LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FITOKIMIA KULIT KAYU MANIS.docx
January 22, 2019 | Author: sani khairunnisa | Category: N/A
Short Description
Download LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FITOKIMIA KULIT KAYU MANIS.docx...
Description
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FITOKIMIA ISOLASI SENYAWA DARI SIMPLISIA KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanii BI ) )
Disusun Oleh :
Shift D / Kelompok 5 1. Dewi Puspitawati
(10060315077) (10060315077)
2. Desi Ratnaningsih
(10060315078) (10060315078)
3. Sani Khairunnisa
(10060315079) (10060315079)
4. Novira Nur Aini R
(10060315080) (10060315080)
Asisten
: Restian Budi Prasetyo., S.Farm
Shift / Kelompok
:D/5
Tanggal Pengumpulan : Rabu, 10 Januari 2018
LABORATORIUM FARMASI FARMASI TERPADU UNIT B PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG BANDUNG 2018 M / 1439 H
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FITOKIMIA ( C i nnam nnamomum burm ur manii ni i B I ) KULIT KAYU MANIS (C
I.
TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Dapat mendeteksi senyawa kimia tumbuhan dalam kulit kayu manis
berdasarkan golongannya golongannya dan mengidentifikasikan senyawa kimia tersebut yang menjadi informasi awal untuk mengetahui senyawa kimia yang mempunyai aktifitas biologis. 1.2 Memisahkan linarut dari matriks (simplisia atau bahan yang diekstrak)
menggunakan pelarut sehingga senyawanya dapat tertarik kemudian mengidentifikasi keberadaan senyawa dari kulit kayu manis dengan kromatografi lapis tipis, metode ekstraksi yang digunakan adalah metode refluks. 1.3 Setelah simplisia diektraksi, dilakukan proses pemantauan terhadap
ekstrak menggunakan kromatografi lapis tipis. 1.4 Mengetahui dan memahami dalam proses pemisahan suatu senyawa
berdasarkan kepolarannya menggunakan menggunakan ekstraksi cair-cair. 1.5 Mengetahui dan memahami pemisahan fraksi dengan menggunakan
kromatografi kolom 1.6 Mengidentifikasi fraksi dan subfraksi menggunakan kromatografi lapis
tipis. 1.7 Mendapatkan zat murni dari subfraksi yang dipilih menggunakan KLT
preparatif. 1.8 Menguji kemurnian hasil isolat dengan menggunakan KLT satu dimensi
dan KLT dua dimensi.
II. TEORI DASAR 2.1 SKRINING FITOKIMIA nnamomum bur burm manii ni i B I ) 2.1.1 Kulit Kayu Manis ( C i nnam
Gambar 2.1 Tanaman Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii BI) Klasifikasi Tanaman
Sistematika tanaman Kayu Manis menurut Suwarto (2014) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Magnoliales
Family
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
:Cinnamomum :Cinnamomum burmanii, Cinnamomum zeylanicum, Cinnamomum cassia, Cinnamomum cullilawan
(Suwarto, 2014 : 91).
Habitat dan Penyebaran
Cinnamomum burmanii BI merupakan kayu manis yang berasal dari sri lanka yang selanjutnya menyebar ke Mesir dan Eropa pada abad ke 50 sebelum masehi. Kayu manis jenis ini mulai dikenal di Jawa pada tahun 1825
setelah dibudidayakan di India, Seychelles, Madagaskar, Brasil, Asia Tenggara dan Negara tropis lainnya. Di Indonesia, Cinnamomum burmanii banyak terdapat di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Jawa J awa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Maluku. Cinnamomum cullilawan terdapat di pulau Seram, Ambon, sedangkan Cinnamomum zeylanicum terdapat di pulau Ceylon (Sri Lanka). Hingga saat ini, Sri Lanka merupakan produsen kayu manis terbesar di dunia, disusul oleh Seychelles dan Republik Malagasy. Sementara itu, Cinnamomum cassia cassia telah intensif dibudidayakan di cina (Suwarto, 2014 : 90 - 92).
Nama daerah
Manis jangan; kayu legi; kaningar; hotim; huru mentek; kulit manis; ki amis; Inggris : Indonesian cinnamon (Soenanto, 2009 : 83).
Bagian yang digunakan
Kulit batang, daun, dan akar kayu manis dapat dimanfaatkan untuk mengobati beberapa penyakit (Hariana, 2013 : 151).
Deskripsi tanaman/simplisia
Kayu manis merupakan tanaman berkayu semak. Tumbuh sepanjang tahun. Tinggi tanaman dapat mencapai 5 – 15 m tergantung jenisnya. Cinnamomum zeylanicum memiliki tinggi mencapai 5 – 6 m, bercabang lateral. Sementara itu, Cinnamomum burmanii dapat mencapai tinggi hingga 15 m. kulit kayu umumnya berwarna abu, coklat kekuning – kuningan, hingga cokelat pada beragam jenis. Cinnamomum burmanii memiliki kulit kayu berwarna abu – abu dengan aroma yang khas dan rasanya manis, sedangkan Cinnamomum zeylanicum memiliki kulit kayu
dengan ukuran
yang lebih tipis (Suwarto, 2014 : 91). Daun kayu manis umunya berbentuk tunggal yang kedudukannya saling berseling dalam rangkaian spiral dan bersifat ila. Panjang daun antara 9 – 12 cm dan lebar 3,4 – 5,4 cm. pucuk daunnya berwarna kemerahan,
sedangkan daun tuanya berwarna hijau tua. Cinnamomum burmanii memiliki daun yang lebih kecil dan kaku, sedangkan Cinnamomum cassia memiliki tajuk pohon berbentuk piramida (Suwarto, 2014 : 91). Tanaman kayu manis memiliki bunga berkelamin dua atau bunga sempurna, berwarna kuning. Bunga muncul di ujung ranting. Kelopak bunga berjumlah enam helai dalam dua rangkaian. Bunga ini tidak memiliki tajuk bunga. Bunga tunggal berukuran kecil dengan diameter mencapai 3 mm berwarna kuning dan berbau tajam. Benang sarinya sari nya berjumlah ber jumlah 12 helai yang terangkai dalam empat kelompok. Kelompok benang sari yang berada di bagian dalam umumnya mandul. Kotak sarinya beruang empat. Kayu manis merupakan tanaman menyerbuk silang. Lalat merupakan serangga utama yang membantu penyerbukan kayu manis (Suwarto, 2014 : 91 - 92). Kayu manis memiliki buah buni berdaging dan berbenih satu. Bentuk buah bulat memanjang. Buah yang masih muda berwarna hijau tua, sedangkan buah yang sudah tua berwarna ungu tua. Panjang buah tergantung dari jenisnya yaitu sekitar 1,3 – 1,6 cm dan diameter 0,35 – 0,75 cm. buah dapat matang setelah enam bulan muncul dari bunga (Suwarto, 2014 : 92).
Kandungan Kimia dan Efek Farmakologis Farmakologis
Kulit kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta bersifat hangat. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam kayu manis diantaranya minyak atsiri, eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium oksalat, damar, dan zat penyamak. Sementara itu efek farmakologis yang dimiliki kayu manis diantaranya sebagai peluruh kentut ( carminative), peluruh
keringat
(diaphoretic),
antirematik,
penambah
nafsu
makan
(stomachica), dan penghilang rasa sakit (analgesic) (Hariana, 2013 : 151).
2.1.2 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa senyawa
metabolit sekunder. sekunder. Suatu ekstrak ekstrak dari bahan alam terdiri atas
berbagai macam metabolit
sekunder yang berperan dalam aktivitas
biologinya. biologinya. Senyawa – Senyawa – senyawa senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan pereaksi – pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder. Skrining fitokimia serbuk simplisia dan sampel dalam bentuk
basah
meliputi
pemeriksaan
kandungan
senyawa
alkaloida,
flavonoida, terpenoida/ steroida, tanin dan saponin (Harbone, 1987 : 7 - 8). Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal yang berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Herbert, 1995 : 14).
2.1.3 Senyawa Sekunder yang biasa Fitokimia
a. Alkaloid Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh – tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh – tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintetis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Alkaloid mempunyai efek fisiologis. Sumber alkaloid
adalah
tanaman
berbunga,
angiospermae,
hewan,
serangga,
organisme laut dan mikroorganisme. Family tanaman yang mengandung alkaloid adalah liliaceae, solanaceae, rubiaceae, dan papaveraceae (Tobing, 1989 :15). Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen (N), biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna dan seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya
sedikit yang berupa cairan. (Sabirin et al, 1994:6) Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarmya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Banyak alkaloid bersifat terpenoid, yang lainnya terutama berupa senyawa aromatic yang mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping. Banyak sekali alkaloid yang khas pada suatu suku tumbuhan sekerabat. Jadi nama alkaloid sering kali diturunkan dari sumber tumbuhan penghasilnya,
misalnya
alkaloid
atropa
atau
alkaloid
tropana.
(Padmawinata,1995). Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam akan memberikan endapan dengan reaksi yang terjadi dengan reagent mayer; reagen wangner; dengan larutan asan tanat; reagen hager; atau dengan reagen dragendroff. Endapan ini berbentuk amorf atau terdiri dari Kristal dari berbagai warna. Cream (mayer), kuning (hager), coklat kemerah-merahan (wagner dan dragendroff) (Padmawinata, 1995). Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jenis kiranya bahwa alkaloid sebagai kelompok senyawa, tidak diperoleh definisi tunggal tentang alkaloid. Sistem klasifikasi yang diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai :
Alkaloid sesungguhnya Alkaloid sesungguhnya adalah racun. Senyawa tersebur menunjukkan aktivitas fisiologi yang luas bersifat basa, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, lazim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik dan diturunkan dari asam amino. (Hardjono, ( Hardjono, 1996)
Protoalkaloid Protoalkaloid merupakan amin yang relative sederhana dimana nitrogen dan asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dan asam amino yang berifat basa. (Hardjono, 1996)
Pseudoalkaloid Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari precursor asam amino dan bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam kasus ini yaitu alkaloid steroidal (contohnya konesin dan purin) (Hardjono, 1996)
b. Fenol Senyawa asam fenolat ada hubungannya dengan lingnin yang terikat sebagai ester atau terdapat pada daun didalam fraksi yang tidak larut dalam etanol atau mungkin terdapat dalam fraksi yang larut dalam etanol yaitu sebagai glikosida sederhana. Deteksi asam fenolat dari lignin dalam jaringan (Lignin adalah polimer fenol yang terdapat dalam dinding sel tumbuhan, yang bersama selulosa) menyebabkan kekauan dan kekokohan batang tumbuhan. Lignin terutama terdapat pada tumbuhan berkayu karena sampai 30% bahan organic pepohonan terdiri atas zat ini. bila dioksidasi dengan nitrobenzene, lignin menghasilkan
tiga aldehida fenol sederhana sederhana yang yang ada kaitannya
dengan asam fenolat tumbuhan umum. (Harborne, 1987) c. Tanin Tannin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan, baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan kualitas yang berbeda - beda. Sumber tannin antara lain diperoleh oleh jenis bakau – bakauan atau jenis dari tumbuhan seperti akasia, ekaliptus, pinus dan sebagainya. Tannin selama ini banyak digunakan sebagai bahan perekut tipe eksterior, yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tannin memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau alcohol, karena tannin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat antirayap dan jamur (Carter et al, 1978). Tannin adalah senyawa fenol yang memiliki berat molekul 500 – 500 – 3000 3000 daltons (Da). Tannin diklasifikasi atas dua kelompok atas dasar tipe struktur dan aktivitasnya terhadap senyawa hidrolitik, yaitu tannin terkondensasi dan tannin yang dapat dihidrolisis (Hagerman, 2002). Tanin merupakan senyawa polivenol yang berarti termasuk dalam senyawa fenolik. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kepolimer mantap yang tidak
larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit yang siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Secara kimia, terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi hampir terdapat didalam paku-pakuan dan gymnospermae serta tersebar luas dalam angiospermae terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. (Harborne, 1987). Uji tanin dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak sampel kedalam metanol sampai sample terendam semuanya. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukan dengan terbentuknya warna hitam kebiruan atau hijau. (Sangi et al,2008). d. Flavonoid Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar yang senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik (Sirait, 2007; Bhat Bhat et al., 2009). Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder y ang disintesis dari asam piruvat melalui metabolisme asam amino (Bhat et al., 2009). Flavonoid adalah seny awa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon (Harborne, 1987). Pemeriksaan golongan flavonoid dapat dilakukan dengan uji warna yaitu fitokimia untuk menentukan keberadaan senyawa golongan flavonoid dan uji adanya senyawa polifenol. Uji keberadaan senyawa flavonoid dari dalam sampel digunakan uji Wilstatter, uji Bate-Smith, dan uji dengan NaOH 10%. Sedangkan uji adanya senyawa polifenol dilakukan dengan larutan penambahan FeCl3 adapun uji tersebut secara lengkap sebagai berikut (Harbone, 1987) e. Steroid dan Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang – kurangnya empat golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya system cincin siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormone kelamin, asam empedu, dll), tetapi pada tahun – tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan (Harbrone.J.B,1987) f. Kuinon Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri dari dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok, yaitu : a. Benzokuinon b. Naftokuinon c. Antrakuinon d. Kuinon isoprenoid Tiga kelompok pertama biasanya terhidroklisasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinon. Untuk memastikan adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan, reaksi warna sederhana masih tetap berguna. Reaksi yang khas ialah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa warna, kemudian kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Untuk memastikan adanya adanya suatu pigmen termasuk kuinon atau bukan, reaksi warna sederhan masih tetap berguna. Reaksi yang khas ialah reduksi bolak balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanwarna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara (Harbone.J.B, 1987).
g. Saponin Saponin atau glikosida sapogenin adalah salah satu t ipe glikosida yang tersebar luas dalam tanaman. Tiap saponin terdiri dari sapogenin yang terdiri dari sapogenin yang merupakan molekul aglikon dan sebuah gula. Saponin merupakan senyawa yang menimbulkan busa busa jika dikocok dalam dalam air dan dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan menyebabkan hemolisis sel darah merah, sering digunakan sebagai detergen (Clauss dkk, 1970). saponin dapat digunakan untuk meningkatkan diuretika serta merangsang kerja ginjal. Saponin dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir, bersifat toksik pada binatang berdarah dingin seperti ikan (Claus dkk., 1970). Pada analisis dengan metode KLT, saponin tidak terdeteksi tanpa pereaksi semprot di bawah sinar UV 254 nm atau 365 nm. Saponin dapat terdeteksi dengan pereaksi semprot vanillin asam sulfat dan tampak berupa bercak berwarna biru atau biru ungu atau terkadang berupa bercak kuning (Wagner dkk., 1984:26)
2.2 EKSTRAKSI
2.3 PEMANTAUAN EKSTRAK
2.4 FRAKSINASI
2.5 TEKNIK PEMISAHAN DAN PEMURNIAN 2.5.1 Pemisahan Dan Pemurnian
Dalam konteks kimia, pemisahan merupakan satu sebutan yang menyeluruh bagi keadaan hipotesis apabila terjadi pemencilan yang lengkap, juzuk atau komponen yang terkandung di dalam suatu campuran. Dikatakan sebagai suatu hipotesis karena dalam teori pemisahan, tidak mungkin terdapat pemisahan yang 100% lengkap. Tujuan suatu proses pemisahan adalah untuk mengasingkan bahan atau sebatian kimia kepada bentuknya yang toluen.
Misalnya, campuran sebatian A dan sebatian B yang diasingkan dengan menggunakan kaedah pemisahan (sanagi, 1998 : 2). Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan cara kualitatif dan kuantitatif. Pemisahan kualitatif merupakan pemisahan atau penulenan beserta dengan mengenal pasti komponen, manakala analisis kuantitatif melibatkan penentuan kuantiti komponen tertentu. Langkah pemisahan sering menjadi langkah yang paling sukar dalam analisis berkenaan (sanagi, 1998 : 2). Kedudukan langkah pemisahan dalam sesuatu analisis boleh dilihat daripada serangkaian langkah analisis kuantitatif sebagai berikut : a. Memilih dan penyediaan sampel b. Mengukur jisim atau isi pada sampel c. Pemelarutan sampel d. Perawatan awal : menyesuaikan pH, agen pengkompleksan, keadaan pengoksidaan, dan sebagainya e. Memisahkan juzuk benda asing atau bahan gangguan f. Mengukur analit yang diperlukan g. Menganalisis data dan pentafsiran hasil. (sanagi, 1998 : 3). Proses pemisahan berlaku dengan beberapa cara tetapi kebanyakannya melibatkan kaedah kimia dan fisika. Untuk memahami teknik pemisahan secara menyeluruh, kita harus terlebih dahulu mengetahui tentang keadaan kimia dan fisika analit yang hendak dipisahkan dan bagaimana dapat berinteraksi dengan bahan lain. Interaksi yang biasanya ditemukan yaitu antara analit dengan pelarut – pelarut yang berlainan dan melibatkan keseimbangan fase (sanagi, 1998 : 3). Cara pemisahan campuran tergantung pada jenis, wujud, dan sifat komponen yang terkandung di dalamnya. Jika komponen berwujud padat dan cair maka itu biasa dipisahkan dengan saringan karena, partikelnya dapat lolos dalam pori – pori kertas saring dan selaput semipermeabel. Proses pemisahan dan pemurnian dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara – Cara – cara cara
ini dapat dilakukan dengan cara seperti, destilasi, rekristalisasi, ekstraksi dan kromatografi. Empat cara tersebut masing – masing berdasarkan pada perbedaan titik didih, titik beku, daya larut dan daya serap komponen campuran. Selain itu pemisahan dan pemurnian dapat juga dilakukan dengan cara dekantasi, filtrasi dan sublimasi (Syukri, 1999 : 15-16).
2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Preparatif
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah salah satu metode yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling besar. Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaianya hanya dalam jumlah milligram . KLTP bersama – sama sama dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebaguian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan denagn tujuan mengisolasi (Hostettmann, 2006). Ketebalan penjerap (adsorben) yang paling sering dipakai pada KLTP adalah sekitar 0,5 – 2 mm. ukuran pelat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang paling umum digunakan adalah silica gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil (Hostettmann, 2006).
2.6 UJI KEMURNIAN
III. ALAT DAN BAHAN Alat
Bahan
Alat Refluks
Air panas
Batang pengaduk
Amilalkohol
Batu didih
Aquadest
Beaker glass
Benang kasur
Cawan penguap
Etanol 96%
Chamber
Etil asetat
Corong pisah
Eter
Gelas ukur
HCl pekat
Hotplate
Kapas bebas lemak
Kaca arloji
Kertas perkamen
Kondensor
Kertas saring
Labu didih
Kloroform
Mortir dan stemper
Larutan Amonia 10%
Neraca analitik
Larutan Besi (III) Klorida 1%
Oven
Larutan Gelatin 1%
Pipet tetes
Larutan HCl 2 N
Spatel
Larutan NaOH 1 N
Spektrofotometer UV-Vis
Larutan Vanilin 10% dalam H2SO4 pekat
Statip dan klem
Metanol
Tabung kromatografi kolom
Natrium asetat
Tabung reaksi
n-heksan
Vacum rotary evaporator
Pereaksi Besi (III) Klorida
Vial
Pereaksi Dragendorff
Water bath
Pereaksi Liebermann Burchard
Hairdryer
Pereaksi Mayer
Pereaksi Steasny Serbuk Magnesium Pipa kapiler Plastic Wrap Plat KLT analitik Plat KLT preparatif Silika gel Simplisia kulit kayu manis Toluen
IV. PROSEDUR 4.1 SKRINING FITOKIMIA 4.1.1 Alkaloid
Semua alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu. Simplisia yang akan digunakan dirajang atau dihaluskan terlebih dahulu kemudian ditempatkan pada tabung reaksi, setelah itu diasamkan dengan asam klorida 2N,lalu disaring. Filtrat dbasakan dengan larutan ammonia 10%, kemudian ditambahkan kloroform dan dikocok dengan kuat-kuat. Kemudian
lapisan
kloroform
dipipet
lalu
disaring,
kemudian
ditambahkan asam klorida lalu dikocok kuat-kuat sampai dua lapisan dan dipipet menjadi tiga bagian : bagian 1 ditambahkan pereaksi mayer, bagian 2 ditambahkan
pereaksi dragendoff, dan bagian 3 sebagai
blangko. Apabila ditambahkan perekasi Mayer terbentuk endapan putih/ keruh maka simplisia positif mengandung alkaloid, sedangkan jika ditambahkan pereaksi Dragendorff terdapat endapan jingga – kuning maka simplisia positif mengandung alkaloid.
4.1.2 Polifenolat
Simplisia kulit kayu manis ditempatkan pada tabung reaksi, kemudian ditambahkan air secukupnya, lalu dipanaskan diatas penangas air dan disaring. Filtrat ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida.
Apabila larutan berubah warna menjadi hijau atau biru-hijau, merah ungu, biru-hitam atau hitam maka positif mengandung senyawa fenolat. Sedangkan jika terbentuk endapan coklat maka simplisia positif mengandung polifenolat.
4.1.3 Flavonoid
1 gram simplisia kulit kayu manis ditempatkan dalam gelas kimia, kemudian ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 10 menit. Campuran disaring, filtrat ditampung sebagai larutan C yang nantinya digunakan untuk pemeriksaan golongan flavonoid, saponin, dan antarkuinon. 5 ml larutan C dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat. Kedalam campuran ditambahkan amilalkohol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan sampai terjadi pemisahan. Adanya warna pada lapisan amilalkohol
menunjukkan
bahwa
simplisia
tersebut
mengandung
flavonoid.
4.1.4 Saponin
Diambil 5 ml larutan C, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi dan kocok secara vertical selama 10 detik. Dibiarkan selama 10 menit sampai terbentuknya busa. Terbentuknya busa 1 cm yang stabil di dalam tabung reaksi menunjukkan adanya golongan senyawa s aponin. Dan busa tersebut masih bertahan (tidak hilang) setelah ditambahkan beberapa tetes asam klorida.
4.1.5 Antrakuinon
5 ml larutan C dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan beberapa tetes Natrium Hidroksida 1 N. Terbentuknya warna kuning hingga merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon.
4.1.6 Tanin
1 gram simplisia ditambahkan 100 ml air panas, kemudian dididihkan selams 15 menit. Campuran didinginkan, kemudian saring dan filtrat dibagi 3 bagian dalam tabung reaksi. Filtrat pertama ditambahkan larutan besi (III) klorida 1 %. Terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya golongan senyawa tanin. Filtrat kedua ditambahkan dengan larutan gelatin. Terbentuknya endapan putih
menunjukkan
keberadaan
senyawa
tanin.
Filtrat
ketiga
ditambahkan 15 ml pereaksi steasny, lalu dipanaskan dengan penangas. Hasil uji filtrat ketiga disaring, lalu dijenuhkan dengan penambahan natrium asetat, lalu ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%. Terbentuknya warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat.
4.1.7 Monoterpen dan Seskuiterpen Seskuiterpen
Simplisia kulit kayu manis digerus dengan eter lalu disaring. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sampai kering. Lalu ditambahkan larutan vanillin 10% dalam asam sulfat pekat. Timbulnya warna-warna menandakan positif mengandung senyawa monoterpen dan seskuiterpen.
4.1.8 Triterpenoid dan Steroid
Simplisia kulit kayu manis digerus dengan eter lalu disaring. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sambil kering, lalu ditambahkan larutan libebermann burchard. Terjadinya warna merah-ungu menandakan positif triterpenoid, sedangkan bila warna hijau-biru menunjukkan positif steroid.
4.2 EKSTRAKSI
4.3 PEMANTAUAN EKSTRAK
4.4 FRAKSINASI
4.5 TEKNIK PEMISAHAN DAN PEMURNIAN
4.5.1 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Preparatif
Sub fraksi yang dipilih dari hasil kromatografi kolom dan Plat KLT tebal khusus KLT Preparatif disiapkan. Kemudian KLT tersebut diberi garis pada ujung bawah dan atas dengan jarak 1 cm. Setelah itu plat tersebut di aktivasi akt ivasi dalam oven dengan suhu 100°C selama 15 menit. Fraksi hasil kromatografi yang telah disiapkan ditotolkan membentuk pita tepat 1 cm dari ujung bawah plat. Eluen toluen dan etil asetat disiapkan dengan perbandingan 70 : 30 sebanyak 100 ml. Chamber di jenuhkan terlebih dahulu dengan cara dimasukannya kertas saring ke dalam chamber yang telah berisi eluen lalu didiamkan hingga kertas saring terbasahi sempurna. Plat KLT yang telah berisi totolan isolat dimasukan ke dalam chamber kemudian didiamkan hingga diperoleh bercak yang memisah sempurna. Setelah itu, bercak pada plat tersebut dipantau dengan sinar uv 254 nm. Bercak pita yang diduga senyawa target dikerok dan dimasukan ke dalam gelas kimia. Pada gelas kimia, bercak pita tersebut dilarutkan menggunakan metanol kemudian disaring hingga silika gel terpisah. Setelah itu filtrat diuapkan hingga filtrat tidak terlalu cair.
4.6 UJI KEMURNIAN
V. DATA PENGAMATAN 5.1 SKRINING FITOKIMIA Golongan
Hasil Pengamatan Pengamatan
Ket
Senyawa
Alkaloid
Kulit kayu manis +
HCL + Amonia + Kloroform + pereaksi Mayer → ↓ putih Kulit kayu manis +
HCL + Amonia + Kloroform + pereaksi dragendorff
→
↓
+
jingga kuning Sebagai blanko
Kulit kayu manis + HCL + Amonia + Kloroform
→ tidak
terbentuk endapan Polifenolat
Kulit kayu manis + FeCl3
→
larutan
berwarna
hijau
(Fenolat)
Kulit kayu manis + FeCl3
→
berwarna
endapan coklat
(polifenolat)
Dilakukan
duplo
→hasil didapatkan sama
yang
+
Foto
Flavonoid
Kulit kayu manis + amil alcohol → warna merah bata pada lapisan amil alkohol
Saponin
Kulit
kayu
+
manis
dikocok : Tinggi busa 1= 0,4 cm Tinggi busa 2 = 0,3 cm
_
+ HCl → busa tidak bertahan lama
Antrakuinon
Ekstrak + NaOH → warna
kuning
hingga merah
Dilakukan duplo → hasil
+
yang
didapatkan sama
Tanin
Kulit kayu manis +
+
FeCl3 → Warna larutan hitam kehijauan
Kulit kayu manis +
+
Gelatin → Warna larutan endapan putih
Kulit kayu manis +
-
pereaksi Steasny → Warna larutan krem (Tanin katekat)
-
Filtrat hasil uji tabung 3 + CH3COONa + FeCl3 → Warna kuning (tannin galat)
Monoterpen dan
Kulit kayu manis +
Sesquiterpen
Vanilin
→
Timbul
warna jingga
+
Triterpenoid dan Kulit kayu manis + Steroid
Pereaksi Burchard merah
Lieberman →
Warna
–
ungu
+
(Triterpenoid) Tidak
mengandung
steroid
5.2 EKSTRAKSI
5.3 PEMANTAUAN EKSTRAK
-
5.4 FRAKSINASI
5.5 TEKNIK PEMISAHAN DAN PEMURNIAN 5.5.1 TABEL PENGAMATAN No
Gambar
Hasil Pengamatan Pengamatan
1.
Proses penotolan fraksi hasil kromatografi dengan membentuk pita tepat 1 cm dari ujung bawah plat 2.
Proses elusi dengan kromatografi lapis tipis preparatif menggunakan eluen toluen : etil asetat dengan perbandingan (70 : 30) 3.
Spot senyawa hasil pemisahan pada Plat KLT Preparatif yang selanjutnya dilakukan pengerokan (Dipantau dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 254 nm) 5.5.2 PERHITUNGAN a. Perhitungan Eluen
Eluen yang digunakan yaitu Toluen dan Etil Asetat dengan perbandingan (70 : 30)
Toluen
:
Etil Asetat
:
70
x 100
= 70 mL
x 100
= 30 mL
100 30
100
b. Perhitungan Rf
Diketahui
:
Ditanyakan
Jawab
Jarak Elusi
= 15,7 cm
Jarak spot
= 11.7 cm
: Rf
=?
Rf
=
:
=
Jarak spot Jarak elusi 11,7 15,7
= 0,745 5.6 UJI KEMURNIAN
VI. PEMBAHASAN
Percobaan selanjutnya dilakukan teknik pemisahan dan pemurnian yang bertujuan untuk memisahkan senyawa yang diinginkan dari senyawa lain yang tidak diharapkan sehingga dihasilkan senyawa atau isolat murni. Selain itu, untuk menentukan senyawa target pada fraksi kulit kayu manis yang termasuk ke dalam senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin, saponin atau kuinon melalui pengujian KLT preparatif. Pada prinsipnya, pemisahan dilakukan
untuk memisahkan dua zat atau lebih yang saling
bercampur, sedangkan pemurnian dilakukan untuk mendapatkan zat murni dari suatu zat yang telah tercemar oleh zat lain.
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan dengan tujuan mengisolasi. Walaupun KLT preparatif dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaiannya hanya
dalam
jumlah
milligram.
KLT
preparatif
bersama-sama
dengan
kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam (Hostettmann, 2006). Pada Kromatografi Lapis Tipis Preparatif, fase diam yang digunakan lebih tebal dibandingkan KLT, dimana pada umumnya yaitu berukuran 0,5 – 2 mm. hal ini tujuan agar senyawa yang terjerap pada fase diam lebih banyak sehingga senyawa target yang didapatkan lebih banyak. Sebelum dilakukan elusi terlebih dahulu chamber harus dijenuhkan terlebih dengan menggunakan kertas saring dalam eluen yang digunakan. Proses penjenuhan ini bertujuan untuk menghilangkan uap air didalam chamber agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan noda pada lempeng, selain itu agar tekanan yang ada
didalam
chamber tidak mempengaruhi proses perambatan noda dengan adanya penjenuhan chamber. Setelah itu pelat KLT preparatif diberi diberi
tanda 1 cm dibagian ujung
bawah dan ujung atas, lalu di aktivasi di dalam oven pada suhu 100 0C selama 15 menit dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan adanya kandungan air ataupun pengotor yang terdapat dipelat yang mengandung silika gel. KLT preparatif dilakukan dengan menggunakan hasil fraksi yang telah memiliki senyawa target yaitu vial no 8 yang telah diuapkan kembali untuk mendapatkan fraksi yang lebih kental. Kemudian dilakukan KLT preparatif yang mula – mula – mula mula plat KLT diberi garis pada bagian ujung bawah dan atas dengan jarak 1 cm. Hal tersebut dibuat sebagai penanda agar spot yang kita totolkan pada plat KLT Preparatif tidak terendam eluen dan membiaskan hasil. Setelah diberi tanda, plat tersebut di aktivasi selama 15 menit dengan suhu 100°C hal tersebut
dilakukan untuk menghilangkan air yang terdapat pada plat (Sastrohamidjojo, 2007). Eluen yang digunakan yaitu toluen dan etil asetat sebanyak 100 ml dengan perbandingan 70 : 30. Subfraksi kemudian ditotolkan pada plat KLT Preparatif dengan membentuk garis lurus / pita untuk memudahkan dalam pengamatan dan pengerokan senyawa yang akan diambil. Ketika proses penotolan selesai, Sebelum KLT preparatif dimasukan ke dalam chamber, yang terlebih dahulu chamber dijenuhkan dengan eluen yang akan dipakai dan menggunakan kertas saring. Fungsi dari penjenuhan chamber adalah untuk menghilangkan lapisan udara pada chamber agar proses elusi dalam pemisahan berjalan secara sempurna selain itu untuk menghilangkan uap air didalam chamber agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan noda pada lempeng, selain itu agar tekanan yang yang ada didalam chamber tidak mempengaruhi proses perambatan noda dengan adanya penjenuhan chamber. Dalam hal ini, kertas saring digunakan sebagai indikator untuk untuk melihat jenuhnya jenuhnya chamber oleh eluen yang ditandai dengan kertas saringnya terbasahi semua. Setelah chamber tersebut jenuh, subfraksi yang telah diuapkan, ditotolkan sepanjang 20 cm tanpa putus membentuk pita, pada saat penotolan tidak t idak boleh terjadi pemutusan karena dapat mengganggu proses pemisahan. Selanjutnya plat KLT tersebut dimasukkan ke dalam chamber yang telah diisi oleh eluen toluene dan etil asetat sebanyak 100 mL dengan perbandingan 70 : 30. Eluen yang digunakan adalah toluene : etilasetat karena eluen tersebut dapat membawa sampel terpisah (mengisolasi) ketika dimasukkan ke dalam chamber. karena pelarut ini umum digunakan dan daun umumnya menggunakan pelarut ini, selain itu karena untuk memisahkan senyawa yang bersifat semi polar dan non polar, N heksan bersifat non polar dan etil asetat bersifat semi polar, Kedua pelarut ini mudah menguap karena jika pelarut yang digunakan tidak mudah menguap, maka akan terjadi pelebaran pita. Setelah itu dilakukan proses elusi dan elusi dibiarkan berjalan hingga eluen mencapai batas garis atas plat KLT yang ada di dalam chamber ditunggu sampai eluen terangkat hingga mencapai batas atas plat KLT.
Setelah proses elusi selesai, plat KLT preparatif kemudian dikeluarkan dan dibiarkan mengering, untuk kemudian disinari dengan lampu UV agar noda yang tercetak pada plat terlihat dengan jelas. Panjang gelombang UV yang digunakan adalah 254 nm. Panjang gelombang 254 nm merupakan panjang gelombang yang paling cocok karena dengan panjang gelombang ini noda pada plat dapat terlihat jelas. Pita noda yang terbentuk diukur dan ditandai dengan pensil agar lebih jelas dalam memisahkan noda. Pita noda tersebut merupakan senyawa yang berhasil dipisahkan dan selanjutnya akan dimurnikan serta diidentifikasi. Ketika pita noda didapatkan, kemudian dipilih satu pita noda senyawa yang akan diambil. Pita yang memiliki warna yang lebih menonjol kemudian diambil, hal tersebut dikarenakan bahwa pita yang memiliki warna yang paling pekat berarti pita tersebut memiliki senyawa yang banyak terdapat pada sampel yaitu kulit kayu manis kemudian noda tersebut ters ebut dikerok, dihaluskan dan diletakkan dalam vial kemudian dilarutkan dengan metanol. Hasil isolat yang telah dilarutkan dengan metanol selanjutnya disaring untuk memisahkan silika gel dengan senyawa berwarna hasil KLT preparatif. Hal ini bertujuan agar tidak ada lagi senyawa pengotor yang di dapat setelah KLT preparatif sehingga hanya terdapat satu isolat saja. Bercak yang diambil dengan cara pengerokan adalah bercak yang memiliki nilai Rf 0,74. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Rf yang didapat masih memasuki rentang nilai Rf yang baik, yaitu antara 0,2 – 0,8. Selain itu, bercak yang ditimbulkan cukup besar sehingga memudahkan proses pengerokan. Namun bercak yang besar akan menimbulkan resiko banyaknya senyawa yang diambil, atau terdapat beberapa senyawa pada bercak yang ditimbulkan, untuk mengetahui lebih lanjut maka selanjutnya dilakukan uji kemurnian.
VII.KESIMPULAN VII. KESIMPULAN
Pada KLT preparatif dilakukan untuk memisahkan senyawa target dari fraksi no 8 yang menghasilkan 2 bercak. Bercak yang diambil ialah bercak dengan nilai Rf 0,74
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Carter, F. L., M. Carlo and J. B Stanley. 1978. Termiticidal Components Of Wood Extracts Methyljuglone From Diospyros Virginia. Journal Agriculture Claus, E.P., V.E. Tyler dan L.R. Brady. 1970. Pharmacognosy.6 th edition. edition. Philadelphia: Lea and Febinger Hagerman, A. E. 2002. Tannin Chemistry. Oxford : Department of Chemistry Chemistr y and Biochemistry Miamy University Harborne ,J.B, Ahmad, S. A. 1987. Metode Fitokimia. Edisi 2. 2. Bandung : ITB Harborne, J. B., 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro. Bandung : ITB. Hariana, Arief. 2013. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta : Penebar Swadaya Hardjono Sastrohamidjojo. 1996. Alkaloid dalam sintesis bahan alam, alam, cetakan pertama. Yogyakarta : UGM Press Herbert. 1995. The Biosynthesis of Secondary Metabolites. Metabolites. London : Chapman and Hall Hostettman, K, dkk. 2006. Cara Kromatografi Preparatif . ITB. Bandung. Padmawinata, K. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi . Bandung: ITB Press (Terjemahan dari Robinson, 1991. The Organic Constituens Of Higher Plants) Sabirin, M. Hardjono dan Respati. 1994. Kimia Organik II . Yogyakarta: UGM Press Sanagi, marsin.1998. Teknik Pemisahan Dalam Analisis Kimia. Kimia . Malaysia : university teknologi Malaysia.
Sangi,M., Runtuwene M.R.J., Simbala dan Makang. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat. Minahasa Obat. Minahasa Utara: Chemistry Progress
Soenanto, Hardi. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, dan Obesitas. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Suwarto, Yuke Octavianty dan Silvia Hermawati. 2014. Top 15 tanaman perkebunan. Jakarta : Penebar Swadaya. Syukri.1999. Kimia Syukri.1999. Kimia Dasar Jilid 2.Bandung: 2.Bandung: UI Press. Tobing, Rangke. 1989. Kimia Bahan Alam.Jakarta Alam. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Wagner, H.,1984, Plant Drug Analysis, Berlin, Springer-Verlag. New york
IX. LAMPIRAN
View more...
Comments