Laporan Akhir Hidrogeologi Dan Penentuan Catchment Area Serta Tipe-tipe Pompa

March 21, 2017 | Author: Irham Yarhamka | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

tambang...

Description

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Proses

penambangan

dalam

kegiatan

dan

konstruksinya

sering

menerobos dan memotong muka air tanah lokal atau regional. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang mengatur air yang timbul (baik akibat pengupasan lahan atau air dari yang berasal dari hujan). Sistem tersebut dinamakan sistem penyaliran tambang. Sistem penyaliran tambang saat ini lebih dikenal dengan mine dewatering (terpisah dari mine drainage yang lebih berfokus pada penanganan air asam tambang/acid mine drainage). Pengetahuan, pemahaman, serta penerapan sistem penyaliran tambang ini merupakan bagian penting dari proses penambangan, baik itu tambang terbuka (open pit mining) ataupun tambang dalam (underground mining). Salah satu sumber air yang harus dipelajari dan diatasi pada sistem penyaliran tambang adalah air yang berasal dari hujan. Dimana hujan tersebut merupakan fenomena alam yang tidak bisa dipungkiri dan dicegah. Hal itu dikarenakan hujan termasuk ke dalam salah satu bagian dari siklus hidrologi bumi yang selalu terjadi dan tidak akan pernah terhenti. Namun, hal penting yang perlu mendapat perhatian serius adalah memprediksi kapan cuaca ekstrim terjadi, yaitu di mana aliran air tanah dan air limpasan sangat membahayakan front penambangan. Ketika pengambilan keputusan untuk memilih salah satu cara penyaliran saja tanpa memperhitungan kondisi cuaca ekstrim, maka bila terjadi banjir di dalam front penambangan semuanya akan sia-sia dan biaya pun akan membengkak. Oleh sebab itu, kondisi cuaca pada tambang terbuka sangat besar efeknya

terhadap

aktifitas

penambangan

dan

apabila

hal

ini

sudah

diperhitungkan sebelumnya, maka front penambangan akan terhindar dari kondisi yang membahayakan karyawan maupun peralatan. Berdasarkan penjelasan di atas maka dibuatlah laporan ini yang di dalamnya menjelaskan mengenai sistem penyaliran tambang terbuka, aspek

1

2

yang mempengaruhi sistem penyaliran tambang, dan menjelaskan pula mengenai metode penyaliran tambang tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan 1.2.1

Maksud Maksud dari pembuatan laporan Praktikum Perencanaan dan Simulasi

Tambang ini adalah untuk mengetahui dan memahami mengenai kajian hidrologi dalam perencanaan tambang. 1.2.2

Tujuan Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kajian hidrologi dengan penirisan dan penyaliran tambang pada kegiatan perencanaan tambang, 2. Mengetahui penentuan arah aliran air permukaan, 3. Untuk mengetahui parameter pembuatan catchment area, 4. Untuk mengetahui perhitungan debit air yang masuk ke dalam tambang, 5. Untuk mengetahui kebutuhan pompa dalam suatu tambang yang memiliki besaran debit tertentu.

3

BAB II LANDASAN TEORI

2.1

Sistem Penyaliran Tambang Terbuka Sistem penyaliran pada suatu lokasi tambang sangat penting untuk

menjaga kelancaran dan keselamatan kerja. Hal ini berkaitan dengan adanya air tanah yang berasal dari curah hujan berupa air limpasan, maupun airtanah yang dikandung di dalam lapisan batuan. Beberapa

faktor

yang

mempengaruhi

penyaliran

adalah

jumlah

prepitasi/uap air yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah (mm), intesitas curah hujan (mm/jam), ukuran dan dimensi saluran air, daerah pengaliran, kecepatan dan arah angin, hubungan topografi dan hujan, sistem penyaliran yang digunakan, pengamatan curah hujan, ukuran butir dan kecepatan jatuh.

Gambar 2.1 Model Sistem Penyaliran Tambang

Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi : 2.1.1

Mine Drainage Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya atau

mengalirnya air ke tempat lokasi tambang, hal ini umumnya filakukan untuk menangani air tanah dan air yang berasal dari aliran permukaan (surface run off). Metode pengaliran tambang (mine drainage) ada beberapa diantaranya metode siemens, metode elektro osmosis, metode vacum pump with small pipe, metode pemompaan dalam, dan sebagainya. 2.1.2

Mine Dewatering

4

Mine dewatering merupakan upaya untuk mengeluarkan ait yang telah masuk ke lokasi tambang, dan belum sempat di antisipasi, biasanya untuk penanganan air hujan. Ada beberapa metode dalam mine dewatering antara lain system sumuran, system puritan dan system adit.

2.2

Faktor-faktor Hidrologi yang mempengaruhi Lokasi Tambang Berikut faktor-faktor hidrologi yang terjadi dan mempengaruhi lokasi

pertambangan. 1.

Curah Hujan Curah hujan yang terjadi pada suatu daerah regional akan mempengaruhi

besar kecilnya volume air yang yang masuk pada lokasi tambang. Dengan demikian, data curah hujan yang baik akan sangat membantu dalam penentuan dan perhitungan dalam penyaliran tambang. 2.

Limpasan Permukaan (surface run-off) Air yang masuk ke dalam lokasi tambang dapat terjadi karena air

limpasan permukaan yang terjadi. Air tersebut dapat terjadi karena turunnya hujan baik itu pada lokasi tambang sendiri ataupun pada lokasi lain yang termasuk daerah yang mempengaruhi keadaan air lokasi tambang seperti daerah yang terletak lebih tinggi dan satu kawasan dengan lokasi penambangan. Air hujan yang akan mempengaruhi secara langsung system drainase adalah air hujan yang mengalir pada permukaan tanah (run off) ditambah sejumlah air yang keluar dari proses infiltrasi air tanah. 3.

Limpasan Bawah Permukaan (subsurface run-off) Limpasan bawah permukaan atau disebut juga dengan air bawah

permukaan biasanya menjadi pemasok terbesar air yang masuk ke dalam lokkasi tambang karena kebanyakan lubang bukaan tambang biasanya selalu memotong lapisan akifer. Semua air yang mengalir ini tidak akan menjadi sumber dari suatu sistem drainase. Kondisi ini tegantung dari daerah tangkapan hujannya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi serta keadaan geologi. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan pada peta daerah yang akan diteliti. Setelah tugas tersebut ditentukan, maka pengukuran luasnya menggunakan planimeter dengan memperhatikan daerah aliran air limpasan yang mengalir sesuai dengan kontur masing-masing daerah.

5

Hasil dari pembacaan planimeter kemudian dikalikan dengan skala yang digunakan dalam peta sehingga didapatkan luas tangkapan hujan dalam m2.

2.3

Pompa Pompa adalah merupakan salah satu jenis mesin yang berfungsi

untuk memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Zat cair tersebut contonya adalah air, oli atau minyak pelumas, atau fluida

lainnya. Industri-industri banyak menggunakan pompa sebagai salah

satu peralatan bantu yang penting untuk proses produksi. Sebagai contoh pada pembangkit listrik tenaga uap, pompa digunakan untuk menyuplai air

umpan ke

boiler

atau membantu sirkulasi air yang akan diuapkan di

boiler. Pada industri, pompa banyak digunakan untuk mensirkulasi air atau minyak

pelumas atau pendingin mesin-mesin industri. Pompa juga

dipakai pada motor bakar yaitu sebagai pompa pelumas, bensin atau air pendingin. Jadi pompa sangat penting untuk kehidupan

manusia secara

langsung yang dipakai dirumah tangga atau tidak lansung seperti pada pemakaian pompa di industri. Pada

pompa akan

terjadi perubahan dari dari energi

mekanik

menjadi energi fluida. Pada mesin-mesin hidrolik termasuk pompa, energi fluida

ini disebut head atau energi persatuan berat zat cair. Ada tiga

bentuk head yang mengalami perubahan yaitu head tekan, kecepatan dan potensial. Selain dapat memindahkan cairan, pompa juga dapat berfungsi sebagai untuk meningkatkan kecepatan, tekanan dan ketinggian pompa. Berdasarkan sistem kerjanya pompa dalam penambangan batubara dan yang biasa digunakan dalam industri perminyakan dapat dibedakan menjadi : 2.2.1 Pompa Sentrifugal Pompa Sentrifugal merupakan penemuan terbesar di bidang fluida. Pompa yang pertama berkembang adalah positive discplacement pump (PD pump), Namun kapasitasnya sangat terbatas. Dengan pompa sentrifugal, air dapat digunakan untuk kapasitas jauh lebih besar. Desainnya jauh lebih simple sehingga bisa lebih murah. Pada pompa lumpur cara kerjanya berbeda dengan pompa PD, yaitu membanting lumpur menggunakan gaya sentrifugal. Cara kerja inilah yang

6

membuat pompa sentrifugal unggul, namun juga memiliki kelemahan ketika memompa cairan yang lebih kental. Pada industri minyak bumi, sebagian besar pompa yang digunakan dalam fasilitas gathering station, suatu unit pengumpul fluida dari sumur produksi sebelum diolah dan dipasarkan, ialah pompa bertipe sentrifugal. Gaya sentrifugal ialah sebuah gaya yang timbul akibat adanya gerakan sebuah benda atau partikel melalui lintasan lengkung (melingkar). Prinsip-prinsip dasar pompa sentrifugal ialah sebagai berikut: 

Gaya sentrifugal bekerja pada impeller untuk mendorong fluida ke sisi luar sehingga kecepatan fluida meningkat,



Kecepatan fluida yang tinggi diubah oleh casing pompa (volute atau diffuser) menjadi tekanan atau head. Selain pompa sentrifugal, industri juga menggunakan pompa tipe positive

displacement. Perbedaan dasar antara pompa sentrifugal dan pompa positive displacement terletak pada laju alir discharge yang dihasilkan oleh pompa. Laju alir discharge sebuah pompa sentrifugal bervariasi bergantung pada besarnya head atau tekanan sedangkan laju alir discharge pompa positive displacement adalah tetap dan tidak bergantung pada head-nya. 1. Pompa- Aliran Campur, 2. Pompa Aksial.

Gambar 2.2 Pompa Centrifugal

2.3.2

Pompa Reciprocating (bolak-balik)

7

Pompa Reciprocating merupakan suatu pompa yang dapat mengubah energi mekanis menjadi energi aliran fluida dengan menggunakan piston yang dapat bergerak bolak-balik didalam silinder. Pompa

ini

merupakan

pompa

bolak-balik

yang dirancang

untuk menghasilkan kapasitas yang cukup besar. Umumnya menggu nakan head yang rendah. Dan digunakan pada perbedaaan ketinggian yang tidak terlalu besar antara suction dan discharge. (Tyler G. Hicks 1971) Udara yang bergerak cepat dibentuk dengan melepaskan udara tekanan tinggi melalui sebuah celah buang dipermukaan yang berdekatan, dan menyeret udara keluar, bersama dengan itu Semakin tinggi tekanan pasokan udara primer maka semakin buruk efisiensi. Cairan memasuki ruang pompa melalui katup inlet dan didorong keluar melalui katup keluaran oleh aksi piston atau diafragma. Pompa reciprocating terdiri dari banyak jenis dan

diklasifikasikan

berdasarkan kriteria yang bermacam-macam. Adapun keuntungan dan kerugian dalam menggunakan pompa reciprocating adalah: 

Keuntungan dari Pompa Reciprocating : a. Efisiensi lebih tinggi, b. Dapat digunakan langsung tanpa memerlukan pancingan, c.

Bila bekerja pada kecepatan konstan, akan mempunyai kecepatan dan tekanan yang konstan pula,

d. Cocok untuk penggunaan head tinggi dengan kapasitas rendah. 

Kerugian dari Pompa Reciprocating : a. Konstruksi lebih rumit, b. Keadaan efisiensi yang tinggi tidak akan didapat lagi bila pompa beroperasi pada kondisi yang tidak sesuai.

2.4

Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area) Catchment area adalah daerah tempat hujan mengalir menuju ke saluran

yang biasanya ditentukan berdasakan perkiraan dengan pedoman garis kontur. Pembagian catchment area didasarkan pada arah aliran yang menuju ke saluran tersebut.

8

Catchment area biasanya terletak ditempat yang lebih rendah, karena mengingat air hujan kan mengalir ke tempat yang lebih rendah sebelum menuju ke saluran pengaliran. Daerah tangkapan hujan ini berpengaruh dalam menentukan debit air limpasan yang akan masuk ke salam suatu tempat, misalnya ke bukaan tambang (pit). Penentuan geometri, bentuk, dan luasan daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi dan hasil pengamatan limpasan air permukaan (surface run off) dilapangan. Biasanya digunakan daerah yang dibatasi gunung atau bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan. Atau dapat juga merupakan suatu daerah yang dibatasi oleh pembatas topografi berrupa punggung bukit atau gunung yang menampung air hujan yang jatuh diatasnya, yang kemudian dialirkan ke sungi, laut ataupun danau.

BAB III PEMBAHASAN

Permasalahan air yang harus diatasi dan dikendalikan di area tambang, baik tambang terbuka maupun tambang dalam dikaji di dalam penyaliran tambang. Penyaliran bisa bersifat pencegahan atau pengendalian air yang masuk ke lokasi penambangan. Hal yang perlu diperhatikan adalah kapan cuaca ekstrim terjadi, yaitu ketika air tanah dan air limpasan dapat membahayakan kegiatan penambangan. Oleh sebab, itu kondisi cuaca pada tambang terbuka sangat besar efeknya terhadap aktifitas penambangan. Apabila hal ini sudah diperhitungkan, maka kegiatan penambangan akan terhindar dari kondisi membahayakan tersebut. Dalam perencanaan tambang diperlukan pertimbangan dari data-data hidrogeologi seperti intensitas curah hujan dan data koefisien permeabilitas dari uji Falling Head. Berikut ini akan dibahas pengolahan data intensitas curah hujan dan uji Falling Head.

3.1

Pembahasan

3.1.1

Intensitas Curah Hujan Hujan merupakan suatu peristiwa siklus hidrologi yang terjadi tidak

merata di semua tempat, ada tempat yang memiliki curah hujan yang tinggi dan

9

ada pula tempat yang mempunyai curah hujan yang rendah. Tinggi rendahnya curah hujan tersebut disebabkan oleh letak, iklim maupun kelembaban suatu tempat. Analisis hidrologi ini dimaksudkan untuk memprediksikan keberadaan sumber air pada area penelitian dengan menggunakan persamaan-persamaan empiris yang memperhitungkan parameter alam yang mempengaruhinya. Di bawah ini akan dibahas perhitungan intensitas curah hujan menggunakan Persamaan Mononobe dan perhitungan curah hujan rencana menggunakan Persamaan Distribusi Gumbell.

Perhitungan curah hujan rencana menggunakan Metode E.J Gumbell, dapat dikerjakan dengan cara sebagai berikut : 

Data-data yang diperlukan untuk menghitung curah hujan rencana adalah:

a) Data curah hujan per tahun, b) Data hari hujan per tahun. Dari kedua data tersebut maka dapat dibuat data curah hujan per hari hujan dalam setahun. Tabel berikut ini merupakan tabel curah hujan dalam 10 tahun terakhir di wilayah penyelidikan

10

Tabel 3.1 Data Curah Hujan dari mulai Tahun 1991-2008

Sumber : Data Praktikum Perencanaan Modul Hidrologi Tahun 2014

Tabel 3.2 Data Hari Hujan dari mulai Tahun 1991-2008

11

Sumber : Data Praktikum Perencanaan Modul Hidrologi Tahun 2014

1. Menghitung Data Curah Hujan per Hari Hujan dalam Setahun

C urah Hujan per Hari Hujan =

Curah Hujan per Hari Hujan =

Curah Hujan per Tahun Hari Hujan per Tahun

Curah Hujan per Tahun Bulan Januari 152.1 mm = Hari Hujan per Tahun Bulan Januari 20

= 7.605 mm/hari hujan dalam setahun di tahun 1991 2. Menghitung Curah Hujan Tertinggi dalam Setahun Curah Hujan Maksimal = Data Curah Hujan dari Bulan Januari – Desember = 16.091 mm (Tertinggi di Tahun 1991 pada Bulan Desember) Pada Persamaan Distribusi E.J. Gumbell diperlukan data Xrata-rata. Dapat dicari secara Aritmatika, yaitu dengan rumus :

X rata-rata =

∑x n

Dimana : ∑x = Jumlah curah hujan max = Banyaknya data curah hujan max n

12

X rata-rata =

532.89 = 29.60 mm 18

Setelah data curah hujan tersebut dihitung, maka didapatkan beberapa pengolahan data seperti : 

Koreksi rata-rata curah hujan,



Standar deviasi,



Koreksi simpangan besaran curah hujan, dan



Menentukan curah hujan rencana. Untuk curah hujan rencana di dapatkan hasil pengolahan data sebagai

berikut : Tabel 3.3 Periode Ulang Hujan Rencana Curah Hujan Rencana (CHR)

I (mm/jam)

0.3665129

25.61609164

5.5944293

1.2458993

48.50236727

10.59268

60.37208099

13.184968

68.47727185

14.955102

74.64392632

16.301869

Periode Hujan

yt

2 4 6

1.7019834

8

2.0134187

10

2.2503673

3.2

sd

sn

28.06726229

1.078461574

Pengujian Falling Head Pada pengujian falling head, lapisan yang diuji adalah lapisan yang

diperkirakan bersifat permeable atau impermeable yang dianggap sebagai sumber air yang berpotensi merembes masuk ke dalam bukaan tambang. (modul praktikum perencanaan dan simulasi tambang. Unisba tahun 2014)

Perhitungan debit air tanah yang merembes melalui lapisan batuan dilakukan dengan pendekatan rumus yang sederhana, yaitu Q=kIA Keterangan : Q

= Debit air limpasan (m3/detik),

k

= Koefisien Permeabilitas (m/detik),

i

= Gradien Hidraulik

A

= Luas Permukaan Batuan yang Dirembesi Air Tanah (m2). Untuk menghitung nilai koefisien permeabilitas (k) menggunakan rumus

sebagai berikut

k =

A H1 x Ln F (t2-t1) H2

13

Keterangan : k

= Koefisien Permeabilitas (m/s),

A

= Luas Penampang dari Kolom Air (m2),

F

= Shape Factor yang disesuaikan dengan kondisi bottom dari lubang,

T1,t2 = Pengukuran Perubahan Waktu Penurunan Level Air (detik), H1,h2 = Level Air Di dalam Pipa Dengan ketentuan bahwa nilai, L > 4D maka di dapatkan hasilnya sebagai berikut

Gambar 3.1 Sketsa Pengujian Falling Head Tabel 3.4 Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Claystone Penambahan Penurunan Air Waktu (T) Air Tanah Keteranga Tanah (he) ht/hw ht = Hw - he n (menit) (cm) (cm) 1 0.1 99.9 0.999 2 0.2 99.8 0.998 3 0.3 99.7 0.997 4 0.4 99.6 0.996 5 0.4 99.6 0.996 6 0.5 99.5 0.995 7 0.5 99.5 0.995 8 0.5 99.5 0.995 9 0.6 99.4 0.994 10 0.7 99.3 0.993 12 0.8 99.2 0.992 14 0.9 99.1 0.991 16 1 99 0.990 18 1.1 98.9 0.989 20 1.2 98.8 0.988 25 1.9 98.1 0.981 30 2.2 97.8 0.978

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Sumber : Data Praktikum Perencanaan dan Simulasi Tambang Tahun 2014

Dengan datanya adalah sebagai berikut untuk semua lapisan yang diuji : 

Hw

= 100 cm,

T (detik) 60 120 180 240 300 360 420 480 540 600 720 840 960 1080 1200 1500 1800

14



L

= 4 Inc = 10.16 cm,



4D

= 40.64 cm, L>4D



A

= 81.03.

Didapatkan grafik hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu seperti pada grafik dibawah ini

Grafik Hubungan HT/HW dengan T 1.005 1.000 0.995 0.990 HT/HW (cm) 0.985 0.980 0.975 0.970 0.965

0

500

1000

1500

2000

Waktu (T) (Detik)

Gambar 3.2 Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Claystone Tabel 3.5 Perhitungan untuk Mencari nilai k (koefisien permeabilitas) T1 T2 Lapisan Diameter ( Cm ) H1 H2 F (detik (detik) ) Clayston 10.16 0.995 0.98 410 1380 137.315 e

No 1 2 3 4 5 6 7 8

K (cm/det) 6.76E-06

Tabel 3.6 Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batubara ke 1 Penambahan Waktu (T) Kedalaman MAT MAT Keteranga ht/hw (menit) (he) dalam (cm) ht = Hw - he n ( cm) 1 0.6 99.4 0.994 2 2 98 0.980 3 3.5 96.5 0.965 4 5.7 94.3 0.943 5 6.8 93.2 0.932 6 8 92 0.920 7 9.1 90.9 0.909 8 10 90 0.900

T (detik) 60 120 180 240 300 360 420 480

15

9 10 11 12 13 14 15 16 17

9 10 12 14 16 18 20 25 30

12 12.5 15 17 19 21 23 27 31

88 87.5 85 83 81 79 77 73 69

0.880 0.875 0.850 0.830 0.810 0.790 0.770 0.730 0.690

540 600 720 840 960 1080 1200 1500 1800

Grafik Hubungan HT/HW dengan T 1.200 1.000 0.800 HT/HW (cm) 0.600 0.400 0.200 0.000 50

250

450

650

850 1050 1250 1450 1650

Waktu (t) (detik)

Gambar 3.3 Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Batubara ke 1

Lapisan Coal

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tabel 3.7 Perhitungan untuk Mencari nilai k (koefisien permeabilitas) T1 T2 H1 H2 F Diameter ( Cm ) (detik) (detik) 10.16

0.98

0.78

200

1300

137.3151

K (cm/det) 1.22E-04

Tabel 3.8 Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batupasir Penambahan Waktu (T) Kedalaman MAT MAT ht/h Keteranga (menit) (he) dalam (cm) ht = Hw - he w n ( cm) 1 64 36 0.360 2 87 13 0.130 3 90 10 0.100 4 90 10 0.100 5 92 8 0.080 6 92 8 0.080 7 92 8 0.080 8 93 7 0.070 9 93 7 0.070

T (detik ) 60 120 180 240 300 360 420 480 540

16

10 11 12 13 14 15 16 17

10 12 14 16 18 20 25 30

93 94 94 94 94 94 96 96

7 6 6 6 6 6 4 4

0.070 0.060 0.060 0.060 0.060 0.060 0.040 0.040

600 720 840 960 1080 1200 1500 1800

Grafik Hubungan HT/HW dengan T 0.400 0.350 0.300 0.250 HT/HW (cm) 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000

0

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 Waktu (T) (Detik)

Gambar 3.4 Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Batupasir Tabel 3.8 Perhitungan untuk Mencari nilai k (koefisien permeabilitas) H1 H2 T1 T2 F Diameter ( Cm ) (detik) (detik)

Lapisan Sandston e

10.16

0.13

0.065

120

1020

137.3151

K (cm/det) 0.015683599

Tabel 3.9 Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batubara ke 2 No

Waktu (T) (menit)

Kedalaman MAT (he) dalam (cm)

Penambahan MAT ht = Hw - he ( cm)

ht/hw

1 2 3 4 5 6 7

1 2 3 4 5 6 7

20 35 42 51 63 69 72

80 65 58 49 37 31 28

0.800 0.650 0.580 0.490 0.370 0.310 0.280

Keterangan

T (detik)

60 120 180 240 300 360 420

17

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

8 9 10 12 14 16 18 20 25 30

75 76 78 80 82 85 86 87 89 90

25 24 22 20 18 15 14 13 11 10

0.250 0.240 0.220 0.200 0.180 0.150 0.140 0.130 0.110 0.100

480 540 600 720 840 960 1080 1200 1500 1800

Grafik Hubungan HT/HW dengan T 0.900 0.800 0.700 0.600 0.500 HT/HW (cm) 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000

0

200 400 600 800 1000 1200 1400160018002000 Waktu (T) (Detik)

Gambar 3.5 Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Batubara ke 2

Lapisan Coal 2

No 1 2 3 4 5 6

Tabel 3.10 Perhitungan untuk Mencari nilai k (koefisien permeabilitas) T1 T2 Diameter ( Cm ) H1 H2 F (detik) (detik) 10.16 0.45 0.14 280 1190 137.3151

K (cm/det) 7.57E-04

Tabel 3.11 Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batubara ke 3 Penambahan Waktu (T) Kedalaman MAT MAT ht/h Keterangan (menit) (he) dalam (cm) ht = Hw - he w ( cm) 1 8 92 0.920 2 8.5 91.5 0.915 3 9.5 90.5 0.905 4 10 90 0.900 5 11 89 0.890 6 12 88 0.880

T (detik) 60 120 180 240 300 360

18

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

7 8 9 10 12 14 16 18 20 25 30

13 14 14.5 15.5 17 18.5 19 21.5 22 25 26

87 86 85.5 84.5 83 81.5 81 78.5 78 75 74

0.870 0.860 0.855 0.845 0.830 0.815 0.810 0.785 0.780 0.750 0.740

420 480 540 600 720 840 960 1080 1200 1500 1800

Grafik Hubungan HT/HW dengan T 1.000 0.900 0.800 0.700 0.600 HT/HW (cm)

0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000

0

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 Waktu (T) (Detik)

Gambar 3.6 Grafik Hubungan antara Ht/Hw dengan Waktu pada Lapisan Batubara ke 3

Lapisan Coal 3

Tabel 3.11 Data Hasil Pengujian Falling Head pada Lapisan Batubara ke 3 T1 T2 Diameter ( Cm ) H1 H2 F (detik) (detik) 10.16 0.89 0.81 380 980 137.3151

K (cm/det) 9.26E-05

Untuk menghitung debit air yang masuk ke dalam tambang, digunakan debit air limpasan permukaan (surface run off) dan debit air tanah. Perhitungan debit air yang masuk ke tambang dibatasi dengan daerah tangkapan hujan (catchment area). Untuk menghitung debit air limpasan permukaan yang akan masuk ke dalam tambang, terlebih dahulu dengan menentukan luasan daerah tangkapan air hujan (catchment area). Penentuan luasan catchment area ini, dapat

19

dilakukan secara manual pada peta arah aliran air sungai ataupun dapat menggunakan software dengan berdasarkan ketinggian garis kontur, dan perkiraan kemana air tersebut akan tertampung. Luasan catchment area ditentukan pada daerah yang memiliki daerah yang

memiliki

ketinggian

yang

rendah

dan

merupakan

daerah

yang

memunggungi perbukitan ataupun gunung-gunung. Sehingga air hujan akan tertahan dan terkumpul pada daerah tersebut.

Gambar 3.7 Arah Aliran Air Permukaan di Lokasi Sekitar Penambangan

20

Gambar 3.2 Catchment area

Seperti dapat dilihat pada gambar 3.2, bahwa luasan catchment area ditentukan dengan perkiraan pada daerah sekitar tambang dimana air akan diperkirakan terperangkap dan berkumpul. Terlihat pada gambar 3.2, catchment area ditunjukkan oleh tanda panah warna merah. Setelah penentuan luasan catchment area, dilakukan perhitungan debit air limpasan permukaan pada catchment area, dengan menggunakan Rumus Rational dapat dihitung sebagai berikut : Q=CxIxA

Keterangan : Q

= Debit air limpasan permukaan (m3/jam)

C

= Koefisien Limpasan

I

= Intensitas Curah Hujan (m/jam)

A

= Luasan Daerah (m2)

3.3

Perhitungan Debit Air Limpasan Permukaan (Surface Run Off) Debit Air limpasan permukaan (surface run off) merupakan penjumlahan

antara air limpasan permukaan pada catchment area dan air limpasan permukaan pada pit. 3.3.1

Catchment Area

Diketahui : C

= 0.65 (catchment area berupa daerah lapisan tanah penutup)

21

I

= 0.005594429 m/jam (dari perhitungan intensitas curah hujan menggunakan rumus mononobe) = 22400 m2 (luasan catchment area)

A

Maka didapat : Qca = C x I x A = 0.65 x 0.005594429 m/jam x 22400 m2 = 81.45489076 m3/jam 3.3.2

Pit

Diketahui : C

= 0.75 (dasar pit dan jenjang)

I

= 0.005594429 m/jam (dari perhitungan intensitas curah hujan menggunakan rumus mononobe) = 1464500 m2 (luasan pit)

A

Maka didapat : Qpit

=CxIxA = 0.75 x 0.005594429 m/jam x 1464500 m2 = 6144.781294 m3/jam Maka, jumlah debit air limpasan permukaan yang masuk ke dalam

tambang adalah: Qtotal = Qca + Qpit

Qtotal

= Qca + Qpit = 81.45489076 m3/jam + 6144.781294 m3/jam = 6226.236184 m3/jam

Catchme nt Area CA Pit

Tabel 3.12 Perhitungan Debit Air Limpasan Permukaan I A(m2) A (Ha) I (m/jam) C (mm/jam) 5.594429 0.0055944 22400 2.24 0.65 31 29 5.594429 0.0055944 1464500 146.45 0.75 31 29 Limpasan

3.4

Q (m3/jam) 81.454890 76 6144.7812 94 6226.2361 84

Perhitungan Debit Air Tanah Perhitungan debit air tanah dilakukan pada setiap lapisan tanah yang ada

dalam pit tersebut. Untuk litologinya, dapat diketahui dari data pemboran

22

geoteknik yang dilakukan sebelumnya. Untuk menghitung debit air tanah digunakan rumus Darcy, yaitu : Q=KxIxA

Keterangan : Q

= Debit air tanah (m3/jam)

K

= Konduktivitas Hidraulik (m/s)

I

= Gradien Hidraulik (m/jam)

A

= Luasan Daerah (m2) Setelah diketahui litologi, maka perhitungan debit air tanah dihitung pada

setiap litologi lapisan pada pit. Contohnya perhitungan debit air tanah pada lapisan claystone : Diketahui : Tebal Lapisan

: 0.5 m

Panjang Bukaan Pit

: 6341.274 m

K

: 6.763 x 10-8 m/s (didapat dari hasil pengujian falling head)

I

: h1-h2/L = 0.0002

A Maka didapat :

: 3170.637 m2

Q

=KxIxA = 6.763 x 10-8 m/s x 0.0002 x 3170.637 m2 = 0.000154393 m3/s = 0.000154393 m3/s x 3600 s/jam = 4.288 x 10-8 m3/jam Untuk perhitungan debit air tanah pada setiap lapisan, dapat dilihat pada

tabel 3.13. Setelah didapat debit air tanah tiap lapisan, kemudian jumlahkan semuanya, sehingga didapatkan debit air tanah total pada pit tersebut.

lokas i

Litologi

Tebal (m)

PIT

Claysto ne

0.5

PIT

Coal

0.5

PIT

Sandsto ne

0.5

PIT

Coal

0.5

Tabel 3.13 Perhitungan Debit Air Tanah Panja ng K Luas I Bukaa (m/detik) (m2) n 6341.2 6.76314E 3170.63 0.0002 74 -08 7 6341.2 0.000122 3170.63 0.004 74 454 7 6341.2 0.000475 3170.63 0.0104 74 626 7 6341.2 0.000757 3170.63 0.0062 74 17 7

Q (m /jam)

Q(m3/deti k)

0.000154 393 5.590909 021 56.46095 504 53.58388 198

4.28869E08 0.001553 03 0.015683 599 0.014884 412

3

23

PIT

Coal

0.5

6341.2 74

9.26359E -05

3170.63 7

0.0016

Air Tanah

3.5

1.691798 202 117.3276 986

0.000469 944 0.032591 027

Estimasi Kebutuhan Pompa Kebutuhan pompa disesuaikan dengan kapasitas pompa dan besarnya

debit air yang akan di pompa. Debit air yang akan dipompa merupakan debit air yang diperkirakan masuk ke dalam tambang, dapat berupa air limpasan maupun air tanah. Maka debit air yang masuk ke tambang, merupakan penjumlahan antara kedua debit tersebut. Q air yang masuk dalam tambang = QSRO + QAQ

Dimana: QSRO

= Debit air limpasan permukaan (m3/jam)

QAQ

= Debit Air Tanah (m3/jam)

Maka, debit air total yang akan masuk dalam tambang adalah: Qtotal = QSRO + QAQ = 6226.236184 m3/jam + 117.3276986 m3/jam = 6343.563883 m3/jam Dengan jumlah debit air tersebut, dapat diperkirakan kapasitas pompa dan jumlah kebutuhan pompa, yaitu dengan spesifikasi pompa : 

Tipe Pompa

: Pentair Mixed Flow Pump



Kapasitas

: 150 – 11.000 m3/jam (660-48.431 USGPM)



Head

: 5 – 40 mlc (16-131 feet)

24

Gambar 3.3 Pentair Mixed Flow Pump

Dengan menggunakan kapasitas pompa hingga 11.000 m3/jam, maka dapat diasumsikan bahwa kapasitas pompa 10.000 m3/jam dan jam kerja pompa 12 jam dalam sehari, maka estimasi pompa yang dibutuhkan adalah =

Q (Kapasitas Pompa x Jam Kerja Pompa)

=

6343.564 m3/jam m3 (10.000 x 12 jam/hari) jam

= 1.2 buah pompa = 2 buah pompa Tabel 3.14 Estimasi Kebutuhan Pompa Lokasi

Limpasan (m3/jam)

Air Tanah (m3/jam)

Q (m3/jam)

Q (m /hari)

Kap. Pompa (m3/jam)

Jam Kerja Pompa

Estimasi Pompa

PIT

6226.2361 84

117.32769 86

6343.5638 83

152245.53 32

10000

12

1.2687127 77

3

25

BAB IV ANALISA

Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat dianalisa bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang termasuk ke dalam kategori jenuh dengan debit air total daerah tersebut tergolong cukup besar, yaitu 6343.563883 m3/jam. Hal ini berarti apabila terjadi hujan, debit air yang harus di atasi agar tidak mengganggu proses produksi, sebesar jumlah debit tersebut. Untuk menanggulanginya, maka dapat dilakukan upaya penirisan tambang. Upaya penirisan tambang ini dilakukan dengan cara memompa air yang masuk ke dalam tambang dan mengalirkannya ke dalam kolam penampungan (sump) ataupun dapat dicegah dengan pembuatan saluran keliling yang dapat menampung debit air yang akan masuk ke dalam pit. Pembuatan saluran keliling di sekitar pit ini dapat menampung debit air dengan volume sebesar 1463.782 m3. Jadi, hal ini dapat mengurangi debit air yang akan masuk ke dalam pit dan memperingan kinerja dari pompa.

26

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dari bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa hidrogeologi sangat berpengaruh terhadap suatu tambang, terutama masalah air yang akan mengganggu produksi dari suatu tambang. Maka untuk menanggulanginya, dimanfaatkan ilmu hidrogeologi untuk penyaliran dan penirisan tambang. Catchment area merupakan daerah yang dibuat sebagai luasan yang berguna untuk menampung atau menangkap air hujan. Pada daerah tangkapan hujan ini, diperkirakan air hujan akan mengalir di daerah tersebut, sebelum mengalir ke saluran hingga ke danau, sungai ataupun laut. Pembuatan catchment area, sangat bergantung pada kondisi topografi daerah tersebut dan debit limpasan air permukaan (surface run off). Debit air limpasan permukaan (Q SRO) pada bukaan tambang seluas 2.24 dan pada catchment area seluas 146.45 Ha, dengan intensitas hujan 0.005594429 m/jam adalah sebesar 6343.563883 m3/jam. Sedangkan debit air tanahnya (Qaq) sebesar 117.3276986 m3/jam. Dari debit air total yang harus diatasi agar kegiatan penambangan tetap berproduksi dan permasalahan air dapat tertasi, maka dibutuhkan 2 buah pompa Pentair dengan model Mixed Flow Pump dengan kapasitas 10.000 m3/jam.

27

DAFTAR PUSTAKA

Rudi. Z., 2002, dalam Buku Ajar Hidrogeologi dalam Perencanaan Tambang, ITB. “Hidrogeologi dalam Perencanaan Tambang”. Bandung. Dikutip dari E-book, diakses pada tanggal 16 November 2014 pukul 22.45 WIB Zakaria, Ir., MT. 2011, dalam Jurnal Kuliah, “Hidrogeologi”. Universitas Padjadjaran. Bandung. Dikutip dari E-book, diakses pada tanggal 16 November 2014 pukul 20.20 WIB L.A. Ayres de Silva,A.P. Chaves,W.T. Hennies. 1996, terjemahan dari Buku “Mine Planning and Equipment Selection”. Dikutip dari E-book, diakses pada tanggal 17 November 2014 pukul 01.34 WIB

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF