yang siap didistribusikan ke pasien pada sore hari. Kelima tenaga merangkap semua pekerjaan, sehingga tidak ada pembagian tugas pada shift sore tersebut. Lima tenaga pemasak ini telah menggunakan APD (celemek, penutup kepala, dan alas kaki) dengan baik. Hanya saja, alas kaki yang digunakan merupakan sandal jepit yang licin sehingga dapat menyebabkan kecelakaan pada saat pengolahan. Penggunaan sarung tangan tidak dilakukan saat mengolah dan hanya tiga orang saja yang menggunakan masker.Hal tersebut dikarenakan masih kurangnya kesadaran diri dalam menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yang sesuai dengan standar.

B. Perhitungan Biaya Makan (Food Cost) Biayamakan adalah harga rata-rata makanan sehari pada periode tertentu berdasarkan standar makanan yang direncanakan dan menurut jenis konsumen. Biaya yang

dikeluarkan untuk menghasilkan produk/jasa. Terdiri dari actual unit cost dan

normative unitcost. Actual unit costadalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan makanan dengan cara menjumlah semua penggunaan bahan makanan per kelas perawatan dibagi jumlah konsumen sesuai kelas perawatan dalam periode satu bulan.Normative unit cost adalah seluruh nilai biaya yang melekat pada suatu unit produksi untuk menghasilkan produk dalam kurun waktu 1 tahun tertentu yang diperoleh dari biaya satuan tetap ditambah biaya satuan variable. Biaya ini diperoleh dengan cara biaya tetap dalam waktu setahun dibagi kapasitas setahun ditambah variabel cost yang sudah dibagi dengan jumlah produk setahun. Tujuan perhitungan biaya makanan adalah agar tersedianya standar harga makanan pasien berdasarkan kelas perawatan per waktu makan per porsi, sehingga akan mempermudah pengawasan bila terjadi perubahan atau penggantian macam 42

hidangan. Harga makanan dapat berupa harga setiap masakan/hidangan atau harga porsi makan berdasarkan waktu makan atau harga porsi makanan sehari. Fungsi harga makanan, yaitu: 1. Sebagai alat kontrol biaya 2. Sebagai bahan evaluasi 3. Untuk menetapkan tarif makanan 4. Masukan sebagai sumber pendapatan (revenue) Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya makan, antara lain: 1. Peraturan pemberian makanan 2. Standar gizi dan standar makanan 3. Standar waste (berat kotor) 4. Standar porsi (berat bersih) 5. Standar resep 6. Harga kontrak bahan makanan Syarat dalam penyusunan harga makanan, yaitu: 1. Menu dan pedoman menu 2. Rincian pemakaian bahan makanan 3. Harga kontrak 4. Menghitung harga makanan per menu (berat kotor x harga kontrak) 5. Menghitung harga rata-rata makanan per waktu makan per porsi Cara menghitung food cost: 1. Mencermati standar makanan rumah sakit. 2. Mempelajari menu berdasarkan waktu makan, standar resep, standar porsi, dan standar bumbu. 3. Pembuatan daftar bahan makanan dengan harga per jenis bahan makanan. 4. Penjumlahan harga bahan makanan per satuan waktu makan. 5. Penjumlahan harga untuk menentukan total harga makanan untuk satu hari. Cara menghitung unit cost: 1. Melihat data food cost per jenis kelas perawatan per bulan. 2. Melihat data jumlah semi-variabel cost dan fixed cost 3. Jika data tidak tersedia semua, maka dapat menggunakan pendekatan asumsi untuk variabel cost sebesar 60%, serta fixed cost dan semi-varibel cost sebesar 40%.

43

Fixed cost merupakan biaya yang besarnya relatif tidak dipengaruhi oleh jumlah komoditi yang dihasilkan yang terdiri dari overheadcost. Pada jangka panjang, semua fixed cost menjadi variabel cost sehingga konsep fixed cost hanya dipakai untuk analisis jangka pendek. Variable cost merupakan biaya yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan output/jumlah makanan yang dihasilkan yang terdiri

dari biaya bahan

makanan. Oleh karena itu, variable cost akan berhubungan dengan jumlah pasien yang dirawat setiap hari.Semi-variable cost merupakan biaya yang besarnya tidak berubah meskipun jumlah makanan yang diproduksi meningkat yang terdiri dari biaya tenaga. Berdasarkan hasil perhitungan biaya makan dari 4 jenis diet, diketahui bahwa rata-rata food cost untuk menu makanan biasa-lunak kelas VIP-II sebesar Rp 21.700,/hari; menu diet rendah garam sebesar Rp 17.200,-/hari; menu makanan saring Rp 14.100,-/hari; serta menu diet diabetes mellitus sebesar Rp 19.200,-/hari. Perhitungan food cost didasari dari biaya bahan makanan dan bumbu dalam setiap porsi. Berdasarkan food cost, diketahui bahwa unit cost untuk menu makanan biasalunak kelas VIP-II sebesar Rp 36.200,-/hari; menu diet rendah garam sebesar Rp 28.700,-/hari; menu makanan saring Rp 23.500,-/hari; serta menu diet diabetes mellitus sebesar Rp 32.000,-/hari. Perhitungan unit cost didasari dari biaya makanan per hari dengan mempertimbangkan fixed costdan semi-variable cost. C. Pemanfaatan Sumber Daya Institusi (Revenue Centre) Semua unit di rumah sakit pada dasarnya adalah pusat biaya(cost center), namun ada yang menghasilkan dan ada yang tidak menghasilkan pendapatan.Pusat biaya (cost center) adalah unit atau tempat dimana biaya tersebut dipergunakan dalam proses produksi suatu barang atau jasa pelayanan (Depkes RI, 1997).Unit yang menghasilkan pendapatan disebut pusat biaya produksi (revenue center) dan yang tidak menghasilkan pendapatan disebut pusat biaya penunjang. 1. Pusat biaya produksi (Revenue Center) Unit

yang

menghasilkan

pendapatan

dan

bertanggung

jawab pada

pendapatan dari suatu jenis kegiatan/pelayanan yang langsung diberikan kepada pasien. Contoh pusat pendapatan di rumah sakit, antara lain: rawat jalan, rawat inap, laboratorium, tindakan medis dan radioterapi, bedah, kebidanan dan pelayanan rehabilitasi (Taharuddin, 2012). 2. Pusat biaya penunjang (Cost Consuming Center) Unit organisasi di mana input atau biaya diukur dengan moneter, tetapi output yang dihasilkan tidak diukur dengan ukuran moneter (Sudarmastuti, dkk., 2002).Cost Consuming Center dapat juga disebut sebagai unit yang tidak menghasilkan pendapatan atau unit yang keberadaanya menunjang unit produksi, 44

seperti bagian keuangan, bagian rumah tangga dan instalasi gizi (Taharuddin, 2012). Menurut Sudarmastuti, dkk. (2002),Revenue centermerupakan unit dalam organisasi di mana output yang dihasilkan diukur dalam ukuran moneter, tetapi output yang dihasilkan tidak ada kaitannya dengan input yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut, serta tidak mempunyai tanggung jawab terhadap profit. Ukuran kinerja unit organisasi ini membandingkan antara penerimaan/revenue yang ditargetkan dengan realisasinya. Setiap revenue center juga merupakan cost center karena terdapat biaya yang digunakan untuk menghasilkan output, meskipun ukuran utama untuk ini adalah revenue (Anthony & Govindarajan, 1998). Instalasi Gizi merupakan tempat untuk memberikan fasilitas pelayanan gizi sesuai dengan fungsinya, baik medis maupun non-medis. Instalasi gizi merupakan lembaga di rumah sakit yang berpotensi mengalami perkembangan dari unit penunjang klinik maupun unit yang lebih mandiri (Trisnatoro, 2000). Instalasi ini mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatanperencanaan, penyediaan, penyimpanan, dan pelayanan gizi,termasuk didalamnya adalah pengolahan, pendistribusian makanandan penyuluhan atau

konsultasi

gizi.

Instalasi

Gizi

merupakan

bagian

integral

dari

sistem

organisasirumah sakit yang berfungsi sebagai strategis bisnis unit, dengandemikian Instalasi Gizi dapat didorong untuk menjadi revenue centre.Untuk meningkatkan pendapatan dan mengembangkan instalasi gizi suatu rumah sakit menjadi profit center maka diperlukan strategi pertumbuhan usaha yang tepat. Strategi pertumbuhan usahaadalah

strategi

bersaing

yang

berusaha

mengembangkan/membesarkan

perusahaan sesuai dengan ukuran besaran yang disepakati untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan. Menurut

Yahya

(1993)

pengembangan

pengelolaan

Instalasi

Gizisangat

diperlukan mengingat bahwa pelayanan gizi dalam menyiapkan makanan,memegang peranan penting dalam fungsi pelayanan kesehatan rumah sakit danmempunyai dampak pemasaran yang menguntungkan karena berhubungan dengankepuasan pelanggan. Meskipun bertujuan mendapatkan keuntungan, namun revenue center ini sebenarnya adalah optimalisasi potensi sumber daya yang tersedia agar menghasilkan output yang lebih baik. Hal ini sehubungan dengan peran ahli gizi yang mempunyaitugas dan tanggung jawab dalam perencanaan, siklus menu, dan distribusi menusampai pada pasien, menjamin agar makanan tersebut sesuai dengan standar gizi dalam kaitannya dengan penyembuhan pasien. Penelitian DeLuco danCremer (1990) menghasilkan kesimpulan bahwa kualitas pelayanan makanan sangat penting bagi pasien dan berhubungan dengan kepuasan pasien maupunkeluarga pasien terhadap pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. 45

Instalasi gizi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro masih diperlakukan sebagai cost center karena hanya biaya yang dikeluarkan yang dihitung dalam satuan moneter, tetapi pendapatan yang dihasilkan oleh instalasi gizi belum dihitung/diinformasikan dalam satuan moneter. Hal ini dikarenakan biaya makan pasien masih tergabung dalam komponen biaya akomodasi yang terdiri dari biaya rawat inap dan biaya makan. Oleh karena itu, diperlukannya pengembangan instalasi gizi menjadi revenue center.

1) Identifikasi potensi yang dapat dioptimalkan a. Lokasi rumah sakit RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro adalah rumah sakit rujukan milik pemerintah yang terletak di daerah Tegalyoso, Klaten Selatan, Jawa Tengah. Berdasarkan lokasi keberadaannya, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro berada dalam posisi strategis karena dapat djangkau dengan mudah oleh warga Klaten dan DIY bagian timur laut. b. Sarana dan prasarana produksi (gudang, dapur, peralatan) Gudang, dapur, dan peralatan pengolahan yang dimiliki oleh instalasi gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro telah cukup memadai dalam penyelenggaraan makanan. Kondisi dapur yang cukup luas dapat dioptimalkan untuk pengolahan makanan dalam jumlah yang lebih besar lagi.Peralatan pengolahan yang cukup lengkap sangat potensial untuk digunakan dalam produksi makanan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Gudang yang dimiliki saat ini, yaitu gudang kering memiliki ukuran yang cukup luas untuk menampung barang-barang lebih banyak. Namun tidak ada ruangan khusus yang digunakan sebagai gudang basah. c. Tenaga pemasak dan pramusaji Kemampuan tenaga pemasak dalam memproduksi makanan sudah baik dan bervariasi sesuai siklus menu. Tenaga pemasak ini dapat lebih dioptimalkan dengan penambahan jumlah tenaga pemasak, didukung dengan pelatihan pengolahan menu dan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja). Setiap bangsal memiliki 2 tenaga pramusaji untuk setiap shift. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tenaga pramusaji mencukupi, sehingga dapat dioptimalkan dalam pengembangan revenue centre terutama yang mengarah pada pelayanan pasien rawat inap. d. Ahli gizi Ahli gizi yang dimiliki sebanyak delapan orang, dapat dioptimalkan dalam upaya pengembangan revenue centre. Ahli gizi dapat menghasilkan ide-ide bisnis berdasarkan peluang yang ada di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro.

46

e. Dana dan dukungan rumah sakit Kondisi financial yang ada saat ini dapat digunakan sebagai modal pengembangan revenue centre. Dukungan dewan direksi rumah sakit sangat diperlukan sebagai dukungan dalam upaya instalasi gizi menjadi revenue centre

2) Penentuan strategi pertumbuhan usaha yang sesuai Strategi pertumbuhan usaha merupakan strategi bersaing yang berusaha mengembangkan usaha sesuai dengan ukuran/besaran yang disepakati untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan. Penentuan strategi pertumbuhan usaha disesuaikan dengan kesiapan sumber daya (kondisi internal) serta dukungan dewan direksi rumah sakit (kondisi eksternal). Berdasarkan hasil analisis, strategi pertumbuhan usaha yang sesuai dalam upaya pengembangan instalasi gizi RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro menjadi revenue center adalah strategi konsentrasi dan strategi intergrasi horizontal. Hal ini dikarenakan pengembangan revenue centermerupakan suatu hal baru yang sebelumnya belum pernah dilaksanakan.

3) Mengidentifikasi peluang bisnis yang potensial a. Jumlah pasien rawat inap yang cukup tinggi. Dari data jumlah pasien yang tinggi setiap harinya (>170 org/hari, bahkan mencapai >250 org/hari) dapat diasumsikan bahwa jumlah penunggu/keluarga pasien juga tinggi. Hal ini dikarenakan pasien rawat inap biasanya ditemani oleh 1 orang penunggu. Kebutuhan makan dan minum penunggu merupakan salah satu peluang bisnis yang dapay dikembangkan oleh instalasi gizi menjadi pelayanan baru. Hal ini didukung oleh adanya kantin yang hanya berjumlah 1, 1 toko roti, dan 1 gerai minuman-makanan kecil yang selalu dipenuhi oleh keluarga pengunjung dan mahasiswa yang sedang praktek di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. b. Jumlah pasien rawat jalan yang tinggi. Terdapat berbagai jenis poliklinik yang setiap hari dikunjungi oleh pasien rawat jalan, termasuk poliklinik penyakit dalam yang sangat berpotensi sebagai peluang bisnis. Pasien rawat jalan banyak yang membutuhkan penatalaksanaan diet yang sesuai dengan penyakit dan kebutuhan mereka masing-masing. Oleh karena itu, diperlukannya diet untuk pasien rawat jalan untuk mendukung proses penyembuhannya.

47

4) Pengembangan ide bisnis dan analisis SWOT No 1.

2.

Usulan Kegiatan Katering diet

Deskripsi Kegiatan  Jasa katering makanan sehat dan enak untuk semua jenis diet untuk pasien rawat jalan, serta pasien rawat inap yang sudah pulang dan disarankan melanjutkan dietnya dengan delivery makanan ke pasien.  Menu makanan dan nilai gizi disesuaikan dengan jenis penyakit dan kebutuhan pasien, serta dalam pengawasan ahli gizi.  Memberikan paket konsultasi gratis jika memanfaatkan jasa katering diet minimal 1 bulan.  Katering diet dapat dimulai dengan menyediakan diet Diabetes Mellitus (DM), Hipertensi, Jantung, Hati, Obesitas (penurunan BB), dan Kurus (peningkatan BB). Katering  Katering yang melayani semua penunggu pasien penunggu pasien VIP-kelas III, dan mahasiswa serta mahasiswa praktek (Coass, praktek Residen, mahasiswa calon ahli gizi dan perawat, dll.).  Makanan tersedia dalam beberapa paket sesuai harga yang diinginkan penunggu pasien dan mahasiswa praktek, serta adanya potongan harga untuk paket berlangganan.  Pesanan makanan diantar oleh

Sasaran Analisis SWOT S : - Tenaga pemasak sudah terbiasa memasak masakan  Masyarakat umum diet.  Masyarakat yang - Ahli gizi dapat membantu memberikan kontrol asupan memerlukan diet di gizi dari makanan yang diberikan. rumah atau pasien W : - Tenaga pemasak dan delivery masih kurang. rawat jalan O : - Masih sedikitnya jumlah penyedia jasa katering diet di Klaten. - Meningkatnya angka penyakit degeneratif sehingga banyak masyarakat umum yang membutuhkan jasa katering diet. T : - Kebutuhan tenaga pemasak dan deliverymeningkat. - Perlunya bagian khusus yang bertanggung jawab terhadap katering diet. - Peningkatan anggaran belanja bahan makanan. - Pasien rawat jalan kurang tertarik terhadap katering diet karena menyamakan dengan kualitas makanan diet di RS yang dianggap kurang memuaskan, serta anggapan biaya yang kurang ekonomis.

 Penunggu pasien  Mahasiswa praktek

S : - Tenaga pemasak yang sudah biasa memasak masakan diet dan non-diet. - Tenaga pramusaji yang ada di setiap bangsal. W : - Jumlah tenaga pemasak dan pramusaji masih kurang. - Kualitas masakan yang diberikan masih belum stabil (terutama dari segi rasa), padahal penunggu dan mahasiswa memiliki standar kualitas makanan yang lebih tinggi dari pasien yang sakit. O : - Jumlah penunggu pasien dan mahasiswa praktek yang tinggi. - Terbatasnya penyedia makanan/kantin di lingkungan rumah sakit. 48

pramusaji ke kamar pasien bersamaan dengan waktu pemberian makan pasien.  Katering makan mahasiswa praktek disediakan Instalasi gizi, namun dapat diambil sendiri oleh mahasiswa pada jam makan. 3.

Optimalisasi jasa konseling gizi

 Melayani pasien rawat jalan yang  Pasien rawat jalan membutuhkan konseling gizi.  Memberikan surat kontrol gizi kepada pasien untuk konsultasi selanjutnya.

T : - Kebutuhan tenaga pemasak dan pramusaji yang meningkat. - Penunggu pasien lebih memilih membawa makan sendiri atau membeli makan di tempat yang jauh dari rumah sakit dengan harga yang lebih ekonomis. - Perlunya bagian khusus yang bertanggung jawab terhadap katering diet - Peningkatan anggaran belanja bahan makanan. S : - Jumlah poliklinik yang banyak di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. - Pasien dari poliklinik penyakit dalam melakukan konsultasi gizi dengan anjuran dokter. - Ahli gizi yang kompeten dalam melakukan konseling gizi. W : - Kesadaran pasien untuk melakukan konseling gizi masih kurang. - Pasien yang dikonseling selama ini masih terbatas pada rekomendasi dokter, padahal tidak semua dokter merekomendasikan pasiennya untuk konseling gizi. O : - Meningkatnya angka penyakit degeneratif sehingga banyak masyarakat umum yang membutuhkan jasa konseling gizi. - Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengatur makan. T : - Masih ada beberapa dokter yang menyarankan diet kepada pasien tanpa adanya diskusi dengan ahli gizi.

49

5) Rencana strategis bisnis Setelah melalui analisis SWOT, ide bisnis dapat diterapkan dalam rencana strategis bisnis yang meliputi: a. Pembuatan profil bisnis. b. Perencanaan pemanfaatan sumber daya (manusia, finansial, dll.). c. Perencanaan produksi. d. Perencanaan anggaran belanja. e. Perencanaan promosi dan pemasaran produk. f. Perencanaan monitoring dan evaluasi, serta quality control. g. Pemantauan perkembangan sumber daya finansial dan manusia.

D. Perhitungan Kebutuhan Gizi Pasien Perhitungan kebutuhan gizi pasien di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro mengacu pada penuntun diet yang telah dikeluarkan oleh instalasi gizi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Asosiasi Dietisien Indonesia (ASDI) untuk menu diet khusus dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia yang telah dimodifikasi untuk menu biasa. Komposisi zat gizi secara umum terdiri atas 60–65% karbohidrat, 10–15% protein, 20–30% lemak. Berdasarkan standar yang digunakan, jenis menu yang disediakan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro terdiri dari : 1. Berdasarkan bentuk: makanan biasa, lunak, saring, dan cair (enteral). 2. Berdasarkan jenis zat gizi: Diet TKTP, Diet Rendah Garam, Diet Rendah Lemak, Diet Diabetes Melitus (1500 kkal, 1700 kkal, 1900 kkal, 2100 kkal), Diet Hati (I, II, III), Diet Jantung (II,III,IV), Diet Lambung (I, II, III), Diet Rendah Protein (30 gr dan 40 gr), dan Diet Hyperemesis (I dan II).

50

Tabel 6. Standar Nilai Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro No. 1.

2.

Macam Makanan Makanan Biasa Dewasa Makanan Lunak Dewasa

3. Makanan Saring 4. Makanan Biasa Anak 5. Makanan Lunak Anak 6. Makanan Cair/Enteral 7.

Makanan Diet Dewasa

8. Makanan Diet Anak

Kelas Rawat VIP I II III VIP I II III VIP I II III VIP I II III VIP I II III VIP I II III VIP I II III VIP I II III

Macam Menu

Menu Standar

Energi (Kal) 2602,2 2534,2 2534,2 2333,4 2333,7 2265,7 2265,7 2145,2 1747 1747 1747 1747

Nilai Gizi Protein Lemak (gr) (gr) 89,06 80,68 79,21 79,08 79,21 79,08 76,14 78,33 81,73 71,68 71,88 70,08 71,88 70,08 68,81 76,8 61,8 48,1 61,8 48,1 61,8 48,1 61,8 48,1

Karbohidrat (gr) 379,96 376,96 376,96 333,11 341,41 338,41 338,41 294,56 266,95 266,95 266,95 266,95

Formula RS/Formulasi Siap pakai (Pabrikasi)

Sesuai kebutuhan gizi

Menu Standar

Sesuai kebutuhan gizi

Standar nilai gizi tersebut selanjutnya diimplentasikan dalam standar jumlah bahan makanan dalam sehari (daftar bahan makanan yang diberikan sehari untuk masing-masing kelas dapat dilihat di lampiran PPM).

51

Tabel 7. Hasil analisis nilai gizi makanan per hari pasien RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro No.

Macam Makanan

1.

Makanan Biasa Dewasa

2.

Makanan Lunak

3.

Makanan Saring Makanan Cair (biasa) Makanan Cair (penuh) TKTP (+Peptisol 1 porsi) TKTP (+Peptisol 2 porsi) Diet RG Diet RL Diet DM (1500 kkal) Diet DM (1700 kkal) (+Diabetasol 1 porsi) Diet DM (1900 kkal) (+Diabetasol 1 porsi) Diet DM (2100 kkal) (+Diabetasol 2 porsi) Diet Lambung I Diet Lambung II Diet Lambung III Diet RP 30 gram (+Nephrisol 1 porsi) Diet RP 40 gram (+Nephrisol 1 porsi) Diet Hati I (+Hepatosol 2 porsi) Diet Hati II (+Hepatosol 1 porsi) Diet Hati III Diet Hiperemesis I Diet Hiperemesis II Diet Jantung II Diet Jantung III Diet Jantung IV

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

12.

13.

14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.

Kelas VIP I – II III VIP I – II III Semua Semua Semua Semua Semua

Energi (kkal) 2418,75 2343,75 2581,25 2187,5 2062,5 1731,25 1400 1275

Nilai Gizi Protein Lemak (gr) (gr) 73,75 55,5 66,75 50,5 61 48,25 69,5 45,5 62,5 40,5 52,75 35,25 47,5 34,5 26 33

KH (gr) 392,75 392,75 337,5 478,5 466,5 406,5 218,5 217

1650

40,5

58

209

2868,75

94,75

75,5

438,75

90,5

448,75

3093,75

Semua Semua Semua

2537,5 2462,5 1550

68 69 50

49 39 41

445 450 237

Semua

1800

59

44

284

Semua

1887,5

64

44

304

Semua

1887,5

64

44

304

Semua Semua Semua Semua

1950 2150 2237,5 1000

59 68 70 26

56 69 69 40

296 307 327 127

Semua

1425

34,5

40

220,5

Semua

1775

33

43

299

Semua

1900

48

33

343

Semua Semua Semua Semua Semua Semua

2150 1000 1512,5 937,5 1525 1900

59 8 48,5 32 52 62

38 26 30 36 54

385 236 265,5 124 238 280

52

Evaluasi : Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapatperbedaan nilai zat gizi perhari antara standar nilai gizi dibandingkan dengan standar bahan makanan/PPM. Pada jenis makanan diet biasa, lunak, dan saring kandungan nilai gizi bahan makanan yang diberikan sesuai PPM masih kurang dari standar nilai gizi yang tercantum. Sedangkan untuk diet cair dan cair penuh belum ada standar nilai gizi sehingga tidak dapat dibandingkan apakah bahan makanan sesuai PPM sudah memenuhi standar rumah sakit atau belum.Jika standar diet rumah sakit dibandingkan dengan porsi riil yang diberikan kepada pasien sangat kurang. Seharusnya ada perbaikan ulang standar diet kembali agar apa yang diberikan kepada pasien dapat sesuai dengan standar diet yang telah dibuat. Kelebihan adanya standar diet adalah sebagai acuan untuk memberikan diet sesuai kebutuhan dan kondisi pasien di rumah sakit berdasarkan jenis penyakitnya. Sedangkan kelemahan standar diet yang telah dibuat adalah tidak adanya standar diet khusus untuk pasien anak dan juga geriatri karena pasien anak dan geriatri merupakan kelompok pasien yang berisiko sehingga perlu dibuat standar diet khusus.Kelemahan standar diet yang lain adalah belum adanya standar formula yang pasti untuk diet sonde dengan diet khusus (DM, DH, DJ, DL, dll.) yang dibuat secara swakelola (tidak menggunakan formula komersial). Jika memungkinkan, perlu dibuat standar untuk diet sonde karena bila dibandingkan dengan pembuatan sonde dengan bahan-bahan segar, biaya yang dikeluarkan dapat lebih rendah jika dibandingkan dengan formula komersial.

E. Perencanaan Anggaran Belanja Penyusunan rencanan anggaran belanja di instalasi gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dilakukan per tahun yang dibuat 3 bulan sebelum tahun anggaran baru dimulai. Rencana anggaran belanja instalasi gizi merupakan bagian dari rencana anggaran belanja RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Pertimbangan yang digunakan saat penyusunan rencana anggaran belanja tersebut, yaitu: 1.

Jumlah konsumen Jumlah konsumen terdiri dari pasien, tenaga medis, dan karyawan.

2.

Kebutuhan gizi konsumen Kebutuhan gizi konsumen menentukan bahan makanan yang dibutuhkan. Kebutuhan gizi konsumen yang semakin besar akan menambah jumlah bahan makanan serta biaya yang dibutuhkan. apa saja yang akan dibutuhkan.

3.

Kebijakan anggaran institusi Instalasi gizi menyusun anggaran berdasarkan anggaran yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit dalam DIPA (Daftar Isian Perencanaan 53

Anggaran).

Bagian

penyusun

anggaran

instalasi

gizi

bertugas

membuat

perencanaan anggaran secara bulanan dan tahunanberdasarkan informasi jumlah anggaran yang diberikan oleh rumah sakit dan dana yang telah dikeluarkan pada bulan atau tahun anggaran sebelumnya. 4.

Siklus menu Instalasi gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro menggunakan siklus menu 10 hari ditambah menu tanggal 31, dengan pertimbangan untuk menghindari menu yang berulang terlalu cepat, menghindari rasa bosan pasien terhadap menu yang disajikan dan rata-rata waktu inap pasien di rumah sakit. Jenis dan frekuensi dari masing-masing bahan makanan yang digunakan akan diketahui dalam penyusunan menu. Jenis dan frekuensi bahan makanan dapat berpengaruh pada besar kecilnya anggaran yang diperlukan.

5.

Keterlibatan tim perencanaan anggaran rumah sakit Tim perencanaan anggaran rumah sakit bertugas mengaudit perencanaan yang telah disusun oleh pihak instalasi gizi yang berdasarkan pada dana anggaran yang dibutuhkan rumah sakit.

6. Karakteristik konsumen Konsumen di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro terdiri dari pasien, tenaga medis (dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, dll.), dan karyawan. Karakteristik konsumen meliputi jenis kelamin, usia, tingkat ekonomi, asal daerah, dan jenis penyakit. Karakteristik konsumen tersebut akan mempengaruhi jenis menu yang disusun, bahan makanan yang dibutuhkan, variasi menu, serta anggaran yang dibutuhkan. 7.

Stok bahan makanan di gudang Bahan makanan di gudang harus diperiksa dengan teliti oleh penyusun anggaran sehingga tidak terjadi penimbunan atau kekurangan bahan makanan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun anggaran antara lain : 1.

Ketersediaan bahan makanan di pasar Bahan makanan yang dibutuhkan sebaiknya diperolehdi sekitar lokasi rumah sakit. Biaya yang dibutuhkan akan semakin besar apabila jauh dari lingkungan rumah sakit karena memerlukan jasa angkut barang yang lebih besar pula.

2.

Sistem pengadaan bahan makanan yang digunakan Anggaran dapat diminimalisir apabila pihak instalasi gizi membeli langsung bahan yang dibutuhkan ke pasar. Namun, lebih efisien jika menggunakan rekanan.Penggunaan jasa rekanan akan mempengaruhi harga bahan makanan yang dibeli serta anggaran yang disusun.

54

F.

Sistem Pemesanan dan Pembelian 1. Sistem Pemesanan Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan (order) bahan makanan berdasarkan menu atau pedoman menu serta rata-rata konsumen atau pasien yang dilayani dengan tujuan tersedianya daftar pemesanan bahan makanan sesuai standar atau spesifikasi yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kelebihan jumlah produksi dan kesalahan pemberian diet kepada pasien (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2003). Pemesanan dan pembelian bahan makanan merupakan salah satu kewajiban pengelola penyelenggaraan makanan. Bahan makanan yang dimaksud adalah bahan makanan mentah yang merupakan awal dari proses mendapatkan makanan jadi. Bahan makanan harus memiliki kualitas yang baik dan tidak tercemar. Menurut Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penyediaan makanan dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi (Depkes RI, 2003), prasyarat pemesanan dan pembelian bahan makanan, yaitu: 1. Adanya kebijakan institusi tentang pengadaan bahan makanan 2. Adanya surat perjanjian dengan bagian logistik rekanan 3. Adanya spesifikasi bahan makanan 4. Adanya daftar pesanan bahan makanan 5. Tersedianya dana Kegiatanpenyelenggaraanmakanan

di

RSUP

Dr.

Soeradji

Tirtonegoro

dilaksanakan dalam beberapa sistem, yaitu sistem rekanan, lelang/LPSE, penunjukkan langsung dan pembelian langsung ke pasar. Secara garis besar, pemesanan makanan/bahan makanan di Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dibedakan menjadi 2, yaitu pemesanan bahan makan untuk menu diet dan untuk menu non-diet. Petugas yang ditugaskan pada pengadaan bahan makanan di perusahaan hendaknya bersikap jujur dan membeli bahan makanan sesusai dengan kebutuhan menu yang telah direncanakan, sehingga anggaran yang diperuntukkan dalam pengadaan bahan makanan betul-betul terpenuhi. Bahan makanan basah seperti buah, sayuran, daging dll di pesan setiap hari. Pada pemesanan bahan makanan kering di lakukan setiap 1 bulan sekali karena bahan makanan kering dapat bertahan cukup lama. Menu makanan yang disajikan untuk orang sakit biasanya sudah ditentukan atau disebut menu baku, pada penyelenggaraan makanan institusi menu dapat disusun untuk jangka waktu yang lama, misalnya siklus menu 5 hari, 7 hari atau 10 hari. Untuk menghitung jenis dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan setiap hari dapat

55

digunakan menu baku, standar porsi, resep baku, bumbu baku dan harga makanan per porsi. a. Pemesanan bahan makanan untuk menu diet Kegiatan pemesanan bahan makanan untuk menu diet dilakukan oleh pihak instalasi gizi dengan memesan secara langsung bahan makanan yang dibutuhkan melalui rekanan (swakelola). Rekanan tersebut adalah para pedagang yang berada di sekitar wilayah Klaten. Sistemrekanan yang digunakanadalahsistem lelang atau sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), penunjukkan langsung, serta pembelian langsung ke pasar. Pelaksanaan system lelang/LPSE digunakan pada pemesanan bahan kering dan bahan segar/basah. Penunjukkan langsung dilakukan untuk pemesanan buah dan snack, sedangkan pembelian langsung ke pasar dilakukan untuk membeli bahan bumbu-bumbu dan bahan makanan dengan jumlah kecil. Bahan makanan yang dipesan terdiri dari 2 bahan yaitu bahan makanan basah dan kering. Bahan makanan basah dipesan setiap hari dan diusahakan tidak mengalami kelebihan dalam pemesanan sehingga bahan makanan basah dapat habis digunakan saat itu juga. Apabila ada kelebihan, maka akan disimpan dalam freezer box. Bahan makanan tersebut disimpan tidak boleh lebih dari 3 hari. Bahan makanan yang disimpan tersebut harus digunakan terlebih dahulu untuk siklus menu selanjutnya, menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Apabila dalam kenyataannya terdapat bahan makanan basah yang berlebih dan kemudian disimpan dalam freezer box, maka untuk pemesanan bahan makanan basah selanjutnya harus menyesuaikan dengan persediaan bahan makanan basah yang masih tersimpan tersebut. Sedangkan untuk bahan makanan kering tidak dipesan setiap hari dan menyediakan simpanan di gudang. Langkah-langkah pemesanan makanan diet untuk pasien dimulai dari pemesanan diet menurut diagnosis/instruksi dokter berdasarkan jenis penyakit dan konsistensi makanan. Jenis makanan yang akan diberikan kepada pasien ditulis pada lembar permintaan diet. Sebelum dilakukan pemesanan ke instalasi gizi, dilakukan anamnesis (wawancara) untuk mengetahui makanan-makanan yang tidak dapat dikonsumsi oleh pasien. Setelah dilakukan anamnesis, perawat mencatat hasil pada kartu diet untuk instalasi gizi. Setelah itu, staf unit gizi atau ahli gizi menyesuaikan pemorsian makanan dengan pemesanan yang dilakukan. Pemesanan makanan melalui telepon (on call) tidak dianjurkan. Hal ini untuk menghindari kesalahan akibat tidak adanya bukti pemesanan secara tertulis. Instalasi gizi sebaiknya memiliki data tentang perubahan jenis diet minimal setengah jam sebelum memulai kegiatan pemorsian makanan. 56

1) Pemesanan bahan makanan segar Bahan makanan segar merupakan kelompok bahan makanan yang memiliki daya simpan singkat dan harus segera digunakan. Bahan makanan tersebut diantaranya daging ayam, daging sapi, ikan, sayur, dan buah. Petugas pemesanan merekap jenis diet seluruh pasien dari papan “Daftar Pemesanan Makanan Pasien” di pagi hari yang diperoleh dari pramusaji tiap ruangan

Petugas pemesanan menentukan menu sesuai siklus menu diet Petugas pemesanan menentukan jumlah kebutuhan bahan makanan pasien menggunakan standar porsi berdasarkan jumlah pasien dan jenis diet yang telah direkap Petugas pemesanan menentukan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan seluruh pasien dengan rumus : Jumlah bahan makanan per pasien x jumlah seluruh pasien + 10% jumlah keseluruhan (cadangan) Petugas pemesanan memasukkan data jumlah pemesanan bahan makanan ke dalam 2 formulir “Daftar Pemesanan Bahan Makanan”, yaitu formulir buah dan snack, serta formulir bahan makanan yang lain. Menyerahkan formulir pemesanan bahan makanan kepada pihak rekanan dan menyisakan 1 formulir pemesanan sebagai acuan check list saat penerimaan Gambar3. Alur pemesanan bahan makanan basah

Sistem pemesanan ini memungkinkan adanya bahan makanan yang tidak digunakan atau kurang karena adanya perubahan jumlah pasien di hari selanjutnya. Antisipasi yang dapat dilakukan, antara lain: a. Jumlah pesanan ditambahkan 10% dari jumlah bahan makanan yang dibutuhkan. b. Memeriksa kembali jenis diet dan jumlah pasien sebelum pengolahan dilakukan untuk melihat kesesuaian jumlah bahan yang dipesan dengan kebutuhan pada hari itu.

2) Pemesanan bahan makanan kering Bahan makanan kering adalah bahan makanan yang tahan lama dan dapat disimpan sebagai cadangan di gudang. Bahan makanan kering, meliputi beras, teh, susu, garam, dan bumbu-bumbu kering. 57

Bagian pemesanan menerima dan merekap laporan penggunaan bahan makanan kering dan gudang dalam buku pencatatan

Mengecek apakah ada cadangan bahan makanan yang sudah menipis sehingga perlu dipesan lagi

Menghitung jumlah bahan makanan kering yang perlu dipesan

Memasukkan data jumlah pemesanan bahan makanan ke dalam 2 formulir “Daftar Pemesanan Bahan Makanan”

Menyerahkan formulir pemesanan bahan makanan kepada pihak rekanan dan petugas penerimaan sebagai acuan check list saat penerimaan Gambar 4. Alur pemesanan bahan makanan kering

Bahan makanan kering tidak dipesan sewaktu-sewaktu, namun tergantung dari jumlah cadangan di gudang. Cadangan bahan makanan dikatakan menipis dan perlu dipesan lagi apabila jumlah yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan untuk 2 hari kedepan.

b. Pemesanan makanan menu non diet Menu makanan non diet di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dipesan melalui rekanan dan terkadang dibuat sendiri oleh tenaga pemasak. Biasanya makanan yang dipesan berupa makanan kecil untuk pasien non diet, dan karyawan dan tenaga medis RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro atau biasa disebut PDTT (Penambah Daya Tahan Tubuh). Pemesanan dilakukan dengan system penunjukkan langsung kepada rekanan yang telah dikenal atau rekanan yang telah ditunjuk. Pedoman yang digunakan dalam pemesanan dan penerimaan menu yang dipesan harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh ahli gizi. Setiap menu makanan yang dipesan, masing-masing memiliki spesifikasi sendiri yang sudah disepakati sebelumnya dan tercantum dalam stndar spesifikasi bahan makanan instalasi gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Dasar yang digunakan dalam penyusunan spesifikasi menu makanan adalah Pedoman Penyelenggaraan Makan Rumah Sakit dari Depkes tahun 1991. Selain spesifikasi bahan makanan, dibutuhkan pula standar resep, standar bumbu, dan 58

standar porsi yang khususnya diberikan kepada rekanan sebagai panduan dalam pengolahan menu yang sesuai dengan pesanan dari RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Spesifikasi bahan makanan harus benar-benar dipahami oleh rekanan dan bagian pemesanan sehingga bahan yang dipesan sesuai dengan standar yang dibutuhkan. Proses pemesanan makanan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonrgoro selama ini sudah baik. Hal ini dikarenakan pada saat dilakukan pemesanan, rekanan dan bagian pemesanan yang ada di RSUP Dr. Soertadji Tirtonegoro sudah paham benar dengan spesifikasi bahan yang diinginkan oleh rumah sakit tersebut, sehingga meminimalkan adanya bahan yang tidak dapat digunakan. Tetapi dalam proses pemesanan bahan makanan ini perlu adanya pengembangan dan inovasi sehingga proses pemesanan bisa berjalan lebih efisien. 2. Sistem Pembelian Pembelian bahan makanan adalah rangkaian kegiatan penyediaan macam, jumlah, spesifikasi, dan kualitas bahan makanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di rumah sakit yang bersangkutan. Pembelian bahan makanan merupakan prosedur penting untuk memperoleh bahan makanan yang terkait dengan produk yang benar, jumlah yang tepat, waktu yang tepat, dan harga yang benar.Untuk rumah sakit pemerintah, berlaku ketentuan pemerintah yang mengatur dan menetapkan

bahwa

pembelian

bahan

makanan

dilakukan

secara

kontrak

berdasarkan pelelangan. Prosedur/sistem pembelian yang sering dilakukan, antara lain: a. Pembelian langsung ke pasar (The Open Market of Buying) b. Pembelian dengan musyawarah (The Negotiated of Buying) c. Pembelian yang akan datang (Future Contract) d. Pembelian tanpa tanda tangan (Unsigned Contract/ Auction) - Firm At Open of Price (FAOP), dimana pembeli memesan bahan makanan pada saat dibutuhkan, harga disesuaikan pada saat transaksi berlangsung. - Subject Approval of Price (SAOP), dimana pembeli memesan bahan makanan pada saat dibutuhkan, harga sesuai dengan yang ditetapkan terdahulu. - Pembelian melalui tender/pelelangan (The Formal Competitive) Berdasarkan Keppres RI No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pelaksanaan pembelian bahan makanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :

59

1. Penawaran umum/terbuka (formal tender) untuk pembelian yang bernilai di atas Rp 100.000.000,2. Pemilihan langsung (selective tender) untuk pembelian yang bernilai antara Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp. 100.000.000,3. Penunjukan langsung atau pengadaan langsung untuk pembelian yang bernilai Rp. 5.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000,4. langsung untuk pembelian yang bernilai kurang dari Rp 5.000.000,Sistem

pengadaan

makanan/bahan

makanan

di

RSUP

Dr.

Soeradji

Tirtonegoro menggunakan system swakelola dengan beberapacara, yaitu sistem rekanan, lelang atau Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), penunjukkan langsung

dan

pembelian

langsung

ke

pasar.

Sistem

swakelola

dengan

menggunakan jasa rekanan digunakan untuk pengolahan menu diet, dan non-diet. Pengadaan bahan makanan untuk menu diet dengan system swakelola dilakukan dengan menggunakan jasa rekanan yang dipilih dengan sistem penunjukkan langsung, sedangkan untuk system lelang/LPSE digunakan untuk pengadaan beberapa bahan makanan. Sedangkan untuk pengadaan buah dan snack dilakukan dengan penunjukkan langsung pada rekanan yang telah dikenal. Pembelian langsung ke pasar dilakukan untuk membeli bahan bumbu-bumbu dan bahan makanan dengan jumlah yang sedikit. G. Sistem Penerimaan, Penyaluran, dan Penyimpanan Bahan Makanan 1.

Penerimaan bahan makanan Penerimaan bahan makanan merupakan proses kegiatan memeriksa, meneliti, mencatat, memutuskan, dan melaporkan waktu penerimaan, macam jumlah, serta spesifikasinya menurut permintaan/pesanan. Langkah penerimaan bahan makanan harus disesuaikan dengan sistem pembelian yang dilakukan, apakah melalui tender atau sistem pembelian lainnya (Depkes, 2007). Prinsip penerimaan bahan makanan adalah jumlah yang diterima harus sesuai dengan yang dipesan, mutu yang diterima harus dengan spesifikasi yang disepakati dalam perjanjian, dan harga bahan makanan yang tercantum dalam faktur pembelian harus sama dengan harga bahan makanan yang tercantum dalam perjanjian jual beli.Sejauh ini, instalasi gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro sudah menerapkan prinsip penerimaan bahan makanan seperti yang disebutkan di atas. Hal ini dibuktikan dengan ketika barang dating, kemudian dilihat kualitas dan kuantitas masing-masing bahan. Penimbangan dilakukan antara petugas rekanan dan petugas instalasi gizi. Apabila kualitas dan kuantitas yang diterima tidak sesuai dengan pesanan, maka petugas instalasi akan mengembalikan dan meminta 60

penggantian barang dari pihak rekanan. Namun pengecekan ini hanya berlaku untuk beberapa bahan seperti bahan makanan kering dan basah. Sedangkan untuk bahan makanan mentah seperti sayuran dan buah hanya dilakukan pengecekan kuantitas saja apakah sudah sesuai dengan pesanan atau tidak. Syarat penerimaan bahan makanan, antara lain: 1. Tersedianya rincian pesanan bahan makanan harian berupa jenis dan jumlah bahan makanan yang akan diterima 2. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan. Langkah-langkah penerimaan bahan makanan, antara lain: 1. Bahan makanan yang diperiksa sesuai dengan daftar pesanan (yang memuat satuan dan jumlah volume) dan spesifikasi bahan makanan. 2. Bahan makanan basah langsung didistribusikan ke bagian pengolahan, bahan makanan kering disimpan di gudang/penyimpanan kering. 3. Bahan makanan yang tidak langsung dipergunakan saat itu dilakukan penyimpanan di ruang pendingin (freezer/chiller). Proses dasar pada penerimaan menurut Depkes (2007) adalah : 1. Memeriksa kembali daftar pemesanan bahan makanan. 2. Memeriksa spesifikasi bahan makanan. 3. Memutuskan menerima atau menolak bahan makanan yang dating. 4. Memeriksa kembali daftar penerimaan bahan makanan. 5. Membuat laporan penerimaan bahan makanan. 6. Menyalurkan bahan makanan ke gudang.

Tugas dan tanggung jawab tim penerima bahan makanan menurut Moehyi (1992), sebagai berikut: a. Meneliti apakah bahan makanan yang diserahkan oleh pemasok sesuai dengan ketentuan-ketentuan (spesifikasi) sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja. b. Mencocokan jumlah dan jenis bahan makanan yang diserahkan oleh pemasok apakah sudah sesuai dengan pesanan yang tercantum dalam Daftar Pesanan Bahan Makanan. c. Mengambil keputusan menerima atau tidak menerima bahan makanan yang diserahkan oleh pemasok.

61

Bentuk atau cara menerima bahan makanan secara umum ada dua macam, yaitu : 1) Blind receiving atau cara buta Yaitu petugas penerimaan bahan makanan tidak menerima spesifikasi bahan makanan serta faktur pembelian dari penjualan/vendor. Petugas penerimaan langsung mengecek, menimbang, dan menghitung bahan makanan yang datang di ruang penerimaan kemudian mencatat di buku laporan atau formulir yang telah dilengkapi dengan jumlah, berat, dan spesifikasi lain jika diperlukan. Pihak vendor mengirim faktur pengiriman bahan makanan langsung ke bagian pembayaran dan bagian penerimaan mengirim lembar formulir bahan makanan yang diterima untuk dicocokkan oleh bagian pembelian/pembayaran. 2) Conventional atau konvensional Yaitu petugas penerimaan bahan makanan menerima faktur dan spesifikasi satuan dan jumlah bahan makanan yang dipesan. Jika jumlah dan mutu tidak sesuai, petugas penerima berhak mengembalikannya. Namun petugas penerima harus mencatat semua bahan makanan yang dilaporkan kepada bagian pembelian atau pembayaran. Dalam penerimaan bahan makanan, terdapat sarana dan prasarana yang digunakan yaitu disebut dengan receiving area. Receiving area adalah tempat yang secara spesifik digunakan untuk menerima dan mengontrol barang yang telah dipesan oleh bagian pembelian. Pemeriksaan tersebut meliputi berat, temperatur, kuantitas, ukuran, dan kualitas barang. Lantai daerah penerimaan barang harus memiliki permukaan yang rata untuk memudahkan pembersihan dan mencegah mikroorganisme untuk berkembang biak. Barang–barang yang masuk seharusnya tidak diletakkan dilantai, minimal barang-barang diletakkan 10 cm dari lantai. Petugas penerima barang harus menguasai penggunaan berbagai macam peralatan utama antara lain timbangan. Petugas penerimaan harus mengukur berat dari semua barang dan membandingkannya dengan berat yang tetera pada nota pembelian. Timbangan harus diperiksa ulang keakuratannya sekurang-kurangnya setiap 6 bulan sekali. Selain peralatan yang cukup, untuk penerimaan bahan makanan juga diperlukan ruangan atau jarak penerimaan. Idealnya, ruang penerimaan harus dekat dari pintu pengiriman bahan makanan, gudang penyimpanan, lemari es dan freezer untuk meminimalisir waktu dan usaha memindahkan ke dalam tempat penyimpanan (Depkes, 2007). Penerimaan bahan makanan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro menggunakan sistem konvensional (tidak langsung). Cara penerimaan konvensional yaitu petugas penerimaan menerima faktur dan spesifikasi, serta jumlah bahan makanan yang 62

dipesan. Jika jumlah dan mutu tidak sesuai dengan spesifikasi maka petugas penerimaan berhak mengembalikannya untuk ditukar ke supplier. Petugas penerimaan kemudian mencatat bahan makanan yang diterima dan dikembalikan. Setiap dilakukan penerimaan bahan makanan oleh supplier, petugas penerimaan membuat catatan yang berisi jumlah barang yang masuk kemudian dijumlahkan dengan sisa barang yang ada di gudang. Bahan makanan yang sudah diterima dan membutuhkan penyimpanan, kemudian segera dimasukkan dalam tempat penyimpanan sesuai dengan jenisnya masing-masing. Lokasi penerimaan dekat dengan tempat penyimpanan dan gudang sehingga memudahkan dalam penyimpanan. Keuntungan gudang yang letaknya dekat dengan proses penerimaan bahan, antara lain memudahkan dalam proses distribusi barang menuju tempat penyimpanan dan meminimalkan terjadinya kontaminasi akibat dari proses pemindahan ke tempat penyimpanan yang terlalu lama. Namun kelemahan gudang yang letaknya berdekatan dengan proses penerimaan adalah sering terjadinya keluar masuk barang menyebabkan gudang jarang ditutup sehingga mudah terkontaminasi baik dari suhu ruang maupun personal hygiene petugas yang keluar masuk gudang. Penerimaan bahan makanan dibedakan antara penerimaan bahan makanan basah dan kering. 1. Penerimaan Bahan Makanan Basah Penerimaan bahan makanan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, untuk bahan makanan basah dilakukan setiap hari di ruang penerimaan.Untuk makan pagi, biasanya bahan akan datang pada sore hari sebelumnya. Sedangkan untuk makan siang, bahan datang sekitar pukul 08.00.Bahan makanan disesuaikan sesuai kebutuhan pada hari tersebut. Tujuannya agar meminimalisir terjadinya penyimpanan bahan makanan basah. Bahan makanan yang datang kemudian ditimbang oleh petugas rekanan dengan didampingi petugas penerimaan instalasi gizi yang mencatat jumlah dan bahan makanan yang diterima.Setelah itu bahan makanan dicocokkan dengan daftar pesanan bahan makanan dari bagian perencanaan. Jika ada bahan makanan yang rusak atau tidak sesuai dengan spesifikasi, petugas penerimaan akan mengembalikan ke supplier dan meminta untuk mengirimkan kembali. 2. Penerimaan Bahan Makanan Kering Penerimaan bahan makanan kering dilakukan 10 hari sekali. Untuk sayur dan buah dilakukan setiap hari. Untuk bumbu dilakukan 2 hari sekali. Sedangkan telur setiap 5 hari sekali. Bahan makanan yang telah diterima dari supplier,

63

sebelumnya dicek dan dicocokkan dengan daftar pemesanan bahan makanan kering kemudian disimpan di gudang penyimpanan bahan makanan kering. 3. Fasilitas Fasilitas penerimaan bahan makanan yang ada di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro diantaranya adalah timbangan dacin, timbangan duduk, meja panjang, dan keranjang plastik. Tempat penerimaan bahan makanan berada di sebelah gudang bahan makanan kering dan kulkas.Keuntungan gudang yang letaknya dekat dengan proses penerimaan bahan antara lain memudahkan dalam proses distribusi barang menuju tempat penyimpanan dan meminimalkan terjadinya kontaminasi akibat dari proses pemindahan ke tempat penyimpanan yang terlalu lama. Sedangkan kelemahan gudang yang letaknya dekat dengan proses penerimaan adalah sering terjadinya keluar masuk barang menyebabkan gudang jarang ditutup sehingga mudah terkontaminasi baik dari suhu ruang maupun personal hygiene petugas yang keluar masuk gudang. 4. Sumber Daya Manusia Petugas penerimaan bahan makanan terdiri dari dua orang, yaitu dari penanggung jawab penerimaan bahan makanan dan supplier. Penanggung jawab penerimaan bertugas mencatat, mencocokkan bahan makanan dengan pemesanan, dan menyortir bahan makanan yang masuk. Sedangkan supplier bertugas membantu menimbang bahan makanan yang masuk. Pada saat penerimaan bahan makanan, personal hygiene dari petugas di instalasi gizi sudah cukup baik, petugas sudah memakai celemek dan alas kaki khusus untuk dapur, namun belum menggunakan sarung tangan dan masker. Pada saat penerimaan bahan makanan, supplier ikut membantu dalam proses penerimaan. Karena itu sebaiknya supplier lebih memperhatikan personal hygiene dengan menggunakan sarung tangan, celemek, dan masker.

2.

Penyaluran dan Penyimpanan Bahan Makanan Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat serta pelaporannya. Bahan makanan yang memenuhi syarat yang telah diterima harus segera dibawa ke ruangan penyimpanan, gudang atau ruangan pendingin. Apabila bahan makanan langsung akan digunakan, setelah ditimbang, dan diawasi oleh bagian penyimpanan bahan makanan dibawa ke ruangan persiapan bahan makanan (Moehyi, 1992). Sedangkan menurut West (1967), penyimpanan yang tepat dari makanan yaitu segera setelah bahan makanan diterima agar mencegah kerusakan kualitas dari bahan makanan tersebut. Prinsip dasar dalam penyimpanan bahan 64

makanan adalah tepat tempat, tepat waktu, tepat mutu, tepat jumlah, dan tepat nilai.Syarat penyimpanan bahan makanan adalah: a. Adanya sistem penyimpanan barang b. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan c. Tersedianya kartu stok atau buku catatan keluar masuknya bahan makanan Langkah-langkah penyimpanan bahan makanan, antara lain: a. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima, harus segera dibawa ke ruangan penyimpanan, gudang atau pendingin ruangan. b. Apabila bahan makanan langsung digunakan, setelah ditimbang dan diawasi oleh bagian penyimpanan bahan makanan setempat dibawa ke ruang persiapan bahan makanan. Untuk semua kelas rumah sakit diperlukan ruang penyimpanan untuk bahan makanan kering (gudang bahan makanan) dan ruang pendingin, serta ruang pembeku (freezer). Ada 4 prinsip penyimpanan bahan makanan sesuai dengan suhunya, yaitu : a. Penyimpanan sejuk (cooling) pada suhu 10ºC-15ºC seperti jenis minuman, buah, dan sayuran. b. Penyimpanan dingin (chilling) pada suhu 4ºC-10ºC seperti makanan berprotein yang segera akan diolah. c. Penyimpanan dingin sekali (freezing) pada suhu 0ºC-4ºC seperti bahan makanan yang mudah rusak untuk jangka waktu 24 jam. d. Penyimpanan beku (frozen) pada suhu
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF