laporan antiinflamasi
November 30, 2017 | Author: Rizal Ibeel | Category: N/A
Short Description
laporan...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI
Rizal Nur Fadillah (31112042) Farmasi 3A
PROGRAM STUDI FARMASI STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2014
A. Tujuan Mampu memahami dasar percobaan aktivitas antiinflamasi dan memperoleh petunjuk-petunjuk yang praktis. B. Dasar teori Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbulkan reaksi radang berupa: panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.(Syamsul munaf, 1994). Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2) dalam jumlah nanogram, menimbulkan eritem vasodilatasi dan peningkatan aliran darah secara lokal. Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan permaibilitas vaskular, tetapi efek vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG efek eksudas hitamin plasma dan bradikinin menjadi lebik jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik tetapi produk lain dari asam arakidonat yakni leukotrien B4 merupakan merupakan zat kemotaktik yang sangat paten. Obat mirip aspirin tidak menghambat sistemhipoksigenase yang menghasilkan leukotrien sehingga golongamn obat ini tidak menekan migrasi sel. Walaupun demikian dosis tinggi juga terlihat penghambatan migrasi sel tanpa mempengaruhi enzim liposigenase. Obat yang menghambat biosintesis PG maupun leukotrin tentu akan lebih paten menekan proses inflamasi. (Wilmana, F.P., 1995). Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteorid merupakan sustu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs).
Mekanisme kerja dari obat anti inflamasi ini telah disebutkan di atas bahwa efek terapi maupun efek samping obat-pbat ini sebagian besar tergantung dari penghambatan biosintesis PG. Mekanisme kerja yang berhubungan dengan sistem biosintesis PG ini mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG. Penelitian lanjutan telah membuktikan bahwa PG akan dilepaskan bilamana sel mengalami keruskan. Demam, suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan emam keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat mirip aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali penglepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin seperti interleukin-1 (IL-1) yang memacu penglepasan PG yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Selain itu PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus. Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. Tetapi demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demiian pula peningkatan suhu oleh sebab lain seperti latihan fisik. Secara skematis dibedakan 4 fase gejala-gejala inflamasi : 1.
Eritem : vasodilatasi pembuluh darah menyebabkan tertahannya darah oleh perubahan permeabilitas pembuluh sehingga plasma dapat keluar dari dinding pembuluh.
2.
Ekstravasasi : keluarnya plasma melalui dinding pembuluh darah dan menyebabkan udem.
3.
Suppurasi dan nekrosis : pembentukan nanah dan kematian jaringan yang disebabkan oleh penimbunan lekosit-lekosit di daerah inflasi.
4.
Degenerasi jaringan : tidak terdapat pembentukan sel-sel baru untuk pembentukan pembuluh darah dan makin bertambahnya serat-serat kolagen yang tidak berfungsi. Masing-masing tahap diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor
humoral seperti histamin, serotonin, bradikinin dan prostaglandin. Kebanyakan dari gejala tersebut di atas telah dijadikan sebagai dasar berbagai metode percobaan untuk mengevaluasi obat-obat antiinflamasi. Gejala eritem dapat diuji pada marmot yang disinari ultraviolet: pembentukan udem dapat dilakukan pada kaki tikus dengan penyuntikan seperti karegen, kaolin, serotonin, dekstran dll. Suntikan subkutan karagenan pada telapak kaki belakang tikus menyebabkan udem yang dapat diinhibisi oleh obat antiinflamasi yang diberikan sebelumnya. Volume udem diukur dengan alat plethysmometer dan dibandingkan terhadap udem yang tidak diberikan obat. Aktivitas obat antiinflamasi dinilai dari persentase proteksi yang diberikan terhadap pembentukan udem. C. Alat dan Bahan 1. Hewan percobaan : tikus putih 2. Bahan : karagenan 1% dalam air suling, suspensi indometasin 0,1%, suspensi asetosal 1,5% 3. Alat : plethysmometer, alat suntik 1 ml 4. Rute pemberian : intraperitonial D. Prosedur 1. Sebelum mulai percobaan, masing-masing tikus dikelompokkan dan ditimbang bobot badannya, kemudian diberi tanda pengenal 2. Berikan tanda batas pada kaki belakang kiri untuk setiap tikus dengan spidol, agar pemasukan kaki ke dalam air raksa setiap kali selalu sama. 3. Pada tahap pendahuluan volume kaki tikus diukur dan dinyatakan sebagai volume dasar. Pada setiap kali pengukuran volume, tinggi cairan raksa pada alat diperiksa dan dicatat sebelum dan sesudah pengukuran, usahakan jangan sampai ada air raksa yang tertumpah.
4. Penyuntikan dimulai untuk obat secara intraperitonial, kelompok kontrol diberi PGA 3%, kelompok pembanding diberi indometasin atau asetosal, kelompok dosis uji. 5. Pada menit ke-25 disuntikan larutan karagenan pada telapak kaki kiri tikus dan untuk semuanya diberikan volume 0,05 ml. 6. Satu jam kemudian volume kaki disuntikan karagenan diukur dan dicatat. Lakukan pengukuran setiap 1 jam selama selang waktu 3 jam. Cata perbedaan volume kaki untuk setiap jamnya. 7. Hasil pengamatan dimuat dalam tabel untuk setiap kelompok. Tabel harus memuat presentase kenaikan volume kaki setiap jam untuk masing-masing tikus. Perhitungan presentase kenaikan volume kaki dilakukan dengan membandingkan terhadap volume dasar sebelum penyuntikan. 8. Selanjutnya setiap kelompok dihitung persentase rata-rata dan bandingkan yang diperoleh kelompok yang diberi obat terhadap kelompok kontrol pada jam yang sama. 9. Perhitungan dilakukan untuk pengukuran setelah 1, 2 dan 3 jam setelah penyuntikan karagenan. 10. Rumus yang digunakan sebagai berikut :
E. Hasil Pengamatan A. Perhitungan 1. Pembuatan larutan PGA 3% sebanyak 100 mL × 100 mL = 3 gram Dosis 1 ml/200 g BB tikus 2. Natrium diklofenak 50 mg Bobot rata-rata = 240 mg Konversi Natrium Diklofenak 50 mg x 0,018 = 0,9 mg/ 200 g BB tikus =
x 240 mg
= 4,32 mg / 2 mL = 108 mg / 50 mL 3. Konversi dosis empiris ekstrak alang-alang Dosis empiris: 30 g x 0,018 = 0,542 g / 200 g BB tikus a. Dosis 1 (setengah dari dosis empiris): x 0,54 mL
= 0,27 mL/ 200 g BB tikus
b. Dosis 2 (dosis empiris): 0,54 mL/ 200 g BB tikus c. Dosis 3 (dua kali dosis empiris): 0,54 x 0,2 mL = 1,08 mL/ 200 g BB tikus 4. Pemberian larutan uji Dosis I :
x 1 mL
= 0,8ml
Dosis I :
x 1 mL
= 1,5 ml
Dosis I :
x 1 mL
= 3,08 ml
B. Tabel Hasil Pengamatan Volume Kaki (% Udema) 1. % Udema Setiap Kelompok Kelompok Uji Kontrol Negatif
Kontrol
Tikus Ke-
Volume Udem (%) 1 jam 2 jam 3 jam
1
22,86
4,88
4,65
2 3 4 5 Rata-rata 1
7,5 13,89 16,6 19,7 16,11 4,94
14,47 10,81 7,05 9,63 9,368 14,29
3,82 7,89 6,57 9,33 6,452 8,75
Positif
Dosis I
Dosis II
Dosis III
2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata
A. Grafik % Inhibisi Udem
4,39 6,25 120 40 35,116 91,8 91,7 5,43 4,44 9,68 40,61 350 150 100 37,5 37,5 135 300 300 40 16,67 28,57 137,048
9,46 10,81 57 14,3 21,172 91,8 91,7 5,52 5,55 15,05 41,924 300 100 50 0 50 100 250 200 60 16,67 14,29 108,192
7,41 10,13 100 200 65,258 91,4 91,2 7,61 4,44 17,9 42,51 200 100 50 25 25 80 150 150 100 50 85,71 107,142
B. Data Analisis Statistik Tests of Normality
data
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
,225
25
,002
,743
25
,000
a. Lilliefors Significance Correction Test of Homogeneity of Variances data Levene
df1
df2
Sig.
4
20
,003
Statistic 5,933
ANOVA data Sum
of df
Mean Square F
Sig.
,119
Squares Between
42156,062
4
10539,016
Within Groups
100595,463
20
5029,773
Total
142751,525
24
Groups
2,095
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: data LSD (I) kelompok (J) kelompok Mean
Std. Error Sig.
95%
Difference (I-
Confidence
J)
Interval Lower Bound
kontrol
-29,87200
44,85431 ,513
-123,4365
dosis 1
-31,03800
44,85431 ,497
-124,6025
dosis 2
-94,35667*
44,85431 ,048
-187,9211
dosis 3
-106,81733*
44,85431 ,027
-200,3818
kontrol
29,87200
44,85431 ,513
-63,6925
dosis 1
-1,16600
44,85431 ,980
-94,7305
dosis 2
-64,48467
44,85431 ,166
-158,0491
dosis 3
-76,94533
44,85431 ,102
-170,5098
kontrol
31,03800
44,85431 ,497
-62,5265
1,16600
44,85431 ,980
-92,3985
dosis 2
-63,31867
44,85431 ,173
-156,8831
dosis 3
-75,77933
44,85431 ,107
-169,3438
positif kontrol negative
kontrol positif
negatif
negatif dosis 1
kontrol positif
94,35667*
44,85431 ,048
,7922
64,48467
44,85431 ,166
-29,0798
dosis 1
63,31867
44,85431 ,173
-30,2458
dosis 3
-12,46067
44,85431 ,784
-106,0251
kontrol
106,81733*
44,85431 ,027
13,2529
76,94533
44,85431 ,102
-16,6191
dosis 1
75,77933
44,85431 ,107
-17,7851
dosis 2
12,46067
44,85431 ,784
-81,1038
kontrol negatif dosis 2
kontrol positif
negatif dosis 3
kontrol positif
Multiple Comparisons Dependent Variable: data LSD (I) kelompok
(J) kelompok
95% Confidence Interval Upper Bound
kontrol negative
kontrol positif
dosis 1
kontrol positif
63,6925
dosis 1
62,5265
dosis 2
-,7922*
dosis 3
-13,2529*
kontrol negatif
123,4365
dosis 1
92,3985
dosis 2
29,0798
dosis 3
16,6191
kontrol negatif
124,6025
kontrol positif
94,7305
dosis 2
dosis 3
dosis 2
30,2458
dosis 3
17,7851
kontrol negatif
187,9211*
kontrol positif
158,0491
dosis 1
156,8831
dosis 3
81,1038
kontrol negatif
200,3818*
kontrol positif
170,5098
dosis 1
169,3438
dosis 2
106,0251
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
F. Pembahasan Praktikum kali ini yaitu tentang uji aktifitas antiinflamasi. Dimana percobaan inin dilakukan untuk mengetahui aktivitas farmakologi bahan alam yaitu akar alang-alang yang berkhasiat sebagai antiinflamasi pada tikus yang kemudian diberikan karagenan secara oral, sebagai inisiator terjadinya inflamasi tersebut. Inflamasi diidentifikasikan sebagai suatu reaksi lokal organisme terhadap suatu iritasi atau keadaan non fisiologik. Dalam percobaan kali ini tikus dibagi menjadi 5 kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Kelopmpok tersebut diantaranya adalah kelpompok kontrol (-), kontrol (+), dosis uji 1, dosis uji 2 dan dosis uji 3. Pertama-tama tikus yang akan diuji ditimbang terlebih dahulu. Setelah itu tikus diberikan tanda pada kaki belakang sebelah kanan untuk setiap tikus agar permukaan kaki ke dalam air raksa setiap kali selalu sama. Volume kaki tikus diukur dan dinyatakan sebagai volume
dasar untuk setiap tikus. Selanjutnya yaitu pemberian dosis pada setiap masing-masing kelompok, kelompok kontrol (-) hanya diberi aquadest saja, untuk kontrol (+) diberi larutan obat natrium diklofenak, sementara untuk kelompok dosis uji ,1,2 dan 3 diberi sediaan ekstrak akar alangalang dengan dosis yang berbeda-beda. Pemebrian dosis ini diberikan melalui oral. Pada kelompok kontrol (+) diberikan sediaan natrium diklofenak, natrium diklofenak itu sendiri telah teruji sebagai obat antiinflamasi maka dari itu digunakan sebagai pembanding. Natrium diklofenak termasuk obat antiinflamasi nonsteroid yang mengandung garam kalium dari diklofenak. Obat ini memiliki efek analgesic dan antiinflamasi. Diklofenak merupakan derivate fenilasetat, termasuk AINS yang terkuat anti radangnya dengan efek samping yang kurang keras dibandingkan dengan obat lainnya seperti piroxicam dan indometasin. Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri, juga pada migarin dan encok. Secara parenteral sangat efektif untuk menanggulangi nyeri kolik hebat (kandung kemih dan kandung empedu). Mekanisme
kerjanya
adalah
dengan
menghambat
sintesis
prostaglandin, mediator yang berperan penting dalam proses terjadinya inflamasi, nyeri dan demam. Kalium diklofenak akan diabsorbsi dengan cepat dan lengkap dan jumlah yang diabsorbsi tidak berkurang jika diberikan bersama dengan makanan. Kadar puncak obat dicapai dalam ½ -1 jam. Ikatan protein 99,7%, waktu paruh 1-2 jam. Pemberian dosis berulang tiidak menyebabkan akumulasi . eliminasi terutama melalui urin. Setelah masing-masing kelompok diberikan dosisnya masingmasing selanjutnya tikus dibiarkan selama kurang lebih 25 menit, kemudian setalah 25 menit disuntikan larutan karagenan pada telapak kaki kanan tikus. Dalam praktikum ini yang digunakan untuk mengiduksi inflamasi adalah karagenan karena ada beberapa keuntungan yang didapat
antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi. Karagenan sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel melalui pelepaskan mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat terjadi pelepasan mediator inflamasi terjadi udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Udem yang disebabkan induksi karagenan bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang dalam waktu 24 jam. Mekanisme radang diawali dari terjadi kerusakan membrane sel akibat rangsangan mekanis, kimia dan fisika kemudian menuju fosfolipida (membrane sel) terdapat enzim fosfolipase yang akan mengeluarkan asam arakidonat. Dengan adanya enzim siklooksigensae maka asam arakidonat akan dirubah menjadi prostaglandin. Siklooksigenase mensintesa siklik endoperoksida yang akan dibagi menjadi dua produk COX 1 dan COX 2. COX 1 berisi tromboksan ,protasiklik (yang dapat menghambat produksi asam lambung yang berfungsi untuk melindugi mukosa lambung). COX 2 (asam
meloksikam)
berisi
prostaglandin
(penyebab
peradangan).
Sedangkan lipooksigenase akan mengubah asam hidroperoksida yang merupakan precursor leukotrien LTA (senyawa yang dijumpai pada keadaan
antifilaksis)
kemudian
memproduksi
LBT 4
(penyebab
peradangan) dan LTC4,LTD4 dan LTE4. Selanjutnya pada selang waktu 1 jam, volume kaki setiap kelompok tikus uji yang disuntikan karagenan diukur pada alat pletismometer. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa setelah 1 jam pemberian karagenan, semua kelompok uji memberikan kecenderungan kenaikan volume kaki tikus. Dengan demikian, dosis karagenan yang diberikan telah menginduksi terjadinya radang. Lalu terjadi penurunan volume kaki tikus pada jam ke 2 setelah pemberian karagenan. Ini menunjukkan bahwa efek karagenan sudah mulai berkurang.
Kemudian dilakukan perhitungan persentase peradangan (kenaikan volume kaki), dimana dilakukan dengan membandingkannya terhadap volume dasar sebelum menyuntikkan karagenan dengan rumus:
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa untuk tikus kontrol positif mengalami peradangan dengan rata-rata sebesar 35,116% pada jam ke-1, lalu pada jam ke-2 mengalami penurunan peradangan menjadi 21,172%, namun pada jam ke-3 mengalami peningkatan peradangan kembali menjadi 65,258%. Pada perlakuan kelompok mencit dosis uji 1,2 dan 3 pun mengalami penurunan %radang hal ini menunjukan bahwa akar alangalang memiliki khasiat sebagai antiinflamasi. Selanjutnya untuk setiap kelompok dihitung persentase rata-rata dan bandingkan persentase yang diperoleh kelompok yang diberi obat terhadap kelompok kontrol pada jam yang sama dan perhitungan persentase inhibisi peradangan dilakukan dengan rumus:
Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar penghambatan sediaan uji terhadap peradangan pada kaki tikus. Berdasarkan grafik yang telah dibuat didaptkan bahwa persentase inhibisi peradangan terhadap waktu diperoleh bahwa pada kelompok kontrol positif (natrium diklofenak) mempunyai kemampuan inhibisi radang paling tinggi, kemudian diikuti oleh kelompok IV, kelompok V dan kelompok III. Pada hasil uji statistik parametrik analisis varian (ANOVA) satu jalan diperoleh hasil yang tidak signifikan. Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikan 0,119 yang berarti lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan terhadap tiap kelompok dosis tidak terdapat perbedaan yang bermakna.
G. Simpulan Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa akar alang-alang yang digunakan dalam praktikum kali ini memiliki efek antiinflamasi hal ini dapat dilihat dari penurunan perdangan tikus yang telah diinduksi oleh karagenan. Dimana yang mempunyai kemampuan inhibisi radang paling tinggi, kelompok IV dengan dosis 2. H. Daftar Pustaka Munaf ST; Syamsul. (1994). Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi-FK UNSRI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mycek,M.J. (1995). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. Neal, M.J. (2006). Farmakologi Medis At Glance. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit PT Erlangga. Tjay, T.H. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi V. Cetakan II. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
View more...
Comments