Laporan antibiotika
May 12, 2019 | Author: lisawzf | Category: N/A
Short Description
Antibioka...
Description
LAPORAN TUTORIAL
\
SKENARIO I BLOK FARMAKOLOGI, FARMASI DAN OBAT ALAMI SEMESTER GENAP
Oleh Kelompok Tutorial 2 : Ketua
:Nina Raditya
Sekretaris
:Afifah Rizki
(161610101011)
Anggota
:Najuwa Hana
(161610101009)
Rosi Latifa
(161610101012)
Oksalani Cahaya
(161610101013)
Ananda Regina
(161610101014)
Devi Komala
(161610101015)
Lisa Wahyu
(161610101016)
Dosen Tutorial
(161610101010)
: drg. Amandia Dewi Permana Shita, M.Biomed
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2018
SKENARIO 2
ANTI BIOTIKA
Juwita, 25 tahun, saat ini sedang hamil trimester kedua dan sedang sakit gigi, pipinya bengkak dan badannya panas. Ibunya memberinya obat ampicillin dan paramex. Kira-kira 15 menit setelah minum obat badan Juwita terasa gatal-gatal, kemerahan dan sesak nafas. Selain itu Juwita juga merasa mual dan akhirnya muntah-muntah.Akhirnya Juwita periksa ke dokter, dan dari hasil tanya jawab ternyata Juwita punya riwayat sakit maag dan alergi. Dan dokterpun menginstruksikan untuk menghentikan obat yang diberikan oleh ibunya dan memberikan resep dengan obat yang berbeda.
STEP 1
1. Alergi : -
reaksi hipersensitivitas shg aktivasi sel T dan sel B yang berlebihan yang menyebabkan imunopatologi karena adanya pajanan terhadap stimulasi yang pada dosis tertentu pada orang normal toleran, namun pada orang alergi dia intoler an
-
ditimbulkan karena adanya substansi seperti jamur, ser buk yang disebut alergen
- berkontak dengan alergen hasilnya IgE sehingga IgE mengikat alergen, dan melekat pada sel mast, sel mast melepaskan histamin, sehingga menyebabkan reaksi alergi seperta gatal, sesak nafas, dan mual 2. Paramex : -
obat unttk meringankan nyeri sendi, otot, sakit kepala, dan sakit gigi, juga bisa
menurunkan demam karna adanya kandungan paracetamol -
ada kafein, deskloropheniamine yang berfungsi untuk mencegah r asa kantuk
-
ada propiphenazon untuk antiinflamasi
3. Resep : -
permintaan tertulis dari dr/drg yg ditujukan utk apoteker berupa paper/elektronik
yg digunakan utk menyediakan obat utk px mnrt peraturan yg berlaku 4. Ampicilin : -
obat yg berguna utk mengatasi infeksi bakteri, spt infeksi saluran pernafasan,
saluran cerna -
termasuk obat kategori B, tdak ada resiko thd janin, tp belum ada studi kontrol
thd wanita hamil -
termasuk obat penicilin, sifat bakteriosid yaitu membunuh bakteri
STEP 2
1. Mengapa juwita diberikan ampicilin dan paramex oleh ibunya? 2. Mengapa juwita merasa gatal gatal, kemerahan dan sesak nafas setelah minum obat? 3. Mengapa dokter mengintruksikan juwita untuk menghentikan obat yang dikonsumsi? 4. Kira-kira obat apa yang perlu diresepkan untuk juwita? STEP 3
1. Mengapa juwita diberikan ampicilin dan paramex oleh ibunya? - diberi paramex karna adanya kandungan paracetamol yang aman untuk ibu hamil dan efektif untukk meredakan sakit gigi
- adanya riwayat penyakit maag, paracetamol aman untuk maag karena mekanisme kerja paracetamol tidak melalui lambung - diberi ampicilin karna pipi terlihat bengkak kemungkinan adanya infeksi bakteri - penicilin yang paling sering untuk digunakan terapi peradangan yangg berasal dari gigi, untuk mikroba yang peka dan selama tidak ada alergi penicilin 2. Mengapa juwita merasa gatal gatal, kemerahan dan sesak nafas stelah minum obat - Karena termasuk suatu respon tubuh krna ketidakcocokan (alergi), diduga alergi terhadap penicilin - Termasuk alergi hipersesitivitas cepat, GK : sesak nafas di laring dan bronkus, timbul beberapa menit setelah konsumsi penicilin - Biasanya mengalami hipersensitivitas seperti pruritus urtikaria hingga reaksi anafilaksis (karena obstruksi sal nafas) - Penggunaan antibiotik dapat meningkatkan IgE, peningkatan IgE di saluran pernfasan dan saluran pencernaan sehingga rentan terhadap alergi - Pemberian antibiotik pada ibu hamil harus memperhitungkan pengaruh terhadap janinnya, antibiotik melintasi plasenta, sehingga berpengaruh darah janin, dan mempengaruhi keadaan fisiologis ibu dan janin - Jenis obat yang terikat pada protein tergntung pada antibiotik,karena mempengaruhi proses distribusi lebih cepat - Karena membran plasenta yang merupakan lapisan endotel semakin melekat dengan sinsitium sehingga semakin tipis dan semkain cepat distribusi - Adanya gangguan pada sel T, Th1 semakin rendah, Th2 meningkat yang merupakan tanda adanya pewarisan alergi - Dosis obat yang tinggi smakin tinggi kadar xenobitoik juga pada janin - Kondisi plasenta, 16-12 minggu udah sempurna shg lebih kuat - ada 4 tipe hipersensitifitas a. hipersensitifitas tipe cepat (immediate) GK : sesak nafas krna kejang di bronkus dan laring , urtikaria, angioedema, hipotensi dan kehilangan kesadaran Rx trjadi bbbrp menit stlh suntikan penicilin b. hipersensitivitas perantara (tipe II) GK: anemia hemolitik, trombositopenia, eusinofilia, granulositopenia c. imun hipersensitivity (tipe III) GK : eritema, urtikaria dan angioedema
d. delayed hipersentiviti Karena pemakaian obat topikal jangka lama 3. Mengapa dokter mengintruksikan juwita utk menghentikan obat yg dikonsumsi? - Karena adanya reaksi alergi terhadap ampicilin, awalnya sesak nafas lalu jika tidak ditangani bisa menjadi lebih parah dan mempengaruhi janin sehingga kurang oksigen. - Karena keadaan juwita hamil. Kondisi kehamilan meningkatakan kepekaan terhadap pengaruh obat trntentu dan diperparah dengan adanya riwayat alergi sehingga ditakutkan akan berpengaruh terhadap janinnya, contoh streptomicin yang dapat menyebabkan tuli pada janin - Antibiotik kalau misalnya ada riwayat alergi belum tentu menimbulkan alergi 4. Kira-kira obat apa yg perlu diresepkan untuk juwita? - Ampicilin dianggap aman, diganti menjadi antibiotik kategori A karena tidak membahayakan janin pada trimesterI contoh mikostatin - Penggunaan basitrasin, karena basitrasin sensitif terhadap basil gram positif, dan jarang sekali menyebabkam hipersensitifitas - Eritromisin, bisa terjadi kerusakan pada hepar, merupakan obat yg paling realistik jika ibu hamil mmliki reaksi hipersensitivitas terhadap ampicilin
STEP 4 MAPPING ANTIBIOTIK
Penggolongan
Farmakodinamik dan Farmakokinetik
Mekanisme Kerja
Daya Kerja
Luas Spektrum
Struktur Kimia
Pemilihan Obat
STEP 5 LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian obat antibiotik 2. Mahasiswa mampu memahami penggolongan obat antibiotik brsadarkan struktur kimia, mekanisme kerja, daya kerja dan luasnya spektrum 3. Mahasiswa mampu memahami farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik 4. Mahasiswa mampu memahami pemilihan obat antibiotik yg sesuai dgn infeksi dan riwayat penyakit yg menyertai
STEP 7 1. Mahasiswa Mampu memahami memahami pengertian obat antibiotika Antibiotika adalahbahankimia yang dihasilkan oleh mikroba
yangdalamkonsentrasitertentumempunyaikemampuanmenghambatataumembunuhmik robalain.
Pada
perkembangannyabahan
yang
dapatdikelompokkansebagaiantibioticbukanhanyahasilalamiahsaja, akantetapibahan – bahansemisintetik
yang
merupakanhasilmodifikasibahankimiaantibioticalam
(Sumadio dan Harahap, 1994). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2011) antibiotik tidak diberikan pada infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self limited), sedangkan apabila antibiotik diberikan pada pasien yang tidak mengalami infeksi bakteri hal ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi.Prinsip umum terapi dengan menggunakan antibiotik yaitu memiliki efek samping yang rendah bagi tubuh manusia dan mempunyai toksisitas selektif terhadap bakteri pathogen (Nugroho, 2012). Antibiotikdigunakanuntukmembasmimikrobapenyebabterjadinyainfeksi.Gejal ainfeksiterjadiakibatgangguanlangsung oleh mikrobadan dihasilkanmikroba. systempertahanantubuh, penggunaanantibiotik. mikrobapenyebabinfeksi
Pada
berbagaizattoksik yang
dasarnyasuatuinfeksidapatditangani
oleh
namunadakalanyasysteminiperluditunjang
oleh
Antibiotik
yang
digunakanuntukmembasmi
pada
manusia,
harusmemilikisifattoksisitasselektif.Artinyaantibioticharusbersifattoksikuntukmikroba ,
tetapirelativetidaktoksikuntukhospes.Toksisitasselektiftergantungkepada
struktur
yang dimilikiselbakteri dan manusiamisalnyadindingselbakteri yang tidakdimiliki oleh
selmanusia,
sehinggaantibioticdenganmekanismekegiatan
dindingselbakterimempunyaitoksisitasselektifrelativetinggi (Ganiswarna, 1995).
pada
Sensitivitasbakteriterhadapantibiotictergantungkapadakemampuanantibioticter sebutuntukmenembusdindingselbakteri.
Antibiotiklebihbanyak
efektifbekerjaterhadapbakteri
yang Gram
positifkarenapermeabilitasdindingselnyalebihtinggidibandingkanbakteriGramnegatif.J adisuatuantibioticdikatakanmempunyaispectrumsempitapabilamampumenghambatper tumbuhanbakteri
Gram
positif,
sedangkanantibioticberspektrumluasjikapertumbuhanbakteri Gram positif dan bakteri Gram negativedapatdihambat oleh antibiotictersebut(Sumadio dan Harahap, 1994). Penggunaan antibiotik memiliki prinsip-prinsip yang harus dilakukan sebagai pedoman dalam penggunaanya. Prinsip tersebut antara lain pengunaan antibiotik bijak, terapi empiris dan definitif, profilaksis bedah dan kombinasi.3 Terapi empiris dalam penggunaan antibiotik merupakan penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.Tujuan terapi empiris yaitu eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil mikrobiologi(Cunha, BA.,2010). Sedangkan, penggunaan antibiotik dalam terapi definitif yaitu penggunaan antibitik pada kasus infeksi yang sudah
diketahuijenis
bakteri
penyebab
dan
pola
resistensinya(Cunha,
BA.,
2010).Antibiotik profilaksis diindikasikan ketika besar kemungkinan terjadi infeksi, atau terjadinya infeksi kecil yang berakibat fatal. Antibiotik profilasis dibedakan menjadi antibiotik profilaksis bedah dan non bedah. Penggunaan antibiotik profilaksis bedah merupakan penggunaan antibiotik sebelum, saat dan hingga 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadi infeksi luka operasi(Avenia, 2009). 2. Mahasiswa mampu memahami penggolongan obat antibiotika berdasarkan struktur kimia, mekanisme kerja, daya kerja, dan luas spektrumnya. Penggolongan antibiotik berdasarkan Mekanisme Kerjanya,yaitu:
1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, Bakterimemilikidindingsel, yang mengelilingisitoplasmamembransel, yang lebihkakubiladibandingkandenganselhewan.Tekananosmoticdalamselbakterilebihting gidaripada
di
luarsel,
makakerusakandindingselbakteriakanmenyebabkanterjadinyalisis,yang merupakandasarefekbakterisidal
pada
bakteri
yang
peka.
Dindingselmengandungpolipeptidoglikan. Lapisanpeptidoglikanjauhlebihtebal pada dindingselbakteri gram positifdaripadadindingselbakteri gram negatif.Antibiotik yang memilikimekanismekerja dinimenghambatsampai
inisecaraberturut-turutdari yang
yang
paling
kurangmenghambatyaitusikloserin,
basitrasin,
vankomisin, penisilin dan sefalosporin. 2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein Sintesis
protein
berlangsung
tRNA.Perbedaantipe
di
ribosom,denganbantuan
ribosom,
mRNA
dan
komposisikimiawi,
dan
spesivitasfungsionalantaraselbakteri
dan
selmamaliaberbedasehinggadapatmenerangkanantibioticdapatmenghambatsintesis protein
di
ribosombakteritanpamenunjukkanefeknyata
Aminoglikosida,
tetrasiklin,
pada
makrolidaataueritromisin,
linkomisinterbuktidapatmenghambatsintesis
protein
ribosommamalia.
kloramfenikol, melaluikerja
dan pada
ribosombakteri. Streptomisin dan tetrasiklinberikatandengankomponenribosom 30S menyebabkankode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktusintesis protein sehinggaakanterbentuk protein yang abnormal dan nonfungsionalbagiselmikroba. Gentamisin,
kanamisin,
dan
neomisinmemilikimekanismekerja
samatetapipotensinyaberbeda.
Eritromisin,
likomisin,
yang dan
kloramfenikolberikatandenganribosom 50S dan menghambattranslokasikompleks tRNA-peptidadarilokasiasam
amino
kelokasipeptida.
Akibatnya,
rantaipolipeptidatidakdapatdiperpanjangkarenalokasiasam tidakdapatmenerimakompleks aminoglikosid,
kloramfenikol,
tRNA-asam
amino
tetrasiklin,
makrolida
amino yang
baru.Antara
(eritromisin,
lain,
azitromisin,
klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin. 3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat antara lain, trimetoprim dan sulfonamide, azaserine. 4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat antara lain, kuinolon, nitrofurantoin,
golongan
Quinolone.
Kebanyakanantibiotik
menghambatsintesisasamnukleatdigunakansebagaiobat antivirus
karenasifatsitotoksisitasnya.
akandipaparkanyaiturifampisin,
Oleh
antikankerataupunsebagai
karenaitu,
dan
yang
obatantibiotik
yang
golongankuinolon.
Rifampisinberikatandenganenzimpolimerase-RNA sehinggamenghambatsintesis RNA dan DNA. Golongankuinolonmenghambatenzim DNA girase pada bakteri yang
fungsinyamenatakromosom
yang
sangatpanjangmenjadibentuk
spiral
hinggadapatmuatdalamselbakteri yang kecil(Kemenkes, 2011). Penggolongan antibiotik berdasarkan daya kerjanya, yaitu :
Pada daya kerja antibiotik terdapat sifat toksisitas selektif, yaitu antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan bakterisid. Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri sedangkan agen bakterisida membunuh bakteri. Kedua istilah tersebut berkaitan dengan istilah kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Kadar hambat minimum merupakan kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan KBM merupakan kadar minimal yang diperlukan untuk membunuh mikroba). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid apabila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Nugroho, 2012). 1. Bakterisid : Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman atau mematikan mikroorganisme pada dosis terapi. Berikut adalah penggolongan antibiotik berisat bakterisid berdasarkan tahap kerjanya : -
Zat yang bekerja terhadap fase tumbuh (comtoh: penisilin dan sefalosporin)
-
Zat yang bekerja terhadap fase istirahat ( contoh: aminoglikosida, nitrofurantoin)
2. Bakteriostatik : Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau menghambat pertumbuhan kuman, TIDAK MEMBUNUHNYA, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, makrolida, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dll(Pratiwi, 2008).
Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :
1. Spektrum luas (aktivitas luas) : Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin.
2. Spektrum sempit (aktivitas sempit) : Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif(Pratiwi, 2008).
Penggolongan antibiotika berdasarkan gugus kimianya sebagai berikut (Katzung, 2007)
a. Senyawa Beta-laktam dan Penghambat Sintesis Dinding Sel Lainnya Mekanisme aksi penisilin dan antibiotika yang mempunyai struktur mirip dengan β laktam adalah menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengaruhnya terhadap sintesis dinding sel. Dinding sel ini tidak ditemukan pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, antara lain: golongan penisilin, sefalosporin dan sefamisin serta betalaktam lainnya. b. Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolida, Clindamisin dan Streptogramin Golongan agen ini berperan dalam penghambatan sintesis protein bakteri dengan cara mengikat dan mengganggu ribosom, antara lain: kloramfenikol , tetrasiklin, makrolida, klindamisin, streptogramin, oksazolidinon. Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas, namun dapat menyebabkan efek samping hematologik yang berat jika diberikan secara sistemik. Oleh karena itu, obat ini sebaiknya dicadangkan untuk penanganan infeksi yang mengancam jiwa, terutama akibat Hemophilus influenzae dan demam tifoid (Badan POM,2010). Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang kegunaannya sudah menurun karena meningkatnya resistensi bakteri. Namun obat ini tetap merupakan pilihan untuk infeksi yang salah satunya destructive (refractory) periodontal disease. Pada dewasa dan anak di atas 12 tahun, tetrasiklin efektif terhadap kuman anaerob oral namun sudah jarang digunakan karena resistensi. Obat ini masih mempunyai peranan dalam terapi destructive (refractory) forms of periodontal disease. Doksisiklin mempunyai lama kerja yang lebih panjang daripada tetrasiklin, klortetrasiklin atau oksitetrasiklin dan hanya perlu diberikan satu kali sehari; juga dilaporkan lebih aktif terhadap anaerob dibandingkan tetrasiklin lainnya (Badan POM,2010). c. Aminoglikosida Golongan Aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomicin, etilmicin, dan lain-lain.
d. Sulfonamida, Trimethoprim, dan Quinolones Sulfonamid merupakan obat antimikroba derivat para – aminobenzensulfonamida (Sulfanilamid) yang digunakan secara sistemik maupuntopikal untuk mengobati dan mencegah beberapa penyakit infeksi (Tanu, 1980 : 462 – 463). Sulfonamida dapat membentuk N – Glukuronida secara spontan, yaitu tanpaadanya enzim. Pembentukan glukuronida tersebut merupakan bentuk konjugasi yang sangat penting secara kuantitatif untuk obat-obatan dan senyawa endogen (G. GordonGibson, 1991: 16 – 19)
3. Mahasiswa mampu memahami farmakokinetik dan farmakodinamik obat antibiotika
Farmakodinamik dan Farmakokinetik Antibiotik(Tjay dan Rahardja, 2002): Antibiotik Golongan Penisilin
Farmakodinamik: Mekanisme aksi dari antibiotik penisilin adalah dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs),
sehingga
menyebabkan
penghambatan
pada
tahapan
akhir
sintesis
transpeptidase peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, akibatnya biosintesis dinding sel menjadi terhambat, permeabilitas meningkat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).Mekanisme kerjanya adalah menghambat transpepetidase yaitu menghambat sintesis peptidoglikan yang fungsinya sebagai stabilitas mekanis yang kuat terhadap dinding sel bakteri. Jadi antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel bakteri. Tipe efek bakterisid sekunder. Kontra indikasi alergi penisilin.
Farmakokinetik
a. Penicilin V : Dosis 0,5-2 mg/hari. Pemberian secara oral dengan interval 8 jam. Bioavailabilitas oral 60%. Ikatan protein plasma 60%. Waktu paruh 30 menit. Eliminasi di ginjal. b. Mezlosilin : Dosis 9-20 mg/hari. Interval pemberian 6-12 jam. Ikatan protein plasma 30%. Waktu paruh 50 menit. Eliminasi di ginjal. c. Piperasilin : Dosis 7-14 mg/hari. Interval pemberian 8-16 jam. Ikatan protein plasma 20%. Waktu paruh 40 menit. Eliminasi di ginjal.
Antibiotik Golongan Sefalosporin
Farmakodimanik Mekanisme kerja seperti penisilin. Tipe efek bekterisid sekunder. Kontra indikasi terhadap
antibiotik
betalaktam.Mekanisme
kerjanya
adalah
menghambat
transpepetidase yaitu menghambat sintesis peptidoglikan yang fungsinya sebagai stabilitas mekanis yang kuat terhadap dinding sel bakteri. Jadi antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Farmakokinetik
Sefalozin : Dosis 2-3 mg/hari. Pemberian secara parenteral dengan interval 8-12 jam. Ikatan protein plasma 75%. Waktu paruh 95-120 menit. Eliminasi di ginjal.
Antibiotik Golongan Aminoglikosid
Farmakodinamik Mekanisme kerja dengan menghambat biosintesis Protein (inhalasi dan elongasi) melalui ikatan pada subunit 30S. selain itu, menyebabkan salah baca pada mRNA, yang mengakibatkan pembentukan protein “nonsense”. Tipe efek bakterisid primer. Kontra indikasi terhadap kehamilan, adanya cacat pendengaran dan vestibular, gangguan ginjal, dan alergi terhadap aminoglikosid.
Farmakokinetik Aminoglikosid : Pemberian secara oral tidak diabsorbsi. Ikatan protein plasma kecuali streptomisin, 30-35% tidak terikat. Waktu paruh 2-3 jam. Eliminasi di ginjal.
Antibiotik Golongan Tetrasiklin
Farmakodimanik Mekanisme kerja seperti aminoglikosid. Tipe efek bakteriostatik. Kontra indikasi terhadap alergi tertasiklin, kehamilan dan masa menyusui, anak di bawah usia 8 tahun, gangguan fungsi ginjal dan hati.
Farmakokinetik
a. Tetrasiklin : Dosis 1-1,5 mg/hari. Interval pemberian 6-12 jam. Absorbsi enteral plasma 90%. Ikatan protein plasma 24-40%. Waktu paruh 8-9 jam. Eliminasi di ginjal.
b. Doksisiklin Dosis 0,1-0,2 mg/hari. Interval pemberian 24 jam. Absorbsi enteral plasma 80%. Ikatan protein plasma 90-95%. Waktu paruh 15 jam. Eliminasi di ginjal, empedu, dan intestinal. 4. Mahasiwa mampu memahami pemilihan obat antibiotika sesuai dengan infeksi dan riwayat penyakit/kondisi yang menyertai ( seperti pada skenario/pada kondisi kehamilan)
Berdasarkan skenario diketahui bahwa ibu hamil tersebut memiliki riwayat alergi, hal tersebut juga memberikan dampak pada janin dengan diberikannya obat antibiotik, pada umumnya obat antibiotik merupakan benda asing (x enobiotic) terhadap sel yang hidup. Pembentukan organ janin terjadi pada trimester I sehingga pada periode trimester II dan III, pengaruh antibiotik yang diberikan pada ibu hamil tidak mempengaruhi pembentukan organ, akan tetapi dapat menimbulkan efek lain, diantaranya reaksi alergi (Gondo, 2007).
Antibiotik dapat melewati
plasenta dan memasuki sirkulasi janin terutama bulan keempat dan seterusnya. Hal tersebut disebabkan membran plasenta yang memisahkan darah ibu dan janin yang pada awalnya terdiri dari empat lapisan ketika bulan keempat hingga seterusnya, membran plasenta menipis karena lapisan endotel pembuluh darah kontak erat dengan
membran
sinsitium
sehingga
laju
pertukaran
sangat
meningkat
(Sadler,2009). Penggunaan antibiotik dapat mengurangi paparan agen infeksi dan dapat merusak keseimbangan antara subpopulasi sel T dari respon sel Th1 dan respon sel Th2, termasuk peningkatan produksi IgE. Respon Th1 menjadi rendah pada awal kehidupan karena infeksi dibunuh dengan obat antibiotik yang menyebabkan keseimbangan sel T bergeser ke Th2 yang dominan, dimana sel Th2 sebagai penanda predisposisi
diwariskan
penyakit
alergi.11,12Dalam studi
kohort
Copenhagen Prospective Study on Asthma in Childhood (COPSAC), anak yang memiliki peningkatan risiko asma dan asma eksaserbasi berhubungan dengan penggunaan antibiotik ibu pada kehamilan trimester III (Stensballe,2013).
Farmakokinetik obat-obat anti infeksi pada kehamilan
Famakokinetik obat-obat saat hamil jelas tidak sama dengan tidak hamil, oleh karena adanya perubahan fisiologik pada saat hamil. Perubahan-perubahan farmakokinetik saat hamil antara lain : 1. Volume darah dan cairan tubuh meningkat sehingga kadar obat dalam plasma darah akan menurun. 2. Kadar protein dalam plasma relatif rendah, akibatnya ikatan obat dengan protein akan menurun sehingga kadar obat bebas dalam darah akan meningkat. 3. Aliran darah ke ginjal meningkat sehingga filtrasi glumerolus akan meningkat dan ekskresi obat melalui ginjal juga meningkat sehingga masa aksi kerja obat dalam tubuh akan lebih singkat. 4. Kadar progesteron saat hamil meningkat, sehingga metabolisme di hepar akan meningkat pula , hal ini mengakibatkan kadar obat bebas dalam darah akan menurun. 5. Peristaltik menurun sehingga absorpsi melalui usus akan menurun, dengan demikian kadar obat per oral dalam serum ibu hamil akan lebih rendah dibanding dengan ibu yang tidak hamil. Oleh karena itu dosis obat per oral yang diberikan pada ibu hamil relatif harus lebih tinggi dibanding ibu tidak hamil untuk mendapatkan dosis terapeutik dalam darah yang sama. Klasifkasi FDA tentang obat yang mempunyai efek terhadap janin. Pada tahun 1979, FDA merekomendasikan 5 kategori obat yang memerlukan perhatian khusus terhadap kemungkinan efek terhadap janin.
A. Obat yang sudah pernah diujikan pada manusia hamil dan terbukti tidak ada risiko terhadap janin dalam rahim. Obat golongan ini aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil (vitamin) B. Obat yang sudah diujikan pada binatang dan terbukti ada atau tidak ada efek terhadap janin dalam rahim akan tetapi belum pernah terbukti pada manusia. Obat golongan ini bila diperlukan dapat diberikan pada ibu hamil (Penicillin). C. Obat yang pernah diujikan pada binatang atau manusia akan tetapi dengan hasil yang kurang memadai. Meskipun sudah dujikan pada binatang terbukti ada efek terhadap janin akan tetapi pada manusia belum ada bukti yang kuat. Obat golongan ini
boleh diberikan pada ibu hamil apabila keuntungannya lebih besar dibanding efeknyaterhadap janin (Kloramfenicol, Rifampisin, PAS, INH). D. Obat yang sudah dibuktikan mempunyai risiko terhadap janin manusia. Obat golongan ini tidak dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil. Terpaksa diberikan apabila dipertimbangkan untuk menyelamatkan jiwa ibu (Streptomisin, Tetrasiklin, Kanamisin). X. Obat yang sudah jelas terbukti ada risiko pada janin manusia dan kerugian dari obat ini
jauh lebih besar daripada manfaatnya bila diberikan pada ibu hamil,
sehingga tidak dibenarkanuntuk diberikan pada ibu hamil atau yang tersangka hamil.
Penggunaan Antibiotik pada Kondisi Tertentu
Hipersensitivitas antibioticmerupakansuatukeadaanyang mungkindijumpai pada penggunaan antibiotik, antara lain berupa pruritus-urtikariahingga reaksi anafilaksis. Anafilaksis jarang terjadi tetapi bila terjadi dapatberakibatfatal.Duapertigakematianakibatanafilaksisumumnyaterjadikarena obstruksi saluran napas.Pencegahan Anafilaksis terhadap penyakit : a. Selalu sediakan obat/alat untuk mengatasi keadaan darurat b. Diagnosa dapat diusahakan melalui wawancara untuk mengetahui riwayat alergi obat sebelumnya dan uji kulit (khusus untuk penisilin). Uji kulit tempel ( patcht test ) dapat menentukan reaksi tipe I dan obat yang diberi topikal (tipe IV). c. Radio Allergo Sorbent Test (RAST) adalah pemeriksaan yang dapat menentukan adanya IgE spesifik terhadap berbagai antigen, juga tersedia dalam bentuk panil. Disamping itu untuk reaksi tipe II dapat digunakan test Coombs indirek dan untuk reaksi tipe III dapat diketahui denganadanya IgG atau IgM terhadap obat. d. Penderita perlu menunggu 20 menit setelah mendapat terapi parenteral antibiotik untuk
mengantisipasi
timbulnya
reaksi
hipersensitivitas
tipe
1.
Jenis
hipersensitivitas akibat antibiotik:
1. Hipersensitivitas Tipe Cepat Keadaan ini juga dikenal sebagai immediate
hypersensitivity. Gambaran klinik ditandai oleh sesaknapas karena kejang di laring dan bronkus, urtikaria, angioedema, hipotensi dan kehilangan kesadaran. Reaksi ini dapat terjadi beberapa menit setelah suntikan penisilin.
2. Hipersensitivitas Perantara Antibodi ( Antibody Mediated Type
II Hypersensitivity) Manifestasi klinis pada umumnya berupakelainan darah seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eosinofilia, granulositopenia.
3. Immune Hypersensivity -complex Mediated (Tipe III) Manifestasiklinis dari
hipersensitivitas tipe III ini dapat berupa eritema, urtikariadanangioedema. Gejala dapat timbul 1 - 3 minggu setelah pemberian obat pertama kali,bila sudah pernah reaksi dapat timbul dalam 5 hari. 4. Delayed Type Hypersensitivity Hipersensitivitas tipe ini terjadipada
pemakaian obat topikal jangka lama seperti sulfa atau penisilin dan dikenal sebagai kontak dermatitis.
Daftar Pustaka
Avenia, N., Sanguinetti, A., Cirocchi, R., Docimo, G., Ragusa, M., Ruggiero, R., dkk., 2009. Annals of Surgical Innovation and Research. Annals ofsurgical innovation and research Badan POM RI, 2010, Acuan Sediaan Herbal , Vol. 5, Edisi I, Direktorat ObatAsli Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,Jakarta. Bonang, Gerard dan Koeswardono, Enggar S dkk. 2002. Mikrobiologi Kedokteran untuk Laboratorium dan Klinik. Jakarta : Gramedia. Cunha, B.A., 2010. Overview of Pneumonia, dalam: Cunha, B.A.(Editor), Pneumonia Essentials 2010. Jones & Bartlett Publishers Ganiswarna, S., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi IV, 271-288 dan 800-810, BagianFarmakologiFakultasKedokteranUniversitas Indonesia, Jakarta. Gibson, G.G. & Skeet, P., 1991, Pengantar Metabolisme Obat , diterjemahkan oleh Iis Aisyah b., 1-30, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Goodman dan Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Gondo HK. Penggunaan Antibiotik pada Kehamilan. 2007; 1: 57-62. Harvey, R. A. dan Champe, P.C. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Kee J., dan Hayes E. R., 1993, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, diterjemahkan oleh Anugrah, penerbit buku kedokteran, EGC, Jakarta. Kemenkes. 2011. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik . Kementrian Kesehatan RI: Jakarta. Kurniawan, Harry. 2007. Penggunaan Antibiotik Pada Kehamilan. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Peserta PPDS Bagian Obstetri&Ginekologi Fakultas Kedokteran Univ.Udayana Bali Nugroho, A.E., 2012, Farmakologi : Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi danDunia Kesehatan, Cetakan Pertama,. Yogyakarta:Penerbit Pustaka Pelajar. Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2011. Pedoman Umum PenggunaanAntibiotik.Jakarta; Kementrian Kesehatan RI.
Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pratiwi, ST. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 10. Jakarta: EGC; 2009. Staf
Pengajar Bagian Farmakologi FK UI, 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5 .
Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Stensballe LG, Simonsen J, Jensen SM, Bonnelykke K, Bisgarard H. Use of antibiotics during pregnancy increases the risk of asthma in ear ly childhood. J Pediatr. 2013; 162: 832-838. Sumadio, H., dan Harahap, U. (1994). Biokimia dan FarmakologiAntibiotika. Medan: USU Press. Hal. 2-4, 28. Tanu, I. (1980). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI Universitas Indonesia. Hal. 462 – 463 Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan EfekEfek Sampingnya Edisi Kelima Cetakan Pertama. Jakarta:Penerbit PT Elex Media.
View more...
Comments