LAPORAN AKHIR ASIDITAS 10-05

September 16, 2017 | Author: Aufa Rahmatika Muswar | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download LAPORAN AKHIR ASIDITAS 10-05...

Description

LAPORAN AKHIR PRATIKUM KIMIA LINGKUNGAN ASIDITAS

OLEH : NAMA

: RAHMI HIDAYATI

NO. BP

: 1110941011

HARI/ TANGGAL PRATIKUM : SABTU/ 03 NOVEMBER 2012 KELOMPOK

: IV (EMPAT) GANJIL

REKAN KERJA

: 1. KHARIUL HAKIM AS (1110941003) 2. IFANI DWI RIZKI

(1110942009)

ASISTEN: UTAMI LANGGA SARI HASIBUAN

LABORATORIUM AIR JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan asiditas ini adalah untuk menentukan asiditas sampel dengan menggunakan larutan dan NaOH, serta indikator pH tertentu. 1.2 Metode Percobaan Metode percobaan asiditas adalah titrasi asam basa. 1.3 Prinsip Percobaan Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah asiditas atau alkalinitas dalam air dinetralkan dengan basa NaOH atau asam sulfat (H 2SO4) menggunakan indikator pH. Asiditas

H+ + OH-  H2O CO2 + OH-  HCO3HCO3- + H+  H2O + CO2

Alkalinitas

OH- + H+  H2O CO32- + H+  HCO3HCO3- + H+  H2O + CO2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Eksisting Wilayah Sampling Pada praktikum asiditas ini, praktikan mengambil sampel air di Sungai Seberang Padang yang berlokasikan di Jalan Sutan Syahrir. Koordinat lokasinya pada 00o96’35,3’’ LS dan 100o37’95,8’’ BT. Di sungai Seberang Padang ini praktikan tidak mengambil sampel melainkan hanya melihat kondisi wilayah sampling. Keadaan air di Sungai Seberang Padang ini tidak terlalu baik. Letaknya yang tidak terlalu jauh dengan jalan perlintasan membuat para pengguna jalan untuk membuang sampahnya sambil melintasi jalan ke sungai ini. Ditambah lagi dengan dekatnya sungai ini dengn pemukiman masyarakat sekitar. Sehingga kegiatan seperti mandi, mencuci, kakus dan lainnya dilakukan disini. Banyaknya kegiatan yang dilakukan di sungai ini, membuat sungai berwarna agak kehijuan. Banyak sampah yang terbawa oleh aliran sungai dan membuat sungai ini tidak sedap dipandang mata. Selain dari segi warna dan estetika, dari segi bau air di sungai ini memiliki bau yang kurang sedap. 2.2 Teori 2.2.1 Alkalinitas Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan pH larutan. Alkalinitas terdiri dari ion-ion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3-) dan hidroksida (OH-) yang merupakan buffer terhadap pengaruh pengasaman. Alkalinitas diperlukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pH yang besar, selain itu juga merupakan sumber CO2 untuk proses fotosintesis fitoplankton. Nilai alkalinitas akan menurun jika aktifitas fotosintesis naik, sedangkan ketersediaan CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis tidak memadai. Sumber alkalinitas air tambak berasal dari proses difusi CO2 di udara ke dalam air, proses dekomposisi atau perombakan bahan organik oleh bakteri yang menghasilkan CO2, juga secara kimiawi dapat dilakukan dengan pengapuran secara merata di seluruh dasar tambak atau permukaan air. Jenis kapur yang biasa

digunakan adalah CaCO3 (kalsium karbonat), CaMg(CO3)2 (dolomit), CaO (kalsium oksida), atau Ca(OH)2 (kalsium hidroksida). Alkalinitas dinyatakan dalam mg CaCO3/liter air (ppm) (Efendi, 2007). Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan (Hidayat, 2009): a. Pengaruh sistem buffer dari alkalinitas; b. Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik. Sehingga alkalinitas diukur sebagai factor kesuburan air. Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikan pH. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3). Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm (Dewi, 2007). Alkalinitas diukur dengan cara titrasi dengan asam yang distandarisasi sampai titik akhir methyl orange (MO) pada sekitar pH 4.3 dan dicerminkan sebagai mg/L sebagai CaCO3. Sebagian besar air beralkalinitas tinggi juga mempunyai pH alkalin (pH >7) dan konsentrasi TDS yang tinggi (Jatilaksono, 2009). Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan pH larutan atau dikenal dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas merupakan hasil reaksi terpisah dalam larutan dan merupakan analisa makro yang menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas merupakan kemampuan air untuk mengikat ion positif hingga mencapai pH 4,5.Pada awalnya, alkalinitas adalah gambaran pelapukan batuan yang terdapat pada sistem drainase. Alkalinitas dihasilkan dari karbondioksida dan air yang dapat melarutkan sedimen

batuan karbonat menjadi bikarbonat. Jika Me merupakan logam alkali tanah (misalnya kalsium dan magnesium), maka reaksi yang menggambarkan pelarutan batuan karbonat ditunjukkan dalam reaksi (2.29). MeCO3 + CO2 + H2O → Me2+ + 2HCO32- (2.29) Kalsium karbonat merupakan senyawa yang memberi kontribusi terbesar terhadap nilai alkalinitas dan kesadahan di perairan tawar. Senyawa ini terdapat di dalam tanah dalam jumlah yang berlimpah sehingga kadarnya di perairan tawar cukup tinggi. Kelarutan kalsium karbonat menurun dengan meningkatnya suhu dan meningkat dengan keberadaan karbondioksida. Kalsium karbonat bereaksi dengan karbondioksida membentuk kalsium bikarbonat [Ca(HCO3)2] yang memiliki daya larut lebih tinggi dibandingkan dengan kalsium karbonat (CaCO3) (Cole, 1983 dalam Effendi 2007). Tingginya kadar bikarbonat di perairan disebabkan oleh ionisasi asam karbonat, terutama pada perairan yang banyak mengandung karbondioksida (kadar CO 2 mengalami saturasi/jenuh). Reaksi pembentukan bikarbonat dari karbonat adalah reaksi

setimbang

dan

mengharuskan

keberadaan

karbondioksida

untuk

mempertahankan bikarbonat dalam bentuk larutan. Jika kadar karbondioksida bertambah atau berkurang, maka akan terjadi perubahan kadar ion bikarbonat (Efendi, 2007). Bikarbonat mengandung asam (CO2) dan basa (CO32-) pada konsentrasi yang sama, seperti yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi (2.30). 2 HCO3 - ↔ CO2 + CO32- + H2O (2.30) Selain karena bereaksi dengan ion H+, karbonat dianggap basa karena dapat mengalami hidrolisis menghasilkan OH- seperti persamaan reaksi (2.31). CO32- + H2O ↔ HCO3- + OH- (2.31) Sifat kebasaan CO32- lebih kuat daripada sifat keasaman CO2 sehingga pada kondisi kesetimbangan, ion OH- dalam larutan bikarbonat selalu melebihi ion H +. Akumulasi hidroksida menyebabkan perairan yang banyak ditumbuhi algae memiliki nilai pH yang tinggi, sekitar 9 – 10. Nilai alkalinitas sangat dipengaruhi

oleh pH. Dengan kata lain, alkalinitas berperan sebagai sistem penyangga (buffer) agar perubahan pH tidak terlalu besar. Alkalinitas juga merupakan parameter pengontrol untuk anaerobic digester dan instalasi lumpur aktif (Jatilaksono, 2009). Alkalinitas ditetapkan melalui titrasi asam basa. Asam kuat seperti asam sulfat dan asam klorida dapat menetralkan zat-zat alkaliniti yang bersifat basa sampai titk akhir titrasi (titik ekivalensi) kira-kira pada pH 8,3 dan 4,5. Titik akhir ini dapat ditentukan oleh jenis indikator yang dipilih dan perubahan nilai pH pada pHmeter waktu titrasi asam basa. Reaksi yang terjadi ditunjukkan dalam persamaan reaksi (2.32) sampai (2.34). OH- + H+ ↔ H2O (pH = 8,3) (2.32) 2+ CO3 + H ↔ HCO3 (pH = 8,3) (2.33) + HCO3 + H ↔ H2O + CO2 (pH = 4,5) (2.34) Jumlah asam yang diperlukan untuk mencapai titik akhir pada pH 8,3 (sebagian dari alkalinitas total) dikenal sebagai nilai P (phenolphtalein) dan yang diperlukan sampai pH 4,3 dikenal sebagai nilai T (total alkalinity) atau M (metil orange) (Limbong, 2008). Air ledeng memerlukan ion alkalinitas dalam konsentrasi tertentu. Jika kadar alkalinitas terlalu tinggi dibandingkan kadar Ca2+ dan Mg2+, air menjadi agresif dan menyebabkan karat pada pipa. Alkalinitas yang rendah dan tidak seimbang dengan kesadahan dapat menyebabkan timbulnya kerak CaCO3 pada dinding pipa yang memperkecil diameter/ penampang basah pipa (Alaerts, 1987). Satuan alkalinitas dinyatakan dengan mg/liter kalsium karbonat (CaCO 3) atau mili-ekuivalen/liter. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas perairan alami hampir tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh oragnisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi (Alaerts, 1987).

2.2.2 Asiditas Asiditas adalah kapasitas kuantitatif air untuk bereaksi dengan basa kuat sehingga menstabilkan pH hingga mencapai 8,3 atau kemampuan air untuk mengikat OH untuk mencapai pH 8,3 dari pH asal yang rendah. Semua air yang memiliki pH < 8,5 mengandung asiditas ( Syafila, 2010). Pada dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas melibatkan dua komponen, yaitu jumlah asam, baik asam kuat maupun asam lemah (misalnya asam karbonat dan asam asetat), serta konsentrasi ion hidrogen. Menurut APHA (1976) dalam Effendi (2003), pada dasarnya asiditas menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa sampai pH tertentu, yang dikenal dengan base-neutralizing capacity (BNC); sedangkan Tebbut (1992) dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa pH hanya menggambarkan konsentrasi ion hidrogen. Pada kebanyakan air alami, air buangan domestik, dan air buangan industri bersifat buffer karena sistem karbondioksida-bikarbonat. Pada titrasi beberapa asam lemah, dapat diketahui bahwa titik akhir stoikiometri dari asam karbonat tidak dapat dicapai sampai pH sekitar 8,5. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semua air yang memiliki pH < 8,5 mempunyai sifat asiditas. Biasanya titik akhir phenophtalein pada pH 8,2 sampai 8,4 digunakan sebagai titik referensi. Dari titrasi terhadap asam karbonat dan asam kuat, diketahui bahwa asiditas dari air alami disebabkan oleh CO2 yang merupakan agen efektif dalam air yang memiliki pH > 3,7 atau disebabkan oleh asam mineral kuat yang merupakan agen efektif dalam air dengan pH < 3,7. Dapat dikatakan bahwa asiditas di dalam air disebabkan oleh CO2 terlarut dalam air, asam-asam mineral (H2SO4, HCl, HNO3), dan garam dari asam kuat dengan basa lemah. (Efendi, 2007).

Asiditas Total (Asiditas PHenopHtalein) Asiditas total merupakan asiditas yang disebabkan adanya CO 2 dan asam mineral. Karbondioksida merupakan komponen normal dalam air alami. Sumber CO 2 dalam air dapat berasal dari adsorbsi atmosfer, proses oksidasi biologi materi

organik, aktivitas fotosintesis, dan perkolasi air dalam tanah. Karbondioksida dapat masuk ke permukaan air dengan cara adsorbsi dari atmosfer, tetapi hanya dapat terjadi jika konsentrasi CO2 dalam air < kesetimbangan CO2 di atmosfer. Karbondioksida dapat diproduksi dalam air melalui oksidasi biologi dari materi organik, terutama pada air tercemar. Pada beberapa kasus, jika aktivitas fotosintesis dibatasi, konsentrasi CO2 di dalam air dapat melebihi keseimbangan CO2 di atmosfer dan CO2 akan keluar dari air. Air permukaan secara konstan mengadsorpsi atau melepas CO2 untuk menjaga keseimbangan dengan atmosfer. Air tanah dan air dari lapisan hypolimnion di danau dan reservoir biasanya mengandung CO2 dalam jumlah yang cukup banyak. Konsentrasi ini dihasilkan dari oksidasi materi organik oleh bakteri dimana materi organik ini mengalami kontak dengan air dan pada kondisi ini CO2 tidak bebas untuk keluar ke atmosfer. CO2 merupakan produk akhir dari oksidasi bakteri secara anaerobik dan aerobik. Oleh karena itu konsentrasi CO2 tidak dibatasi oleh jumlah oksigen terlarut (Dewi, 2007). Asiditas Mineral (Asiditas Metil Orange) Asiditas mineral merupakan asiditas yang disebabkan oleh asam mineral. Dapat juga disebut asiditas metil orange karena untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator metil orange untuk mencapai pH 3,7. Asiditas mineral di dalam air dapat berasal dari industri metalurgi, produksi materi organik sintetik, drainase buangan tambang, dan hidrolisis garam-garam logam berat. Asiditas mineral terdapat di limbah industri, terutama industri metalurgi dan produksi materi organik sintetik. Beberapa air alami juga mengandung asiditas mineral. Kebanyakan dari limbah industri mengandung asam organik. Kehadirannya di alam dapat ditentukan dengan titrasi elektrometrik dan gas chromatografi (Dewi, 2007). Garam logam berat, terutama yang bervalensi 3, terhidrolisa dalam air untuk melepaskan asiditas mineral sesuai dengan reaksi (2.25). FeCl3 + 3 H2O ↔ Fe (OH)3 + 3 H+ + 3 Cl- (2.25)

Kehadirannya dapat diketahui dari pembentukan endapan ketika pH larutan meningkat selama netralisasi. Air yang mengandung asiditas biasanya bersifat

korosif sehingga memerlukan banyak biaya untuk menghilangkan/mengontrol substansi yang menyebabkan korosi (umumnya CO2). Jumlah keberadaan asiditas merupakan faktor penting dalam penentuan metode pengolahan, apakah dengan aerasi atau netralisasi sederhana dengan kapur atau sodium hidroksida. CO2 merupakan pertimbangan penting dalam mengestimasi persyaratan kimia untuk pelunakan kapur/kapur soda. Dalam penelitian ini, digunakan titrasi asam basa dengan indikator phenophtalein (p) dan metil orange (m) sesuai reaksi (2.26) sampai (2.28) (Dewi, 2007). H+ + OH- → H2O (2.26) CO2 + OH → HCO3 (2.27) + HCO3 – + H → H2O + CO2 (2.28)

Karbondioksida dan asiditas mineral dapat diukur dengan larutan standar menggunakan reagen alkaline. Asam mineral dapat diukur dengan titrasi pada pH 3,7 sehingga disebut asiditas metil orange. Titrasi contoh air pada pH mencapai 8,3 dapat mengukur asam mineral dan asiditas dari asam lemah. Asam mineral dapat dinetralkan ketika pH mencapai 3,7. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam CaCO3. Karena CaCO3 memiliki berat ekivalen 50, maka N/50 NaOH digunakan sebagai agen penitrasi sehingga 1 ml ekivalen dengan 1 mg asiditas (Hidayat, 2009).

BAB III PROSEDUR PERCOBAAN 3.1 Alat 1.

Beakerglass 250 mL 2 buah;

2.

Buret 50 mL dan statip 1 buah;

3.

Gelas ukur 50 mL 1 buah;

4.

Corong 1 buah;

5.

Labu ukur 200 mL 1 buah;

6.

Labu semprot;

7.

Pipet takar 25 mL dan bola hisap 1 buah;

8.

Buret 50 mL dan statip;

9.

pH meter;

10. Magnetic Stirer. 3.2 Bahan 1.

Larutan standar NaOH 0,1 N;

2.

Larutan standar H2SO4 0,1 N.

3.

Aquadest..

3.3 Cara Kerja 3.3.1 Kalibrasi pH meter 1. Larutan buffer pH 4, pH 7, dan pH 10 dimasukkan ke dalam 3 buah beakerglass 100 mL; 2. pH meter dimasukkan ke dalamnya dan alat diatur sesuai dengan pH larutan. 3.3.2 Pengenceran Larutan NaOH 1. 40 mL larutan NaOH 0,1 dimasukkan ke dalam labu ukur; 2. Aquadest ditambahkan sehingga volume totalnya menjadi 200 mL; 3. Labu ukur dikocok agar larutan tercampur rata. 3.3.3 Asiditas Blangko

1. 100 mL aquadest dimasukkan ke dalam beakerglass 250 mL; 2. pH meter dimasukkan ke dalam beakerglass, kemudian perlahan - lahan dititrasi dengan larutan NaOH hingga pH nya 8,3; 3. Volume NaOH yang terpakai dalam proses titrasi dicatat. 3.3.4 Asiditas Sampel Air 1. 100 mL sampel air dimasukkan ke dalam beakerglass 250 mL; 2. pH meter dimasukkan ke dalamnya dan dititrasi dengan larutan NaOH sampai pH 8,3; 3. Volume NaOH yang terpakai dalam proses titrasi dicatat. 3.3.5

Rumus

Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut: Perhitungan yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1. Pengenceran N1V1 = N2V2 Keterngan rumus: N1 = normalitas larutan awal V1 = volume larutan awal N2 = normalitas larutan akhir V2 = volume larutan akhir 2. Perhitungan alkalinitas dalam mg CaCO3 /L:

Asiditas mg CaCO3 /L =

Keterangan: A = ml standar asam yang digunakan (H2SO4 / NaOH) N = Normalitas H2SO4 / NaOH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data 1. Standarisasi Larutan Larutan standar yang digunakan pada praktikum adalah NaOH 0,1 N. 2. Recovery Kalibrasi pH meter No.

pH awal

pH akhir

% recovery

1. 2.

4 7

4 7,06

100 100,9

3.

10

10,39

103,9

4.

Rata-rata % Recovery

101,6

3. Asiditas No. 1. 2,

Sampel (ml) 100 (sampel) 100 (blanko)

4.2 Perhitungan 1. Recovery Kalibrasi pH meter

pH

=

pH 4 =

pH 7 =

x 100 %

Volume NaOH (ml) 1,2 0,1

pH 10 =

2. Perhitungan Pengenceran untuk Normalitas NaOH N1 x V1

= N2 x V2

0,1 N x V1 = 0,02 x 1000 ml V1

= 200 ml

3. Perhitungan Asiditas a. Aquadest

=

= = 1 mg/L 1.

Sampel

=

= = 16 mg/L

4.3 Pembahasan Pada praktikum modul asiditas - alkalinitas ini, praktikan hanya melakukan percobaan tentang asiditas. Praktikan mengambil sampel air di Sungai Seberang Padang yang berlokasikan di Jalan Sutan Syahrir. Metode percobaan yang digunakan oleh praktikan adalah titrasi asam basa. Asiditas (keasaman) adalah kapasitas air untuk menetralkan basa tanpa menurunkan pH larutan. Untuk itu, jika asiditas suatu sampel air tinggi maka air tersebut bersifat asam. Hal pertama yang kami lakukan pada praktikum ini adalah kalibrasi pH. Dari hasil kalibrasi didapatlkan hasil larutan buffer dengan pH 4, pH 7,06 dan pH 10,39. Dari hasil percobaan yang didapatkan, bahwa nilai persen rata-rata recovery alat yang diperoleh adalah 101,6%. Nilai ini masih terletak antara range yang diperbolehkan yang sesuai standar yaitu antara 80% - 120%. Hal ini menandakan pH meter yang digunakan masih dalam kondisi baik dan cukup akurat. Selanjutnya, untuk sampel air yang praktikan peroleh memiliki pH sebesar 6,55. Maka percobaan yang kami lakukan adalah percobaan asiditas. Dengan menggunakan larutan standar basa NaOH untuk meningkatkan nilai pH nya sehingga pada akhir percobaan pH larutan sampel menjadi 8,3. Standar baku mutu yang ditetapkan Permenkes No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, untuk asiditas adalah 500 mg/L. Pada percobaan ini, diketahui bahwa nilai asiditas dari sampel air adalah 16 mg/L. Nilai ini jauh di bawah standar baku yang ditetapkan, artinya asiditas pada sampel air yang

praktikan uji tergolong rendah. Air yang bersifat asam dapat mempercepat pengkaratan dari pipa - pipa air, apabila pipa - pipa tersebut tidak terbuat atau dilindungi bahan tahan karat. Air sampel tergolong kepada pH asam karena apabila dilihat dari kondisi eksistingnya banyak sekali sampah yang terdapat di badan Sungai tempat pengambilan sampel ini. Selain itu, kegiatan masyarakat seperti mencuci, mandi dan juga kakus dapat juga mempengaruhi kadar keasaman air. Namun, dilihat dari pH yang terukur yakni senilai 6,55 ternyata keasaman dalam air tidak terlalu tinggi bahkan bisa dikatakan mendekati netral. Apabila dikaitkan dengan Teknik Lingkungan para engineer dapat melakukan pengolahan air dengan pH rendah ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah netralisasi dan desinfektasi. Netralisasi yakni proses penetralan kadar asam didalam air, salah satunya bisa menggunakan soda ashdan bias juga menggunakan kapur tohor. Selain itu cara desinfektasi merupakan proses pembunuhan bakteri patogen didalam air dapat menggunakan Kalsium Hipoklorit.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari praktikum yang telah dilakukan maka didapatkan kesimpulan bahwa: 1. Kadar atau konsentrasi asiditas pada Sungai Seberang Padang yaitu 16 mg/L masih berada di bawah standar baku mutu yang ditetapkan Menteri Kesehatan dalam Permenkes No. 492 Tahun 2010 yaitu 500 mg/l; 2. Rata - rata persentase recovery kalibrasi pH meter adalah 101,6%, hal ini tergolong baik untuk digunakan karena berada pada range yang diperbolehkan yaitu 80-120%; 3. Asiditas blanko adalah 1 mg/l 1.2 Saran Adapun saran yang dapat praktikan berikan setelah melakukan praktikum mengenai asiditas ini adalah: 1. Memahami objek praktikum asiditas dan materi yang berkaitan dengan objek tersebut; 2. Mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan praktikum asiditas sebelum praktikum dimulai; 3. Berhati-hati, teliti, dan cermat selama praktikum berlangsung baik itu prosedur pekerjaannya maupun penggunaan peralatan praktikum; 4. Mengetahui setiap prosedur kerja praktikum yang tercantum pada modul;

5. Berhati-hati di saat melakukan titrasi.

DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G dan Sri Sumestri Santika, MSc. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional Dewi.A., 2007. Pencemaran pada badan air dan penelitian alkalinitas, diakses dari http://www.scribd.com/doc/14144746/Pencemaran-air, diakses pada tanggal 23Oktober 2012 Efendi. 2007. Telaah Kualitas Air Bagi Pegelolaan Sumber Daya Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Konisius. Hidayat, A. 2009, Asiditas dan Alkalinitas, diakses dari http://environmentalua.blogspot.com/2009/04/asiditas-dan-alkalinitas.html, diakses pada 23 Oktober 2012 Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyaarta: Universitas Yogyakarta. Jatilaksono, Marsandre. 2009. Alkalinitas dan Kesadahan. URL: http://jlcome.blogspot.com/2009/06/kesadahan.htmL. Tanggal Akses: 01 November 2012 Limbong, Aquarina. 2008. Alkalinitas : Analisa dan Permasalahannya untuk Air Industri. FMIPA Universitas Sumatera Utara. Medan Syafila, Mindryani. 2010. Kimia Lingkungan I. Bandung: ITB.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF