Laporan Akhir Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006-2016
May 9, 2017 | Author: Ahmad Zaki | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Akhir Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006-2016...
Description
PEMERINTAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
DINAS PERKOTAAN DAN PERMUKIMAN
SKS-BRR TATA RUANG,LINGKUNGAN DAN EVALUASI MANFAAT Jl. Pemancar No. 5 Simpang Tiga Telp. (0651) 42885, 41130, Fax. (0651) 42230 Banda Aceh
evisi encana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2006 - 2016
Laporan Akhir
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Kata Pengantar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh merupakan rencana induk yang akan dijadikan sebagai pedoman/acuan bagi pemerintah kota dalam melakukan pembangunan/pengembangan Kota Banda Aceh. Mengingat pada akhir tahun 2004 telah terjadi bencana gempa dan tsunami di Provinsi NAD khususnya Kota Banda Aceh yang mengakibatkan terjadinya perubahan pemanfaatan ruang dan struktur ruang kota yang ada, sehingga diperlukan kegiatan penyempurnaan atau Revisi RTRW Kota Banda Aceh agar dapat relevan dengan kondisi setelah bencana tersebut. Kegiatan ini merupakan penyempurnaan dari produk RTRW Kota Banda Aceh 2002 – 2010 (sebelum bencana gempa dan tsunami) dengan memperhatikan aspirasi masyarakat Kota Banda Aceh dan merujuk Urgent Plan of Banda Aceh City yang telah disusun oleh JICA serta studi-studi keruangan yang ada pasca bencana gempa dan tsunami. Dokumen Laporan Akhir disusun sebagai produk dokumen pertama dari pekerjaan “Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2006 – 2016 Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” kerjasama antara Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias dengan konsultan pelaksana. Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat dan menjadi dasar untuk penyusunan rencana tahap yang lebih rinci. Atas bantuan dan kerja sama semua pihak hingga tersusunnya dokumen ini, kami ucapkan terima kasih.
Banda Aceh, Desember 2006
Laporan Akhir i
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Daftar Isi Kata Pengantar ----------------------------------------------------------------------------------------------------- i Daftar Isi ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ii Daftar Tabel --------------------------------------------------------------------------------------------------------- v Daftar Gambar ------------------------------------------------------------------------------------------------------ vii
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7
1.8
Latar Belakang --------------------------------------------------------------------------------------------Issue Pokok Dalam Penyusunan Revisi RTRW ----------------------------------------------------Maksud, Tujuan dan Sasaran ---------------------------------------------------------------------------Lingkup Studi ---------------------------------------------------------------------------------------------Wilayah Studi ---------------------------------------------------------------------------------------------Substansi ---------------------------------------------------------------------------------------------------Metodologi ------------------------------------------------------------------------------------------------1.7.1 Azaz Rencana -------------------------------------------------------------------------------------1.7.2 Pendekatan Penataan Ruang -------------------------------------------------------------------1.7.3 Tahapan Pekerjaan -------------------------------------------------------------------------------Sistematika Laporan --------------------------------------------------------------------------------------
I-1 I-3 I-3 I-4 I-4 I-4 I-5 I-5 I-6 I-8 I - 12
BAB 2 : KARAKTERISTIK, POTENSI DAN MASALAH KOTA BANDA ACEH 2.1 2.2
2.3
Analisis Fungsi, Peran dan Kedudukan Kota Banda Aceh ---------------------------------------- II - 1 Analisis Daya Dukung ------------------------------------------------------------------------------------ II - 2 2.2.1 Geografis--------------------------------------------------------------------------------------------- II - 2 2.2.2 Topografi ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 4 2.2.3 Hidrologi ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 4 2.2.4 Klimatologi ----------------------------------------------------------------------------------------- II - 5 2.2.5 Geologi Tanah ------------------------------------------------------------------------------------- II - 6 Analisis Pemanfaatan Ruang ---------------------------------------------------------------------------- II - 7 2.3.1 Struktur Ruang ------------------------------------------------------------------------------------ II - 7 2.3.2 Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------------------------- II - 10 2.3.3 Intensitas Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------------ II - 20 2.3.4 Kecendrungan Perkembangan Kota ----------------------------------------------------------- II - 22
Laporan Akhir ii
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
Analisis dan Karakteristik Kependudukan dan Kemasyarakatan --------------------------------- II - 23 2.4.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ---------------------------------------------------------- II - 23 2.4.2 Kepadatan Penduduk ---------------------------------------------------------------------------- II - 28 2.4.3 Komposisi Penduduk ---------------------------------------------------------------------------- II - 31 2.4.4 Kondisi Sosial Budaya ---------------------------------------------------------------------------- II - 33 Karakteristik dan Analisis Perekonomian ------------------------------------------------------------- II - 35 2.5.1 Struktur Perekonomian dan Pertumbuhan Ekonomi --------------------------------------- II - 35 2.5.2 Ketenagakerjaan ----------------------------------------------------------------------------------- II - 37 Karakteristik dan Analisis Transportasi --------------------------------------------------------------- II - 38 2.6.1 Transportasi Darat -------------------------------------------------------------------------------- II - 38 2.6.2 Transportasi Penyeberangan -------------------------------------------------------------------- II - 40 2.6.3 Transportasi Laut --------------------------------------------------------------------------------- II - 40 Karakteristik dan Analisis Utilitas Kota --------------------------------------------------------------- II - 40 2.7.1 Air Bersih ------------------------------------------------------------------------------------------- II - 40 2.7.2 Air Limbah ----------------------------------------------------------------------------------------- II - 42 2.7.3 Persampahan --------------------------------------------------------------------------------------- II - 43 2.7.4 Drainase -------------------------------------------------------------------------------------------- II - 45 2.7.5 Telekomunikasi ----------------------------------------------------------------------------------- II - 46 2.7.6 Kelistrikan ------------------------------------------------------------------------------------------ II - 47 Karakteristik dan Analisis Fasilitas Kota -------------------------------------------------------------- II - 48 2.8.1 Fasilitas Pendidikan ------------------------------------------------------------------------------- II - 48 2.8.2 Fasilitas Kesehatan -------------------------------------------------------------------------------- II - 49 2.8.3 Fasilitas Peribadatan ------------------------------------------------------------------------------ II - 51 2.8.4 Fasilitas Perkantoran dan Pelayanan Umum ------------------------------------------------- II - 52 Harapan dan Aspirasi Stakeholders --------------------------------------------------------------------- II - 52 2.9.1 Pertimbangan Sosial Budaya -------------------------------------------------------------------- II - 53 2.9.2 Pertimbangan Ekonomi -------------------------------------------------------------------------- II - 53 2.9.3 Pertimbangan Infrastruktur --------------------------------------------------------------------- II - 53
BAB 3 : RENCANA TATA RUANG KOTA BANDA ACEH 3.1 3.2 3.3
3.4
3.5
Kedudukan Kota Banda Aceh Dalam Konstelasi Regional ---------------------------------------- III - 1 Skenario Perkembangan Kota --------------------------------------------------------------------------- III - 2 Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang ---------------------------------------------------------------- III - 4 3.3.1 Rencana Struktur Ruang Kota ------------------------------------------------------------------ III - 4 3.3.2 Arahan Pengembangan dan Distribusi Penduduk ------------------------------------------- III - 12 3.3.3 Rencana Sistem Pusat Pelayanan --------------------------------------------------------------- III - 13 Rencana Pola Pemanfaatan Ruang --------------------------------------------------------------------- III - 14 3.4.1 Penetapan Kawasan Lindung ------------------------------------------------------------------- III - 16 3.4.2 Rencana Kawasan Budidaya --------------------------------------------------------------------- III - 21 Rencana Penetapan Intensitas Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------- III - 25
Laporan Akhir iii
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.6.
3.7
3.8
3.9
3.5.1 Rencana Kepadatan Bangunan ----------------------------------------------------------------- III - 25 3.5.2 Koefisien Lantai Bangunan --------------------------------------------------------------------- III - 26 3.5.3. Ketinggian Bangunan ---------------------------------------------------------------------------- III - 27 3.5.4. Garis Sempadan Bangunan ---------------------------------------------------------------------- III - 28 Rencana Sistem Transportasi ---------------------------------------------------------------------------- III - 29 3.6.1. Sistem Perangkutan Jalan Raya ----------------------------------------------------------------- III - 29 3.6.2. Sistem Perangkutan Laut ------------------------------------------------------------------------ III - 34 3.6.3. Sistem Perangkutan Penyeberangan ----------------------------------------------------------- III - 35 Rencana Sistem Utilitas ---------------------------------------------------------------------------------- III - 36 3.7.1 Rencana Sistem Penyediaan Air Bersih ------------------------------------------------------- III - 36 3.7.2 Rencana Sistem Pembuangan Sampah -------------------------------------------------------- III - 39 3.7.3 Rencana Sistem Drainase ------------------------------------------------------------------------ III - 41 3.7.4 Rencana Penanganan Bencana Banjir ---------------------------------------------------------- III - 44 3.7.5 Rencana Sistem Penyediaan Kelistrikan ------------------------------------------------------- III - 54 3.7.6 Rencana Sistem Penyediaan Telekomunikasi ------------------------------------------------ III - 55 Rencana Sistem Fasilitas --------------------------------------------------------------------------------- III - 56 3.8.1. Rencana Penyediaan Fasilitas Pendidikan ---------------------------------------------------- III - 56 3.8.2. Rencana Penyediaan Fasilitas Kesehatan ----------------------------------------------------- III - 57 3.8.3. Rencana Penyediaan Fasilitas Peribadatan ---------------------------------------------------- III - 57 Rencana Fasilitas Jalur Darurat dan Evakuasi ------------------------------------------------------- III - 58
BAB 4 : RENCANA IMPLEMENTASI 4.1
4.2
Kelembagaan Penataan Ruang Kota Banda Aceh --------------------------------------------------- IV - 1 4.1.1 Pendahuluan ---------------------------------------------------------------------------------------- IV - 1 4.1.2 Referensi Peraturan dan Perundang-Undangan Penataan Ruang ------------------------- IV - 2 4.1.3 Azas-Azas dan Tujuan Penataan Ruang ------------------------------------------------------- IV - 3 4.1.4 Kerangka Konseptual Hubungan Rencana Tata Ruang Dengan Rencana Pembangunan -------------------------------------------------------------------------------------- IV - 4 4.1.5 Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang --------------------------------------------- IV - 13 4.1.6 Kelembagaan Perencanaan Tata Ruang Di Kota Banda Aceh ---------------------------- IV - 20 4.1.7 Izin Mendirikan Bangunan ---------------------------------------------------------------------- IV - 26 4.1.8 Izin Gangguan ------------------------------------------------------------------------------------- IV - 32 4.1.9 Izin Tempat Usaha -------------------------------------------------------------------------------- IV - 37 4.1.10 Pengendalian Pemanfaatan Ruang ------------------------------------------------------------- IV - 42 Indikasi Program ------------------------------------------------------------------------------------------ IV - 46
LAMPIRAN 1
:
ZONING REGULATION
LAMPIRAN 2
:
MATRIKS PERATURAN PENGGUNAAN UNTUK KAWASAN PERMUKIMAN
LAMPIRAN 3
:
KETENTUAN KDB DAN KLB
Laporan Akhir iv
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Daftar Tabel
BAB 2 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14 Tabel 2.15 Tabel 2.16 Tabel 2.17 Tabel 2.18 Tabel 2.19 Tabel 2.2
Peran, Fungsi dan Kedudukan Kota Banda Aceh -------------------------------- II - 2 Luas dan Prosentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh ---------------- II - 3 Sungai di Kota Banda dan Aceh ----------------------------------------------------- II - 5 Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di Kota Banda Aceh Tahun 2002 ------------------------------------------------------------------------------ II - 10 Luas dan Persentase Tingkat Kepadatan Kawasan Terbangun di Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------------------------------ II - 11 Pola Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------------------------------------------------------ II - 12 Pembagian Zona, Fungsi dan Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh Menurut URRP BAC -------------------------------------------- II - 17 Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang di Kota Tahun 2010 ------------------ II - 20 Jumlah Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2001-2003 ---------------------- II - 23 Jumlah Penduduk Pasca Tsunami di Kota Banda Aceh -------------------------- II - 25 Proyeksi Penduduk Kota Banda Aceh --------------------------------------------- II - 28 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2003 -------------- II - 29 Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami -------------------------------------------------------------------------- II - 30 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Banda Aceh Tahun 2003 ------------------------------------------------------------------------------ II - 31 Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Pasca Tsunami Di Kota Banda Aceh ------------------------------------------------------------------ II - 32 Jumlah & Titik Lokasi Pengungsi dalam Wilayah Kota Banda Aceh ---------- II - 33 Kondisi PDAM Tirta Daroy --------------------------------------------------------- II - 40 Kondisi Sampah Berdasarkan Jenisnya -------------------------------------------- II - 43 Kondisi Saluran dan Pintu Air Sebelum dan Setelah Bencana Tsunami ------- II - 46 Banyaknya Fasilitas Telepon di Kota Banda Aceh Tahun 2004-2005 --------- II - 47
Laporan Akhir
v
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Tabel 2.21 Tabel 2.22 Tabel 2.23 Tabel 2.24 Tabel 2.25 Tabel 2.26 Tabel 2.27
BAB 3 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 3.20 Tabel 3.21
Kondisi Jaringan Listrik di Kota Banda Aceh ----------------------------------------------------------------------------- II - 48 Jumlah TK, SD, SLTP, SLTA, dan Kejuruan di Kota Banda Aceh Tahun 2004-2005 ------------------------------------------------------- II - 49 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II - 49 Jumlah Sarana Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2004-2005 ----------------------------------------------------------------------- II - 50 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II - 50 Jumlah Fasilitas Peribadatan di Kota Banda Aceh Tahun 2003 -------------------------------------------------------------- II – 51 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ----------------------------------------------------------------- II – 51
Pembagian Zona Pada BWK Barat Kota Banda Aceh --------------------------- III - 9 Pembagian Zona Pada BWK Utara Kota Banda Aceh -------------------------- III - 10 Pembagian Zona Pada BWK Selatan Kota Banda Aceh ------------------------ III - 11 Pembagian Zona Pada BWK Timur Kota Banda Aceh ------------------------- III - 11 Rencana Distribusi Penduduk Kota Banda Aceh Tahun 2016 ----------------- III - 12 Rencana Sistem Pusat Pelayanan ---------------------------------------------------- III - 13 Rencana Penggunaan Lahan Tahun 2016 ------------------------------------------ III - 15 Rencana Kawasan Budidaya --------------------------------------------------------- III - 21 Rencana Kepadatan Bangunan ------------------------------------------------------ III - 25 Rencana Koefisien Lantai Bangunan ------------------------------------------------ III - 27 Rencana Ketinggian Bangunan ------------------------------------------------------ III - 28 Rencana Ketinggian Bangunan ------------------------------------------------------ III - 29 Proyeksi Kebutuhan Air Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ------------ III - 36 Proyeksi Timbulan Sampah Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 -------- III - 40 Periode Ulang Saluran Drainase ----------------------------------------------------- III - 44 Rencana Flood Canal ------------------------------------------------------------------ III - 45 Normalisasi Sungai Dalam Kota ----------------------------------------------------- III - 45 Debit dan Dimensi Saluran Primer -------------------------------------------------- III - 46 Jumlah dan Lokasi Retarding Pond, Pintu Air dan Pompa ---------------------- III - 47 Proyeksi Kebutuhan Listrik Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ------- III - 55 Proyeksi Kebutuhan Jaringan Telepon Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 ---------------------------------------------------------------------------------- III - 55
Laporan Akhir
vi
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Tabel 3.22 Tabel 3.23 Tabel 3.24
Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Pendidikan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 56 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Kesehatan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 57 Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Peribadatan Kota Banda Aceh Tahun 2011 dan 2016 --------------------------------------------------------------------------------- III - 57
BAB 4
Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3
Daftar Stakeholder Revisi RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2006 ------------- IV - 21 Dasar Pembebanan Biaya IMB ------------------------------------------------------ IV - 30 Indikasi Program Pengembangan Kota Banda Aceh Tahun 2007 - 2016 ----- IV - 47
Laporan Akhir
vii
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Daftar Gambar
BAB 2 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 2.24 Gambar 2.25 Gambar 2.26
Kota Banda Aceh ----------------------------------------------------------------------------II - 3 Bentang Alam Kota Banda Aceh ---------------------------------------------------------II - 4 Grafik Klimatologi Kota Banda Aceh ---------------------------------------------------II - 6 Struktur Patahan Semangko ---------------------------------------------------------------II - 7 Peta Konsep Struktur Kota Banda ACeh Tahun 2016 --------------------------------II - 9 Grafik Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di Kota Banda Aceh Tahun 2005 -----------------------------------------------------------------------------------II - 11 Grafik Luas Kerusakan Lahan di Kota Banda Aceh -----------------------------------II - 13 Peta Penggunaan Lahan Kota Banda Aceh Tahun 2005 ------------------------------II - 14 Identifikasi Kerusakan Lahan di Kota Banda Aceh Pasca Tsuami ------------------II - 15 Kondisi Lahan di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami ----------------------------------II - 14 Peta Arahan Kesesuaian Zonasi Fisik Di Kota Banda Aceh Pasca Tsunami -----II - 16 Peta Pembagian Zona Fisik Kota Banda Aceh ------------------------------------------II - 19 Grafik Perkembangan Penduduk di Kota Banda Aceh -------------------------------II - 24 Grafik Penurunan Jumlah Penduduk dan Jumlah Pengungsi di Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami ---------------------------------------------II - 25 Persebaran Jumlah Orang yang Meninggal dan Hilang di Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami ---------------------------------------------II - 26 Grafik Tingkat Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Tahun 2003 ----------II - 29 Grafik Penurunan Kepadatan Penduduk di Kota Banda Aceh Pasca Bencana Tsunami ----------------------------------------------------------------------------II - 31 Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kota Banda Aceh Tahun 2003 -----------------------------------------------------------------------------------II - 32 Grafik Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kota Banda Aceh ------II - 36 Grafik distribusi PDRB Atas Harga Berlaku Per Sektor di Kota Banda Aceh ----II - 36 Grafik Jumlah Pencari Kerja yang Ditempatkan ----------------------------------------II - 37 Grafik Jumlah Pencari Kerja Yang Ditempatkan di Kota Banda Aceh Selama Periode Tahun 2000 - 2004 ----------------------------------------------------------------II - 38 Jaringan Jalan Kota banda Aceh Sebelum Tsunami -----------------------------------II - 39 IPLT di Gampong Jawa yang Direhabilitasi Pada Desember 2005 -----------------II - 42 Rute Operasional Truk Angkutan Sampah dan Lokasi Kontainer DKP Kota Banda Aceh -----------------------------------------------------------------------------II - 44 Peralatan Berat Yang Dimiliki DKP Kota Banda Aceh -------------------------------II - 45
Laporan Akhir
viii
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
BAB 3 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15 Gambar 3.16 Gambar 3.17 Gambar 3.18 Gambar 3.19 BAB 4 Gambar 4.1 Gambar 4.2
Tahapan Pengembangan Kota Banda Aceh ---------------------------------------------III - 3 Peta Rencana Struktur Ruang --------------------------------------------------------------III - 5 Peta Arahan Fungsi Berdasarkan Zona Fisik BWK ------------------------------------III - 8 Peta Rencana Kawasan Lindung dan Ruang Terbuka Hijau -------------------------III - 18 Peta Rencana Cagar Budaya ----------------------------------------------------------------III - 20 Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Tahun 2016 -----------------------------------------III - 24 Peta Jaringan Jalan ---------------------------------------------------------------------------III - 31 Tipikal Potongan Melintang Jalan Poros dan Lingkar Kota Banda Aceh ----------III - 32 Jalan Di Atas Tanggul Laut ----------------------------------------------------------------III - 33 Peta Rencana Jaringan Air Bersih ---------------------------------------------------------III - 38 Denah Lokasi Pembuangan Akhir Sampah dan IPLT Gampong Jawa Serta Rencana LPA dan IPLT Baru -------------------------------------------------------------III – 39 Pembagian Zona Drainase Kota Banda Aceh -------------------------------------------III - 42 Peta Rencana Jaringan Saluran Primer ---------------------------------------------------III - 49 Sketsa Detected Breakwater ---------------------------------------------------------------III - 52 Sketsa Dinding Penahan Gelombang (Seawall ) ----------------------------------------III - 52 Skematis Embankment (Tanggul) --------------------------------------------------------III - 53 Skematis Coastal Forest ---------------------------------------------------------------------III - 53 Tidal Gate -------------------------------------------------------------------------------------III - 54 Peta Jalan Pelarian Darurat -----------------------------------------------------------------III - 59
Model 1 ; Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah Berjalan Beriringan Secara Kohesif dengan Perencanaan Strategis Tata Ruang Wilayah -----------------IV - 8 Model II : Rencana Strategis Memayungi Rencana Pembangunan Daerah/ Sektoral dan Rencana Tata Ruang Wilayah ---------------------------------------------IV - 9
Laporan Akhir
ix
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Gempa bumi yang diikuti gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 dan
gempa susulan pada tanggal 28 Maret 2005, telah meluluhlantakkan sebagian besar wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara dengan korban lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) jiwa meninggal dan meninggalkan kerusakan fisik yang luar biasa. Oleh karena itu, wilayah ini harus direncanakan dan ditata kembali mengikuti kaidah-kaidah dan norma-norma perencanaan yang tepat dengan memasukkan aspek mitigasi terhadap bencana alam dalam rangka meminimalkan resiko di kemudian hari dengan memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan implementasinya. Dalam rangka percepatan proses penanganan bencana dan dampak luar biasa yang ditimbulkan tersebut, Pemerintah mengeluarkan Perpu No. 2 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, serta mengeluarkan Perpres No. 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara sebagai acuan bagi proses percepatan tersebut. Rencana Induk ini merupakan dasar bagi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan. Tujuan penataan ruang wilayah Aceh dan Nias pasca bencana gempa bumi dan tsunami
adalah
membangun
kembali
wilayah,
kota,
kawasan,
dan
lingkungan
permukiman yang rusak akibat bencana gempa dan tsunami sehingga masyarakat dapat segera melakukan aktivitasnya dalam kondisi yang lebih baik dan aman dari bencana.
Laporan Akhir
I-1
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Kebijakan dan strategis penataan ruang dan pertanahan, sebagaimana dijelaskan secara detail dalam lampiran 2 Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi, memberikan gambaran konsep dan skenario penataan ruang, dan memberikan arahan pola serta struktur tata ruang wilayah Provinsi NAD dan Kota di wilayah Propinsi NAD dan di Kepulauan Nias. Arahan pola dan struktur tata ruang wilayah pada masing-masing wilayah kota yang telah disusun perlu ditindaklanjuti dengan penyiapan Rencana Umum Tata Ruang bagi kawasan permukiman utamanya. Salah satu kota di wilayah NAD yang mengalami kerusakan akibat gempa dan tsunami adalah Kota Banda Aceh. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh meliputi seluruh wilayah administratif kota tersebut. Secara fungsional, RTRWK ini merupakan penjabaran dari skenario dan arahan penataan ruang sebagaimana tertuang dalam Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD – Nias. Sebagaimana diamanatkan pada pasal 22 ayat 3 UU No. 24 Tahun 1992 dan Kepmen Kimpraswil No: 327/KPYS/M/2005, RTRW Kota pada hakekatnya merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang berisikan : a.
Penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya;
b.
Pengelolaan kawasan perkotaan, kawasan tertentu;
c.
Sistem kegiatan pembangunan dan permukiman perkotaan;
d.
Sistem prasarana, transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan, dan
e.
Penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara dan penatagunaan sumberdaya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduaan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
RTRW Kota menjadi pedoman untuk : a.
Merumuskan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota;
b.
Mewujudkan Keterpaduan, Keterkaitan, dan Keseimbangan perkembangan antar wilayah kota serta keserasian antar sektor;
c.
Mengarahkan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah atau masyarakat;
d.
Menyusun rencana rinci tata ruang di kota, dan
e.
Melaksanakan
pembangunan
dalam
memanfaatkan
ruang
bagi
kegiatan
pembangunan.
Laporan Akhir
I-2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
1.2
ISSUE POKOK DALAM PENYUSUNAN REVISI RTRW Untuk mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi, RTRW Kota sangat
diperlukan sebagai acuan spasial bagi kegiatan pengembangan sosial dan ekonomi sehingga dapat memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan bagi masyarakat. Oleh karenanya, penyusunan RTRW Kota sangat mendesak untuk dilakukan, tentunya dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) dan partisipasi dari masyarakat sendiri sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 24 tahun 1992. Kota Banda Aceh pernah mempunyai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota sebelum bencana (gempa dan tsunami), yang disusun tahun 2002 untuk masa berlaku 2002 – 2010. Namun karena perubahan yang sangat besar akibat bencana tersebut, diperlukan revisi terhadap RTRW kota tersebut. Selain itu, Kota Banda Aceh juga telah mempunyai
Urgen Rehabilitation and Reconstrukction Plan for the Banda Aceh City (disingkat Urgent Plan) yang dikerjakan oleh JICA pasca bencana, untuk memfasilitasi proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang mendesak untuk dilaksanakan. Berbekal sekurang-kurangnya 2 dokumen utama diatas, perlu disusun revisi RTRW Kota yang berlaku pasca bencana, beserta Naskah Akademis dan Draft Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh, untuk proses legalisasinya. Dalam pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi di Kota Banda Aceh, banyak pihak telah merujuk pada Urgent Plan JICA di atas. Oleh karena itu, untuk menjamin konsistensi, diharapkan secara umum struktur ruang kota tidak mengalami perubahan berarti. Dengan kata lain, revisi ini lebih merupakan pengayaan kelengkapan dan kedalaman RTRW Kota, agar sejalan dengan arahan peraturan-perundangan yang berlaku, termasuk Kempmen Kimpraswil No: 327/KPTS/M/2005. Selain itu, Konsultan juga diharapkan menyesuaikan format Urgent Plan tersebut dengan format RTRW Kota menurut Kempem Kimpraswil di atas, sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi Perda/Qanun.
1.3
MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN Maksud pekerjaan ini adalah membantu menyusun acuan bagi Pemerintah Kota
dalam melaksanakan program-program pembangunan sebagai wujud operasionalisasi dari Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Nias.
Laporan Akhir
I-3
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Tujuan pekerjaan ini adalah menyusun RTRWK Banda Aceh, yang berfungsi sebagai acuan spasial dalam membangun kembali wilayah, kota, kawasan, dan lingkungan permukiman yang rusak akibat bencana gempa dan tsunami sehingga masyarakat dapat segera melakukan aktivitasnya dalam kondisi kualitas tata ruang yang lebih baik dan aman dari bencana juga dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Sasaran yang hendak dicapai dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut : a.
Tersusunnya Revisi RTRW Kota Banda Aceh.
b.
Terselenggaranya konsultasi publik dalam proses penyusunan RTRWK di tingkat Kota dan Kecamatan.
c.
Tersusunya Naskah Akademis dan Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh.
1.4
LINGKUP STUDI
1.5
WILAYAH STUDI Lingkup wilayah penyusunan Rencana Tata Ruang ini meliputi seluruh wilayah
Kota Banda Aceh. RTRWK disusun dengan kedalaman substansi yang sesuai dengan ketelitian atau skala petanya 1 : 10.000 berjangka waktu perencanaan 10 tahun atau disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Unit analisisnya adalah lingkup kecamatan sedangkan sistem jaringan prasarana digambarkan pada kedalaman sistem primer dan sekunder.
1.6
SUBSTANSI
1. Mengkaji RTRW Kota Banda Aceh 2002 – 2010 dan Urgent Plan Kota Banda Aceh; 2. Mengumpulkan data/informasi, baik dilakukan survey primer (observasi lapangan, wawancara tersur dan/atau mendalam) maupun survei sekunder (pengumpulan data/informasi
terolah/terkondisikan
dari
instansi/organisasi
terkait),
untuk
memperkaya/menyempurnakan Urgent Plan tesebut; 3. Melakukan analisis terhadap berbagai data dan informasi yang terkumpul; 4. Menyempurnakan Konsepsi Rencana dan memperkaya kelengkapan dan kedalaman Rencana sesuai arahan peraturan-perundangan yang berlaku serta dan arahan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD – Nias, tanpa mengubah struktur kota secara drastis;
Laporan Akhir
I-4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
5. Menyusun RTRW Kota Banda Aceh dalam format yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; 6. Menyusun Naskah Akademis dan Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh; 7. Konsultasi publik sebagai bagian integral proses penyusunan rencana.
1.7
METODOLOGI
1.7.1 AZAZ RENCANA Penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh tidak lepas kaitannya dengan landasan yang akan dijadikan acuan dalam penyusunannya. Landasan yang akan dijadikan pijakan adalah azas-azas rencana tata ruang wilayah Kota yang diuraikan sebagai berikut: a. Azas Fungsi Utama Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi utama perlindungan dan budidaya. b. Azas Fungsi Kawasan dan Kegiatan Pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan fungsi kawasan dan kegiatan yang meliputi: kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu. c. Azas Manfaat Pemanfaatan ruang secara optimal harus tercermin dalam penentuan jenjang, fungsi dan sistem jaringan prasarana wilayah. d. Azas Keseimbangan dan Keserasian Dalam penyusunan RTRW Kota harus dapat diciptakan :
Keseimbangan dan keserasian struktur dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antar kawasan serta antar sektor dan daerah
Keseimbangan dan keserasian fungsi dan intensitas
Keseimbangan dan keterpaduan pengembangan antara hulu dan hilir dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
e. Azas Kelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Menciptakan hubungan yang serasi antar manusia dan lingkungan melalui pola intensitas pemanfaatan ruang f. Azas Berkelanjutan Penataan ruang harus menjamin kelestarian dan kemampuan daya dukung sumberdaya alam.
Laporan Akhir
I-5
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
g. Azas Keterbukaan Setiap orang/pihak dapat memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tata ruang.
1.7.2 PENDEKATAN PENATAAN RUANG Dalam melakukan penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh, dilakukan pendekatan-pendekatan sebagai berikut: a. Penataan ruang yang partisipatif b. Peningkatan kesejahteraan masyarakat c. Berorientasi pada lingkungan d. Pendekatan Pemulihan Ekonomi. e. Pendekatan Pemulihan Fungsi dan Aktifitas Kota f. Pendekatan Berbasis Bencana a. Penataan Ruang yang Partisipatif Model pembangunan partisipatif ini dapat diimplementasikan dalam suatu proses penataan ruang, maka proses dari partisipatif ini paling tidak memenuhi persyaratan seperti di bawah ini. ♦
Setiap orang harus mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dan memiliki akses menuju informasi yang lengkap.
♦
Struktur komunikasi dalam masyarakat harus terjadi dalam dua arah, dialog dan keinginan berkomunikasi dapat dilakukan dengan bebas.
♦
Terjadinya partisipasi aktif dalam setiap pembentukan keputusan
♦
Adanya akses pada kekuasaan didalam menyalurkan informasi
♦
Keterlibatan Stakeholders ini dapat dimulai dari munculnya ide atau gagasan pengelolaan, penyusunan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian.
Bentuk-bentuk partisipatif ini dapat berupa Peran Serta Masyarakat (PSM). Dalam penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh, maka PSM ini dapat dilibatkan dalam persiapan penyusunan dan dalam penyusunan rencana. Implementasi PSM dalam persiapan penyusunan dimulai dengan mengetahui penyusunan RTRW Kota melalui pengumuman, dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik dan forum pertemuan. PSM dalam penyusunan rencana dilakukan pada:
Laporan Akhir
I-6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
1. Langkah-langkah penentuan arah pengembangan 2. Identifikasi potensi dan masalah pembangunan 3. Perumusan rencana 4. Penetapan rencana Peran serta masyarakat tersebut berbentuk: pemberian saran, pertimbangan, pendapat tanggapan, keberatan atau masukan, pemberian data atau informasi yang dapat dipertanggungjawabkan serta hasil pembahasan dalam forum pertemuan. b. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pengembangan tata ruang ditujukan untuk memberikan hasil yang sebesar besarnya dan
bermanfaat
bagi
kesejahteraan
masyarakat,
pendekatan
yang
akan
dikembangkan mencakup dua hal : ♦
Pengaturan pemanfaatan ruang yang adil untuk masyarakat
♦
Memelihara kualitas ruang agar lestari dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya.
c. Berorientasi Pada Lingkungan Dalam penataan ruang harus berorientasi pada lingkungan agar tetap terjaga kelestarian lingkungan. Untuk itu, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: ♦
Penataan ruang menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumber alam didalam pemanfaatan ruang.
♦
Pengelolaan harus ditekankan pada upaya untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian di wilayah tersebut.
♦
Pemanfaatan ruang harus menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya yang dapat merusak ekosistem
♦
Pengembangan satu kawasan dengan kawasan lain perlu diselaraskan dan memperhatikan daya dukung sumberdaya yang ada, sehingga dapat mewujudkan keselarasan perkembangan antara kawasan
d. Pertumbuhan Ekonomi Penataan ruang hendaknya dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, untuk itu diperlukan adanya: ♦
Optimalisasi pemanfaatan ruang
♦
Berorientasi pada pasar internasional
♦
Skala besar dan menengah
Laporan Akhir
I-7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
♦
Ada nilai tambah terhadap daerah dan masyarakat
♦
Ada kemitraan dengan masyarakat
♦
Ada proses keterpaduan
e. Pendekatan Pemulihan Fungsi dan Aktifitas Kota Pendekatan ini menekankan kepada perbaikan sarana dan prasarana kota yang sudah hancur atau rusak, sehingga fungsi kota dan aktifitasnya dapat kembali pulih. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam perbaikan dan pemulihan sarana dan prasarana adalah : ♦
Kemampuan pembiayaan
♦
Urgensitas/pengaruh dari adanya suatu sarana atau prasarana terhadap aktifitas kota.
f. Pendekatan Berbasis Bencana Pendekatan keselamatan dari gempa dan tsunami, dilakukan mengingat Kota Banda Aceh termasuk rawan gempa dan tsunami. Pendekatan ini pada dasarnya mengupayakan pembentukan kota yang memberikan kemudahan warga untuk evakuasi dari bencana. Penggunaan teknologi bangunan yang sesuai juga dapat memberikan kemampuan kota yang tahan terhadap gempa dan tsunami.
1.7.3 TAHAPAN PEKERJAAN 1. Persiapan Kegiatan persiapan dimulai sejak keluarnya Surat Perintah Kerja (SPM) dalam pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Revisi RTRW Kota Banda Aceh. Persiapan pokok yang dilakukan meliputi :
Pemantapan metodologi
Pembuatan rencana kerja
Mobilisasi personil
Persiapan survei (check list data & kuesioner, surat survei dll.)
Laporan Akhir
I-8
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2. Pengumpulan Data Kebijakan dan Isu-Isu
Review Kebijakan dan Program Review dilakukan terhadap berbagai dokumen perencanaan yang berkaitan dengan tata ruang, diantaranya: a. RTRW Propinsi NAD Tahun 2006 b. Perpres No. 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Propinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. c. RTRW Kota Banda Aceh 2002 - 2010 d. Urgent Rehabilitation And Reconstruction Plan For Banda Aceh City (Urgent Plan) tahun 2005 e. Program Pembangunan (RPJPD dan RPJMD) Kota Banda Aceh f.
Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Teknik Ruang Kota yang pernah disusun
g. Data Kebijakan Pembangunan Kota Lainnya.
Pengumpulan data primer dan sekunder Data dikumpulkan langsung berdasarkan kondisi lapangan, dikompilasikan dan di format dalam penyajian yang informatif.
Keluaran Keluaran dari tahap ini adalah gambaran kondisi Banda Aceh sebelum dan sesudah gempa serta potensi dan permasalahan pengembangan Kota Banda Aceh. Yang menjadi dasar analisis, penjabaran konsep dan rencana Kota Banda Aceh. Pada tahap ini juga dilakukan review khusus terhadap Master Plan dan RTRW Kota Banda Aceh 2002 – 2010 yang pernah disusun. Hasil review berupa materi yang perlu disempurnakan, materi yang belum ada dan perlu ditambahkan serta materi yang tidak perlu ditambahkan karena sudah cukup memenuhi. Hasil dari review kemudian disepakati dengan tim teknis untuk menjadi bahan untuk tahap analisis, konsep dan rencana.
Laporan Akhir
I-9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3. Analisis Analisis ditujukan untuk mengantisipasi perkembangan-perkembangan maupun kecenderungan yang terjadi pada masa akan datang. Inti dari analisis ini mencakup: keadaan dasar, kecenderungan perkembangan, kebutuhan ruang, kemampuan lahan, kendala pengembangan dan kemampuan pengelolaan pembangunan daerah. 4. Perumusan Konsep dan Strategi RTRW Kota
Rumusan Konsep Hasil analisis yang telah dilakukan selanjutnya dibuat rumusan konsep dan strategi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh mencakup: a. Perumusan tujuan pemanfaatan ruang b. Alternatif Konsep Struktur & Pola Pemanfaatan Ruang c. Pengelolaan infrastruktur dan sarana d. Pengembangan Ekonomi dan Investasi e. Pengembangan Sosial dan Kependudukan Kegiatan analisis dan penyusunan konsep dilakukan setelah pengumpulan data dan informasi. Serangkaian kegiatan pengumpulan data, review analisis dan konsep strategi dilakukan selama 2,5 bulan dan dituangkan dalam Laporan Antara dan didiskusikan dengan tim teknis. Kemudian hasilnya dibahas dalam forum workshop di tingkat kota.
Workshop Pembahasan Hasil Analisis dan Konsep Workshop dilakukan pada tingkat kota untuk membahas hasil analisis, konsep dan strategi pengembangan kota. Workshop melibatkan tim konsultan, tim teknis, serta stakholder : Pemerintah, Investor/pelaku ekonomi, masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi serta unsur-unsur lainnya. Keluaran dari hasil workshop adalah pengayaan terhadap hasil analisis terutama menyangkut
permasalahan-permasalahan
pengembangan
kota,
serta
konsep
pengembangannya. Hasil workshop dirumuskan sebagai bahan perbaikan analisis dan konsep pengembangan kota (perbaikan laporan antara).
Laporan Akhir
I - 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
5. Draft Rencana Hasil analisis dan konsep yang telah diworkshopkan kemudian dijadikan sebagai bahan dasar penyusunan draft rencana yang meliputi :
Rumusan Rencana
Tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Banda Aceh
Rencana struktur pemanfaatan ruang
Rencana pola pemanfaatan ruang
Rencana sistem prasarana wilayah yang terdiri dari :
Rencana pengelolaan kawasan lindung dan budidaya
Rencana pengelolaan kawasan tertentu dan kawasan prioritas
Rencana Penatagunaan tanah, air, udara, hutan, dan sumberdaya lainnya
Rencana sistem kegiatan pembangunan.
Rencana Pengelolaan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang :
Draft Perda/Qanun RTRW Dalam tahap ini juga disusun draft sementara Perda/Qanun RTRW Kota Banda Aceh.
Workshop dan Sosialisasi Draft Rencana Hasil draft rencana dan Qanun kemudian dibahas dalam forum wokrshop dan sosialisasi tingkat kota sekali dan sekali untuk masing-masing kecamatan yang dihadiri tim konsultan, tim teknis, BKRTD, dan Stakeholder lainnya. Hasil workshop dan sosialisasi kemudian dirumuskan dan dikoordinasikan dengan tim teknis untuk memperoleh kesepakatan sebagai bahan masukan perbaikan laporan rencana RTRW serta perbaikan draft Perda/Qanun RTRW. 6. Finalisasi Pada tahap ini dilakukan perbaikan dan finalisasi produk rencana dan rancangan Perda/Qanun RTRW Kota Banda Aceh.
Laporan Akhir
I - 11
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
1.8
SISTEMATIKA LAPORAN Sistematika Laporan Akhir Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh
meliputi : BAB 1
PENDAHULUAN
B0AB 2
KARAKTERISTIK POTENSI DAN MASALAH KOTA BANDA ACEH Bab ini membahas kondisi eksisting Kota Banda Aceh baik sebelum maupun sesudah Bencana Tsunami. Kondisi ini dilihat dari aspek Fungsi Peran dan Kedudukan dalam Lingkup Regional, Karakteristik Fisik Wilayah, Karakteristik
Pemanfaatan
Ruang,
Karakteristik
Kependudukan
dan
Kemasyarakatan, Karakteristik Perekonomian, Karakteristik Transportasi, Karakteristik Fasilitas Kota, Karakteristik Pengelolaan Penataan Ruang, Harapan dan Aspirasi Stakeholders, Serta Potensi dan Permasalahan Kota BAB 3
RENCANA TATA RUANG KOTA BANDA ACEH Bab ini memuat rencana pengembangan Kota Banda Aceh di masa mendatang. Adapun aspek-aspek yang direncanakan adalah Kedudukan Kota
Banda
Pemanfaatan
Aceh
dalam
Ruang,
konstelasi
Rencana
Pola
Regional,
Rencana
Struktur
Pemanfaatan
Ruang,
Rencana
Penetapan Intensitas Pemanfaatan Ruang, Rencana Sistem Transportasi, Rencana
Sistem
Pengelolaan
Utilitas,
Kawasan
Rencana
Lindung;
Sistem
Budidaya
Fasilitas,
serta
Rencana
Perkotaan;
dan
Kawasan
Strategis. BAB 4
RENCANA IMPLEMENTASI Bab ini memuat instrumen implementasi rencana tata ruang yang telah dirumuskan pada Bab 3. Hal-hal yang dibahas pada bagian ini adalah Pentahapan dan Prioritas Rencana, Arahan Penyusunan Perda dan Regulasi Lainnya Terkait dengan Penataan Ruang, Indikasi Program Pemanfaatan Ruang,
Indikasi
Pembiayaan
Pembangunan
Kota,
Pengendalian
Pemanfaatan Ruang, dan Kelembagaan Penataan Ruang.
Laporan Akhir
I - 12
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
BAB II
KARAKTERISTIK, POTENSI DAN MASALAH KOTA BANDA ACEH
2.1.1 ANALISIS FUNGSI, PERAN DAN KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH Analisis fungsi, peranan dan kedudukan Kota Banda Aceh, dilakukan dengan mempertimbangkan kebijakan regional yang terkait, kondisi hubungan regional dengan wilayah sekitar serta kecenderungan pemanfaatan ruang kota. Walaupun mengalami kehancuran pasca tsunami tahun 2004, Kota Banda Aceh tetap memiliki peran, fungsi, dan kedudukan yang strategis dalam konteks pelayanan regional. Kota Banda Aceh adalah ibukota Propinsi Nangroe Aceh Darusalam sehingga berfungsi sebagai pusat pemerintahan propinsi. Di samping itu dari aspek sosial ekonomi, kota ini juga berperan sebagai pusat permukiman dan koleksi serta distribusi barang dan jasa dari wilayah hinterland-nya. Mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang dimiliki Kota Banda Aceh dan arahan-arahan penataan ruang yang hirarkinya lebih tinggi serta rekomendasi dari rencana-rencana serupa yang telah disusun sebelumnya, maka dalam perencanaan ke depan, status Kota Banda Aceh ditetapkan sebagai berikut (lihat tabel 2.1) :
Laporan Akhir
II - 1
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.1 PERAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH PERAN 1. Sebagai Kota hirarki I pada wilayah pengembangan Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Sabang 2. Sebagai ibukota Provinsi Aceh
FUNGSI 1. Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia Bagian Barat yang mengemban fungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa wilayah hiterland-nya 2. Pusat pemerintahan dan perkantoran skala kota dan regional 3. Pusat perdagangan dan jasa untuk skala kota dan regional 4. Pusat kegiatan industri kecil skala kota dan regional 5. Pusat permukiman, fasilitas umum, dan sosial skala kota dan regional 6. Pusat kegiatan keagamaan (Islamic Center)
KEDUDUKAN Dalam lingkup nasional merupakan: 1. Salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Orde II, yang diharapkan sebagai Counter Magnet bagi Kota Medan 2. Bagian dari kebijakan
Indonesia-MalaysiaThailand Growth Triangle
Sumber : Hasil Analisis Konsultan 2006
2.2
ANALISIS DAYA DUKUNG
2.2.1 GEOGRAFIS Letak geografis Kota Banda Aceh antara 5°30’ – 05035’ LU dan
95°30’ –
99016’ BT. Tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut, dengan luas wilayah 61,36 km2. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Utara
:
Selat Malaka
Selatan
:
Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar
Barat
:
Kecamatan Peukan Bada , Kabupaten Aceh Besar
Timur
:
Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar
Adapun Wilayah administrasi Kota Banda Aceh meliputi 9 Kecamatan, 70 desa dan 20 kelurahan dengan pembagian tiap kecamatan seperti pada Gambar 2.1. Sedangkan luas dan prosentase untuk tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Laporan Akhir
II - 2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 2.1 PETA KOTA BANDA ACEH
Sumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan 4 TABEL 2.2 LUAS DAN PROSENTASE WILAYAH KECAMATAN DI KOTA BANDA ACEH LUAS (Km2)
PERSENTASE (%)
NO
KECAMATAN
1.
Meuraxa
7,258
11,83
2.
Baiturrahman
4,539
7,40
3.
Kuta Alam
10,047
16,37
4.
Syiah Kuala
14,244
23,21
5.
Ulee Kareng
6,150
10,02
6.
Banda Raya
4,789
7,80
7.
Kuta Raja
5,211
8,49
8.
Lueng Bata
5,341
8,70
9.
Jaya Baru
3,780
6,16
61,359
100,00
JUMLAH
Sumber: Banda Aceh Dalam Angka, 2003
Laporan Akhir
II - 3
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.2.2 TOPOGRAFI Kota Banda Aceh secara geologi merupakan dataran banjir Krueng Aceh dan 70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Ke arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas muka laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur dengan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap ke laut. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 2.2 Dataran banjir : – Ketinggian ≤ 5 meter – cenderung tergenang permanen – drainase sulit – air tanah dangkal dan payau Dataran: – ketinggian 5 – 10m – daerah hilir rawan banjir – drainase sulit terutama pada daerah hilir – air tanah sebagian payau – bagian hulu bergelombang lemah Dataran Bergelombang: – dataran bergelombang ketinggian 20-50 m – drainase cukup mudah – relatif bebas dari genangan
GAMBAR 2.2 BENTANG ALAM KOTA BANDA ACEH Sumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan 4
2.2.3 HIDROLOGI Ada delapan sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (Catchment Area) dan sumber air baku, kegiatan perikanan, dan sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan timur kota sampai ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari timur ke barat. Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan kota membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai kecamatan Meuraxa. Berikut pada Tabel 2.3, menjelaskan nama-nama sungai dan luas daerah resapannya.
Laporan Akhir
II - 4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.3 SUNGAI DI KOTA BANDA DAN ACEH NAMA SUNGAI
LUAS DAERAH RESAPAN (KM2)
Krueng Aceh
1712,00
Krueng Daroy
14,10
Krueng Doy
13,17
Krueng Neng
6,55
Krueng Lhueng Paga
18,25
Krueng Tanjung
30,42
Krueng Titi Panjang
7,80
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA
2.2.4 KLIMATOLOGI Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,50C hingga 27,50C dengan tekanan (minibar) 1008-1012. Sedangkan untuk suhu terendah dan tertinggi bervariasi antara 18,00C hingga 20,00C dan antara 33,00C hingga 37,00C . Curah hujan kota Banda Aceh yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Blang Bintang menunjukkan bahwa curah hujan yang terjadi selama tahun 1986 sampai dengan 1998 berkisar antara 1.039 mm sampai dengan 1.907 mm dengan curah hujan tahunan rata-rata 1.592 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret, Oktober dan Nopember, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari, Februari dan Agustus. Jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada bulan agustus yaitu 20-21 hari dan terendah pada bulan februari dan maret dengan jumlah hari hujan hanya 2 – 7 hari. Kelembaban udara di Kota Banda Aceh sangat bervariasi tergantung pada keadaan iklim pada umumnya. Kelembaban udara dari data tahun 1998 berkisar antara 75% - 87 %. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan juni. Kecepatan angin bertiup antara 2 – 28 knots. Gambar 2.3 di bawah ini memperlihatkan grafik perkembangan kondisi klimatologis Kota Banda Aceh selama setahun yang meliputi curah hujan rata-rata bulanan; suhu udara rata-rata, maksimum dan minimum; tingkat kelembaban relatif rata-rata, maksimum dan minimum; serta kecepatan angin rata-rata, maksimum dan minimum.
Laporan Akhir
II - 5
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 2.3 KLIMATOLOGI KOTA BANDA ACEH
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team
2.2.5 GEOLOGI TANAH Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun dan merupakan daerah rawan gempa dan longsor. Pada gambar 2.4 di bawah ini, menunjukkan ruas-ruas Patahan Semangko di Pulau Sumatera dan juga kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah dan Darussalam, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan bertemu pada pegunungan di Tenggara kota. Sehingga sesungguhnya Banda Aceh adalah suatu dataran hasil amblasan sejak Pliosen, membentuk suatu Graben. Sehingga dataran Banda Aceh ini merupakan batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila terjadi gempa disekitarnya.
Laporan Akhir
II - 6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 2.4 STRUKTUR PATAHAN SEMANGKO Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4
2.3
ANALISIS PEMANFAATAN RUANG
2.3.1 STRUKTUR RUANG Struktur Kota Banda Aceh berpusat pada mesjid Baiturrahman dan pasar Aceh yang menjadi menjadi pusat pemerintahan, budaya, agama serta perdagangan. Pusat ini melayani pemukiman dan kegiatan pantai serta pemukiman perkotaan sekitarnya bahkan sampai ke daerah permukiman lainnya seperti Lambaro dan Lhok Nga di Kabupaten Aceh Besar. Sistem infrastruktur menyatukan ketiga wilayah kota tersebut menjadi suatu kawasan Perkotaan. Kemudian, pada kawasan permukiman perkotaan pada lapis berikutnya terdapat permukiman dan pusat pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya masih beragam antar kebun dan sawah pertanian. Jumlah penduduk kota Banda Aceh pada tahun 2003 sekitar 230.828 jiwa, dengan dominasi kegiatan ekonomi di bidang jasa (perdagangan dan pemerintahan), nelayan dan petani tambak. Seperti umumnya kota-kota di Indonesia, Banda Aceh pun tumbuh hampir tidak terencana, dengan konsentrasi kepadatan di pusat kota (sekitar Masjid Baiturrahman), dan memanjang
Laporan Akhir
II - 7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
hampir linier mengikuti jalan utama yang relatif sejajar pantai, dan melebar ke arah pantai. Pusat Kota, yaitu Mesjid Baiturrahman dan pasar Aceh, menjadi pusat pemerintahan, budaya, agama serta perdagangan yang melayani pemukiman dan kegiatan pantai serta pemukiman perkotaan sekitarnya bahkan sampai ke daerah permukiman lainnya seperti Lambaro dan Lhok Nga di Kabupaten Aceh Besar. Sistem infrastruktur
yang
ada
mendukung
ketiga
wilayah
kota
tersebut
sehingga
menyatukannya menjadi suatu kawasan Perkotaan (Metropolitan). Kemudian, pada kawasan permukiman perkotaan pada lapis berikutnya terdapat permukiman dan pusat pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya masih beragam antar kebun dan sawah pertanian. Pengembangan Kota Banda Aceh di masa mendatang direkomendasikan untuk mengembangkan struktur pusat Kota Banda Aceh ke dalam bentuk multi center, dengan satu atau dua pusat kota dan didukung oleh beberapa sub pusat pengembangan. Pusatpusat tersebut dihubungkan dengan jaringan jalan melingkar berikut utilitas lainnya. Tuntutan terhadap pengembangan pusat-pusat pelayanan semakin dibutuhkan seiring dengan semakin pesatnya perkembangan kota di masa mendatang. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan efisiensi dan efektifitas pelayanan. Struktur Ruang Perkotaan Kawasan Perkotaan Banda Aceh dan sekitarnya dikembangkan dengan sistem sub pusat kota dan sistem infrastruktur wilayah. Sistem sub-pusat kota diarahkan pada pengembangan dua pusat perkotaan di pusat kota lama (Baiturrahman dan Peunayong) dan di selatan yaitu di Batoh-Lampeuneurut, serta didukung oleh sub pusat kota, yaitu sub pusat perkotaan Ulee Lheue, Jaya Baru, Keutapang, Lampulo, Peunayong, Neusu, Leung bata, Lamdom, Jeulingke, Ulee Kareng, Kopelma dan Lambaro. Lihat Gambar 2.5 Peta Konsep Struktur Kota Banda Aceh
Laporan Akhir
II - 8
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 2.5 KONSEP STRUKTUR KOTA BANDA ACEH TAHUN 2016
Laporan Akhir
II - 9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.3.2 PEMANFAATAN RUANG Jenis penggunaan Lahan di setiap kecamatan yang terdapat di Kota Banda Aceh sebelum Tsunami dapat dilihat pada Tabel 2.4. Sedangkan Gambar 2.6 menunjukkan perbandingan jenis penggunaan lahan antar kecamatan di Kota Banda Aceh. TABEL 2.4 LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002
Jumlah
428,4
-
-
-
12,0
453,9
Kuta Alam
4,0
957,2
-
-
37,0
6,5
1004,7
Meuraxa
62,5
548,8
32,5
-
60,0
22,0
725,8
Syiah Kuala
30,0
1171,3
145,1
6,0
40,0
32,0
1424,4
Lueng Bata
23,5
460,6
24,0
-
-
26,0
534,1
Kuta Raja
-
493,1
-
-
22,0
6,0
521,1
Banda Raya
178,0
245,9
25,0
-
-
30,0
478,9
Jaya Baru
61,5
292,1
11,4
-
9,0
4,0
378,0
Ulee Kareng
36,0
293,2
183,8
-
102,0
615,0
409,0
4890,6
421,8
168,0
240,5
6135,9
6,0
Tambak
13,5
Tegal/ kebun
Baiturrahman
Kecamatan
Sawah Tadah hujan
Lain-lain
Rawa tidak ditanami
Bangunan
Penggunaan Lahan (ha)
Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002
Berdasarkan data penggunaan lahan (data kawasan terbangun) di masingmasing kecamatan, maka dapat diketahui persentase tingkat kepadatan kawasan terbangun seperti pada Tabel 2.5 berikut.
Laporan Akhir
II - 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
1200,00
Luas Lahan (Ha)
1000,00
800,00
600,00
400,00
200,00
0,00 ng Kare Ulee
Baru Jaya
ya a Ra Band
Raja Kut a
ta g Ba Luen
Kuala Syiah
axa Meur
Alam Kut a
an rrahm Baitu
Nama Kecamatan Sawah Tadah Hujan Tegal/Kebun Tambak
Bangunan dan Halaman Sekitar Rawa-rawa Lain-lain
GAMBAR 2.6 LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002 Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002
TABEL 2.5 LUAS DAN PERSENTASE PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kecamatan Baiturrahman Banda Jaya Jaya Baru Kuta Alam Kuta Raja Lueng Bata Meuraxa Syiah Kuala Ulee Kareng
Tanah Terbangun (Ha) 281,12 237,77 118,87 362,82 5,60 191,90 2,22 404,88 254,15
Total Luas Lahan 419,78 509,61 473,36 970,73 377,76 449,45 906,10 1.604,77 516,16
Persentase (%) Tanah Terbangun 66,97 46,66 25,11 37,38 1,48 42,70 0,24 25,23 49,24
Persentase (%) Tanah Belum Terbangun 33,03 53,34 74,89 62,62 98,52 57,30 99,76 74,77 50,76
Sumber : Citra 2005 JICA
Berdasarkan data penggunaan lahan, maka dapat diketahui pola penggunaan lahan Kota Banda Aceh seperti pada Tabel 2.6 berikut.
Laporan Akhir
II - 11
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.6 POLA PENGGUNAAN LAHAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005 No I 1 2 3
Pemanfaatan Ruang Kawasan Terbangun Permukiman Kawasan Perdagangan dan Jasa Perkantoran Fasilitas - Fasilitas Kesehatan 4 - Fasilitas Pendidikan - Fasilitas Peribadatan Transportasi 5 - Terminal - Jalan II Ruang Terbuka 1 Kawasan Hutan Kota 2 Pertanian 3 Kanal 4 Zona Tambak Ikan Ruang Terbuka Hijau - Taman Kota - Jalur Hijau 5 - Lapangan Olah Raga - Rawa - Alang-Alang 6 Kuburan 7 Sungai Air 8 - Air Laut - Danau Total Sumber : Citra 2005 JICA
Luas (HA) 2.124,95 1.360,41 128,53 113,16 222,30 33,95 174,89 13,46 300,54 3,90 296,64 4.010,95 285,92 651,78 104,44 204,48 1.373,79 20,15 1.138,37 24,50 140,16 50,61 11,89 116,74 1.261,92 1.231,41 30,51 6.135,90
% 34,63 22,17 2,09 1,84 3,62 0,55 2,85 0,22 4,90 0,06 4,83 65,37 4,66 10,62 1,70 3,33 22,39 0,33 18,55 0,40 2,28 0,82 0,19 1,90 20,57 20,07 0,50 100,00
Bencana Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah mengakibatkan kerusakan parah pada wilayah Kota Banda Aceh khususnya pada kawasan pesisirnya. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan di Kota Banda Aceh di masa yang akan datang. Luas kerusakan berdasarkan jenis penggunaan lahan di Kota Banda Aceh ditampilkan dalam gambar 2.7 berikut ini.
Laporan Akhir
II - 12
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
37%
2%
Permukiman Pertambakan
13%
19%
Persawahan Perkebunan dan Belukar Lahan Terbuka
29%
GAMBAR 2.7 LUAS KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH Sumber: Deputi Penginderaan Jauh, LAPAN, April 2005
Dari data diatas dapat diketahui, bahwa kecamatan yang memiliki tanah terbangun yang tinggi adalah Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Baiturrahman, dan Kecamatan Kuta Raja. Sedangkan kecamatan Banda Jaya dan Kecamatan Ulee Kareng memiliki lahan yang cukup luas yang masih belum terbangun. Berikut ini Gambar 2.8, yang menunjukkan peta penggunaan lahan Kota Banda Aceh.
Laporan Akhir
II - 13
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Gambar 2.8 Penggunaan Lahan Tahun 2005
Laporan Akhir
II - 14
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Identifikasi tingkat kerusakan lahan tersebut dibagi beberapa zona, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.9 di bawah ini.
Kawasan Perkotaan Hancur Kawasan Perkotaan Rusak Kawasan Perkotaan Rusak Kawasan Perkotaan Rusak Kawasan Perdesaan Hancur
GAMBAR 2.9 IDENTIFIKASI KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4
Dampak kerusakan pasca Tsunami telah mengubah kondisi fisik lahan Kota Banda Aceh sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.10 berikut ini. Kondisi tersebut antara lain dipengaruhi oleh ada tidaknya genangan, kondisi air tanah, kondisi drainase wilayah jenis tanah, dan potensi terkena Tsunami.
GAMBAR 2.10 KONDISI LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4
Laporan Akhir
II - 15
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Dengan karakteristik fisik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.10 di atas, maka arahan zonasi fisik Banda Aceh, yang secara garis besar terbagi atas Kawasan Lindung
(Conservation,
Zona
V),
Kawasan
Pengembangan
Terbatas
(Restristic
Development Area, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted Development Area, zona IV). Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2.11 berikut ini.
I Kawasan aquatic, (tambak, hutan bakau, rekreasi pantai, dan kawasan lindung pantai), kepadatan bangunan sangat rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan tradisional (panggung) II Kawasan terbangun kepadatan rendah, didukung bangunan tahan gempa dan sistem drainase yang handal (kanal). Tidak disarankan untuk kegiatan komersial atau kegiatan sosial lainnya. Perumahan masih dimungkinkan dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat, dan disepakati oleh lebih dari 50% warga gampong semula untuk kembali bermukim di kawasan ini
IV Kawasan terbangun kepadatan tinggi, dgn bangunan tahan gempa, fungsi-fungsi semula didorong untuk dikembangkan, dengan insentif keringanan pajak, pengendalian harga tanah, serta kelengkapan dan kehandalan infrastruktur.
III Kawasan terbangun kepadatan sedang, dgn bangunan tahan gempa dan sistem drainase yang handal. Kawawsan komersial dimungkinkan dikembangkan secara terbatas, nilai-nilai heritage disarankan untuk dipertahankan di kawasan ini.
GAMBAR 2.11 ARAHAN KESESUAIAN ZONASI FISIK DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4
Laporan Akhir
II - 16
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Berdasarkan gambar diatas disepakati Kota Banda Aceh dibagi dalam 4 karakteristik zona yaitu : 1. Coastal Zone 2. Eco Zone (evacuation) 3. Traditional City Center Zone (Escape Guiding) 4. Urban Development Zone (Emergency Base) Lebih jelas lihat gambar 2.12 Peta Pembagian Zona Kota Banda Aceh lihat tabel 2.7 Pembagian Zona Fungsi , dan Jenis Penggunaan Lahannya. TABEL 2.7 PEMBAGIAN ZONA, FUNGSI DAN JENIS PENGGUNAAN LAHAN KOTA BANDA ACEH MENURUT URRP BAC Zona 1. Pesisir (Coastal Zone)
2. Eco-Zone
3. Traditional City Center Zone
Laporan Akhir
Klasifikasi Zona Bencana Identifikasi Mitigasi Tsunami
Area Evakuasi
Area Pendukung Evakuasi
Lokasi/Fungsi – Pelabuhan – Pohon Kelapa/ Mangrove
–
– Fasilitas peringatan bencana – Kegiatan perikanan dan pelabuhan ikan – Pasar ikan
–
– Masjid Raya – Museum – Pusat Komersial yang ada saat ini
– – –
Penggunaan Lahan/Antisipasi Bencana Restorasi ekosistem pesisir Hutan pesisir Pelabuhan kapal ferry Fasilitas pemecah gelombang di sepanjang garis pantai Rekonstruksi area permukiman untuk
returnees
– Bangunan dan menara untuk evakuasi – Jalur-jalur jalan untuk evakuasi – Jalur lingkar (bagian Utara) – Pemulihan dan konservasi ekosistem pesisir – Pengembangan industri budidaya perikanan – Pemanfaatan alam untuk akuakultur dan taman (untuk pendidikan, rekreasi dan pariwisata) – Pusat Pengelolaan Sampah – Instalasi pengolahan Limbah – Kawasan kegiatan komersial – Area fasilitas budaya – Bangunan-bangunan untuk evakuasi
II - 17
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Zona
Klasifikasi Zona Bencana
Lokasi/Fungsi
– – – – –
Penggunaan Lahan/Antisipasi Bencana Fasilitas transportasi darat (terminal bus) Jalur-jalur evakuasi Pusat pelayanan pemerintahan Posko-posko Bantuan Darurat Fasilitas pendidikan
Berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat Aceh, Bappeda Provinsi NAD, Dinas Perkotaan dan Perkim Provinsi NAD, Dinas Tata Kota Banda Aceh, Bappeda Kabupaten Aceh Besar, dan Dinas Praswil Banda Aceh, telah disepakati memilih skenario dengan melakukan perbaikan pola dan struktur dengan memberikan 2 pilihan bagi masyarakat, yaitu (1) pindah ke lokasi aman bagi masyarakat yang ingin pindah, dan (2) tetap di lokasi semula yang telah dilengkapi berbagai sarana prasarana perlindungan. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: Fungsi-fungsi penting kota, seperti kantor pemerintahan, rumah sakit dalam jangka panjang sebaiknya dipindahkan ke daerah aman. Perlu adanya fasilitas pelindungan dan penyelamatan Penggunaan teknologi bangunan tahan gempa dan tsunami Pengaturan kembali fungsi-fungsi kota secara ruang dalam wujud zonasi berdasarkan tingkat potensi kerusakan Penataan pemukiman nelayan dan non nelayan di sekitar pantai dan bagi yang ingin pindah diberikan alternatif tempat yang aman.
Laporan Akhir
II - 18
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 2.12 PETA PEMBAGIAN ZONA FISIK KOTA BANDA ACEH
Laporan Akhir
II - 19
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.3.3 INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG Untuk lahan-lahan di pusat kota, umumnya intensitas pemanfaatan ruangnya, yang meliputi nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan ketinggian bangunan, relatif tinggi seperti untuk perkantoran, perdagangan dan jasa, dan lainnya. Sedangkan untuk kawasan-kawasan di pinggiran pusat kota yang umumnya merupakan lahan pertanian dan perkampungan menjadikan intensitas pemanfaatan ruangnya rendah. Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang kota Banda Aceh menurut Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2010 disajikan pada Tabel 2.8. Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah pengaturan Garis Sempadan Bangunan (GSB) yang dimaksudkan untuk memperoleh keteraturan tata letak bangunan terhadap jalan maupun bangunan lain di sekitarnya. Selain itu juga untuk pengaturan penggunaan ruang jalan bagi pemakai maupun penghuni rumah ataupun kemungkinan terhadap pelebaran jalan. Hal ini ditentukan berdasarkan fungsi jaringan jalan yang bersangkutan dan penggunaan lahan disekitarnya. Tujuan rencana
pengaturan
sempadan bangunan adalah sebagai berikut: •
Secara fisik akan terwujud jarak antar bangunan
•
Adanya ketentuan batas yang tegas antara lahan yang boleh dan tidak boleh ditempati bangunan
•
Adanya ketentuan batas yang tegas antara kapling bangunan dengan Daerah Milik Jalan (Damija). TABEL 2.8 RENCANA INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2010 (VERSI KAJIAN DEPARTEMEN PU TAHUN 2006)
PERUNTUKAN LAHAN
BWK PUSAT KOTA
1. Perumahan yang dilindungi – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan maksimum
60% 1,2 12 meter
Perumahan – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Laporan Akhir
70% 1,4 10 meter Bangunan
BWK TIMUR KOTA
BWK SELATAN KOTA
BWK BARAT KOTA
60% 1,2 12 meter
60% 1,2 12 meter
60% 1,2 12 meter
60% 1,2 10
60% 1,2 10 meter
60% 1,2 10
II - 20
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
PERUNTUKAN LAHAN
BWK PUSAT KOTA
maksimum
BWK TIMUR KOTA meter
BWK SELATAN KOTA
BWK BARAT KOTA meter
2. Pemerintahan/Perkantoran – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan maksimum
70% 2,8 20 meter
60% 1,2 16 meter
60% 1,2 12 meter
60% 1,2 12 meter
3. Perdagangan dan Jasa – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan maksimum
80% 1,6 12 meter
70% 1,4 12 meter
70% 1,4 12 meter
80% 1,6 12 meter
4. Fasilitas Sosial/Umum – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan maksimum
60% 1,2 12 meter
60% 1,2 12 meter
50% 1,0 12 meter
60% 1,2 12 meter
5. Kawasan Budaya – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian maksimum
40% 0,8 12 meter
-
-
-
6. Campuran perdagangan dan jasa, perkantoran dan perumahan – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian Bangunan maksimum
80% 1,6 12 meter
60% 1,2 12 meter
50% 1,0 12 meter
60% 1,2 12 meter
7. Terminal – KDB maksimum – KLB maksimum – Ketinggian maksimum
20% 0,4 12 meter
-
-
20% 0,4 12 meter
Bangunan
Bangunan
Sumber: Revisi RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2010 (Versi PU)
Laporan Akhir
II - 21
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.3.4 KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN KOTA Perkembangan Kota Banda Aceh dapat dikategorikan dalam pola tumbuh ”Multi Nuclei Model” atau yang mempunyai beberapa titik tumbuh. Dalam Revisi Rencana Tata Ruang Kota Banda Aceh tahun 2001-2010, titik-titik tumbuh tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Titik Tumbuh Utama di pusat kota dengan kegiatan perdagangan dan jasa, pemerintahan dan perkantoran, fasilitas umum dan lain-lain. Titik tumbuh ini berkembang ke segala penjuru kota, namun pertumbuhan ke arah Barat dan Utara dibatasi oleh kawasan tambak yang cukup potensial serta dibatasi oleh pantai. 2. Titik Tumbuh Sekunder tersebar pada 3 (tiga) lokasi sesuai dengan homogenitas kawasan, yaitu di sebelah Barat, Timur, dan Selatan kota dengan kegiatan pelayanan umum dan fasilitas sosial-ekonomi. 3. Titik-titik tumbuh lain pada tingkatan yang lebih rendah berada di pusat-pusat permukiman. Pola pertumbuhan dari titik-titik tumbuh tersebut ternyata mempunyai pola linier dan berkembang seiring perkembangan jaringan jalan sehingga menunjukkan pola pengembangan ruang dengan Linear Growth Model. Rencana tata ruang Kota Banda Aceh sebelum Tsunami memperlihatkan struktur kota bahwa kawasan pantai dikembangkan sebagai kawasan wisata lingkungan atau daerah penyangga di Kawasan Pantai Utara Kota, antara sempadan pantai, kawasan pantai/penyangga dengan kawasan perkotaan. Adapun kawasan pusat perdagangan Central Business District (CBD) terletak pada Kecamatan Baiturrahman yang berjarak 2 km dari pantai yang berada dibagian pusat wilayah Kota Banda Aceh, sedangkan kawasan wisata terletak didaerah Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan Syiah Kuala (Kawasan Pantai) dan kawasan pendidikan di Kecamatan Syiah Kuala (Pinggiran Kota), Lueng Bata dan Ulhee Kareng (Pusat Perkotaan). Kawasan non urban yang ada di sepanjang pantai seakan menjadi pemisah antara kawasan pantai dengan kawasan perkotaan, namun fungsi kawasan non urban ini tidak/belum dijelaskan fungsinya secara spesifik, apakah sebagai kawasan penyangga (buffer zone) atau kawasan kosong (tidak dibangun). Dari tata ruang yang ada terlihat bahwa arah kecenderungan perkembangan perkotaan (Kota Banda Aceh), kearah selatan (berbatasan langsung dengan Aceh Besar)
Laporan Akhir
II - 22
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
maka sub pusat (perdagangan dan jasa), sport center (Pusat Olahraga) berada diperbatasan antara wilayah Kota Banda Aceh dengan wilayah Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian, terlihat bahwa pusat persebaran perkotaan Banda Aceh untuk mendatang adalah ke Selatan (ke wilayah Kabupaten Aceh Besar).
2.4
ANALISIS
DAN
KARAKTERISTIK
KEPENDUDUKAN
DAN
KEMASYARAKATAN 2.4.1 JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK Jumlah penduduk kota Banda Aceh sebelum terjadinya bencana Tsunami adalah sekitar 230.828 jiwa, dengan mayoritas penduduk beragama dan berbudaya Islam. Sebagai Ibukota Propinsi NAD sekaligus merupakan pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi,
Kota
Banda
Aceh
memiliki
kepadatan
penduduk
tertinggi
diantara
kabupaten/kota lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Kota Banda Aceh per Kecamatan sebelum terjadinya Tsunami, dapat dilihat pada Tabel 2.9. TABEL 2.9 JUMLAH PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2001-2003 PRE TSUNAMI JUMLAH PENDUDUK Th. 2001 (JIWA)
JUMLAH PENDUDUK Th. 2002 (JIWA)
(%)
JUMLAH PENDUDUK Th. 2003 (JIWA)
14,96
33.331
14,75
32.765
14,19
52.824
23,66
50.338
22,27
47.538
20,59
Meuraxa
27.468
12,31
28.158
12,46
30.532
13,22
4.
Syiah Kuala
26.401
11,83
26.577
11,76
28.298
12,25
5.
Lueng Bata
13.477
6,04
15.064
6,67
16.708
7,23
6.
Kuta Raja
17.467
7,82
18.420
8,15
18.793
8,14
7.
Banda Raya
17.563
7,87
17.802
7,88
18.509
8,01
8.
Jaya Baru
20.902
9,36
21.137
9,35
20.901
9,05
9.
Ulee Kareng
13.722
6,15
15.169
6,71
16.784
7,27
223.223
100,00
225.996
100,0
230.828
100.00
NO
KECAMATAN
1.
Baiturrahman
33.399
2.
Kuta Alam
3.
TOTAL
(%)
(%)
Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003
Laporan Akhir
II - 23
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Kemudian, pada Gambar 2.13 berikut ini, dapat diketahui pertumbuhan jumlah penduduk di masing-masing kecamatan di Kota Banda Aceh selama periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2003. Selain itu, juga dapat diketahui kecamatan yang mengalami konsentrasi penduduk terbesar. 60000
Jumlah Penduduk (jiwa)
50000
40000
30000
20000
Ulee Kareng
Jaya Baru
Banda Raya
Kuta Raja
Lueng Bata
Syiah Kuala
Tahun 2003
Meuraxa
Tahun 2002
Kuta Alam
0 Tahun 2001
Baiturrahman
10000
Nama Kecamatan
GAMBAR 2.13 GRAFIK PERKEMBANGAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH
Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003
Pasca terjadinya Tsunami, jumlah penduduk kota Banda Aceh berkurang dengan pesat sekitar 27%. Menurut sensus yang dilakukan oleh pemerintah kota jumlah penduduk Banda Aceh sebelum Tsunami adalah sebesar 263.668 jiwa dan tereduksi menjadi 192.194 jiwa, dengan jumlah kehilangan (meninggal dunia atau hilang) sebanyak 71.475 jiwa dan jumlah penduduk yang kehilangan tempat tinggal sebanyak 65.500 jiwa. Untuk jelasnya mengenai jumlah penduduk setelah Tunami di Kota Banda Aceh pada tiap-tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.10 dibawah.
Laporan Akhir
II - 24
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.10 JUMLAH PENDUDUK PASCA TSUNAMI DI KOTA BANDA ACEH JUMLAH PENDUDUK NO
KECAMATAN
PRETSUNAMI
JUMLAH PENGUNGSI
PASCA TSUNAMI
1.
Baiturrahman
37.449
36.783
5.052
2.
Kuta Alam
55.062
43.113
23.971
3.
Meuraxa
31.218
5.657
867
4.
Syiah Kuala
42.779
35.514
6.411
5.
Lueng Bata
18.360
18.254
5.229
6.
Kuta Raja
20.217
5.122
230
7.
Banda Raya
19.071
19.015
9.451
8.
Jaya Baru
22.005
11.384
6.163
9.
Ulee Kareng
17.510
17.388
8.126
263.668
192.194
65.500
TOTAL
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005
Perbandingan penurunan jumlah penduduk dan jumlah pengungsi antar kecamatan di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada gambar 2.14.
60000 50000 40000 30000 20000 10000
Jumlah Penduduk Pre-Tsunami Jumlah Pengungsi
re ng Ka
Ba ru
Ul ee
Ja ya
da
Ra ya
ja Ra Ba n
Ku t
a
Ba ta
a
ng
Lu e
Ku al
ra xa
Sy ia h
M eu
al a Ku t
Ba itu
rr ah m
an
am
0
Jumlah Penduduk Pasca Tsunami
GAMBAR 2.14 GRAFIK PENURUNAN JUMLAH PENDUDUK DAN JUMLAH PENGUNGSI DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005
Laporan Akhir
II - 25
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah kehilangan terbesar terjadi di Kecamatan Meuraxa (82%), Kecamatan Kuta Raja (75%), Kecamatan Jaya Baru (49%), Kuta Alam (22%), dan Kecamatan Syiah Kuala (17%). Persebaran jumlah kehilangan yang dirinci berdasarkan jumlah kematian dan orang yang hilang dapat dilihat pada Gambar 2.15. Dalam RTRW Kota Banda Aceh Departemen Pekerjaan Umum, pertumbuhan penduduk pasca bencana Tsunami diproyeksikan menggunakan model bunga berganda dengan angka pertumbuhan rata-rata sesuai dengan angka pertumbuhan selama tahun 1995-2004 yaitu sebesar 3,14% .
GAMBAR 2.15 PERSEBARAN JUMLAH ORANG YANG MENINGGAL DAN HILANG DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4
Kemudian, JICA dalam penyusunan URRP Kota Banda Aceh dan Additional Studynya memproyeksikan pertumbuhan penduduk pasca Tsunami dengan menggunakan tiga metode perhitungan, yaitu: o
Ekstrapolasi dari tingkat pertumbuhan rata-rata antara tahun 1998 sampai dengan tahun 2003, yaitu sebesar 2,1%. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Laporan Akhir
II - 26
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Tahun Jumlah Penduduk
o
12-4-2005
2005
2006
2007
2008
2009
192.194
196.230
200.351
204.558
208.854
213.240
Metode Regresi yang diformulasikan dari data antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2004, yaitu sebagai berikut:
Y = −14.211.050 + 7.216,14 * X (r = 0,88) Hasil perhitungan dengan model regresi di atas adalah:
Tahun Jumlah Penduduk
o
12-4-2005 192.194
2005
2006
2007
2008
2009
199.194
206.194
213.194
220.194
227.194
Dengan tingkat pertumbuhan tahunan dengan pertumbuhan khusus. Hal ini didasarkan pada banyaknya contoh dan pengalaman bahwa jumlah penduduk akan meningkat secara drastis pasca terjadinya bencana yang menelan banyak korban akibat pertumbuhan sosial pada kegiatan rekonstruksi dan pertumbuhan alamiah yang tinggi. Bank Dunia mengadopsi tingkat pertumbuhan rata-rata 6% untuk proyeksi penduduk Indonesia. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Tahun Jumlah Penduduk
12-4-2005 192.194
2005
2006
2007
2008
2009
200.843
212.893
225.667
239.206
253.559
Dalam perencanaan ini, proyeksi pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah proyeksi versi JICA skenario 2. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa skenario ini lebih realistis dengan kondisi pertumbuhan penduduk di Kota Banda Aceh, disamping itu skenario ini juga telah mempertimbangkan faktor-faktor migrasi maupun kondisi sosial-ekonomi masyarakat Kota Banda Aceh dalam penentuan tingkat pertumbuhannya. Selanjutnya hasil perhitungan proyeksi penduduk dengan metode tersebut hingga tahun 2015 dipaparkan pada Tabel 2.11 berikut ini.
Laporan Akhir
II - 27
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.11 PROYEKSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH HINGGA TAHUN 2016 TAHUN
JUMLAH PENDUDUK
2005
199.194
2006
206.194
2007
213.194
2008
220.194
2009
227.194
2010
234.194
2011
241.194
2012
248.194
2013
255.194
2014
262.194
2015
269.194
2016
276.194
Sumber: Hasil Perhitungan berdasarkan skenario 2 JICA
Dari hasil proyeksi yang dilakukan, jumlah penduduk di Kota Banda Aceh hingga tahun 2016 diperkirakan mencapai jumlah 276 ribu jiwa lebih. Jumlah ini tentunya telah mempertimbangkan faktor pertumbuhan alamiah, migrasi, dan perkembangan sosialekonomi masyarkat. Proyeksi jumlah penduduk ini tentunya diperlukan untuk mengalokasikan sistem aktifitas penduduk dan sarana serta prasarana pendukungnya.
2.4.2 KEPADATAN PENDUDUK Rata-rata kepadatan penduduk kota Banda Aceh sebelum bencana Tsunami mencapai 38 jiwa/ha, dengan wilayah yang paling tinggi kepadatannya adalah Kecamatan Baiturrahman, yaitu sebesar 72 Jiwa/Ha. Sedangkan kepadatan yang terendah ada di Kecamatan Syiah Kuala dengan kepadatan 20 Jiwa/Ha. Tingkat kepadatan penduduk Kota Banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 2.12 dibawah.
Laporan Akhir
II - 28
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.12 TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
NO
JUMLAH PENDUDUK TAHUN 2003 (Jiwa) 32,765 47,538 30,532 28,298 16,708 18,793 18,509 20,901 16,784 230,828
KECAMATAN
1. Baiturrahman 2. Kuta Alam 3. Meuraxa 4. Syiah Kuala 5. Lueng Bata 6. Kuta Raja 7. Banda Raya 8. Jaya Baru 9. Ulee Kareng TOTAL
LUAS WILAYAH (Ha)
KEPADATAN PENDUDUK (Jiwa/Ha)
453.90 1004.70 725.80 1424.40 534.10 521.10 478.90 378.00 615.00 6135.90
72 47 42 20 31 36 39 55 27 38
Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003
Perbandingan tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan disajikan pada
80 70 60 50 40 30 20
kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)
Ulee Kareng
Jaya Baru
Banda Raya
Kuta Raja
Lueng Bata
Syiah Kuala
Meuraxa
0
Kuta Alam
10 Baiturrahman
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)
Gambar 2.16 berikut ini.
Nama Kecamatan
GAMBAR 2.16 GRAFIK TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003 Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003
Akibat besarnya penurunan jumlah penduduk yang terjadi pada bencana Tsunami, kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh juga mengalami penurunan dari 43 jiwa/ha menjadi hanya 31 jiwa/ha. Data kepadatan penduduk per kecamatan di Kota Banda aceh dapat dilihat pada Tabel 2.13 berikut ini.
Laporan Akhir
II - 29
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.13 TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
NO
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
KECAMATAN
Baiturrahman Kuta Alam Meuraxa Syiah Kuala Lueng Bata Kuta Raja Banda Raya Jaya Baru Ulee Kareng TOTAL
JUMLAH PENDUDUK (Jiwa) PRETSUNAMI 37.449 55.062 31.218 42.779 18.360 20.217 19.071 22.005 17.510 263.668
PASCA TSUNAMI 36.783 43.113 5.657 35.514 18.254 5.122 19.015 11.384 17.388 192.194
LUAS WILAYAH (Ha) 453.90 1004.70 725.80 1424.40 534.10 521.10 478.90 378.00 615.00 6135.9
KEPADATAN PENDUDUK (Jiwa/Ha) PREPASCA TSUNAMI TSUNAMI 83 81 55 42 43 8 30 25 34 34 39 10 40 40 58 30 28 28 43 31
Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2005
Penurunan tingkat kepadatan penduduk yang paling drastis terjadi di Kecamatan Meuraxa ( menurun sebesar 82%) dan Kuta Raja (menurun sebesar 75%) karena memang di kedua wilayah tersebutlah terjadi jumlah kehilangan penduduk yang paling besar. Selain itu, Kecamatan Jaya Baru dan Kuta Alam juga mengalami penurunan kepadatan yang cukup besar. Sedangkan untuk Kecamatan Ulee Kareng, Banda Raya dan Lueng Bata tidak mengalami perubahan kepadatan penduduk. Ketiga wilayah tersebut memang tidak terkena dampak yang besar akibat bencana Tsunami. Gambar 2.17 menunjukkan penurunan kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh pasca bencana Tsunami.
Laporan Akhir
II - 30
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Ku al Lu a en g Ba ta Ku ta Ra ja Ba nd a Ra ya Ja ya Ba ru Ul ee Ka re ng
a
Sy ia h
eu ra x
am
M
al Ku ta
Ba i tu
rra
hm
an
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Kepadatan Penduduk Pre-Tsunami
Kepadatan Penduduk Pasca Tsunami
GAMBAR 2.17 GRAFIK PENURUNAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2005
2.4.3 KOMPOSISI PENDUDUK Struktur atau komposisi penduduk dapat dilihat berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Berikut ini, dalam Tabel 2.14, adalah data jumlah penduduk kota Banda Aceh pada Tahun 2003 di rinci berdasarkan jenis kelamin di tiap-tiap kecamatan. TABEL 2.14 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003 JUMLAH PENDUDUK (JIWA) No
KECAMATAN
PRA TSUNAMI 2003 Laki-laki
Perempuan
1.
Baiturrahman
17.008
15.757
2.
Kuta Alam
24.640
22.898
3.
Meuraxa
15.384
15.148
4.
Syiah Kuala
14.269
14.029
5.
Lueng Bata
8.506
8.202
6.
Kuta Raja
9.671
9.122
7.
Banda Raya
9.407
9.102
8.
Jaya Baru
10.378
10.523
9.
Ulee Kareng
8.620
8.164
117.883
112.945
TOTAL
Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2003
Laporan Akhir
II - 31
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Kemudian, pada Gambar 2.18 berikut ini, dapat dilihat perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki antar kecamatan di Kota Banda Aceh pada tahun 2003. 25.000
15.000
10.000
Laki-laki Perempuan
Ulee Kareng
Jaya Baru
Banda Raya
Kuta Raja
Lueng Bata
Syiah Kuala
Meuraxa
0
Kuta Alam
5.000
Baiturrahman
Jumlah Penduduk (Jiwa)
20.000
Nama Kecamatan
GAMBAR 2.18 GRAFIK JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003 Sumber : BPS Propinsi NAD, Tahun 2003
Pasca Bencana Tsunami terjadi perubahan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin. Populasi penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan yang terkena dampak tsunami rata-rata menurun 30-50%. Tabel 2.15 berikut ini adalah data jumlah penduduk pasca tsunami. TABEL 2.15 JUMLAH PENDUDUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PASCA TSUNAMI DI KOTA BANDA ACEH
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
KECAMATAN Baiturrahman Kuta Alam Meuraxa Syiah Kuala Lueng Bata Kuta Raja Banda Raya Jaya Baru Ulee Kareng
JUMLAH PENDUDUK (JIWA) PREDIKSI PASCA TSUNAMI 2005 L P 8.361 10.219 29.373 28.513 4.414 5.395 2.618 3.199 9.687 9.394 3.524 4.307 9.925 9.959 3.548 4.336 9.721 9.789 81.171 85.111
TOTAL Sumber : Hasil Survey, Tahun 2005
Laporan Akhir
II - 32
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.4.4 KONDISI SOSIAL BUDAYA Kondisi sosial masyarakat di Kota Banda Aceh belum pulih dan normal seperti sediakala karena masih banyak masyarakat yang trauma dan membutuhkan pemulihan psikologi.
Masyarakat masih banyak yang tinggal di camp-camp pengungsi.
Lokasi
pengungsian tersebar diberbagai didaerah, bahkan dari Kota Banda Aceh banyak masyarakat yang tinggal di camp pengungsian di daerah kabupaten Aceh Besar ataupun pindah keluar kota terdekat seperti Medan. Adapun lokasi pengungsian penduduk Kota Banda Aceh adalah seperti terlihat pada Tabel 2.16 berikut. TABEL 2.16 JUMLAH & TITIK LOKASI PENGUNGSI DALAM WILAYAH KOTA BANDA ACEH No.
Kecamatan
Kel. Setui
Taman Budaya Rumah Penduduk Rumah Penduduk
Jumlah Pengungsi (Jiwa) 175 100 305
Kel. Neusu Jaya
Rumah Penduduk
397
Kel. Ateuk Pahlawan
Gedung Tgk Chik Ditiro
1.452
Rumah Penduduk
623
Kel. Kampong Baro
Kantor Lurah Kampung Baru
25
Kel. Peuniti
1. Komplek Baperis 2. Rumah Penduduk Rumah Penduduk
135 401 536
Lurah Sukaramai Lurah Sukaramai Lurah Setui Lurah Neusu Jaya Lurah Ateuk Pahlawan Lurah Ateuk Pahlawan Lurah Kampung Baru Lurah Peuniti Lurah Peuniti Lurah Peuniti
Rumah Penduduk
607
Lurah Peuniti
Rumah Penduduk
230
Lurah Peuniti
Rumah Penduduk
513 5.499
Lurah Peuniti
Desa/Kelurahan Kel. Sukaramai
1.
Baiturrahman
Desa Ateuk Jawo Desa Ateuk Munjeng Desa Ateuk Deah Tanoh Desa Neusu Aceh Jumlah Desa Kopelma Darussalam
2.
Syiah Kuala
Laporan Akhir
Nama Lokasi Pengungsian
1. Mesjid Jamik Kopelma Darussalam 2. Gedung ACC Dayan Dawood 3. Fakultas Pertanian 4. Rumah Dinas Rektor Unsyiah 5. Gedung Fak. Teknik Unsyiah
Koordinator
548
Kades Kopelma Darussalam
30
sda
130
sda
90
sda
50
sda
II - 33
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No.
Kecamatan
Desa Rukoh
4.
Kuta Alam
Ulee Kareeng
Laporan Akhir
60
sda
37
sda
724 302 1.995
sda Kades Rukoh sda Kades Lamgugob
Rumah Penduduk
752
Kades IMKA
Rumah Penduduk
114 5.115
Kades Pineung
Desa Lueng Bata
Mesjid Jamik Lueng Bata
390
Kades Bata
1.097
Sda
Panteriek
Komplek Dinas SDA Prov. NAD Rumah Penduduk Rumah Penduduk
583 253
Lamseupeng
Rumah Penduduk
516
Blang Cut
Rumah Penduduk
432
Sukadamai
Rumah Penduduk & MIN
553
Lampaloh Batoh
Rumah Penduduk Rumah Penduduk
96 1.056
Cot Mesjid
Rumah Penduduk
794
Lamdom Jumlah Kel. Mulia
Rumah Penduduk
Desa Lampulo Kel. Beurawe Kel. Laksana
Mesjid Almukaramah Posko Methodis Posko Hotel Rajawali Mesjid Al Furqan Mesjid Al Huda
341 6.111 190 52 420 698 Jiwa 589 Jiwa
sda Kades Panteriek Kades Lamseupeung Kades Blang Cut Kades Sukadamai Kades Lampaloh Kades Batoh Kades Cot Mesjid Kades Landom
Kel. Bandar Baru
Posko Depan PLN
138 Jiwa
Kel. Keuramat Kel. Kuta Alam
Mesjid Baiturrahman Gedung DPRD Prov. NAD Posko Didepan Kedai Niagara Rumah Penduduk
773 Jiwa 450 Jiwa 575 Jiwa 30 Jiwa 3.915 Jiwa
Desa Lamglumpang
Lapangan Bola
144 Jiwa
Desa Lambhuk Desa Doi Desa Ie Masen U.Kareng Desa Ceurih
MIN Lambhuk Pesantren Babunajah
7 Jiwa 111 Jiwa
Mesjid
109 Jiwa
Mesjid Baitussalihin
1.431 Jiwa
Jumlah
5.
Koordinator
283
Desa Ie Masen Kaye Adang Desa Pineung Jumlah
Lueng Bata
6. Gedung RKU I dan III Unsyiah 7. Gedung Fak. Kedokteran Unsyiah 8. Rumah Penduduk 1. Rumah T. Nyak Arief 2. Rumah Penduduk
Jumlah Pengungsi (Jiwa)
Rumah Penduduk
Desa Lamgugop
3.
Nama Lokasi Pengungsian
Desa/Kelurahan
Lueng
Lurah Mulia Sda Kades Lampulo Lurah Beurawe Lurah Laksana Lurah Bandar Baru Lurah Keuramat Lurah Kuta Alam sda sda Kades Lamglumpang Kades Lambhuk Kades Doi Kades Ie Masen U.K Kades Ceurih
II - 34
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No.
Kecamatan
Kecamatan Kareng Jumlah
6.
Banda Raya
U.
8. 9.
Meuraxa Kutaraja
6.309 Jiwa
Desa Lhong Raya
Mesjid Lhong Raya
1.362 Jiwa
Desa Lhong Cut
Rumah Penduduk
383 Jiwa
Desa Peunyerat Desa Lampeuot Desa Mibo Desa Lam Ara Desa Geuceu Kaye Jatho
Rumah Penduduk Rumah Penduduk Meunasah Mibo Mesjid Lam Ara
514 Jiwa 193 Jiwa 583 Jiwa 1.041 Jiwa
Rumah Penduduk
209 Jiwa
Desa Geuceu Iniem
Mesjid Geuceu Iniem
1.115 Jiwa
Komplek BLK
880 Jiwa
Rumah Penduduk
1.480 Jiwa
Jumlah Desa Meunara
Jaya Baru
Rumah Penduduk
Jumlah Pengungsi (Jiwa)
Koordinator Camat Kareeng
Ulee
8.111 Jiwa
Desa Lamlagang
7.
Nama Lokasi Pengungsian
Desa/Kelurahan
Kades Lhong Raya Kades Lhong Cut Kades Peunyerat Kades Lampeuot Kades Mibo Kades Lam Ara Kades Geuceu Kaye Jatho Kades Geuceu Iniem sda Kades Lamlagang
7.762 Jiwa Geuceu
Desa Timur
Lamteumen
Desa Barat
Lamteumen
Rumah Penduduk
294 Jiwa
Rumah Penduduk
17 Jiwa
Rumah Penduduk
32 Jiwa
Jumlah Tidak Ada Pengungsi Tidak Ada Pengungsi
Kades Geuceu Meunara Kades Lamteumen Timur Kades Lamteumen Barat
343 Jiwa 36.856 Jiwa
Jumlah Pengungsi seluruhnya
Sumber: Pemda Kota Banda Aceh, Tahun 2005
2.5
KARAKTERISTIK DAN ANALISIS PEREKONOMIAN
2.5.1 STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI Perekonomian Kota Banda Aceh didominasi kegiatan jasa perdagangan dan jasa pemerintahan, wisata, disamping nelayan dan petambak. Hal ini antara lain dapat dilihat dari struktur PDRB kota tersebut. Perhitungan PDRB akan meliputi 9 (sembilan) sektor kegiatan
perekonomian
atau
lapangan
usaha,
yaitu
sektor-sektor
pertanian,
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan air minum, bangunan dan konstruksi, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan serta jasa-jasa lainnya.
Laporan Akhir
II - 35
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Banda Aceh atas harga berlaku mulai tahun 2000 sampai dengan 2004 menampakkan gejala peningkatan secara positif rata-rata sebesar 9,58%. Demikian pula perhitungan PDRB kota Banda Aceh atas dasar harga konstan juga menunjukan peningkatan secara positif rata-rata sebesar 5,05%. Untuk lebih jelasnya pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan dapat di lihat pada Gambar 2.19 di bawah ini. PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN
1.600.000 1.500.000
1499842,15
1.400.000
1324257,30 1400897,28
1.300.000 1.200.000
1264609,05 1.218.609,86
1.100.000 1.000.000 1
2
3
4
5
GAMBAR 2.19 PERTUMBUHAN PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN KOTA BANDA ACEH Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004
Sebagai sebuah wilayah perkotaan, kegiatan perekonomian di kota Banda Aceh, antara tahun 2000 sampai tahun 2004 paling besar didominasi oleh lapangan usaha sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 32% sampai 36% dari seluruh kegiatan ekonomi kota. Kontribusi sektor ini pada tahun 2004 sebesar Rp. 593.414,91 atas dasar harga berlaku atau sebesar Rp. 520.100,09 atas dasar harga konstan. Urutan dominasi sektor ekonomi berdasarkan nilai PDRB di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada Gambar 2.20 PERTANIAN
23,02%
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
3,69%
INDUSTRI PENGOLAHAN
35,24% LISTRIK DAN AIR MINUM BANGUNAN / KONSTRUKSI PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
16,13%
8,89%
8,36% 0,93%3,75%0,00%
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA JASA-JASA
GAMBAR 2.20 DISTRIBUSI PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU PER SEKTOR DI KOTA BANDA ACEH Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004
Laporan Akhir
II - 36
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.5.2 KETENAGAKERJAAN Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah maka para pencari kerja di Kota Banda Aceh juga bertambah pula, tahun 2000 saja para pencari kerja berjumlah 18.180, tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 22.315, tahun 2003 dan 2004 menurun sebesar 17.170. Sedang jumlah penduduk yang sudah tertampung didunia kerja juga menunjukkan peningkatan yang positif. Tahun 2000 yang sudah bekerja 1.005, tahun 2002 meningkat menjadi 1.041, tahun 2003-2004 meningkat pula mencapai 4.213. untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 2.21 di bawah ini.
GAMBAR 2.21 JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKAN Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004
Kemudian, distribusi jenjang pendidikan dari pencari kerja yang terdapat di Kota Banda Aceh ditampilkan pada Gambar 2.22 Setelah
terjadinya
bencana
Tsunami,
angka
pengangguran
diperkirakan
mengalami peningkatan hingga mencapai 30 persen. Data resmi Disnaker dan Kependudukan setempat mencatat jumlah warga yang tidak memiliki pekerjaan mencapai lebih dari 44.258 orang. Gempa dan tsunami menghancurkan sebagian besar pusat bisnis di kota itu, seperti pasar tradisional, terminal, dan pelabuhan. Ini membuat aktivitas usaha di sektor informal yang selama ini menyerap ribuan tenaga kerja belum sepenuhnya pulih, bahkan banyak pedagang dan pemilik toko masih mengungsi.
Laporan Akhir
II - 37
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Aktivitas perikanan yang selama ini jadi sektor andalan dan memberikan kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah kota itu nyaris lumpuh total hingga kini. Pelabuhan perikanan maupun feri di daerah Ulee Lheue rata dengan tanah, ratusan perahu nelayan hancur tersapu tsunami, dan ratusan hektar tambak milik para petani setempat dipenuhi lumpur. Sementara perekonomian di sektor formal juga belum pulih. Jika sebelum tsunami jumlah perusahaan di Banda Aceh mencapai 356 unit, kini hanya ada 197 unit usaha. Sedangkan 159 perusahaan lainnya telah hancur akibat gempa dan tsunami.
GAMBAR 2.22 JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKAN DI KOTA BANDA ACEH SELAMA PERIODE TAHUN 2000-2004 Sumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004
2.6
KARAKTERISTIK DAN ANALISIS TRANSPORTASI
2.6.1 TRANSPORTASI DARAT Moda transportasi di kota Banda aceh memiliki jaringan pelayanan dalam dan luar kota. Jaringan pelayanan dalam kota berupa kendaraan umum yaitu angkutan umum atau labi-labi, becak, bus Damri dan mini bus (L300). Sedangkan untuk jaringan luar kota dilayani oleh angkutan lintas propinsi seperti bus antar kota. Untuk kondisi jaringan jalan sebelum tsunami, total panjang jalan sekitar 495 km yang terdiri dari jalan nasional 12 km, jalan propinsi 22,4 km dan jalan kota 460 km.
Laporan Akhir
II - 38
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Berdasarkan kelas jalannya, terdiri dari arteri primer 18 km, arteri sekunder 29 km, kolektor 30 km dan jalan lokal 418 km. Sedangkan pada pasca tsunami, terdapat beberapa kerusakan jaringan jalan yaitu untuk jalan arteri primer tidak ada kerusakan sama sekali. Sedangkan untuk jalan arteri sekunder mengalami kerusakan sekitar 4%, jalan kolektor sekitar 7% dan jalan lokal sekitar 40%. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 2.23.
GAMBAR 2.23 JARINGAN JALAN KOTA BANDA ACEH SEBELUM TSUNAMI Sumber: JICA, 2005, Lampiran 4
Prasarana trasportasi lainnya yang mengalami kerusakan pasca tsunami adalah jembatan, fasilitas jalan dan terminal. Untuk kondisi jembatan, tercatat 13 jembatan mengalami kerusakan dari total 54 jembatan (sumber : Dinas PU). Selain itu, fasilitas jalan yang mengalami kerusakan adalah berupa rambu lalu lintas sebesar 52% dan marka jalan sebesar 50%. Untuk lampu lalu lintas mengalami kerusakan 60% dan lampu peringatan sebesar 22%. Sedangkan untuk terminal barang dan penumpang terdiri dari 5 terminal penumpang dan 1 terminal barang, keseluruhan terminal yang ada mengalami kerusakan yang cukup berat.
Laporan Akhir
II - 39
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.6.2 TRANSPORTASI PENYEBERANGAN Transportasi sungai di Kota Banda Aceh umumnya menggunakan perahu sampan kecil, perahu mesin tempel dan kapal boat. Pasca tsunami tingkat kerusakan wilayah permukiman pantai Kota Banda Aceh mencapai 100% sehingga transportasi sungai atau muara bagi nelayan tidak dapat beroperasi.
2.6.3 TRANSPORTASI LAUT Pelabuhan yang menunjang transportasi melalui laut adalah pelabuhan Ulee lheue yang berjarak 2,5 km dari pusat kota dan merupakan akses dari kapal angkutan barang dan orang. Pasca tsunami, pelabuhan masih belum dapat dioperasikan secara optimal dimana saat ini dermaga yang ada hanya dapat menampung kapal ferry yang menuju Pulau Sabang sebanyak 2 rit per hari. Sedangkan untuk kapal cepat masih menggunakan dermaga pelabuhan lama yang sifatnya darurat.
2.7
KARAKTERISTIK DAN ANALISIS UTILITAS KOTA
2.7.1 AIR BERSIH Penyediaan air bersih penduduk Kota Banda Aceh sebelum terjadinya tsunami, dilayani oleh pelayanan dari PDAM Tirta Daroy Banda Aceh, dan pemanfaatan sumur air tanah dangkal yang ada di rumah penduduk. Tingkat pelayanan PDAM Tirta Daroy Banda Aceh, adalah 47% dari penduduk, dengan sumber air dari sumur bor yang berlokasi di Lambaro dan Siron, dengan memanfaatkan air Sungai Krueng Aceh yang mempunyai debit minimal 10.38m3/dt pada musim kemarau panjang. Berikut ini Tabel 2.17 mengenai kondisi PDAM Tirta Daroy pada sebelum dan sesudah tsunami. TABEL 2.17 KONDISI PDAM TIRTA DAROY Uraian Kapasitas Produksi Prosentase Pelayanan Jumlah Sambungan
Unit L/detik % Unit
Sebelum 435 47 25,812
Sesudah 365-380 NA 14,656
Hydrant/Public Tap Kehilangan Air Waktu Pengoperasian Jumlah Pegawai
Unit % Jam/hari Orang
100 48 24 173
46 55-60 20 143
Sumber: Data PDAM, Juni 2005
Laporan Akhir
II - 40
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Sedangkan untuk sistem perpipaan penyediaan air bersih di Kota Banda Aceh dibagi menjadi 4 jaringan yaitu ; jaringan Wilayah Meuraxa, jaringan Wilayah Syiah Kuala, jaringan Wilayah Baiturrahman dan jaringan Wilayah Kuta Alam. Jaringan perpipaan yang digunakan di Kota Banda Aceh terdiri dari berbagai jenis material pipa yaitu baja, DCIP, PVC, GIP dengan diameter 25 - 600 mm. Jaringan pipa distribusi di daerah Darussalam dan Unsyiah terpisah sama sekali dari jaringan yang ada di Kota Banda Aceh lainnya khususnya di Darussalam, Unsyiah kira-kira memiki sekitar 900 sambungan rumah dan dilengkapi dengan elevated reservoir dari beton kapasitas sekitar 500 m3, mendapat suplai air dari IPA Siron melalui pipa transmisi primer diameter 200 dan 150 mm. Bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 berpengaruh pada beberapa infrastruktur penyediaan air bersih yang dimiliki oleh PDAM Tirta Daroy. Kerusakan tersebut antara lain: a. Menurunnya kapasitas produksi air minum IPA Lambaro dan IPA Siron. IPA Siron tidak dapat dioperasikan, karena pompa submersible air baku tidak cukup terendam air karena rendahnya permukaan air, sedangkan IPA Lambaro masih dapat diopersikan dengan 2 pompa kapasitas 2 x 147 L/detik. b. Menurunnya kapasitas pelayanan akibat terlantarnya operasi dan pemeliharaan IPA Lambaro dan IPA Siron, anggaran pengoperasian dan pemeliharaan yang tidak mencukupi, serta kondisi aset instalasi pengolahan air yang sudah tua. c. Menurunnya kapasitas produksi akibat kerusakan jaringan pipa distribusi terutama di Kecamatan Meuraxa dan Kuta Raja dan rusaknya jembatan-jembatan pipa di daerah tersebut. d. Menurunnya pendapatan secara drastis karena hilangnya pelanggan, dari total 25.812 SR bulan Maret tinggal 8.000 SR atau 21% jumlah penduduk. Dan berangsur-angsur mendaftar kembali, membayar rekening air hingga pada akhir Juni 2005 pelanggan yang ada menjadi 12.000 SR, data terakhir jumlah pelanggan menjadi 14.656 SR. e. Terganggunya manajemen dan administrasi PDAM karena Kantor PDAM sebagian hancur dan arsip-arsip yang terletak dilantai dasar hilang/rusak di samping itu, juga terdapat karyawan yang meninggal yaitu 28 orang.
Laporan Akhir
II - 41
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.7.2 AIR LIMBAH Pengelolaan air limbah buangan penduduk Kota Banda Aceh sebelum maupun sesudah tsunami sebagian besar adalah dengan menggunakan pengolahan setempat (on site), yaitu berupa tangki septic dan sistem peresapan di halaman rumahnya, untuk limbah black water (limbah dari WC)-nya. Sedangkan untuk limbah domestik selain yang dari water closed, umumnya dibuang langsung ke saluran drainase yang ada di depan rumah. Namun sebagian masyarakat juga masih melakukan pembuangan air limbah langsung ke badan air seperti sungai dan pantai, terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan tersebut. Kemudian, untuk mengatasi limbah perkotaan non domestic, Pemerintah Kota Banda Aceh mempunyai sebuah Instalasi pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang dikelola Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banda Aceh, IPLT tersebut berlokasi di Gampong Jawa (lihat Gambar 2.24). Pada saat terjadi tsunami IPLT tersebut mengalami kerusakan yang cukup parah, dan telah diberikan bantuan dari pihak donor untuk merehabilitasi kembali.
GAMBAR 2.24 IPLT DI GAMPONG JAWA YANG DIREHABILITASI PADA DESEMBER 2005
Laporan Akhir
II - 42
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.7.3 PERSAMPAHAN Pada saat sebelum terjadinya tsunami, timbulan sampah Kota Banda Aceh adalah sekitar sebesar 600m3 perhari, dengan tingkat pelayanan 65%. Dengan sistem pewadahan di rumah, pengumpulan menuju container sebanyak 53 unit yang tersebar di seluruh kota dan pembuangan akhir dengan sistem open dumping di Gampong Jawa. Armada truk sampah yang dimiliki adalah 29 unit yang beroperasi setiap hari, mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara berupa container ke tempat pembuangan akhir (TPA) Gampong Jawa. Komposisi sampah perkotaan Banda Aceh dijelaskan pada Tabel 2.18 di bawah ini. TABEL 2.18 KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN JENISNYA No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Sampah Organik Kertas Kaca Plastik Logam Kayu Kain Karet Lain-lain Jumlah
Prosentase 70,64 % 5,21 % 1,36 % 9,04 % 1,75 % 5,80 % 4,13 % 1,52 % 0,55 % 100,00 %
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Penanganan sampah pasca tsunami secara khusus ditujukan pada sampah dampak bencana, yaitu sampah tsunami yang ditempatkan di lokasi-lokasi sementara pembuangan sampah tsunami pada masa tanggap darurat. Total volume sampah tsunami seluruhnya dari lokasi-lokasi tersebut sebanyak 267.666 m3. Sampah tsunami yang telah terangkat ke TPA (periode 17 Oktober 2005 – 31 Mei 2006), adalah sebanyak 136.463 m3. Penanganan lainnya terhadap dampak bencana tsunami adalah demolisasi bangunan, yaitu penghancuran bangunan yang sudah rusak, membersihkan dari puingpuing bangunan, dan pemanfaatan kembali materialnya, seperti pembuatan jalan-jalan darurat di wilayah bencana. Kedua pekerjaan tersebut dilakukan melalui paket bantuan dari UNDP, yaitu Tsunami Recovery Waste Management Programme (TRWMP) selama periode 17 Oktober 2005 – 31 Mei 2006.
Laporan Akhir
II - 43
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Tugas lainnya DKP Kota Banda Aceh pada masa pasca tsunami, adalah pemeliharaan dan perawatan sanitasi di barak-barak pengungsi melalui program bantuan dari Unicef, yang disebut Temporary Living Camp Sanitation (TLCS). Jumlah barak pengungsi seluruhnya yang menjadi pelayanan DKP Kota Banda Aceh, adalah sebanyak 80 lokasi, yang tersebar dalam wilayah Kota Banda Aceh sebanyak 11 lokasi, dan yang terdapat dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar sebanyak 69 lokasi. Sistem pengelolaan persampahan yang saat ini dilaksanakan di Kota Banda Aceh, meliputi kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah dan pembuangan akhir sampah. Rute operasional truck angkutan sampah dan lokasi kontainer DKP dapat di lihat pada Gambar 2.25
GAMBAR 2.25 RUTE OPERASIONAL TRUK ANGKUTAN SAMPAH DAN LOKASI KONTAINER DKP KOTA BANDA ACEH Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan, (lampiran 4)
Laporan Akhir
II - 44
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Armada angkutan yang dimiliki Dinas Kebersihan dan Pertamanan sampai dengan 02 Pebruari 2006 sebanyak 63 unit ditambah peralatan berat sebanyak 15 unit, sehingga jumlah seluruhnya sebanyak 78 unit kini disimpan di poll kendaraan ukuran 4.140 m2, yang terletak di Jalan Pocut Baren, Banda Aceh. Contoh gambar peralatan berat yang dimiliki oleh DKP (Gambar 2.26).
GAMBAR 2.26 PERALATAN BERAT YANG DIMILIKI DKP KOTA BANDA ACEH
TPA/Landfill sebagai tempat proses pengelolaan dan pembuangan akhir sampah terletak di Desa Gampong Jawa yang berjarak ± 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini landfill Gampong Jawa telah memiliki lahan seluas ± 21 ha, yang telah difungsikan sebagai landfill seluas ± 12 ha, dan yang belum difungsikan seluas ± 9 ha. Beberapa alternatif pengembangan LPA dan IPLT baru yang dipilih adalah di Koeta Teu, Kleumbang, Gapang atau Taleue Seuke. Pengelolaan sampah Kota Banda Aceh perlu diintegrasikan dengan Kabupaten Aceh Besar, dimana lokasi alternative LPA tersebut berada.
2.7.4 DRAINASE Sistem drainase perkotaan Kota Banda Aceh dibawah kendali Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Luas area sistem drainase meliputi 35 km2 dan dibagi dalam 3 zona dan 17 sub-area. Kondisi topografi yang relatif datar, menurunnya daya tampung saluran dan
adanya
pengaruh
aliran
balik
dari
pasang
air
laut
menyebabkan
tidak
memungkinkan untuk mengalirkan air dari semua area secara gravitasi dan harus
Laporan Akhir
II - 45
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
dibantu dengan pompa pada setiap outlet jaringannya. Infrastruktur jaringan drainase belum lengkap dan tidak befungsi dengan baik menyebabkan terjadinya genangan bila turun hujan lebat. Bencana Tsunami menyebabkan rusaknya jaringan drainase lebih dari 90%, tanggul dan dinding penahan banjir di sungai. Selain rusak saluran drainase juga terisi oleh Lumpur dan kotoran. Kerusakan tersebut diantaranya dua saluran drainase di desa Gampong Pie, peningkatan genangan air akibat pasang air laut yang semula hanya 10 cm menjadi 30-40 cm. Kerusakan juga terjadi pada saluran drainase di Iskandar Muda, saluran primer Meuraxa dan pintu air di Kuren Gulamus. Kerusakan lainnya adalah stasium pompa dan pintu air di Sungai Titi Panjang, rusaknya tanggul Krueng Doy. Kondisi saluran drainase dan pintu air sebelum dan setelah bencana Tsunami disajikan dalam Tabel 2.19 berikut. TABEL 2.19 KONDISI SALURAN DAN PINTU AIR SEBELUM DAN SETELAH BENCANA TSUNAMI Structures
Pumping stations Primary drains Water gates
Description Drainage area Number of subzones Existing Damaged Damage ratio Existing Damaged Damage ratio Existing Damaged Damage ratio
Source : Dept. Of Public Works (DPU)
Unit Ha Nos.
Zone I 957 6
Zone II 992 5
Zone III 1.550 6
Total 3.499 17
Nos. Nos. % m m % Nos. Nos. Nos.
4 4 100 22.735 6.177 27 25 15 60
1 0 0 12.937 3.490 27 30 7 23
3 3 100 15.690 1.927 12 43 8 19
8 7 88 51.362 11.594 23 98 30 31
2.7.5 TELEKOMUNIKASI Sarana telekomunikasi yang berupa telepon, telegram, faximile, dan berbagai produk telekomunikasi lainnya seperti GSM, CDMA operator Satelindo, Telkomsel, telah merambah seluruh kecamatan di kota Banda Aceh. Berdasarkan data dari BPS 2004 dan 2005, dapat diketahui banyaknya fasilitas telepon yang diklasifikasikan dalam kategori fasilitas untuk perumahan, bisnis, sosial, telepon umum, wartel dan kiospon. Dari data
Laporan Akhir
II - 46
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
tersebut dapat diketahui perbedaan kondisi penyediaan fasilitas telekomunikasi pada saat sebelum dan sesudah terjadinya bencana tsunami (lihat tabel 2.20). TABEL 2.20 BANYAKNYA FASILITAS TELEPON DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2004-2005 No.
Fasilitas Telepon
Banyaknya
1
Perumahan/Residensial
2004 17.423 SST
2005 11.257 SST
2
Bisnis
2.673 SST
252 SST
3
Sosial
121 SST
81 SST
4
Telepon Umum
222 Buah
-
5
Wartel
437 SST
374 SST
6
Kiospon
39 SST
-
20.915
14.494
Total Sumber: BPS, 2004-2005
Dari kategori perumahan penurunan mencapai 35% dari kondisi sebelum tsunami, untuk bisnis mengalami penurunan 90,6%, sosial sebesar 33%, wartel sebesar 14,4 %, sedangkan untuk penyediaan telepon umum dan kiospon penurunan mencapai 100% pada kondisi pasca tsunami. Normalisasi telepon, listrik dan penyaluran (bahan bakar minyak) BBM terus diefektifkan. Status recovery layanan telekomunikasi di NAD sampai tanggal 12 Januari 2005, sudah mencapai 68% dari saat bencana terjadi serta dengan 84% area dari 44 STO yang ada di seluruh NAD sudah beroperasi normal. Meliputi 93% seluruh nomor pelanggan di datel NAD dengan jumlah total 98.866 STT.
2.7.6 KELISTRIKAN Perbaikan instalasi listrik terus dilakukan untuk menormalkan penerangan, agar dapat bekerja pada malam hari untuk melakukan pembersihan serta kebutuhan penerangan pada instalasi Rumah Sakit. Guna mendukung upaya ini berbagai peralat PLN dari Jakarta yang telah diberangkatkan dari Jakarta pada tanggal 15 Januari 2006 dengan Kapal Tomini serta telah dilakukan pemasangan dan penggantian tiang listrik yang rusak di daerah Kajhu, Ulee Lheue dan Braden. (lihat Tabel 2.21)
Laporan Akhir
II - 47
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.21 KONDISI JARINGAN LISTRIK DI KOTA BANDA ACEH KOTA Banda Aceh
KONDISI KELISTRIKAN
•
Kondisi kelistrikan kota Banda Aceh 95% beban Puncak 25MW telah tersambung 32.000 pelanggan Dari 34.000 pelanggan yang kondisinya memungkinkan disambung (pelanggan sebelum bencana 74.000) Jaringan listrik menuju malahayati sepanjang 20 Km rusak total, maka pemenuhan kebutuhan listrik untuk pelabuhan Malahayati menggunakan genset
Sumber: Hasil Survey, Tahun 2005
Untuk daerah kawasan yang terkena bencana tidak bisa dilayani sampai perbaikan rekonstruksi secara menyeluruh. Namun untuk kawasan yang tidak terkena dampak sudah terlayani dengan baik. Berikut kondisi listrik di Kota Banda Aceh.
2.8
KARAKTERISTIK DAN ANALISIS FASILITAS KOTA
2.8.1 FASILITAS PENDIDIKAN Fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh telah memadai, diantaranya telah tersedia dengan lengkap jenis fasilitas pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Berikut data jumlah Fasilitas Pendidikan di Kota Banda Aceh pada Tahun 2004-2005 di rinci berdasarkan kecamatan. Lebih jelas lihat Tabel 2.22. Dari tabel di atas, dapat diketahui jumlah fasilitas pendidikan tidak berubah untuk fasilitas SD, SLTP, SLTA dan kejuruan. Perubahan hanya terjadi pada fasilitas TK yang mengalami peningkatan dari kondisi sebelum dan sesudah tsunami. Selain itu, jumlah sekolah luar biasa di Kota Banda Aceh hanya 1 buah yang terletak di Kecamatan Baiturrahman. Sedangkan Pondok Pasantren ada 9 buah yang terletak di Kecamatan Jaya Baru 3 buah, Kecamatan Meuraxa 1 buah, Kecamatan Kuta Alam 4 buah dan Kecamatan Baiturrahman 1 buah.
Laporan Akhir
II - 48
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.22 JUMLAH TK, SD, SLTP, SLTA, DAN KEJURUAN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2004-2005 TK
KEC.
SD
SLTP
SLTA
SMK
2004
2005
2004
2005
2004
2005
2004
2005
Baiturrahman
9
10
24
24
5
5
4
4
2
2004
2
2005
Kuta Alam
20
18
22
22
9
9
13
13
5
5
Meuraxa
6
3
19
19
3
3
5
5
-
-
Syiah Kuala
8
9
14
14
2
2
1
1
-
-
Lueng Bata
4
4
5
5
1
1
1
1
-
-
Kuta Raja
4
5
13
13
3
3
1
1
-
-
Banda Raya
5
6
6
6
2
2
2
3
-
-
Jaya Baru
6
7
10
10
2
2
1
-
-
-
Ulee Kareng
4
6
6
6
1
1
0
-
-
-
TOTAL
66
68
119
119
28
28
28
28
7
7
Sumber : BPS, 2004-2005
Berdasarkan
proyeksi
pertumbuhan
jumlah
penduduk,
maka
perkiraan
kebutuhan fasilitas pendidikan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 2.23 TABEL 2.23 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016
NO
1 2 3 4
JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS LAHAN (m2)
KEBUTU HAN TAHUN 2011
1000 1600 4800 4800
1200 3600 2700 2700
234 146 49 49
TK SD SLTP SLTA
LUAS KEBUTUH AN TAHUN 2011 (m2) 281033 526937 131734 131734
KEBUTU HAN TAHUN 2016 269 168 56 56
LUAS KEBUTUH AN TAHUN 2016 (m2) 323033 605687 151422 151422
Sumber: Hasil Analisis
2.8.2 FASILITAS KESEHATAN Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kota Banda Aceh diketegorikan dalam 9 bentuk yaitu berupa puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, poliklinik desa, posyandu, Rumah bersalin, Rumah sakit umum, Rumah sakit jiwa, Rumah sakit ibu dan anak. Berdasarkan data dari BPS tahun 2004 dan 2005 (lihat tabel 2.24) maka dapat diketahui kondisi sebelum dan sesudah tsunami.
Laporan Akhir
II - 49
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 2.24 JUMLAH SARANA KESEHATAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2004-2005 Jumlah 2004 2005 9 6 33 9 8 12 8 14 105 80 12 12 7 8 1 1 0 1 183 143
Jenis Sarana Kesehatan
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Puskesmas Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Poliklinik Desa Posyandu Rumah Bersalin Rumah sakit umum Rumah sakit jiwa Rumah sakit ibu dan anak Jumlah
Sumber: BPS 2004-2005
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penyediaan fasilitas kesehatan mengalami penurunan mencapai 21,8% dari kondisi sebelum tsunami. Penurunan terbesar terjadi terutama pada penyediaan puskesmas pembantu dengan penurunan mencapai 72,7% pada pasca tsunami. Berdasarkan
proyeksi
pertumbuhan
jumlah
penduduk,
maka
perkiraan
kebutuhan fasilitas kesehatan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 2.25 TABEL2.25 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016
NO 1 2 3 4 5 6 7
JENIS FASILITAS Puskesmas Puskesmas Pembantu BKIA dan RS Bersalin Balai Pengobatan Apotek Praktek Dokter Posyandu
STANDAR PENDUDUK PENDUKUNG (Jiwa) 120000 30000
STANDAR LUAS LAHAN (m2) 2400 1200
2 8
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2011 (m2) 4684 9368
10000
1600
23
37471
27
43071
3000
300
78
23419
90
26919
10000 5000 2500
350 100 100
23 47 94
8197 4684 9368
27 54 108
9422 5384 10768
KEBUTUHAN TAHUN 2011
KEBUTUHAN TAHUN 2016
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016
2 9
5384 10768
Sumber: Hasil Analisis
Laporan Akhir
II - 50
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.8.3 FASILITAS PERIBADATAN Di daerah Kota Banda Aceh, hampir merata desa memiliki Masjid dan Musholla, karena mayoritas penduduk di Kota Banda Aceh adalah beragama Islam. Hanya di Kecamatan Kuta Alam terdapat tempat ibadah umat Kristen, Hindu dan Budha. (Lihat Tabel 2.26). TABEL 2.26 JUMLAH FASILITAS PERIBADATAN DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003 Kecamatan
Masjid
Meuraxa Banda Raya Baiturrahman Lueng Bata Kuta Alam Kutaraja Syiah Kuala Ulee Kareng Jaya Baru JUMLAH
10 6 17 2 23 6 11 7 7 89
Surau / langgar 29 23 21 10 27 9 18 6 20 163
Gereja 0 0 0 0 3 0 0 0 0 3
Gereja katolik 0 0 0 0 2 0 0 0 0 2
Pura
Vihara
Kelenteng
0 0 0 0 0 1 0 0 0 1
0 0 0 0 4 0 0 0 0 4
0 0 0 0 1 0 0 0 0 1
Sumber : Podes Kota Banda Aceh,Tahun 2003
Berdasarkan
proyeksi
pertumbuhan
jumlah
penduduk,
maka
perkiraan
kebutuhan fasilitas peribadatan di kota Banda Aceh tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 2.27 TABEL 2.27 PROYEKSI KEBUTUHAN FAS ILITAS PERIBADATAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016
NO
JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS LAHAN (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2011
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2011
KEBUTUHAN TAHUN 2016
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016
1
Masjid Skala Kecamatan
120000
4000
2
7806
2
8973
2
Masjid Skala Lingkungan
30000
1750
8
13661
9
15703
Sumber: Hasil Analisis
Laporan Akhir
II - 51
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.8.4 PERKANTORAN DAN PELAYANAN UMUM Untuk kebutuhan sarana perkantoran dan Pelayanan Umum berdasarkan wilayah yang terkena dampak maka Kantor Kecamatan diperlukan di 6 kecamatan yang terkena dampak kecuali Kecamatan Baiturrahman, Sedangkan Kantor Desa/Kelurahan diperlukan antara lain di daerah berikut: 1. Kecamatan Meuraxa, meliputi: Kel. Ulee Lheule, Kel. Deah Glumpang, Kel. Deah Teungoh, Kel. Deah Baro, Kel. Lambung, Kel. Gampong Pie, Kel. Gampong Blang, Kel. Lamjabat, Kel. Asoenanggro, Kel. Surien, Kel. Gampong Baro, Kel. Pungee Ujong, Kel. Pungee Jurong, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Lampaseh Aceh. 2. Kecamatan Kuta Raja, meliputi: Kel. Gampong pande, Kel. Gampong Jawa, Kel. Merduati, Kel. Keudah, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Kampung Baru. 3. Kecamatan Jaya Baru, meliputi: Kel. Ulee Pata, Kel. Lampoh Daya, Kel. Bitai, Kel. Lam jamee, Kel. Emperom. 4. Kecamatan Kuta Alam, meliputi: Kel. Lampulo, Kel. Lamdingin, Kel. Bandar Baru. 5. Kecamatan Syiah Kuala, meliputi: Kel. Dayah Raya, Kel. Alue, Naga, Kel. Tibang, dan Kel. Jeulingke. 6. Kecamatan Baiturrahman, meliputi: Kel. Sukaramai Untuk kantor Pos Hansip di 6 kecamatan tidak diperlukan, hanya diperlukan pos pengamanan untuk para pengungsi 1 unit di masing-masing kecamatan. Sedangkan untuk Kantor Pos Pembantu diperlukan di pusat Kota Banda Aceh di perlukan di Kecamatan Kuta Alam 1 unit, Baiturrahman 1 unit, Jaya Baru 1 unit dan Syiah Kuala 1 unit. Serta sarana PLN, PDAM, Telkom, dan Polsek diperlukan 1 unit di masing-masing wilayah yang terkena dampak untuk melayani masyarakat yang sedang membangun kembali wilayahnya yang terkena tsunami.
2.9
HARAPAN DAN ASPIRASI STAKEHOLDERS Sebelumnya merencanakan wilayah yang terkena dampak bencana, harapan
masyarakat pada para stakeholder perlu melakukan beberapa pertimbangan terhadap perencanaan wilayah Provinsi Banda Aceh, khususnya Kota Banda Aceh. Diantaranya:
Laporan Akhir
II - 52
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2.9.1 PERTIMBANGAN SOSIAL-BUDAYA Masyarakat Banda Aceh pada umumnya terdiri dari pedagang, nelayan dan petani dan sangat kuat ibadatnya dengan nilai budaya yang islami.
Pembangunan
kedepan harus memperhatikan nilai budaya dan islami yang hidup dalam masyarakat, dengan demikian Rencana Tata Ruang didasarkan pada nilai-nilai ini. Untuk Land Mark kota yang berfokus pada mesjid Baiturahman dan menjadi dasar dari Urban Design kota – kota. Disamping itu situs-situs budaya harus juga diperhatikan agar perkembangan Banda Aceh kedepan tidak mencabut msyarakat Aceh dari akar budaya dan nilai Islamnya. Kehidupan nelayan disepanjang pantai perlu diberi ruang dan teknologi agar kehidupannya lebih baik lagi.
2.9.2 PERTIMBANGAN EKONOMI Ekonomi Banda Aceh didukung oleh sektor jasa, perikanan, pertanian serta wisata. Penataan kembali kota harus di upayakan untuk memperkuat sektor ini sehingga semakin modern dan dapat meningkatkan kesempatan kerja. Untuk nelayan dan petani perlu diperhatikan dengan sarana TPI dan infrastruktur pendukungnya. Dibidang wisata, kiranya Tsunami dapat diambil hikmah untuk sektor wisata mengingat kejadian tanggal 26 Desember 2004 yang lalu adalah suatu kejadian besar di dunia. Ekonomi kota berbasis pada kelautan wisata dan jasa, diharapkan pembangunan prasarana dapat mendukung transformasi sektor Basik ini menjadi semakin modern sehingga secara terus menerus dapat meningkatkan nilai tambah dan penyerapan terhadap angkatan kerja.
2.9.3 PERTIMBANGAN INFRASTRUKTUR Pertimbangan infrastruktur perlu diarahkan untuk meningkatkan pelayanan sosial-ekonomi kota. Disamping itu juga untuk meningkatkan keamanan kawasan kota; yaitu mengatasi banjir dan juga perlu ditata agar dapat juga melindungi kota dari kemungkinan serangan tsunami dimasa yang akan datang. Dari berbagai diskusi dengan stakeholder dikawasan perkotaan Banda Aceh dan sekitarnya bebarapa keinginan pengembangan kota kedepan dapat disimpulkan sebagai berikut :
Laporan Akhir
II - 53
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
1. Pengembangan kota dilakukan dengan penanganan kawasan bersyarat antara lain dilakukan dengan pengaman (Buffer Zone) dan peringatan dini bencana Tsunami dan bila diperlukan dan diinginkan dapat melakukan “relokasi” ke kawasan yang lebih aman, dengan dukungan infrastruktur penghubung yang memadai dan baik. 2. Pengembangan Kota didasarkan pada nilai budaya dan Islami yang berkembang di masyarakat Aceh 3. Pengembangan Kota harus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melindungi hak masyarakat akan tanahnya. 4. Pengembangan kota harus dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan ekonomi kotanya. 5. Pengembangan kota harus dapat melindungi bahaya kota dari bahaya bencana (gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor). 6. Pengembangan kota harus dapat menjaga dan meningkatkan kelestarian lingkungan kota. 7. Pengembangan infrastruktur harus dapat meningkatkan pelayanan kota. 8. Sebagian penduduk memilih ingin bermukim kembali, dengan syarat pengamanan (Buffer Zone) dan peringatan dini bencana tsunami. 9. Sebagian lainnya ingin pindah ke kawasan yang lebih aman, dengan dukungan infrastruktur penghubung yang memadai dan baik. 10. Pusat - pusat pelayanan fasilitas sosial dan utilitas harus berada di lokasi yang aman. 11. Kegiatan usaha dan pasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat berjalan kembali normal. 12. Identitas kota dan masyarakat (yang bersifat religius dan budaya) tetap dipertahankan. 13. Pembangunan
kota
dan
kawasan
tetap
memperhatikan
prinsip-prinsip
hak
kepemilikan tanah dan property. 14. Menerapkan pembangunan kota yang menganut prinsip-prinsip manajemen Disaster yang berbasis tata ruang
Laporan Akhir
II - 54
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
BAB III
RENCANA TATA RUANG KOTA BANDA ACEH
3.1
KEDUDUKAN KOTA BANDA ACEH DALAM KONSTELASI REGIONAL Rencana tata ruang merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai macam
sumber daya di suatu wilayah/kota ke dalam suatu deliniasi wilayah perencanaan. Artinya komponen-komponen tata ruang di dalam wilayah perencanaan harus terintegrasi, di samping itu, wilayah perencanaan juga harus terintegrasi dengan rencana yang hirarkinya lebih tinggi. Dalam perencanaan Kota Banda Aceh, selain harus memperhatikan komponen-komponen tata ruang yang ada di wilayahnya, juga harus memperhatikan peranannya dalam lingkup yang lebih luas. Dengan demikian perencanaannya akan dapat menciptakan kesinergian dengan rencana-rencana spasial lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, langkah awal dalam perencanaan Kota Banda Aceh adalah perlunya menetapkan Peran, Fungsi, dan Kedudukan Kota Banda Aceh dalam konstelasi regional, sehingga dalam pelaksanaannya di masa mendatang dapat bersinergi dengan wilayah-wilayah sekitarnya. Penetapan ini mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang dimiliki Kota Banda Aceh dan arahan-arahan penataan ruang yang hirarkinya lebih tinggi serta rekomendasi dari rencana-rencana serupa yang telah disusun sebelumnya. Berdasarkan pertimbangan di atas, Peran Kedudukan dan Fungsi Kota Banda Aceh ditetapkan sebagai berikut. Laporan Akhir
III - 1
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
1. Peranan:
Sebagai Kota hirarki I di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan wilayah pengembangan Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Sabang
Sebagai ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam
2. Fungsi:
Salah satu pintu gerbang Indonesia Bagian Barat yang mengemban fungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi barang dan jasa wilayah hiterland-nya
Pusat pemerintahan dan perkantoran untuk skala kota dan regional
Pusat perdagangan dan jasa untuk skala kota dan regional
Pusat kegiatan industri kecil
Pusat permukiman, fasilitas umum, dan sosial skala kota dan regional
Pusat kegiatan keagamaan (Islamic Center)
3. Kedudukan:
Dalam lingkup nasional, kedudukan Kota Banda Aceh merupakan salah satu Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Orde II, yang diharapkan sebagai Counter Magnet bagi Kota Medan
Kota Banda Aceh juga ditetapkan sebagai bagian dari kebijakan Indonesia-
Malaysia-Thailand Growth Triangle
3.2
SKENARIO PERKEMBANGAN KOTA Untuk
Rencana
ke
depannya,
Skenario
yang digunakan
adalah
dengan
menerapkan model pengembangan kota Dual Center With Multi Recidential Area. Model pengembangan ini merupakan konsep pengembangan kota yang memiliki dua pusat kota untuk mendorong perkembangan kota dan didukung oleh permukiman dengan kegiatan ekonomi di dalamnya. Pusat kota yang ditetapkan adalah pusat kota lama dan pusat kota baru. Pusat kota lama berpusat di Peunayong yang berorientasi pada Masjid Baiturrahman dengan kegiatan yang sudah berkembang pesat baik sebelum dan sesudah Tsunami. Sedangkan pusat kota baru berada di Batoh (Kec. Lueng Bata) dan Lampeuneurut (Kabupaten Aceh Besar), pusat pengembangan ini diarahkan sebagai pusat pemerintahan Propinsi NAD dan sebagai daerah evakuasi atau zona penyelamatan bila terjadi bencana. Laporan Akhir
III - 2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Untuk terlaksananya model pengembangan kota tersebut diperlukan beberapa tahapan skenario pengembangan yang tepat. Pada Gambar 3.1 di bawah ini akan dijelaskan tahapan pengembangan wilayah Banda Aceh.
Tahap I Rehabilitasi dan pengendalian pembangunan di Utara Banda Aceh
Tahap II
Revitalisasi dan pengembangan terbatas pada Pusat Kota Lama
Tahap III Pengembangan kota diarahkan pada Selatan Kota Banda Aceh
Tahap Rehabilitasi Pasca Bencana Tsunami: - Rehabilitasi pada kawasan konservasi, yaitu pada kawasan pesisir dengan membangun Coastal Forest (hutan Mangrove) sebagai zona perlindungan pantai. Serta pembangunan hutan kota yang berfungsi sebagai daerah resapan air. - Rehabilitasi permukiman sesuai dengan zoning regulation yang ditentukan pada kawasan yang terkena dampak tsunami. - Perbaikan Infrastruktur yang belum diperbaiki, serta usaha peningkatan dalam rangka pengembangan kota yang merujuk pada konsep mitigasi bencana. - Pengendalian kegiatan pada zona-zona yang ditentukan terutama pada Coastal Zone dan Eco Zone.
Tahap Pengendalian Pusat Kota lama dengan konsep perkembangan yang terbatas: - Optimalisasi kegiatan di pusat kota Lama yaitu pada kawasan Peunayong dan Kampung Baru yang berorientasi pada Masjid Baiturrahman. Serta pengendalian intensitas bangunan dan penataan lingkungan agar tidak terjadi kemunduran fungsi (degradasi lingkungan). - Peningkatan peran masing-masing sub zona sesuai dengan fungsi yang ditentukan dalam rencana struktur kota. - Rehabilitasi kawasan konservasi terutama pada kawasan DAS Krueng Aceh dan taman kota yang berfungsi sebagai daerah resapan air. - Peningkatan aksesibiltas melalui pembangunan lingkar utara, lingkar selatan dan lingkar dalam yang terintegrasi.
Tahap pengembangan Pusat Kota Baru dengan konsep pengembangan wilayah yang terintegrasi - Pengembangan fungsi melalui kegiatan yang telah ditentukan pada masingmasing zona dan sub-sub zona. Pengembangan diarahakan ke Selatan Banda Aceh hingga perbatasan Aceh Besar (Lampeuneurut dan Lambaro). - Sinkronisasi kebijakan dan rencana pengembangan wilayah antara Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dalam pengelolaan pusat Kota Baru yang ada di Lampeuneurut serta pengembangan agropolitan pada Lambaro.
GAMBAR 3.1 TAHAPAN PENGEMBANGAN KOTA BANDA ACEH
Laporan Akhir
III - 3
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.3
RENCANA STRUKTUR PEMANFAATAN RUANG Rencana struktur pemanfaatan ruang merupakan kerangka dasar spasial yang
akan digunakan untuk menyusun arahan rencana pemanfaatan ruang di Kota Banda Aceh. Penjabaran rencana struktur pemanfaatan ruang meliputi arahan rencana pengembangan dan distribusi penduduk, rencana struktur ruang kota, rencana kawasan strategis kota, dan rencana sistem pusat pelayanan. Rencana struktur pemanfaatan ruang yang direkomendasikan dalam rencana ini mengikuti rencana struktur pemanfaatan ruang yang telah direncanakan oleh Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum yang dituangkan ke dalam dokumen Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kota Banda Aceh. Dokumen tersebut dijadikan acuan karena substansi yang dikandungnya lebih diterima oleh stakeholders dibandingkan dengan dokumen-dokumen perencanaan lainnya untuk Kota Banda Aceh. Pada akhirnya, arahan yang telah direncanakan pada dokumen Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kota Banda Aceh akan dijadikan dasar dalam merumuskan rencana tata ruang dan pengembangan fasilitas dan utilitas dalam Revisi RTRW Kota Banda Aceh ini.
3.3.1 RENCANA STRUKTUR RUANG KOTA Dalam pengembangan ke depannya, Kota Banda Aceh direncanakan untuk dibagi menjadi empat zona yang disesuaikan dengan model pengembangan kota yang digunakan, pertumbuhan penduduk, ketersediaan sumber daya lahan dan antisipasi terhadap potensi bencana. Berdasarkan Revisi RTRW Aceh 2010, Kota Banda Aceh dibagi dalam 4 BWK (Bagian Wilayah Kota), yaitu terdiri dari BWK Barat, BWK Pusat (Utara), BWK Selatan, BWK Timur. Untuk revisi RTRW tahun 2016, pembagian 4 BWk ini tetap digunakan, hanya ada penyesuaian batas mengunakan unit administrasi kecamatan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.2 Peta Rencana Struktur Ruang. Selanjutnya masing-masing BWK diarahkan memiliki pusat sebagai orientasi pengembangan (lebih jelas lihat sistem pusat pelayanan). Penjelasan mengenai arahan fungsi masing-masing BWK dapat dilihat pada bagian berikut di bawah ini:
Laporan Akhir
III - 4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
: gambar 3.2 PETA RENCANA STRUKTUR RUANG
Laporan Akhir
III - 5
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
1. BWK Barat Kota BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Meuraxa dan Jaya Baru, merupakan pengembangan wilayah kota ke arah bagian Barat. BWK ini difungsikan sebagai pusat kegiatan pelabuhan dan wisata, yang didukung kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan permukiman, dan sebagainya. Pusat BWK Barat ditetapkan di Lamteumen (barat). Untuk lebih jelas arahan kesesuaian fungsi berdasarkan zona di BWK Barat Kota dapat di lihat pada Tabel 3.1. 2. BWK Pusat Kota Lama/Utara BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Baiturrahman, Kuta Alam dan Kuta Raja, berfungsi sebagai pusat kegiatan perdagangan regional dan pemerintahan. Fungsi ini didukung oleh kegiatan jasa komersial, perbankan, perkantoran, pelayanan umum dan sosial, kawasan permukiman perkotaan, industri kecil/kerajinan, pusat kebudayaan dan Islamic Center. BWK ini juga berfungsi sebagai pusat pelayanan tujuan wisata budaya dan agama bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Banda Aceh.Pusat BWK Utara ditetapkan di Kawasan Pasar Aceh dan Peunayong. Untuk lebih jelas arahan kesesuaian fungsi berdasarkan zona di dalam BWK Utara dapat di lihat pada Tabel 3.2. 3. BWK Selatan Kota BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Banda Raya dan Lueng Bata, merupakan pengembangan wilayah kota ke arah bagian Selatan, yang berfungsi sebagai pusat kegiatan olah raga (sport centre), terminal AKAP dan AKDP, perdagangan dan jasa serta pergudangan. Pusat BWK Selatan ditetapkan di Koridor Batoh (Kec. Lueng Bata) – Lampeuneureut (Kab. Aceh Besar). Untuk lebih jelas arahan
kesesuaian fungsi
berdasarkan zona di dalam BWK Selatan Kota dapat di lihat pada Tabel 3.3. 4. BWK Timur Kota BWK ini terdiri dari wilayah Kecamatan Syiah Kuala dan Ulee Kareng, merupakan pengembangan wilayah kota ke bagian Timur, yang berfungsi sebagai pusat pelayanan sosial kota seperti halnya pendidikan, kesehatan dan kegiatan lain yang komplementer dengan kedua kegiatan tersebut. Pusat BWK Timur ditetapkan di Ulee Laporan Akhir
III - 6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Kareng. Untuk lebih jelas, arahan kesesuaian fungsi berdasarkan zona di dalam BWK Timur Kota dapat di lihat pada Tabel 3.4 Kemudian pada Gambar 3.3 Peta Arahan Fungsi Zona Per BWK dan Tabel 3.1 – 3.4 dapat dilihat penjelasan fungsi zona berdasarkan karakter zona kesesuaian pengembangan fisik. Dan ketentuan zonasi lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Laporan Akhir
III - 7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Gambar3.3 PETA ARAHAN FUNGSI BERDASARKAN ZONA FISIK PERBWK
Laporan Akhir
III - 8
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
1. BWK Barat Kota Banda Aceh TABEL 3.1 Pembagian Zona Pada BWK Barat Kota Banda Aceh No.
1.
Kode Zona BWK P1 (Pesisir)
2. A.1
3. A.2
4. A.3 5. A.4
6. A.5
7. A.6
Fungsi Wilayah
Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa Hutan Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera • Kawasan konservasi yang berupa Zona hijau/pond serta dapat menjadi daerah wisata. Selain itu juga diarahkan menjadi zona budidaya tambak. • Pada zona ini diarahkan untuk kawasan permukiman terbatas, yang berarti bahwa tidak ada pengembangan permukiman baru. • Sebagai kawasan Pelabuhan Penyeberangan Penumpang. • Terdapat Landmark/Monumen Tsunami yang diarahkan sebagai kawasan wisata bersejarah serta sebagai kawasan wisata bahari. • Zona tambak • Kawasan konservasi, berupa zona hijau dan wisata • Permukiman terbatas • Perkantoran, berupa pelayanan umum dan perkantoran swasta • Mix-use • Permukiman kepadatan sedang dan tinggi • Kawasan Mix-use yaitu berupa kawasan campuran komersial dan fasum. • Kawasan permukiman dengan kepadatan sedang • Zona perdagangan dan jasa yang menyebar secara linier mengikuti pola jalan. • Terminal kota • Terdapat kawasan wisata Monumen PLTD Apung. • Kawasan permukiman dengan kepadatan sedang • Zona perdagangan dan jasa yang menyebar secara linier mengikuti pola jalan.
Sumber: Hasil Analisis
Laporan Akhir
III - 9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
2. BWK Utara Kota Banda Aceh TABEL 3.2 Pembagian Zona Pada BWK Utara Kota Banda Aceh
No.
Kode Zona BWK
1.
P.2
2. B.1
3. B.2 4. B.3 5.
B.4
6. B.5
7.
B.6
8. B.7 9. B.8 10. 11.
B.9 B.10
Fungsi Wilayah Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa Hutan Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera • Sebagai tempat pembuangan akhir sampah (TPA), dan instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) di Gampong Jawa. • Sebagai zona konservasi berupa hutan mangrove/pond. • Zona Perikanan samudera didukung fasilitas perikanan. • Tempat Pelelangan Ikan • Zona hijau yang berupa pond dan wisata • Permukiman terbatas yang diarahkan untuk tidak mengalami pengembangan lagi. • Cold Strorage Kawasan campuran komersial fasum dan hunian komersial. • Zona Tambak • Zona hijau yang menjadi buffer/penyangga antara zona tambak dan permukiman. • Zona perkantoran yang memiliki pola perkembangan linier/ di sepanjang jalan. • Wisata Budaya • Zona Perkantoran dan Perdagangan dan jasa. • Pusat Keagamaan dan Kebudayaan • Pusat pelayanan umum dan Pemerintahan • Perdagangan dan Jasa • Kawasan perdagangan dan jasa Kota lama. • Kawasan campuran hunian komersial • Kawasan campuran komersial dan Fasilitas umum. • Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi • Kawasan Permukiman Kepadatan Tinggi • Kawasan Campuran Komersial
Sumber: Hasil Analisis
Laporan Akhir
III - 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3. BWK Selatan Kota Banda Aceh TABEL 3.3 Pembagian Zona Pada BWK Selatan Kota Banda Aceh No.
Kode Zona BWK
1.
C.1
2.
C.2
3. C.3 4. C.4 Sumber: Hasil Analisis
Fungsi Wilayah Kawasan Permukiman kepadatan tinggi. • • • • • •
Kawasan Permukiman kepadatan tinggi Kawasan campuran komersial dan fasum Kawasan Permukiman kepadatan tinggi Kawasan campuran komersial dan fasum Pertanian Kawasan Mix-Use yaitu berupa campuran komersial dan fasum • Permukiman kepadatan tinggi
4. BWK Timur Kota Banda Aceh TABEL 3.4 Pembagian Zona Pada BWK Timur Kota Banda Aceh No.
Kode Zona BWK
Fungsi Wilayah Sebagai daerah perlindungan pantai yang berupa Hutan Mangrove (Hutan Lindung) dan juga kawasan Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera • Perikanan Budidaya/tambak • Zona Konservasi • Permukiman terbatas, diarahkan untuk tidak mengalami pengembangan. • Perikanan Budidaya/tambak • Zona Konservasi • Permukiman terbatas, diarahkan untuk tidak mengalami pengembangan. • Kawasan Campuran komersial (mix-use). • Kawasan Permukiman kepadatan tinggi • Kawasan perkantoran dan kawasan campuran komersial • Kawasan Permukiman kepadatan tinggi • Kawasan Campuran Komersial
1.
P.3
2.
D.1
3.
D.2
4.
D.3
5.
D.4
6.
D.5
Kawasan Permukiman kepadatan tinggi
7.
D.6
Kawasan Perdagangan dan Jasa
8.
D.7
Kawasan Pendidikan tinggi
Sumber: Hasil Analisis
Untuk penjelasan mengenai Zoning Regulation dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Laporan Akhir
III - 11
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.3.2 ARAHAN PENGEMBANGAN DAN DISTRIBUSI PENDUDUK Penduduk adalah komponen terpenting dalam penataan ruang. Hal ini karena tujuan akhir dari kegiatan penataan ruang adalah mewujudkan kesejahteraan penduduk dengan cara mengalokasikan berbagai sumber daya secara optimal. Untuk itu dalam proses penataan ruang diperlukan upaya pendistribusian penduduk sesuai dengan daya dukung lingkungannya sehingga memperoleh manfaat yang optimal dari sumber daya yang didistribuskan serta terciptanya kemudahan dalam pelayanan sarana dan prasarana kota. Rencana distribusi penduduk ini dilakukan atas pertimbangan kondisi jumlah penduduk sebelum tsunami, proyeksi pertumbuhan penduduk, daya dukung lingkungan, arahan rencana kegiatan dan tingkat kerentanan terhadap bencana. Distribusi penduduk ini dilakukan berdasarkan katagori wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi, sedang, dan rendah. Adapun ukuran dari masing-masing kepadatan tersebut adalah :
Kepadatan penduduk rendah dengan rentang antara 1 - 25 jiwa/ha
Kepadatan penduduk sedang dengan rentang antara 26 – 50 jiwa/ha
Kepadatan penduduk tinggi dengan rentang antara 51-100 jiwa/ha Rentang ini disesuaikan dengan karakteristik untuk kota menengah seperti Kota
Banda Aceh ini. Berdasarkan analisa telah didapatkan jumlah penduduk untuk tahun Rencana 2016 adalah sejumlah 276.194 jiwa. Adapun rencana distribusi penduduk di Kota Banda Aceh ditetapkan sebagai berikut (lihat Tabel 3.5). TABEL 3.5 RENCANA DISTRIBUSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH TAHUN 2016
No.
BWK
1
BWK BARAT
2
BWK UTARA (PUSAT KOTA LAMA)
3
BWK SELATAN
4
BWK TIMUR
Total Proyeksi
Laporan Akhir
ARAHAN JUMLAH PENDUDUK (Jiwa) 63.909
58.049
104.787 49.449
ARAHAN KEPADATAN SUB PUSAT BWK 1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. 1. 2.
Ulee Lheue : Kepadatan Rendah Jaya Baru : Kepadatan Sedang Lamteumen : Kepadatan Tingggi Lampulo : Kepadatan Rendah Peunayong/ :Kepadatan Tinggi Kampung Baru Neusu : Kepadatan Tinggi Batoh/Lamdom:Kepadatan Tinggi Jeulingke : Kepadatan Sedang Ulee Kareng:Kepadatan Tinggi
276.194
III - 12
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.3.3 RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN Rencana sistem pusat pelayanan dimaksudkan untuk memperjelas hirarki kota sesuai dengan struktur kota yang ditetapkan sehingga diperoleh suatu sistem pemanfaatan ruang yang optimal untuk setiap bagian kota. Dalam realitanya, pengembangan sistem pusat pelayanan akan mempermudah masyarakat kota untuk mendapatkan pelayanan sarana dan prasarana perkotaan. Pembagian sistem pusat pelayanan dilakukan atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
Rencana struktur kota yang telah ditetapkan
Jangkauan pelayanan secara fungsional
Aksesibilitas suatu kawasan
Kelengkapan dan pemusatan sarana dan prasaran
Efisiensi pemanfaatan lahan
Batas-batas fisik yang tegas, seperti sungai, jalan, bukit, jalur hijau dan lain-lain Lihat kembali Gambar 3.2, Arahan rencana sistem pusat pelayanan di Kota
Banda Aceh dijelaskan pada Tabel 3.6 berikut ini: TABEL 3.6 RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN NO 1
2
PUSAT/SUBPUSAT PELAYANAN PEUNAYONG / KAMPUNG BARU
ULEE LHEUE
FUNGSI
3
LAMTEUMEN
4
BATOH/LAMDOM
Laporan Akhir
SKALA PELAYANAN
Pusat pemerintahan Kota Banda Aceh Perdagangan dan Jasa Perkantoran Pelabuhan penumpang & barang dan penumpang Tsunami Park Pariwisata Pantai Hutan Kota dan konservasi (hutan mangrove)
Regional & Kota
Regional & Kota
Perkantoran Perdagangan dan Jasa Permukiman Pusat pemerintahan provinsi NAD yang baru Pusat perdagangan dan jasa
Kota dan lokal
Regional
Regional & Kota
III - 13
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
NO
PUSAT/SUBPUSAT PELAYANAN
5
ULEE KARENG
6
LAMPULO
7
JEULINGKE
8
NEUSU
9
KOPELMA
FUNGSI
permukiman Perdagangan dan jasa permukiman Pelabuhan ikan Galangan kapal Industri pengolahan ikan Perumahan nelayan Pusat Pemerintahan Prop NAD & Perkantoran Propinsi NAD (eksisting) Perdagangan dan jasa Permukiman Perdagangan dan jasa permukiman Pendidikan Perdagangan dan jasa
SKALA PELAYANAN
Kota dan lokal
Regional & Kota
Regional Kota dan Lokal
Kota dan lokal
Regional Kota dan lokal
Sumber : Hasil Analisis
3.4
RENCANA POLA PEMANFAATAN RUANG Rencana pola pemanfaatan ruang adalah pengalokasian aktifitas ke dalam suatu
ruang berdasarkan struktur pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara umum, pola pemanfaatan ruang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Di samping itu, dalam pemanfaatan ruang ini juga diarahkan pengalokasian kawasan-kawasan strategis. Penetapan pola pemanfaatan ruang di Kota Banda Aceh didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: -
Keadaan pola pemanfaatan ruang sebelum tsunami
-
Kecenderungan perkembangan yang terjadi pasca tsunami
-
Optimasi dan efisiensi pemanfaatan ruang
-
Kelestarian lingkungan
-
Mitigasi terhadap bencana Untuk lebih jelasnya mengenai rencana penggunaan lahan pada tahun 2016 dapat
dilihat pada Tabel 3.7
Laporan Akhir
III - 14
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 3.7 RENCANA PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 2016 No I 1 2 3 4
5
6
7
8
9 II 1 2 3 4 5 6 7 8
Pemanfaatan Ruang Kawasan Terbangun Permukiman - Permukiman - Permukiman Terbatas - Permukiman Khusus Nelayan Kawasan Perdagangan dan Jasa Perkantoran Kawasan Campuran - Kawasan Campuran Hunian & Komersial - Kawasan Campuran Komersial & FU - Kawasan Komersial & FU Fasilitas - Fasilitas Kesehatan - Fasilitas Pendidikan - Fasilitas Peribadatan - Fasilitas Umum Transportasi - Terminal - Pelabuhan Ferri - Jalan Kawasan Industri - Cold Storage - TPI - Rumah Potong Hewan Utilitas - IPLT - TPA Wisata & Hiburan - Pasar Seni - Kawasan Wisata PLTD Apung - Tsunami Heritage Ruang Terbuka Kawasan Hutan Kota Zona Hijau dan Wisata Zona Perikanan Samudera Zona Tambak Ikan Ruang Terbuka Hijau - Taman Kota - Jalur Hijau - Lapangan Olah Raga Kuburan Sungai Air Total
Luas (HA) 4563,71 2787,874 2293,053 428,680 66,141 188,422 117,453 543,482 100,744 383,597 59,141 205,016 9,888 184,379 10,255 0,494 657,886 10,431 33,041 614,414 7,725 0,944 5,106 1,675 24,241 22,762 1,479 31,610 10,655 18,162 2,792 1572,19 212,686 190,955 121,351 552,359 109,006 31,036 60,614 17,356 11,060 224,970 149,804 6.135,90
% 74,377 45,435 37,371 6,986 1,078 3,071 1,914 8,857 1,642 6,252 0,964 3,341 0,161 3,005 0,167 0,008 10,722 0,170 0,538 10,013 0,126 0,015 0,083 0,027 0,395 0,371 0,024 0,515 0,174 0,296 0,046 25,623 3,466 3,112 1,978 9,002 1,777 0,506 0,988 0,283 0,180 3,666 2,441 100,000
Sumber : Rencana Konsultan, 2006
Laporan Akhir
III - 15
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.4.1 PENETAPAN KAWASAN LINDUNG Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup, baik itu berupa sumber daya alam maupun sumber daya buatan. Kawasan lindung diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya 2. Kawasan perlindungan setempat 3. Kawasan cagar budaya Berdasarkan pengertian di atas, penetapan kawasan lindung di Kota Banda Aceh diarahkan sebagai berikut:
Kawasan lindung yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya meliputi: -
Kawasan hutan bakau yang berfungsi sebagai kawasan penyangga bagi daerah sekitarnya untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah. Di samping itu, kawasan ini juga memiliki fungsi untuk meminimalkan potensi bahaya tsunami bagi daerah sekitarnya. Kawasan hutan bakau diarahkan pada kawasan pesisir utara Kota Banda Aceh
Lokasi yang termasuk dalam kategori ini adalah Hutan Kota (hutan magrove dll) yang berfungsi sebagai jalur penyangga antara kawasan permukiman dan zona perikanan. Area ini mulai dari Deah Glumpang di Kecamatan Meuraxa memanjang hingga Jeulingke di Kecamatan Syiah Kuala.
-
Kawasan resapan air yang merupakan kawasan yang berfungsi meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.
Kawasan perlindungan setempat yang meliputi : -
Kawasan sempadan pantai, yang berfungsi melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang menggangu kelestarian pantai. Kawasan ini terletak di sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan sempadan pantai ditetapkan di sepanjang pantai yang ada, kecuali daerah pantai yang digunakan untuk kepentingan umum, seperti pelabuhan/dermaga, wisata, dan permukiman nelayan yang sudah ada, serta pertambakan yang telah mendapatkan ijin dari pemerintah.
Laporan Akhir
III - 16
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
-
Kawasan sempadan sungai, berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu atau merusak kualitas air sungai. Kawasan sempadan sungai ditetapkan pada jalur tepian sungai dengan lebar dari aliran tengah berkisar 8 – 50 m tergantung kondisi sungainya dan wilayah lintasannya. Sungai dengan tanggul ditetapkan jalur kiri dan kanan tepian sungai dengan lebar 15 m, sedangkan untuk sungai tidak bertanggul ditetapkan jalur kiri dan kanan tepian sungai dengan lebar 30 m. Untuk Kota Banda Aceh, kawasan ini diarahkan di sepanjang Sungai Krueng Aceh, Sungai Krueng Doy, Sungai Krueng Neng, Sungai Krueng Titi Panjang, Krueng Lueng Paga, Sungai Krueng Daroy, dan Kanal banjir. Lebih jelas dapat dilihat Gambar 3.4.
Laporan Akhir
III - 17
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 3.4
PETA RENCANA KAWASAN LINDUNG DAN
RUANG
TERBUKA HIJAU
Laporan Akhir
III - 18
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Kawasan cagar budaya meliputi: Kawasan cagar budaya adalah ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala, dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang bermanfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Kawasan cagar budaya ini dapat meliputi lingkungan non bangunan, lingkungan bangunan non gedung dan halamannya, serta kebun raya yang mempunyai umur lebih dari 50 tahun. Berdasarkan ketentuan di atas, kawasan cagar budaya di Kota Banda Aceh di antaranya yang sudah ada di Masjid Raya Baiturrahman, Komplek Museum Aceh, Gunongan, Taman Putroe Phang, Pendopo, Kerkhoff, makam Syiah Kuala, makam Sultan Iskandar muda, dan Makam Kandang XII. Sedangkan cagar rencana ada di kawasan Tsunami Heritage Ulee Lheue dan kawasan PLTD Apung. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Laporan Akhir
III - 19
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 3.5 PETA RENCANA CAGAR BUDAYA
Laporan Akhir
III - 20
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.4.2 RENCANA KAWASAN BUDIDAYA Kawasan budidaya adalah ruang yang dapat dimanfaatkan untuk mewadahi berbagai aktifitas yang dilakukan manusia. Rencana kawasan budidaya diarahkan di luar kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Klasifikasi peruntukan Kawasan budidaya di Kota Banda Aceh meliputi kawasan permukiman, kawasan perumahan dan perumahan nelayan, kawasan campuran, kawasan pariwisata, kawasan perkantoran, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perikanan tambak dan perikanan tangkap, Kawasan industri kecil, Kawasan Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga, serta kawasan pelabuhan. Rencana kawasan budidaya di Kota Banda Aceh diarahkan sebagai berikut (lihat Tabel 3.8). TABEL 3.8 RENCANA KAWASAN BUDIDAYA NO 1
PERUNTUKAN Permukiman
2
3
Perumahan terbatas dan perumahan nelayan
Kawasan Laporan Akhir
KARAKTERISTIK Kawasan yang memiliki kegiatan utama bukan sebagai pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat perumahan perkotaan, koleksi dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan kegiatan sosial, serta kegiatan ekonomi. Khusus untuk peruntukan perumahan, klasifikasi perumahan di Kota Banda Aceh adalah: o Kapling Besar dengan luas 500 m2 atau lebih. o Kapling Sedang dengan luas 200 500 m2 o Kapling kecil dengan luas ≤ 200 m2 Perumahan terbatas adalah perumahan yang dibangun dengan ketentuan-ketentuan atau persyaratan teknis bangunan/konstruksi tahan gempa, sehingga perumahan yang dibangun tahan terhadap bencana sepeti gempa dan tsunami. Perumahan ini juga ditata dengan baik dengan dilengkapi dengan jalurjalur penyelamatan dari bencana. Perumahan seperti ini harus dibatasi pertumbuhannya dan hanya diperuntukkan untuk penduduk yang benar-benar tinggal dan bermata pencaharian di pantai seperti nelayan. Kawasan yang diisi oleh berbagai jenis
ARAHAN Permukiman diarahkan di sekitar ibukota kecamatan, BWK bagian barat, selatan, dan timur Pengembangan kawasan permukiman ke arah utara dibatasi karena kawasan tersebut diarahkan untuk konservasi, perikanan, pelabuhan, dan wisata
Peruntukan ini diarahkan di kawasan yang rentan terhadap tsunami, yaitu di kawasan pesisir utara Kota Banda Aceh
Peruntukkan ini diarahkan di III - 21
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
NO
PERUNTUKAN Campuran
4
Kawasan Wisata
KARAKTERISTIK kegiatan seperti perdagangan dan jasa, perkantoran, perumahan, fasilitas umum dan sosial.
Kawasan wisata ini dapat berupa wisata alam (pantai) dan wisata budaya dan religius
5
Kawasan Perkantoran
Laporan Akhir
Kawasan perkantoran meliputi kegiatan-kegiatan perkantoran baik skala lokal, kota, dan regional mengingat Kota Banda Aceh merupakan ibu kota Propinsi NAD Kawasan perkantoran juga meliputi perkantoran-perkantoran swasta, seperti bank, jasa konsultan, pos, dll
ARAHAN BWK bagian utara, timur, dan selatan. Secara spesifik kegiatan ini dialokasikan di Jl Pocut Baren, Jl Iskandar, Muda hingga Ulee Iheue, Jl Rama Setia, Jl T Iskandar, Sebelah utara Jl Twk Hayim Banta Muda, Jl tgk Hasan Krueng Kalee menuju Lampulo, Jl Sultan Alaidin Johansyah, Persimpangan Jl Syah Kuala dengan Jl Pocut Baren hingga Lamdingin, sebagian Jl Tbk Imam Leung Bata, Jl Cut Nyak Dhien, Jl Soekarno-Hatta, Jl Teuku Umar, Jl Tengku Abdul Rahman, dan Jl Wedana. Jl. Tgk CikDipinrang,Jl. Nyak Makam, Jl. St Malikul Saleh, Jl. Sudirman, Jl. Hasan Saldi, Jl. Mohamad Tahir, Jl. Tgk Diblang, Jl. Lingkar kampus, Jl. Tembus Batoh-Simp Surabaya, Jl. Tembus LamdukPango, Keuramat, Peuniti dan Keudah. Wisata alam diarahkan pada kawasan pantai mulai dari Jaya Baru sampai Alue Naga. Kawasan ini juga didukung oleh hutan mangrove dan hutan wisata Wisata budaya diarahkan di kawasan Mesjid Raya Baiturrahman, Komplek museum Aceh, Gunongan, Taman Putroe Phang, Pendopo, Kerkhoff, Makam Syah Kuala, Makam Sultan Iskandar Muda, dan Makam Kandang XII Kawasan wisata tsunami (tsunami herritage) diarahkan di kawasan Ulee Iheue Kawasan Perkantoran pemerintahan dialokasikan di BWK bagian Pusat/Utara dan Selatan
III - 22
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
NO 6
7
PERUNTUKAN Kawasan Perdagangan dan jasa
Kawasan Perikanan
KARAKTERISTIK Kawasan perdagangan dan jasa adalah kawasan yang menaungi berbagai kegiatan perdagangan, jasa komersial, dan jasa perkantoran
ARAHAN Kawasan Perdagangan dan jasa untuk skala regional diarahkan di BWK Selatan , sedangkan untuk skala pelayanan kota dan lokal diarahkan di BWK Utara dan Timur
Kawasan perikanan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi budidaya perikanan, baik berupa pertambakan/kolam maupun perairan darat lainnya. Kawasan perikanan dibedakan menjadi kawasan perikanan tambak dan perikanan tangkap
Kawasan perikanan ini diarahkan di BWK bagian Utara khususnya di Lampulo
8
Kawasan Industri Kecil
Kawasan industri kecil bersifat home industry yang kegiatannya menyatu dengan permukiman penduduk
Kawasan industri kecil ini diarahkan di BWK bagian utara
9
Kawasan Pelabuhan
Kawasan Pelabuhan di Kota Banda Aceh dibedakan menjadi dua, yaitu kawasan pelabuhan barang dan penumpang internasional serta kawasan pelabuhan ikan
Kawasan pelabuhan barang diarahkan di BWK bagian utara khususnya Malahayati (Kab. Aceh Besar) dan penumpang diarahkan di BWK bagian Barat khususnya di Ulee Iheue Kawasan pelabuhan ikan diarahkan di Lampulo yang terletak di BWK bagian utara Kawasan Ruang Terbuka Hijau yang berfungsi sebagai konservasi diarahkan di BWK Bagian Utara dan Barat Taman Kota diarahkan di BWK bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat
10
Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
Kawasan Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga meliputi kawasan konservasi, taman kota, dan sarana olahraga
Secara umum Peta Rencana Pemanfaatan Ruang Tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 3.6
Laporan Akhir
III - 23
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR
Laporan Akhir
3.6
RENCANA
PEMANFAATAN
RUANG
TAHUN
2016
III - 24
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.5
RENCANA PENETAPAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG Rencana intensitas pemanfaatan ruang meliputi kepadatan bangunan, Koefisien
Lantai bangunan, Ketinggian Bangunan, dan Garis Sempadan Bangunan.
3.5.1 RENCANA KEPADATAN BANGUNAN Kepadatan bangunan diwujudkan dalam konsep Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Pada bagian ini akan dibahas tentang Koefisien Dasar Bangunan yang memiliki pengertian sebagai angka perbandingan antara luas dasar bangunan dengan luas lahan dimana bangunan yang bersangkutan dibangun. Besarnya koefisien dasar bangunan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain kepadatan penduduk, ketersediaan lahan, peruntukan lahan, jenis penggunaan bangunan dan beberapa faktor lainnya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, maka arahan KDB di Kota Banda Aceh ditetapkan pada Tabel 3.9 berikut. TABEL 3.9 RENCANA KEPADATAN BANGUNAN NO
PERUNTUKAN
KLASIFIKASI
1
Permukiman
2
Perumahan terbatas dan perumahan nelayan
3
Kawasan Campuran
4
Kawasan Wisata
5
Kawasan Perkantoran
6
Kawasan Pusat Perdagangan dan jasa
7
Kawasan Pusat Perdagangan
Laporan Akhir
Rumah Kapling Besar Rumah Kapling Sedang Rumah Kapling Kecil
ARAHAN KDB MAKSIMUM 40% 50% 60%
15 – 20 %
Fasilitas Umum Fasilitas Sosial
50% 50%
Rekreasi Luar Ruangan Rekreasi Dalam Ruangan
10% 30%
60%
Perdagangan Jasa
60% 70%
Kawasan campuran perumahan dan komersial
70%
III - 25
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
NO
PERUNTUKAN
8
Kawasan Perikanan
9
Kawasan Industri Kecil
10
Kawasan Pelabuhan
11
Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
3.5.2
KLASIFIKASI
ARAHAN KDB MAKSIMUM 50%
60%
Pelabuhan penyebrangan Pelabuhan Ikan
10% 20%
Taman Kota Kawasan Konservasi Sarana olahraga dan Fasilitas umum
0% 0% 10 – 15 %
KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan angka perbandingan antara luas
seluruh lantai bangunan dengan luas lahan atau luas kapling dimana bangunan tersebut berada. Konsep koefisien lantai bangunan memiliki kaitan dengan koefisien dasar bangunan dan ketinggian bangunan. Penetapan KLB dilakukan dengan pertimbangan:
Pencahayaan dan ventilasi alami sebagai salah satu upaya menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman.
Pembentukan skyline bangunan yang harmonis dan sekuential.
Pembentukan landmark sebagai pembentuk identitas dan titik orientasi terhadap lingkungannya.
Pembentukan karakter yang berbeda antara berbagai kegiatan fungsional yang berlainan.
Pembentukan ruang dan jarak yang mempunyai skala harmonis antara bangunan dengan ruang luarnya, agar tercipta komposisi ruang yang masih berskala manusia. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas, Rencana KLB di Kota Banda
Aceh ditetapkan pada Tabel 3.10 berikut.
Laporan Akhir
III - 26
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 3.10 RENCANA KOEFISIEN LANTAI BANGUNAN NO
PERUNTUKAN
1
Permukiman
2
Perumahan terbatas dan perumahan nelayan Kawasan Campuran
3 4 5 6
7 8 9 10
ARAHAN KLB MAKSIMUM 1,8 1,0 1,2 0,4
KLASIFIKASI
Rumah Kapling Besar Rumah Kapling Sedang Rumah Kapling Kecil
Fasilitas Umum Fasilitas Sosial Kawasan Wisata Rekreasi Luar Ruangan Rekreasi Dalam Ruangan Kawasan Perkantoran Kawasan Perdagangan Perdagangan Jasa dan jasa
2,0 2,0 0,2 0,9 2,0
2,4 2,4
Kawasan Perikanan Kawasan Industri Kecil Kawasan Pelabuhan
1
1,2
0,2 0,4 0,3
Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
Pelabuhan penyebrangan Pelabuhan Ikan Taman Kota Kawasan Konservasi Sarana olahraga
Untuk penjelasan mengenai ketentuan KDB dan KLB yang lebih detail dapat dilihat pada lampiran 3.
3.5.3 KETINGGIAN BANGUNAN Ketinggian
bangunan
memiliki
pengertian
jumlah
lantai
maksimum
yang
diperbolehkan dalam suatu kawasan. Kriteria penetapan ketinggian bangunan memiliki keterkaitan dengan penetapan KDB dan KLB. Arahan ketinggian bangunan di Kota Banda Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.11 berikut.
Laporan Akhir
III - 27
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 3.11 RENCANA KETINGGIAN BANGUNAN
NO
PERUNTUKAN
1
Permukiman
2 3
Perumahan terbatas dan perumahan nelayan Kawasan Campuran
4
Kawasan Wisata
5 6
Kawasan Perkantoran Kawasan Perdagangan dan jasa
7 8 9
Kawasan Perikanan Kawasan Industri Kecil Kawasan Pelabuhan
10
Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
KLASIFIKASI
Rumah Kapling Besar Rumah Kapling Sedang Rumah Kapling Kecil
Fasilitas Umum Fasilitas Sosial Rekreasi Luar Ruangan Rekreasi Dalam Ruangan
Perdagangan Jasa
Pelabuhan penyebrangan Pelabuhan Ikan Taman Kota Kawasan Konservasi Sarana olahraga
JUMLAH LANTAI MAKSIMUM 3 2 2 2
4 4 2 3 4 4 2 2 2 2 2 2
Keterangan : 1. Ketinggian bangunan tidak boleh melebihi kaki kubah Mesjid Raya Baiturrahman pada kawasan mesjid tersebut. 2. Ketinggian diluar kawasan sekitar Mesjid Raya Baiturrahman tidak dibatasi ketinggiannya, dan harus menyesuaikan dengan kondisi geologi dan tanah setempat.
3.5.4 GARIS SEMPADAN BANGUNAN Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah jarak antara batas luar daerah milik jalan (Damija) dengan dinding luar bangunan persil. Penetapan garis sempadan bangunan di wilayah perencanaan mempertimbangkan fungsi jaringan jalan, dan fungsi kegiatannya. Pengaturan GSB di Kota Banda Aceh diarahkan pada Tabel 3.12 berikut.
Laporan Akhir
III - 28
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 3.12 RENCANA KETINGGIAN BANGUNAN
NO
PERUNTUKAN
1
Permukiman
2
Perumahan terbatas dan perumahan nelayan Kawasan Campuran
3 4
Kawasan Wisata
5
Kawasan Perkantoran Kawasan Perdagangan dan jasa Kawasan Perikanan Kawasan Industri Kecil Kawasan Pelabuhan
6
7 8 9 10
Ruang Terbuka Hijau dan Olahraga
KLASIFIKASI
GSB DEPAN (MIN) R R R R
Rumah Kapling Besar Rumah Kapling Sedang Rumah Kapling Kecil
Fasilitas Umum Fasilitas Sosial Rekreasi Luar Ruangan Rekreasi Dalam Ruangan
Perdagangan Jasa
R R
Pelabuhan penyebrangan Pelabuhan Ikan Taman Kota Kawasan Konservasi Sarana olahraga
R R R R R
2x3m 2m 0 0
GSB BELAKANG (MIN) 3m 3m 2m 2m
2m 2m 2 x 10 m 2x5m 2m
GSB SAMPING (MIN)
0 0
2m 2m 10 m 5m 2m
0 2m
R
2x4m
4m
R
2m
2m
R R R
2 x 10 m 2x5m -
10 m 5m -
Ket: R = ½ dari Rumija, bila jalan lebih lebar dari 8 m maka GSB depan minimum adalah ½ Rumija + 1 GSB terkecil sebesar 4 m, kecuali jalan buntu atau jalan setapak ditetapkan 2 m.
3.6
RENCANA SISTEM TRANSPORTASI
3.6.1 SISTEM PERANGKUTAN JALAN RAYA
Jaringan Jalan Guna
mempermudah
akses
pengembangan
wilayah
utara
maka
perlu
pembangunan jalan lingkar di sisi utara yang berfungsi sebagai jalan arteri primerr. Trase jalan tersebut melewati daerah-daerah antara lain Simpang Lamteumen-Lamjame Uleu Pata-Ulee Lheue-Gampong Jawa-Deah Raya-Tibang-Krueng Cut tembus ke Krueng Raya.
Laporan Akhir
III - 29
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Usulan tambahan untuk memperpanjang Jalan Syiah Kuala sampai dengan Jalan Soekarno Hatta. Perpanjangan Jalan Syiah Kuala sampai dengan Jalan Soekarno Hatta saat ini sedang dalam pengerjaan. Selain Jalan Lingkar Utara, pengembangan jalan lingkar luar sisi Selatan juga diperlukan untuk mengantisipasi pengembangan wilayah sisi Selatan serta untuk mempermudah akses ke Pelabuhan di daerah Ulee Lheue. Jaringan jalan Lingkar Selatan dimulai dari Ulee Lheue, Jl. Lhoknga, Jl. Tgk Abd. Rahman Meunasah Meucab, Jl. Soekarno Hatta, ke Lampeuneurut Kecamatan Ingin Jaya (Kabupaten Aceh Besar). Disamping lingkar luar perlu dikembangkan juga Jalan Poros Barat-Timur untuk mengantisipasi pengembangan wilayah terutama keberadaan rencana terminal terpadu di wilayah Batoh/Lamdom. Jalan poros tersebut berawal dari Jl. Soekarno Hatta di daerah Lam Ara melewati Jl. Wedana, Jl. Tgk. Dilhong, Cot Mesjid, Pango Raya, Pango Deah, melintas Jl. Tengku Yusuf sampai persimpangan Ceurih menerus ke Jl. Mesjid Toha dan terhubung ke jalan lingkar Selatan di Kecamatan Kuta Baru Kabupaten Aceh Besar. Peta rencana jaringan jalan dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Laporan Akhir
III - 30
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
PETA JARINGAN JALAN . GAMBAR 3.7
Laporan Akhir
III - 31
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Jalan lingkar dan poros merupakan jalan tipe 4/2 D (4 lajur 2 arah dengan median), lebar Right of Way (ROW) atau ruang milik jalan (Rumija) adalah 40 m. Potongan melintang jalan lingkar dan poros tersebut adalah sebagai berikut: (lihat Gambar 3.8)
GAMBAR 3.8 TIPIKAL POTONGAN MELINTANG JALAN POROS DAN LINGKAR KOTA BANDA ACEH Laporan Akhir
III - 32
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Rencana ruas jalan lingkar Utara antara Ulee Lheu dan Krueng Raya, sebagian rencana ruasnya saat ini merupakan daerah pasang surut dan berbatasan langsung dengan laut. Oleh karena itu maka sebagian ruasnya akan dibangun diatas timbunan. Timbunan ini juga akan difungsikan sebagai tanggul laut (breakwater). Tipikal konstruksi jalan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.9 ROW=4-6 m
Laut
+ 0.00 m LWS
1:1.5
Cubes 17.5 t p=2800 kg/m3 1-6 ton
H=2-3 m
Darat
1:1.5
300-1000 kg 1:1.5
1:1.5
Grave Dasar Laut GAMBAR 3.9 JALAN DI ATAS TANGGUL LAUT
Untuk dimensi masing-masing lapisan (primary, secondary dan core layer) dari tanggul laut (breakwater) disesuaikan dengan tinggi gelombang rencana. Badan jalan diletakkan di atas lapisan primer dengan diberi lapisan antara berupa geotekstile dan kemudian di atasnya diurug dengan lapisan pondasi jalan (sub base dan base course) dan selanjutnya lapisan permukaan berupa aspal hotmix (AC MS 800-1000 kg)
Fasilitas penunjang o
Terminal Penumpang Fasilitas penunjang dalam sistem transportasi yang perlu dikembangkan untuk Kota Banda Aceh adalah pembangunan Terminal Penumpang Tipe A yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan penumpang antar kota antar propinsi, angkutan antar kota dalam propinsi. Terminal tersebut berada di daerah Lamdom dengan luas 3 ha. Keberadaan terminal ini harus didukung oleh jalan arteri yaitu Jalan Poros Utara Selatan (terusan dari Jalan Syah Kuala sampai Jl. Soekarno Hatta) dan Jalan Poros Barat Timur (Lam Ara sampai Jl. Mesjid Toha).
Laporan Akhir
III - 33
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Dengan dibangunnya Terminal Penumpang Tipe A untuk bus antar kota yang baru, maka terminal bus antar kota yang lama di Setui akan beralih fungsi dan berubah menjadi Terminal Penumpang Tipe B yang semula melayani bus antar kota menjadi angkutan antar kota jarak dekat (L300). Luasan untuk Terminal Tipe B ini adalah 2 Ha yang terletak di Setui. Sedangkan untuk terminal angkutan perkotaan (Terminal Tipe C), tetap menggunakan terminal yang lama yakni di Keudah, namun terlebih dahulu harus direnovasi, karena sampai saat ini kondisinya masih memprihatinkan akibat bencana tsunami.
o
Terminal Barang Pembangunan terminal barang akan terpadu dengan terminal penumpang yaitu terminal Tipe A di daerah Lamdom. Dimana keberadaannya harus didukung oleh Jalan Poros Utara Selatan dan Barat Timur.
Perangkutan umum Dalam dokumen hasil studi Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kota Banda Aceh oleh Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum dan Urgent Plan JICA tidak menyebutkan mengenai perubahan jaringan pelayanan angkutan umum perkotaan, demikian juga dalam dokumen hasil studi Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2001/2010 menyebutkan tidak ada perubahan terhadap jaringan pelayanan angkutan umum perkotaan di Kota Banda Aceh.
3.6.2
SISTEM PERANGKUTAN LAUT
Klasifikasi pelabuhan Pengembangan pelabuhan di pelabuhan lama kawasan
Ulee Lheue adalah untuk
pelabuhan skala internasional sebagai pelabuhan pengumpan primer dan berfungsi untuk pelabuhan umum
melayani penumpang antar pulau dan Negara (propinsi,
kabupaten atau kota).
Laporan Akhir
III - 34
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Fasilitas pokok dan penunjang Fasilitas pokok yang harus ada dari pelabuhan penumpang umum diantaranya adalah : alur pelayaran, kolam labuh, dermaga, gudang, terminal penumpang, terminal ro-ro dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Sedangkan fasilitas penunjangnya terdiri dari kawasan perkantoran, fasilitas air bersih, listrik dan telekomunikasi fasilitas umum lainnya.
Jalur pelayaran Pelabuhan ini diperuntukkan terutama untuk kapal-kapal penumpang dari dank e pelabuhan Sabang, Medan dan propinsi lainnya. Dan juga sebagai pengumpan ke dan dari daerah sekitar Banda Aceh.
3.6.3 SISTEM PERANGKUTAN PENYEBERANGAN
Klasifikasi pelabuhan Pengembangan
pelabuhan
untuk
penyeberangan
menjadi
satu
dengan
pengembangan pelabuhan umum penumpang di daerah Ulee Lheue. Pelabuhan melayani khususnya untuk kapal jenis ro ro.
Fasilitas penunjang Sama seperti pelabuhan umum maka fasilitas pokok untuk pelabuhan penyeberangan ro ro adalah alur, kolam pelabuhan, dermaga khusus ro-ro, terminal penumpang. Sedangkan untuk fasilitas penunjang berupa kantor, utilitas dan fasilitas umum lainnya. Bentuk layout untuk pelabuhan penyeberangan ini berupa wharf yang menyatu dengan daratan.
Jalur pelayaran Pelabuhan ini diperuntukkan terutama untuk kapal-kapal jenis ro-ro yang penumpang dan barang dari daerah sekitar Banda Aceh menuju Pulau We, Pulau Nasi atau pulaupulau lain di sekitar Banda Aceh.
Laporan Akhir
III - 35
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.7
RENCANA SISTEM UTILITAS
3.7.1 RENCANA SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH Kebutuhan air Kota Banda Aceh diperkirakan akan meningkat dari 414 liter/detik pada tahun 2006 sampai menjadi 704 liter/detik pada tahun 2016. Cakupan pelayanan direncanakan telah mencapai 85% dari seluruh penduduk Kota Banda Aceh, baik yang dipenuhi melalui sambungan rumah maupun hidran umum. Secara lebih rinci proyeksi kebutuhan air disajikan pada Tabel .3.13 TABEL 3.13 PROYEKSI KEBUTUHAN AIR KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016 Deskripsi Populasi Persentase Pelayanan Total Populasi SR Terlayani HU SR Sambungan HU SR HU Kebutuhan Bersih ND Jumlah Persentase Kebocoran Jumlah Kebutuhan Air Total Kebutuhan Produksi Air Kebutuhan Produksi Air
Unit Orang % Orang Orang Orang SR / 5 orang HU / 100 orang m3/hari m3/hari m3/hari m3/hari % m3/hari m3/hari m3/hari liter/detik
2006 206.194 60 123.716 111.354 12.372 22.269
2011 241.194 80 192.955 173.660 19.296 34.732
2016 276.194 85 234.765 211.288 23.476 42.258
124 16.702 495 3.340 20.537 45 9.242 29.779 35.734 414
193 26.049 772 5.210 32.031 30 9.609 41.640 49.968 579
235 31.693 939 6.339 38.971 30 11.691 50.663 60.796 704
Sumber: Hasil Analisis
Keterangan: SR : Sambungan Rumah HU : Hidran Umum ND : Non Domestik
Untuk memenuhi kebutuhan air baku, Kota Banda Aceh mempunyai potensi sumber air yang dapat dipergunakan, yaitu Sungai Krueng Aceh yang mempunyai debit minimal 10,38 m3/detik atau hampir mencapai 900 m3/ hari pada musim kemarau panjang. Terdapat dua unit Instalasi Pengolahan Air Minum yang sampai saat ini Laporan Akhir
III - 36
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
beroperasi di Kota Banda Aceh, yaitu IPA Lambaro dengan kapasitas
terpasang 435
liter/detik dan IPA Siron berkapasitas 20 liter/detik. Lokasi intake kedua IPA tersebut adalah di Sungai Krueng Aceh. PDAM Tirta Daroy diharapkan telah mampu merehabilitasi dan membangun kembali seluruh sarana dan prasarana sistem penyediaan air bersih, berupa instalasi pengolahan, sistem distribusi dan sarana penunjangnya sampai dengan tahun 2009. Target pelayananan terhadap pelanggan PDAM Tirta Daroy sampai dengan tahun 2016 minimal mencapai 85 %. Rencana pengembangan Instalasi Pengolahan Air Minum berupa peningkatan kapasitas produksi pada masing-masing Instalasi Pengolahan Air Minum dan sarana penunjangnya. Kekurangan produksi air bersih akan mulai terjadi pada tahun 2009, sehingga direncanakan peningkatan Instalasi Pengolahan Air Lambaro sebesar 100 liter/detik pada tahun 2009 dan pada tahun 2012 ditingkatkan menjadi 200 liter/detik. Sungai Kreung Aceh sebagai sumber air baku yang potensial bagi penyediaan air bersih Kota Banda Aceh, sehingga keberadaannya perlu dijaga dengan baik, karena air permukaan sangat rawan terhadap pengaruh pencemaran. Upaya-upaya untuk tetap menjaga kuantitas air dan kualitas air yang baik harus dilaksanakan dengan strategi yang jelas dan program kegiatan yang baik, antara lain dengan:
Menjaga kualitas air baku agar tetap memenuhi daya dukungnya dengan melakukan monitoring secara rutin,
Menindak tegas tanpa ada tawar menawar pada semua industri dan atau lainnya yang membuang limbah cairnya ke badan air sehingga kualitas mengalami penurunan,
Melakukan pengamanan terhadap kawasan daerah pengaliran sungai, agar tetap menjadi daerah tangkapan air yang baik bagi Sungai Krueng Aceh. Berikut ini adalah peta rencana Jaringan air bersih yang akan dijelaskan pada
Gambar 3.10 di bawah ini.
Laporan Akhir
III - 37
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 3.10 PETA RENCANA JARINGAN AIR BERSIH ? ADA YA
Laporan Akhir
III - 38
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.7.2 RENCANA SISTEM PEMBUANGAN SAMPAH Pengelolaan sampah di kawasan perencanaan, yang sebagian besar direncanakan merupakan kawasan permukiman mengacu pada Tata Cara Pengelolaan Sampah di permukiman (SNI 19-3242-1994), Tata Cara Teknik Pengelolaan Sampah Perkotaan (SNI 19-2454-2002)
terutama
mengenai
persyaratan
hukum
dan
persyaratan
teknis
operasionalnya. Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Banda Aceh sebagai tempat proses pengelolaan dan pembuangan akhir sampah terletak di Desa Gampong Jawa yang berjarak ± 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini landfill Gampong Jawa telah memiliki lahan seluas ± 21 ha, yang telah difungsikan sebagai landfill seluas ± 12 ha, dan yang belum difungsikan seluas ± 9 ha. Denah Lokasi Pembuangan Akhir Sampah dan IPLT Gampong Jawa
yang ada
pada saat ini dan rencana LPA dan IPLT baru, dapat pada Gambar 3.11 berikut ini.
GAMBAR 3.11 DENAH LOKASI PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DAN IPLT GAMPONG JAWA SERTA RENCANA LPA DAN IPLT BARU
Laporan Akhir
III - 39
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Timbulan sampah yang akan dihasilkan di Kota Banda Aceh berasal dari kawasan perumahan (domestik), industri, kawasan komersil, wisata dan fasilitas umum lainnya. Timbulan sampah yang dikelola adalah timbulan sampah non B-3 (Bahan Beracun dan Beracun/Hazardous Waste). Laju timbulan sampah adalah adalah 2,5 L/orang/hari, sesuai dengan SNI 19-3983-1995, sehingga pada akhir tahun perencanaan mencapai 690 m3/hari. Proyeksi timbulan sampah yang dihasilkan Kota Banda Aceh disajikan pada tabel 3.14 TABEL 3.14 PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016 Deskripsi
Unit
Populasi
Orang
Timbulan Sampah
L/orang/hari
Total Sampah
L/hari
Total Sampah
m3/hari
2006
2011
2016
206.194
241.194
276.194
2,5
2,5
2,5
515.485
602.985
690.485
515
603
690
Sumber : Hasil Analisis
Pola penanganan sampah yang dikembangkan untuk Kota Banda Aceh harus mampu menstimulasi dan secara konkrit melibatkan dunia usaha maupun peran serta masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa pengelolaan sampah yang direncanakan lebih menekankan pada pengurangan (reduce) volume sampah yang dihasilkan dan yang dibuang ke TPA. Bentuk pengelolaan seperti ini memerlukan peran serta dari semua pihak baik pemerintah melalui instansi atau dinas terkait maupun masyarakat. Dokumen Urgent Rehabilitation and Reconstruction Plan for Banda Aceh City JICA dan Rencana Tata Ruang Wilayah Metropolitan Banda Aceh JICA (Additional Study), menjelaskan lokasi LPA Gampong Jawa hanya akan berumur 2 tahun, sehingga diperlukan alternative pencarian lokasi LPA baru. Dari hasil kesepakatan
antar
Pemerintah Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Provinsi NAD alternative lokasi LPA Baru adalah di Montasik, Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar.
Laporan Akhir
III - 40
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.7.3. RENCANA SISTEM DRAINASE Sungai Krueng Aceh yang mengalir melalui Kota Banda Aceh dengan beberapa anak sungainya seperti Krueng Daroy, krueng Doy dan Krueng Neng merupakan saluran drainase alam yang menjadi outlet dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga aliran air hujan yang mengalir disaluran-saluran drainase sangat dipengaruhi oleh permukaan air di sungai tersebut. Padahal permukaan air sungai dipengaruhi oleh pasang surut air laut, oleh sebab itu aliran air hujan tidak dapat selalu dialirkan secara gravitasi. Untuk keperluan manejemen jaringan drainase Kota Banda Aceh, maka sistem Drainase Kota Banda Aceh dibagi menjadi 7 zona sebagai berikut : Zone 1, dibatasi oleh Kr. Neng dan Kr Doy Zone 2, dibatasi oleh Kr. Aceh dan Kr. Doy Zone 3, dibatasi oleh Kr. Aceh Zone 4, dibatasi oleh Kr. Daroy dan Kr. Lhueng Paga Zone 5, dibatasi oleh Kr. Titi Panjang dan Kr. Cut Zone 6, dibatasi oleh Kr. Lhueng Paga dan Kr. Tanjung Zone 7, dibatasi oleh Kr. Aceh dan Kr. Cut Untuk lebih jelas dalam pembagian zona drainase dapat di lihat pada Gambar 3.12. Berdasarkan kondisi fisik Kota Banda Aceh, prinsip dasar dalam penyusunan Rencana drainase Kota Banda Aceh adalah : a. Pembagian sistem yang
jelas dan keseragaman penamaan sistem, saluran dan
bangunan-bangunan drainase lainnya (nomenklatur) b. Sungai-sungai besar sebagai saluran primer menggunakan alur pematusan alami, sedangkan saluran sekunder dan tersier mengikuti pola tata ruang dan jaringan jalan c. Perhitungan debit aliran didasarkan pada rencana penggunaan lahan di masa yang akan datang d. Perlu ditetapkan batasan tinggi genangan yang dapat diterima dalam perencanaan, baik untuk pemukiman, jalan, area industri/bisnis maupun area yang penting lainnya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa penanganan drainase sangat sulit untuk membebaskan area dari genangan sehingga harus ada batasan tinggi genangan yang masih bisa ditolerir. Laporan Akhir
III - 41
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 3.12 PEMBAGIAN ZONA DRAINASE KOTA BANDA ACEH
Laporan Akhir
III - 42
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
e. Air hujan secepatnya dialirkan badan air terdekat untuk memperpendek panjang saluran f.
Saluran maupun infrastruktur drinase lainnya direncanakan secara ekonomis dalam pembangunan, operasional dan pemeliharaannya
g. Flood Canal di bagian selatan Kota Banda Aceh digunakan untuk membagi debit volume banjir dan melindungi Kota Banda Aceh dari meluapnya debit banjir dari lahan yang lebih tinggi . h. Saluran drainase perkotaan harus difungsikan sebagai saluran kolektor dan long storage i.
Optimalisasi dan normalisasi sungai yang ada untuk meningkatkan daya tampung dan kemampuan alirnya.
j.
Membangun retarding basin dan retarding pond yang dilengkapi dengan pompa air untuk mengurangi debit limpasan yang langsung mengalir ke sungai/saluran.
k. Meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi volume limpasan permukaan. l.
Dalam sistem drainase yang merupakan kombinasi dari saluran drainase, retarding pond dan retarding basin, tidak hanya besarnya debit yang dihitung tetapi juga volume air yang dapat dialirkan (dipompa) dan yang harus ditahan (storage). Sehingga dalam analisa tidak cukup hanya dihitung debit banjir puncak tetapi juga waktu konsentrasi atau dengan kata lain perlu dihitung hidrograf banjir rencana.
m. Perlunya tinjauan aspek kelembagaan dalam operasional dan pemeliharaan. Sedangkan kriteria perencanaan dalam pengembangan sistem drainase adalah sebagai berikut : a. Hujan dengan ketentuan sebagai berikut :
Perkiraan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuwensi terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun
Analisa frekuensi terhadap curah hujan menggunakan metode probabilitas distribusi normal, distribusi log normal, Pearson Type III, Log Pearson Type III dan Gumbel. Perhitungan didasarkan pada ketentuan standar kala ulang yang disepakati
Pengecekan data hujan menggunakan metoda ekurva masa ganda, Chi Square atau Smirnov-Kolmogorov
Laporan Akhir
III - 43
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
b. Debit Banjir di hitung dengan ketentuan sebagai berikut :
Debit Banjir rencana dihitung dengan metode Rational
Koefisien Run off dihitung berdasarkan jenis tata guna lahan daerah aliran
Waktu konsentrasi adalah jumlah waktu pengaliran permukaan dan waktu drainase
c. Periode ulang Periode ulang perencanaan drainase harus memenuhi ketentuan dapat di lihat pada Tabel 3.15 berikut : TABEL 3.15 PERIODE ULANG SALURAN DRAINASE Tipologi Kota Kota Kota Kota Kota
Metropolitan Besar Sedang Kecil
< 10 2 Tahun 2 Tahun 2 Tahun 2 Tahun
Luas Daerah tangkapan Air (Ha) 10 - 100 101 - 500 > 500 2-5 tahun 5-10 tahun 10-25 tahun 2-5 tahun 2-5 tahun 5-20 tahun 2-5 tahun 2-5 tahun 5-10 tahun 2 Tahun 2 Tahun 2-5 tahun
d. Perhitungan hidrolika untuk perencanaan saluran drainase :
Kapasitas saluran dihitung dengan Persamaan Manning atau persamaan lain yang sesuai
Saluran
drainase
yang
terpengaruh
aliran
balik
(backwater)
perlu
memperhitungkan pengaruh aliran balik tersebut yang dapat dihitung dengan
Direct Step Method
Kecepatan maksimum saluran tanah 0.7 m/dt, saluran pasangan batu kali 2 m/dt dan saluran beton 3 m/dt atau sesuai dengan aturan lain yang berlaku dan kondisi di lapangan
3.7.4. RENCANA PENANGANAN BENCANA BANJIR Beberapa konsep untuk mengatasi permasalahan banjir dan genangan di kota Banda Aceh yang harus dilaksanakan secara terintegrasi, efektif dan efisien, yaitu : 1. Flood Canal di bagian selatan Kota Banda Aceh digunakan untuk membagi debit volume banjir dan melindungi Kota Banda Aceh dari meluapnya debit banjir dari lahan yang lebih tinggi . 2. Saluran drainase perkotaan harus difungsikan sebagai saluran kolektor dan long
storage, Laporan Akhir
III - 44
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3. Optimalisasi dan normalisasi sungai seperti dalam rencana sistem drainase. 4. Membangun retarding basin dan retarding pond yang dilengkapi dengan pompa air. 5. Meningkatkan peresapan air hujan ke dalam tanah untuk mengurangi volume limpasan permukaan. Pembangunan flood canal di bagian selatan kota untuk mengalirkan langsung air dari sungai yang ada dalam kota yang biasanya menyebabkan terjadi genangan. (lihat Tabel 3.16) TABEL 3.16 RENCANA FLOOD CANAL
No 1 2 3 4 5 6
20
Lebar tanggul kiri dan kanan (m) 5
20 33 50 10 10 - 58
5 5 5 5
Lebar dasar (m)
Sungai Kr. Titi Paya - Kr. Kon Keumeh Kr. Kon Keumeh - Kr. Lueng Paga Kr. Lueng Paga - Kr. Daroy Kr. Daroy - Tunnel width 50 m Tiga Tunnel Outlet Tunnel - width 58 m
Panjang Sungai (km)
Debit Aliran (m3/dt)
3.895
5 tahunan 117.5
10 tahunan 148.64
3.27 2.444 1.116 8.00 3.498
123.4 187.82 278.31 337.807
175.44 269.05 411.74 485.31
Sumber : JICA Study
Selain normalisasi pada
Flood Canal, pada beberapa penampang sungai yang
mengalir dalam kota juga perlu dilakukan normalisasi dengan dimensi seperti pada Tabel 3.17 berikut. TABEL 3.17 NORMALISASI SUNGAI DALAM KOTA
No
Sungai
1
Kr. Daroy
2
Kr. Neng
3
Kr. Lhueng Paga (upstream)
Lebar dasar (m) 20 5 7 11 10
Kemiringan Tanggul 0.5 0.5
0.5
Panjang Sungai (km) 3.05 0.98 1.6 11 3.62
Kapasitas Debit (m3/dt)
Periode ulang
dari 10 menjadi 102
25 tahun
dari 2 menjadi 47.33 dari 12 menjadi 111.43
5 tahun
25 tahun
Sumber : JICA Studi
Laporan Akhir
III - 45
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Sedangkan saluran primer dalam kota direncanakan berdasarkan debit yang dihitung dari tata guna lahan rencana dalam RTRW ini. Dimensi saluran primer hasil perencanaan dapat dilihat pada Tabel 3.18 berikut.
TABEL 3.18 DEBIT DAN DIMENSI SALURAN PRIMER.
Nama Saluran
Luas DAS
Koef. aliran
Ha 1.1 1.2 1.3 1.4 2.1 3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.2 4.3 4.4 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 6.1 6.2 6.3 6.4 7.1 8.1 9.1 9.2 9.3 9.4 9.5 9.6 10.1 11 11.1 11.2 11.3
58.00 53.00 65.50 29.50 130.00 41.00 75.50 223.00 58.00 47.00 39.50 29.00 44.00 77.50 30.00 56.00 50.50 110.00 40.50 125.50 57.00 75.00 65.00 90.00 127.00 45.00 60.00 53.00 19.00 50.00 41.00 54.00 34.00 335.00 19.00
Laporan Akhir
Debit
Miring dasar rencana
Kekasaran saluran
M3/dt 0.700 0.700 0.778 0.732 0.780 0.780 0.793 0.794 0.684 0.730 0.800 0.800 0.800 0.715 0.792 0.792 0.792 0.792 0.792 0.792 0.762 0.727 0.740 0.740 0.795 0.795 0.797 0.700 0.800 0.686 0.800 0.800 0.789 0.789 0.789
1.70 0.36 1.68 0.61 2.41 0.88 3.88 9.92 1.78 2.64 2.18 1.30 2.31 3.48 1.57 0.79 0.37 3.14 7.27 2.53 1.46 2.23 1.56 2.11 2.11 1.89 1.45 1.37 0.94 1.50 1.81 1.30 2.29 9.95 1.08
0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003
0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025
Kedalaman air
Lebar dasar
Tinggi Jagaan
Kecepatan
m
m
m
m/dt
1.28 0.72 1.28 0.88 1.46 1.00 1.75 1.50 1.31 1.51 1.41 1.16 1.44 1.68 1.24 0.96 0.72 1.62 1.50 1.49 1.21 1.42 1.24 1.39 1.39 1.34 1.21 1.18 1.03 1.23 1.31 1.16 1.44 1.50 1.08
2.60 1.50 2.60 1.80 3.00 2.10 3.60 8.00 2.70 3.10 2.90 2.40 2.90 3.40 2.50 2.00 1.50 3.30 6.00 3.00 2.50 2.90 2.50 2.80 2.80 2.70 2.50 2.40 2.10 2.50 2.70 2.40 2.90 6.00 2.20
0.25 0.20 0.25 0.20 0.25 0.20 0.25 0.30 0.25 0.25 0.25 0.20 0.25 0.25 0.25 0.20 0.20 0.25 0.30 0.25 0.20 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.20 0.20 0.20 0.25 0.25 0.20 0.25 0.30 0.20
0.51 0.34 0.51 0.39 0.55 0.42 0.62 0.73 0.50 0.56 0.53 0.47 0.55 0.61 0.50 0.41 0.34 0.59 0.69 0.57 0.48 0.54 0.50 0.54 0.54 0.52 0.48 0.48 0.44 0.49 0.51 0.47 0.55 0.69 0.45
III - 46
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Nama Saluran
Luas DAS
Koef. aliran
12 12.1 12.2 12.3 12.4 13.1 13.2 13.3 13.4 13.5 13.6 14.1 15.1 15.2 15.3 16.1 17.1 17.2
58.00 150.00 24.00 38.50 33.00 45.00 16.00 26.50 28.50 43.00 50.00 45.50 45.00 27.00 85.00 180.00 41.50 20.50
Ha
Debit
Miring dasar rencana
Kekasaran saluran
Kedalaman air m
0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003
0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025
1.71 1.02 1.46 1.57 1.48 1.73 1.22 0.64 0.92 0.98 1.75 1.90 1.48 1.10 1.39 1.87 1.01 1.09
M3/dt 0.789 0.794 0.763 0.763 0.794 0.794 0.758 0.799 0.530 0.800 0.796 0.775 0.683 0.683 0.561 0.543 0.543 0.543
3.62 0.92 2.38 2.91 2.49 3.77 1.50 0.27 0.70 0.83 3.87 4.86 2.46 1.13 2.12 4.63 0.91 1.11
Lebar dasar
Tinggi Jagaan
Kecepatan
m
m
m/dt
3.50 2.10 3.00 3.20 3.00 3.50 2.50 1.30 1.90 2.00 3.50 3.90 3.00 2.30 2.80 3.80 2.10 2.20
0.25 0.20 0.25 0.25 0.25 0.25 0.20 0.20 0.20 0.20 0.25 0.25 0.25 0.20 0.25 0.25 0.20 0.20
0.61 0.43 0.54 0.58 0.56 0.62 0.49 0.32 0.40 0.42 0.63 0.65 0.56 0.45 0.54 0.65 0.43 0.46
Sumber : JiCA Studi dan Hasil analisa
Selain Saluran air, dalam sistem drainase kota Banda Aceh juga diperlukan kolam penampungan pintu air dan pompa mengingat kota Banda Aceh memiliki topografi yang relative datar sehingga tidak memungkinkan semua air dapat dialirkan secara gravitasi. Jumlah dan lokasi retarding pond, pintu air dan pompa dalam sistem drainase Kota banda Aceh dapat dilihat pada Tabel 3.19 berikut : TABEL 3.19 JUMLAH DAN LOKASI RETARDING POND, PINTU AIR DAN POMPA
No 1
2
Lokasi
Retarding Pond (Ha)
Pintu Air
Pompa
8
1.5
2
Kapasitas (m3/dt) 4
Ujung Kr. Neng
2
1.5
1
1
Outfall di Ulee Lheu
2
1.5
1
1
Outlet 1
2
1.5
1
1
Outlet 2
2
1.5
1
1
Outlet 3
2
1.5
1
1
Outlet Zone 1
8.5
Jumlah
Lebar (m)
Jumlah
Outlet Zone 2
Laporan Akhir
III - 47
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No
Lokasi
1.5
1
Outlet 1
2
1.5
1
1
Outlet 2
2
1.5
1
1
2
1.5
1
1
2
1.5
1
0.6
10
1.5
2
4
Lebar (m)
Jumlah
Outlet Zone 3
1.5
Outlet Zone 4 Outlet (long storage)
5
Pompa
2
Jumlah
1.5
Outlet 3 4
Pintu Air
Kapasitas (m3/dt) 1
Outlet 4 3
Retarding Pond (Ha)
Outlet Zone 5 Outlet Kr. Titi Panjang
4.5
Peta rencana jaringan saluran primer, retarding pond, pintu air dan pompa dapat dilihat pada Gambar 3.13.
Disamping rencana sistem drainase, juga penting untuk dilakukan usaha mengurangi volume limpasan permukaan, konservasi air tanah dan proteksi daerah bantaran sungai. Garis sempadan sungai dan sempadan pantai Garis sempadan sungai untuk flood way dan kr. Aceh idealnya direncanakan 30 meter kekiri dan ke kanan seperti pada gambar dibawah ini. Namun sempadan sungai juga dapat ditetapkan dengan disesuaikan pada kondisi lapangan mengingat sebagian merupakan daerah yang telah terbangun. Manajemen konservasi dapat dilakukan dengan cara:
GSS
GSS 10 m
10 – 20 m
Sungai 10 – 20 m
10 m
Sumber: Additional Study Team, 2006
Laporan Akhir
III - 48
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
PETA RENCANA JARINGAN SALURAN PRIMER. GAMBAR.
Laporan Akhir
3.13
III - 49
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Garis sempadan sungai untuk Titi Panjang, Lueng Paga, Daroy, Doy and Neng Rivers (sebagai drainase utama) adalah minimum 15 m ke kiri dan ke kanan seperti pada gambar dibawah.
Garis sempadan pantai direncanakan proporsi pada bentuk dan kondisnya (dari garis pantai terluar ke tidal dyke atau coastal road) GSS
GSS
Sungai 4m
4–6m
4–6m
4m
Sumber: Additional Study Team, 2006
.
Tanggul Air Pasang
Tanggul Bakau
Laut
Tambak Ikan Jalan GSB
30 m
5 – 10 m
Garis Sempadan Pantai
Untuk menanggulangi bencana yang disebabkan oleh banjir dapat pula dilakukan dengan cara mengurangi limpasan permukaan sekaligus sebagai konservasi air tanah dan melindungi daerah aliran sungai. Untuk mengurangi limpasan permukaan dapat dilakukan sebagai berikut : •
Membangun sumur resapan di area pemukiman untuk meresapkan air hujan ke tanah
•
Melindungi dan meningkatkan fungsi hutan sebagai sarana penyimpan air
•
Menjaga kolam-kolam penampungan dan rawa sebagai penyangga air dan sumber air sungai
•
Membangun Check Dam di hulu untuk menghambat aliran sediment ke hilir
•
Konservasi tumbuhan pada daerah aliran sungai sebagai daerah peresapan air
Laporan Akhir
III - 50
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Selain perlindungan terhadap bencana banjir, perlindungan terhadap bencana tsunami dapat dilakukan dengan Perlindungan Pantai. Bangunan pantai adalah suatu bangunan yang dipergunakan dalam upaya perlindungan pantai atau bangunan sebagai infrastruktur pemanfaatan pantai. Bangunan perlindungan pantai dipergunakan untuk melindungi pantai dari gaya dinamis yang ditimbulkan oleh gelombang dan arus pantai, bangunan tersebut seperti break water, submersible breakwater, jetty, groin, rivetment dan lain-lain. Sedangkan bangunan sebagai infrastruktur pemanfaatan pantai adalah bangunan yang didirikan di pantai dalam rangka pendayagunaan potensi maupun ruang pantai. Sebagai contoh adalah fasilitas pelabuhan, fasilitas wisata pantai, kerambah ikan dan sebagainya. Berikut ini diberikan beberapa contoh bangunan perlindungan pantai dan fungsinya. 1. Groin Groin adalah bangunan yang dipasang tegak lurus garis pantai, bangunan ini bertujuan menangkap sedimen akibat transport sedimen sejajar pantai, dalam kapasitas dan elevasi tertentu dengan maksud pengendalian garis pantai. Biasanya groin ini dibangun secara seri, sehingga setelah dalam siklus waktu tertentu terisi sedimen sebagaimana yang dikehendaki. Berikut ini ditunjukkan pada Gambar sketsa groin. 2. Breakwater
groins
Breakwater dibangun untuk melindungi gempuran gelombang, dengan harapan pada
daerah
yang
dilindungi
terjadi
gelombang yang relatif kecil. Bangunan
breakwater
ini biasa untuk melindungi infrastruktur pantai seperti pelabuhan, tempat rekreasi dan lain-lain.
detached breakwater
3. Detected breakwater Bangunan ini tujuannya sama dengan breakwater,
namun
bangunan
konstruksinya dipasang sejajar dengan
Laporan Akhir
ini
Gambar Sket Groin, Breakwater dan detected breakwater
III - 51
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
pantai, akibat dari kondisi ini, di belakang detected breakwater akan terjadi sirkulasi arus dari kiri dan kanan dan dengan kecepatan rendah akan terbentuk sedimentasi yang disebut tombolo. (lihat Gambar 3.14) Ombak
Pemecah Air
Jarak
Tombolo Tonjolan
Garis Pantai
Source : USACE, Coastal Engineering Technical Note, CETN III-48 GAMBAR 3.14 SKETSA DETECTED BREAKWATER
4. Dinding Penahan Gelombang (Sea Wall) Seawall adalah struktur yang dibangun sejajar garis pantai. Bangunan ini dibangun dengan tujuan untuk melindungi pantai dari erosi dan melindungi bangunan dibelakangnya. Seawall umumnya dibangun dari tumpukan batu, beton maupun bonjong batu. Permukaan seawall berbentuk vertical, melengkung, miring landai ataupun terjal. (lihat Gambar 3.15)
Ombak
Pemantul
Beton
Lempengan Baja
Source : JICA Study Team GAMBAR 3.15 SKETSA DINDING PENAHAN GELOMBANG
Laporan Akhir
III - 52
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
5. Embankment
Embankment memegang peranan untuk mencegah air setelah melewati breakwater . Keberadaan embankment cukup penting karena breakwater tidak dapat mencegah air secara keseluruhan sehingga embankment dapat membantu menghentikan rambatan gelombang kearah daratan. (lihat Gambar 3.16)
GAMBAR 3.16 SKEMATIS EMBANKMENT
6. Coastal Forest Seawall dan breakwater adalah struktur buatan untuk melawan gelombang/tsunami. Namun perlu dicatat bahwa pembangunan dan pemeliharaan struktur tersebut memerlukan biaya cukup tinggi dan dapat merubah kondisi lingkungan di sepanjang pantai. Tanaman pantai seperti bakau, pohon sagu, dan pohon kelapa memiliki kemampuan alamiah untuk mereduksi gelombang tsunami dan juga merupakan solusi dari kelemahan penggunaan struktur buatan. (lihat Gambar 3.17)
Palem /
Dinding Pemecah Bakau
Tambak
GAMBAR 3.17 SKEMATIS COASTAL FOREST Laporan Akhir
III - 53
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
7. Pintu Laut (Tidal Gate ) Pintu laut dapat digunakan untuk mencegah masuknya gelombang tsunami berskala kecil dan menengah ke dalam sungai agar tidak menimbulkan kerusakan sepanjang sungai. Pintu laut ini dapat dibangun di muara kr. Aceh dan Floodway canal. Pembangunan pintu laut memerlukan biaya sangat besar sehingga tidak menjadi prioritas utama kecuali tata guna lahan di sepanjang sungai telah dikembangkan. (lihat Gambar 3.18)
Jembatan Kontrol Laut Sungai
GAMBAR 3.18 TIDAL GATE
3.7.5 RENCANA SISTEM PENYEDIAAN KELISTRIKAN Berdasarkan standar Departemen PU tahun 1987 dan hasil proyeksi penduduk yang telah dilakukan sebelumnya, dapat dirumuskan kebutuhan sistem kelistrikan di Kota Banda Aceh. Perhitungan kebutuhan listrik ini masih bersifat agregat (dalam lingkup kota). Perhitungan tidak dilakukan dalam lingkup kecamatan karena wilayah pelayanan jaringan listrik tidak selalu mengikuti areal administrasi. Adapun kebutuhan listrik di Kota Banda Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.20 berikut ini.
Laporan Akhir
III - 54
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 3.20 PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016
NO
STANDAR PENDUDUK PENDUKUNG
JENIS FASILITAS
1 2
Listrik Rumah Tangga Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
900 kva / kk 250% kebutuhan RT (KK)
3
Penerangan Jalan
15% kebutuhan RT (KK)
KEBUTUHAN TAHUN 2011 (kva)
KEBUTUHAN TAHUN 2016 (kva)
43.414.920 108.537.300
49.714.920 124.287.300
6.512.238
7.457.238
Sumber: Hasil Analisis
Dari hasil perhitungan, pada tahun 2011 kebutuhan listrik rumah tangga di Kota Banda Aceh sekitar 43,41 juta kva. Angka ini bertambah menjadi 49,71 juta pada tahun 2016. Kebutuhan listrik untuk fasilitas umum dan sosial di Banda Aceh pada tahun 2011 sebesar 108,54 juta kva, sedangkan tahun 2016 meningkat menjadi 124,29 juta kva. Sementara itu untuk penerangan jalan kebutuhan listrik yang diperlukan adalah sebesar 6,51 juta kva pada tahun 2011 serta sebesar 7,46 juta kva pada tahun 2016.
3.7.6 RENCANA SISTEM PENYEDIAAN TELEKOMUNIKASI Kebutuhan terhadap sistem jaringan listrik juga didasarkan pada standar Departemen PU tahun 1987 dan hasil proyeksi penduduk yang telah dilakukan sebelumnya. Perhitungan kebutuhan listrik ini juga dilakukan secara agregat dalam skala kota (lihat Tabel 3.21 berikut). TABEL 3.21 PROYEKSI KEBUTUHAN JARINGAN TELPON KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016
NO
JENIS FASILITAS
1
Kebutuhan Rumah Tangga
2
Kebutuhan Fasilitas Umum
3
Telepon Umum
STANDAR PENDUDUK PENDUKUNG 4 per 100 penduduk
KEBUTUHAN TAHUN 2011 9.647
KEBUTUHAN TAHUN 2016 11.047
3% dari kebutuhan Rumah Tangga 1 per 2500 penduduk
289
331
96
110
Sumber: Hasil Analisis
Laporan Akhir
III - 55
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Hingga tahun 2011 jumlah sambungan satuan telpon (SST) yang dibutuhkan untuk rumah tangga mencapai 9,6 ribu SST, sedangkan pada tahun 2016 dibutuhkan 11,05 ribu SST. Kebutuhan lain yang relatif besar adalah untuk kebutuhan fasilitas umum dan sosial yang mencapai 289 SST pada tahun 2011 dan 331 SST tahun 2016, sementara itu kebutuhan yang relatif kecil adalah telepon umum yang hanya mencapai 96 SST pada tahun 2011 dan 110 SST pada tahun 2016.
3.8
RENCANA SISTEM FASILITAS Seperti halnya analisis terhadap utilitas kota, perhitungan kebutuhan fasilitas kota
juga dilakukan dengan menggunakan standar dari Departemen PU tahun 1997. Angka yang dihasilkan juga masih aggregat untuk skala kota. Pendistribusian fasilitas ini nantinya akan dilakukan tidak berdasarkan lingkup administrasi, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya dan tujuan perencanaan yang diinginkan pada suatu kawasan.
3.8.1. RENCANA PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN Analisis penyediaan fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh dilakukan dengan pertimbangan bahwa fasilitas pendidikan yang ada sebelumnya telah rusak akibat bencana tsunami sehingga dibutuhkan pembangunan baru. Angka kebutuhan yang dihasilkan pada tahun 2011 dan 2016 adalah kebutuhan aggregat yang harus disediakan. Secara lebih rinci kebutuhan fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh dipaparkan pada Tabel 3.22 berikut ini. TABEL 3.22 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016
NO
1 2 3 4
JENIS FASILITAS
TK SD SLTP SLTA
STANDAR PENDUDUK PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS LAHAN (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2011 (unit)
1.000 1.600 4.800 4.800
1.200 3.600 2.700 2.700
241 150 50 50
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2011 (m2) 2892.00 540.000 135.000 135.000
KEBUTUHAN TAHUN 2016 (unit) 276 172 57 57
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016 (m2) 331.200 619.200 153.900 153.900
Sumber: Hasil Analisis
Laporan Akhir
III - 56
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.8.2. RENCANA PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN Penyediaan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh juga dilakukan dengan pertimbangan bahwa fasilitas yang ada sebelumnya telah rusak akibat bencana tsunami. Kebutuhan fasilitas yang dihasilkan merupakan kebutuhan agregat untuk Kota Banda Aceh. Secara lebih rinci, kebutuhan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.23 berikut ini. TABEL3.23 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016
JENIS FASILITAS
NO
STANDAR PENDUDUK PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS LAHAN (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2011
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2011 (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2016
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016 (m2)
1 2
Puskesmas Puskesmas Pembantu
120.000 30.000
2.400 1.200
2 8
4.800 9.600
2 9
4.800 10.800
3
BKIA dan RS Bersalin
10.000
1.600
24
38.400
27
43.200
4 5 6 7
Balai Pengobatan Apotek Praktek Dokter Posyandu
3.000 10.000 5.000 2.500
300 350 100 100
80 24 48 96
24.000 8.400 4.800 9.600
92 27 55 110
27.600 9.450 5.500 11.000
Sumber: Hasil Analisis
3.8.3. RENCANA PENYEDIAAN FASILITAS PERIBADATAN Penyediaan
fasilitas
peribadatan
di Kota
Banda
Aceh
dilakukan
dengan
pertimbangan bahwa fasilitas yang ada sebelumnya telah rusak akibat bencana tsunami. Kebutuhan fasilitas yang dihasilkan merupakan kebutuhan aggregate untuk Kota Banda Aceh. Secara lebih rinci, kebutuhan fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh diperlihatkan pada Tabel 3.24 berikut ini. TABEL 3. 24 PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PERIBADATAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2011 DAN 2016
NO
JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS LAHAN (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2011
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2011 (m2)
KEBUTUHAN TAHUN 2016
LUAS KEBUTUHAN TAHUN 2016 (m2)
1
Masjid Skala Kecamatan
120.000
4.000
2
8.000
2
8.000
2
Masjid Skala Lingkungan
30.000
.1750
8
14.000
9
15.750
Sumber: Hasil Analisis
Laporan Akhir
III - 57
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.8.4. RENCANA FASILITAS JALUR DARURAT DAN EVAKUASI TSUNAMI Pengembangan fasilitas untuk kondisi darurat untuk mengurangi dampak tsunami dapat dikembangkan beberapa cara : a. Membuat Jaringan Jalur Darurat (Emergency Road) Jaringan jalan emergensi ini bermanfaat baik untuk kegiatan pelarian dari bencana dalam waktu pendek. Juga jalur ini berguna untuk pertolongan pertama dan evakuasi korban. b. Fasilitas Emergensi Publik untuk persiapan Bencana Fasilitas ini dibutuhkan untuk penyelamatan masyarakat atau dibutuhkan oleh masyarakat untuk melakukan aktivitas pengumpulan dan pertolongan seperti Bangunan Penyelamat (escape building), Ruang Terbuka (open space), dll. Lebih jelas lihat peta Gambar 3.19
Laporan Akhir
III - 58
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
GAMBAR 3.19 PETA JALAN PELARIAN DARURAT DAN EVAKUASI (tadinya 3.19 dan 3.20, tapi sekarang digabung jadi 1 peta)
Laporan Akhir
III - 59
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
BAB IV
RENCANA IMPLEMENTASI
4.1
KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG KOTA BANDA ACEH
4.1.1 PENDAHULUAN Dalam kegiatan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia hampir selalu bersentuhan dengan pemanfaatan ruang. Karena banyak ragam dalam kegiatan manusia, seperti kegiatan penyediaan perumahan, pertanian, industri, perdagangan serta beragam kegiatan lainnya, maka sangat besar timbulnya potensi konflik diantara bermacam-macam kepentingan dan fungsi dalam pemanfaatan ruang. Besarnya
potensi
konflik
dalam
pemanfaatan
ruang
inilah
memunculkan
kebutuhan untuk melakukan usaha-usaha penataan ruang. Secara sederhana penataan ruang dapat diartikan sebagai upaya untuk mengatur pemanfaatan ruang sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan dan keadilan dalam penggunaan sumberdaya yang disebut
ruang
tersebut.
Keseimbangan
dan
keadilan
yang
dimaksud
misalnya
keseimbangan dan keadilan dalam penggunaan luas lahan untuk pertanian, kehutanan, perdagangan, industri dan kepentingan serta fungsi lainnya. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, yang dimaksud ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya, sedang tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan
maupun
tidak
direncanakan.
Untuk
mendapatkan
keseimbangan
lingkungan, berdasarkan fungsinya maka dalam penataan ruang dikenal adanya 2 (dua) jenis kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya, dimana kawasan lindung Laporan Akhir
IV - 1
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, sedang kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Dilihat dari perspektif fungsi-fungsi manajemen, maka penataan ruang akan merupakan sebuah siklus proses yang saling berhubungan yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, dimana penataan ruang tersebut berdasar wilayah administratif akan terdiri penataan ruang nasional, penataan ruang provinsi dan penataan ruang kabupaten/kota.
4.1.2 REFERENSI
PERATURAN
DAN
PERUNDANG-UNDANGAN
PENATAAN RUANG Berkaitan dengan kegiatan penataan ruang, baik pada tataran perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang maupun pada tataran pengendalian pemanfaatan ruang, beberapa peraturan dan perundang-undangan yang dapat dipakai sebagai rujukan diantaranya adalah : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah 6. Keputusan Menteri Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 Tanggal 12 Agustus 2002, Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang
4.1.3 AZAS-AZAS DAN TUJUAN PENATAAN RUANG Seperti dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang pasal 2 (dua) , maka proses penataan ruang berazaskan :
Laporan Akhir
IV - 2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
1. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara : •
Terpadu
•
Berdayaguna dan berhasilguna
•
Serasi, selaras dan seimbang
•
Berkelanjutan Azas ini memberikan landasan bahwa dalam penataan ruang semua kepentingan harus dijamin untuk diakomodasikan, apakah itu kepentingan masyarakat, pemerintah maupun kepentingan swasta atau dunia usaha baik usaha skala besar, menengah maupun yang berskala kecil atau golongan ekonomi lemah. Sedangkan dilihat dari perspektif kemanfaatannya, penataan ruang harus berangkat dari pemikiran untuk menghindari sedapat mungkin kemudaratan dalam pemanfaatan ruang, mengingat sifat ketersediaan sumberdaya ruang yang terbatas artinya tidak dapat ditambahkan dari yang tersedia dialam ini, oleh karenanya pemanfaatan ruang harus diorientasikan pada dayaguna dan hasilguna bagi kesejahteraan manusia secara agregat, luas dan menyeluruh tanpa mengorbankan kepentingan yang bersifat privat, sehingga penataan ruang dapat mewujudkan kualitas ruang sesuai potensi dan fungsi ruang yang tersedia. Isu keselarasan, keserasian dan keseimbangan merupakan isu yang penting dalam penataan ruang, terutama yang berkaitan dengan struktur dan pola pemanfaatan ruang, persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan antar sektor dan wilayah. Ketidakseimbangan dalam pertumbuhan pembangunan baik secara spasial maupun secara sosial dan ekonomi akan menjadi problem yang serius dalam pembangunan. Kemampuan daya dukung dan kelestarian sumberdaya alam harus juga menjadi perhatian penting dalam penataan ruang mengingat kita sedang terus mendorong konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), suatu model pembangunan yang memperhatikan kepentingan generasi di masa yang akan datang.
2. Keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum Azas ini mengisyaratkan pentingnya keterlibatan semua unsur pemangku kepentingan (stakeholders) dalam penataan ruang, baik pada fase perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang maupun pada fase pengendalian pemanfaatan ruang. Semua anggota pemangku kepentingan mempunyai akses yang sama dalam memperoleh Laporan Akhir
IV - 3
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
informasi serta mempunyai kedudukan yang setara dalam proses penataan ruang meskipun tentunya terdapat fungsi-fungsi yang berbeda. Sekalipun penataan ruang merupakan domain publik, hal ini tidak mengabaikan rasa keadilan dan perlindungan hukum bagi setiap warga dalam menjalankan hak dan kewajibannya berkaitan dengan penataan ruang sehingga didorong untuk mencapai win-win solution. Apabila azas-azas dalam penataan ruang dapat dioperasikan dalam menjadi landasan bagi pemanfaatan ruang, maka diharapkan tercapainya tujuan dari penataan ruang, antara lain : 1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional 2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya 3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk : •
Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera
•
Mewujudkan
keterpaduan
dalam
penggunaan
sumberdaya
alam
dan
sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia •
Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara berdayaguna, berhasil guna, dan tepatguna untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
•
Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan
•
Mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan
4.1.4 KERANGKA KONSEPTUAL HUBUNGAN RENCANA TATA RUANG DENGAN RENCANA PEMBANGUNAN Rancangan sistem perencanaan pembangunan di daerah acapkali disusun dengan cara menyederhanakan masalah, dimana rancangan sistem perencanaan tersebut berupaya untuk menghindari penjelasan mengenai komplikasi hubungan diantara beragam jenis dokumen perencanaan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan pembangunan di daerah, baik hubungan yang bersifat vertikal maupun yang bersifat horisontal. Realita selama ini menunjukkan bahwa terdapat dikotomi antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan di daerah, sehingga sulit ditelusuri hubungan antara perencanaan tata ruang di satu sisi dengan Laporan Akhir
IV - 4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
perencanaan pembangunan daerah di sisi yang lain. Tidak meleburnya perencanaan tata ruang menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan di daerah menjadikan implementasi perencanaan tata ruang di daerah tidak dapat berjalan secara efektif, demikian juga dengan efektifitas pengendaliannya. Struktur perencanaan pembangunan di Indonesia berdasarkan hirarki dimensi waktunya berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dapat dibagi menjadi perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek (tahunan), sehingga dengan Undang-Undang ini kita mengenal satu
bagian penting dari perencanaan wilayah yaitu apa yang disebut
sebagai rencana pembangunan daerah, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Strategis Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renstra-SKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renja-SKPD) sebagai kelengkapannya. Sementara itu tentang perencanaan keruangan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, dimana dengan Undang-Undang ini secara hirarki Pemerintahan, Perencanaan Tata Ruang dibagi menjadi Rencana Tata Ruang Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota yang membagi ruang dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya. Meskipun seringkali dinyatakan bahwa perencanaan tata ruang merupakan matra keruangan dari perencanaan pembangunan, namun demikian didalam praktiknya sering ditemui potensi jarak/gap bahkan potensi distorsi antara perencanaan keruangan dan perencanaan pembangunan. Fakta mengenai hal ini seringkali ditemui pada saat diskusi pembahasan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dimana pembahasan tentang hubungan antara rencana pembangunan dan rencana tata ruang tidak dapat dijelaskan dengan memuaskan. Ketidakjelasan ini mengakibatkan sulitnya memberikan jawaban atas pertanyaan seberapa jauh rencana tata ruang dapat dioperasionalisasikan. Tulisan ini dimaksudkan untuk menggugah kembali
perbincangan
mengenai
bagaimana
rencana
tata
ruang
dapat
dioperasionalisasikan ditengah-tengah beragam perencanaan pembangunan yang ada di daerah.
Laporan Akhir
IV - 5
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Beberapa Pandangan tentang Posisi Penataan Ruang Anggapan masyarakat tentang fungsi penataan ruang yang diharapkan dapat menyelesaikan segala persoalan pembangunan di daerah, telah memberikan beban moral yang berat bagi para kaum perencana. Masalah-masalah sosial dan ekonomi di daerah, seringkali dihubungkan dengan penataan ruang dalam melihat timbulnya masalah maupun dalam mencari jawaban atas permasalahan tersebut. Alisjahbana dalam tulisannya
berjudul
Mendulang
Uang
dengan
Tata
Ruang
mengungkapkan
:
“Pertumbuhan ekonomi kota pada akhirnya ikut menggerakkan pertumbuhan kebutuhan barang dan jasa sebagai ikutannya. Dari sini dilema itu dimulai. Pada satu sisi, perubahan itu mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial yang membutuhkan ruang. Sementara pada sisi lain, sumberdaya dan ruang kota yang tersedia jumlahnya terbatas. Dihimpit oleh permintaan yang terus berkembang itu, pertumbuhan kota perlu ditunjang dengan perencanaan dan pengelolaan tata ruang yang mampu mengoptimalkan ruang yang terbatas dan tidak bisa ditambah. Terlebih, mengingat pertumbuhan investasi pada akhirnya menuntut peningkatan kuantitas dan kualitas ruang pula. Tetapi sayangnya, sampai sejauh ini persepsi tata ruang yang diadopsi oleh pengelola kota belum banyak mengakomodasi kepentingan masyarakat dan swasta. Paradigma yang berkembang belum melihat keterkaitan antara tata ruang dengan pendanaan, baik dari pemerintah maupun investasi swasta dan swadaya masyarakat bagi pembangunan kota. Lebih jauh lagi, pola perencanaan tata ruang belum mampu memberikan dorongan dan kemudahan bagi pengelola kota untuk menjabarkan tata ruang ke dalam program jangka menengah. Padahal “rencana tata ruang kota” adalah pijakan bagi “dimensi spasial” dari pilar pembangunan kota dan menjadi salah satu perangkat kebijakan jangka menengah dan panjang yang menentukan arah dan skenario pembangunan kota pembangunan kota yang dirangkai dengan pembangunan regional maupun nasional. Dengan demikian, tata ruang juga diharapkan mampu menjelaskan prosedur pemberian izin investasi agar sejalan dengan rencana tata ruang yang disusun. Namun sejauh ini rencana tata ruang masih seperti sebuah perangkat yang tidak terkait langsung dengan rencana investasi kota. Kalaupun ada, kekuatannya tak seberapa dan seringkali menyerah pada program jangka pendek, apalagi jika ada kepentingan tertentu didalamnya. Setali tiga uang dengan evaluasi tata ruang, yang lebih sebagai bahan justifikasi berbagai macam “kebijakan” pada periode tertentu sebelumnya .”
Laporan Akhir
IV - 6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Tulisan tersebut diatas mengisyaratkan beberapa pandangan tentang penataan ruang antara lain sebagai berikut : •
Rencana tata ruang merupakan dimensi spasial pembangunan wilayah .
•
Bahwa terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi didaerah dengan penataan ruang.
•
Penataan ruang yang berkualitas akan dapat mendorong rencana investasi didaerah.
•
Pertumbuhan
wilayah
perlu
ditunjang
oleh
pengelolaan
tata
ruang
untuk
mengoptimasikan volume ruang yang terbatas. •
Masih didapati adanya kenyataan bahwa penataan ruang masih belum dapat mengakomodasi rencana pembangunan dan pendanaan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.
•
Belum jelasnya hubungan antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius dalam implementasi rencana tata ruang serta skenario pengembangan wilayah.
•
Pengendalian tata ruang cenderung lemah yang diindikasikan dengan menangnya kepentingan-kepentingan jangka pendek yang oportunistik dan bertentangan dengan kaidah-kaidah penataan ruang. Persepsi tentang penataan ruang yang dipenuhi dengan harapan-harapan yang
cukup besar terhadap perannya untuk menjadi inspirator utama pembangunan didaerah ternyata belum dapat berjalan seperti diharapkan disebabkan terutama karena belum “meleburnya” penataan ruang sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan di daerah. Penataan ruang di satu sisi berjalan dengan format dan kaidah-kaidahnya sendiri dan di sisi yang lain, perencanaan pembangunan berjalan dengan tata cara dan normanormanya sendiri. Menanggapi hubungan antara rencana tata ruang dengan berbagai macam perencanaan pembangunan, Achmad Djunaedi dalam tulisannya berjudul Alternatif Model Penerapan Strategis dalam Penataan Ruang Kota di Indonesia, mengusulkan dua alternatif model yaitu, model pertama perencanaan strategis pembangunan daerah berjalan seiring secara kohesif dengan perencanaan strategis tata ruang wilayah, dan model kedua rencana strategis menjadi payung bagi rencana pembangunan daerah dan rencana tata ruang wilayah. Kedua model tersebut tampak pada diagram dibawah ini pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Laporan Akhir
IV - 7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Gambar 4.1 :
Gambar 4.2
Laporan Akhir
IV - 8
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Pada usulan alternatif model pertama, Djunaidi berusaha untuk “mereduksi” potensi gap antara perencanaan pembangunan dengan perencanaan tata ruang wilayah dengan cara menggunakan analisis SWOT yang sama bagi kedua perencanaan tersebut dimana proses analisis SWOT ini dianggotai baik oleh perencana tata ruang maupun perencana pembangunan, proses selanjutnya adalah langkah untuk “mengkohesikan” antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan. Intinya model ini mengusulkan agar terjadi proses saling memberikan masukan diantara kedua jenis perencanaan tersebut mulai dari rencana berstrata strategis sampai yang berstrata operasional baik kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun yang dilaksanakan oleh swasta dan masyarakat. Pada usulan alternatif model kedua, Djunaidi berusaha untuk lebih mempertegas upaya “menghilangkan” gap antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Penyusunan rencana tata ruang dan rencana pembangunan dimulai dengan terlebih dahulu menyusun Rencana Strategis yang bersifat umum, tidak hanya dengan analisis SWOT seperti pada model pertama. 2. Rencana Strategis Dinas/Departemen/Sektoral di “dialogkan” dengan Rencana Strategis Tata Ruang Wilayah. Dengan “mendialogkan” kedua jenis perencanaan strategis tersebut diharapkan terjadi saling koreksi diantara kedua perencanaan tersebut, sehingga potensi gap dan distorsi diantara keduanya diharapkan dapat “dihilangkan” demikian keselarasan kedua jenis perencanaan tersebut dapat dicapai. 3. Rencana Strategis Dinas/Departemen/Sektoral selanjutnya diterjemahkan dalam Program Pembangunan Daerah demikian juga Rencana Strategis Tata Ruang Wilayah diterjemahkan dalam Rencana Strategis Pengembangan Bagian Wilayah/Kawasan dan Program Pengembangan Bagian Wilayah/Kawasan. 4. Pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah, Swasta dan Masyarakat merujuk kepada berbagai perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan diatas.
Dua alternatif model tersebut diatas telah berusaha untuk memposisikan dimana perencanaan tata ruang wilayah berada diantara tuntutan-tuntutan pembangunan baik dibidang ekonomi maupun dibidang sosial serta bidang-bidang lainnya.
Laporan Akhir
IV - 9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Perencanaan Pembangunan di Daerah Perencanaan pembangunan daerah seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, mewajibkan daerah untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang berdurasi waktu 20 (dua puluh) tahun, perencanaan ini berisi tentang visi, misi dan arah pembangunan daerah. Perencanaan ini kemudian dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima) tahun, memuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program SKPD dan lintas SKPD, program kewilayahan disertai dengan rencanarencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Selanjutnya RPJM Daerah dijabarkan dalam perencanaan berdurasi tahunan yang disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Beberapa hal yang perlu menjadi catatan dalam perencanaan pembangunan didaerah ini diantaranya adalah bahwa RPJP Daerah berdurasi waktu 20 (duapuluh) tahun, tentu ini berdurasi waktu lebih panjang dari RTRW Propinsi yang 15 (lima belas) tahun dan RTRW Kabupaten/Kota yang berdurasi waktu 10 (sepuluh) tahun, degan demikian menjadi logis jika dilihat durasinya, RTRW Daerah “mengacu” kepada RPJP Daerah. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana “teknik” untuk mengoperasikan kata “mengacu” tersebut sedemikian rupa sehingga terjadi keselarasan atau tidak terjadi distorsi antara RPJP Daerah dengan RTRW Daerah, sehingga RPJP Daerah dapat bermetamorfosa dalam matra keruangan dalam 10 (sepuluh) tahun mendatang dalam bentuk RTRW Daerah. Harapan akan peluang semacam ini menjadi semakin lebih besar jika RPJP Daerah memuat substansi sektoral sekaligus juga implikasi keruangannya dan dalam potongan-potongan skenario 5 (lima) tahunan. RPJM Daerah yang berdurasi waktu 5 (lima) tahunan dimana penyusunannya mengacu pada RPJP Daerah dan RPJM Nasional. Diantara RPJP Daerah dan RPJM Daerah terdapat perencanaan RTRW yang berdurasi waktu 10 (sepuluh) tahun, lebih panjang dari RPJM Daerah, karenanya menjadi masuk akal jika RPJM Daerah “mengacu” kepada RTRW Daerah, apalagi jika didalam RTRW Daerah memuat skenario potongan 5 (lima) tahunan. Permasalahannya adalah dalam banyak kasus, RPJM Daerah tidak mengungkapkan implikasi keruangan dari program-program pembangunannya, hal mana disebabkan Laporan Akhir
IV - 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
karena tidak diungkapkannya lokasi kegiatan dari program-program pembangunannya. Keadaan ini menjadikan RPJM Daerah lemah dan tidak berdaya sebagai instrumen strategis dalam operasionalisasi perencanaan tata ruang di daerah. Faktor strategis lain yang
dapat
dianggap
sebagai
unsur
lemah
RPJM
Daerah
sebagai
instrumen
operasionalisasi rencana tata ruang adalah bahwa pelaku pemanfaat ruang adalah semua stakeholder, yaitu pemerintah daerah, pemerintah pusat, swasta, dan masyarakat, sementara RPJM Daerah hanya memuat program dan kegiatan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan Lintas Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Lintas SKPD). Oleh karenanya RPJM Daerah jika format muatannya seperti itu, maka lebih cocok disebut sebagai Rencana Kegiatan 5 Tahun Pemerintah Daerah dan bukan perencanaan pembangunan di daerah karena tidak mengintegrasikan kegiatan pembangunan seluruh stakeholdernya. Jika RPJM Daerah bersifat indikatif maka Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang berdurasi tahunan relatif lebih bersifat definitif karena keterlaksanaannya akan didukung dengan ketersediaan anggaran yang disebut sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan demikian secara teoritis seharusnya RKPD akan menjadi instrumen yang lebih nyata dalam operasionalisasi rencana tata ruang khususnya dari sektor pemerintah daerah. Namun dalam kenyataannya RKPD ini lemah fungsinya sebagai instrumen operasionalisasi rencana tata ruang baik RTRW apalagi RDTRK/RBWK karena
karena penyusunannya tidak diorientasikan kepada kedua
perencanaan tata ruang tersebut dan tidak dimilikinya Program Distrik Multi Sektor. Bagian
lain
yang
pembangunan
dan
tidak
kalah
perencanaan
pentingnya
dalam
mengoperasikan
keruangan
adalah
perencanaan
Rencana
Tata
perencanaan
keuangan
dan
perencanaan kelembagaan. Usulan
Alternatif
Hubungan
Ruang
dengan
Rencana
Pembangunan Selama ini dikalangan masyarakat berkembang pandangan tentang hubungan antara rencana tata ruang dengan rencana pembangunan sebagai dua hal yang terpisah, walaupun di beberapa pembahasan ada upaya untuk “mendekatkan” keduanya. Dalam bahasa masyarakat yang lebih sederhana seringkali diungkapkan sebagai “rencana tata ruang berjalan sendiri dan rencana pembangunan juga berjalan sendiri, masing-masing berjalan sendiri-sendiri”. Memang dasar hukum dari kedua jenis perencanaan tersebut Laporan Akhir
IV - 11
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
disusun secara terpisah yaitu Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang dan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Draft RUU perubahan UU Penataan Ruang dalam penjelasannya juga mengusulkan upaya mendekatkan kedua jenis perencanaan tersebut dengan menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah harus mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang, namun hal ini dapat menimbulkan tafsir bawa perencanaan tersebut bersifat “sequensial” yaitu penyusunan RPJP dahulu baru peyusunan RTRW padahal keduanya adalah sama-sama perencanaan jangka panjang. Dalam pemahaman yang lain bila konsep seperti dilaksanakan, hal itu akan dapat mematikan konsep untuk “mendialogkan” kedua perencanaan tersebut. Implikasi praktis yang nyata dalam perencanaan pembangunan didaerah seperti telah disampaikan dalam bagian Pendahuluan adalah bahwa baik dalam pembahasan penyusunan draft RPJP-Daerah maupun draft RPJM-Daerah tidak dapat dijelaskan sampai sejauh mana kedua perencanaan pembangunan tersebut telah “didialogkan”, karena tidak adanya pemahaman konseptual mengenai pentingnya hal tersebut, disamping secara teknis tidak adanya tekanan metodologis untuk melakukannya. Karenanya perencanaan pembangunan terutama pada RPJM-Daerah yang pada intinya merupakan pernyataan perencanaan sektoral tidak mengungkapkan lokasi kegiatan yang direncanakannya dan akibatnya perencanaan pembangunan seperti itu tidak dapat mengungkapkan implikasi spasialnya. Untuk menghindari beberapa kelemahan hubungan antar jenis perencanaan tersebut diatas disampaikan beberapa hal : 1.
Jika kita simak lebih mendalam mengenai isi apa yang disebut selama ini sebagai “Rencana Pembangunan” esensinya adalah “perencanaan pembangunan berbagai sektor pembangunan” atau lazim disebut sebagai perencanaan sektoral.
2.
Langkah pelaksanaan kegiatan pembangunan sektoral harus dipandang sebagai bagian dari program-program untuk mengimplementasikan rencana tata ruang, sehingga rencana tata ruang dapat mengarahkan dan menunjukkan implikasi keruangan dari perencanaan sektoral.
3.
Untuk mengkorelasikan semua perencanaan didaerah, perlu dipikirkan untuk memberi arti “Rencana Pembangunan” sebagai integrasi perencanaan spasial, perencanaan
Laporan Akhir
sektoral
serta
perencanaan
pendukung
sebagai
penjamin
IV - 12
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
terlaksananya kedua perencanaan tersebut yaitu perencanaan finansial dan perencanaan institusional. 4.
Dengan integrasi seluruh perencanaan di daerah menjadi “Rencana Pembangunan” maka akan ada keharusan secara metodologis untuk “mendialogkan” (dalam posisi kesetaraan) diantara perencanaan spasial, perencanaan sektoral, perencanaan finansial dan perencanaan institusiaonal, sehingga akan terjadi dinamisasi dan harmonisasi diantara berbagai perencanaan tersebut.
5.
Untuk mendukung keterlaksanaan pada point 4 tersebut diatas, penyusunan “Perencanaan Pembangunan” maka diusulkan hanya ada satu “tim penyusun perencanaan pembangunan” untuk mendukung interkorelasi semua perencanaan.
6.
Kedepan perlu dipertimbangkan kemungkinan integrasi dari Undang-Undang Penataan Ruang dan Undang-Undang Perencanaan Pembangunan. Secara sederhana hubungan dan content dasar dari “Perencanaan Pembangunan”
dapat digambarkan dalam matrix dibawah ini .
4.1.5 PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Dimensi Waktu Perencanaan
Materi Perencanaan Terintegrasi
Jangka Panjang
Jangka Menengah
Perencanaan Spasial
Perencanaan Sektoral
Perencanaan Finansial
Perencanaan Institusional
Jangka Pendek
Laporan Akhir
IV - 13
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Bila disimak secara mendalam, tujuan yang hendak dicapai dalam penataan ruang adalah kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan ruang yang berkualitas, yaitu pemanfaatan ruang yang selaras, serasi dan seimbang diantara keseluruhan kepentingan, baik kepentingan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup manusia maupun kepentingan kelestarian lingkungan yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup generasi dimasa yang akan datang. Dengan demikian bila ditanya untuk siapa penataan ruang perlu dilakukan, maka tentu tidak lain dan tidak bukan jawabnya adalah untuk para pemangku kepentingan atau stakeholder ruang tersebut dimana para anggotanya adalah masyarakat secara umum, kalangan dunia usaha dan pemerintah. Apabila dapat difahami bahwa penataan ruang ditujukan bagi kemanfaatan para pemangku kepentingan atau stakeholder, maka menjadi strategis keterlibatan secara egaliter para pemangku kepentingan dalam proses penataan ruang, baik pada proses perencanaan,
pemanfaatan
maupun
pada
proses
pengendalian,
agar
tercapai
pemanfaatan ruang yang berkualitas sehingga penataan ruang mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan manusia dan lingkungannya. Terdapat beberapa peraturan dan perundang-undangan yang dapat dipakai sebagai rujukan atau pedoman bagaimana peran serta masyarakat dapat dilaksanakan dalam penataan ruang, yaitu UU No. 24 Tahun 1992 Tentang ”Penataan Ruang”, Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 Tentang ”Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang”, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1998 Tentang ”Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah”. UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan ruang menyatakan dengan tegas tentang hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang. Dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang ini dinyatakan bahwa “Setiap orang berkewajiban berperan dalam memelihara kualitas ruang”, sedang ayat 2 menyatakan “ Setiap orang berkewajiban menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sementara pasal 4 ayat 2 UndangUndang tersebut menyatakan “Setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang, berperan serta dalam penyusunan tata ruang, memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai tata ruang”. Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang ini mempertegas peran serta masyarakat dalam penataan ruang, seperti dinyatakan sebagai berikut : “Penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat”. Laporan Akhir
IV - 14
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Dari pasal 4 ayat 2, pasal 5 ayat 1 dan 2 serta pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 1992 tersebut dapat dipahami beberapa hal tentang hak, kewajiban dan peran serta masyarakat dalam penataan ruang sebagai berikut : 1.
Pada setiap fase penataan ruang, yaitu pada fase perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang setiap orang sebagai anggota masyarakat berhak untuk terlibat secara langsung dan aktif untuk mengambil peran sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya.
2.
Lebih dari sekedar memiliki hak untuk ikut terlibat dalam penataan ruang, bahkan setiap orang diwajibkan berperan serta dalam memelihara kualitas ruang, seperti diamanatkan ayat 1 pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992.
3.
Setiap orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak berupa akses untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya tentang rencana tata ruang, hal ini penting karena dengan keterbukaan tentang rencana tata ruang, diharapkan dapat mengurangi pelanggaran tata ruang. Untuk mengoperasikan kebijakan ini tentu diperlukan dukungan perangkat sistem informasi ketataruangan yang handal, sehingga setiap orang dapat mengaksesnya dengan cepat, mudah, murah dan akurat.
4.
Pelaksanaan pemanfaatan ruang dengan dalih kepentingan pembangunan sekalipun tidak boleh merugikan setiap orang yang “property” nya terkena dampak pembangunan, namun sebaliknya setiap anggota masyarakat harus mendapat “ganti untung” dari dampak pembangunan tersebut. Bagaimana bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan,
diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Pasal 15 peraturan pemerintah ini menyebutkan beberapa bentuk peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagai berikut : 1.
Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah yang akan dicapai.
2.
Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, termasuk perencanaan tata ruang kawasan.
Laporan Akhir
IV - 15
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
3.
Pemberian
masukan
dalam
merumuskan
perencanaan
tata
ruang
wilayah
kabupaten/kota. 4.
Pemberian informasi, saran, pertimbangan, atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
5.
Pengajuan
keberatan
terhadap
rancangan
Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
pemanfaatan
ruang
wilayah
Kabupaten/Kota. 6.
Kerjasama dalam penelitian
7.
Bantuan tenaga ahli Tentang
peran
serta
masyarakat
dalam
kabupaten/kota, pasal 16 peraturan ini menyebutkan beberapa bentuk, yaitu : 1.
Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan peraturan perundangundangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku.
2.
Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola pemanfaatan di kawasan perkotaan dan perdesaan.
3.
Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
4.
Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas
5.
Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten / Kota.
6.
Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang.
7.
Kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten dan kota, didalam pasal 17 peraturan ini, menyebutkan beberapa bentuk yang dapat dilaksanakan, yaitu : 1.
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/Kota, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang.
2.
Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.
Laporan Akhir
IV - 16
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah, dimana didalam peraturan ini dijelaskan bahwa proses perencanaan tata ruang meliputi 2(dua) langkah utama, yaitu langkah pertama adalah penyusunan rencana tata ruang dan dilanjutkan dengan langkah kedua yaitu penetapan rencana tata ruang. Proses penyusunan rencana tata ruang mencakup tiga langkah penting yaitu pertama penentuan arah pengembangan, kedua pengidentifikasian potensi dan masalah dan
yang
ketiga
yaitu
perumusan
perencanaan
tata
ruang.
Penentuan
arah
pengembangan merupakan kegiatan untuk menentukan arah pengembangan yang hendak dicapai oleh sebuah wilayah kabupaten atau kota ditinjau dari segi ekonomi, sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi pertahanan dan keamanan. Pengidentifikasian potensi dan masalah adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu wilayah atau kawasan yang direncanakan tata ruangnya, sedang perumusan perencanaan tata ruang adalah proses untuk merumuskan Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang , dan Rencana Teknik Ruang. Mengenai bentuk peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang Kabupaten/Kota pada prinsipnya Permendagri No. 9 Tahun 1998 seperti dinyatakan dalam pasal 6 ayat 1 dan 2 pada prinsipnya sama dengan yang dinyatakan dalam PP Nomor 69 Tahun 1996 pasal 16 tersebut diatas. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang dalam bentuk saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dilakukan secara lisan atau tertulis kepada Bupati/Walikota. Sementara pada fase proses penetapan RTRW Kabupaten/Kota peran serta masyarakat dalam bentuk saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dilakukan secara lisan atau tertulis kepada DPRD Kabupaten/Kota. Beberapa pernyataan penting dalam Permendagri Nomor 9 Tahun 1998 yang perlu dicatat antara lain : •
Pasal 13 ayat 2, dalam persiapan penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota,
RDTR,
Rencana
Teknik
Ruang,
Bupati/Walikota
wajib
mengumumkannya kepada masyarakat.
Laporan Akhir
IV - 17
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
•
Pasal 13 ayat 4, pengumuman tentang kegiatan penyusunan atau penyempurnaan rencana tata ruang dilakukan setidaknya selama 7 (tujuh) hari melalui media cetak, media elektronik, serta forum pertemuan.
•
Pasal 13 ayat 5, forum pertemuan diadakan sampai tingkat Kecamatan untuk penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota.
•
Pasal 16 ayat 3 dan Pasal 22 ayat 5 , pada tahap penentuan arah pengembangan dan identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah Kabupaten/Kota peran serta masyarakat dalam bentuk pemberian masukan disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Bapekab/Bapeko.
•
Pasal 16 ayat 6 dan Pasal 22 ayat 5, pemberian masukan oleh masyarakat pada tahap penentuan arah pengembangan dan identifikasi potensi dan masalah pembangunan wilayah Kabupaten/Kota, dilaksanakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diumumkan.
•
Pasal 16 ayat 7 dan Pasal 22 ayat 6, pemberian masukan oleh masyarakat, dapat dilakukan secara tertulis yang tembusannya disampaikan kepada Ketua DPRD Kabupaten/Kota, atau secara lisan yang dicatat dan dituangkan dalam berita acara yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko.
•
Pasal 17 ayat 1 dan Pasal 23 ayat 1, untuk menerima saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, atau masukan dari masyarakat, informasi tentang arah pengembangan serta identifikasi potensi dan masalah pembangunan
wilayah
Kabupaten/Kota, dibahas dalam forum pertemuan yang lebih luas dengan melibatkan para pakar dan tokoh masyarakat bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD Kabupaten/Kota dan instansi terkait. •
Pasal 32 dan 33, proses perumusan perencanaan tata ruang dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui pemberian masukan yang dilaksanakan melalui lokakarya atau sarasehan dengan melibatkan para pakar, tokoh masyarakat, bersama Bupati/Walikota dibantu BKPRD dan instansi terkait di daerah, untuk selanjutnya hasilnya akan dirumuskan dalam rancangan rencana tata ruang seperti RTRW Kabupaten/Kota.
•
Pasal 34 dan 35, Rancangan RTRW Kabupaten/Kota yang telah disiapkan oleh Bapekab/Bapeko diumumkan kepada masyarakat secara luas setidaknya selama 7 (tujuh) hari melalui media cetak atau media elektronik serta melalui forum pertemuan. Pengajuan keberatan disampaikan masyarakat maksimum selama 30 (tiga puluh) hari
Laporan Akhir
IV - 18
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
sejak diumumkan, kepada Bupati/Walikota melalui Bapekab/Bapeko secara tertulis dengan tembusan kepada Ketua DPRD Kabupaten/Kota atau secara lisan yang dicatat dan dituangkan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Bapekab/Bapeko. Semua masukan dibahas dalam forum pertemuan dengan melibatkan pakar dan tokoh masyarakat
bersama
Bupati/Walikota
dibantu
BKPRD
Kabupaten/Kota,
Bapekab/Bapeko, Instansi Terkait. Hasil pembahasan pada forum pertemuan ini ditindak
lanjuti
Bapekab/Bapeko
untuk
penyempurnaan
Rancangan
RTRW
Kabupaten/Kota. •
Pasal 47, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah dan Dokumen RTRW Kabupaten/Kota beserta Berita Acara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Penyusunan RTRW Kabupaten/Kota dan disampaikan kepada DPRD Kabupaten/Kota. Peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan tata ruang, khususnya yang
berkaitan dengan penyusunan atau penyempurnaan RTRW Kabupaten/Kota, berdasar Permendagri Nomor 9 tahun 1998 Tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah, secara sederhana dapat digambarkan dalam diagram skematik sebagai berikut : Proses Perencanaan Tata Ruang dan Peran Serta Masyarakat
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Persiapan - Pengumuman rencana penyusunan Rencana Tata Ruang
Penentuan arah pengembangan termasuk identifikasi potensi dan masalah : - Penyampaian masukan
Perumusan Rencana : - Penyusunan rencana berdasarkan “Masukan Publik” dan dinas sektoral melalui lokakarya intern
Penetapan Rencana - Penyampaian rancangan dan berita acara - Penetapan rencana tata ruang
Pengumuman lewat : - Media massa, TV, Radio, Surat Kabar, dll - Forum pertemuan
Masukan publik secara : - Lisan - Tertulis - Forum pertemuan
- Pengumuman rancangan lewat media massa Forum pertemuan (7 hari)
Sidang DPRD
- Penyampaian keberatan Bupati/ Walikota DPRD Bapekab/ Bapeko
Jangka waktu : 7 hari
Jangka waktu : 30 hari
Masukan publik secara : - Lisan - Tertulis - Forum pertemuan
Peraturan Daerah (PERDA)
Jangka waktu : 30 hari - Penyempurnaan Rancangan
Sumber : Warta Kebijakan
Laporan Akhir
IV - 19
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Perencanaan Tata Ruang
Dalam Pemanfaatan Ruang
Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pemberian masukan untuk menentukan arah pengembangan wilayah
Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang
Indentifikasi potensi dan masalah pembangunan termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang
Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan bentuk dan pola pemanfaatan pedesaan dan perkotaan
Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang
Pemberian masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang
Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan tata ruang yang telah ditetapkan
Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang
Pengaturan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas
Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang
Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai Rencana Tata Ruang
Kerjasama penelitian dan pengembangan
Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian lingkungan
Bantuan tenaga ahli Sumber : Warta Kebijakan
4.1.6 KELEMBAGAAN PERENCANAAN TATA RUANG DI KOTA BANDA ACEH Seiring dengan adanya trend untuk mendorong terjadinya proses demokratisasi dalam berbagai macam keputusan tentang kebijakan publik, maka semakin besar tekanan untuk meyakinkan bahwa penataan ruang adalah bagian dari domain publik, oleh karenanya dipandang menjadi sangat strategis keterlibatan masyarakat dan seluruh anggota stakeholder lainnya termasuk pemerintah dan dunia usaha atau sektor swasta dalam proses penataan ruang. Selama ini memang dirasakan pemerintah yang paling mendominasi proses penataan ruang, yang kemudian didapati berbagai kelemahan dan kekurangan yang diwujudkan dalam bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang dilihat Laporan Akhir
IV - 20
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
dari rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Para pihak termasuk anggota masyarakat dan dunia usaha sebagai bagian dari stakeholder atas lahan yang ruangnya ditata selama ini tidak banyak dilibatkan, padahal merekalah yang memiliki property right atas lahan tersebut sehingga semestinya development right mereka juga diperhatikan dan dihargai dengan cara melibatkan mereka secara aktif dan egaliter dalam proses penataan ruang. Di kota Banda Aceh, anggota stakeholder dalam penataan ruang disamping unsur Pemerintah Kota seperti Badan Perencana Kota (Bapeko), Dinas Tata Kota, Bagian-bagian pada Sekretariat Kota, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, Dinas Prasarana Jalan dan Sumber Daya Air, Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas Perhubungan serta Dinas-dinas teknis kota lainnya, juga organisasi-organisasi non pemerintah seperti organisasi masyarakat (Ormas), organisasi sosial-politik (Parpol), lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi profesi, organisasi dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga penelitian, ulama, cendekiawan, mukim, tengku, lembaga adat serta organisasi dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Secara lebih rinci anggota stakeholder perencanaan tata ruang (RTRW) Kota Banda Aceh tampak dalam tabel sebagai berikut dibawah ini : TABEL 4.1 DAFTAR STAKEHOLDER REVISI RTRW KOTA BANDA ACEH TAHUN 2006
PEMERINTAH 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). 9). 10). 11). 12). 13). 14). 15).
Bapeko (Badan Perencanaan Kota) Kantor Kecamatan Administrator pelabuhan Dinas PU Bapeprop (Badan Perencanaan Propinsi) Semua Kecamatan Bapekab (Badan Perencanaan Kabupaten) Kimpraswil Sekretariat Daerah Dinas Pasar Dinas Tata Kota dan Pemukiman Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan Dinas Prasarana jalan dan Sumber Daya Air Dinas Perhubungan
Laporan Akhir
IV - 21
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
NON PEMERINTAH 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). 9). 10). 11). 12). 13). 14). 15). 16). 17). 18). 19). 20). 21). 22). 23). 24). 25). 26). 27). 28). 29). 30). 31). 32). 33). 34). 35). 36). 37). 38). 39). 40). 41).
Mukim Ulama/Tengku/Tuku Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) Jaringan Kerja Masyarakat Adat (JKMA) Bakti Sosial Pembangunan Desa (UKM-BSPD) Lembaga Pusat Penelitian Ilmu Budaya Forum LSM Aceh Walhi Pusat Studi HAM Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi Keagamaan Organisasi Sosial Prganisasi Kepemudaan Forsikal (Forum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup) Partai Politik PKS, PPP, Golkar, PAN dan Demokrat) Dr. Nazamuddin (Akademisi) Syarifah Rahmatillah (Ketua Mispi) Adli Abdullah (Akademisi) Dr. Raja Masbar (Akademisi) Ir. Imran A. Rahman M.Eng (Akademisi) Ir. Ismail Yusuf. M.Eng (Akademisi) LSM : FORSIKAL (Forum Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup) LSM : KKTGA (Kelompok Kerja Transformasi Gender) LSM : LPLH (Lembaga Pembelajaran Lingkungan Hidup) LSM : LPSELH (Lembaga Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Hidup) LSM : CCDE (Pusat Pengembangan Masyarakat dan Pendidikan)YAM (Yayasan Abdi Masyarakat) LSM : YBA (Community for Farmers and Environment Development) LSM : YPSI (Yayasan Pemerhati Sosial Indonesia LSM : SAHARA (Yayasan Suara Hati Rakyat) LSM : FA (Yayasan Flower Aceh) LSM : YASMA (Yayasan Karya Bersama) LSM : PASE (Yayasan Pagar Alam Indonesia) LSM : YAB (Yayasan Anak Bangsa) LSM : YRBI (Yayasan Rumpun Bambu Indonesia LSM : YAPDA (Yayasan Putra Dewantara): Empowering Circle for Society Movement Masyarakat (mukim, LSM) Pelaku ekonomi (KADIN, REI, kelompok pengusaha retail, dll) Pelabuhan Apindo Masyarakat Nelayan
Laporan Akhir
IV - 22
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
PENGGUNA 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). 9). 10). 11). 12). 13). 14). 15). 16). 17).
Pelaku ekonomi (KADIN, REI, kelompok pengusaha retail, dll) Pengelola prasarana (pelabuhan penyeberangan, pelabuhan perikanan, terminal Investor PDAM PLN Telkom Dinas Kebersihan/TPA Pemkot/Dinas sektoral TNI Polri Asosiasi PKL REI Apindo Organda Masyarakat (mukim, LSM) Kelompok profesional Akademisi/pengamat
Agar proses partisipasi masyarakat dalam penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh tahun 2006 dapat berjalan dengan efektif, pada tahap awal diusulkan dibahas 8 (delapan) issue strategis Kota Banda Aceh. Issue-issue strategis tersebut pada dasarnya merupakan beberapa permasalahan kunci yang akan memberi pengaruh penting bagi RTRW Kota Banda Aceh. Kedelapan usulan issue strategis tersebut akan dibahas dalam forum konsultasi publik dimana dalam forum tersebut dibentuk kelompok-kelompok kerja yang kelompok kerja tersebut merupakan Focus Group Discussion (FGD). Issue-issue strategis yang diusulkan tersebut adalah : 1. Zoning umum kota dengan wawasan bencana 2. Pembatasan pemanfaatan ruang kawasan pantai 3. Pembatasan intensitas pemanfaatan ruang kawasan pusat kota lama 4. Rencana pengembangan kota kearah selatan 5. Rencana pembangunan pusat pelayanan sekunder (sub city centre) 6. Rencana pengembangan jalan utama kota 7. Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk sampah 8. Pembatasan pemanfaatan lahan sebagai solusi untuk menangani banjir Laporan Akhir
IV - 23
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Organisasi pembahasan issue-issue strategis digambarkan sebagai berikut : SOSIALISASI KONSEP RTRW JICA DAN PU
ZONING UMUM KOTA DENGAN WAWASAN BENCANA
FGD I
PEMBATASAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN PANTAI
FGD II
PEMBATASAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KAWASAN PUSAT KOTA LAMA
FGD III
RENCANA PENGEMBAN GAN KOTA KE ARAH SELATAN
FGD IV
REN-BANG PUSAT PELAYANAN SEKUNDER (SUB CITY CENTRE)
FGD V
RENCANA PENGEMBAN GAN JALAN UTAMA KOTA
FGD VI
LOKASI TPA
PEMBATASA N PEMANFAAT AN LAHAN SBG SOLUSI UTK MENANGANI BANJIR
FGD VII
FGD VIII
Masukan, Saran, Kritik, Usulan Perbaikan Konsep RTRW Jica dan PU
REVISI RTRW JICA DAN PU
REKONFIRMASI/SOSI ALISASI RTRW KOTA BANDA ACEH HASIL REVISI
QONUN
QONUN
Laporan Akhir
IV - 24
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Model partisipasi masyarakat dalam perencanaan sektor publik dari waktu kewaktu terus mengalami perkembangan kualitas yang positif. Kalau pada mulanya model partisipasi masyarakat ini hanya sampai pada tingkatan “sosialisasi” yang diartikan sebagai perencanaan yang telah disusun oleh pemerintah sekedar hanya diinformasikan kepada masyarakat, pada tingkatan ini masyarakat tidak secara aktif terlibat, masyarakat terlibat pada posisi sangat pasif, hanya menerima saja perencanaan yang sudah jadi untuk “dipaksakan” pelaksanaannya. Pada fase yang lebih maju masyarakat diundang pada proses awal perencanaan, diminta masukan dan kritiknya, masukan dan kritik tersebut ditampung oleh pemerintah dan kemudian hasil analisis yang berupa rencana disampaikan kepada masyarakat untuk diimplementasikan, tetapi pada fase ini tidak ada penjelasan tentang hasil masukan dan kritik yang telah disampaikan masyarakat mana yang diterima, mana yang ditolak, dan mengapa masukan dan kritik tersebut diterima atau ditolak. Pada fase yang lebih maju lagi partisipasi masyarakat perencanaan sektor publik, khususnya pada perencanaan tata ruang, para anggota stakeholder yang seharusnya lebih dominan dalam proses perencanaan tata ruang, sedang unsur pemerintah sebagai bagian stakeholder lebih banyak pada posisi sebagai pihak yang memfasilitasi proses perencanaan yang dimotori oleh masyarakat dan anggota stakeholder lainnya. Apabila aktor utama dalam proses perencanaan tata ruang adalah masyarakat dan anggota stakeholder lainnya, maka segala konflik-konflik kepentingan dalam penataan ruang akan menjadi agenda pembahasan yang penting dalam proses perencanaan
tata
ruang
untuk
dicarikan
kesepakatan
solusinya
dengan
tetap
memperhatikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip ketataruangan yang telah diterima secara umum, dan jika ini dapat dilaksanakan maka kita sedang mengimplementasikan konsep “consensus planning” yang diberi arti oleh Johan Woltjer sebagai “Consensus planning
is proposed here not only to include process-related quality demands such as transparency and legitimacy, but also specifically to include, and not reject, substantive values and expert knowledge in planning”. Untuk mengoperasikan konsep participatory planning atau
consensus planning
dalam mendorong peran serta masyarakat pada proses revisi Rencana Tata Ruang Wilayah kota Banda Aceh, dimulai dengan membahas beberapa issue strategis akan dibahas dalam forum dialog publik, dimana para anggota stakakeholder membahas dan menyepakati setiap permasalahan pada setiap issue strategis dalam kelompok kerja focus group discussion (FGD). Laporan Akhir
IV - 25
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
4.1.7 IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Dalam rangka pengaturan dan penataan tata ruang perkotaan yang serasi, seimbang dan berdaya guna, pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada orang perorang atau badan untuk mendirikan, memperluas dan merehab/memperbaiki bangunannya tetapi harus disesuaikan dengan perencanaan tata ruang kota, disamping itu tidak boleh mengesampingkan faktor keselamatan dan keamanan pengguna bangunan. Karena pengguna itulah yang akan menempati dan mempergunakan bangunan tersebut. Dengan memperhatikan keamanan dan keselamatan maka pengguna akan merasa tenang dan nyaman menempati bangunan. Tentunya bangunan tersebut harus sesuai dengan rencana tata ruang kota serta memenuhi persyaratan teknis, sehingga akan memudahkan pengaturan dan penambahan sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan masyarakat maupun pengguna bangunan, dengan harapan terciptanya pola lingkungan yang nyaman, serasi serta aman bagi penghuninya. Didalam pendirian bangunan untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya pemerintah telah menetapkan syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan ketika hendak mendirikan sebuah bangunan. Adapun syarat-syarat izin mendirikan bangunan adalah sebagai berikut : a. Syarat Administratif 1. Surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon di atas materai Rp. 6000,dan diketahui Lurah/Geuchik setempat dimana lokasi bangunan akan dirikan. 2. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon 3. Surat Rekomendasi dari Camat setempat di mana lokasi bangunan akan didirikan. 4. Fotocopy Sertifikat dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan (BPN) Kota Banda Aceh. 5. Dilampirkan surat bukti atas hak tanah lainnya yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, dan pemohon terlebih dahulu harus mendaftarkan tanahnya pada kantor Pertanahan Kota Banda Aceh untuk diterbitkan SKPT. 6. Fotocopy Surat Tanda Lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir. 7. Surat Pernyataan Pemohon bahwa tanah tidak dalam sengketa yang diketahui oleh Lurah/Geuchik setempat (khusus bagi tanah yang belum bersertifikat atau telah berakhir haknya) Laporan Akhir
IV - 26
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
8. Surat Perjanjian atau Surat Kuasa yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu (bila pemohon bukan pemilik tanah) 9. Surat Pernyataan Pelepasan Hak dari Pemilik Tanah terhadap tanah yang termasuk dalam bagian Garis Sempadan Bangunan (GSB)/Rencana Perluasan Jalan, khusus untuk bangunan dengan fungsi Usaha. 10. Fotocopy
IMB
lama
beserta
lampirannya
(khusus
untuk
Rehabilitasi/
Renovasi/Penambahan bangunan). b. Syarat Teknis 1. Advice Planning/Keterangan Rencana Peruntukan yang diterbitkan oleh Dinas Tata Kota dan Permukiman Kota Banda Aceh. 2. Gambar Rencana Bangunan (Site Plan dan Sistem Jaringan Drainase untuk pengolahan air limbah, Denah, Tampak, Potongan) dan Spesifikasi Teknis yang dibuat oleh perencana/konsultan 3. Perhitungan Struktur Konstruksi dan Gambar Detail Adapun prosedur proses perizinan pendirian bangunan ada tahapan-tahapan yang harus dipatuhi oleh orang atau badan. Prosedur proses perizinan adalah sebagai berikut: 1. Pemohon mengajukan surat permohonan kepada Bagian Tata Usaha dengan melampirkan fotocopy KTP dan Sertifikat Tanah 2. Bagian Tata Usaha membuat agenda pendaftaran kemudian diajukan ke Kepala Dinas 3. Kepala dinas membuat disposisi kemudian diserahkan ke Subdin Tata Ruang/Tata Kota untuk diperiksa kelengkapan surat permohonan. 4. Subdin Tata Ruang/Tata Kota melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dari surat permohonan bila belum lengkap dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi dan bila sudah lengkap dilanjutkan dengan melakukan pengukuran atas lahan yang akan dibangun 5. Dibuatkan
Advice
Planning/Surat
Keterangan
Rencana
Peruntukan
kemudian
diserahkan kepada pemohon 6. Pemohon berkonsultasi dengan Perencana/Konsultan untuk pembuatan gambar Bangunan dan Persyaratan Teknis Lainya setelah sesuai 7. Kemudian mengajukan permohonan tentang Izin Mendirikan Bangunan ke Bagian Tata Usaha untuk membuat agenda/pendaftaran 8. Bagian Tata Usaha mengajukan ke Kepala Dinas untuk disposisi Laporan Akhir
IV - 27
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
9. Kemudian diserahkan ke Subdin Tata Ruang / Tata Kota dan Subdin Perizinan Bangunan untuk pembuatan peta situasi bangunan dan pemeriksaan kelengkapan permohonan. 10. Diserahkan ke bagian Administrasi untuk kelengkapan Administrasi 11. Setelah Administrasi lengkap dilakukan penelitian teknis dan penetapan biaya retribusi 12. Pemohon menyetorkan retribusi ke Bendaharawan kemudian disetorkan ke kas Daerah 13. Setelah itu dibuatkan penyiapan SIMB 14. Walikota memberi persetujuan dan menandatangani SIMB 15. SIMB di serahkan ke Dinas Tata Kota dan Permukiman untuk regristasi dan penyerahan SIMB ke Pemohon
Laporan Akhir
IV - 28
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Bagan Alir Prosedur Izin Mendirikan Bangunan
A D V I C E P L A N N I N G
PEMOHON Permohonan Advice Planning (Melampirkan Fotocopy KTP dan Sertifikat tanah)
SUBDIN TATA RUANG/TATA Pemeriksaan Kelengkapan Pemohonan
M E N D I R I K A N
Agenda Pendaftaran
KEPALA DINAS Diposisi
Pengukuran Situasi Lapangan Advice Planning (Surat Keterangan Rencana Peruntukan)
Pemohon I Z I N
BAGIAN TATA
PERMOHONAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)
PERENCANA / KONSULTAN Pembuatan Gambar Bangunan dan Persyaratan BAGIAN TATA USAHA
Agenda Pendaftaran KEPALA DINAS
SUBDIN PERIZINAN BANGUNAN
Pemeriksaan Kelengkapan Permohonan
Penelitian Administrasi
Disposisi SUBDIN TATA RUANG/ TATA KOTA Pembuatan Peta Situasi Bangunan
Penelitian Teknis
B A N G U N A N
Penetapan Biaya Retribusi
(IMB)
DINAS TATA KOTA DAN PERUKIMAN
PEMOHON Penyetoran Retribusi
Penyiapan SIMB
WALIKOTA
BENDAHARAWAN Penerimaan Retribusi Penyetoran ke Kas Daerah
Persetujuan / penandatanganan SIMB
PEMOHON
Regristrasi dan Penyerahan SIMB
Laporan Akhir
IV - 29
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 4.2 DASAR PEMBEBANAN BIAYA IMB No 1
2
Jenis Bangunan Hunian
Usaha
Laporan Akhir
Fungsi Bangunan
Bangunan Permanen
Bangunan semi Permanen
Rumah Tinggal
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Rumah Tinggal Deret
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Rumah Susun Apartemen
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Rumah Tinggal Villa
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Perkantoran
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Perdagangan
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Perhotelahan
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Industri
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Bioskop
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Pariwisata dan Rekreasi
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas IV - 30
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No
No 3
4
Jenis Bangunan
Fungsi Bangunan
Jenis Bangunan Sosial Budaya
Keagamaan
Laporan Akhir
Bangunan semi Permanen
Terminal
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Penyimpanan
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Fungsi Bangunan &
Bangunan Permanen
Bangunan Permanen
Bangunan semi Permanen
Pendidikan
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Pelayanan Kesehatan
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Olah Raga
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Kebudayaan
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Pelayanan Umum
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Panti Asuhan
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Tempat Ibadah
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
IV - 31
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No
5
6
Jenis Bangunan
Khusus
Pagar
Fungsi Bangunan
Bangunan Permanen
Bangunan semi Permanen
Pesantren
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Sejenisnya
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Reaktor
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Menara
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Tower
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Tugu
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Militer
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Sejenisnya yang diputuskan oleh Menteri Terkait
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Lantai Lantai Lantai Lantai
1 2 3 4 Keatas
Melindungi Tanah
Per M
Per M
Sejenis
Per M
Per M
4.1.8 IZIN GANGGUAN Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 1997 bahwa tempat usaha pada lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan perlu mendapatkan izin gangguan dari walikotamadya. Pemberian Laporan Akhir
IV - 32
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
izin diberikan kepada orang atau badan yang akan mendirikan sebuah usaha dalam memanfaatkan tata ruang dan penggunaan sumber daya alam dalam rangka untuk menjaga kelestarian lingkungan. Setiap usaha mendirikan bangunan/usaha perlu adanya izin gangguan dengan tujuan untuk menata lokasi tata ruang agar tercipta lingkungan yang tertib, aman dan nyaman. Untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya pemerintah telah menetapkan syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan ketika hendak mengajukan izin gangguan. Pengurusan Izin Gangguan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1.
Surat permohonan yang ditandatangani permohon diatas materei Rp. 6000 diketahui Lurah/Geuchik setempat dimana lokasi didirikan bangunan.
2.
Photo copy KTP yang masih berlaku
3.
Retribusi sampah dari Dispenda
4.
Retribusi Kartu Tabung Racun Api
5.
Rekomendasi dari Camat
6.
Photo Copy Akte Perusahaan
7.
Status tempat usaha
8.
Bukti Lunas PBB
9.
Fotocopy SITU (Surat Izin Tempat Usaha)
10. Izin HO (Izin Gangguan) dari Bagian Hukum 11. Rekomendasi Dinas Informasi & Komunikasi 12. Rekomendasi Dinas Kesehatan/Kartu Kier Kesehatan 13. Rekomendasi dari Polres 14. Rekomendasi dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan 15. Rekomendasi dari Dinas Peternakan 16. Rekomendasi dari Dinas Industri dan Perdagangan 17. Rekomendasi dari Dinas LLAJ 18. Rekomendasi dari Majelis Permusyawaratan Ulama 19. Rekomendasi dari Bapelda Prosedur proses perizinan gangguan melalui tahapan-tahapan yang harus dipatuhi oleh orang atau badan untuk mempercepat prosesnya dan demi kelancarannya, tahapan dalam pengurusan Ijin Gangguan tampak dalam diagram dibawah ini : Laporan Akhir
IV - 33
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Bagan Alir Proses Izin Gangguan Surat Permohonan
Bagian Umum
Asisten I
Bagian Hukum
Syarat-syarat
Peninjauan Lapangan
Berita Acara Peninjauan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Foto Copy KTP Status tempat usaha Akta pendirian dari Notaris Rekomendasi dari Camat Gambar Situasi /sket Lokasi Usaha Tanda Lunas Retribusi Sampah Kartu Pemadam Kebakaran Tanda Lunas PBB Rekomendasi dari instansi yang berkaitan dengan jenis usaha
Bagian hukum Bagian Ekonomi Bagian Paperda Dinas Tata Kota Pemadam Diterima/ditolak
Diterima
Pengumuman 30 hari sejak ditanda tangani
Rekomendasi Lurah “Tergantung Pemohon”
Keberatan dari masyarakat
Ditindaklanjuti ke Walikota
Retribusi HO pada Bank
SK Walikota
Laporan Akhir
Paraf : 1. Kabag Hukum 2. Asisten tata praja 3. Sekda
IV - 34
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Pengklasifikasian biaya pembebanan izin gangguan berdasarkan pembebanannya adalah sebagai berikut :
a. Obyek pembebanan perusahaan industri No
Jenis Usaha
1
Elektro motor, tenaga uap air, uap gas, uap bertekanan tinggi
2
Membuat, mengerjakan dan menyimpan mesin dan bahan peledak lainnya, termasuk tempat menyimpan petasan
3
Membuat ramuan kimia, termasuk pabrik korek api
4
Memperoleh, mengerjakan dan menyimpan bahan-bahan astiri (Vluchting) atau mudah menguap
5
Penyulingan kering dari bahan tumbuh-tumbuhan dan hewani, termasuk pabrik gas
6
Mengerjakan lemak-lemak dan damar
7
Menyimpan dan mengerjakan sampah
8
Tempat pengeringan gandum/kecambah, pabrik bir, tempat pembuatan minuman keras dengan pemanasan, tempat penyulingan spritus dan cuka, perusahaan pemurnian, pabrik tepung, perusahaan roti, pabrik strup buah-buahan
9
Tempat pembantaian, tempat pengulitan, perusahaan pengubahan jerohan, tempat penjemuran, tempat pengasapan bahan-bahan hewani, tempat penyamakan kulit
10
Pabrik porselin, pabrik pecah belah, tempat pembuatan batu merah, genteng, ubin, dan tegel, tempat pembakaran gamping, gipsa dan pembasahaan
11
Tempat pencairan logam, tempat pengecoran logam, tempat pertukangan besi, tempat penempahan logam, tempat pemipihan logam, tempat pertukangan kuningan dan kaleng, tempat pembuatan ketel
12
Tempat penggilingan tras, penggergajian kayu, pabrik minyak
13
Galangan kapal kayu, tempat pembuatan barang dari batu dan penggergajian batu, tempat pembuatan gilingan dan kereta, tempat pembuatan tong, tempat pertukangan kayu
14
Pabrik tapioka
15
Pabrik untuk mengerjakan karet, getah perca, bahan-bahan yang mengandung zat karet
16
Perusahaan kawasan industri
Laporan Akhir
IV - 35
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
b. Obyek pembebanan bukan perusahaan industri No
Jenis usaha
1
Tempat persewaan kendaraan, perusahaan susu
2
Tempat penembakan
3
Gudang penggantungan tembakau
4
Gudang kapuk, perusahaan batik
5
Warung dalam bangunan tetap, tempat usaha lain yang dapat menimbulkan bahaya atau gangguan
6
Usaha rekreasi dan hiburan umum seperti : Taman gelanggang renang, pemandian alam, padang golf, kolam pancing, gelanggang permainan ketangkasan, gelanggang bowling dan bilyard, klub malam, diskotik, panti pijat, panti mandi uap, bioskop, pusat pasar seni, dunia fantasi theater atau panggung terbuka dan tertutup, taman satwa pentas pertunjukan satwa, usaha fasilitas wisata tirta, usaha sarana fasilitas olah raga, balai pertemuan, barber shop, salon kecantikan, pusat kecantikan, pusat kesegaran jasmani, fitnes center
7
Rumah makan, restoran, bar
8
Hotel berbintang, hotel melati, penginapan remaja
9
Tempat penyelenggaraan musik hidup, tempat penyelenggaraan musik tradisional atau sejenisnya
10
Ruang/gedung/tempat penyimpanan/penimbunan barang-barang dagangan
11
Perusahaan konveksi dengan menggunakan 5 mesin atau lebih
12
Perusahaan percetakan yang tidak menggunakan mesin penggerak
13
Pengelolaan gedung-gedung perkantoran/pertokoan, pusat perbelanjaan (plaza)
14
Apotik
15
Klinik spesialis/rumah sakit bersalin/rumah sakit
16
Perusahaan studio rekaman
17
Penjualan minyak pelumas eceran termasuk service ganti penjualan minyak pelumas
18
Tempat penyimpanan/garasi/pool kendaraan angkutan barang maupun orang
19
Tempat penyimpanan/pool kontainer
20
Tempat penyimpanan dan penjualan bahan-bahan kimia
21
Tempat penyimpanan dan penjualan karbit
Laporan Akhir
IV - 36
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No
Jenis usaha
22
Tempat penyimpanan dan penjualan eceran minyak tanah, minyak solar, premium, residu, spritus, alkohol, gas elpiji dan sebagainya
23
Bengkel sepeda dan sepeda motor
24
Bengkel perbaikan mesin
25
Perbaikan / service accu dan dinamo
26
Tempat penampungan dan penjualan kertas-kertas bekas, besi bekas, kayu bekas, plastik bekas, dan barang-barang bekas lainnya.
27
Tempat peternakan unggas, sapi, sapi perah, dan sejenisnya
28
Pengepakan barang-barang dagangan, sortasi perusahaan ekspedisi
29
Warung nasi, mie, bakso, sate dan sejenisnya termasuk warung es/ice cream
30
Ruang pamer kendaraan bermotor (show room)
31
Tempat pencucian kendaraan bermotor (sepeda motor, mobil dll)
32
Tempat penyimpanan/mengolah/mengerjakan barang-barang hasil laut, hasil bumi dan hasil hutan
33
Tempat pembuatan makanan dan minuman
34
Tempat penjualan barang dagangan dan usaha lainnya
4.1.9 IZIN TEMPAT USAHA Tempat usaha adalah tempat yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha secara teratur dan terus menerus dalam rangka memperoleh keuntungan. Karena usaha yang berjalan secara terus-menerus inilah maka perlu adanya izin tempat usaha agar sesuai dengan perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pemberian
izin
usaha
dimaksudkan
untuk
mengatur,
mengawasi
dan
mengendalikan serta menata kegiatan usaha agar sesuai dengan peruntukan kawasan dan zona yang diatur dalam Rencana Tata Ruang. Dengan adanya izin usaha bertujuan untuk mengatur tata tertib juga untuk mengatur pelaksanaan usaha itu sendiri agar tertib dan aman sehingga tidak mengganggu kelestarian lingkungan. Dalam melakukan aktifitas usaha bagi orang perorang atau badan agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Untuk menunjang kelancaran dan ketertibannya pemerintah telah menetapkan syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh orang atau badan ketika hendak mengajukan izin tempat usaha. Laporan Akhir
IV - 37
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
Adapun syarat-syarat mendirikan izin tempat usaha adalah sebagai berikut : 1. Surat permohonan bermaterai Rp. 6000 2. Foto Copy KTP 3. Pas Foto 4. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tahun Berjalan 5. Akte Pendirian Perusahaan/Perubahannya (Berbadan Hukum) 6. Status Tempat Usaha 7. Rekomendasi dari Dinas Tata Kota dan Pemukiman Kota 8. Rekomendasi dari Camat Berikut ini syarat-syarat sesuai dengan kegiatan bidang usaha : No
Nama Usaha
Syarat
1
Restoran, rumah makan, 1. Melampirkan Kartu Kir rekomendasi dari Dinas katering dan kedai kopi Kesehatan, dan 2. Izin gangguan (HO)
2
Rumah kecantikan, Wisma pangkas
1. Rekomendari dari Polisi Resort 2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan Ulama 3. Kartu Kir dari Dinas Kesehatan 4. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan 5. Izin Gangguan (HO)
3
Video game, Play station
1. 2. 3. 4.
4
Rental, Jual VCD
1. Rekomendari dari Polisi Resort 2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan Ulama 3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan 4. Izin Gangguan (HO)
5
Rumah Bilyard
1. Rekomendari dari Polisi Resort 2. Rekomendasi dari Majlis Permusyawaratan Ulama 3. Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan 4. Izin Gangguan (HO)
6
Warnet dan Internet
1. Rekomendari dari Polisi Resort 2. Rekomendasi dari Dinas Informasi Komunikasi
Laporan Akhir
Rekomendari dari Polisi Resort Rekomendasi dari Dinas Pendidikan Surat pernyataan dari pimpinan perusahaan Izin Gangguan (HO)
dan
IV - 38
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No
Nama Usaha
Syarat 3. Izin Gangguan (HO)
7
Depot obat
1. 2. 3. 4. 5.
Rekomendari dari Dinas Kesehatan Pas Foto 3 x 4 sebanyak 4 lembar Surat izin kerja asisten apoteker Surat pernyataan asisten apoteker Izin Gangguan (HO)
8
Apotik
1. Izin apotik dari Dinas Kesehatan Provinsi 2. Izin Gangguan (HO)
9
Rumah sakit, rumah bersalin, Klinik
1. Izin pendirian dari Dinas Kesehatan Provinsi 2. Izin Gangguan (HO)
10
Industri, Pabrik makanan atau minuman
1. Rekomendari dari Dinas Perindustrian dan perdagangan 2. Kartu Kir dan Rekomendasi dari Dinas Kesehatan 3. Izin Gangguan (HO)
11
Koperasi
1. Melampirkan Akte Pendirian / Akte Perubahan
12
Bengkel, Doorsmer, Ruang penyimpanan, Pergudagangan, Penimbunan minyak Oli, gas/elpiji Percetakan
1. Melampirkan izin gangguan (HO)
13
Mobil barang/penumpang
1.
14
Usaha Burung Walet
1. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan 2. Rekomendasi dari Bapelda 3. Izin Gangguan (HO)
15
Perhotelan, Losmen, Penginapan, Wisma
1. Rekomendasri dari Majlis Permusyawaratan Ulama 2. Pajak hotel dan restoran tahun berjalan 3. Izin gangguan (HO) 4. Surat Pernyataan Pimpinan Perusahaan
Melampirkan Perhubungan
rekomendasi
dari
Dinas
Pengklasifikasian biaya pembebanan tempat usaha berdasarkan pembebanannya adalah sebagai berikut :
Laporan Akhir
IV - 39
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No
Klasifikasi
Jenis Usaha
1
Peralatan kantor dan Sekolah
1. Jual buku, majalah, koran 2. Jual ATK, alat-alat sekolah, foto copy
2
Penjahit dan konveksi
1. Jual kain / pakaian 2. Jual sepatu 3. Penjahit pakaian / taylor
3
Assesoris
1. Jual 2. Jual 3. Jual 4. Jual 5. Jual 6. Jual 7. Jual 8. Jual
4
Kebutuhan rumah tangga / 1. Jual perabotan kayu kantor 2. Jual perabot aluminium 3. Jual beli barang bekas 4. Jual kelontong, rempah-rempah 5. Jual barang elektronik 6. Jual alat-alat olah raga 7. Jual alat-alat musik 8. Photo studio 9. Doby
5
Kesehatan
1. Depot obat 2. Apotik 3. Praktek dokter 4. Klinik 5. Rumah Sakit 6. Tukang Gigi 7. Jual alat-alat kesehatan 8. Fitness center
6
Telkom dan Publikasi
1. Wartel 2. Kios phon 3. Warnet 4. Jaringan Telekomunikasi 5. Pemancar TV 6. Pemancar radio 7. Jual alat-alat komunikasi/HP 8. Entertaintments 9. Periklanan
7
Rental
1. Alat-alat musik 2. Perlengkapan pesta
Laporan Akhir
kaca mata jam kaca keramik dan sejenisnya barang antik mainan anak-anak mas dan perak souvenir
IV - 40
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No
Klasifikasi
Jenis Usaha 3. Komputer, VCD, play station, Video game 4. Mobil dan 5. Kendaraan bermotor
8
Pertambangan dan Energi
9
Dealer, distributor perbengkelan
10
Rumah kecantikan
1. Salon wanita 2. Wisma pangkas pria 3. Jual alat-alat kecantikan
11
Makan dan minuman
1. Restoran 2. Catering 3. Rumah makan 4. Kedai kopi
12
Pertanian dan peternakan
1. Jual bunga/bibit tanaman 2. Jual pupuk/obat-obatan tanaman 3. Jual ikan hias/burung 4. Jual makanan ternak/ikan 5. Jual daging 6. Penangkapan udang 7. Hitchery/pembibitan Udang, ikan 8. Usaha burung walet
13
Biro/jasa umum
1. Jasa konstruksi, leveransiter, export - import 2. Percetakan, penerbitan 3. Jasa konsultasi 4. Konsultan hukum, pengacara, notaris 5. Jasa pengadaan tenaga kerja 6. Jasa pendidikan/kursus 7. Akuntan publik 8. Biro perjalanan 9. Biro pengurusan surat-surat dan cargo
Laporan Akhir
1. SPBU 2. Jual gas elpiji 3. Jual minyak Oli 4. Penimbunan Minyak dan sejenis dan 1. Dealer mobil 2. Dealer kendaraan bermotor 3. Jual sepeda 4. Jual suku cadang kendaraan 5. Bengkel mobil 6. Bengkel kendaraan bermotor 7. Bengkel las dan cat 8. Bengkel sepeda 9. Doorsmer 10. Distributor
IV - 41
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No
Klasifikasi
Jenis Usaha 10. Penukaran valas, pegadaian 11. Asuransi 12. Koperasi
14
Bidang kepariwisataan
1. Perhotelan berbintang 2. Hotel melati 3. Wisma/penginapan/losmen 4. Pengelolaan fasilitas wisata 5. Meseum 6. Kebun binatang 7. Bioskop 8. Tempat hiburan anak-anak 9. Rumah bilyard
15
Perbankan
1. Jasa perbankan
16
Market/Maal
1. Mall 2. Super market 3. Mini market
17
Gudang
1. Ruang penyimpanan 2. Pergudangan
18
Reperasi
1. Alat-alat elektronik 2. Alat-alat mekanikal 3. Alat-alat manual
19
Industri
1. Pembuatan sepatu/sol 2. Pembuatan tempe/tahu 3. Pengolahan air mineral 4. Bahan bangunan 5. Makanan/minuman 6. Obat-obatan 7. Panglong kayu/kayu olahan 8. Tekstil
20
Transportasi
1. Angkutan barang 2. Angkutan penumpang
4.1.10 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pelaksanaan kegiatan pembangunan ditingkat pusat dan daerah baik yang dilaksanakan pemerintah maupun yang dilaksanakan oleh masyarakat seharusnya bersesuaian atau tidak bertentangan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, begitu diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang. Didalam realita kehidupan sehari-hari sering didapati kenyataan terjadi Laporan Akhir
IV - 42
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
pelanggaran kegiatan pembangunan yang dilaksanakan dengan cara melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagai produk hukum. Pelanggaran terhadap rencana tata ruang dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya dapat disebabkan karena faktor-faktor teknik, administrasi, politis dan ekonomi terutama karena kuatnya tekanan pasar, disamping dapat juga karena proses perencanaan
tata
ruangnya
tidak
memperhatikan
kecenderungan
kebutuhan
perkembangan faktor-faktor tersebut diatas terutama faktor ekonomi. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah model kelembagaan dan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang yang dapat mengakomodasikan rencana tata ruang disatu sisi dengan dinamika kebutuhan pemanfaatan ruang disisi yang lain secara harmonis. Tujuan utama pengendalian pemanfaatan ruang dengan demikian adalah untuk menjamin pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kunci utama keberhasilan pengendalian pemanfaatan ruang adalah kualitas rencana tata ruang yang telah ditetapkan, yaitu rencana tata ruang yang disamping memenuhi norma dan kaidah penataan ruang juga rencana tata ruang tersebut harus difahami dan di terima (accept) oleh masyarakat dan semua anggota stakeholder lainnya, dengan demikian proses perencanan tata ruang adalah awal dari keberhasilan pengendalian pemanfaatan ruang. Disamping tersedianya rencana tata ruang yang memadai kualitasnya, faktor lain yang dapat menunjang keberhasilan pengendalian pemanfaatan ruang adalah tersedianya perangkat-perangkat pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri dari perangkat kelembagaan, perangkat kebijakan dan perangkat aktifitas. Perangkat kelembagaan dapat berupa prinsip-prinsip dalam pengendalian pemanfaatan ruang yang tentunya akan menjadi sistem nilai atau roh yang menggerakkan dan memberi inspirasi bagi praktekpraktek pengendalian pemanfaatan ruang. Perangkat kelembagaan yang lain adalah organisasi pengendalian pemanfaatan ruang lengkap dengan struktur organisasi dan job
description nya serta segala uraian tentang prosedur-prosedur yang berkaitan dengan kegiatan teknis organisasi pengendalian pemanfaatan ruang.
Laporan Akhir
IV - 43
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
KERANGKA PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
REVISED PLAN
PERENCANAAN TATA RUANG
CORRECTIVE ACTION
PEMANFAATAN RUANG
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
KELEMBAGAAN
KEBIJAKAN
PRINSIPPRINSIP
AKTIVITAS
PERIZINAN
ORGANISASI
INSENTIF
PENGAWASAN
JOB DISKRIPSI
DISINSENTIF
PENERTIBAN
SIS DUR
Perangkat kebijakan juga dapat memberi kontribusi pada upaya pengendalian pemanfaatan ruang, yaitu yang dapat berupa insentif dan disinsentif. Dengan kebijakan pemberian insentif dimaksudkan adalah untuk memberikan
kemudahan serta fasilitas
lainnya agar masyarakat dan anggota stakeholder yang lain tertarik untuk melaksanakan pembangunan sesuai rencana tata ruang yang telah ditetapkan karena mendapatkan keuntungan dengan adanya kebijakan insentif tadi. Sebaliknya kebijakan disinsentif dimaksudkan agar masyarakat dan anggota stakeholder lainnya yang mencoba untuk “memaksa” melanggar rencana tata ruang akan mendapatkan kerugian, kesulitan ataupun kemudaratan yang lain dalam pembangunan yang dilaksanakannya, dengan demikian diharapkan kebijakan disinsentif ini akan dapat menekan kuantitas dan kualitas Laporan Akhir
IV - 44
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
kegiatan pembangunan dengan cara melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Perangkat lainnya dalam pengendalian pemanfaatan ruang adalah aktifitas yang lebih bersifat teknis, yaitu perangkat-perangkat perizinan, pengawasan dan penertiban. Dengan perizinan diharapkan ada control terhadap rencana pembangunan yang akan dilaksanakan oleh masyarakat karena mereka akan membangun sesuai ketentuanketentuan yang sudah termaktub didalam klausula-klausula izin yang diberikan oleh lembaga yang berwenang, sementara perizinan yang diberikan diharapkan untuk menggunakan rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagai acuan atau rujukan, dengan demikian diharapkan setiap aktifitas pembangunan yang berizin tidak melanggar rencana tata ruang. Perangkat pengawasan merupakan aktifitas yang bersifat reguler, dan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh lembaga pengendalian pemanfaatan ruang. Perangkat ini secara sistematis akan mendeteksi perubahan pemanfaatan ruang melalui laporan baik dari instansi yang bersifat sektoral maupun instansi yang bersifat kewilayahan. Selain melalui laporan, kegiatan pengawasan juga akan secara aktif melakukan kegiatan pemantauan (monitoring) langsung dilapangan. Hasil-hasil data dan informasi yang didapat baik melalui proses pelaporan ataupun proses pemantauan langsung dilapangan digunakan untuk melakukan evaluasi terjadinya pelanggaran atau penyimpangan terhadap pelaksanaan pembangunan yang terjadi dilapangan. Hasil evaluasi ini akan berupa analisis terhadap penyebab pelanggaran, luasnya atau kuantitas serta kualitas pelanggaran, serta coverage akibat pelanggaran tersebut terhadap rencana tata ruang yang telah ditetapkan, sehingga rekomendasi
dari hasil evaluasi ini akan
dapat berupa rekomendasi penyempurnaan terhadap rencana tata ruang, serta upayaupaya penertiban pelaksanaan pemanfaatan ruang. Organisasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pengendalian pemanfaatan ruang sebagai bagian dari proses penataan ruang selama ini lebih banyak didominasi oleh pemerintah. Pengendalian pemanfaatan ruang secara makro di daerah dilaksanakan oleh Bapekab/Bapeko melalui proses pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Sementara proses pengendalian pemanfaatan ruang secara lebih mikro dan teknis pada umumnya dilaksanakan oleh Dinas Tata Kota terutama melalui proses perizinan, pengawasan dan penertiban. Semua masukan proses pengendalian pemanfaatan ruang selain melalui proses pemantauan langsung dilapangan, pada umumnya diperoleh dari instansi kewilayahan seperti Kantor Kelurahan, Kantor Desa Laporan Akhir
IV - 45
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
dan Kantor Kecamatan. Karena pusat-pusat kegiatan pengendalian berada pada lapisan kedua atau ketiga dari struktur organisasi pemerintahan daerah, maka independensi kegiatan pengendalian ini tentu sulit dilaksanakan untuk menghadapi tekanan politis oleh kekuasaan diatasnya. Keterlibatan masyarakat dan anggota stakeholder lainnya dalam penataan ruang terutama pengendalian pemanfaatan ruang, dirasakan masih terlalu rendah kalau tidak boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Kedepan perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan sebuah model organisasi pengendalian pemanfaatan ruang yang menghadirkan keterlibatan masyarakat dan anggota stakeholder lainnya secara lebih intensif untuk mengakomodasi sikap, pikiran dan pendapat mereka, sehingga proses pemanfaatan ruang dapat berjalan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagai bagian dari upaya mencapai kesejahteraan masyarakat.
4.2
INDIKASI PROGRAM Indikasi program ini adalah penjabaran dari rencana tata ruang yang telah
dirumuskan pada bab sebelumnya. Program-program ini disusun untuk jangka waktu 10 tahun, yiatu tahun 2007 – 2016. Dalam pelaksanaannya program-program tersebut dijabarkan ke dalam dua tahap, yiatu tahap I untuk jangka waktu lima tahun pertama (2007 – 2011) dan tahap II untuk jangka waktu lima tahun ke dua (2012 – 2016), dimana pentahapannya program didasarkan atas skenario pengembangan Kota Banda Aceh. Adapun substansi program yang didasarkan atas skenario pengembangan Kota Banda Aceh adalah:
Indikasi program tahap I meliputi: o rehabilitasi dan pengendalian pembangunan di Utara Banda Aceh o revitalisasi dan pengembangan terbatas pada pusat kota lama
Indikasi program tahap II meliputi pengembangan kota ke bagian selatan Banda Aceh Selanjutnya, program-program yang telah dirumuskan dikelompokkan ke dalam
berbagai
bidang
pembangunan,
sehingga
nantinya
akan
memudahkan
dalam
pengimplementasiannya oleh dinas atau badan terkait. Karena masih merupakan indikasi, maka program-proram ini masih bersifat makro dan perlu dijabarkan lagi ke dalam kegiatan-kegiatan yang lebih detail lagi untuk implementasinya. Adapun rumusan indikasi program pengembangan Kota Banda Aceh tahun 2007- 2017 dijelaskan pada Tabel 4.1 berikut ini. Laporan Akhir
IV - 46
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
TABEL 4.3 INDIKASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2007 – 2016
No.
Indikasi Program
A.
Bidang Hukum dan Kelembagaan: 1. Penyusunan Qonun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh 2007 – 2017 2. Penyusunan Regulasi zoning Kota Banda Aceh 3. Peningkatan kuantitas dan kualitas staf pemerintah di bidang penataan ruang Bidang Lingkungan Hidup:
B.
Jangka Waktu 2007 2012 2011 2016
Lembaga Pelaksana
1. Rehabilitasi kawasan pesisir 2. Pengembangan kawasan hutan bakau
C.
d.
3. Pengembangan hutan kota 4. Pengembangan kegiatan wisata terbatas di kawasan konservasi Bidang Tata Ruang dan Perumahan Permukiman: 1. Rehabilitasi permukiman di daerah yang dilanda tsunami 2. Rehabilitasi dan pengendalian pengembangan pusat kota lama 3. Pengembangan pusat permukiman baru di bagian selatan kota 4. Mengkoordinasi pengembangan Kota Banda Aceh dengan Kabupaten Aceh Besar Bidang Transportasi 1. Pembangunan jalan Lingkar Utara 2. Pengembangan jalan lingkar luar sisi Selatan 3. Pengembangan Jalan Poros Barat-Timur 4. Pengembangan escape dan relief road 5. Pembangunan Terminal Penumpang Tipe A 6. Rehabilitasi dan Pengembangan terminalterminal lama 7. Rehabilitasi dan pengembangan pelabuhan
e.
Bidang Prasarana Kota 1. Rehabilitasi seluruh sarana dan prasarana sistem penyediaan air bersih 2. Peningkatan pelayanan air bersih
Laporan Akhir
Bidang Hukum Pemerintah Kota Banda Aceh Bappeko
Bappeko Dinas Lingkungan Hidup
Bappeko Dinas PU Dinas Tata Kota Dinas Permukiman
Bappeko Bappeda Aceh Besar
Kab
• Bappeko • Dinas Prasarana jalan dan Sumber Daya Air • Dinas PU
• Dinas Perhubungan • Administrator pelabuhan
• PDAM Tirta Daroy • Dinas Prasarana jalan dan Sumber Daya Air
IV - 47
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2016
No.
Jangka Waktu 2007 2012 2011 2016
Indikasi Program
Lembaga Pelaksana
3. Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Minum 4. Peningkatan pelayanan Instalasi Pengolahan Air Lambaro 5. Rehabilitasi dan pemeliharaan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah lama 6
Pengembangan TPA Baru
Bappeko Dinas PU Dinas Kebersihan
7. Rehabilitasi jaringan drainase yang telah ada 8. Pengembangan sistem drainase baru 9. Pengembangan Flood Canal di bagian selatan kota 10. Optimalisasi dan Normalisasi sungai
• Bapeko (Badan Perencanaan Kota • Dinas Prasarana jalan dan Sumber Daya Air • Dinas PU
11. Membangun retarding basin dan retarding
pond
f.
12. Rehabilitasi dan peningkatkan pelayanan Listrik
PLN Kota Banda Aceh
13. Rehabilitas dan Peningkatkan pelayanan telekomunikasi
PT. TELKOM
Bidang Fasilitas Kota 1. Pengembangan kuantitas fasilitas pendidikan
dan
kualitas
2. Pengembangan kuantitas fasilitas kesehatan
dan
kualitas
3. Pengembangan kuantitas fasilitas peribadatan
dan
kualitas
Laporan Akhir
• • • •
Bapeko Dinas Pendidikan Dinas Kesehatan Dinas Sosial
IV - 48
LAMPIRAN 1 LAMPIRAN ZONING REGULATION
1. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Barat TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI - Ruang Hijau - Perikanan Tangkap
:1.1 :P.1 (PESISIR BANDA ACEH BARAT) : ULEE LHEUE : A / PESISIR (COASTAL ZONE) : BANDA ACEH BARAT
RH dan IT
PROPORSI
Hutan Mangrove (Hutan Lindung) 100% Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
Ruang Terbuka
RT
Perumahan Terbatas
PT
Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis pantai. Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia populasi mangrove minimal 72 m. Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.
-
-
:1.2 : A.1 (KAWASAN KONSERVASI MEURAXA BARAT) : ULEE LHEUE : B / ECO-ZONE : BANDA ACEH BARAT KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI
LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB -
PROPORSI
LOKASI
Konservasi: - Zona hijau/pond - Wisata
40%
Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah, kategori rumah sederhana dan sangat sederhana
30%
Di daerah genangan sekitar muara sungai Krueng Nieng mulai dari sepanjang Jl. Lok Nga, hingga ke selatan pada Jalan Lingkar Utara, berupa pond dan taman sebagai daerah resapan air di sekitarnya, sehingga juga berfungsi sebagai pariwisata. Di sekitar Jl. Iskandar Muda dan bagian barat Jl. Lok Nga (pertemuan dengan Jl. Tgk. Abd. Rahman Meunasah Meucab), kelurahan Lamjene.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 0%
-
30 – 40%
0,6-0,8
Pertambakan
IB
Zona tambak
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
Tsunami Heritage dan Wisata
PL
TH
100%
- Landmark/Monumen Tsunami - Kawasan Wisata
10%
Ruang Terbuka Perikanan Budidaya Permukiman Terbatas
0%
-
LOKASI
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
Di kelurahan Ulee Lheue.: - Pelabuhan Ferry
10%
0,2
- Pelabuhan Samudera
20%
0,8
- Pergudangan
30%
0,3
10%
0,2
Di daerah genangan sekitar muara sungai Krueng Nieng mulai dari sepanjang jalan Lok Nga, hingga ke selatan pada Jalan Lingkar Utara, berupa Landmark/Monumen Tsunami.
:1.4 : A.3 (KAWASAN PENGEMBANGAN MEURAXA UTARA) : ULEE LHEUE : B / ECO-ZONE : BANDA ACEH BARAT KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI
PROPORSI
Pelabuhan Penyeberangan Barang dan Penumpang serta fasilitas penunjangnya
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
Di daerah muara Krueng Nieng berbatasan dengan kawasan Zona hijau, berupa kawasan tambak budidaya.
:1.3 : A.2 (KAWASAN PELABUHAN ULEE LHEUE) : ULEE LHEUE : B / ECO-ZONE : BANDA ACEH BARAT KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Pelabuhan
20%
PROPORSI
LOKASI
RT
Konservasi dan Pariwisata - Zona hijau/Pond - Wisata
20%
Merupakan barier/pembatas antara zona tambak dan permukiman terbatas, berada di antara jalan Rama setia dan Jl. Iskandar Muda
IB
Zona Perikanan Tambak
20%
PT
Permukiman dengan tingkat kepadatan rendah
20%
Di dataran yang tergenang antara Jl. Rama Setia dan Jl. Lingkar Utara serta dibatasi zona hijau di sebelah selatan. Di sepanjang sisi Timur Jl. Iskandar Muda dan di sepanjang Jalan Rama Setia
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 0%
-
0%
-
30 – 40%
0,6-0,8
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Zona Perairan
:1.4 : A.3 (KAWASAN PENGEMBANGAN MEURAXA UTARA) : ULEE LHEUE : B / ECO-ZONE : BANDA ACEH BARAT
RT
Konservasi - Hutan Mangrove - Pond
PROPORSI
LOKASI
40%
Di sekitar daerah tergenang pada kelurahan Gampong Jawa, Gampong Pande dan Deah Teungoh
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 0%
-
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perkantoran
Mix Use
Permukiman
:1.5 : A.4 (SUB PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN JAYA BARU) : JAYA BARU : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH BARAT
K
MU
P
PROPORSI
LOKASI
Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta Perkantoran Pemerintahan
5%
Perdagangan-jasa Pelayanan Umum Perkantoran Swasta Fasum dan Fasos Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang. - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun
10%
Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien di sekitar pertemuan dengan Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dan Jl. Soekarno Hatta di sebelah Barat Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien yang dibatasi Sungai Krueng Nieng di sebelah Timur. Di sepanjang Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab: Di sepanjang sisi Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. Soekarno - Hatta
-
5%
70 %
Ruang Terbuka
RT
Sempadan sungai (Konservasi)
5%
Pelayanan Kota
PK
- Sarana Pendidikan - Fasilitas Peribadatan
5%
Pertokoan
15%
Perdagangan Jasa
PJ
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 30 – 50%
0,8 – 2,4
35 – 40%
0,8 – 1,4
30 – 60%
0,3 – 2,4
40 – 50%
0,8 – 1,0
0%
-
30 – 40%
1,2 -0,8
60%
1,8
Di sisi Barat Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab hingga Sungai Krueng Nieng dengan tingkat kepadatan sedang, di Kawasan antara jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dengan Sungai Krueng Nieng.
Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Nieng dan Krueng Daroy dengan lebar 10 – 50 m Di antara Jl. Cut Nyak Dhien dan Jl. Nasruddin Daud, Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
:1.6 : A.5 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS JAYA BARU TIMUR) : JAYA BARU : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH BARAT KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perkantoran
K
Perdagangan Jasa
PJ
Mix Use
MU
Permukiman Terbatas
PT
Permukiman
P
PROPORSI
LOKASI
Perkantoran Swasta
2%
Di sepanjang sisi Utara Jl. Cut Nyak Dhien yang dibatasi Sungai Krueng Nieng di sisi Barat dan Jl. Jendral Sudirman di sisi Timur.
Pertokoan
5%
Berada di sepanjang jalan Teuku Umar yang dibatasi anatara Jl. Jenderal Sudirman dan sungai Krueng Doy. Dan juga berada di sepanjang Jl. Iskandar Muda sisi timur yang dibatasi antara jalan lingkar utara dan sungai krueng Doy Di sepanjang Jl. Surien yang berada di antara Jl. Pemancar dan Jl. H. Abu Bakar, serta pada Jl Surien yang berbatasan dengan Jl. Iskandar Muda. Pada daerah Punge Ujong yang berada diantara jalan lingkar utara dan Jl. Iskandar Muda, dibatasi Jl. Pendidikan pada sisi selatan.
- Perdagangan-jasa - Fasum dan Fasos
5%
Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah
10 %
Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang
60%
Dibatasi sungai Krueng Nieng pada sisi Barat, Jl. Teuku Umar pasa sisi selatan, Sungai Krueng Doy dan Jl. Iskandar Muda di sisi Timur serta jalan lingkar utara pada sisi Utara.
- Landmark - Wisata bersejarah
3%
RT
Sempadan sungai (Konservasi)
10%
Di sepanjang DAS Krueng Doy dengan lebar 10 – 50 m.
PK
Sarana Pelayanan Transportasi Sarana Pendidikan
5%
Berupa terminal kelas B yang melayani antar kota dalam propinsi. Berada di Jl Teuku Umar. Di sepanjang Jl. Surien yang berada di antara Jl. Pemancar dan Jl. H. Abu Bakar
Tsunami Heritage dan Wisata Ruang Terbuka
TH
Pelayanan Kota
Kota
Berupa Monument PLTD Apung, yang diarahkan untuk kegiatan wisata bersejarah.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 30 – 50%
1 – 2,4
60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
30 – 40%
0,6-0,8
40 – 50%
0,8 – 1,0
10%
0,2
0%
-
10%
0,2
30 – 40%
1,2 -0,8
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perdagangan Jasa
PJ
Mix Use
MU
PermukimanTe rbatas
PT
Permukiman
P
Ruang Terbuka
: 1.7 : A.6 (KAWASAN PERMUKIMAN MEURAXA TIMUR) : JAYA BARU : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH BARAT
RT
Pertokoan - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah
PROPORSI
LOKASI
10%
Di sepanjang Jl. Iskandar Muda bagian Utara yang berbatasan dengan Jl. Lingkar Utara dan di Jl. Habib Abdurrahman yang berada di sisi Barat Krueng Doy. Berada di sepanjang Jl.Habib Abdurrahman dibatasi oleh jalan lingkar utara dan sungai krueng Doy
5%
20 %
Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang
50%
Konservasi: - Zona hijau/pond - Wisata
5%
Sempadan sungai (Konservasi)
10%
Pada wilayah Lampaseh Aceh yaitu di sisi selatan jalan lingkar Utara dan diantara Jl. Iskandar Muda dan Jl.Habib Abdurrahman. Pada wilayah Punge Jurong yang dibatasi sungai Krueng Doy pada sisi selatan dab berada diantara Jl. Iskandar Muda dan Jl.Habib Abdurrahman.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
30 – 40%
0,6-0,8
40 – 50%
0,8 – 1,0
0%
-
0%
-
Di sebelah utara berbatasan dengan jalur lingkar utara
Di sepanjang DAS Krueng Doy berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m dan Hutan Kota yang merupakan buffer antara kawasan permukiman dan tambak yang berada di Deah Baro
2. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Utara TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI - Ruang Hijau - Perikanan Tangkap
: 2.1 : P.2 (PESISIR BANDA ACEH UTARA) : LAMPULO : A / PESISIR (COASTAL ZONE) : BANDA ACEH UTARA
RH dan IT
PROPORSI
LOKASI
100%
Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis pantai. Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia populasi mangrove minimal 72 m. Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.
Hutan Mangrove (Hutan Lindung)
Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
-
-
:2.2 : B.1 (TPA DAN IPLT GAMPONG JAWA) : ULEE LHEUE : B / ECO-ZONE : BANDA ACEH BARAT KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB -
Pelayanan Kota
PK
-
TPA IPLT
Zona Perairan
RT
Konservasi - Hutan Mangrove - Pond
10% 30%
Di Gampong Jawa, yaitu di sisi Barat Krueng Aceh. Di Gampong Jawa, yaitu di sisi Barat Krueng Aceh.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 5% 0,05 60% 0,6
60%
Di sekitar daerah tergenang pada kelurahan Gampong Jawa, Gampong Pande dan Deah Teungoh
0%
PROPORSI
LOKASI
-
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perikanan Tangkap/samu dera
Mix Use
: 2.3 : B.2 (KAWASAN PERIKANAN LAMPULO) : LAMPULO : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA
IT dan IB
MU
Permukiman Terbatas
PT
Zona wisata
TH
PROPORSI
LOKASI
- Fasilitas Perikanan
20%
- Zona Perikanan Samudera
40%
Industri Pengolahan hasil Perikanan yang berbatasan dengan zona perairan selat Malaka. Di kawasan yang terletak di sekitar Jalur Lingkar Utara, Krueng Aceh, dan Jl. Syiah Kuala ke arah Utara hingga bertemu dengan kawasan fasilitas perikanan Pelabuhan Ikan juga berfungsi sebagai tempat pelelangan ikan di sisi Timur Sungai Krueng Aceh di kelurahan Lampulo Di sepanjang sisi Barat Jl. Syiah Kuala. Dan sepanjang sisi Timur Krueng Aceh pada Jl. Sisingamangaraja yang dibatasi Tempat Pelelangan ikan di sisi Utara dan Jl.Kenari Lampulo. Perumahan Nelayan dikembangkan pada kawasan yang terletak antara Jl. Kenari Lampulo dan Jl. Bampulo SP. Gano Pada kawasan Lamdingin, berupa kawasan peringatan Tsunami (kapal di atas rumah)
- Pelabuhan Ikan
5%
- Perdagangan-jasa - Fasum dan Fasos
3%
Perumahan Nelayan
30%
- Wisata bersejarah
2%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
50%
1,0
50%
1,0
50%
1,0
30 – 60%
0,3 – 2,4
30 – 40%
0,6-0,8
10%
0,2
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Ruang Terbuka
Perikanan Perdagangan Jasa
Mix Use
Permukiman Terbatas
Pelayanan Kota
: 2.4 : B.3 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS KUTARAJA) : PEUNAYONG : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA
RT
IB/ IT PJ
MU
PT
PK
Konservasi - Zona hijuau - Pond - wisata Sempadan sungai (Konservasi)
PROPORSI
LOKASI
30 %
Dibatasi Jalur Lingkar Utara pada sisi Utara dan Jl Pintu Air sampai dengan Jl. KR.Gedong pada sisi Selatan. Dan pada sisi timur dibatasi Krueng Aceh.
10 %
Zona Wisata Cold Storage
5% 2%
- Perdagangan Ritel/Eceran - Jasa Komersial
10%
--- Perdagangan-jasa --- Pelayanan Umum --- Perkantoran Swasta --- Fasum dan Fasos Kawasan campuran komersial dan hunian
5%
Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah.
Fasilitas Pendidikan
15% 20%
3%
Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m dan di sepanjang ruas Jl. Lingkar Utara sebagai buffer untuk kawasan permukiman yang berada di sekitarnya. Berbatasan dengan Zona hijau terletak di Jl. KR. Gedong Berada di sisi Barat Krueng Aceh berbatasan langsung dengan Zona hijau di sisi utara. Di sepanjang Jl. Habib Abdurrahman dibatasi Krueng Doy di sisi Barat dan Jl. Prof A Madjid Ibrahim I. Dan di sepanjang Jl. Persatuan yang dibatasi Jl. Prof A Madjid Ibrahim II di sisi Selatan dan Jl Perdamaian di sisi Utara Di sepanjang Jl. Jl. Prof A Madjid Ibrahim I, dibatasi Jl.Iskandar Muda pada sisi Selatan dan Jl. Perintis di sisi Utara Dibatasi Jl.Habib Abdurrahman di sisi Selatan, Krueng Doy di sisi Barat, Jl. Tentara Pelajar di sisi Barat, dan Jl. Pintu Air sampai dengan Jl. T.Muda di sisi Utara. Kawasan permukiman dengan kepadatan rendah tidak diarahkan di jalan-jalan ujtama, melainkan dikembangkan di jalan-jalan lingkungan dan di bagian Utara yang berbatasan dengan Jl. Lingkar Utara di batasi buffer zone yang berupa taman kota sebagai daerah konservasi sekaligus mitigasi bencana. Di sisi Barat sepanjang Jl. Prof A Madjid Ibrahim I pada ruas yang berada di bagian Utara Jl. Perintis.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 0%
-
0%
-
10%
0,2
50%
1,0
60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
30 – 60%
0,3 – 2,4
30 – 40%
0,6-0,8
30 – 40%
0,8 – 1,2
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Mix Use
: 2.5 : B.4 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS KAMPUNG MULIA) : PEUNAYONG : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA
MU
-
Perdagangan-jasa Pelayanan Umum Perkantoran Swasta Fasum dan Fasos
Kawasan komersial Perdagangan Jasa
PJ
Permukiman
P
PROPORSI
Campuran
10%
hunian
20%
- Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang.
30%
Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah
30%
Perumahan Terbatas
PT
Pelayanan Kota Ruang Terbuka
PK
Fasilitas Pendidikan
RT
Sempadan sungai (Konservasi)
5%
2% 3%
LOKASI Di sepanjang Jl. Pocut Baren dibatasi Jl. Panglima Polim pada sisi Barat dan Jl. Syiah Kuala pada sisi Timur. Di sepanjang Jl. TGK. Hasyim Banta Muda, sepanjang Jl. T.Blang, sepanjang Jl. Syiah Kuala yang dibatasi Jl. Pocut Baren di sisi Selatan dan Jl. Kenari Lampulo di sisi Utara. Serta sepanjang Jl. TGK Hasan Krueng Kalee yang berbatasan langsung dengan Krueng Aceh di sisi Barat sampai dengan Jl. Sisingamangaraja. Pada kawasan hunian yang dibatasi Jl. T.Blang di sisi Utara, Jl. TGK Hasan Krueng Kalee di sisi Barat, Jl. TGK Hasyim Banta Muda di sisi Timur, dan Jl. Pocut Baren di sisi Selatan. Di sisi Selatan sepanjang Jl. Mayjend T Hamzah Bendahara, di kawasan antara Sungai Krueng Aceh dan Jl. Panglima Polim, di sepanjang Jl. Darma dan Jl. TH GLP Tengku Hasan Dek. Pada kawasan Kampung Mulia yang dibatasi oleh Jl. Syiah Kuala di sisi Timur, Jl. T.Blang di sisi Utara, Jl. Pocut Baren di sisi Selatan dan Jl. TGK Hasyim Banta Muda di sisi Timur. Di kawasan yang dibatasi Jl. T.Blang di sisi Selatan, Jl. Kenari Lampulo di sisi Utara, Jl. Syiah Kuala di sisi Timur dan Jl. Sisingamangaraja di sisi Barat. Pada Jl. TGK Hasan Krueng Kalee berbatasan dengan zona perdagangan dan jasa. Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m, sedangkan pariwisata air dilakukan di sepanjang aliran Sungai Krueng Aceh.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
30 – 60%
0,3 – 2,4
30 – 60%
0,3 – 2,4
60%
1,8
40 – 50%
0,8 – 1,0
30 – 40%
0,6-0,8
30 – 40%
0,8 – 1,2
0%
-
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Pertambakan Perkantoran Perdagangan Jasa Mix Use
Permukiman Terbatas Permukiman
: 2.6 : B.5 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS BANDAR BARU) : LAMPULO : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA
IB K PJ MU
PT P
PROPORSI
LOKASI
5%
Pada wilayah di sebelah Utara jalan lingkar Utara yang dibatasi dengan Jl. Syiah Kuala di sisi Barat, Krueng Titi Panyang di sisi Timur dan sisi Utara. Di sepanjang Jl. Mohammad Daud Beureuh.
Zona tambak Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Perdagangan Ritel/Eceran - Jasa Komersial - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah Permukiman dengan Kepadatan sedang
3% 7%
10% 305
Pelayanan Kota
PK
Fasilitas Pendidikan
3%
Perikanan Budidaya Ruang Terbuka
IB
Kawasan Perikanan Tambak
20%
RT
Sempadan sungai (Konservasi)
10%
Zona hijau
7%
Taman Hiburan
5%
Di sekitar pertemuan antara Jl. Syiah Kuala dan Jl. Mohammad Daud Beureuh. Di sisi Timur Jl. Syiah Kuala yang berada pada ruas Utara Jl. LR. Arwana Dibatasi Zona hijau di sisi Utara, Jl. Mujahidin di sisi Selatan dan Jl. Syiah Kuala di sisi Barat. Di wilayah yang dibatasi Jl. Mohammad Daud Beureueh di sisi Selatan, Jl Mujahidin-Jl. LR Taqwa di sisi Utara, dan Jl. Syiah Kuala di sisi Barat serta berbatasn dengan Taman hiburan di Kelurahan Bandar Baru di sisi Timur. Di sisi Barat Jl Kartika pada ruas yang berpotongan dengan JL. Mohammad Daud Beureuh di sisi Selatan. Di sisi Selatan Jl. Lingkar Utara. Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Titi Panyang dengan lebar 10 – 50m Di sisi Utara kawasan permukiman sebagai buffer yang membatasi dengan kawasan perikanan tambak. Di sisi Barat Sungai Krueng Titi Panyang yang berpotongan dengan Jl. Mohammad Daud Beureuh.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 0%
-
30 – 50%
1 – 2,4
60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
30 – 40%
0,6-0,8
40 – 50%
0,8 – 1,0
30 – 40%
0,8 – 1,2
0%
-
0%
-
0%
-
20%
0,2
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perkantoran Perdagangan Jasa Mix Use
Permukiman
Ruang Terbuka
: 2.7 : B.6 (KAWASAN PERMUKIMAN TERBATAS BAITURRAHMAN BARAT) : PEUNAYONG : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA
K PJ MU
P
RT
Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta Pertokoan - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang. Sempadan sungai (Konservasi)
PROPORSI 5%
LOKASI Di sekitar Jl. Iskandar Muda dan di selatan Jl. Teuku Umar
10%
Di sepanjang Jalan Teuku Umar
5%
Di sepanjang Jl. Sultan Alaidin Johansyah dibatasi Krueng Daroy di sisi Selatan
60 %
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
Di kawasan segitiga antara Sungai Krueng Doy, Krueng Daroy, dan Jl. Iskandar Muda. Dan kawasan Sukaramai yang dibatasi oleh Krueng Doy di sisi Barat, dan Jl. Teuku Umar di sisi Timur. Permukiman juga terdapat di kawasan pertemuan Jl. Teuku Umar dan Jl. Sultan Alaidin Johansyah.
30 – 50%
1 – 2,4
60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
40 – 50%
0,8 – 1,0
5%
Di sepanjang DAS Krueng Doy dan Krueng Daroy berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m.
0%
-
Taman Kota dan
5%
Di kawasan Sukaramai pada Jl. Iskandar Muda
10%
0,2
wisata budaya
10%
Di kawasan Sukaramai pada Jl. Teuku Umar bagian Utara.
10%
0,2
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perkantoran
Perdagangan Jasa
Pelayanan Kota
: 2.8 : B.7 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN BAITURRAHMAN) : PEUNAYONG : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA
K
PJ
PK
Perkantoran: - Pelayanan Umum dan Pusat Pemerintahan - Perkantoran Swasta - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial
- Fasilitas Sosial (Pusat Keagamaan dan Kebudayaan) - Terminal Kota
Mix Use
Ruang Terbuka
MU
RT
- Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos Sempadan sungai (Konservasi) Taman Kota
PROPORSI
20%
40%
Pada kawasan yang dibatasi Jl.TGK Abu Lamu di sisi Barat, Jl. Kandang di sisi Timur dan pertemuan antara Jl. Iskandar Muda dan Teuku Umar pada sisi Selatan. Serta pada kawasan yang dibatasi Jl. Cemara, Jl. TGK Syiah Muda Wali, Jl. Imam Bonjol dan Jl. Prof. Madjid Ibrahim II. Dan juga terdapat di sepanjang Jl. Cut Mutia yang merupakan kantor polda NAD. Tersebar pada kawasan pusat kota Lama mengelilingi Masjid Baiturrahman. Kawasan ini dibatasi Jl. Prof. A.Madjid Ibrahim I di sisi Barat, Jl. Diponegoro di sisi Utara, Jl. Sultan Alaidin di sisi Timur dan Jl. Mohammad Jam di sisi Selatan. Selain itu juga terdapat pada kawasan Utara Jl. Diponegoro, dengan batas Utara Jl. WR.Supratman, Batas Barat Jl. Cut Mutia dan Batas Timur Jl. Tentara Pelajar. Masjid Raya Baiturrahman, terletak di Jl. Mohammad Jam
10% 5% 5% 5% 10%
Wisata Budaya
LOKASI
5%
Pada perempatan Jl. WR.Supratman dan Jl. Cut Mutia. Di sepanjang Jl. Sultan Alaidin yang dibatasi sampai dengan pertemuan Jl. Mohammad Jam dan Jl. Tengku Cik Ditiro. Jalur hijau di sepanjang DAS Krueng Aceh dengan lebar 10 – 50 m Di kawasan antara Jl. Tgk Abu Lamu dan Jl. Tgk Abdullah Luong Rimba, dan di antara Jl. Prof A Madjid Ibrahim dan Jl. Iskandar Muda, serta di sisi utara Masjid Raya Baiturrahman di sepanjang Jl. Tgk Cik Pantekulu Di sepanjang Jalan Sultan Alaidin yang berhadapan dengan Kantor Walikota dan dibatasi Krueng Aceh di sisi Selatan.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
30 – 50%
1 – 2,4
60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
10%
0,2
30 – 60%
0,3 – 2,4
0%
-
0%
-
10%
0,2
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perkantoran
Perdagangan Jasa
Mix Use
: 2.9 : B.8 (KAWASAN PERDAGANGAN JASA PEUNAYONG) : LAMPULO : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA
K
PJ
MU
Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta
- Perdagangan Ritel/Eceran - Jasa Komersial
-
Perdagangan-jasa Pelayanan Umum Perkantoran Swasta Fasum dan Fasos
PROPORSI
LOKASI
5%
Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di Jl. Tengku Cik Ditiro sisi Selatan
5%
25%
yang dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan sampai dengan Jl. Belibis. Di sepanjang Jl. Suleman Daud yang dibatasi Jl. Sentosa di sisi Barat dan Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur. Pada Bagian Utara Krueng Aceh: di Jl. Mohammad Daud Beureueh sisi Selatan yang dibatasi dari Jl. Perkasa Alam di sisi Timur sampai pertemuan dengan Jl. Panglima Polim di sisi Barat. Juga di Jl. Sri sepanjang Ratu Safiatuddin yang berbatasan dengan Krueng Aceh di sisi Selatan. Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di sepanjang Jl. Tengku Cik Ditiro sisi Selatan yang dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur dan Krueng Daroy di sisi Barat. Pada bagian Utara Krueng Aceh: berada di kawasan Peunayong yang dibatasi Krueng Aceh di sisi Barat dan sepanjang Jl. Panglima Polim di sisi Timur, dan Jl. TGK.Muhammad Dausyah di sisi Utara. Dan di wilayah yang dibatasi Jl. H. Dirmutala di sisi selatan dan Jl. Mayjen T. Hamzah Bendahara di sisi Utara. Pada bagian Selatan Krueng Aceh: di sepanjang Jl. Tengku Cik Ditiro sisi Utara, yang dibatasi Krueng Daroy di sebelah Barat, dan Krueng Lueng Paga pada sisi Timur. Dan di sepanjang Jl. Taman Makam Pahlawan, yang berada di sisi Utara dan Selatan taman Makam Pahlawan. Pada bagian Utara Krueng Aceh: di Jl. Mohammad Daud Beureueh sisi Utara yang dibatasi Jl. Panglima Polim di sisi Barat dan Jl. Syiah Kuala di sisi Timur. Di sepanjang Jl. Syiah Kuala dari Jl. Mohammad Daud Beureueh di sisi Selatan dan Jl. Pocut Baren di sisi Utara. Sepanjang Jl. Pocut Baren dan sepanjang Jl.Darma sampai pertemuan dengan Jl. Pocut Baren.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
30 – 50%
1 – 2,4
60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
: 2.9 : B.8 (KAWASAN PERDAGANGAN JASA PEUNAYONG) : LAMPULO : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI
- Kawasan campuran komersial
Permukiman
Pelayanan Kota Ruang Terbuka
P
PROPORSI
Pada sisi Selatan Krueng Aceh: dibatasi Jl. Elang pada sisi selatan dan zona perdagangan dan jasa di Jl. Tengku Cik Ditiro pada sisi Utara. Pada sisi timur dibatasi Jl. Taman Makam Pahlawan. Di sisi Barat dibatasi Krueng Daroy sampai pertemuan Jl. Jl. Nyak Adam Kamil V. Pada sisi Utara Krueng Aceh; kawasan ini berada pada kawasan yang dibatasi Jl. Syiah Kuala, Pocut Baren, Jl. Mohammad Daud Beureueh dan Zona perdagangan dan Jasa di Jl. Panglima Polim.
hunian
Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang
LOKASI
40%
PK
Fasilitas pendidikan
5%
RT
Sempadan sungai (Konservasi)
20%
Pada sisi Selatan Krueng Aceh: berada di wilayah Ateuk Pahlawan yang dibatasi Krueng Lueng Paga di sisi Barat dan Jl. Taman Makam Pahlawan di sisi Timur, di sisi Utara dibatasi zona perkantoran di Jl. Tengku Cik Ditiro, dan di sisi Selatan dibatasi Jl. Elang. Pada sisi Utara Krueng Aceh: di sepanjang Krueng Aceh sebelah Utara yang dibatasi Jl. TH.GLP.Payong Tengku Hasan Dek di sisi Timur dan Zona pendidikan pada sisi Barat. Dibatasi Krueng Aceh di sisi Selatan dan Jl. Mayjen T Hamzah Bendahara. Hutan Kota di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50 m dan di sepanjang ruas Jl. Lingkar Utara sebagai buffer untuk kawasan permukiman yang berada di sekitarnya.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
30 – 60%
0,3 – 2,4
40 – 50%
0,8 – 1,0
30 – 40%
0,8 – 1,2
0%
-
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Pelayanan Kota Perdagangan Jasa Mix Use
Permukiman
Perkantoran Ruang Terbuka
:2.10 : B.9 (KAWASAN PENGEMBANGAN NEUSU) : NEUSU : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA
PK PJ MU
P
K RT
- Fasilitas Umum - Fasilitas Sosial Pertokoan - Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum dan Perkantoran Swasta - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Perkantoran: - Pelayanan umum - Perkantoran swasta Sempadan sungai (Konservasi)
PROPORSI
LOKASI
5%
Dikembangkan di sekitar kawasan permukiman.
5%
Berada di sepanjang Jl. Hasan Saleh yang dibatasi Jl. Nyak Adam Kamil II, sampai Jl. Sultan Alaidin Johan Syah dan sepanjang Jl. Sultan Alaidin Johan Syah. Di sekitar pertemuan antara Jl. Nyak Adam Kamil II dan Jl. Taman Makam Pahlawan dan di sisi Barat Jl. Sultan Malikul Saleh. Serta di sepanjang Jl. TGK Dilhong II.
10%
70 %
5% 5%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 30 – 40%
0,8 – 1,2
60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
30 – 50%
1 – 2,4
0%
-
Dibatasi Jl. Sultan Alaidin Johan Syah dan Krueng Daroy di sisi Barat dan sisi Utara. Dan dibatasi Krueng Lueng Paga pada sisi timur serta Jl. TGK Dilhong II pada sisi Selatan.
Di sepanjang Jl. Nyak Adam Kamil II sampai dengan pertemuan dengan Jl. Hasan Saleh pada sebelah Barat dan berbatasan dengan zona mix-use pada sebelah Timur. Di sepanjang DAS Krueng Daroy, Krueng Lueng Paga dan Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perkantoran
K
Perdagangan dan jasa
PJ
Mix Use
MU
Permukiman
Ruang Terbuka
: 2.11 : B.10 (KAWASAN PERMUKIMAN SYIAH KUALA) : ULEE KARENG : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH UTARA
P
RT
Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial - Perkantoran - Sarana Pelayanan Kota : Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, Institusi dan Transportasi - Industri - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Sempadan sungai (Konservasi)
PROPORSI
LOKASI
5%
Di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief dan di sisi Barat Jl. Tgk Nyak Makam: - Pelayanan umum dan Pemerintahan - Perkantoran swasta Di sepanjang Jl. Laksamana Malayahati dan di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief
10% 10%
65%
10%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 35 – 40%
0,8 – 1,4
30 – 50%
1,0 – 2,4
30 – 60%
0,3 – 1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
0%
-
Di sepanjang Jl. Tgk Chik Dipineung dan di bagian Timur Jl. Prada Utama yang berbatasan dengan Jl. Laksamana Malayahati.
Di kawasan yang dibatasi oleh Jl. Laksamana Malayahati, Jl. Tgk Nyak Makam, Jl. Tgk Nyak Arief, dan Jl. Tgk Chik Dipineung
Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m
3. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Selatan TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Pelayanan Kota Perdagangan Jasa Mix Use
Permukiman
Ruang Terbuka
: 3.1 : C.1 (KAWASAN PERMUKIMAN BANDA RAYA) : NEUSU : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH SELATAN PROPORSI
LOKASI
PK
Fasilitas Pendidikan
5%
Diarahkan dikembangkan di sekitar kawasan permukiman.
PJ
Pertokoan
5%
Di sekitar perempatan Jl. Sultan Malikul Saleh, Jl. Residen Danubroto, Jl. Hasan Saleh dan Jl. Sultan Aladin Johan Syah, serta di sisi Selatan Jl. Cut Nyak Dhien. Di sepanjang Jl. Soekarno Hatta, Jl. Sultan Malikul Saleh, dan Jl. Sultan Aladin Johan Syah
MU
P
RT
Perdagangan-jasa Pelayanan Umum Perkantoran Swasta Fasum dan Fasos Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Sempadan sungai (Konservasi)
-
10%
70 %
10%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 30 – 40%
0,8 – 1,2
60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
0%
-
Di sisi Utara Jl Wedana hingga sungai Krueng Daroy dan Krueng Doy.
Di sepanjang DAS Krueng Daroy dan Krueng Doy berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m.
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perdagangan Jasa Mix Use
Permukiman
Perkantoran Ruang Terbuka
:3.2 : C.2 (KAWASAN PERMUKIMAN LUENG BATA) : LUENG BATA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH SELATAN
PJ
Pertokoan
MU
-
P
K RT
Perdagangan-jasa Pelayanan Umum Perkantoran Swasta Fasum dan Fasos
- Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Perkantoran: - Pelayanan umum - Perkantoran swasta Sempadan sungai (Konservasi)
PROPORSI
LOKASI
10%
Di sepanjang Jl. Tgk Mum Lueng Bata
20%
Di sisi Utara Jl. Amd Manunggal XLI, sepanjang jalur Poros Utara – Selatan, Jl. Angsa, dan Jl. Ke Kampus Muhamadiyah
50 %
5% 15%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
30 – 50%
1 – 2,4
0%
-
Dikembangkan di sepanjang Jalur Poros Utara – Selatan.
Di sepanjang Jl. Lueng Bata – Lhamdom Di sepanjang DAS Krueng Lueng Paga berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata.
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Mix Use
:3.3 : C.3 (KAWASAN PUSAT PENGEMBANGAN KOTA BARU) : LAMDOM : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH SELATAN LOKASI
20%
Pada Jl. Poros Utara – Selatan, yaitu di sepanjang Koridor yang menghubungkan antara Lamdhom dan Lampeuneurut, sepanjang Jl. AMD Manunggal Ali, dan Jl. Ke Kampus Muhamadiyah.
Pertanian
T
Perdagangan-jasa Pelayanan Umum Perkantoran Swasta Fasum dan Fasos Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Pertanian
Ruang Terbuka
RT
Sempadan sungai (Konservasi)
5%
Stadion Olahraga
15%
Permukiman
MU
PROPORSI
P
-
20 %
40%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
0%
-
0%
-
10%
0,2
Dibatasi oleh sebelah barat dibatasi sungai Krueng Lueng Paga, sebelah Utara dibatasi Jl. AMD Manunggal Ali dan di sisi Selatan dibatasi oleh batas administratif Kota Banda Aceh.
Kawasan pertanian di kembangakan di daerah Selatan, yaitu di luar Administratif Kota Banda Aceh. Di sepanjang DAS Krueng Lueng Paga berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata. Di kawasan antara Jl. Tgk Dilhong II dan sungai Krueng Lueng Paga
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perkantoran Perdagangan Jasa Mix Use
Permukiman
Pelayanan Kota Ruang Terbuka
: 3.4 : C.4 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN BANDA ACEH BARAT) : KEUTAPANG : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH SELATAN
K PJ MU
Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta Pertokoan
PK
Perdagangan-jasa Pelayanan Umum Perkantoran Swasta Fasum dan Fasos Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sangat besar dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Fasilitas Peribadatan
RT
Sempadan sungai (Konservasi)
P
-
PROPORSI 5%
LOKASI Di sisi Selatan Jl. Cut Nyak Dien
15%
Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar
20%
Di sepanjang sisi Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. Soekarno – Hatta.
40 %
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 30 – 50%
1 – 2,4
60%
1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
40 – 50%
0,8 – 1,0
40%
0,8
0%
-
Di kawasan antara Jl. Tgk Abd Rahman Meunasah Meucab dengan Sungai Krueng Nieng.
5%
Di sepanjang sisi Jl. Teuku Umar
15%
Di sepanjang DAS Krueng Daroy berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m.
4. Wilayah Pengembangan Banda Aceh Timur TABEL : 4.1 UNIT ZONING REGULATION : P.3 (PESISIR BANDA ACEH TIMUR) SUB WILAYAH PENGEMBANGAN : JEULINGKE ZONA : A / PESISIR (COASTAL ZONE) WILAYAH PENGEMBANGAN : BANDA ACEH TIMUR KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI - Ruang Hijau - Perikanan Tangkap
RH dan IT
PROPORSI
LOKASI
100%
Kawasan sepanjang pantai dari Pelabuhan Ulee Lheue sampai dengan banjir kanal di Alue Naga, dengan lebar minimum 150 m dari garis pantai. Khusus, untuk garis pantai Ulee Lheue sepanjang 120 m, harus tersedia populasi mangrove minimal 72 m. Di seluruh wilayah perairan Kota Banda Aceh di sepanjang garis pantai Kota Banda Aceh sejauh 4 mil dari garis pantai.
Hutan Mangrove (Hutan Lindung)
Perikanan Tangkap/ Perikanan Samudera
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB -
-
-
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Permukiman Terbatas
Perikanan Budidaya Ruang Terbuka
: 4.2 : D.1 (KAWASAN KONSERVASI ALUE NAGA) : JEULINGKE : B / ECO-ZONE : BANDA ACEH TIMUR
PT
IB RT
PROPORSI
LOKASI
Perumahan khusus Nelayan dengan tingkat kepadatan rendah, kategori rumah sederhana dan sangat sederhana Kawasan Perikanan Tambak
10%
30%
Di sisi Utara Jalan Lingkar Utara.
- Hutan Mangrove (Konservasi) - Sempadan Sungai (greenbelt) - ponds
50% 10%
Di sepanjang pesisir pantai Utara Kota Banda Aceh Di sekitar muara Krueng Aceh dan Banjir Kanal, berupa kolam pancing dan taman untuk daerah resapan
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
Di sekitar Alue Naga dan sisi Timur Banjir Kanal. 30 – 40%
0,6-0,8
0%
-
0%
-
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Mix Use
: 4.3 : D.2 (SUB PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN JEULINGKE) : JEULINGKE : C / TRADITIONAL CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH TIMUR
MU
Permukiman Terbatas Permukiman
PT
Perikanan Budidaya Ruang Terbuka
IB
P
RT
PROPORSI
- Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum dan Kantor Pemerintahan - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos Perumahan dengan tingkat kepadatan rendah Perumahan dengan tingkat kepadatan sedang Kawasan Perikanan Tambak
10%
- Sempadan sungai (Konservasi) - Sabuk hijau (greenbelt) - Taman Kota
10%
LOKASI Di sisi Utara sepanjang Jl. Tengku Nyak Arief .
20%
Di kelurahan Jeulingke, tepatnya di sisi Utara Jl. Tengku Nyak Arief .
30%
Berbatasan dengan zona mix-use di sepanjang sisi Utara Jl. Tengku Nyak Arief. Di sekitar Jl. Lingkar Utara.yang merupakan daerah genangan sekaligus DAS Krueng titi Panyang. Di sisi Utara kawasan permukiman sebagai buffer yang membatasi dengan kawasan perikanan tambak serta di sepanjang DAS Krueng Titi Panyang berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m.
30%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
30 – 60%
0,3 – 2,4
30 – 40%
0,6-0,8
20 – 60%
0,7 – 1,2
0%
-
0%
-
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perkantoran
K
Perdagangan dan jasa
PJ
Mix Use
MU
Permukiman
Ruang Terbuka Pelayanan Kota
: 4.4 : D.3 (KAWASAN PERMUKIMAN SYIAH KUALA) : ULEE KARENG : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH TIMUR
RT
Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial - Perdagangan Ritel/Eceran - Perdagangan Besar - Jasa Komersial - Perkantoran - Sarana Pelayanan Kota : Fasilitas Umum, Fasilitas Sosial, Institusi dan Transportasi - Industri - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Sempadan sungai (Konservasi)
PK
Fasilitas Pendidikan
P
PROPORSI
LOKASI
5%
Di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief dan di sisi Barat Jl. Tgk Nyak Makam: - Pelayanan umum dan Pemerintahan - Perkantoran swasta Di sepanjang Jl. Laksamana Malayahati dan di sisi Selatan Jl. Tgk Nyak Arief
10% 10%
65%
10% 5%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 35 – 40%
0,8 – 1,4
30 – 50%
1,0 – 2,4
30 – 60%
0,3 – 1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
0%
-
30 – 40%
0,8 – 1,2
Di sepanjang Jl. Tgk Chik Dipineung dan di bagian Timur Jl. Prada Utama yang berbatasan dengan Jl. Laksamana Malayahati.
Di kawasan yang dibatasi oleh Jl. Laksamana Malayahati, Jl. Tgk Nyak Makam, Jl. Tgk Nyak Arief, dan Jl. Tgk Chik Dipineung
Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m Berada di pertemuan Jl. Tgk. Chik Dipineung dan Jl.TGK Nyak Makam.
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Mix Use
Permukiman
Perkantoran Pelayanan Kota
: 4.5 : D.4 (KAWASAN PERMUKIMAN ULEE KARENG UTARA) : ULEE KARENG : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH TIMUR
MU
P
K PK
- Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos - Industri Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Perkantoran: - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta Fasilitas Pendidikan
PROPORSI
LOKASI
20%
Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl. Peutamerehom dan sepanjang Jl. P.Nyak Makam pada sisi timur, serta sepanjang Jl. TGK.Chik Dipineung sampai dengan pertemuan dengan Jl. Ulee Kareng Prada.
70%
5% 5%
Tersebar di Kecamatan Ulee Kareng pada Kelurahan Pango Raya, Pango Deah, Ilie, dan Lamteh. Dibatasi oleh Jl. P Nyak Makam di sebelah Barat hingga Jl. Ulee Kareng Prada, serta Jl. Tgk Chik Dipineung di sebelah Utara dan Jl. Tengku Yusuf pada sebelah Selatan.
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
35 – 40%
0,8 – 1,4
30 – 40%
0,8 – 1,2
Di sepanjang sisi Timur Jl. P.Nyak Makam. Berada di pertemuan Jl. Tgk. Chik Dipineung dan Jl.TGK Nyak Makam.
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Mix Use
Permukiman
MU
P
Perdagangan Jasa
PJ
Pelayanan Kota
PK
Ruang Terbuka
: 4.6 : D.5 (KAWASAN PERMUKIMAN ULEE KARENG SELATAN) : ULEE KARENG : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH TIMUR
RT
Perdagangan-jasa - Pelayanan Umum - Perkantoran Swasta - Fasum dan Fasos - Industri Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Perdagangan Ritel dan Grosir Jasa Pelayanan Hotel dan Restoran Fasilitas Pendidikan Sempadan sungai (Konservasi)
Zona Wisata
PROPORSI
LOKASI
10%
Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl. Tengku Yusuf. Dan rencana jalan lingkar dalam terusan dari Jl. P. Nyak Makan ke arah selatan hingga berpotongan dengan Krueng Aceh.
70%
5% 3% 10%
2%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
Berada di Ujung Jl. Tengku Iskandar pada pertemuan dengan Jl. TH GLP Payong Tengku Hasan dek.
35 – 40%
0,8 – 1,4
Berbatasan dengan Krueng Aceh pada sisi Selatan pada Jl. Padat Karya Pango.
30 – 40%
0,8 – 1,2
0%
-
10%
0,2
Berada di kawasan yang berbatasan dengan Krueng Aceh di sisi Barat, sampai batas administrasi Banda Aceh di sisi Timur.
Di sepanjang DAS Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m di sisi Timur Jl. Tgk Mum Lueng Bata. Serta daerah resapan air pada Meander (belokan Krueng Aceh) yang juga dapat dimanfaatkan sebagai hutan kota. Berada pada wilayah Ilie, Ulee kareng
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Perdagangan Jasa
PJ
Mix Use
MU
Permukiman
: 4.7 : D.6 (PUSAT WILAYAH PENGEMBANGAN ULEE KARENG) : ULEE KARENG : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH TIMUR
P
Perdagangan Ritel dan Grosir Jasa Pelayanan Hotel dan Restoran Perdagangan-jasa Pelayanan Umum Perkantoran Swasta Fasum dan Fasos Industri Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun
-
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB
PROPORSI
LOKASI
40%
Di sepanjang simpang tujuh yaitu di Jl. Tengku Iskandar, Jl. Ulee Kareng Prada, Jl. Lamgapang, Jl. Lamreung, dan Jalan Mesjid Toha.
30 – 60%
0,3 – 1,8
Di sepanjang Jl. Tengku Iskandar sampai dengan pertemuan dengan Jl. Tengku Nyak Makam. Dan sebagian Jl. Tengku Nyak Makam di sisi Selatan.
30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
5%
55%
Tersebar di Kecamatan Ulee Kareng pada Kelurahan Ie Masen Ulee Kareng, Kelurahan Ceurih, dan sebagaian dari kelurahan Lam Geulumpang yang dibatasi Jl.Tengku Musa sampai dengan pertemuan dengan Jl. Tengku Yusuf pada sebelah Barat dan dibatasi dengan Krueng Cut di Sebelat Utara, Timur dan Selatan.
TABEL UNIT ZONING REGULATION SUB WILAYAH PENGEMBANGAN ZONA WILAYAH PENGEMBANGAN
KEGIATAN YANG DIPERBOLEHKAN
FUNGSI Pelayanan Kota Perdagangan dan jasa
PK PJ
Mix Use
MU
Permukiman
Ruang Terbuka
: 4.8 : D.7 (KAWASAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA) : KOPELMA : D / NEW URBAN CITY CENTER ZONE : BANDA ACEH TIMUR
P
RT
Fasilitas Pendidikan Tinggi Perdagangan Ritel/Eceran Perdagangan Besar Jasa Komersial Perdagangan Ritel/Eceran Perdagangan Besar Jasa Komersial Perkantoran Sarana Pelayanan Kota : Fasilitas Umum dan Fasilitas sosial, Institusi dan Transportasi - Industri - Perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi, kategori rumah sangat sederhana sampai dengan rumah sedang dengan fasilitas penunjang. - Rumah susun Sempadan sungai (Konservasi) -
PROPORSI
LOKASI
40% 5%
Kampus Universitas Syiah Kuala. Di sepanjang Jl. Utama sampai dengan pertemuan dengan Jl. Kuto Inong Bale, dan sepanjang Jl. Kuto Inong Bale.
5%
40%
10%
INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KDB KLB 30 – 40% 0,8 – 1,2 30 – 60%
0,3 – 1,8
30 – 60%
0,3 – 2,4
20 – 60%
0,7 – 1,2
0%
-
Di sepanjang Jalan yang membatasi wilayah Kampus Universitas Syiah Kuala di bagian Utara.
Di bagian Utara dan Barat Kampus Universitas Syiah Kuala.
Di sepanjang DAS Banjir Kanal Krueng Aceh berupa jalur hijau dengan lebar 10 – 50m
LAMPIRAN 2 MATRIKS PERATURAN PENGGUNAAN UNTUK KAWASAN PERMUKIMAN PT P PK RT PJ MU K
: : : : : : :
IT IB T PL AG TH
PERUMAHAN TERBATAS PERUMAHAN PELAYANAN KOTA RUANG TERBUKA PERDAGANGAN DAN JASA
MIX USE
: : : : : :
PERKANTORAN
PERIKANAN TANGKAP PERIKANAN BUDIDAYA PERTANIAN PELABUHAN (KAWASAN KHUSUS) AGROPOLITAN (KAWASAN KHUSUS) TSUNAMI HERITAGE (KAWASAN KHUSUS)
KETERANGAN : I : Penggunaan atau kategori penggunaan diijinkan sesuai dengan haknya, yang berarti bahwa tidak akan ada pembatasan atau peninjauan atau tindakan lain dari Pemerintah Kota sebagai persyaratan memperolah ijin penggunaan selain memproses IMB. B : Penggunaan memerlukan Ijin Penggunaan Bersyarat. Ijin Penggunaan bersyarat diperlukan untuk penggunaan yang memiliki potensi dampak penting terhadap lingkungan sekitarnya atau yang lebih luas. Oleh karena itu permohonan perlu dilengkapi AMDAL, RKL, RPL.. : Penggunaan atau kategori penggunaan tidak diijinkan
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN
I
PERUMAHAN
1
Akomodasi Hunian Bersama (rumah petak) Rumah Susun Rumah Tunggal
2 3
INDIKATOR PERSYARATAN
PT
P
PK
RT
PJ
MU
K
IT
IB
T
SO
PL
AG
-
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
I I
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ B
- Kesesuaian dengan kebutuhan - Rasio MCK terhadap jumlah penghuni - Rumah tunggal untuk Wilayah PT (Permukiman Terbatas) adalah tipe
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN PT
P
PK
RT
PJ
MU
K
IT
INDIKATOR PERSYARATAN IB
T
SO
PL
AG
4 5
Rumah Dinas, Wisma Tamu Asrama Mahasiswa dan Pelajar
-
I B
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
_ _
-
rumah sedang, sederhana dan sangat sederhana Rumah tunggal untuk Wilayah AG (Agropolitan) adalah tipe rumah perdesaan Rasio KM/WC terhadap jumlah penghuni. Rasio tempat parkir terhadap jumlah penghuni. Proporsi terhadap total luas lantai penggunaan utama (maks. 20%, dan tidak lebih dari 120 m2). Proporsi MCK terhadap jumlah penghuni Rasio tempat parkir terhadap jumlah penghuni. Ketertiban dan keamanan lingkungan Proporsi terhadap total luas lantai penggunaan rumah tinggal (maks. 20% dari total luas lantai). Ketertiban dan keamanan lingkungan
6
Tempat kos, sebagai penggunaan pelengkap
-
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
-
7
Rumah kos yang berdiri sendiri
-
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
-
8
Rumah Usaha, sebagai B penggunaan pelengkap (praktek dokter individu, bidan, pengobatan alternatif, warung, persewaan, dll.) PERDAGANGAN RITEL/ECERAN Departemen Store _ Toko
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
-
Bahan Bangunan dan Alat Pertukangan Alat Rumah Tangga/Furniture Hewan Peliharaan dan Perlengkapannya Pakaian dan Kelengkapannya (butik)
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
- Tersedia tempat parkir dan bongkar muat barang. - Tersedia fasilitas parkir dan bongkar muat barang. - Ketersediaan fasilitas penunjang. - Jaminan keamanan. - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai bangunan usaha
II 1 2
-
-
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN Peracangan
PT _
P B
INDIKATOR PERSYARATAN
PK _
RT _
PJ B
MU B
K _
IT _
IB _
T _
SO _
PL _
AG _
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
3
Pusat Perbelanjaan/Shopping Center/Mall
_
4
Kios, Warung
B
B
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
5
Pasar
_
_
_
_
B
B
_
_
B
_
_
_
B
6
Restoran
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
8
PKL
B
B
B
_
B
B
B
_
_
_
_
_
B
9
Galeri
_
B
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
10
Ruang Pamer dan Tempat Penjualan Kendaraan Bermotor Tertutup (dealer, showroom) Ruang Pamer dan Tempat
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
11
- Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha. - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat muat barang. - Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha. - Sesuai arahan Rencana Tata Ruang - Ketersediaan sarana pengelolaan limbah. - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat muat barang. - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai bangunan usaha. - Ketersediaan sarana pengelolaan limbah. - Batasan lokasi berjualan (di dalam daerah sempadan bangunan) - Batasan jenis dagangan dan waktu berjualan - Disesuaikan dengan kebutuhan setempat - Ketersediaan fasilitas pendukung. - Ketersediaan tempat parkir dan bongkar muat barang. - Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha. - Boleh dilengkapi bengkel perawatan (bukan bengkel perbaikan). - Tersedia tempat parkir dan bongkar muat barang.
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN
12 13 14 15 III
PT Penjualan Kendaraan Bermotor Terbuka Ruang Pamer dan Tempat _ Penjualan Alat-alat Berat Tempat Penjualan Peralatan _ dan Pasokan Pertanian Tempat Penjualan Suku _ Cadang Tempat Penjualan Barang _ Bekas (besi, bekas bangunan) PERDAGANGAN BESAR/GROSIR
INDIKATOR PERSYARATAN
P
PK
RT
PJ
MU
K
IT
IB
T
SO
PL
AG
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
B
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
1
Pasar Grosir, Pasar Induk
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
B
2
Pertokoan Grosir
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
Tempat Pelelangan Ikan
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
3 IV
- Disesuaikan kebutuhan setempat. - Tersedia tempat parkir dan bongkar muat barang.
- Sesuai arahan Rencana Tata Ruang - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat muat barang.
JASA KOMERSIAL
1
Trade Centre
_
_
_
_
B
B
2
Lembaga Keuangan (bank, asuransi, leasing, bursa saham, sekuritas, money changer) Jasa Pelayanan Penginapan (hotel, losmen, penginapan, cottage, homestay)
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
4
Jasa Hiburan dan Pertunjukkan (bioskop, drive-in, sandiwara)
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
5
Jasa Reparasi dan Perawatan (arloji, elektronika, sepeda)
_
B
_
_
I
I
_
_
_
_
_
_
_
3
- Tersedia tempat parkir dan bongkarmuat barang.
B
- Sesuai arahan Rencana Tata Ruang - Ketersediaan tempat parkir dan bongkat muat barang. - Batasan minimal luas lahan. - Tersedia lahan parkir (proporsi terhadap total luas lantai bangunan). - Jaminan Keamanan. - Batasan minimal luas lahan. - Tersedia lahan parkir (proporsi terhadap total luas lantai bangunan). - Privacy terjamin. - Batasan minimal luas lahan. - Tersedia tempat parkir - Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat. - Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN PT
P
PK
RT
PJ
MU
K
IT
INDIKATOR PERSYARATAN IB
T
SO
PL
AG persyaratan rumah usaha.
6
Jasa Pengiriman/Ekspedisi
_
7
Jasa Usaha Makanan dan Minuman (catering)
_
8
Jasa Pemakaman dan Penitipan Jenazah
9 10
11 12
13
_
_
I
I
_
_
_
_
_
_
_
-
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
Studio Radio dan Televisi
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
Jasa Personal (salon kecantikan, pangkas rambut, laundry, rias pengantin, penjahit, studio foto, wartel, warnet, rental komputer, persewaan video, persewaan majalah) Jasa Pelayanan Bisnis (foto kopi, pengurusan surat-surat dan dokumen, biro perjalanan) Perkantoran Bisnis dan Profesional (notaris, pengacara, akuntan, konsultan, kontraktor, kantor lembaga profesi) Taman Hiburan dan Teater Terbuka
_
B
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
- Proporsi terhadap total luas penggunaan utama. - Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha. - Pengendalian pencemaran lingkungan (limbah padat dan cair) - Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat. - Jaminan Keamanan - Batasan minimal luas lahan. - Tersedia tempat parki - Persetujuan komunitas setempat. - Proporsi terhadap luas penggunaan utama. - Rasio tempat parkir terhadap luas penggunaan tempat usaha - Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha.
_
B
_
_
B
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
I
I
I
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
B
-
- Batasan minimal luas lahan. - Tersedia tempat parkir - Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat.
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN
INDIKATOR PERSYARATAN
14
Penitipan Hewan Peliharaan
PT _
P _
PK _
RT _
PJ B
MU B
K _
IT _
IB _
T _
SO _
PL _
AG _
15
Fasilitas Penitipan Anak
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
16
Pameran di Ruang Terbuka (produk unggulan, bunga) Studio Ketrampilan (non fasilitas pendidikan) Panti Pijat
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
Klub Malam, Bar, Karaoke, Cafe Fasilitas Rekreasi Privat dan Kebugaran (club house, fitness centre) Fasilitas Daur Ulang
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
17 18 19 20 21
Pengumpul kecil/besar
_
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
22
Pengolahan hasil daur ulang Pengkomposan dari bahan-bahan hijau dan organik Tempat pengumpulan puing-puing bangunan Pengolahan buangan komersial dan pabrik Klinik dan Rumah Sakit hewan
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
23
Tempat Persewaan Kendaraan
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
- Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat. - Jaminan keamanan. - Proporsi terhadap luas penggunaan utama - Daya tampung (kapasitas) - Kelengkapan fasilitas - Bersifat temporer - Luas lahan memenuhi - Luas lahan memenuhi - Tersedia tempat parkir - Persetujuan komunitas setempat. - Tersedia tempat parkir. - Persetujuan komunitas setempat. - Tersedia tempat parkir. - Tersedia fasilitas pendukung. - Tersedia tempat parkir. - Persetujuan komunitas setempat. - Tersedia tempat parkir. - Pengendalian pencemaran lingkungan (limbah padat)
-
Batasan minimum luas lahan. Keamanan warga sekitar Pencemaran lingkungan Batasan minimum luas lahan.
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN PT
P
PK
RT
PJ
MU
K
IT
INDIKATOR PERSYARATAN IB
T
SO
PL
AG - Tersedia tempat parkir
24
Bengkel Mobil
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
25
Bengkel Sepeda Motor
_
B
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
26
SPBU
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
V
PERKANTORAN
1
Perkantoran Pemerintah (eksekutif,legislatif, yudikatif)
_
B
B
_
_
I
I
_
_
_
_
_
_
2
Perkantoran Organisasi SosialPolitik-Kemasyarakatan, Kantor Yayasan, LSM
_
B
_
_
_
I
I
_
_
_
_
_
_
3
Kantor Perwakilan Negara Asing
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
VI 1
- Pengendalian pencemaran dan kebisingan - Pengendalian pencemaran dan kebisingan - Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha. - Batasan minimum luas lahan. - Persetujuan komunitas setempat - Keamanan terhadap kebakaran dan bahaya ledakan - Sirkulasi kendaraan dalam tapak tidak mengganggu lalu-lintas sekitar. - Kesesuaian jenis kantor dengan karakter zona setempat. - Batasan minimum luas lahan - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai. - Khusus untuk wilayah P (Permukiman) harus memperhatikan proporsi terhadap luas penggunaan rumah tinggal (maks. 20%) - Keamanan dan ketertiban lingkungan. - Persetujuan komunitas setempat. - Keamanan dan ketertiban lingkungan. - Persetujuan komunitas setempat. - Tersedia fasilitas yang memadai.
PENGGUNAAN SARANA PELAYANAN KOTA Sarana Pendidikan
Taman Kanak-kanak dan
_
B
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
SD sampai SMU dan MI
_
B
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Playgroup
- Batasan minimal luas kapling - Rasio tempat parkir terhadap luas lantai - Ketertiban dan keamanan lokasi
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN PT
P
PK
RT
PJ
MU
K
IT
INDIKATOR PERSYARATAN IB
T
SO
PL
AG
sampai MA
2
Sekolah Tinggi/Universitas
_
_
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Sekolah Kejuruan
_
_
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Pendidikan Kedinasan
_
_
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
_
B
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Tempat Kursus (bahasa, kecantikan, musik, tari, desain, akuntansi, komputer, mengetik, menjahit, memasak, mengemudi, montir) Sekolah Luar Biasa
_
B
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Pondok Pesantren
_
B
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
- Proporsi terhadap luas penggunaan rumah tinggal maks. 20% bila di wilayah permukiman (P) - Rasio tempat parkir terhadap luas penggunaan tempat usaha - Persetujuan tetangga sekitar. - Kelengkapan fasilitas pendukung. - Ketertiban dan keamanan lokasi - Batasan minimal luas kapling - Kelengkapan fasilitas pendukung - Persetujuan komunitas setempat
Sarana Kesehatan
Rumah Sakit
_
_
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Fasilitas Kesehatan Lingkungan (Puskesmas, BKIA, Poliklinik, Klinik)
_
B
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Tempat Praktek Medis Rawat Luar (tempat praktek bersama)
_
B
I
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
B
I
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
Apotik
- Batasan minimal luas kapling. - Ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah - Rasio tempat parkir terhadap luas penggunaan utama. - Ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah - Tidak menimbulkan konflik pemanfaatan kegiatan. - Rasio tempat parkir terhadap luas penggunaan tempat usaha. - Persetujuan tetangga sekitar. - Ketertiban dan keamanan lingkungan. - Proporsi terhadap luas lantai penggunaan utama (maks. 20% dari total luas lantai). - Rasio tempat parkir terhadap luas
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN PT
Laboratorium Diagnostik
3
Sarana Peribadatan
4
Sarana Sosial
P
PK
RT
PJ
MU
K
IT
INDIKATOR PERSYARATAN IB
T
SO
PL
AG
_
_
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
_
I
I
_
_
I
_
_
_
_
_
_
_
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Panti Wredha
_
B
Panti Asuhan
_
B
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Panti Perawatan Narkoba
_
_
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
Pondok Sosial
_
B
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
5
Balai Pertemuan Warga
_
B
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
6
Museum
_
_
I
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
7
Sarana Keamanan dan Keselamatan Kantor Polisi, Koramil
_
_
I
_
_
B
I
_
_
_
_
_
_
Pos Pemadam Kebakaran
_
_
I
_
B
B
I
_
_
_
_
_
_
Pos Keamanan Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Sarana Olah Raga dan Pertemuan Stadion dan Sarana Olah raga Tertutup Gedung Pertemuan, Convention Hall
_
B
I
_
_
B
I
_
_
_
_
_
_
_
_
I
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
8
_
B
I
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
I
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
pengunaan tempat usaha. - Ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah. - Ketersediaan fasilitas pengelolaan limbah. - Kelengkapan fasilitas pendukung - Persetujuan komunitas sekitar. - Batasan minimal luas kapling - Kelengkapan fasilitas pendukung - Persetujuan komunitas sekitar - Ketertiban dan keamanan lingkungan
- Batasan pengguna (hanya untuk komunitas setempat) - Ketersediaan lahan - Kelengkapan fasilitas pendukung - Ketersediaan tempat parkir - Ketersediaan lahan - Kelengkapan fasilitas pendukung - Ketersediaan tempat parkir
- Ketersediaan lahan - Kelengkapan fasilitas pendukung - Ketersediaan tempat parkir
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN VII 1
PT P PK RT PJ PENGGUNAAN SARANA PELAYANAN KOTA/ INSTITUSI
INDIKATOR PERSYARATAN
MU
K
IT
IB
T
SO
PL
AG
Antena Komunikasi
Fasilitas Telekomunikasi Minor Fasilitas Telekomunikasi Major Antena Satelit
_
_
B
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
2
Fasilitas Gardu induk listrik
_
_
B
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
5
Krematorium
_
_
B
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
6
Transmisi Induk, Relay, _ B B Distribusi Komunikasi (Stasiun Telepon Otomat) Instalasi Pengolahan dan _ B B Penyimpanan Air Bersih (penjernihan air, tandon air, menara air) Instalasi Pengolahan Air _ _ B Limbah/Limbah Tinja Instalasi dan Tempat _ B B Pembuangan Sampah (TPS dan depo sampah) TPS, incerinator) Tempat Pembuangan Sampah _ _ B Akhir SARANA PELAYANAN KOTA TRANSPORTASI
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
7
8 9
10 VII 1
Terminal Kargo
_
_
B
_
_
B
_
_
_
_
_
I
_
2
Terminal Penumpang, Shelter, Halte
_
B
B
_
B
B
B
_
_
_
_
I
_
- Keamanan terhadap bangunan dan lingkungan sekitar
- Keamanan terhadap bangunan dan lingkungan sekitar - Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat. - Jaminan keamanan. - Batasan minimal luas kapling - Ketersediaan fasilitas penunjang - Keamanan terhadap bangunan dan lingkungan sekitar - Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat. - Kesesuaian dengan kebutuhan setempat (perumahan : TPS dan depo sampah) - Persetujuan komunitas setempat. - Pengendalian pencemaran lingkungan sekitar
- Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat. - Batasan minimal luas kapling - Ketersediaan fasilitas penunjang
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN 3
Stasiun Kereta Api
5
Pelabuhan Laut, Terminal Peti kemas Pelabuhan Penyeberangan
6 7 VIII
INDIKATOR PERSYARATAN
PT
P
PK
RT
PJ
MU
K
IT
IB
T
SO
PL
AG
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
I
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
I
_
_
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) INDUSTRI
1
Industri kecil/rumah tangga
_
B
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
2
Industri Percetakan dan Surat Kabar Industri Perikanan (Pengolahan ikan, pengalengan, dll) Pengolahan Hasil Pertanian (Agroindustri) PERGUDANGAN
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
B
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
1
Gudang Tertutup/Terbuka
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
2
Fasilitas Pindahan dan Penitipan Barang (Moving and Storage) Gudang Terbuka Sementara di Luar Lokasi Pembangunan Proyek RUANG TERBUKA HIJAU
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
B
_
B
B
B
_
B
B
B
_
_
_
_
B
B
3 4 IX
3 X 1
2
Hijau Lindung
Industri Non Polutan Batasan minimal luas kapling Ketersediaan fasilitas penunjang Keamanan terhadap bangunan dan lingkungan sekitar - Persetujuan komunitas setempat - Pengendalian pencemaran lingkungan sekitar -
- Disesuaikan kebutuhan komunitas setempat - Batasan minimal luas kapling - Ketersediaan fasilitas penunjang - Batasan waktu (hanya diijinkan selama pembangunan proyek)
_
Hutan Kota
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
Hutan Bakau
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
_
_
I
I
I
I
_
_
_
_
_
_
_
Hijau Binaan
Taman Kota
I
I
I
I
I
Rekreasi Kota (Kebun
_
_
B
B
B
B
_ - Batasan luas lahan minimum
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN PT
3
8
MU
K
IT
IB
T
SO
PL
AG
I
I
I
B
B
B
_
_
_
_
_
_
B
Bumi Perkemahan
_
_
B
B
B
B
_
_
_
_
_
_
B
Sabuk Hijau
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
- Disesuaikan kebutuhan setempat - Persetujuan komunitas setempat
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
Jalur Hijau SUTT
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
- Batasan ruang bebas SUTT
Jalur Hijau Pengaman Jaringan Pipa Gas Hijau Prasarana Jalan dan Kereta Api (median, pulau jalan, interchange jalan tol, sempadan kereta api) Hijau Olah-raga
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
- Batasan ruang bebas jaringan pipa gas
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
- Batasan Rumija, Rumaja, Ruwasja, GSB, dan Garis Sempadan Kereta Api
B
B
B
B
B
B
_
_
_
_
_
_
_
- Kesesuaian dengan kebutuhan setempat
_
_
B
B
B
B
_
_
_
_
_
_
B
B
B
B
B
B
_
_
_
B
_
_
B
_
_
B
B
B
B
_
_
_
B
_
_
B
- Kesesuaian dengan kebutuhan setempat - Batasan lokasi - Ketersediaan tempat parkir - Ketertiban dan keamanan lokasi - Pelestarian lingkungan - Kesesuaian dengan kebutuhan setempat
Hijau Tata Air Tepi Sungai dan Saluran (sempadan sungai) 1. Tepi Waduk (sempadan waduk) 2. Tepi Laut (sempadan pantai) Hijau Utilitas
Lapangan Olah-raga Terbuka (sepak bola, basket, voli) ▪ Lapangan Golf, Driving Range Tempat Terbuka Penjualan Tanaman dan Bunga ▪
7
PJ
▪
6
RT
▪
5
PK
Binatang, Taman Ria, Taman Remaja) Pemakaman
4
P
INDIKATOR PERSYARATAN
Tempat Pemeliharaan/Istal Kuda Pacu
_ _
FUNGSI WILAYAH
KATEGORI PENGGUNAAN 9
Tempat Pembenihan Holtikultura dan Rumah Kaca
XI
PERTAMBAKAN
1
Tambak Budidaya ▪ Tambak Produksi
2
XII
▪ Tempat Pembibitan dan Fasilitas Aquaculture Tambak/Kolam Rekreasi (ekowisata) Kolam Pancing
INDIKATOR PERSYARATAN
PT B
P B
PK B
RT B
PJ B
MU B
K _
IT _
IB _
T B
SO _
PL _
AG B
_
_
_
_
_
_
_
_
I
_
_
_
_
-
_
_
_
_
_
_
_
_
I
_
_
_
_
-
_
_
B
B
B
B
_
_
B
B
_
_
B
Restoran Apung
_
_
B
B
B
B
_
_
B
B
_
_
B
Rekreasi Perahu
_
_
B
B
B
B
_
_
B
B
_
_
B
Telaga, ponds
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
2
Saluran drainase
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
-
Kesesuaian dengan kebutuhan Ketersediaan tanah Batasan sempadan telaga Kesesuaian dengan kebutuhan Batasan sempadan saluran
TATA INFORMASI (SIGN)
1
Tata Informasi Proyek
B
B
B
_
B
B
B
_
_
B
_
B
_
2
Tata Informasi Komunitas (penunjuk lokasi, penunjuk arah, papan informasi) Tata Informasi Komersial (reklame)
B
B
B
_
B
B
B
_
_
B
_
B
_
B
B
B
_
B
B
B
_
_
B
_
B
_
3
- Disesuaikan kebutuhan setempat - Pengendalian pencemaran lingkungan (limbah padat dan cair) - Pelestarian lingkungan
PERAIRAN
1
XIII
- Dalam bentuk rumah usaha khusus untuk wilayah P (Permukiman). Lihat persyaratan rumah usaha. - Ketertiban dan keamanan lingkungan
Batasan penataan signage
LAMPIRAN 3 KETENTUAN KDB DAN KLB FASILITAS KESEHATAN Peruntukkan Fasilitas Kesehatan Lingkungan (Puskesmas, BP, BKIA, Posyandu, Poliklinik, dsb.)
KDB 50%
KLB 1
Praktek Dokter bersama
40%
0,8
50%
0,5
35%
0,7
40%
0,4
35%
0,7
30% 40% 35% 30% 40% 35% 30%
0,9 0,8 1,4 1,8 0,8 1,4 1,8
Luas tanah minimum 300m2 Luas tanah minimum 300m2 Apotik/ Laboraturium Klinis
2
Luas tanah minimum 200m Rumah Sakit kelas D
2
Luas tanah minimum 5000m Rumah Sakit kelas C
Luas tanah minimum 10.000m2 Rumah Sakit kelas B
Luas tanah minimum 45.000m2 Rumah Sakit kelas A
Luas tanah minimum 70.000m2 FASILITAS PENDIDIKAN Peruntukkan Pendidikan Pra Sekolah (playgroup)
Luas tanah minimum 250m2
Pendidikan Dasar dan Menengah
Luas tanah minimum 10.000m2
KDB
KLB
35% 40% 30%
0,35 0,8 1,2
40% 40% 30%
1,6 0,8 1,2
40%
1,6
KDB
KLB
40%
0,8
40%
0,8
40%
0,8
Pendidikan Tinggi
Luas tanah minimum 50.000m2 Pendidikan Luar Sekolah (Ruko atau Rukan)
Luas tanah minimum 500m2 Pondok Pesantren
Luas tanah minimum 50.000m2 FASILITAS PERIBADATAN Peruntukkan Mesjid
Luas tanah minimum 1.000m2 Gereja
Luas tanah minimum 1.000m2 Vihara
Luas tanah minimum 1.000m2
RUANG TERBUKA Peruntukkan
KDB 0% 10% 20% 5% 5% 60% 60% 60% 50% 0% 0%
KLB 0,2 0,2 0,05 0,05 0,6 0,6 0,6 1,2 -
KDB
KLB
60%
1,2
50%
1,0
50%
1,0
Luas tanah minimum 10.000m2
50%
1,0
JASA PELAYANAN Peruntukkan Salon/tukang cukur/tukang jahit
KDB
KLB
60%
1,2
60%
1,2
60%
1,2
60%
1,2
Luas tanah minimum 1000m2
50%
1,0
HOTEL DAN RUMAH MAKAN Peruntukkan Penginapan/losmen/hotel melati
KDB
KLB
Hotel Berbintang
60% 40% 30%
1,2 1,6 2,4
50%
0,5
40%
0,8
Taman Kota Lapangan Olahraga Kolam Renang Taman Pemakaman Umum Tempat Pembuangan Akhir Sampah Tempat Pembuangan Sampah Sementara Instalasi Pengolahan Tinja dan/ Air Limbah Instalasi Pengolahan Air Bersih Tempat Pemotongan Hewan Hutan Kota Kegiatan Pertanian INDUSTRI Peruntukkan Industri Rumah
Luas tanah minimum 1.000m2 Industri Pengolahan Ikan
Luas tanah minimum 10.000m2 Galangan Kapal Kayu
Luas tanah minimum 10.000m2 Pembangkit Listrik
Luas tanah minimum 100m2
Layanan Dokumen/Warnet/Wartel
Luas tanah minimum 100m2 Bengkel Sepeda Motor
Luas tanah minimum 100m2 Bengkel Mobil
Luas tanah minimum 1000m2 Bengkel Mesin/Listrik umum
Luas tanah minimum 1.000m2 Luas tanah minimum 5.000m2 Warung Nasi/Warung Kopi
Luas tanah minimum 100m2 Rumah Makan/Restoran/Cafe
Luas tanah minimum 500m2
PERDAGANGAN Peruntukkan Warung/Toko Eceran Kecil
KDB
KLB
70%
0,7
60% 70% 60%
1,8 2,8 4,8
50%
1,0
40%
0,4
Luas tanah minimum 5.000m2
30%
0,3
PERKANTORAN Peruntukkan Perkantoran/Layanan Masyarakat dengan gedung tersendiri
KDB 40%
KLB 0,8
35%
1,4
60% 50% 40% 30%
1,8 1,0 1,6 2,4
60%
2,4
KDB
KLB
50%
1,0
50%
2,0
40%
0,8
40%
0,4
40%
0,4
40%
0,4
50%
1,0
Luas tanah minimum 100m2 Pertokoan
Luas tanah minimum 100m2 Pusat Perbelanjaan/Shopping Center/Mall
Luas tanah minimum 10.000m2
Pasar Tradisional/Pasar Hewan/Pasar Ikan
Luas tanah minimum 10.000m2 Depo Bahan Bangunan
Luas tanah minimum 2.500m2 SPBU
Luas tanah minimum 750m2
Perkantoran/Layanan Masyarakat pada ruko/rukan
Luas lantai dasar minimum 150m2
Perkantoran bukan layanan masyarakat dengan gedung sendiri
Luas tanah minimum 1.000m2
Perkantoran bukan layanan masyarakat pada ruko/rukan
Luas tanah minimum 100m2
FASILITAS KOMUNIKASI DAN ENERGI Peruntukkan Stasiun Siaran Radio
Luas tanah minimum 500m2 Stasiun Siaran TV
Luas lahan minimum 25.000m2 Stasiun Relay TV
Luas tanah minimum 1.000m2 Antena Pemancar Telepon/Seluler
Luas tanah minimum 100m2
Stasiun Telepon Otomat Radio
Luas tanah minimum 50m2 Gardu Listrik
Luas tanah minimum 50m2 Gardu Transformasi Tegangan Listrik
Luas tanah minimum 10.000m2
PERUMAHAN Peruntukkan Rumah ukuran sangat besar (kapling >600m2) Rumah ukuran besar (kapling 301 m2 s/d 600 m2) 2
2
Rumah ukuran sedang (kapling 201m s/d 300m ) Rumah ukuran kecil (kapling 101m2 s/d 200m2) Rumah ukuran sangat kecil (kapling s/d 100m2) Rumah susun ukuran besar (hunian > 70m2) Luas tanah minimum 10.000m2 Rumah susun ukuran kecil (hunian s/d 70m2) Luas tanah minimum 5000m2 Rumah perdesaan ukuran besar (kapling >1000m2) Rumah perdesaan ukuran sedang (kapling 601 s/d 1000m2) Rumah perdesaan ukuran kecil (kapling s/d 600m2) Rekreasi dan Wisata Peruntukkan Hiburan dalam ruangan yang ada dalam bangunan bersama kegiatan lain (di dalam pusat perbelanjaan, mall, dsb) Luas lantai minimum 1000m2
KDB
KLB
40%
1,2
40% 50% 50% 60%
0,8 1,0 1,0 1,2
20%
0,8
20% 30% 30% 40%
0,8 0,6 0,6 0,8
KDB Mengikuti bangunan kegiatan berada
KLB ketentuan dimana tersebut
Hiburan dalam ruangan yang ada dalam suatu bangunan tersendiri Luas minimum 6000m2 Rekreasi luar ruangan Luas tanah minimum 50.000m2
30%
0.9
10%
0,2
Fasilitas Transportasi Peruntukkan
KDB
KLB
10% 10% 10% 20% 20% 40%
0.2 0.2 0.2 0,4 0,8 0,8
Terminal Bis AKAP Terminal Angkutan Kota Pelabuhan Ferry Pelabuhan Ikan Pelabuhan Samudera Depo Bahan Bakar Minyak
View more...
Comments