Kumpulan Panduan GIS Dari Berbagai Sumber

February 3, 2017 | Author: YuliasD.Mia | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Kumpulan Panduan GIS Dari Berbagai Sumber...

Description

MEMBUAT PETA TOPOGRAFI MENJADI MENARIK OLEH BANATA, PADA 8 NOVEMBER, 2011

Peta topografi adalah peta yang paling umum dipublikasikan, disetiap negara, mereka di cetak dengan berbagai bentuk dan ukuran, tetapi tetap dengan model umum yang sama. tetapi bagaimana cara membuat peta topografi menjadi lebih menarik, Salah satu idenya adalah, dengan memberikan efek 3D pada peta topografi tersebut, sehingga menjadi blok diagram topografi

Tampalan topografi di atas terdiri dari 3 dataset, yaitu raster topografi, TIN dan multitampalan di arcscene. multitampalan membentuk bagian bawah dari diagram dan didasarkan pada hasil extrude antara 2 TIN. buffer poligon digunakan sebagai input fitur kelas di proses “extrude antara. Secara praktis, memang baik menggunakan poligon 2D yang dibuffer diluar batas dari raster ketinggian. Ikuti langkah di bawah ini untuk membuat hal yang sama dengan peta topografi anda : 1. Buat TIN dari DEM, (bisa juga membuat Terrain pada ArcGIS 10) 2. Gunakan tool Raster Domain untuk membuat poligon dari area ketinggian 3. GUnakan tool Feature Class to Feature Class dan matikan nilai Z pada setting Environment 4. Buffer poligon untuk memperluas luasan sampai di luar area. 5. Tambahkan field dan tentukan elevasi dasar (ini tergantung dari data yang ada). 6. Buat TIN dari poligon baru dan tentukan “hard line” berdasarkan dari feild baru. 7. Gunakan tool “Extrude Between” untuk membuat multipatch 8. Buka Arcscene dan tambahkan multipatch dan raster yang ingin di tingkatkan tampilannya

9. Klik kanan pada raster di TOC (Table Of Content), pilih properties>Base Height dan pilih TIN 10 Pilih toolbar 3D Effects, pilih multipatch dan kemudian, set prioritas multipatch di bawah raster Sekarang anda memiliki Block Diagram Topografi :beer: sumber : ESRI blog

CREATE 3D MAPS WITH TIN METODE Berdasarkan ICA (International Cartographic Association), peta adalah suatu gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi, yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa. Pada umumnya, peta digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan. Salah satu syarat pembuatan peta yaitu menarik dan mudah dipahami oleh user. Oleh karena itu agar lebih menarik, peta yang biasanya memuat unsurunsur geografis tersebut ditampilkan dalam bentuk 2D kini dapat ditampilkan dalam bentuk 3D. Walau digambarkan pada bidang datar, peta 3D tersebut lebih terlihat menyerupai permukaan yang sebenarnya. Pembuatan peta 3D ini, menggunakan software ArcGIS 9.3 (salah satu software untuk pemetaan). Data yang digunakan batas administrasi dan kontur elevasi. Berikut proses pekerjaan yang dilakukan : cekidottt..... 1. Masukkan data yang digunakan ke dalam layer ArcMap.

2. Dari data Kontur yang ada dapat dibuat peta 3D, dengan elevasi dari kontur tersebut dapat dijadikan dasar pembuatan TIN. Untuk membuat TIN, menggunakan tools 3D Analyst > Create/Modify TIN > Create TIN from Feature.

Maka akan muncul kotak dialog dibawah ini :

Pilih (centang) layer yang akan dijadikan dasar pembuatan TIN, isi Height source dengan Elevation, Triangulate as pilih soft line, dan pada Output TIN pilih dimana folder TIN akan disimpan. Klik OK..:)) 3. Biasanya data TIN akan muncul secara otomatis pada Table of Contantnya. Jika tidak, dapat dilakukan dengan memasukkan data TIN tersebut yaitu menggunakan Tools Add Data > pilih tin >Add. Seperti petunjuk dibawah ini.....

Maka pada ArcMap-nya akan muncul Zona Ketinggian dari elevasi kontur tersebut.

4. Setting tampilan dari TIN tersebut dengan klik kanan pada layer tin, pilih Properties.

Kemudian akan muncul kotak dialog Layer Properties sebagai berikut :

Pilih Classify, untuk menentukan klasifikasi dari Zona Ketinggian tersebut. Maka akan muncul kotak dialog Classification. Pada kolom Method (dapat dilihat pada gambar dibawah ini), terdapat beberapa pilihan metode klasifikasi yang akan digunakan, antara lain : - Equal Interval, klasifikasi berdasarkan banyaknya klas yang akan digunakan (tergantung selera user).

- Defined Interval, klasifikasi berdasarkan interval dari ketinggian kontur tersebut (misal 50 m, 100 m dll).

Atur warna yang akan digunakan, bisa menggunakan susunan warna pada Color Ramp (pada kotak dialog Layer Properties) atau dapat juga memilih warna sendiri untuk tiap-tiap klas tersebut sesuai dengan kebutuhan. Setelah dilakukan pengaturan tersebut, maka pada tampilan ArcMap akan tampil klasifikasi zona ketinggian dari kontur tersebut. Dari tiap interval yang ada memiliki gradient warna yang tidak sama, agar terlihat bentuk permukaan bumi sebenarnya.

5. Untuk menampilkan TIN sesuai dengan lokasi/wilayah yang akan diinginkan yaitu 3D Analyst > Convert > Feature to 3D.

Maka akan muncul kotak dialog seperti dibawah ini : Masukan data yang akan di convert, dimana data tersebut digunakan sebagai batas wilayah untuk menampilkan tin (misal Batas Kecamatan) pada Input Features, kemudian masukkan tin pada Raster or TIN surface. Lalu tentukan Output features-nya (letak dimana hasil dari convert tersebut disimpan), beri nama file (misal potongan). 6. Setelah proses tersebut, kemudian selanjutnya menampilkan tin sesuai dengan batasan yang telah dibuat tadi yaitu klik Tools 3D Analyst > Create/Modify TIN > Add Features to TIN.

Maka akan muncul kotak dialog seperti dibawah ini :

Masukkan data tin pada Input TIN, pilih layer "potongan" (hasil dari proses convert). Maka akan tampil pada ArcMap tin dari wilayah tertentu (yang diinginkan).

Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua...:)

PETA 3D (SEMU) Peta 3D atau peta stereometri, yaitu peta yang dibuat hampir sama dan bahkan sama dengan keadaan sebenarnya di muka bumi. Pembuatan peta timbul dengan menggunakan bayangan 3 dimensi sehingga bentuk–bentuk muka bumi tampak seperti aslinya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Peta) Jenis dari peta 3D ada 2 : - 3D Real, peta yang dapat digunakan secara navigasi. - 3D Semu, peta yang sebenarnya 2D namun diberi efek 3D sehingga permukaan dari peta tersebut terlihat menonjol seperti aslinnya. Untuk menghasilkan peta 3D, data yang digunakan adalah data dari citra satelit yang memiliki ketinggian (z) tertentu. Dalam pembahasan kali ini (3D Semu), data DEM yang digunakan dari Citra Aster, data digital lainnya yaitu shp Ekoregion Jatim, software yang digunakan ArcMap 10. DEM jika ditampilkan di Global Mapper maka akan secara otomatis nampak permukaan 3D nya, dengan interval ketinggian tertentu. Interval yang digunakan disini 500 m.

Gambar 1. Tampilan DEM Citra Aster di Global Mapper 10 Namun DEM tersebut jika ditampilkan pada ArcMap, tidak dapat menampakkan permukaan 3D nya.

Gambar 2. Tampilan DEM Citra Aster di ArcMap 10 Oleh karena itu DEM tersebut di derive menjadi Hillshade terlebih dahulu, bisa menggunakan 3D Analyst Tools atau Spatial Analyst Tools. - Menggunakan 3D Analyst Tools : ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Surface > Hillshade. - Menggunakan Spatial Analyst Tools : ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Surface > Hillshade. Untuk pekerjaan ini, saya menggunakan Spatial Analyst Tools. Pada prinsipnya, hasil dan prosesnya sama saja.

Gambar 3. Proses Hillshade Input raster → DEM, Output raster → hasil dari proses Hillshade, kolom lainya menyesuaikan.

Gambar 4. Hasil Hillshade

Jika masih tidak tampak 3D maka atur Hillshade effect-nya. Klik kanan pada layer DEM hasil Hillshade > Properties > Symbology > Stretched. Kemudian centang use hillshade effect. Untuk menampilkan peta tematik (misal : peta ekoregion jatim) dengan permukaan 3D, maka layer tersebut di-overlay dengan Hillshade. Dengan posisi layer (Ekoregion) diatas Hillshade. Setting transparansi layer tersebut agar Hillshade-nya juga tampak. Klik kanan pada layer > Properties > Display > masukkan nilai prosentase transparant.

Gambar 5. Peta 3D (semu) Ekoregian Jatim Well....kita mendapatkan peta efek 3D di ArcMap yang sebenarnya 2D. Semoga bermanfaat..:)) MEMBUAT PETA LERENG DI ARCGIS 10 Proses membuat peta lereng menggunakan software ArcGIS 10. Peta lereng dibuat dari garis kontur ketinggian yang ada pada Peta Topografi Kabupaten Boyolali. Peta lereng kemudian diklasifikasikan menjadi kelas – kelas tertentu. Berikut adalah proses membuat peta lereng : a. Menyiapkan kontur

b. Konversi dari Feature ke TIN Triangulated irregular network (TIN) adalah struktur 3D yang merepresentasikan permukaan dengan membangun jejaring segitiga. Lakukan konversi Feature ke TIN dengan ekstensi 3D Analyst. Cari di menu Arc Toolbox > 3D Analyst Tools > TIN Management > Create TIN.

c. Konversi TIN ke Raster Selanjutnya kita konversi TIN ke format Raster (GRID). Klik pada menu Arc Toolbox > 3D Analyst Tools > Convertion > From TIN > TIN to Raster. - Tentukan Input : TIN - Attribute yang akan ditransfer: Elevation - Z factor : 1 Output raster: C:\c2slope\raster

d. Membuat Kelerengan (slope) Kita perlu melakukan konversi dari data ketinggian menjadi kelerengan. Hal ini salah satunya bisa dilakukan dengan 3D Analyst. Klik pada menu Arc Toolbox > 3D Analyst Tools > Terrain and TIN Surface > Slope. -

Pilih Input raster : raster Output measurement : percent Z factor : 1 Output raster : C:\c2slope\slope

d. Reklasifikasi Raster Data yang dihasilkan pada langkah sebelumnya adalah format raster yang belum diklasifikasi. Peta Kelerengan biasanya dinyatakan dalam interval kelas, sehingga selanjutnya melakukan klasifikasi Raster. Klik pada menu Arc Toolbox > 3D Analyst Tools > Raster Reclass > Reclassify. Buat klasifikasi seperti digambar berikut:

Klik OK untuk menjalankan proses

e. Mengubah Data Raster Menjadi Vektor Klik pada menu Arc Toolbox > Conversion Tools – From Raster – Raster to Poligon. Hasil masih perlu dilakukan generalisasi karena banyaknya poligon

kecil yang dapat mengurangi kejelasan informasi nilai kelas lereng Klik pada menu Arc Toolbox > Data Management Tools > Generalization > Eliminate dan untuk menghaluskan poligon dengan cara Smooth Polygon Klik pada menuArc Toolbox > Editing Tools > Generalization. Pilih metode dan smooth tolerance-nya. Dan hasil yang didapatkan setelah dipotong sesuai batas administrasinya dengan proses clip tampak pada gambar dibawah ini

TRANSFORMASI DATA KOORDINAT GEOGRAFIS MENJADI UTM DENGAN ARCGIS 10 Permukaan yang tidak beraturan. Untuk dapat menggambarkan keseluruhan permukaan bumi pada sebidang kertas (2D) maka kita memerlukan suatu upaya transformasi dari bentuk 3D ke bentuk 2D. Agar keseluruhan permukaan bumi dapat tergambar dengan proporsional maka diperlukan suatu perhitungan matematis yang tepat. Perhitungan itulah yang kemudian lebih dikenal dengan proyeksi, system koordinat serta datum. Adapun definisi dari ketiganya adalah sebagai berikut : • Sistem koordinat merupakan “bilangan yang dipergunakan / dipakai untuk menunjukkan lokasi suatu titik, garis, permukaan atau ruang “Informasi lokasi ditentukan berdasarkan sistem koordinat, yang diantaranya mencakup datum dan proyeksi peta • Datum adalah kumpulan parameter dan titik kontrol yang hubungan geometriknya diketahui, baik melalui pengukuran atau penghitungan. • Sedangkan sistem proyeksi peta adalah sistem yang dirancang untuk merepresentasikan permukaan dari suatu bidang lengkung atau spheroid (misalnya bumi) pada suatu bidang datar. Secara umum, terdapat 2 jenis sistem koordniat yang sering digunakan, yakni : • Sistem Geografis (Latitude – Longitude) Pada sistem koordinat ini, bumi dibagi menjadi 360 bagian, tiap bagian bernilai 1 derajat, dan titik nol derajat (acuan/datum) adalah di Greenwich,

Inggris. Disamping itu, garis khatulistiwa juga merupakan garis bujur 0 derajat yang membagi dua wilayah. Di atas khatulistiwa sebagai wilayah utara dan dibawah khatulistiwa sebagai wilayah selatan. Dalam aplikasinya wilayah selatan akan diberi simbol (-) minus, sedangkan (+) untuk wilayah utara. • UTM (Universal Transver Mercator) (X – Y) Untuk UTM, bumi kemudian dibagi kedalam beberapa zona, antara 01 s/d 60 dengan satuan meter. Pada sistem koordinat ini,bahagian bumi akan dibagi menjadi dua bagian, di atas

khatulistiwa sebagai bagian utara dengan simbol (N) serta dibagian selatan khatulistiwa diberi simbol (S).

Dan kadang kita dihadapkan pada situasi yang mengharuskan kita mengubah dari data yang memiliki koordinat Geografis menjadi koordinat UTM. Dan beberapa hari yang lalu saya dimintai tolong untuk mengubah data koordinat titik-titik yang menggunakan sistem koordinat Geografis menjadi data berkoordinat UTM. Berikut contoh data yang dikirimkan kepada saya :

Jika data koordinat yang ingin ditansformasikan hanya sebanyak satu dua titik saja, saya biasa menggunakan software Transformasi Koordinat, selain mudah, software ini sangat ringan memorinya dan tanpa proses instal. Lihat disini... Namun jika ternyata titik yang ditransformasikan banyak seperti data diatas, menggunakan aplikasi yang mentransformasikan koordinat satu-satu saja, tentu tidak efektif lagi, maka pada posting kali ini saya akan tulis bagaimana

mentrasformasikan koordinat titik dari Geografis ke UTM dengan data yang banyak sekaligus, menggunakan ArcGIS 10... Langkah-langkah adalah sebagai betrikut: 1. Buka program Arcmap

2. Masukan sistem koordinat frame menjadi WGS'84 dengan cara klik kanan pada Layer > Properties > Predifined (+) > World (+) > WGS 1984

3. Kemudian kembali lagi kita buka data di excel "Book1" dan buat formatnya menjadi seperti berikut :

4. Masukan data tersebut ke ArcGIS, dengan cara klik Arc Catalog > kemudian akan muncul jendela catalog > Klik "Connect to folder" dan pilih lokasi penyimpanan file data excel.

5. Pada jendela Catalog browse menuju file excell. Klik (+) Book1, untuk menampilkan ekstend sheet > Pilih sheet koordinat yang berisikan format data XY yang telah dibuat sebelumnya. Dan drag menuju jendela layer.

6. Input data koordinat untuk ditampilkan pada frame dengan klik kanan pada layer koordinat > Display XY data, setelah muncul jendela berikut atur juga x field dan y field sesuai kolom yang telah dibuat pada data excell

7. Ubah data excell tersebut menjadi file ber format *.shp dengan cara pindah dahulu table of contentsnya lalu klik kanan pada layer koordinat > Data > Export data

8. Masukan sistem koordinat pada data *.shp tersebut dengan cara klik ArcToolbox > Setelah muncul jendela toolbox klik Data Management Tools > Project and Transformation > Raster > Define Project

- Pada koordinat sistem klik select > Geographic coordinates system > World > WGS1984

- Klik OK hingga proses selesai

9. Disini proses Transformasi Koordinat dilakukan dengan cara klik Data Management Tools > Project and Transformation > Feature > Project. Pada "output coordinates system masukan WGS 1984 UTM Zona 48S .

-Tunggu hingga proses selesai

10. Namun proses belum selesai sampai disini, selanjutnya klik kanan pada file koordinat.shp > Open attribute table

11. Selanjutnya membuat kolom untuk nantinya berisikan koordinat UTM -Add field untuk membuat kolom baru

- Inputkan nama kolom untuk koordinat X dan type nya masukan double

- Lakukan hal tersebut kembali untuk membuat kolom Y.

- Kembali masukan nama dan type

- Berikut hasilnya, akan muncul 2 kolom baru.

12. Untuk menampilkan koordinat x utm, klik kanan pada kolom X_utm > calculate geometry

- Akan muncul jemdela berikut, atur lah property, coordinates system dan unitnya

- Berikut hasilnya koordinat x utm sudah muncul

- Lakukan hal yang sama pada kolom Y_Utm

- Jangan lupa untuk mengubah property menjadi y coordinates

- Berikut hasil koordinat utm

13. Langka terakhir kita hanya perlu meng copy nya kembali ke excell - Klik select all

- Klik kanan Kemudian pilih copy selected

- Paste kan pada Excell, selesai...

MENGHITUNG VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN DENGAN ARCGIS 10 Kasus:

Pada suatu areal dengan area of interest (AOI) tertentu seperti tampak pada gambar di atas, perlu dilakukan analisa perhitungan volume pekerjaan penggalian dan penimbunan atau biasa disebut cut and fill. Data yang digunakan terdiri dari garis kontur dan area of interest. Berikut langkah-langkahnya 1.Masukan data ke ArcGIS

2.Atur proyeksi semua data *.shp ke koordinat planar seperti UTM. Sangat penting untuk melakukan set data ke proyeksi planar yang digunakan. Jika data masih dalam koordinat geografis (lintang & bujur), maka perlu dilakukan proyeksi. Untuk kawasan Undip Semarang jawa tengah gunakan proyeksi UTM Zona 49S. 3.Tentukan permukaan topografi rencana (simulasi galian) Untuk kesederhanaan, perhitungan dilakukan pada garis kontur terendah (2m). Jika diperlukan base yang lebih rendah, maka bisa di setting menjadi 0 m atau bahkan minus. Pada prinsipnya, base adalah kedalaman galian yang direncanakan. 4.Konversi data kontur vektor ke grid Tutorial ini menggunakan pertimbangan perubahan nilai (value) grid pada data raster untuk menghitung volume. Tool yang digunakan adalah Topo to

Raster. Caranya dengan klik Toolbox > Spatial analysis Tools > Interpolation > Topo to raster, masukan resolusi output 1 m.

5.Konversi data rencana permukaan (vektor) ke grid (raster) Konversi data simulasi galian ke grid sangat tergantung kepada tipe data input (point, line, polygon). Karena disimulasikan bahwa galian akan berupa polygon dengan elevasi 2 m (sesuai field base pada layer AOI), maka digunakan tool Feature to raster. Caranya pada ArcToolBox pilih Convension Tools > To Raster > Feature to Raster.

Dipilih field ketinggian adalah base, output raster AOI_Grid dan resolusi 1 m Jika permukaan setelah simulasi galian tidak berupa bidang datar maka data dapat berupa point dan polyline. Jika demikian, maka konversi ke raster bisa dilakukan dengan Topo to Raster (tidak dengan Feature to raster). 6.Memotong data raster Kontur dengan batas polygon AOI menggunakan Extract by mask. Caranya dengan ArcToolBox pilih spatial analysis tool > Extraction > Extract by mask Clip bisa dilakukan dengan input raster or feature mask data berupa sharpefile maupun raster AOI_Grid. Output raster adalah Kontur_Grid_AOI.

7.Perhitungan volume galian dan timbunan menggunakan Cut and Fill. Jalankan Cut and fill dengan cara klik ArcToolbox > Spatial Analyst Tool > Surface > Cut and fill Isi input before Kontur_Grid_AOI, input after adalah AOI_Grid

Berikut adalah hasil perhitungan volume galian dan timbunan

Nampak bahwa luas volume galian (Net Loss) = 6.544.679 m3 dengan luas 225.056 m2. Terdapat juga volume timbunan (Net Gain) = 186 m3 dengan luas 465m2. 8.Perhitungan volume dapat juga dilakukan dengan fitur Raster Calculator di ArcGIS 10. Sumber: Beni Raharjo 2012

GIS : MEMBUAT PETA KONTUR

Kita pasti pernah mendengar istilah garis kontur atau bahkan familiar dengan istilah tersebut. Sebenarnya apa sih garis kontur itu? sejenis makanan atau minuman? atau apa? Jadi garis kontur adalah Sebuah garis yang menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian yang sama dari suatu bidang acuan tertentu. Sudah ngerti belum? dikit-dikit? ya sudah kalau masih penasaran, kita coba beri gambaran, anda pasti pernah melihat gunung atau lembah kan? yang namanya gunung pasti lebih tinggi dari dataran di sekitarnya, ya ia lah. haha. Nah, karna dia (gunung) lebih tinggi dari daerah sekitarnya, berarti pasti ada perbedaan tinggi dong antara puncak gunung dengan kaki gunung. Garis kontur mencoba menggambarkan bagaimana bentuk dari gunung tersebut, apabila kita lihat di atas peta, dengan cara menggambarkan lekuk dari gunung tersebut yang memiliki ketinggian yang sama, lebih jelasnya coba lihat gambar di bawah ini.

Peta sendiri merupakan gambaran permukaan bumi pada suatu bidang datar dengan skala tertentu dan bla bla bla masih panjang tuh kalau pengertiannya, tapi yang ditekankan disini adalah gambaran permukaan bumi pada suatu bidang datar, nah sedangkan permukaan bumi itu kan sebenarnya tidaklah datar, benar? garis kontur ini membantu memberikan informasi mengenai bentuk permukaan bumi yang tidak datar tersebut

dengan informasi berupa garis-garis pada peta.Semakin curam suatu daerah maka akan semakin rapat garis konturnya, begitu pula sebaliknya.

Sifat-sifat garis kontur adalah : 1. Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu. 2. Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang lebih tinggi. 3. Garis kontur tidak berpotongan dan tidak bercabang. 4. Interval kontur biasanya 1/2000 kali skala peta. 5. Rangkaian garis kontur yang rapat menandakan permukaan bumi yang curam/terjal, sebaliknya yang renggang menandakan permukaan bumi yang landai. 6. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf “U” menandakan punggungan gunung. 7. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf “V” terbalik menandakan suatu lembah/jurang. Untuk membuat kontur menggunakan software arcGIS sebenarnya ada beberapa cara, pada postingan ini coba kita bahas cara yang paling sederhana dan mudah untuk dilakukan, yaitu membuat kontur dari interpolasi ketinggian titik-titik yang sudah diketahui tingginya. Untuk mencobanya silahkan terlebih dahulu download bahan yang sudah disediakan. Titik yang disediakan mangandung informasi sederhana seperti koordinat dan ketinggian tempat, informasi titik tersebut dapat diperoleh dengan sederhana menggunakan GPS. Setelah bahannya di download jangan lupa di ekstrak dulu, nanti akan jadi folder yang berisikan batas areal Bogor dan Titik titik yang diketahui ketinggiannya (cuma untuk latihan bukan ketinggian sebenarnya). Untuk membuat kontur silahkan ikuti langkah di bawah ini Buka Software ArcGIS lalu Add data yang ada pada folder yang sudah didownload.

File Bogor sudah memiliki proyeksi UTM sedangkan file Titik_contoh belum memiliki proyeksi sehingga perlu diberi suatu proyeksi dengan cara pilih ArcToolbox > Data Management Tools > Projections and Transformations > Define Projection. Input file Titik_contoh lalu pilih Coordinate System UTM zone 48 S (kalau belum tahu cara memilihnya, baca disini). Untuk membuat garis kontur, buat terlebih dahulu raster yang merupakan interpolasi ketinggian dari titik-titik yang sudah diketahui ketinggiannya dengan menggunakan IDW. Pilih ArcToolbox > Raster Interpolation > IDW. Kemudian isikan jendela seperti di bawah ini.

Hasil dari IDW berupa data Raster dimana terdapat informasi mengenai ketinggian yang diperoleh dari hasil interpolasi antar titik yang diketahui ketinggiannya. Data ini kemudian akan kita ubah menjadi garis kontur dengan cara. Pilih ArcToolbox > 3D analys Tools > Raster Surface > Contour. Kemudian isikan Input raster dengan hasil IDW tadi dan pilih interval kontur 10 lalu OK.

Lakukan pemotongan garis kontur yang sudah dibuat dengan batas kabupaten bogor dengan cara pilih ArcToolbox > Analysis Tools > Extract > Clip.

Masukan input Feature berupa garis Kontur yang sudah dibuat dan Clip feature berupa batas Kota Bogor lalu pilih OK. Maka akan terbentuk garis kontur untuk seperti gambar di bawah ini.

GIS : MEMBUAT KONTUR BERDASARKAN DATA DEM

Pada posting sebelumnya sudah kita bahas salah satu cara membuat garis kontur yaitu dengan interpolasi titik yang sudah diketahui ketinggiannya, kali ini kita akan coba membuat kontur dengan menggunakan DEM, apa itu DEM? DEM adalah suatu data berbentuk raster yang mengandung informasi nilai digital berupa informasi letak (koordinat X dan Y) dan ketinggian lokasi diatas permukaan bumi. Data DEM dapat berasal dari : Foto Udara stereo, Citra satelit stereo Data pengukuran lapangan : GPS, Theodolith, EDM, Total Station, Echosounder Peta topografi Linier array image Karena data DEM memiliki informasi mengenai ketinggian suatu lokasi, maka data ini dapat dijadikan acuan dalam membentuk garis kontur yang menggambarkan lokasi dengan ketinggian yang sama. Untuk dapat mencoba membuat kontur dengan menggunakan data DEM, silahkan Download contoh data DEM di bawah ini dan ikuti langkahlangkahnya. Download Buka ArcGIS lalu Add data yang sudah di download tadi berupa data DEM dan batas Kecamatan Cibadak. Data DEM yang tersedia meliputi sebagian wilayah Jawa Barat tepatnya sekitar Bogor, untuk mempermudah maka data kontur yang akan dibuat dipersempeti menjadi hanya meliputi Kecamatan Cibadak.

Untuk memperoleh data DEM hanya pada lokasi Kecamatan Cibadak maka Buka ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Extraction > Extract By Mask. Masukan input raster berupa data DEM dan input raster or feature mask data berupa Kecamatan Cibadak.

Untuk membuat kontur Kecamatan Cibadak berdasarkan data DEM maka pilih ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Surface > Contour. Isikan jendela yang muncul seperti gambar di bawah ini.

Hasil kontur dari proses tersebut masih berupa garis kasar karna masih berdasarkan perhitungan komputer, untuk memperhalus garis kontur agar menyerupai kondisi sebenarnya di lapang maka dilakukan dengan cara, pilih Search lalu Tools dan ketikan Smooth Line. Isikan Jendela yang muncul seperti gambar di bawah ini

Hasil dari garis kontur yang sudah dihaluskan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

MEMBUAT PETA SKORING FUNGSI KAWASAN

Lanjutan dari posting sebelumnya mengenai Skoring Fungsi Kawasan, kali ini kita akan coba untukmembuat peta skoring fungsi kawasan. Anda dapat mendownload bahan materi untuk membuat Peta Skoring Fungsi Kawasan dibawah ini Download Untuk membuat peta skoring, ikuti langkah di bawah ini - Buka software ArcGIS lalu Add data yang sudah di download sebelumnya. - Lihat Data tabel atribut untuk lereng dan jenis tanah sudah dalam format poligon dan memiliki nilai skoring untuk masing-masing poligon. Sedangkan untuk data curah hujan masih berupa point stasiun perekaman dengan data intensitas curah hujan. - Lakukan interpolasi terlebih dahulu pada data curah hujan agar menjadi data poligon dan diketahui intensitas curah hujan untuk seruluh areal. Buka ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Interpolation > IDW. - Isikan Input Point Feature dengan Stasiun-CH-Bogor, Z Value isikan dengan ICHT_FINAL dan masukan lokasi dimana file akan disimpan . Pilih Environment lalu Prossesing Extend, isikan Extend dengan “same as layer Batas_area” agar hasil interpolasi hanya terbentuk pada areal yang dimaksudkan.

- Hasil IDW yaitu interpolasi dari curah hujan berupa data raster untuk itu perlu dilakukan Reclassifikasi untuk memperoleh data sesuai selang kelas yang dinginkan dengan cara BukaArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Reclass > Reclassify. - Input Raster dengan data raster interpolasi curah hujan lalu pilih Classify, masukan Classes “2” lalu pilih Method “manual”, isikan Break Value Pertama dengan angka “20.7”. Pilih OK

- Hasil reclassifikasi masih berupa data raster untuk itu perlu dilakukan konversi data menjadi format poligon dengan cara pilih ArcToolbox > Conversion Tools > From Raster > Raster To Poligon. - Input raster dengan Hasil reclassifikasi curah hujan dan pilih lokasi dimana file output akan disimpan.

- Open atribut tabel dari poligon curah hujan lalu Add Field baru KIH dengan tipe Text dan Skor_IH dengan tipe Long integer. - Isikan KIH = “2” untuk grid code 1 dan KIH = “3” untuk grid code 2. KIH merupakan kelas intensitas hujan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. - Klik kanan pada kolom Skor_IH lalu pilih calculate Geometry, isikan formula [KIH]*10 lalu pilih OK







Pilih ArcToolbox > Analysis Tools > Extract > Clip. Input Feature CH_reclassify_poligon dan Clip Feature Batas_area untuk memperoleh poligon curah hujan sesuai dengan batas area. Isikan lokasi output dan beri nama Curah Hujan. Kini sudah tersedia data Curah Hujan, Tanah dan Lereng dengan format poligon dan dengan informasi skor untuk masing-masing kelas. Lakukan Overlay pada ketiga kriteria tersebut. Pilih ArcToolbox > Analysis Tools > Overlay > Intersect. Lalu input feature tanah, lereng dan curah hujan. Pilih lokasi penyimpanan output dan beri nama Fungsi Hutan lalu OK.

- Open atribut tabel pada Fungsi Hutan (hasil intersect) lalu tambahkan field Total Skor, Fungsi Hutan dan Luas. - Klik kanan pada kolom Total Skor lalu pilih Field calculation, isikan formula dengan [Skor_IH] + [Skor_JT] + [skor_kl]

-Pilih Table Option lalu Select By Attributes. Isikan formula dengan "Total_skor" 176 = Hutan Lindung

o 

KL 5 = Hutan Lindung Pada Layer klik kanan Fungsi Hutan lalu pilih Properties. Pilih jendela Symbology lalu Categories. Pilih Value Field Fungsi Hutan lalu Add All Values, atur warna yang diinginkan lalu OK.

Peta Hasil Skoring Fungsi Kawasan Hutan 

Untuk menghitung luas dari masing-masing fungsi hutan maka terlebih dahulu lalukan Define Projection pada file Fungsi Hutan. Pilih ArcToolbox > Data Management Tools > Projections and Transformations > Define Projection. Input Dataset or Feature Class dengan Fungsi Hutan lalu pilih Coordinate System dengan WGS 1984 UTM Zone 48 S lalu OK. - Buka atribut tabel Fungsi Hutan lalu klik kanan pada kolom Luas, pilih Calculate Geometry, Pilih Property Area dan Units Hectares (Ha), Lalu OK. - Untuk menghitung luas dari masing-masing Fungsi Hutan maka klik kanan pada kolom Fungsi Hutan lalu pilih Summarize. Isikan seperti gambar di bawah ini.

GIS : SKORING FUNGSI KAWASAN Kegiatan skoring kawasan hutan dimaksudkan untuk menilai fungsi dari kawasan hutan tersebut apakah lebih cocok untuk hutan lindung, atau hutan produksi. Faktorfaktor yang diperhatikan dan diperhitungkan di dalam penetapan perlunya hutan lindung di dalam kawasan adalah lereng lapangan, jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi dan intensitas hujan dari wilayah yang bersangkutan. Tiga komponen utama (kelerengan, jenis tanah, curah hujan) diberi angka penimbang (bobot) masing-masing sebagai berikut : faktor kelerengan = 20, jenis tanah = 15 dan intensitas hujan = 10. Adapun skor parameter menurut aturan-aturan di atas untuk tiap komponen faktor sebagai berikut :

Kriteria skor untuk lereng

Kriteria skor untuk tanah

Kriteria skor untuk curah hujan Untuk menetapkan perlunya hutan lindung dalam suatu wilayah, maka nilai dari sejumlah faktor dijumlahkan setelah masing-masing dikalikan dengan nilai timbang sesuai dengan besarnya pengaruh relatif terhadap erosi. Nilai timbangan adalah 20 untuk lereng lapangan, 15 untuk jenis tanah dan 10 untuk intensitas hujan. Hasil penjumlahan yang sama dengan atau lebih dari 175 menunjukan bahwa wilayah yang bersangkutan perlu dijadikan, dibina dan dipertahankan sebagai hutan lindung. Skor dibawah 125 dinyatakan dapat diperuntukan sebagai hutan produksi tetap, dan skor diantara 125 sampai dengan 174 dinyatakan dapat diperuntukan sebagai hutan produksi terbatas (berkaitan dengan batas diameter yang dapat dipanen). Selain dengan Skoring, terdapat kriteria lain yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kawasan lindung, diantaranya : 1. kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih 2. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol, organosol dan renzina dengan lereng lapangan lebih dari 15%

3. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100 meter di kanan-kiri sungai/aliran air tersebut dan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut 4. Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut 5. Mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih 6. Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai hutan lindung Untuk mencoba membuat peta skoring kawan hutan. Baca posting Membuat Peta Skoring Fungsi Kawasan

CARA MENGHITUNG KEMIRINGAN LERENG DALAM SATUAN DERAJAT DAN PERSEN Cara Menghitung Kemiringan Lereng dalam Satuan Derajat (0) dan Persen (%) – Peta lereng yang sering kita buat memiliki satuan derajat dan persen tetapi tak sedikit orang memahami apa maksud satuan tersebut. Sebelumnya jika ingin membuat peta lereng klik disini …..

Oleh karena itu, dalam artikel ini akan membahas pebedaan antara satuan derajat danpersen dalam peta lereng.

Pertanyaan : Berapa nilai kelerengan antara titik A ke B ? Jawab : Jarak (Jarak Horizontal)

: 1612 m

Beda tinggi (Jarak Vertikal) : 1000 m



Untuk Derajat

Tan (a) = Depan/Samping = 1000 m / 1612 m = 1,612 = 58 derajat  Untuk Persen % = Depan/Samping *100 = 1000 m / 1612 m *100 = 1,612 *100 =161,2 % Sehingga 58 derajat sama dengan 161,2%

MEMBUAT LERENG DARI KONTUR DI ARCGIS Membuat Lereng dari Kontur di ArcGIS - Peta lereng adalah atau merupakan peta yang menginformasikan kelerengan suatu daerah atau wilayah dimana pada daerah atau wilayah tersebut mempunyai kelerengan datar, curam, atau datar hingga curam. Dalam GIS, Peta lereng dapat dibuat dari data kontur dan Digital Elevation Model (DEM) atau data raster yang mempunyai informasi ketinggian. Untuk tutorial kali ini menggunakan kedua data tersebut karena dari data kontur dapat dibuat menjadi data raster yang mempunyai informasi ketinggian, sehingga data yang digunakan berasal dari data kontur.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut Membuat Lereng dari Kontur di ArcGIS:  Misal file ketinggian yang bertipe vektor memiliki nama “semeru_kontur.shp” ; dan interval kontur dari file ini adalah 12,5 meter. jika dilihat dari windows explore sebagai berikut :

 Buka software ArcGIS (ArcMap)

 Buka

file ketinggian “semeru_kontur.shp”

yang

bertipe

vektor

memiliki

nama

 Proyeksikan “semeru_kontur.shp” yang berformat “Decimal Degree ke

UTM” dengan membuka Arctoolbox dan pilih Data Management Tools > Projections and Transformations > Feature > Project Hal ini penting karena untuk membuat lereng diperlukan satuan meter sehingga kita harus merubahnya ke proyeksi UTM (satuan meter)

 Pada Input Raster : “semeru_kontur”  Input Coordinate System : akan terisi sendiri sesuai dengan informasi dari

data input  Output Dataset or Feature Class : Lokasi tujuan data output beserta nama file (contoh : semeru_UTM49s)  Input Coordinate System : sistem koordinat atau proyeksi yang ingin dihasilkan; untuk kasus wilayah ini berada pada zona UTM 49S (pilih Projected Coordinate System > UTM > WGS 1984 > SouthernHemisphere > WGS 1984 UTM Zone 49S)  OK

 Hasil proyeksi ke UTM 49S (jika dilihat di pojok kanan bawah, masih

berada pada format Decimal Degree (sistem koordinat; sehingga kita harus membuka jendela baru dan buka file yang sudah diproyeksikan atau file “semeru_kontur_UTM49S)

 Setelah membuka jendela baru dan buka file yang sudah diproyeksikan

atau file “semeru_kontur_UTM49S (sistem koordinat sudah UTM; lihat di pojok kanan bawah)

 Mengkonversi data kontur ke data raster yang mempunyai informasi

ketinggian (seperti halnya data DEM) dengan membuka Arctoolbox dan pilih Spatial Analyst Tools > Interpolation > Topo to Raster

KESALAHAN DALAM DIJITASI POLIGON (POLYGON) Kesalahan dalam Dijitasi Poligon (Polygon) – Proses dijitasi merupakan hal yang sering dilakukan untuk membuat data spasial. Baik mendijitasi titik, garis, ataupun poligon. Namun dalam proses tersebut biasanya sering kali terdapat kesalahan. Secara sederhana, pengertian dijitasi merupakan proses mengkonversi objek geografis dari data raster ke vektor dengan menggunakan software (misal ArcGIS). Dalam artikel ini membahas kesalahan dalam mendijitasi poligon / polygon.

Objek geografis yang didijitasi dalam bentuk poligon contohnya adalah penggunaan tanah. Adapun kesalahan yang sering terjadi pada saat mendijitasi poligon sebagai berikut :

Apabila data poligon terdapat overlap atau gap pada datanya akan berdampak pada hasil analisis yang dihasilkan. Karena pada data poligon, tidak boleh terdapat data yang overlap atau saling bertampalan dan terdapat gap atau terdapat ruang yang tak terisi. Adapun solusi dari kasus diatas sebagai berikut  Kasus I, saling overlap  Ruang yang terdapat overlap harus di definisikan menjadi satu data atau supaya tidak overlap, hal ini dapat menggunakan perintah “merge”  Kasus II, terdapat Gaps  Ruang yang terdapat gaps harus didijitasi supaya tidak ada gaps lagi Kasus - kasus diatas adalah kesalahan yang sering terjadi pada saat mendijitasi area atau poligon.

MERUBAH PROYEKSI DARI DD KE UTM ATAU UTM KE DD DI ARCGIS Merubah Proyeksi dari DD ke UTM atau UTM ke DD di ArcGIS – Proyeksi atau sistem koordinat dalam pengolahan data spasial merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan apabila kita ingin menganalisis overlay, dua data atau lebih yang digunakan harus saling bertampalan. Walaupun dilokasi yang sama tetapi sistem koordinatnya berbeda maka tidak bisa di overlay, contoh wilayah sama-sama Jakarta tetapi data yang satu menggunakan decimal degree dan satunya lagi menggunakan UTM maka kedua data tersebut tidak bisa dioverlay sebelum kedua data tersebut mempunyai system koordinat yang sama.

Dalam tulisan ini menggunakan kasus data jaringan jalan DKI Jakarta yang mempuyai sistem koordinat geografis atau decimal degree yang akan

dirubah ke UTM. Perlu diperhatikan, kita menentukan zona UTM tidak boleh sembarangan atau sesuka hati kita mau dibuat ke zona berapa akan tetapi sudah ada aturan pada wilayah tersebut jika dirubah ke UTM maka terdapat di zona mana. Untuk mengetahui zona UTM Indonesia bisa klik disini. Adapun Merubah Proyeksi dari DD ke UTM atau UTM ke DD di ArcGIS sebagai berikut :  Persiapkan data yang akan di rubah sistem koordinatnya (dalam tulisan ini jaringan jalan Jakarta yang mempunyai sistem koordinat geografis atau decimal degree)

 Untuk

mengetahui informasi sistem koordinat klik kanan pada jalan_jakarta_dd pilih properties > Source. lihat Geographic Coordinate System

 Untuk merubah sistem koordinat atau proyeksi maka pilih ArcToolbox >

Data Management Tools > Projections and Transformations > Project

 Pada  Input Dataset : Pilih data yang akan kita proyeksi  Input Coordinate System : Langsung otomatis

terbaca (misal jalan_jakarta_dd akan langsung terbaca Geographic Coordinate System)  Output Dataset : Pilih lokasi dan nama file output (misal jalan_jakarta_utm)  Output Coordinate System : pilih sistem coordinate (misal UTM zona 48S untuk wilayah Jakarta)

MEMPERHALUS DIJITASI DI ARCGIS MENGGUNAKAN SMOOTH LINE (POLYLINE) Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth Line (Polyline) - Dalam membangun data spasial berbasis dijital, salah satunya adalah poses dijitasi. Kualitas dijitasi tergantung dari pengalaman atau jam terbang orang yang yang mendijitasi. Salah satu kendala atau masalah yang dihadapi dalam dijitasi adalah tidak halusnya hasil dijitasi atau dijatasi terlihat kaku atau kasar. Untuk membuat halus dijitasi tersebut kita dapat menggunakan perintah smooth line sehingga kita tidak perlu menditasi ulang dibagian yang tidak halus.

Adapun Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth Line sebagai berikut :  Siapkan data yang akan diperhalus (dalam kasus ini data vektor berupa polyline)



Buka ArcToolbox pilih Cartography Tools > Generalization > Smooth Line

Pada Input Feature : data input (polyline) Output Feature : data output Smoothing Algorithm : (pilih paek) Smoothing Tolerance : (ini toleransi yang akan di smooth; pilih 100 m berarti tiap panjang 100 m akan dihaluskan apabila dijitan tidak halus atau kaku)  Handling Topological Errors : Flag_Errors (hasil smoothing memperhatikan topologi)  Ok     



Hasil yang sudah di-smoothing sperti gambar dibawah ini

artkiel ini, Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth Line (Polyline) oleh gispedia di www.gispedia.com

TIPE FIELD PADA ATRIBUT SHAPEFILE By Beni Raharjo Shapefile yang merupakan format data spasial paling populer memiliki beberapa tipe field pada data atributnya. Berbeda dengan tipe data/software seperti MS Excel yang dapat dengan mudah mengubah satu tipe data/sel satu ke tipe lainnya, pada shapefile tipe field tidak dapat diubah. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang matang perihal data yang akan ditampung oleh FIELD. Sebelum membahas tipe FIELD yang tepat pada contoh di atas, kita overview dulu tipe-tipe FIELD yang dapat disematkan pada Shapefile, sebagai berikut.  TEXT — Dapat digunakan untuk semua karakter sebagai teks dengan rentang jumlah karakter 1 s.d. 255. Tipe field ini digunakan untuk nilai teks seperti nama tempat/anotasi atau label. Text dapat berisi angka, tetapi angka tersebut tetap dianggap sebagai teks yang tidak dapat dilakukan operasi aritmatika (tambah, kurang, bagi, kali, dsb).  FLOAT — 4 bytes; Angka pecahan dengan rentang luas antara +/3,438. Float adalah tipe data angka dengan presisi tunggal yang memiliki pecahan. Jumlah presisi (jumlah angka) ditentukan konstan.  DOUBLE — 8 bytes; Double adalah tipe data angka dengan presisi ganda yang memiliki pecahan. Tipe Double sama dengan tipe float, hanya memiliki presisi yang lebih tinggi. Untuk data data yang angka-angka desimal sangat penting, misal angka luasan atau rupiah, tipe double yang paling sesuai.  SHORT — 2 bytes; Short integer digunakan untuk angka tanpa pecahan. Short integer biasa digunakan untuk data berupa ID, nomor, urutan, dan kode.  LONG — 4 bytes; Long integer sama dengan short integer yang digunakan untuk angka tanpa pecahan namun dengan kemungkinan digit yang lebih panjang.  DATE — 8 bytes; Date digunakan untuk menyimpan tanggal, waktu atau tanggal-waktu dengan contoh format mm/dd/yyy hh:mm:ss Sebagai contoh, dalam pengelolaan suatu lahan memiliki data persil lahan dengan luasan berkisar antara 1 – 200 hektar. Satuan standar luas lahan pada lembaga tersebut adalah meter persegi dengan 2 digit di belakang koma. Jika suatu persil lahan memiliki luas 200 hektar, maka luasan tersebut diekspresikan dalam field M2 menjadi 2,000,000.00 (meter persegi, sistem US). Tipe FIELD apa yang tepat untuk penggunaan tersebut? Tipe TEXT dan DATE tidak dapat digunakan untuk kasus di atas karena data luasan harus berupa field angka. Perhitungan luas dan aritmatika tidak akan berlaku pada field dengan tipe TEXT dan DATE.

Tipe SHORT dan LONG memiliki spesifikasi yang serupa. Keduanya digunakan untuk angka tanpa pecahan atau tanpa desimal. Nilai di dalam field SHORT atau LONG harus berupa angka bulat. Oleh karena itu kedua tipe field tidak dapat digunakan. Jika digunakan, maka nilai-nilai di belakang koma akan dihilangkan. Tipe FLOAT dan DOUBLE memiliki spesifikasi yang mirip. Keduanya samasama dapat digunakan untuk tipe data pecahan, tidak bulat atau dengan kata lain memiliki angka di belakang koma. Untuk contoh kasus perhitungan luas lahan dalam satuan meter persegi dan memuat dua angka di belakang koma, maka tipe FLOAT dan DOUBLE dapat digunakan. Perbedaan antara FLOAT dan DOUBLE adalah dalam hal akurasi yang digunakan. Pada tipe FLOAT, pengguna hanya menentukan satu parameter sedangkan pada tipe DOUBLE pengguna menggunakan dua parameter, yaitu precision dan scale. MEMBAGI POLYGON SAMA LUASAN DENGAN ARCGIS By Beni Raharjo Membagi polygon ke dalam luasan yang sama sangat diperlukan dalam desain kompartement atau petak untuk pengelolaan lahan (perkebunan, kehutanan, pertanian, dsb). Banyak tool yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan pembagian tersebut seperti fishnet, grid, dsb. Tetapi tool-tool tersebut hanya memberikan panduan dan akan menyisakan areal sisa yang tidak habis membagi polygon. ArcGIS menyediakan tool Parcel Editor yang dapat membagi polygon (parcel fabric) menjadi areal yang sama dengan langkah-langkah berikut. Tahap 1. Persiapan Dengan asumsi bahwa data polygon adalah shapefile, maka polygon tersebut harus dikonversi menjadi format geodatabase (polygon). Silakan cari referensi bagaimana mengkonversi polygon shapefile menjadi polygon geodatabase.

Tahap 2. Membuat Polyline Salah satu kewajiban dalam skema Parcel adalah bahwa polygon dan polyline (serta point) menjadi satu kesatuan data. Untuk itu, perlu dibuat polyline yang bersesuaian dengan polygon tersebut.



Tahap 3. Membuat topology Topology harus dibuat sebelum konversi data polygon ke Parcel Fabric. Klik kanan pada fitur dataset ‘petak’ > New > Topology

  

Pilih Next Isikan naman topology (terserah), Klik Next Pilih area dan line, Klik Next



 

   

Buat minimal 5 rule topology seperti gambar di bawah

Klik Next dan Finish Jika minta validasi, lakukan validasi topology Tahap 4. Cek topology (opsional) Jika topology (rule) yang dibuat terdapat error, maka polygon (dan line) tidak dapat dikonversi ke parcel fabric. Oleh karena itu perlu dilakukan cek error topology. Klik kanan di atas topology pada jendela catalog Klik tab Errors Klik pada Generate Summary Cek apakah terdapat error atau tidak. Jika tidak ada error berarti topology clean.

Tahap 5. Membuat parcel fabric Parcel fabric dibuat pada jendela catalog di dalam ArcMap  Klik kanan pada feature dataset ‘petak’ > New > Parcel Fabric  Isikan nama (sembarang), misalnya NewFabric  Biarkan pilihan lain default, pilih Next sampai wizard selesai  Jika terdapat error, jangan panik. Kesalahan biasa terjadi karena topology tidak benar, masih ada error.

Tahap 6. Impor polygon ke Parcel Fabric

Jalankan ArcToolbox > Parcel Fabric Tools > Load a topology to a Parcel Fabric  Tentukan target NewFabric (Tahap 5)  Input adalah area (tahap 1)  Biarkan pilihan yang lain default 

Tahap 7. Edit Parcel Fabric (membagi menjadi 4) Pada tahap ini, lupakan lah data polygon awal (Tahap 1) karena polygon tersebut sudah tertampung di dalam parcel fabric. Langkah selanjutnya edit data parcel fabric.  Jalankan sesi editing  Tampilkan toolbar Parcel Editor  Klik pada ikon Select Parcel Feature  Pilih polygon (parcel) yang akan dibagi  Klik kanan pada polygon (parcel) tsb > parcel division

     

Pilih metode pembagian ‘by proportional area’ Tentukan jumlah polygon baru, misalnya 4 Isikan sudut pembagian, misalnya 0 Tentukan mulai pembagian dilakukan, misalnya west Klik OK Polygon (parcel) akan terbagi menjadi 4 bagian dengan luasan yg sama

Tahap 8. Edit Parcel Fabric (membagi menjadi 8 bagian) Membagi parcel ke dalam 8 bagian memerlukan sedikit sentuhan seni dalam proses pembagian. Jika dilakukan cara seperti Tahap 7 akan dihasilkan polygon yang ramping dan memanjang. Untuk itu, misalnya, dilakukan dua tahap pembagian. Yang pertama, polygon dibagi dua, selanjutnya setiap poygon hasil dibagi lagi menjadi 4.

Tahap 9. Edit Parcel Fabric (membagi menjadi 4 luasan sama plus sisa) Dalam berbagai kasus, seringkali luasan polygon yang diinginkan sudah given sehingga pembagian dapat menyisakan sisa yang tidak habis dibagi. Sebagaimana dilihat pada Langkah 1 bahwa luasan polygon adalah lebih dari 7 jt m2. Jika kita harus membagi ke dalam polygon dengan luasan 2 jt m 2 plus sisa, maka dapat dilakukan langkah berikut.  Metode yg dipilih adalah ‘into equal areas’  Isikan jumlah polygon, yaitu 3 buah  Isikan split-line bearing, yaitu azimuth garis pembagi, misalnya 0  Tentukan pembagian dimulai dari barat/timur  Isikan luasan setiap polygon, yaitu 2jt m2  Terdapat sisa polygon sekitar 1 jt m2

Tahap 10. Ekspor parcel ke shapefile (jika diperlukan) Setelah selesai pembagian, hentikan sesi editing dan simpan perubahan. Ekspor data parcel ke shapefile atau geodatabase jika diperlukan, dengan cara Klik-Kanan di atas layer polygon parcel (pada TOC) > Data > Export data Melakukan pembagian polygon dengan mengikuti tutorial ini cukup jelimet karena mungkin pengguna tidak terbiasa menggunakan data parcel fabric, lebih dominan bermain di shapefile. Jika format data sudah dalam parcel fabric maka tentu tidak sulit. Error umum Saya sering menerima keluhan terjadinya error saat melakukan pemotongan polygon. Rule of thumbs dalam membagi polygon dengan parcel fabric adalah tidak diperkenankan menghasilkan multi-part polygon. Sebagai conoth pada gambar berikut, terdapat suatu enclave (lubang) di dalam polygon. Jika dilakukan pembagian menjadi 16 buah akan menghasilkan multipart polygon. Solusinya adalah gunakan kreativitas dalam melakukan pembagian, misalnya membagi secara bertahap.

Have fun. CARA DELINEASI BATAS DAERAH TANGKAPAN By Beni Raharjo Artikel ini adalah sebuah tutorial bagaimana melakukan delineasi batas Daerah Tangkapan (Catchment Area) dengan menggunakan input berupa data DEM dan software ArcGIS Desktop (ArcMap) versi 10.4. Meskipun mungkin ada sedikit banyak perbedaan, versi ArcGIS lain harap dapat menyesuaikan. Sebelum meneruskan membaca artikel ini, ada baiknya baca terlebih dahulu tulisan tentang Delineasi Batas Daerah Alisan Sungai (DAS)

atau Daerah Tangkapan. Sehingga dapat diketahui perbedaan dan persamaan antara DAS dan Catchment Area Tahap 1 – Persiapan Siapkan software ArcGIS dan data Model Elevasi Digital (DEM). Jika anda belum memiliki lisensi software ArcGIS sebaiknya gunakan versi trial. Lihat tutorial instalasi ArcGIS Desktop versi trial, yang juga digunakan untuk tutorial ini. Data yang digunakan untuk analisis terkait dengan topografi, termasuk delineasi batas Catchment adalah Digital Terrain Model (DTM), yang sudah menghilangkan nilai-nilai ketinggian fitur (pohon, bangunan, dsb) dari data DEM. Nilai2 elevasi pada DTM adalah elevasi ground atau permukaan tanah. Tetapi untuk cakupan yang cukup luas seperti delineasi batas Catchment, DEM seringkali digunakan daripada DTM. Data lain yang diperlukan adalah lokasi outlet yang merupakan titik interest seperti lokasi bendungan, stasiun pengamatan air, dan sebagainya. Analisis hidrologi sebaiknya dilakukan pada data frame (Layers) planar, misalnya dengan proyeksi UTM.

Data Model Elevasi Digital (DEM) SRTM pada ArcMap Tahap 2 – Rekondisi DEM (opsional) Rekondisi DEM dilakukan untuk melakukan rekayasa terhadap data DEM agar mengikuti kewajaran topografi dalam kaitannya analisis hidrologi. Ada banyak alasan mengapa data DEM seharusnya direkondisi. Data DEM pada

areal yang relatif datar akan sangat berpotensi membuat hasil analisis hidrologis kacau, dikarenakan data DEM masih mengandung error akibat bangunan atau pohon. Data DEM juga seperti SRTM memiliki pembulatan 1 meter pada nilai elevasinya. Sehingga saluran2 (sungai) atau gigir/punggung bukit yang sudah eksis akan kecil kemungkinan akan sama dengan data DEM. Melakukan rekondisi dapat dilakukan dengan menggunakan ekstensi seperti ArcHydro atau, favorit saya, adalah dengan melakukannya secara ‘manual’ dengan MapAlgebra. Silakan pelajari tulisan ini untuk melakukan rekondisi DEM. Tahap 3 – Membuat Depressionless DEM Depresionless DEM dilakukan untuk menghilangkan sink, yaitu cekungan seperti kolam atau danau kecil pada DEM. Mengapa perlu dilakukan demikian? Sink akan dianggap sebagai tempat pemberhentian akhir dari aliran air sehingga dapat dianggap sebagai muara. Jika sink tidak dihilangkan, maka batas Catchment tidak akan valid lagi. Pengecualian tentu ada dimana sink tidak dapat dihilangkan dari data DEM jika ukurannya sangat signifikan seperti danau besar. Tool Fill yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology digunakan untuk mengisi sink sehingga diasumsikan pada kondisi semua sink terpenuhi oleh air. Dengan demikian, sink tidak lagi menjadi masalah dalam analisis hidrologi selanjutnya.

Menjalakan tool FILL Tahap 4 – Analisis Hidrologi-topograf Analisis hidrologi yang terkait dengan topografi berjumlah cukup banyak. Namun yang terkait dengan delineasi batas Catchment hanya diperlukan dua saja, yaitu (1) Flow Direction dan (2) Flow Accumulation. Analisis

tersebut dilakukan dengan tool Flow Direction dan tool Flow Accumulation yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology. Kedua analisis tersebut dilakukan terhadap data DEM yang sudah di-Fill pada tahap sebelumnya.

Menjalankan tool Flow Direction

Menjalankan tool Flow Accumulation Sampai tahap ini di dalam TOC harus sudah tersedia tiga layer yaitu, dem_fill.tif, dem_fill_flowdir.tif dan dem_fill_acc.tif. Tahap 5 – Penentuan Outlet (pour point) Dalam analisis DAS dan atau Daerah Tangkapan, outluet harus ditentukan. Untuk delineasi batas DAS, outlet ditentukan otomatis oleh software yaitu berupa pertigaan sungai atau muara. Namun untuk penentuan daerah tangkapan, outlet harus ditentukan secara manual.

Outlet adalah fitur yang dapat direpresentasikan sebagai titik yang menjadi interest dari analisis, misalnya bendungan, check dam, pengambilan sample, dan sebagainya. Dengan demikian, daerah tangkapan selalu melekat kepada fitur tersebut misalnya Daerah Tangkapan Bendungan Riam Kanan, Daerah Tangkapan SPAS, dan sebagainya. Tahapan yang krusial dalam penentuan outlet adalah melakukan penyesuaian posisi outlet agar tepat berada di atas jejaring aliran versi DEM. Sangat besar kemungkinan posisi outlet tidak tepat berada pada akumulasi aliran tertinggi, melainkan agak bergeser beberapa piksel. Jika terjadi demikian, lokasi outlet harus digeser sehingga tepat berada akumulasi aliran. Meskipun posisi outlet sudah ditentukan dengan menggunakan GPS paling akurat, jika posisinya tidak tepat pada posisi aliran harus digeser. Cara menggeser titik outlet dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut. 1. Menggeser outlet secara manual dengan meletakannya tepat pada akumulasi aliran terdekat. Lakukan editing terhadap layer titik outlet, zoom lebih besar sehingga piksel data Flow Accumulation dapat terlihat, dan geser titik outlet secara visual. Cara ini adalah favorite saya. 2. Menggunakan tool Snap Pour Point. Cara ini akan menghasilkan titik outlet baru secara otomatis yang tepat berada pada akumulasi aliran dengan format raster.

outlet

(pour

point)

secara

Menggeser titik visual

Menggeser titik outlet dengan tool Snap Pour Point Tahap 6 – Menjalankan Delineasi Batas Daerah Tangkapan Batas Daerah Tangkapan didelineasi dengan tool Watershed yang juga ada pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology. Input dari tool ini adalah arah aliran (flow direction), titik outlet (pour point) vektor/raster.

Delineasi batas Catchment dengan tool Watershed Jika terdapat beberapa outlet yang dianalisis, maka batas Catchment yang dihasilkan akan memiliki value mengikuti dari pour point. Tahap 7 – Analisis lanjutan (opsional) Analisis lanjutan dapat berupa konversi batas catchment (raster) ke vektor, analisis jejaring aliran (stream network) dan sebagainya. Analisis lanjutan tersebut tidak dibahas lebih lanjut pada tulisan ini.

CARA DELINEASI BATAS DAS By Beni Raharjo Artikel ini adalah sebuah tutorial bagaimana melakukan delineasi batas Daerah Aliran Sungai dengan menggunakan input berupa data DEM dan software ArcGIS Desktop (ArcMap) versi 10.4. Meskipun mungkin ada sedikit banyak perbedaan, versi ArcGIS lain harap dapat menyesuaikan. Sebelum meneruskan membaca artikel ini, ada baiknya baca terlebih dahulu tulisan tentang Delineasi Batas Daerah Alisan Sungai (DAS) atau Daerah Tangkapan. Tahap 1 – Persiapan Siapkan software ArcGIS dan data Model Elevasi Digital (DEM). Jika anda belum memiliki lisensi software ArcGIS sebaiknya gunakan versi trial. Lihat tutorial instalasi ArcGIS Desktop versi trial, yang juga digunakan untuk tutorial ini. Data yang digunakan untuk analisis terkait dengan topografi, termasuk delineasi batas DAS adalah Digital Terrain Model (DTM), yang sudah menghilangkan nilai-nilai ketinggian fitur (pohon, bangunan, dsb) dari data DEM. Nilai2 elevasi pada DTM adalah elevasi ground atau permukaan tanah. Tetapi untuk cakupan yang cukup luas seperti delineasi batas DAS, DEM seringkali digunakan daripada DTM. Analisis hidrologi sebaiknya dilakukan pada data frame (Layers) planar, misalnya dengan proyeksi UTM.

Data Model Elevasi Digital (DEM) SRTM pada ArcMap Tahap 2 – Rekondisi DEM (opsional) Rekondisi DEM dilakukan untuk melakukan rekayasa terhadap data DEM agar mengikuti kewajaran topografi dalam kaitannya analisis hidrologi. Ada banyak alasan mengapa data DEM seharusnya direkondisi. Data DEM pada areal yang relatif datar akan sangat berpotensi membuat hasil analisis hidrologis kacau, dikarenakan data DEM masih mengandung error akibat bangunan atau pohon. Data DEM juga seperti SRTM memiliki pembulatan 1 meter pada nilai elevasinya. Sehingga saluran2 (sungai) atau gigir/punggung bukit yang sudah eksis akan kecil kemungkinan akan sama dengan data DEM. Melakukan rekondisi dapat dilakukan dengan menggunakan ekstensi seperti ArcHydro atau, favorit saya, adalah dengan melakukannya secara ‘manual’ dengan MapAlgebra. Silakan pelajari tulisan ini untuk melakukan rekondisi DEM. Tahap 3 – Membuat Depressionless DEM Depresionless DEM dilakukan untuk menghilangkan sink, yaitu cekungan seperti kolam atau danau kecil pada DEM. Mengapa perlu dilakukan demikian? Sink akan dianggap sebagai tempat pemberhentian akhir dari aliran air sehingga dapat dianggap sebagai muara. Jika sink tidak dihilangkan, maka batas DAS tidak akan valid lagi. Pengecualian tentu ada

dimana sink tidak dapat dihilangkan dari data DEM jika ukurannya sangat signifikan seperti danau besar. Tool Fill yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology digunakan untuk mengisi sink sehingga diasumsikan pada kondisi semua sink terpenuhi oleh air. Dengan demikian, sink tidak lagi menjadi masalah dalam analisis hidrologi selanjutnya.

Menjalakan tool FILL Tahap 4 – Analisis Hidrologi-topograf Analisis hidrologi yang terkait dengan topografi berjumlah cukup banyak. Namun yang terkait dengan delineasi batas DAS hanya diperlukan dua saja, yaitu (1) Flow Directiondan (2) Flow Accumulation. Analisis tersebut dilakukan dengan tool Flow Direction dan tool Flow Accumulation yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology. Kedua analisis tersebut dilakukan terhadap data DEM yang sudah di-Fill pada tahap sebelumnya.

Menjalankan

tool

Flow Direction Menjalankan tool Flow Accumulation Sampai tahap ini di dalam TOC harus sudah tersedia tiga layer yaitu, dem_fill.tif, dem_fill_flowdir.tif dan dem_fill_acc.tif. Tahap 5 – Penentuan Outlet Dalam analisis DAS dan atau Daerah Tangkapan, outluet harus ditentukan. Untuk delineasi batas DAS, outlet ditentukan otomatis oleh software yaitu berupa pertigaan sungai atau muara. Namun untuk penentuan daerah tangkapan, outlet harus ditentukan secara manual. Tahap 6 – Menjalankan Delineasi Batas DAS

Batas DAS didelineasi dengan tool Basin yang juga berada pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology. Input dari tool ini adalah arah aliran, yaitu file dem_fill_flowdir.tif.

Menjalankan

tool

BASIN Contoh hasil delineasi batas DAS adalah seperti pada gambar berikut

Contoh hasil delineasi batas DAS pada suatu wilayah Tahap 7 – Analisis lanjutan (opsional) Analisis lanjutan dapat berupa konversi batas das (raster) ke vektor, analisis jejaring aliran (stream network) dan sebagainya. Analisis lanjutan tersebut tidak dibahas lebih lanjut pada tulisan ini. Catatan: Tutorial ini membahas delineasi batas DAS, untuk tutorial delineasi daerah tangkapan (catchment) disajikan pada tulisan lain berikut.

APA YANG DAPAT DILAKUKAN PADA DATA HOTSPOT? By Beni Raharjo Musim kemarau tiba, hatiku gundah kelana. Itu lah kira-kira suasana kebatinan dari setiap RSGISer pada lembaga-lembaga terkait dengan kebakaran lahan. Sudah terbayang harus mengolah data-data hotspot (titik panas/api) yang cukup intens. Tidak saja volume data yang meningkat tetapi juga waktu pengerjaan yang harus singkat. Data hotspot yang sering digunakan sekarang diturunkan dari citra satelit dengan resolusi temporal sangat tinggi (1-2 pengamatan per hari). Sekedar review, saya buat tulisan ini untuk menyegarkan kembali rekanrekan tentang metode-metode apa yang dapat dilakukan pada data hotspot tersebut. 1. Rekap Jumlah Rekap jumlah data hotspot adalah metode yang paling konvensional. Jumlah hotpost pada hari ini (atau periode waktu tertentu) tinggal di-clip oleh batasbatas interest. Hasilnya adalah jumlah hotspot per kabupaten atau per kecamatan.

Kelebihan metode ini adalah sederhana dan mudah. Bahkan seringkali pengguna tidak perlu melakukan analisis apa pun, cukup menerima data dari provider data hotspot (misal Sipongi KemenLHK) yang sudah memiliki data administrasi Kabupaten, Kecamatan bahkan Desa. Tidak diperlukan kemampuan mengoperasikan software GIS. Bagi pengambil keputusan yang tidak memiliki orientasi spasial, metode ini pun cukup nyaman digunakan. Kekurangan dari pendekatan ini adalah tidak menunjukan secara eksplisit apakah suatu entitas administrasi lebih “gawat” dibandingkan dengan entitas lain. Selain itu juga tidak menunjukan lokus spasial yang spesifik yang dapat digunakan untuk operasional penanggulangan kebakaran lahan. 2. Plotting

Metode ini selangkah lebih maju dibandingkan metode pertama. Setiap hotspot pada periode waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan atau tahunan) diplot dan di overlay dengan data spasial lainnya. Posisi data hotspot dalam koordinat X, Y diplot ke dalam posisi geografis. Kelebihan cara ini adalah lokus spasial sudah dapat digunakan untuk operasional penanggulangan kebakaran lahan, meskipun dengan kehatianhatian dengan mempertimbangkan resolusi citra yang digunakan yang dapat mencapai 1 km. Kekurangan cara ini adalah diperlukan operator GIS yang dapat melakukan plotting data hotspot. Lebih utama lagi jika dapat plotting secepat kilat, baik dengan pc atau perangkat mobile untuk plot data harian. Untuk respon emergensi, metoda ini yang paling sesuai. Namun untuk jangka panjang, hasil yang diperoleh tidak lebih darigerombolan titik yang tidak dapat diinterpretasi secara langsung. 3.Heatmap/Density Metode ini sudah menambahkan sentuhan analisis pada hotspot. Gerombolan titik hotspot diturunkan menjadi sesuatu yang dapat ditangkap lebih mudah, khususnya bagi pengambil keputusan yang tidak terlalu berorientasi spasial. Dengan heatmap, dapat ditentukan area mana yang lebih gawat dibandingkan dengan yang lain yang pada akhirnya dapat ditentukan area prioritas penangananan. Tentu saja rentang waktu yang digunakan dalam metode heatmap biasanya relatif lebar, misalnya untuk waktu bulanan atau tahunan. Banyak terdapat metode pembuatan heatmap dengan contoh adalah seperti pada tulisan INI.

4.Heatmap + Temporal Jika metode heatmap hanya menunjukan pada satu segmen waktu saja, maka metode berikutnya adalah menambah bumbu temporal untuk melihat atau menguji beberapa premis seperti  Apakah tingkat heatmap pada suatu bulan/tahun memiliki korelasi dengan heatmap pada bulan/tahun berikutnya?  Dalam rentang periode tahun, apakah heatmap memiliki pola pergeseran/pergerakan yang dapat dikorelasikan dengan faktor-faktor penentu, misalnya arah dan kecepatan angin, sosek, geomorphologi, dsb? —

Tulisan ini tidak menyarankan untuk selalu menggunakan metode paling canggih. Metode mana yang diambil hendaknya disesuaikan dengan tujuan. Jika si Bos minta rekap jumlah hotpspot per kabupaten, jangan berikan peta heatmap. Membuat Trayek Ukur dengan ArcGIS dan MS Excel By Beni Raharjo March 7, 2015 Trayek ukur adalah rute yang dibuat dalam segmen-segmen pengukuran yang biasanya dilakukan dengan menggunakan alat ukur terestris seperti kompas/tali, To atau TS. Dalam pengukuran mikro yang menuntuk akurasi tinggi, seperti pengukuran bidang lahan, alat ukur terestris lebih baik digunakan daripada GPS. Berikut adalah contoh bagaimana ArcGIS dan MS Excel bisa digunakan untuk membuat Trayek Ukur tersebut. Tahap 1. Buat project di ArcGIS dalam sistem proyeksi planar, misalnya UTM Tahap 2. Buat POLYLINE trayek pada ArcGIS seperti contoh berikut

Tahap 3. Polylune tersebut di atas memiliki informasi koordinat pada START, VERTICES, dan ENDS sehingga hanya ada 4 (empat) buah informasi koordinat. Kita perlu prosedur konversi POLYLINE menjadi POINT dalam segmen misalnya setiap 500m. Kita akan coba Xtools Pro untuk

mengkonversi POLYLINE ke POINT dalam segmen (Bisa juga menggunakan Ekstensi ET Geowizard) Tahap 4. Klik pada menu Xtools Pro > Feature conversions > Convert features to points

Tahap 5. Pilih Input, Output, dan mode Equidistant Points (fixed interval) seperti di bawah ini

Klik OK Tahap 6. Berikut adalah contoh hasil konversi

Tahap 7. Lakukan supervisi. Cek pada setiap BELOKAN. Kalau perlu point bisa digeser/hapus menyesuaikan dengan BELOKAN tersebut. Cek juga pada bagian END.

Tahap 8. Buka tabel dari POINT. Ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu memberikan nomor urut dan XY seperti berikut

Field [ID] dibuat dengan mendasarkan kepada field [FID]. Jika sudah menghapus beberapa point, maka field ini harus dihitung ulang Field [X,Y] dihitung dengan Xtools atau operasi table biasa Tahap 9. Eksport Tabel ke MS Excel. Baca Artikel tentang konversi data atribut ke MS Excel Tahap 10. Di MS Excel, tambahkan kolom trayek. Perhatikan formula pada fx.

Catatan: Mengisi trayek bisa dilakukan manual, tetapi kalau jumlah titik ribuan alangkah capeknya Tahap 11. Tambahkan kolom Jarak. Hitung jarak setiap taryek dengan formula Phytagoras seperti pada komol formula (fx).

Tahap 12. Menambahkan kolom Azimuth (derajat). Menghitung azimuth dilakukan dengan menggunakan formula sederhana arctan dx/dy, namun dalam penulisannya cukup kompleks

Tahap 13. Terkadang diperlukan juga satuan sudut dalam Derajat-MenitDetik (DMS). Kolom Az pada gambar di atas adalah dalam Decimal Degree (DD) sehingga perlu dilakukan penghitungan/konversi dari DD ke DMS.

Tahap 14. Tambahkan hiasan : judul, garis, dsb Tahap 15. Print trayek maka trayek siap di bawa ke Lapangan Have fun.

SATUAN KELERENGAN, PERSEN VS DERAJAT By Beni Raharjo Kelerengan (slope) sering dinyatakan dalam satuan DERAJAT dan PERSEN. Kelihatannya mudah sekali mengkonversi antar keduanya. Tetapi terkadang, kita sering tertukar dan salah mengkonversi satuan. Satuan DERAJAT mungkin sudah sangat dipahami secara umum. Sangat jarang saya menemukan ada kesalahan pemahaman tentang satuan ini. Jika rata satuannya 0o, jika miring antara rata dan tegak itu 45o, dan jika bukit terjal satuannya 90o. CONTOH KESALAHAN YANG PALING UMUM ADALAH BAHWA JIKA KELERENGAN ITU TEGAK, MAKA SATUANNYA ADALAH 90 OATAU 100%. PADAHAL SEHARUSNYA TAK TERHINGGA PERSEN, BUKAN 100%. SEDANGKAN 100% ITU SAMA DENGAN 45O

Gambar 1. Penggunaan satuan derajat 0o, 45o adn dan 90o Satuan PERSEN sering salah dipahami. Berapa persen kah 0 o, 45o, dan 90o tersebut? Definisi satuan PERSEN dalam kelerengan adalah tangen dari kelerengan tersebut. Kita ambil contoh angka 45 o, maka Kelerengan 45o = Kelerengan tan (45) satuan persen Atau jika mau angkanya sudah dalam bentuk persen, maka formula di atas menjadi Kelerengan 45o = Kelerengan 100 x tan (45) persen

Dari gambar di atas jelas bahwa kelerengan 45 o itu sama dengan 100%. Dengan formula tangen, kita bisa menghitung berapa persen kelerengan pada satuan derajat seperti pada tabel berikut.

Dari table di atas jelas bahwa angka persen dalam kelerengan sampai tak terhingga. Angka persen dalam kelerengan tidak dibatasi sampai 100% karena angka 100% hanya menunjukan kelerengan 45 o. Semoga bermanfaat. MENGHITUNG AZIMUTH DAN JARAK DENGAN MS EXCEL By Beni Raharjo March 8, 2016 Pengguna GIS sering memiliki tugas untuk membuat seri jarak dan azimuth dari trayek ukur yang dapat berupa garis atau urutan titik-titik. Data tersebut digunakan untuk melakukan ploting garis atau rangakaian titik-titik di lapangan. Setelah desain trayek ukur dibuat di komputer, selanjutnya bagaimana membuat daftar azimuth dan jarak dari urutan titik-titik pada trayek ukur tersebut? Untuk cakupan areal yang tidak terlalu luas, sehingga kelengkungan bumi dapat diabaikan, maka perhitungan azimuth dan jarak dapat dilakukan dengan perangkat lunak sejuta umat, yaitu MS Excel, dengan tampilan seperti pada gambar berikut.

Untuk menggunakan MS Excel untuk penghitungan azimuth dan jarak, pengguna harus memperhatikan hal-hal berikut. 1. Trayek ukur berbentuk garis harus dikonversi ke point dengan jarak tertentu atau dengan jumlah titik tertentu. Metode konversi tidak dibahas pada posting ini. 2. Urutan titik-titik hasil konversi sudah harus urut sesuai dengan trayek ukur 3. Jika terdapat object di luar trayek yang perlu dihitung azimuth dan jarak dari salah satu titik di dalam trayek, format harus dimodifikasi, atau dibuat ‘trayek’ baru 4. Data koordinat planar X dan Y harus sudah dihitung pada software GIS dalam sistem koordinat planar (UTM, TM3, Koordinat lokal, dsb) 5. Kolom Jarak, Degree, D, M dan S dihitung menggunakan formula pada MS Excel 6. Nilai sel pada kolom Jarak, Degree, D, M dan S sebaiknya di-copy-paste sesuai dengan jumlah/panjang trayek 7. Form ini hanya berlaku untuk koordinat planar X, Y. Lengkung bumi diabaikan. Oleh karena itu jangan digunakan untuk panjang/cakupan trayek lebih dari 30 km. Download file MS Excel di SINI DOWNLOAD DATA CURAH HUJAN TRMM UNTUK SUATU AREA By Beni Raharjo Data (estimasi) curah hujan dari Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM, NASA) sangat berguna sekali untuk analisis dalam cakupan yang cukup luas. Berikut adalah tutorial untuk download data curah hujan TRMM dengan hanya menggunakan browser. 1. Persiapan

Siapkan dulu area of interest (AOI) berupa bounding box, yakni berupa kotak imaginer yang meliputi area study atau wilayah yang ingin diketahui data curah hujannya.

Pada kawasan Taman Nasional Way Kambas di atas diketahui bahwa batas AOI adalah 105.45 BT – 106.08 BT dan 4.60 LS – 5.27 LS. Pada kawasan Taman Nasional Way Kambas di atas diketahui bahwa batas AOI adalah 105.45 BT – 106.08 BT dan 4.60 LS – 5.27 LS. 2. Kunjungi link TRMM Untuk download data satu kawasan, kunjungi Online Visualization and Analysis System (TOVAS) di http://disc2.nascom.nasa.gov/Giovanni/tovas/TRMM_V7.3B42.2.shtml 3. Pilih tipe data Terdapat banyak tipe data hasil derivasi dari satelit TRMM. Untuk tutorial ini kita pilih data curah hujan per 3 jam. Pilih 3-hourly TRMM and other rainfall estimate (3B42 V7)

Tipe data TRMM 4. Masukan koordinat bounding box yang sudah disiapkan pada Langkah 1

Cakupan AOI TRMM 5. Pilih tipe output data curah hujan Untuk tutorial ini dipilih data dalam satuan mm/jam dengan tipe Time Series – Area Averaged dan cakupan tanggal seperti pada gambar di bawah

Jika semua pengaturan sudah benar, Klik pada ASCII OUTPUT 6. Keluaran dalam format teks (ascii) Jika semua tahapan dilakukan dengan benar, akan muncul pada jendela browser baru seperti di bawah ini.

Terkadang akan muncul pesan error jika kita memberikan querry yang terlalu panjang, misalnya dikarenakan rentang tanggal yang terlampau jauh sehinnga jumlah baris yang dihasilkan harus sangat panjang. Jika terjadi error seperti demikian, bagi rentang tanggal menjadi segment-segment yang relative pendek (misal per 1 bulan) dan lakukan berkali-kali querry untuk setiap segment waktu tersebut. Have fun

CARA MEMBUAT KELAS KEMIRINGAN LERENG Cara membuat kelas kemiringan lereng dengan menggunakan data DEM(GDEM ASTER/SRTM)di ArcGIS. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu cari posisi yang pas atau PW agar ngerjainya lebih enak dan nyaman. setelah itu anda juga harus mempunyai data SRTM atau GDEM ASTER sebagai data dasar untuk pembuatan kemiringan lereng suatu daerah. Setiap data SRTM dan GDEM ASTER direkam per sheet menyebabkan batas administrasi suatu daerah terkadang masuk dalam sheet tersebut maupun membutuhkan 2 sheet untuk memenuhi suatu daerah. Maka dari itu diperlukan pemotongan data dan atau mosaik data. Langsung saja kita pada tutorialnya: Sebelum masuk ke tutorialnya sebaiknya proyeksi dan koordinat data DEM menggunakan satuan meters (UTM). Cara Merubah Proyeksi DOWNLOAD GDEM ASTER: USGS / EARTHEXPLORER /ECHONASA Hal pertama yang dilakukan yaitu croping data atau pemotongan data. Jika anda sudah memiliki data SRTM atau GDEM ASTER langsung masukkan data tersebut dan daerah yang anda inginkan (batas administrasi).

di sini saya menggunakan data SRTM dan batas administrasi wilayah kabupaten Wonosobo. Potong SRTM tersebut menggunakanextract tool yang berada di ArcToolBox –> Spatial Analys Tools –> Extraction –> Extract by Mask. Masukkan data SRTM sebagai input raster dan data administrasi sebagai feature mask, Atur juga output atau tempat penyimpanannya dihardisk (usahakan dalam satu folder beserta projectnya/*.mxd) kemudian klik OK, seperti gambar di samping kiri:

Data SRTM yang sudah dipotong tadi kemudian kita Slope (kemiringan lereng) dengan cara klik Spatial Analyst –> Surface Analyst kemudaian pilh Slope, lalu muncul jendela Slope, masukkan SRTM yang sudah dipotong sebagai input Surface, measurement pilih Percent, Z factor dapat anda isi dengan angka 1 (sesuai standard/default), output cell size bisa anda rubah sesuai kebutuhan semakin kecil nilainya maka nilai piksel juga anakn semakin kecil (resolusi spasial), Output sesuai tempat penyimpanan anda kemudian klik OK. seperti gambar dibawah:

Setelah menunggu beberapa menit, jadilah kemiringan lereng tersebut, tinggal dikelaskan sesuai kelas kemiringan lereng yang sudah ada, seperti; Van Zuidam, Arsyad, USSSM (United Stated Soil System Management), USLE (Universal Soil Loss Equation), Dinas Pemerintah Indonesia, dan masih banyak sekali klasifikasi kemiringan lereng yang digunakan sesuai kebutuhan dan tujuanya. untuk merubah kelas kemiringan lereng, masuk ke toolbar spatial analys –> reclasification –> setelah muncul jendelanya disana anda disuruh untuk mengatur kelas klasifikasinya, ada berbagai pilihan yang terdapat disana seperti natural breaks, standard deviasi, minimum, maximum, manual. disini menggunakan metode manual agar bisa sesuai dengan klasifikasi kemiringan lereng yang digunakan (contoh yang digunakan klasifikasi milik Van Zuidam) anda tinggal menuliskan tingkatan angka yang sesuai klasifikasi seperti gambar disamping kanan dengan bulatan warna hitam.

Langkah terakhir agar hasil klasifikasi tadi dapat digunakan sebagai bahan analisis dengan data yang lain, maka hasil tersebut di convert ke vektor dengan menggunakan tool Raster to Polygon yang seperti gambar dibawah, input raster yaitu data raster hasil slope, field (optional) berarti tidak wajib diisi atau biarkan default saja, output sesuai tempat penyimpanan, dan centang Simplify polygon aga terliha lebih halus. Setelah conversi dilakukan, agar hasil terlihat lebih halus kita menggunakan tool Dissolve atau tool penyederhana. atau tidak terlalu ribet dalam atributnya. atribut yang di dissolve yaitu field gridcode.

MODEL DATA PERMUKAAN TIN (TRIANGULATED IRREGULAR NETWORK) DI ARCGIS 10

TIN adalah suatu struktur data digital yang digunakan dalam suatu sistem informasi mengenai ilmu bumi GIS yang digunakan untuk menyajikan bentuk permukaan bumi. TIN berupa garis vektor yang digunakan untuk menyajikan bentuk permukaan bumi dengan 3 dimensi (x,y,z) dan diatur dalam suatu jaringan segitiga non overlapping/ tidak bertampalan. TIN berupa data raster diperoleh dari data tinggi Digital Elevation Model.

TIN akan menghasilkan informasi yang padat pada daerah yang kompleks, dan informasi yang jarang pada daerah yang homogen. Triangle selalu mempunyai tiga node dan biasanya mempunyai tiga tetangga triangle, namun triangle di pinggir biasanya hanya mempunyai satu atau dua tetangga.

Triangle A B C D E F G H I J

Node 1-5-9 1-2-5 2-4-5 2-3-4 3-4-6 4-5-6 3-6-7 6-7-8 5-6-8 5-8-9

Tetangga B-J A-C B-D-F C-E D-F-G C-E-I E-H G-I F-H-J A-I

Keuntungan pengunan TIN dibandingkan DEM dalam analisa dan pemetaan antara lain : 1. Data lebih akurat dalam menyajikan date permukaan bumi 2. Data berubah berdasarkan suatu algoritma 3. Penyimpanan Data masukan lebih fleksibel 4. Dapat menampilkan permukaan bumidalam bentuk 3 dimensi.

Model data digital ini dapat dibuat menggunakan software ArcGIS, berikut langkah awal hingga akhir, agar kita mengetahui bentuk dari model TIN. 1. Berikut penampakan titik yang siap diolah

2. Untuk membuat TIN digunakan fitur 3D Analyst yang ada pada ArcGIS, Pada Toolar 3D analyst > Create/Modify TIN > Create TIN from featues

3. Akan muncul jendela berikut, maka aturlah height source sesuai data ketinggian yang dimasukan, serta lokasi output file Data TIN

4. Klik OK dan tunggu hingga proses selesai berikut hasil model data TIN

5. Berikut penampakan Model TIN dengan kelas interval yang berbeda

CROPPING FILE DEM/IMAGE MENGGUNAKAN BATAS WILAYAH Melanjutkan pembahasan soal mendonwload data DEM ataupun Citra Satelit, sebelum digunakan ada kalanya data tersebut perlu dipotong sesuai kebutuhan agar file yang ada tidak terlalu besar. Proses pemotongan/cropping bisa mudah dilakukan menggunakan tool CLIP di Raster Processing-nya ArcMap. Yang dibutuhkan disini adalah file poligon wilayah yang diperlukan. Sebagai contoh, saya akan memotong DEM hasil gabungan untuk wilayah Bali. Disini saya menggunakan poligon pulau Bali. Sebelum melakukan crop, pastikan data DEM/Image mempunyai proyeksi coordinat yang sama dengan data poligon. Berikut caranya: 1. Tampilkan dilayar data DEM hasil gabungan dengan data poligon pulau Bali

2. Buka Data Management Tools - Raster - Raster Processing - Clip

3. Isikan input raster (file yang akan dipotong) dan output extent (file poligon untuk memotong). Beri nama output file di Output Raster Dataset. OK (tunggu proses selesai)

4. Hasil cropping sudah siap digunakan untuk pengolahan selanjutnya. Mudah kan?

Menggabungkan Data DEM Menggunakan Mosaic Tool di ArcMap Data DEM hasil download dari ASTER GDEM untuk satu lokasi bisa terdiri dari beberapa file. Misalnya untuk pulau Bali terdiri dari 4 file. Sebelum digunakan atau diolah lebih lanjut, 4 file tersebut bisa digabungkan terlebih dahulu. Salah satu cara yang bisa dipakai adalah menggunakan Tool "Mosaic To New Raster" yang ada pada ArcToolBoox di ArcMap. Berikut caranya : 1. Buka ArcToolBox di ArcMap. Pilih Data Management Tools - Raster Raster Dataset - Mosaic To New Raster

2. Pada Input Raster, masukkan keempat data DEM yang mempunyai akhiran : dem.tif.

3. Pilih folder pada Output Location. Beri nama output, tambahkan file extension sesuai kebutuhan. Misalnya untuk file IMAGINE saya menambahkan ext : .img

4. Tunggu proses mosaic sampai selesai 5. File DEM gabungan sudah siap digunakan.

6. Mudah, simpel dan cepat sekali kan?

MATERI BASIC 1. Pengantar GIS dan ArcGIS 2. Koreksi Geometri 3. Editting dan input Data Join dan Relates Data Atribut Digitasi Plotting Query Select By Atribut 4. 3D TIN IDW Kriging Arc Scene Section Materi Advance

1. 2. 3. 4. 5.

Bahasa Program Web GIS Mobile GIS Analisis Spasial Basis Data dan Penginderaan Jauh

1. PENGANTAR Geographic Information System ( GIS ) GIS: adalah suatu sistem komputer yang dapat memasukkan, mengolah (manipulasi ) dan menghasilkan sebuah data yang memiliki nilai spatial. Menurut Prahasta : GIS merupakan sejenis software yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya. Komponen SIG Terdiri dari lima komponen yang saling terintegrasi : 1. Perangkat keras (Hardware ), 2. Perangkat lunak (software), 3. Data , 4. Manusia dan 5. metode yang digunakan Proses Pengolahan Dalam SIG : Input Data (Vektor, raster, tabular) → Proses (metode) → Output Data (Peta) Fungsi SIG : SIG merupakan suatu sistem yang dapat digunakan untuk menganalisis data spatial (keruangan ) sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi pengolahan data untuk kebencanaan , perencanaan kota , kesehatan , penggunaan lahan, dan lain – lain. Kebencanaan → Analisis kemungkinan bahaya sepertibanjir, longsor, Rob, Peta Jalur Evakuasi Perencanaan → RDTW, RTRW Kesehatan → Analisis daerah pemukiman, peta persebaran penyakit, kualitas air, kepadatanpenduduk Perkebunan Sawit → Mengetahui sawit yang matang dari warna menggunakan citra, digitasi untuk pola penanaman sehingga tahu produktivitas, topografi daerah sawit, cari tinggi pohon sawit. Laut → Analisis gaeis pantai, (pasut dg buffering), peta terumbu karang, topografi laut.

Penggunaan lahan → Kesesuaian lahan, (pegunungan, pemukiman, industri, penyangga/hutan lindung, lindung/hutan tapi luwes) Penentuan batubara → menggunakan analisis spasial dengan parameter : Jenis tanah, topografi, kandungan tanah, jenis batuan (litologi) Irigasi → Topografi (Cross dan Long Section, kontur, cut n fill) (Parameter bisa dari literatur) Program perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pengolahan data SIG antara lain : 1. ArcGis → Spasial lengkap 2. ArcView → Spasial 3. Global Maper → Topografi 4. Ermaper → Penginderaan Jauh 5. Envi → Penginderaan Jauh 6. Surfer → Topografi 7. Erdas → Spasial dengan bahasa pemrograman Software ArcGis ArcGis merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan Software pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data . Sub-software : 1. Arc Map 2. Arc Catalog 3. Arc Toolbox 4. Arc Globe A. Tampilan Software ArcGis Dekstop ArcGis terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan Arc Toolbox. Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain secara kartografis. Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur managemen file–file, jika dalam Windows fungsinya sama dengan explor.

Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan sejumlah toolbox yang memiliki fungsi berbeda terutama berkaitan dengan fungsi spatial analisis. Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunakan untuk menampilkan geogle earth. B. Graphical User Interface ( GUI ) ArcGis Semua Fungsi yang ada dalam Software ArcGis dipanggil melalui tampilan Graphical User Interface ( GUI ) . Untuk mempermudah dalam menjalankan serta mengoptimalkan fungsi yang ada dalam ArcGis maka pengguna harus mengetahui bagian dari GUI secara mendalam. 1. Menu Bar 2. Status Bar 3. Tool Bar 4. Button Bar 5. Command Line Catatan : Sebaiknya sebelum memulai menggunakan ArcGIS lebih baik menentukan proyeksinya terlebih dahulu pada layer klik kanan properties Sistem Koordinat dipilih WGS 1984 UTM Zona 49S (Wilayah Jogja). Tahap Koreksi Citra Koreksi Geometri → Perbaikan Posisi (GCP) Management Data → Perbaikan Proyeksi (WGS 1984 UTM 49S) Mozaik → Penggabungan Citra Koreksi Radiometri → Perbaikan Warna (Histogram) Fusi dan Ortho → Perbaikan ketegakan 2. KOREKSI KOORDINAT Sebagai langkah awal dalam memproduksi data spatial dalam format digital , peta analog (berupa print out atau cetakan ) yang merupakan hasil dari scan di ubah terlebih dahulu kedalam format data yang dapat terbaca ke dalam software ArcGis. Format gambar digital yang umum digunakan data ArcGis Tiff, Bmp. Jpg , Img , Gif Georeferencing Georeferencing merupakan proses transformasi koordinat pada data raster dari

koordinat digitizer atau scanner ke koordinat real-world, hal ini dilakukan karena dimungkinkan adanya distorsi koordinat pada data peta digital yang kita gunakan. Banyak nya titik ikat (GCP ) yang kita gunakan dalam melakukan georeferecing bergantung pada kondisi topografi daerah yang kita kaji. Semakin terjal daerahnya maka GCP yang kita gunakan semakin banyak. Penyebab kesalahan sehingga harus di Georeferencing karena Bentuk bumi bulat tetapi harus ditampilkan dalam bidang datar 2D Kesalahan Penyiaman Scan Peta Lama A. Koreksi Geometri Cara Koreksi Geometri 1. Map (Terkoreksi) to Map (Blm) 2. Map to Image 3. Map (Blm) → Rektifikasi x

x

x x

x

x Benar

x

x Benar x adalah GCP / titik ikat

x x x x Salah

Ketentuan GCP Perempatan Jalan Cabang Sungai Bangunan / Instansi Karena Terlihat Merupakan Perpotongan Alih fungsi lahan Nilai RMS adalah : ketepatan transformasi koordinat peta raster dalam proses georeferencing, dimana

perhitungannya dilakukan dengan membandingkan posisi koordinat referensi ( X map dan Y map ) dengan posisi titik tersebut pada peta peta raster yang yang telah ditransformasikan koordinatnya. Perbedaan posisi kedua titik ini disebut residual error, total dari residual error inilah yang menghasilkan nilai RMS eror dimana angka yang dihasilkan menunjukan kosistensi transformasi antara titik kontrol yang ada. Ketentuan RMS (Sumber BIG) Batas Toleransi RMS total adalah Bil Skala x 0,2 mm lalu rubah ke meter Ex : Skala 1 : 25000 maka batas toleransinya 5 m Skala 1 : 50000 maka batas toleransinya 10 m Proses Koreksi Geometri Untuk memasukkan GCP pilih Add Control Point lalu pilih titik yang memiliki koordinat Klik titik tersebut lalu klik kanan input X dan Y masukkan koordinatnya. Ulangi langkah tersebut min 4 GCP Note : Semakin luas dan curam daerahnya harus diberi GCP lebih banyak. Setelah itu pilih View Link Table untuk melihat RMS Peta memiliki skala 1 : 50000, dengan toleransi 10m maka Total RMS Generalization > Smooth

Pada Input Feature : data input (polyline) Output Feature : data output Smoothing Algorithm : (pilih paek) Smoothing Tolerance : (ini toleransi yang akan di smooth; pilih 100 m berarti tiap panjang 100 m akan dihaluskan apabila dijitan tidak halus atau kaku)  Handling Topological Errors : Flag_Errors (hasil smoothing memperhatikan topologi)  Ok     

 Hasil yang sudah di-smoothing sperti gambar dibawah ini

artkiel ini, Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth Line (Polyline) oleh gispedia di www.gispedia.com

Terima kasih telah berkunjung di Menggunakan Smooth Line (Polyline)

Memperhalus

Dijitasi

di

ArcGIS

MENGGUNAKAN MACAM-MACAM TOOL OVERLAY DI ARCGIS 10 Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.

Mungkin materi ini terlihat sepele namun mungkin untuk orang yang masih awam menggunakan ArcGIS seperti saya, tentu belum mengetahui beberapa fungsi yang sebenarnya telah ada di toolbox ArcGIS. Berikut contohnya, saya memang sudah sering menggunakan jenis analisis overlay namun yang biasa saya gunakan hanyalah overlay jenis union saja. Nahhh karena penasaran juga masing masing fungsinya juga, saya akan coba menggunakan fasilitas tersebut masing-masing. Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2 peta yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah hujan.

Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalah irisan. Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak. Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay di ArcGIS versi 10 untuk menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang sama namun beda atributnya yaitu : 1. Erase Tool Erase digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas feature dengan menghapus kelas feature yang tumpang tindih pada peta. Jenis tool ini lebih mirip seperti proses clips. Poligon yan Fitur yang bertepatandengan Erase Fitur poligon akan dihapus.

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input peta kelerengan dan sebagai erase feature adalah daerah perairan / waduk

hasil erase :

2. Identity Tool Identity digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur. Tool ini menggabungkan bagian-bagian dari fitur yang tumpang tindih fitur identitas untuk menciptakan sebuah kelas fitur baru .

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input peta Kabupaten Boyolali dan sebagai identity feature adalah daerah perairan / waduk

hasil

Identity

3. Intersect Intersect Tool yang digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur. Alat ini membangun kelas fitur baru dari berpotongan fitur umum di kedua kelas fitur .

:

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input peta kecamatan kab. Boyolali dan sebagai intersect feature adalah peta permukiman Boyolali

hasil Intersect :

4. Spatial Join Spatial Join Tool yang digunakan untuk menggabungkan bermacam-macam data spasial yang mempunyai kelas yang sama (satu wilayah atau satu kategori tertentu) MASIH DALAM PROSES MEMAHAMI FUNGSINYA 5. Symmetrical deference Symmetrical deference Tool digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur . Alat ini menciptakan kelas fitur dari fitur-fitur atau bagian dari fitur yang tidak umum untuk salah satu masukan lainnya .

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input hasil Symmetrical deference : 6. Union Union Tool digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur . Alat ini membangun kelas fitur baru dengan menggabungkan fitur dan atribut dari masing-masing kelas fitur .

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input hasil Symmetrical Union:

7. Update Update Tool digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur . Alat ini update atribut dan geometri kelas fitur input atau lapis demi kelas fitur update atau lapisan yang mereka tumpang tindih .

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input MEMBUAT BANYAK LAYOUT DALAM SATU .MXD DENGAN “DATA DRIVEN PAGES” Sering kali kita membuat banyak layout tetapi masih dalam tema yang sama, yang membedakan antar layout hanya wilayahnya saja. Untuk memudahkan dan menghemat waktu maka kita dapat menggunakan tools “Data Driven Pages”. Contohnya adalah peta yang memakai indeks seperti peta RBI (Rupa Bumi Indonesia), atau contoh lain layout peta yang dibuat berdasarkan wilayah adminstrasi seperti peta kawasan hutan menurut wilayah administrasi kabupaten dalam suatu provinsi. Tentunya kita akan memerlukan layer indeks yang digunakan untuk membedakan antar layout, atau dengan kata lain layer yang mempunyai attribut yang membedakan antar wilayah. Layer indeks ini dapat berupa grid atau dapat juga berupa wilayah seperti wilayah administrasi. Perpindahan antar halaman layout didefinisikan berdasar attibut yang ada pada suatu kolom dalam layer indeks. Sebagai contoh dalam tulisan ini kita akan membuat layout peta kawasan hutan menurut kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu,Provinsi Kalimantan Barat. Shapefile yang digunakan adalah kawasan hutan (Kemenhut) dan peta wilayah (BPS,2010). Yang menjadi layer indeks adalah peta wilayah kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu. Attribut dari shapefile kawasan hutan Kabupaten Kapuas Hulu adalah sebagai berikut

Sedangkan Attribut dari shapefile peta wilayah kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu adalah sebagai berikut

Layout kawasan hutan per kecamatan ini akan diatur untuk menampilkan hanya kawasan hutan di kecamatan tersebut saja, sehingga kawasan hutan di kecamatan-kecamatan lain di sekitarnya tidak akan ditampilkan dalam layout tersebut. Oleh karena itu sebelumnya kedua shapefile tersebut di “overlay” terlebih dahulu (bisa dengan union atau identity).

Adapun attribut shapefile setelah proses “overlay” menjadi seperti berikut ini

Setelah itu, toolbar “Data Driven Pages” diaktifkan, maka akan muncul toolbar baru.

Langkah selanjutnya adalah meng”klik” tombol “Data Driven Page Setup” untuk kemudian mengatur apa yang akan menjadi dasar dalam pembedaan halaman (page) dalam “Data Driven Pages”

Dalam contoh ini, langkah selanjutnya adalah sebagai berikut: 1.Mengaktifkan “Data Driven Pages” dengan mencentang pada “Enable Data Driven Pages”. 2.Menentukan “Data Frame” yang digunakan, pada contoh ini yaitu “Layers”. 3.Menentukan layer yang digunakan sebagai dasar pembeda antar layout; dalam contoh ini yang dipakai adalah layer shapefile “batas_kec”. 4.Menentukan kolom yang dijadikan dasar pembeda antar layout; dalam contoh ini memakai kolom “KECAMATAN” . Kolom-kolom yang dapat dipilih adalah kolom dari shapefile yang ditentukan pada langkah ke-3. Attribut dalam kolom ini nantinya dapat dimunculkan sebagai ” text” dalam layout, yang akan berubah sesuai dengan halamannya. 5.Menentukan berdasar kolom mana halaman layout tersebut diurutkan;

dalam contoh ini adalah berdasar kolom “KECNO”. Kolom-kolom yang dapat dipilih adalah kolom dari shapefile yang ditentukan pada langkah ke-3.

Setelah diklik “OK”, maka tampilannya adalah sebagai berikut

Pada jendela “View” terlihat yang menjadi fokus adalah wilayah Kecamatan Silat Hilir. Akan tetapi, karena pada layout ini hanya akan menampilkan kawasan hutan

di kecamatan tersebut saja (sesuai yang terpilih pada “Data Driven Pages”), maka masih diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Klik kanan pada layer yang pada langkah awal sudah di”overlay”, pada contoh ini adalah layer “kawasan_kapuas_hulu.shp” 2. Klik “Properties”. 3. Pilih menu “Definition Query”. 4.Klik tombol “Page Definition”

5.Setelah muncul jendela “Page Definition Query” maka centang pada “Enable” 6. Pilih kolom dari shapefile yang isinya sama persis dengan yang digunakan menjadi kolom pada “Name Field” pada jendela “Setup Data Driven Pages”. 7.Pilih “Match” pada “Show features that”

8. Klik “OK”. Maka kawasan hutan di kecamatan lain tidak akan diperlihatkan.

Langkah selanjutnya adalah menampilkannya di Layout

Agar judul dari peta tersebut juga otomatis berubah sesuai dengan wilayah kecamatannya, maka pada nama kecamatan, kita memakai “query”. Query tersebut kita copy saja dari query yang telah ada pada “Data Driven Page Name”. Caranya : 1. Klik pada “Page Text” yang terletak paling kanan pada toolbar “Data Driven Pages”. 2.Pilih “Data Driven Name”. 3. Pada jendela “View” akan muncul tulisan yang dikelilingi oleh garis berwarna biru putus-putus. 4.Klik dua kali pada tulisan tersebut. 5.Akan muncul jendela “Properties”. 6.Salin (copy) query yang terdapat pada “Text”. 7.”Paste” query tersebut pada “Text” judul peta.

8. “Text” pada langkah ke-3 yang diambil querynya dihapus dari layout, sehingga tidak mengganggu layout. Maka selesai sudah “template” layout dari peta kawasan hutan per kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu. Untuk berpindah ke layout kecamatan lain, hanya perlu klik tombol “Next Page” pada toolbar “Data Driven Pages”

Maka “View” yang tampil di Layout akan berpindah ke wilayah selanjutnya

sesuai dengan yang diatur pada “Setup Data Driven Pages”

Jadi setelah memakai tool “Data Driven Pages” kita tinggal mengatur skalanya agar bulat (jika diperlukan) kemudian menyimpan ke dalam .MXD baru atau bisa juga .MXD hanya satu, tetapi untuk output dalam bentuk image saja misal dalam bentuk .jpeg . Untuk menyimpan layout dalam bentuk image langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Klik pada menu “File”. 2. Pilih “Export Map”. 3.Pilih folder tempat penyimpanan file. 4.Ketikkan nama file yang akan dihasilkan (defaultnya akan sesuai dengna nama .MXD). 5.Pilih jenis image. 6. Mengatur kualitas image yang dihasilkan. 7. Save.

Posted on 17 April 2013 by yonbe • Pos ini dipublikasikan di Belajar GIS,Layout dan tag layout. Tandai permalink.

 

MEMBUAT PETA KEMIRINGAN LERENG DARI DEM Pada kesempatan kali ini, INFO-GEOSPASIAL akan membagikan cara untuk membuat peta kemiringan lereng dari data Digital Elevation Model (DEM) dengan menggunakan software ArcGIS versi 10.1. Bahan yang diperlukan untuk kegiatan ini diantaranya : DEM Model SRTM resolusi 30 meter (Dapat menggunakan model lainnya semisal AsterGDEM) Area Pemotong format vektor yang akan digunakan untuk memotong Raster (Dapat berupa area kabupaten, provinsi, ataupun negara) Dalam kegiatan ini, daerah yang akan dibuat peta kemiringan lereng, adalah daerah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Jalankan program ArcMap, panggil data DEM dan area Pemotong yang sebelumnya sudah dipersiapkan.

Overlay DEM dan Area Pemotong Kemudian potong DEM dengan area pemotong, caranya masuk ke ArcToolbox, kemudian pilih Spatial Analyst Tools>Extraction>Extract By Mask.

Extract By Mask Lalu tentukan raster yang akan di potong dan area pemotongnya. Sehingga hasilnya kurang lebih akan seperti berikut :

DEM yang sudah dipotong Apabila menggunakan data kontur, sebelumnya kontur tersebut harus dikonversi terlebih dahulu menjadi format raster dengan cara masuk ke ArcToolbox, piih 3D Analyst Tools>Raster Interpolation>Topo to Raster. Kemudian ikuti langkah-langkah berikutnya. Selanjutnya buat kemiringan lerengnya dengan masuk ke ArcToolBox, pilih 3D Analyst Tools>Raster Surface>Slope. Sehingga akan terbentuk raster baru dengan tampilan berdasarkan kemiringan lereng. Akan tetapi kelas kemiringan lereng tersebut belum sesuai dengan yang di inginkan, oleh karena itu berikan kelas sesuai dengan yang di inginkan, dengan

menggunakan pedoman yang sudah ada seperti Van Zuidam, Arsyad, USSSM, USLE, dan masih banyak lagi. Dalam kegiatan ini digunakan pedoman Penyusunan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah tahun 1986, dengan ketentuan sebagai berikut :

Kelas Kemiringan Lereng Cara untuk menentukan kelas kemiringan tersebut, masuk ke properties>symbology>Classified>Classify. Tentukan jumlah kelas yang di inginkan, bila mengikuti pedoman yang digunakan dalam kegiatan ini, berarti gunakan 5 kelas, lalu masukan persentase kelas seperti gambar tabel di atas di dalam break values. (jangan lupa klik icon % sehingga muncul angka 100 di akhir persentase). Perhatikan gambar berikut :

Menentukan Kelas Kemiringan Untuk melakukan klasifikasi dapat juga dilakukan dengan masuk ke ArcToolbox>3D Analyst Tools>Raster Reclass>Reclassify. Hasil dari klasifikasi tersebut akan seperti berikut :

Kemiringan Lereng Apabila akan dilakukan analisis lanjut, maka sebaiknya konversi data raster kemiringan lereng menjadi format vektor, caranya menggunakan tools yang berada di dalam ArcToolbox>Cconversion Tools>From Raster>Raster to Polygon. lalu lakukan analisis lanjutan, seperti menghitung luasan per kelas kemiringan. Agar tampilan peta lebih menarik, buat tampilan hillshade dari data DEM yang sebelumnya sudah di potong. Caranya dapat di lihat di artikel berikut : 

Membuat Hillshade atau Shaded Relief di ArcGIS Hasilnya kurang lebih seperti berikut :

Hillshade Tempatkan layer hillshade di bawah layer Kemiringan Lereng, lalu berikan nilai transparansi terhadap layer Kemiringan Lereng agar efek Hillshade dapat terlihat. Lalu buat layout dari hasil pembuatan peta Kemiringan Lereng tersebut, berikan efek seni untuk membuat layout sesuai dengan yang di inginkan. Dan berikut hasil layout sederhana buatan saya :

Peta Kemiringan Kab.Ciamis

Lereng

 

MEMBUAT HILLSHADE ATAU SHADED RELIEF DI ARCGIS Hillshade atau Shaded Relief merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mempresentasikan gambaran relief sebuah wilayah pada sebuah data raster yang masih dalam format 2-D (2 Dimensi) dengan cara memberikan kesan 3-D (3 Dimensi) pada data raster tersebut. Pemberian kesan 3-D tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian teknik pencahayaan dan bayangan yang tepat pada sebuah data raster. Saat ini pada umumnya pembuatan shaded relief sebuah wilayah digunakan data Digital Elevation Model (DEM), dimana dengan pemberian teknik pencahayaan dan bayangan yang tepat akan menghasilkan kesan tampilan 3-D dari data DEM tersebut. Pada bahasan ini saya akan membahas cara membuat hillshade di software arcgis. Bahan yang diperlukan : Data Region wilayah yang akan di buat Hillshade nya dalam format SHP Digital Elevation Model (Bisa menggunakan SRTM,Aster,dll) Tahap pertama jalankan software Arcgis.di sini saya menggunakan Arcgis versi 10.1 Kemudian panggil data Shp region yang akan di buat hillshade nya.

Layer Region Kabupaten Ciamis Pada bahasan ini saya akan membuat hillshade dari wilayah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Kemudian panggil Digital Elevation Model dari daerah tersebut, di sini saya menggunakan DEM SRTM 1Arc-Second.

Dapat dilihat pada gambar di bawah ini, bahwa ukuran DEM terlalu besar untuk dibuat hillshade dari data region Ciamis. Untuk itu kita akan potong DEM tersebut dengan menggunakan batas Region Ciamis.

Layer Digital Elevation Model dan Layer Region Ciamis Caranya dengan masuk ke menu ArcToolbox→Spatial Tools→Extraction→Extract By Mask.

Analyst

Arctoolsbox Sebelumnya layer yang akan digunakan sebagai batas pemotong harus memiliki sistem koordinat yang sama dengan raster DEM.

Pengaturan Extract by Mask Input raster di isi dengan Digital Elevation Model yang akan di potong. Input raster or feature mask data di isi dengan layer region pemotong. Outpu raster isi dengan lokasi penyimpanan dan nama hasil pemotongan.

Memilih lokasi Output Selanjutnya masuk ke pilihan Environtment, pilih output coodinates dan beri koordinat sesuai dengan koorinat layer Region pemotong. Sebelum di ok, pastikan terlebih dahulu layer pemotong sudah dalam kondisi editing.

Memilih Output Coordinates Di bawah ini merupakan proses Extract by Mask yang sudah selesai.

Proses Extract by Mask yang sudah Selesai Setelah di potong maka DEM akan berbentuk seperti region layer pemotong tadi. DEM yang pertama dan layer yang digunakan untuk memotong tadi bisa di remove dari Tabel Of Contents.

DEM yang sudah Terpotong Sekarang adalah tahap untuk membuat hillshade dari dem tersebut. Masuk kembali ke ArcToolbox→3D Analyst Tools→Raster Surface→Hillshade.

Tools Hillshade Kita akan menemukan jendela baru untuk pengaturan pembuatan hillshade. Pada isian Azimuth isikan nilai dengan interval antara 1 sampai 360 dan pada Altitude isikan dengan nilai interval 1 sampai 90. Untuk Z factor isi dengan nilai 1. Azimuth merupakan sudut putar sinar matahari dari arah barat hingga timur.

Altitude merupakan sudut ketinggian penyinaran sinar matahari terhadap objek di bumi.

Pengaturan Hillshade Setelah semua tahapan di ikuti, maka hasilnya akan seperti gambar di bawah ini.

Hillshade Untuk memodifikasi tampilan hillshade di atas, kita bisa mengganti warna dari hillshade terebut dengan masuk ke propertis dari layer hillshade kemudian masuk ke pilihan symbology dan ganti warna nya sesuai dengan pilihan warna yang tersedia. Apabila hasil hillshade akan di overlay dengan layer region caranya seperti berikut ini : Panggil layer yang akan di overlay. Di sini saya memanggil layer area kecamatan ciamis yang sudah memiliki field tersendiri. Kemudian masuk ke

properties layer yang di overlay, pilih symbology dan masuk pilihan categories, pada Value Field isi dengan nama field yang akan di munculkan. Kemudian Pilih Add All Value dan Ganti warna tampilan nya sesuai kehendak. Selanjutnya pada Pilihan Display pada menu properties layer yang di overlay. Beri nilai transparent sesuai keinginan agar layer hillshade dapat terlihat ketika di overlay.

Hillshade yang sudah di Overlay Gambar di atas merupakan hasil dari overlay antara Layer Hillshade dengan Layer region Area Kecamatan. Semoga Bermanfaat . . . VISUALISASI 3D GOOGLE IMAGERY DENGAN EFEK EXTRUDE DI ARCSCANE Pada kesempatan ini, blog INFO-GEOSPASIAL akan membagikan tutorial cara membuat peta 3D dengan efek Extrude di ArcScane, tutorial ini merupakan kelanjutan dari tutorial ArcScane yang sudah pernah di bahas sebelumnya : - VISUALISASI LAYER OBJEK DENGAN ARCSCANE Sebelum memulai tahap pembuatan peta 3D, diperlukan bahan-bahan sebagai berikut : 1. Image google satelit dari daerah yang akan dibuat petanya (harus sudah tergeoreferencing), cara melakukan georeferencing image dari google satelite bisa di lihat di artikel GEOREFERENCING GOOGLE IMAGERY IN ARCGIS 2. Data kontur dari daerah yang dimaksud (bisa buat sendiri dari data DEM) 3. Shapefile polygon dari daerah yang di maksud, digunakan sebagai lantai atau dasar dari peta

Mulai tahapan pembuatan peta dengan menjalankan aplikasi ArcScane, panggil ketiga data di atas (semua data di atas harus menggunakan sistem koordinat meter (UTM), jika sudah terlanjur menggunakan sistem koordinat geografis, maka di dalam menu properties pada Scane Layer di dalam TOC, atur sistem koordinatnya menggunakan WGS 1984 World Mercator)

Layer Bandung, Contour, dan Area Dalam bahasan ini, layer image google satelit di beri nama ‘Bandung’, layer kontur di beri nama ‘Contour’, dan layer objek polygon diberi nama ‘area’. Pertama unselect layer bandung dan area, biarkan hanya layer contour saja yang ditampilkan. Aktifkan extension 3D Analyst dengan cara masuk ke menu Customize > Extensions > select pada bagian 3D Analyst. Panggil toolnya ke dalam toolbar dengan cara masuk ke menu Customize > Toolbars > 3D Analyst.

Extension 3D Analyst Layer kontur yang saat ini di tampilkan masih dalam bentuk 2D, maka buat terlebih dahulu kontur 3D dari kontur tersebut, caranya di dalam toolbar 3D Analyst masuk ke menu Feature to 3D (jika tidak tersedia tools tersebut, maka lakukan tahapan berikut : masuk ke menu Customize > Customize Mode > Pada tab Command pilih categories 3D Analyst dan pada bagian commands pilih tool yang akan ditambahkan dengan cara pilih tool yang di maksud kemudian tarik/drag ke dalam toolbar 3D Analyst).

Menambahkan Tool Di dalam menu Feature to 3D, input feature isi dengan layer Contour, kemudian Source of Height pilih berdasarkan field attribute dari layer contour tersebut.

Feature to 3D Hasil dari tahap di atas akan terbentuk layer baru yang berisikan objek kontur dalam bentuk 3D, seperti berikut :

Contour 3D Selanjutnya buat raster TIN dari layer Contur_3D, caranya masuk ke menu Create TIN From Faature di dalam toolbar 3D Analyst (Jika tidak ada, tambahkan tool tersebut dengan cara yang sama seperti tahapan sebelumnya). Gunakan layer Contour_3D untuk mengisi Height Source dengan Feature Z Value, pada bagian Triangulate as pilih Hard Line, kemudian gunakan layer Area untuk membuat Soft Clip pada bagian Triangulate as, lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :

Create TIN from Feature Hasilnya akan terbentuk Raster TIN seperti berikut :

Raster TIN Berikutnya aktifkan layer Area, kemudian konversi objek area tersebut yang masih berupa objek polygon ke dalam objek line, caranya masuk ke Arctoolbox > Data Management Tools > Features > Feature to Line. Sehingga akan terbentuk layer baru yang berisikan objek line. Dalam tutorial ini layer tersebut di beri nama ‘Extrude’, dalam menu properties dari layer tersebut atur Base Height dengan Elevation from surface mengacu pada Raster TIN. Kemudian di dalam tab Extrusion select pada bagian Extrude Features in Layer dan pilihUsing it as a value that features are extruded to pada menu Apply Extrusion. Hasil dari proses tersebut akan membuat line terextrusion berdasarkan ketinggian dari Raster TIN.

Raster TIN dengan Extrude objek lantai Dan tahap terakhir, aktifkan layer Bandung kemudian atur Base Height dengan mengacu pada Raster TIN, unselect Raster TIN agar hilang dari tampilan layar, dan hasilnya kurang lebih akan seperti berikut :

Image Google Satelit dengan Extrude objek lantai Untuk lebih mempercantik tampilan, gunakan image satelite yang lebih jelas serta lebih terlihat perbedaan tinggi dan rendah permukaannya, tambahkan pula objek sungai agar tampilan terlihat lebih nyata. Semoga bermanfaat . . .

MEMBUAT PETA BATIMETRI DARI DATA SRTM PLUS Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Dalam artikel ini, blog INFO-GEOSPASIAL akan menyajikan tutorial cara membuat peta batimetri dari data SRTM PLUS. Data tersebut tersedia di alamat Topex.ucsd.edu. atau bisa langsung menuju link unduhnya di : - SRTM30_PLUS - SRTM15_PLUS Perbedaan dari kedua data di atas adalah resolusi yang ditampilkannya. Untuk SRTM30 memiliki resolusi spasial 30 detik atau 1 kilometer. sedangkan SRTM15 memiliki resolusi spasial 15 detik atau 500 meter. Untuk ukuran file SRTM30 relatif kecil hanya berukuran kurang lebih 50mb. Sedangkan untuk SRTM15 memilki ukuran file yang sangat besar sekitar 13gb lebih, karna mencakupan seluruh dunia dengan resolusi yang lebih bagus dari SRTM30

dan dikemas dalam format .grd. Untuk file SRTM30, wilayah Indonesia bisa di download di file : - e060n40.Bathymetry.srtm (Sumatra) - e100n40.Bathymetry.srtm (Jawa, Sumatra, Kalimantar, Sulawesi, Papua) - e100s10.Bathymetry.srtm (Pulau Sumba, Kupang,NTT) Dalam tutorial ini, file yang akan digunakan adalah SRTM30. dan akan diolah dengan menggunakan software Global Mapper dan Surfer. Buka file srtm ke dalam Global Mapper. Setelah di panggil maka tampilan di layer editing kurang lebih akan seperti berikut :

SRTM30 PLUS Selanjutnya buat kontur di daerah yang akan dibuat peta batimetrinya, dalam tutorial ini akan dibuat peta batimetri untuk wilayah pantai pangandaran, kab. Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. masuk ke menu Analysis > Generate Contours (from Terrain Grid). Tentukan interval kontur yang akan digunakan.

Contur Options Kemudian pada Contour Bounds buat daerah yang akan dibuat konturnya dengan masuk ke Draw a Box.

Menentukan Area Yang Akan Dibuat Konturnya Klik ok, untuk memulai pembuatan kontur. Setelah selesai maka hasilnya akan seperti berikut :

Kontur Batimetri Pangandaran Selanjutnya save kontur ke dalam format Surfer .bln dengan cara masuk ke menu File > Export > Export Vector/Lidar Format. Pilih Surfer BLN.

Export to Surfer BLN Di dalam software Surfer, buat Plot Baru, kemudian masuk ke menu Grid > Data. Pilih file kontur yang sebelumnya sudah di konversi ke format BLN. Tentukan field X, Y, dan Z dari data tersebut, lalu tentukan metode gridding yang akan digunakna, Sebagai contoh gunakan saja metode Kriging.

Griding Kontur Klik ok, maka akan terbentuk file baru dengan extension .grd. panggil file tersebut dengan cara masuk ke menu Map > New > Contour Map.

Kontur Batimetri Pangandaran Sebelumnya atur terlebih dahulu ukuran kertas yang digunakan dengan cara masuk ke menu File > Page Setup. Atur tampilan peta pada bagian properties di setiap layer yang ada di Object Manager. Sehingga hasil akhirnya kurang lebih seperti berikut :

Peta Batimetri Pantai Pangandaran Tahapan di atas dapat di lihat juga pada video berikut : Sekian artikel ini, semoga bermanfaat. MEMBUAT PENAMPANG MELINTANG DI ARCGIS Penampang melintang (Cross-Section) merupakan gambaran dari bentuk muka bumi secara melintang baik di daratan atau pun di dasar laut. Penampang melintang memberikan gambaran secara jelas mengenai bentuk dan ketinggian atau pun kedalaman dari suatu tempat di bumi. Dan berikut ini akan dijelaskan cara pembuatan penampang melintang dari data DEM (Digital Elevation Model) dengan menggunakan software ArcGIS. Sebelum memulai pembuatan penampang, pastikan sistem projeksi yang digunakan adalah UTM, jika menggunakan sistem projeksi lain, silahkan ubah terlebih dahulu ke UTM dengan cara klik kanan pada layer utama > Properties > Coordinate System. pilih zona UTM dari daerah yang akan dibuat penampang nya. Atau jika area yang diolah memiliki dua zona atau lebih maka gunakan sistem projeksi WGS 1984 World Mercator yang dapat ditemukan di Projection Coordinate System > World. (Tidak perlu merubah sistem projeksi dari layer SHP, cukup sistem projeksi dari layer utama di dalam ArcMAP) Siapkan sebuah raster yang berisikan informasi ketinggian dari suatu daerah, di sini digunakan data DEM hasil konversi dari data kontur (arctoolbox > 3d Analys Tools > Raster Interpolation > Topo to Raster).

DEM hasil konversi dari Kontur Munculkan tools 3d Analyst dengan cara masuk ke menu Customize > Select 3d Analyst. Pada pilihan option di dalam tools tersebut, tentukan tempat penyimpanan hasil pembuatan cross section.

Penentuan lokasi penyimpanan Pofile Graph Tentukan metode interpolasi yang akan digunakan, dalam contoh ini digunakan metode linear.

Menentukan Metode Interpolasi Buat sebuah garis melintang pada area yang akan dibuat penampang nya dengan menggunakan tools Interpolate Line.

Pembuatan garis penampang melintang dengan tools Interpolate Line Untuk melihat gambaran sekilas dari area yang dilewati oleh garis Interpolate Line dapat mengaktifkan tools Profile Graph.

Penampang Hasil dari proses diatas akan menciptakan SHP baru yang tersimpan di dalam directory yang sebelumnya telah ditentukan pada option 3d Analyst. File SHP akan bernama PG (Profile Grapth) yang berisikan objek point. Panggil file tersebut ke dalam ArcMAP. Klik kanan pada nama layer tersebut > Open Attribute Table. Maka akan muncul keterangan yang berisikan field M (menunjukan letak koordinat X dalam satuan meter UTM) dan field Z (berisikan nilai ketinggian dari setiap point yang mendefinisikan nilai ketinggian dari DEM).

Data Attribut Block seluruh isi field kemudian copy ke dalam program Ms.Excel atau text editor lain. Edit dan hapus field lainnya kecuali field M dan Z.

Data Attribut M dan Z di Ms.Excel Save dalam format excel. Di dalam ArcMAP pilih menu file > Add Data > Add XY Data. Panggil file excel tersebut dengan X Field di isi dengan field M dan Y Field di isi dengan field Z. dan pastikan sistem projeksinya menggunakan UTM.

Add Data XY Maka akan muncul layer baru dengan objek point yang menunjukan ketinggian dari area penampang.

Penampang Melintang Point Konversi layer tersebut ke dalam SHP dengan cara klik kanan > Data > Export Data.

Konversi data ke SHP Setelah dikonversi menjadi SHP, konversi kembali file SHP tersebut ke dalam bentuk Line dengan cara masuk arctoolbox > Data Management Tools > Features > Points To Line.

Point to Line Tahap selanjutnya adalah membuat grid untuk penampang tersebut di dalam layout view. Pindah ke layout view, klik kanan pada frame yang berisikan line penampang, pilih properies > grids > New Grid > Measured Grid. Pada Appearance pilih Label Only. Setelah grid berhasil di buat, masuk ke properties grid tersebut, atur tampilan grid menjadi seperti berikut :

Pengaturan Label Grid Hilangkan label pada bagian top, label style Formatted dengan aditional Properties > number of Significan Digits. isi dengan nilai 4 (atau bisa di sesuaikan).

Penentuan Axis Grid Unselect Major Divition Ticks pada pilihan Top. Klik Ok. Dan hasil akhirnya kurang lebih akan seperti berikut :

Penampang Melintang dengan Grid

MEMBUAT HYPERLINK DI ARCGIS Hyperlink merupakan link yang menghubungkan suatu objek/halaman ke halaman lainnya, atau suatu dokumen ke dokumen lainnya. Di dalam software ArcGIS kita dapat membuat hyperlink dari suatu objek vektor ke suatu objek berupa dokumen (foto, musik, video pendek, dll) atau ke suatu halaman URL. Sebagai contoh dari tutuorial ini, blog INFO-GEOSPASIAL akan menggunakan layer administrasi provinsi Bali. Buka layer SHP ke dalam data view.

Layer Bali_Administrasi Untuk membuat hyperlink kita dapat menggunakan tools Identify di dalam toolbar ArcMap. Aktifkan tools tersebut, kemudian select salah satu objek vektor dari layer Bali_Administrasi.

Identify Akan muncul popup Identify dari objek yang di select, klik kanan pada nama objek lalu pilih Add Hyperlink untuk mengkaitkan objek dengan dokumen atau url lain.

Add Hyperlink DI dalam popup Add Hyperlink terdapat dua pilihan type link. Yang pertama Link to a Document (link dokumen berupa foto, musik, video pendek, dll) dan Link to a URL (link ke url suatu website). Isi type link yang akan gunakan, kemudian klik OK. Untuk mengaktifkan atau membuka link yang telah di kaitkan, gunakan tools Hyperlink , select terhadap objek yang sudah di hyperlink. Maka akan muncul dokumen yang telah di link, atau akan terbuka halaman web dari URL yang di link. Cara kedua untuk menggunakan fungsi hyperlink adalah dengan membuat field baru dari layer yang akan di hyperlink. Klik kanan di layer

Bali_Administrasi, piiih Open Option pilih Add Field.

Attribute

Table.

DI

dalam Table

Add Field Buat field baru dengan nama Hyperlink (nama bisa disesuaikan) dengan Type : Text, length beri 50 (sesuaikan dengan panjang karakter dari link yang akan di kaitkan). Setelah field berhasil di buat, aktfkan editing dari layer Bali_Administrasi lalu isi record di dalam field Hyperlink dengan link yang dituju. Jika telah selesai, save edits kemudian matikan editing. Klik kanan pada layer Bali_Administrasi pilih properties > Display. Select Support Hyperlinks using field. Pilih field Hyperlink lalu pilih jenis link yang di sematkan (Dokumen atau url). Untuk mengaktifkan atau membuka link yang disematkan, gunakan kembali tools Hyperlink CEK ERROR TOPOLOGY DI ARCGIS Egi Septiana 10:45 Tampaknya Anda memblokir iklan Google AdSense di blog ini. Assalamualaikum Wr.Wb Error Topology merupakan kesalahan yang tedapat di dalam suatu objek vektor berupa line ataupun polygon yang diakibatkan oleh kesalahan dalam proses digitasi atau error yang muncul setelah melakukan analisis terhadap objek tersebut. Sebelumnya pembahasan mengenai error topology pernah di bahas di dalam artikel berikut :



ERROR TOPOLOGY Untuk mengatasi error topology, sebelumnya diperlukan cek terlebih dahulu terhadap objek vektor untuk mengetahui letak error yang terjadi. Dan pada artikel ini akan dibahas cara mengatasi Error Topology dengan menggunakan software ArcGIS. Dalam contoh ini akan menggunakan layer Kota Bandung.

Layer Kota Bandung Panggil layer Kota Bandung ke dalam data view di ArcGIS, buka catalog, kemudian koneksi ke tempat layer Kota Bandung di simpan. Buat Geodatabase baru dan buat feature dataset di dalamnya. Untuk melakukan cek Error Topology, layer dalam format SHP harus dikonversi terlebih dahulu ke Feature Class di dalam Geodatabase yang baru saja di buat.

Tools Feature Class to Feature Class Buka ArcToolbox > Conversion Tools > To Geodatabase > Feature class to Feature Class. Simpan hasil koversi ke dalam feature dataset di dalam geodatabse yang sebelumnya di buat.

Feature Class to Feature Class

Setelah proses konversi selesai, buka kembali Catalog, kemudian di dalam Feature Dataset yang berisikan Feature Class hasil konversi sebelumnya, buat Topology baru dengan cara klik kanan pada dataset (bandung) > New > Topology. Beri nama, kemudian select Feature Class yang akan di Cek Error Topologynya, klik Add Rule, berikan aturan-aturan yang di inginkan. Dalam contoh ini aturan yang diberikan adalah (Must Not Have Gaps dan Must Not Overlap).

Aturan Topology Gap adalah ruang kosong atau rongga di antara polygon yang saling berhimpitan, sedangkan Overlap adalah polygon yang saling tumpang tindih. Cek jumlah error dengan cara klik kanan Topology yang baru saja di buat, klik properties > Errors > Klik Generate Summary. Hasilnya kurang lebih seperti gambar berikut :

Jumlah Error Topology 1 Terdapat 1 Gap dan 4 Overlap. Untuk mengatasi error tersebut panggil feature Class Topology, maka akan muncul objek error dari layer Kota Bandung.

Objek Error Topology Atasi error tersebut dengan cara aktifkan editing dari SHP Kota Bandung, kemudian zoom ke objek yang ditandai error (berwarna merah), error overlap atasi dengan edit vertek pada tools editing kemudian geser vertek ke posisi

yang tidak overlap, atau select objek polygon yang tertindih kemudian masuk ke menu editor, pilih clip (Discard the area that intersects). Bagian tepi luar dari objek polygon akan selalu di anggap gap oleh system, sehingga biarkan error tersebut. Save hasil editing SHP Kota Bandung, kemudian konversi kembali ke Feature Class di geodatabase, buat Topology yang baru, lakukan tahapan yang sama seperti sebelumnya, dan cek jumlah error yang ada.

Cek Error Topology 2 Hasilnya error dari overlap sudah 0, sedangkan error gap 1 (abaikan error gap karena itu merupakan error dari garis tepi luar polygon dan itu bukan merupakan error yang sebenarnya).

MEMBUAT GRID SESUAI DENGAN BENTUK AREA OF INTEREST DI ARCGIS Grid adalah garis hayal yang terbentuk oleh garis vertikal dan horizontal yang mengorientasikan lokasi/koordinat peta dengan koordinat lokasi sebenarnya. Grid dapat digunakan untuk menunjukan lokasi koordinat geografis dengan menggunakan sumbu Lintang dan Bujur dan di tampilkan dalam satuan Derajat Menit Detik (DMS), ataupun menunjukan lokasi

koordinat grid (UTM) dengan menggunakan jarak (meter/mil) sebagai satuan yang ditampilkannya di setiap titik acuan. Grid pada peta biasanya ditampilkan dalam bentuk data frame (kotak atau persegi panjang) dengan penempatan label di bagian luar data frame tersebut. Sehingga untuk beberapa objek peta yang tidak berbentuk persegi, akan menjadi kurang sesuai apabila menggunakan model grid seperti itu. Dan pada bahasan ini akan dijelaskan cara pembuatan grid peta dengan bentuk mengikuti tampilan Area of Interest (AoI) menggunakan software ArcGIS. Jalankan program ArcGIS, add data yang akan ditampilkan di dalam layout view dan akan di beri grid. Contoh pada bahasan ini akan mengunakan citra landsat 8 warna natural yang sebelumnya sudah di potong untuk daerah Kupang, NTT

Landsat Kupang, NTT Selanjutnya buat grid untuk layout tersebut dengan cara, klik kanan pada data frame> Properties> Grids> New Grid. Terdapat tiga pilihan jenis grid yang akan digunakan : 1. Graticule : Grid dengan unit DMS (Untuk peta dengan proyeksi Geografis) 2. Measured Grid : Grid dengan unit jarak (Meter/Mil) dan digunakan untuk peta dengan proyeksi UTM. 3. Reference Grid : Grid dengan unit angka atau huruf biasa.

Create Grids Dalam kegiatan ini grid yang digunakan adalah Graticule. Sesuaikan bentuk garis, label, dan interval yang akan digunakan. Maka hasilnya akan seperti gambar berikut :

Landsat with Grid Dari gambar di atas terlihat grid terbentuk berdasarkan luas dan lebar data frame di layout, sehingga untuk membuat grid agar pas dengan objek peta, diharuskan merubah skala peta dan lebar data frame yang digunakan. Add Data AoI yang akan digunakan, contoh di sini menggunakan WIUP (Wilayah izin usaha pertambangan) untuk suatu perusahaan pertambangan yang berlokasi di Kupang, NTT.

Area of Interest Objek peta berwarna Biru muda pada gambar di atas merupakan AoI yang digunakan. Klik kanan pada data frame di layout. Pilih Properties >Data Frame. Pada Extent Used By Full Extent Command, pilih Other> Specify Extent.

Setting AoI Pilih Outline of Features dan pilih layer yang menjadi AoI, klik OK. Clip Option pilih Clip to Shape, Specify Shape gunakan layer AoI, dan select Clip Grid and Graticule. Sehingga akan di dapat tampilan grid dan objek peta yang baru sesuai dengan bentuk AoI yang digunakan.

Area of Interest with Layer Unselect layer WIUP, dan atur kembali orientasi label grid yang digunakan beserta intervalnya. Maka hasil akhirnya seperti gambar berikut :

Landsat Area of Interest GEOREFERENCING GOOGLE IMAGERY IN ARCGIS Pada kesempatan kali ini, blog info-geospasial akan memberikan tutorial cara melakukan georeferencing google imagery dengan menggunakan software arcgis. Pertama-tama pastikan sudah terinstal software google earth di pc, software nya bisa di unduh di link berikut :  Google Earth Pro Seletah terinstal, jalankan google earth lalu cari lokasi yang akan di georeferencing. Sebelumnya atur terlebih dahulu satuan sistem koordinat yang akan digunakan. Caranya masuk ke menu perangkat >Pilihan. Dalam

tutorial ini, digunakan sistem koordinat geografis dalam satuan derajat desimal.

Pengaturan Unit Sistem Koordinat Google Earth Kemudian di samping kiri, di dalam menu tempat, buat folder baru pada tempat sementara dengan cara klik kanan> tambahkan> folder. Beri nama sesuai dengan yang di inginkan. Lalu pada folder yang baru saja di buat, klik kanan lalu tambahkan penanda letak. Gunakan simbol penanda letak crosshairs , lalu tempatkan di posisi yang akan dijadikan titik acuan pada saat melakukan georeferencing (bisa di sudut kiri dan kanan atas, atau di sudut kanan dan kiri bawah).

Penanda Letak Beri nama penanda letak sesuai dengan yang di inginkan, lalu salin nilai koordinat lintang dan bujur pada lokasi penanda letak tersebut ke dalam program Microsoft Excel. Buat penanda letak lainnya dengan jumlah minimal 4 buah, lalu lakukan tahap yang sama seperti di atas. Sehingga di dalam Ms. Excel kurang lebih akan seperti berikut :

Koordinat di MS.Excel Simpan tampilan google imagery dengan cara masuk menu file di dalam program google earth, pilih simpan> simpan gambar. Selanjutnya jalankan program ArcMap pada ArcGIS, dalam contoh ini arcGIS yang digunakan versi 10.1. Add tampilan google imagery, lalu atur sistem koordinat yang di gunakan dengan cara klik kanan pada layer dalam TOC (Table Of Contents), pilih properties, lalu dalam coordinate system pilih sistem koordinat yang sesuai dengan pengaturan sistem koordinat di dalam google earth (dalam tutorial ini digunakan sistem koordinatat geografis WGS 1984). Tambahkan data excel yang berisikan nilai koordinat dengan cara masuk ke menu file, lalu Add data> Add XY data.

Add XY data Seletah di tambahkan, ganti simbology pada data excel dengan simbol yang sesuai. Lalu klik kanan pada layer data Excel pilih Zoom to Layer, hasilnya kurang lebih akan seperti berikut :

Layer from Excel Tampilkan tools Georeferencing, dengan cara masuk ke Customize> Toolbars> Georeferencing. Gunakan tools Add Control Point , tempatkan di lokasi dari penanda letak yang ada di dalam tampilan google imagery dengan mengklik satu kali, kemudian tarik pointer ke layer data Excel, klik kanan> Zoom to Layer. Tempatkan pointer pada objek titik yang memiliki

nilai koordinat dari lokasi yang ditandai dengan mengunakan tools Add Control Point, sehingga nilai koordinat dari lokasi yang dijadikan titik kontrol akan terisi otomatis. Lakukan hal yang sama terhadap objek penanda letak lainnya. Setelah semua penanda letak di beri control point, maka hasilnya kurang lebih seperti berikut:

Google Imagery Georeferencing Lihat nilai eror yang di dapat dengan menggunakan tools View Link Table . Proses georeferencing dengan memasukan nilai koordinat dari data excel akan menghasilkan nilai error yang lebih baik dari pada proses memasukan nilai koordinat secara manual, dan nilai error dari proses ini adalah :

RMS Error Masuk pada menu georeferencing, kemudian klik Update Georeferencing. Maka proses georeferncing pun selesai.

MEMBUAT STRIKE/DIP DI ARCGIS Artikel ini akan membahas cara membuat simbol Strike/Dip di software ArcGIS. Sebelumnya memulai proses pengerjaan, sebaiknya pahami terlebih dahulu pengertian Strike/Dip.

- Strike = Arah sebaran batuan - Dip = Kemiringan Data Strike/Dip di dapat dari hasil survey lapangan dengan menggunakan Kompas Geologi dan GPS. Satuan yang digunakan adalah ⁰ (derajat), Strike di mulai dari 1⁰-360⁰ dan Dip di mulai dari 1⁰-90⁰. Data yang diperlukan dalam kegiatan ini di input dari Ms.Excel, yang terdiri dari koordinat X,Y, Strike,dan Dip. Contohnya seperti gambar berikut :

Data Strike/Dip di Excel Jalankan program ArcMap, panggil data Ms.Excel tersebut dengan tools Add XY Datayang berada di File > Add Data > Add XY Data. Browse file Ms.Excel tersebut, kemudian pada X Field pilih file yang berisikan Nilai koordinat X, dan Y Field pilih field yang berisikan nilai Koordinat Y. Tentukan sistem koordinat yang digunakan pada pilihan Edit. OK.

Add XY Data Maka akan muncul point yang menunjukan lokasi dari Strike/Dip. Selanjutnya konversi data excel tersebut menjadi SHP (Shapefile). Dengan cara klik kanan pada layer tersebut pilih Data > Export Data. Pilih Export All Feature, kemudian Tentukan lokasi penyimpanan hasil konversi tersebut, Ok.

Export Data

Ubah simbol dari point tersebut dengan mengklik simbol point pada layer Strike_Dip, kemudian pada pilihan Style References select Geology_24K, maka akan muncul pilihan simbologi baru, pilih simbol strike/dip yang di inginkan kemudian sesuaikan ukurannya.

Symbology Hasil dari penggunaan simbol tersebut akan merubah seluruh simbol pada layer Strike/Dip seperti gambar berikut :

Strike/Dip 1 Rotasi simbol tersebut sesuai dengan nilai strike. Klik kanan pada layer Strike_Dip pilihproperties > Symbology. Pada pilihan drop down Advanced, piilh Rotation. Pada pilihan rotation, gunakan field Strike dengan Style

rotation Geographic. Hasilnya simbol Strike/Dip di layer editing akan berubah sesuai arah strike.

Strike/Dip 2 Tahap terakhir adalah pemberian label pada simbol tersebut. Agar label tepat berada pada arah dip, atur label dengan cara klik kanan layer tersebut pilih Properties > Labels.Select pilihan Label Feature in This Layer, label field gunakan field DIP. Masuk kePlacement Properties. Gunakan pilihan Place label at an angle specifed by a feld.

Placement Properties

Klik Rotation Field, gunakan field Strike dan style rotation Geographic. Klik Ok. Pada pilihan Pre-defined label Style pilih Label Styles > Properties > Symbol Properties > Edit Symbol. Berikan Angle nilai 90, Vertical Alignment gunakan Bottom, Hirozontal Alignment gunakan Full. Perhatikan gambar berikut :

Editor Symbol Maka setelah mengikuti cara di atas, hasilnya label akan berada tepat di depan arah dip.

Strike/Dip 3

VISUALISASI LAYER OBJEK DENGAN ARCSCANE Artikel ini akan membahas cara untuk melakukan visualisasi terhadap objek layer dengan menggunakan ArcScane pada ArcGIS. Bahan yang dibutuhkan adalah :

Hillshade Raster

Tin Raster

Contour Dalam tahap ini akan dilakukan penyusunan objek-objek di atas dengan tampilan yang lebih menarik. Caranya di dalam program ArcScane, panggil ke 3 objek yang telah disediakan (Bisa disesuaikan dengan objek yang di inginkan). Karena dalam tahap ini akan menampikan objek Tin Raster yang memiliki nilai ketinggian, maka jika objek yang ditampilkan menggunakan sistem koordinat WGS 1984, pada tampilan ArcScane ganti menjadi WGS 1984 World Mercator, atau bisa dengan menggunakan sistem koordinat UTM. Susun layer hillshade berada di paling bawah kemudian di susul layer Tin di atasnya dan layer Contour di atasnya lagi. Dalam menu Base Height pada properties layer Contour dan Hillshade, pilih Ploating on a custom surface dan pada menu drop down pilih lokasi tempat menyimpan objek layer Tin. Kemudian pada kolom layer offset beri nilai ketinggian yang di inginkan dari objek layer Contour dan Hillshade terhadap layer Tin. Misal beri nilai 5000 atau 10000 pada layer Contour, dan beri nilai -5000 atau -10000 pada layer Hillshade. Dan beri nilai transparansi terhadap objek layer Tin sesuai dengan yang di inginkan, sehingga akan di dapatkan tampilan seperti berikut :

Objek Layer di ArcScane MEMBUAT PETA DENGAN ARCGIS BASEMAP ArcGIS merupakan software GIS ( Geographic Information System ) yang dikembangkan oleh ESRI (Environment Science & Research Institue) yang merupakan kompilasi fungsi-fungsi dari berbagai macam software GIS yang berbeda seperti GIS desktop, server, dan GIS berbasis web. Dan dalam artikel ini, blog INFO-GEOSPASIAL akan memberikan tutorial pembuatan peta dengan menggunakan ArcGIS Basemap. Fitur basemap sudah ada sejak ArcGIS rilis versi 9, akan tetapi dengan cara pemanggilan yang berbeda, sedangkan untuk ArcGIS versi 10.x fitur ini lebih mudah dan simpel untuk di gunakan. dan terus semakin dikembangkan sampai sekarang. Dengan menggunakan fitur ini memudahkan bagi user apabila ingin membuat peta dengan cepat tanpa memakan waktu yang lama. Cara untuk memanggil ArcGIS Basemap di ArcGIS 10.1, pada pilihan add data, pilih Add Basemap.

Add Basemap Kemudian akan muncul pilihan Basemap yang dapat di gunakan, (untuk mengikuti tutorial ini harus tersambung ke koneksi internet).

ArcGIS Basemap Terdapat 10 pilihan basemap yang dapat digunakan, dalam contoh ini akan digunakan basemap National Geographic, klik Add.

Tampilan Basemap Setelah di add maka akan di dapatkan tampilan seperti diatas, sekarang kita bisa memulai untuk membuat peta baku dari basemap tersebut. Untuk membuat peta yang lebih terarah, maka dalam kegiatan ini basemap akan di overlay dengan data Titik Api seluruh Indonesia, sehingga akan di dapatkan tampilan seperti berikut ini :

Basemap dan Hotspot Selanjutnya kita hanya perlu membuat layout dari tampilan basemap tersebut. Untuk tampilan layout sederhana yang saya buat hasilnya seperti berikut :

Hasil Layout Fitur basemap ini sangat berguna apabila kita diharuskan membuat peta dalam kurun waktu yang sangat singkat, dan tentu saja dengan fitur ini kita dapat mengupdate ataupun mendigitasi objek-objek seperti jalan, perbatasan, dan objek lainnya. Untuk lebih memahami proses di atas, dapat di lihat langsung pada video berikut :

VISUALISASI DATA EXCEL DENGAN FITUR 3D MAPS Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft Corporation, program ini menjadi bagian kesatuan dari program Microsoft Office. Microsoft Excel digunakan untuk mengolah data secara otomatis yang meliputi perhitungan dasar, penggunaan fungsi-fungsi, pembuatan grafik dan manajemen data. Perangkat ini sangat membantu untuk menyelesaikan permasalahan administratif mulai yang paling sederhana sampai yang lebih kompleks, hal tersebut menjadikan Microsoft Excel sebagai salah satu program komputer yang populer digunakan di seluruh dunia. Dengan telah diluncurkannya Microsoft Office 2016, dan dengan ditambahnya fitur 3D Maps di dalam program aplikasi Microsoft Excel 2016, memudahkan kita untuk memvisualisasikan data kita yang berhubungan dengan suatu lokasi geografis, ke dalam bentuk Peta 3D, yang menunjukan lokasi dari data tersebut. Untuk memulainya, kita harus mempersiapkan suatu data tabel di dalam Ms.Excel yang berisi sedikitnya 1 nilai geografis berupa koordinat Lintang/Bujur, nama Kota, nama Negara/Kawasan, Kode Pos, nama Negara Bagian/Provinsi, atau Alamat. sehingga Bing Maps selaku peta yang akan menjadi tempat kita memvisualisasikan data tabel yang dibuat. dapat membaca nama tabel yang dimaksud. Penambahan negara bagian atau provinsi sangat disarankan untuk memperjelas nama data yang dimaksud apabila terdapat nama yang sama pada daerah yang berbeda. Dapat juga menggunakan Model Data yang berupa data dari Ms.Acess, Dari Web, Text atau Database relational lain yang berisi beberapa tabel relational, atau dapat juga menggunakan data PivotTable di Excel. Bagi pembaca yang masih menggunakan Ms.Excel 2013, silahkan download Ads-in Power Map Excel 2013, kemudian instal di Pc anda, lalu ikuti langkahlangkah yang akan di jelaskan pada bahasan ini. (Cara ini hanya berlaku untuk pengguna Ms.Excel 2013 sampai terbaru). Jalankan Ms.Excel, kemudian buat data tabel dengan contoh seperti berikut :

Rekap data Jumlah Penduduk Per Provinsi Indonesia tahun 2013 Apabila menggunakan Model Data, cara untuk memanggilnya masuk ke Menu Data, kemudian pilih salah satu metode yang akan digunakan seperti gambar yang diberi kotak merah di bawah ini :

Memanggil Model Data Lalu block semua data tabel yang akan digunakan, masuk ke menu insert pilih 3D Maps, dan select Open 3d Maps. Perhatikan gambar berikut :

Open 3d Maps

Makan akan terbuka jendela baru dari 3d Map yang menunjukan lokasi dari data tabel yang dimaksud. Pada bilah pengaturan di samping kanan, gunakan pengaturan seperti berikut :

Pengaturan Data tabel pada 3d Maps Pada bagian Location, isikan dengan nama field atau kolom yang mempersentasikan lokasi geografis dari data tabel, misalkan Nilai koordinat Lintang/Bujur, nama Kota, nama Negara/Kawasan, Kode Pos, nama Negara Bagian/Provinsi, atau Alamat. Kemudian pada pilihan drop down di samping field yang di pilih, sesuaikan dengan keterangan field yang dimaksud. Apabila proses di atas dilakukan dengan tepat, maka lokasi geografis yang di maksud akan muncul. Karna kita akan menampilkan data ke dalam bentuk diagram batang, maka pada pilihan Height isikan dengan nama field yang memiliki nilai berbeda di setiap barisnya, Contohnya Jumlah Penduduk atau Jumlah Kota per Provinsi. Dan pada pilihan Category, Pilih data field yang akan dikategorikan berdasarkan warna. Hasilnya Akan seperti berikut :

Model Stacked data Jumlah Kabupaten/Kota Terdapat 5 bentuk tampilan, dari data yang akan ditampilkan, yaitu stacked, clustered, bubble, heat map, dan region. Gambar di atas merupakan bentuk tampilan stacked.

Model Bubble data Jumlah Kabupaten/Kota

Model Heat Map data Jumlah Kabupaten/Kota betuk Flat Map

Kombinasi Model Stacked dan Region dengan background Bing Aerial Untuk model clustered hampir sama persis dengan model stacked, model tersebut akan terlihat perbedaannya apabila data yang ditampilkan berjumlah banyak. Untuk mengganti tampilan latar belakang, ada di dalam menu Themes, terdapat 12 jenis latar belakang yang dapat digunakan. Kita juga dapat menampilkan perubahan jumlah data atau isi data yang ditampilkan dari waktu ke waktu, dengan syarat harus ada Bidang tanggal atau waktu pada tabel yang ditampilkan. Minimal diperlukan setidaknya satu bidang tanggal atau waktu per baris data. Untuk hasil terbaik, tempatkan data sementara dalam kolom terpisah, lalu ganti format kolom itu menjadi tanggal atau waktu (Klik kanan sel yang dipilih > Format Cells).

HITUNG LUAS TUTUPAN LAHAN DENGAN ARCGIS DAN EXCEL Berikut ini akan di sajikan artikel dengan pembahasan cara menghitung luas area pada peta tutupan lahan. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS versi 10.1. Sebelumnya kita sediakan terlebih dahulu bahan yang akan di olah, yaitu peta Tutupan Lahan dan Peta Adminstrasi dalam format Shapefile (SHP). Dalam kegiatan ini, daerah yang akan dihitung luas tutupan lahannya adalah wilayah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Peta tutupan lahan bisa diperoleh dari hasil digitasi ulang peta RBI, atau dapat juga mengunduh data tutupan lahan dari situs Ina-Geoportal. Cara untuk mengunduhnya sudah saya bahas pada artikelDownload Peta RBI dari Ina-Geoportal. Tahap pertama dalam kegiatan ini adalah memanggil peta tutupan lahan dan adminsitrasi ke dalam software ArcGIS. Berikut tampilannya :

Tutupan Lahan Ciamis

Administrasi Ciamis Kemudian kita lakuan union atau penggabungan dari layer Tutupan Lahan dan Administrasi. Caranya masuk ke menu Geoprocessing kemudian pilih Union. Isi input dengan layer Tutupan Lahan dan Administrasi, lalu tentukan tempat penyimpanan dari hasil union tersebut.

Union Sebelumnya pastikan salah satu layer dalam kondisi editing. sehingga proses union akan berjalan. Hasil dari proses union tersebut kurang lebih seperti berikut :

Hasil Union Akan terbentuk layer baru dari hasil penggabungan layer Tutupan Lahan dan Administrasi dengan berisi atribut dari kedua layer tersebut dengan nama

CIamis_TL. Apabila dari hasil proses union ditemukan beberapa objek layer yang tidak memiliki atribut atau keterangan, berarti objek tersebut merupakan GAP atau celah yang terdapat pada salah satu atau kedua layer Tutupan Lahan dan Admnisitrasi. Lakukan beberapa editing pada objek GAP tersebut dengan cara me-merge atau menggabungkan dengan objek terdakat yang berada pada daerah administrasi yang sama. Save layer, kemudian stop editing dari layer Ciamis_TL. Di dalam tabel Ciamis_TL kita buat field baru dengan cara memilih add field pada menu di dalam tabel.

Add Field Kemudian beri nama Luas_Ha dengan tipe float, lalu beri precious 9 dan scale 4. (Ha merupakan singkatan dari Hektar. apabila hasil perhitungan ingin dalam satuan yang berbeda, nama bisa disesuaikan). Maka akan terbentuk field baru dari tabel layer Ciamis_TL. Sebelum memulai proses perhitungan, perhatikan terlebih dahulu sistem proyeksi yang digunakan, apabila proyeksi yang digunakan menggunakan UTM, proses perhitungan dapat langsung di lakukan, tetapi apabila proyeksi yang digunakan proyeksi geografis, maka lakukan transformasi proyeksi terlebih dahulu, atau dapat juga dengan hanya merubah proyeksi pada data frame saja,

Select Proyeksi Caranya klik kanan pada layer utama, kemudian pilih properties. pada tab Coordinate System, cari zona UTM dari daerah yang sedang di olah, kemudian select, lalu klik ok. Selanjutnya aktifkan editing dari layer Ciamis_TL, masuk ke attribut tabel dari layer tersebut. Select pada field Luas_Ha yang baru saja kita buat, kemudian klik kanan pilih Calculate Geometry. Kemudian tentukan perhitungan yang akan dibuat, yaitu Area, dan pada pilihan unit, pilih Hectares (Unit dapat disesuaikan), lali klik ok.

Calculate Geometry Maka akan didapatkan hasil luasan dari setiap objek Tutupan Lahan per Kecamatan di Kabupaten CIamis seperti berikut :

Hasil Save hasil dari perhitungan tersebut. Kemudian sekarang kita akan membuat rekap luas Tutupaan Lahan dari data tersebut dengan menggunakan Microsoft Excel. Caranya buka file Ciamis_TL.dbf ke dalam Microsoft Excel, kemudian buat Pivot tabel dari data tersebut dengan cara menselect semua data dengan menggunakan kombinasi Ctrl+A.

Select All

Lalu masuk ke menu Insert, pilih tools PivotTable seperti gambar berikut :

Tools PivotTable Lalu pada jendela create PivotTable pilih ok.

Create PivotTable Maka hasil akhirnya akan seperti berikut :

Rekap Luas Tutupan Lahan Rekap luas Tutupa Lahan per Kecamatan di kabapuaten Ciamis sudah selesai. Perhatikan pada bagian samping kanan dari gambar di atas, terdapat garis merah yang menunjukan letak posisi field pada Pivot Table.

ASCII TEXT FILE TO DEM MENGGUNAKAN GLOBAL MAPPER Artikel ini akan menjelaskan proses konversi file format ASCII TEXT yang berisi nilai X,Y,Z menjadi DEM (Digital Elevation Model). Data yang digunakan merupakan data batimetri laut jawa yang dapat di unduh di DOWNLOAD DATA BATIMETRI. Software yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Global Mapper Versi 15. Buka software Global Mapper, kemudian gunakan tools Open Data File untuk memanggil data batimetri Format ASCII TEXT. Pada jendela baru yang muncul, isikan seperti gambar berikut :

Open Data ASCII Text Pada pilihan Import Type, pilih Elevation Grid 3D Point Data, dan pada Pilihan Coordinate Column Order/Format pilih dengen Koordinat yang berada di kolom pertama pada data ASCII TEXT. Klik Ok Setelah itu akan muncul jendela baru untuk mengatur satuan ketinggian yang akan digunakan. Dalam contoh ini digunakan satuan Meter, dengan Grid Method Triangulation (Grid TIN of Point).Select pilihan Ignore Zero Elevation untuk membiarkan ketinggian yang memiliki nilai 0 dan Save Triangulation Netrwork (TIN) as a Vector Layer untuk menyimpan data vector format TIN yang dihasilkan. Perhatikan gambar di bawah ini.

Elevation Grid Option Klik ok, dan tentukan sistem koodinat yang digunakan.

Select Projection

Digunakan projeksi Geografis (Longitude/Latitude) dengan datum World Geodetic System 1984 (WGS84). dan hasilnya akan tampil sebuah DEM dengan resolusi 30 Seconds atau 1 kilometer seperti gambar berikut.

DEM from ASCII TEXT Dari gambar di atas terlhat pada permukaan laut dan darat khususnya pada bagian laut yang mengarah ke arah samudra hindia memiliki kedalaman yang berbeda yang ditunjukan dengan warna yang lebih gelap. Untuk melihat perbedaan nilai ketinggian di darat dan di laut, buat kontur dengan menggunakanGenerate Contours yang tersedia pada menu Analysis pada software Global Mapper.

Contour Didapatkan nilai minus (-) pada kontur di wilayah laut dan nilai plus pada kontur di wilayah darat. Save DEM tersebut dengan cara masuk ke menu file, pilih Export, kemudian pilih Export Elevation Grid Format. Gunakan format GeoTIFF.

GeoTIFF Export Pada pengaturan GeoTIFF Export, gunakan elevation tipe 32 bit agar kualitas hasil export lebih bagus. dan select Generate TFW (World) File dan Generate PRJ File, Klik Ok.

Batimetri GeoTIFF Format

Hasil proses export terebut akan menghasilkan data format GeoTIFF dengan ukuran yang relatif kecil. Untuk membuka kembali DEM tersebut, cukup buka data Format GeoTIFF tersebut di global Mapper. Semoga bermanfaat . . . REGISTRASI RASTER DI GLOBAL MAPPER Global Mapper merupakan software berbasis SIG yang berguna untuk menampilkan berbagai macam format data dan mengolah serta melakukan beberapa analisa dari data tersebut. Global Mapper cenderung lebih banyak digunakan untuk menampilkan data dari format lain kemudian mengkonversi data tersebut menjadi format lain yang di inginkan. Berikut ini saya akan memberikan contoh cara melakukan registrasi raster di dalam software Global Mapper. Dalam kegiatan ini, digunakan Global Mapper Versi 15. Pertama siapkan sebuah peta yang akan di registrasi atau georeferencing. Kemudian panggil peta ke dalam software Global Mapper dengan cara menekan tools Open Data Files yang terdapat pada toolbar atau dengan menggunakan kombinasi Ctrl+O pada keyboard. Pada jendela baru yang muncul, masuk ke tempat penyimpanan peta yang akan diregistrasi, kemudian select peta tersebut, Klik Open. Dalam kegiatan ini peta yang digunakan adalah Peta Geologi Lembar Pekanbaru, Sumateradengan kode peta 0816. Pada dialog yang muncul, pilih Yes To All.

Tampilan Awal Peta di dalam Jendela Registrasi Global Mapper Gambar di atas merupakan tampilan peta yang aan diregistrasi di dalam software Global Mapper. Untuk memulai pemberian titik control pada peta, tentukan terlebih dahulu sistem proyeksi yang akan digunakan, dengan

menekan pilihan select projection. Dalam kegiatan ini digunakan sistem proyeksi Geografis Longitude/Latitude, dengan datum World Geodetic System 1984 (WGS 84). Untuk memulai pemberian titik control, Zoom peta pada tampilan Entire Image atau Zoomed View ke area yang terdapat persilangan garis lintang dan garis bujur di dalam peta. Pada contoh ini, peta memiliki 2 sistem grid, yaitu Grid UTM dan Grid Geografs dalam bentuk Degree Minutes Second (DMS). Tempatkan cursor di area persilangan garis lintang dan bujur dari grid Geografis, kemudian klik tepat di tengan-tengan garis persilangan tersebut. Maka akan terbentuk suatu titik di area itu, dan akan tampak nilai pada kolom Pixel X dan Pixel Y pada Ground Control Point di bagian bawah kiri jendela registrasi. Itu menujukan lokasi titik di tampilan layer. Kemudian masukan koordinat Lintang dan bujur dari titik tersebut dengan mengisi pada Kolom XUntuk Koordinat Bujur, dan Kolom Y untuk Koordinat Lintang. Isikan dengan nilai koordinat berupa Degree Decimal. Gunakan tanda minus (-) untuk koordinat yang berada di selatan atau barat. kemudian klik Add Point to List. Buat lagi 3 titik Control dengan cara yang sama dengan cara di atas. Setelah semua titik Control di buat dengan baik dan benar, hasilnya seperti berikut ini :

Hasil Pemberian Titik Control Pada Peta Dari gambar di atas terlihat terdapat empat buah Titik Control yang sudah dibuat dan menghasilkan nilai Error 0. Semakin kecil nilai Error yang muncul, maka semakin dapat dipercaya peta tersebut. Klik Apply kemudian Ok.

Tampilan PetaYang Sudah Di registrasi di Dalam Global Mapper Hasilnya akan seperti gambar di atas. Peta hasil registrasi yang di tampilkan di dalam software Global Mapper sudah siap diolah atau di digitasi. Sekian artikel kali ini GEOREFERENCING RASTER DI ARCGIS Georeferencing merupakan proses pemberian sistem koordinat pada suatu objek gambar dengan cara menempatkan suatu titik control terhadap suatu persimpangan antara garis lintang dan bujur pada gambar berupa objek tersebut, atau dengan menempatkan titik ikat pada lokasi yang sudah diketahui koordinatnya. Pada bahasan ini saya akan memberikan gambaran proses georeferencing peta di software ArcGIS versi 10.1 . Sebelum memulai tahapan ini, pastikan kalian sudah menyediakan peta yang akan di georeferencing/register. Apabila peta berformat Jpg, sebaiknya ubah terlebih dahulu peta tersebut menjadi berformat Tiff. Alasannya agar saat peta di zoom dengan tingkat ketelitian yang sangan tinggi, peta tidak akan mengalami blank warna. Terdapat dua cara dalam proses Georeferencing di ArcGIS, yang pertama dengan menempatkan titik control pada suatu garis perpotongan lintang dan bujur kemudian untuk memasukan nilai koordinatnya, klik kanan pada titik control tersebut, lalu pilih input X and Y atau Input DMS of Lon and Lat. Akan tetapi cara tersebut cenderung akan menghasilkan RMS Error yang cukup besar, tergantung dari tingkat ketelitian saat menempatkan titik control. Dan cara yang kedua adalah dengan menempatkan titik control pada peta kemudian memasukan nilai koordinat titik control tersebut dengan menggunakan titik acuan yang sebelumnya telah di buat. Cara ini lebih mudah dari cara yang pertama, dan hasil RMS Error akan lebih kecil.

Berikut ini langkah-langkahnya :

Tampilan Peta Di ArcMap Buka peta yang akan di georeferencing di dalam Software ArcMap. Lalu atur sistem koordinat yang akan digunakan. Klik kanan pada Layer Utama pilih Properties→Coordinate System→Pilih Sistem Koordinat yang akan di gunakan. Dalam bahasan ini saya mengunakan sistem koordinat Geografis dengan Datum WGS 1984. Untuk lebih jelas perhatikan gambar di bawah ini.

Pemilihan Sistem Koordinat

Setelah itu masukan koodinat X dan Y dari peta yang akan kita Georeferencing ke dalam Microsoft Excel. Apabila koodinat berupa DMS , buat koordinat tersebut menjadi desimal. Data Microsoft Excel tersebut digunakan sebagai titik acuan saat melakukan proses georeferencing pada peta.

Koordinat untuk titik Acuan Untuk memasukan data Microsoft Excel yang barusan di buat, caranya masuk ke Menu File→Add Data→Add XY Data.

Memasukan Data Excel Isikan dengan tabel yang baru saja kita buat, kemudian pilih sistem koordinat yang akan di gunakan, dengan masuk ke menu edit.

Memilih data Excel Setelah muncul titik yang merepresentasikan letak koordinat yang barusan kita buat. Kemudian ganti symbology dari titik tersebut dengan pilihan seperti pada gambar di bawah ini.

Mengganti Symbology

Pemilihan symbology berbentuk lingkaran besar dengan lingkaran hitam kecil di dalamnya, dimaksudkan untuk memperjelas letak titik koordinat yang akan menjadi acuan saat proses georeferencing peta.

Tampilan titik Acuan dan Peta Setelah Data excel di munculkan, kurang lebih akan terlihat seperti gambar di atas. Titik koordinat yang berasal dari data Microsoft Excel tampak hanya ada satu titik. Sebenarnya itu dikarenakan ukuran peta yang belum memiliki sistem koordinat. Untuk memulai membuat titik control pada peta, munculkan tools Georeferencing pada menu customize, lalu select Georeferencing. Tools Georeferencing Pilih tools yang terselect seperti gambar di atas. Lalu tempatkan di lokasi dimana kita akan menempatkan titik control pada peta. Tempatkan titik control di lokasi yang sudah kita buat titik acuannya dari data Microsoft Excel. Lakukan Zoom sedekat mungkin, agar tingkat ketelitian semakin tinggi. Proses zoom peta juga dapat dilakukan dengan menggunakan tools Magnifier pada menu Windows.

Penempatan Titik Control pada Persimpangan garis Lintang dan Bujur Setelah menempatkan titk control, tarik cursor ke arah layer data excel, klik kanan pada layer tersebut, pilih Zoom to Layer. Lalu tempatkan di titik acuan yang menandai lokasi titik control yang barusan kita buat.

Penempatan Titik Control pada titik Acuan Untuk mempermudah saat menempatkan titik control di titik acuan dari data Microsoft Excel, aktifkan Snap pada menu editor→Snapping→Snapping Toolbar→Select Point Snapping. Buat titik control lainnya dengan cara yang sama seperti gambar di atas.

Setelah pemberian empat titik control Setelah menempatkan minimal empat titik control pada peta, kita sudah dapat mengecek tingkat keakurasian titik control tersebut pada nilai RMS Error pada tools View Link Table yang terdapat pada menu Georeferencing. Nilai yang dianjurkan kurang dari 1. Semakin kecil angkat tersebut, maka semakin akurat peta tersebut.

View Link Table Jika semua tahapan di atas sudah di lakukan, maka selanjutnya lakukan Update Georeferencing pada peta untuk menyimpan hasil Georeferencing tersebut. Caranya masuk pada Menu Georeferencing, kemudian pilih Update georeferencing.

View Link Table seteleh Update Georeferencing

Setelah di Update Georeferencing, coba cek kembali RMS Error dari peta tersebut. Akan terjadi perubahan RMS Error menjadi lebih baik dari sebelumnya.

MEMBUAT MAPBOOK DI ARCGIS Artikel ini berjudul membuat MapBook di ArcGIS dengan menggunakan Data Driven Pages Tools. Untuk memulai tahap ini sebaiknya pastikan anda sudah membaca artikel Membuat Grid Index di ArcGIS, karena artikel ini merupakan kelanjutan dari tahapan artikel tersebut. Pertama adalah cara menampilkan peta di layout berdasarkan lokasi pada index. Masuk ke mode Layout View. Pada pilihan layout tools yang tersedia, pilih tools Data Driven Pages.

Setup Data Driven Pages Isi setup Data Driven Pages :  Select box Enable Data Driven Pages  Data Frame = Isi dengan nama data frame tempat lokasi penyimpanan layer shp di TOC  Layer = Shp grid index yang barusan kita buat  Name Field = PageName  Sort Field = PageNumber  Select box Sort Ascending  Klik Ok

Tampilan Peta Di Layout Gambar di atas merupakan tampilan layout berdasarkan lokasi peta pada Grid Index. Tampilan peta pada layout dapat diubah dengan menekan tools next dan back yang berupa panah warna biru pada Menu Data Driven Pages. Sekarang kita tampilkan kode dari setiap index peta tersebut. Pilih Page text pada menu tools Data Driven Pages, Pilih Data Driven Page Number. Atau dengan masuk ke menu Insert, pilih Dinamic Text, pilih Data Driven Page Number. Setelah muncul di layer Layout View, klik dua kali text tersebut kemudian Berikan kata Lembar atau kata lain yang menurut kalian cocok di bagian depan script yang ada.

Data Driven Page Number Tempatkan Kode tersebut di tempat yang sesuai pada layout peta. Ketika tampilan Layout Peta diganti dengan tampilan Peta dengan kode index lain, maka kode yang tertera pada peta tersebut juga akan ikut berubah.

Layout dengan Code Lembar Peta Selanjutnya kita hilangkan garis index yang masih terlihat di dalam tampilan layout peta. Caranya dengan masuk ke setup Data Driven Pages, pada bagian Extent ganti size menjadi 100%.

Menu Extent Pada Setup Data Driven Pages Jika sudah tampilan di layout nya akan seperti berikut ini.

Tampilan Layout Kemudian sekarang kita akan menampilkan Index Peta keseluruhan di sebelah samping peta index yang ditampilkan. Buat data frame baru dengan masuk ke menu Insert kemudian pilih Insert Data Frame. Sesuaikan ukuran frame.

Penempatan frame Index Drag layer Shapefile yang akan ditampilkan di Index Peta dari Date Frame Layer ke data frame yang barusan kita buat. Dalam Contoh ini karena hanya ada layer Grid Index dan Layer Area Kecamatan, sehingga keduanya saya tampilkan di Index.

Tampilan Peta Index Langkah selanjutnya membuat “Automatic Highlights” atau penanda lokasi peta secara otomatis, pertama klik kanan Data Frame Index, pilih Properties. Di dalam menu Extend Indicators pada Properties Data Frame Index, pindahkan Data Frame yang ada di sebelah kiri ke sebelah kanan dengan menekan tanda “>” di dalam tampilan menu tersebut.

Pengaturan Automatic Highlights Setelah menjalani tahap di atas, index peta akan memiliki kotak warna merah untuk menunjukan lokasi index peta yang sedang ditampikan di layout.

Automatic Highlights Pada Peta Index Ketika peta diganti pada Data Driven Pages, index peta akan menyesuaikan dengan lokasi yang ditampilkan.

Perubahan lokasi Automatic Highlights Saat Peta Layout di ganti Berikutnya tinggal kita memberikan keterangan pada peta tersebut, seperti pemberian judul, grid, legenda,dll Untuk pemberian keterangan pada peta yang di contohkan ini, peta tidak akan memiliki legenda beserta judul yang benar, karena layer-layer peta yang ditampilkannya sendiri hanya sebatas Area Kecamatan dan Grid Index, tanpa adanya layer pendukung lainnya seperti Perhubungan, Perairan, Perbatasan, dan lain sebagainya. Berikut Tampilan akhir dari peta :

Tampilan Akhir Peta

Untuk menyimpan seluruhan peta dengan lokasi index yang berbeda, caranya masuk ke menu File, pilih Export Map, simpan dengan format PDF. Pilih All, lalu pilih Single PDF fle pada pilihan Export Pages As.

Save Seluruh Peta Di bawah ini tampilan seluruh peta berdasarkan lokasi index yang berbeda.

Tampilan Pdf Semoga bahasan pada artikel ini dapat menjadi referensi pembaca dan seomoga bermanfaat untuk kedepannya . . .

MEMBUAT GRID INDEX DI ARCGIS Postingan ini akan membahas cara pembuatan grid index dari suatu wilayah berformat shapefile dengan menggunakan software ArcGIS version 10.1 Berikut ini adalah tampilan shapefile wilayah kabupaten Ciamis, Jawa Barat yang akan kita buat grid index nya.

Area Yang Akan Dibuat Grid Index Sebelumnya pastikan sistem koordinat yang digunakan adalah UTM. Apabila bukan UTM bisa di ganti dengan menggunakan salah satu tools Project and Tranformation di Arctoolbox. Hal lain yang harus diperhatikan adalah skala peta yang ingin kita buat index nya. Di sini saya menggunakan Kertas Ukuran A3 Landscape dengan skala 1:250.000 .

Tampilan Di Dalam Layout View Tampilan di atas merupakan tampilan peta di layout dengan ukuran kertas yang di sebutkan tadi. Hitung pajang dan lebar dari frame peta tersebut (tidak termasuk frame untuk legenda). Ukuran frame dapat disesuaikan agar

pas dengan ukuran objek peta. Dalam contoh ini ukuran panjang dan lebar frame nya adalah 6,9 cm x 6,3 cm . Kemudian kalikan ukuran tersebut dengan besar skala peta. Panjang 6,9 x 250.000 = 17250 meter Lebar 6,3 x 250.000 = 15750 meter Hasil ini untuk dimasukan kedalam ukuran grid index nanti. Untuk membuat Grid index , masuk ke Arctoolbox→Cartography tools→Data Driven Pages→Grid Index Features. Untuk lebih jelas perhatikan gambar di bawah ini.

Grid Index Fratures Akan muncul jendela baru untuk pengaturan Pembuatan Grid Index. Isi Output dengan lokasi penyimpanan grid index dan nama file shp nya. Kolom input di isi dengan wilayah yang akan kita buat grid index nya.

Pengaturan Grid Index Features Kemudian Scroll ke bawah, maka akan menemukan tampilan seperti berikut ini.

Pengaturan Grid Index Features Ubah Unit menjadi meter. Isi polygon Width dan height dengan hasil perhitungan di atas. Setelah di isi maka Number of Rows dan Columns akan terisi otomatis. Apabila ingin membuat index berdasarkan skala , ceklis box Use Page Unit and Scale.

Grid Index Setalah melakukan tahapan di atas, seharusnya akan muncul sebuah polygon yang menutupi seluruh area yang akan di beri Grid Index. Ganti symbology area yang menutupi tersebut menjadi Hollow, sehingga akan terlihat seperti tampilan di atas. Selanjutnya untuk menampilkan wilayah tersebut berdasarkan lokasi pada Index, akan di bahas di artikel Membuat MapBook di ArcGIS.

CONVERSION DMS Into DD And METER In this post I will discuss how to convert Degrees Meter Seconds (DMS) form the Decimal Degrees (DD) and Meter (M). Earth's distance calculated from the east-west and north-south somewhere from a particular starting point. The distance is measured in degrees of the angle formed from the starting point to that position through the center of the earth. While the starting point is set to be at the intersection of northsouth hemisphere of the earth (the equator) with the line that divides the earth east-west through the city Greenwhich in England. The position of a place described by the value longitude coordinates (longitude) and latitude (latitude) through the place. Longitude (longitude), often also called meridians, which is a straight line that connects the north and south poles of the earth. Longitude coordinate values starting from 0 ° longitude is at Greenwhich, then enlarges to the east and west to meet again at the international date line boundary that is located in the Bering Strait to the value of 180 °. Longitude to the west is negative and is called west longitude (west longitude) often shortened to BB. While longitude eastward rated positively and called the east longitude (east longitude) abbreviated BT. Their coordinates are based on the magnitude of the angle formed by the longitude 0 ° to the longitude line through the center of the earth.

Earth Koordinat The starting value of the latitude of the equator circle line which rated 0 °. The next lines of latitude that another form of circles parallel (parallel) equator are north and south of the equator. Circle parallel to the south is called latitude south (LS) and given a negative value, while the circle parallel to the north rated positively and called the northern latitudes (LU). The maximum value of the latitude is 90 ° which is located at the poles of the earth. Parallel circles that represent these latitudes getting smaller in size with the further from the equator. So the distance is 1 ° east-west at the equator is

much greater than at a distance of 1 ° east-west at a distance from the equator. At the equator 1 ° east-west equal to 111 320 km, but near the poles 1 ° east-west just a few meters away. That is why the grid is made of latitude and longitude, it appears in the form of a square at the equator and turned into a rectangle in the areas near the poles. Around the Earth: Keep in mind, before starting the calculation of the distance of the earth in units of degrees, it would be better we need to know the length of the circumference of the earth itself in units of kilometers. Known around the world today is 40075.017 Km or 40.007.86 Km from the meridian points of the equator that is described to be 360 °. We round it off to 40 075 Km. so : 1 degree = 40.075 km : 360° = 111,320 Km 1 minute = 111,320 Km : 60 = 1,855 Km 1 second = 1,855 Km : 60 = 30,92 Meter Angular Unit : The magnitude of the angle in the geographic units can be expressed in two ways, namely by unit DMS (degree minute second) or unit DD (decimal degree). With the DMS unit system, every degree angle is divided into 60 minutes and each minute divided into 60 seconds. Writing expressed as dd ° mm'ss ". While the DD unit system, each rank is expressed in decimal fraction (split by comma). - CONVERSION decimal degrees (DD) to DEGREES OF MINUTES seconds (DMS) example: DD = 104,634327 Longitude The value of the degree by taking the numbers in front of the comma : Degree = 104 degree Value minute by multiplying the numbers behind the comma with 60, and write the numbers in front of the comma, namely: Minute = 0,634327 x 60 = 38,05962 = 38 minute Second value by multiplying the decimal point in the calculation of minutes with the number 60 : Second = 0,05962 x 60 = 3,5772 = 3 Second So 104,634327 Longitude = 104 degree 38 Minute 3 Seconds Longitude = 104°38' 3" Longitude. - CONVERSION DEGREE OF MINUTES seconds (DMS) to decimal degrees (DD) You do this by reversing the above formula. example: DMS = = 100°15' 30" Longitude. DD = (100) + (15/60) + (30/(60 x 60)) DD = (100) + (0.25) + (30/3600) DD = 100 + 0,25 + 0,0083333

DD = 100,2583333 The above calculation is used for the Geographic coordinate system, and if we will use the DMS or DD coordinate values in the coordinate system to UTM (Universal Transverse Mercator) then we have to convert it to a unit Meter. On condition that we should already know the length of 1 ° in units of Kilometers / Meters. Since we already know the length of the part count circumference of the Earth, then we can immediately practice : - CONVERSION decimal degrees (DD) to METER Examples of point A and point B is : DD = 104,634327 Longitude KM = 104,634327 x 111,320 Km KM = 11647,89328164 Km x 1000 = 11647893,28164 Meter - CONVERSION DEGREE OF MINUTES seconds (DMS) to METER Examples of point A and point B is : DMS = = 100°15' 30" Longitude KM = (100 x 111,320) + (15 x 1,855) + ((30 x 30,92)/1000) Km KM = 11132 + 46,375 + 0,9276 Km KM = 11179,3026 Km x 1000 = 11179302,6 Meter Hope it is useful . , , PERHITUNGAN SKALA PETA BERDASARKAN RESOLUSI RASTER Topik yang akan di sampaikan mengenai perhitungan Skala Peta berdasarkan Resolusi Raster. Seperti yang sudah kita pahami, skala adalah perbedaan relatif ukuran/jarak antara fitur dalam gambar (peta) dengan fitur yang sebenarnya ada di lapangan. Sebagai contoh skala 1 : 30.000, diartikan bahwa setiap satu unit di peta mewakili 30.000 unit di lapangan. Unit tersebut biasanya dalam satuan inchi atau centimeter. Sementara resolusi pixel adalah ukuran area di lapangan yang dapat terwakili dalam 1 pixel. Data raster biasanya tidak dikaitkan dengan skala tertentu, meskipun resolusi raster juga merupakan indikasi kedetilan citra satelit. Menurut blog di ESRI, kita dapat mengalikan ukuran pixel (dalam meter) dengan angka 2000 untuk mengetahui tingkat skala yang paling rinci/sesuai. Sebagai contoh sebuah citra satelit mempunyai resolusi spasial 30 meter, maka data tersebut bisa dilihat detil dalam tingkat skala 1 : 60.000. Namun pada prakteknya banyak orang yang menggunakan resolusi 30 meter untuk tingkat skala yang kurang rinci, misalnya skala 1 : 100.000. Berikut tabel kesesuaian resolusi raster dengan tingkatan skala peta : Raster Detectable size Map Scale Resolution (in meters)

(in meters) 0.5 2.5 5 25 50 125 250 500

1 5 10 50 100 250 500 1000

1 1 1 1 1 1 1 1

: : : : : : : :

1000 5000 10.000 50.000 100.000 250.000 500.000 1.000.000

Untuk lebih mudahnya bisa dihitung dengan rumus sederhana berikut ini:

Skala Peta = Resolusi Raster x 2 x 1000

ARCGIS: KONVERSI SISTEM PROYEKSI GEOGRAFIS KE UTM Bagaimana cara melakukan konversi sistem proyeksi dari UTM Zona 50S ke Geografis di ArcGIS? Itu adalah salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan teman-teman praktisi GIS. Saya yakin jawabannya pasti sudah banyak di internet, tinggal googling saja. Namun bagi beberapa orang, ‘googling’ bukanlah jawaban. Untuk itu kami coba menambah khasanah cara mengkonversi sistem proyeksi data spasial dari Geografis ke

UTM.

Berikut adalah contoh data yang belum memiliki (didefinisikan) sistem proyeksinya. Salah satu ciri shapefile yang belum memiliki (didefinisikan) sistem proyeksinya adalah tidak adanya file .PRJ. Apabila data tersebut dibuka oleh ArcGIS, maka akan muncul pesan The Following data sources you added are missing

reference information. This data can be drawn in ArcMap, but cannot be projected. Berikut adalah cara untuk melakukan konversi sistem proyeksi dari Geografis ke UTM Zona 50S. spatial 1.

Ketahui dahulu proyeksi data yang ada. Kita bisa melihat pada angka koordinat sekitar data. Pada ArcGIS terletak di pojok kanan bawah.

2.

Definisikan sistem proyeksi yang ada. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan ArcToolbox > Data Management Tools > Projection and Transformations > Define Projection

3. 4.

Tentukan Input, yaitu layer rawan_bencana_pasir Kita lihat bahwa Coordinate System adalah unknown. Klik pada Properti > Select. Pilih Coordinate Systems > Geographic Coordinate Systems > World > WGS 1984.prj sehingga dialog Define Projection seperti ini Klik OK untuk menjalankan define projection

5.

Jika muncul pesan seperti di bawah, berarti proses Define Projection sudah selesai

6.

Daftar file pada folder akan bertambah, salah satunya file .PRJ Catatan: Jika salah mendefinisikan proyeksi, maka kita harus hapus file PRJ dan mengulang kembali Define Projection.

7. 8.

Set sistem proyeksi Data Frame. Double click pada nama data frame (contoh di Layers) Klik pada tab Coordinate System. Terlihat bahwa sistem proyeksi data frame sekarang ini adalah Unknown. Klik pada Predefined > Projected > UTM> WGS 1984 > Southern Hemisphere > WGS 1984

UTM Zone 50.

Klik OK untuk konfirmasi 9.

Angka koordinat di pojok kanan bawah tidak lagi menunjukan angka Geografis, melainkan sudah

UTM

Catatan: Pada beberapa kasus, kadang terdapat bug dari ArcMap. Jika kita mendefinisikan proyeksi data duluan daripada data frame, terkadang tidak memberikan efek. Jika terjadi demikian, lakukan pendefinisikan proyeksi (UTM 50S) terhadap data frame, selanjutnya baru tambahkan data yang sudah didefinisikan proyeksinya (Geografis).

Catatan: Jika kita sudah melakukan definisi sistem proyeksi data dan proyeksi data frame pada ArcGIS, tidak

UTM atau ke sistem proyeksi lainnya. ArcGIS mendukung onthe-fly projection yang artinya semua data yang sudah didefinisikan proyeksinya bisa dioverlay: UTM, diperlukan lagi konversi sistem proyeksi data ke Geografis, atau TM-3 tidak masalah.

10.

Sampai pada tahapan ini, kita sudah melakukan definisi sistem proyeksi data frame dan definisi sistem proyeksi data. Kita bisa melakukan konversi data Geografis menjadi

UTM dengan cara melakukan export data.

Klik padalayer yang akan dieksport > Data > Export Data.

11.

Pilih Use the same coordinate system as : the data frame Sebagaimana diketahui pada langkah sebelumnya bahwa data kita Geo sedangkan data frame kita

UTM 50S.

Dengan melakukan pengaturan seperti gambar di atas, kita ingin hasil export data yang semula Geo menjadi UTM50S.

Klik OK untuk mengeksekusi

12.

Jika ada pilihan untuk langsung menambah data, pilih saja YES

13.

Berikut folder tempat kita bekerja

Data sumber dengan sistem proyeksi Geografis akan persis overlap dengan data output dengan sistem proyeksi

UTMZona 50S karena on-the-fly projection yang dimiliki ArcMap.Melakukan konversi sistem proyeksi data

bisa juga dilakukan dengan menggunakan ArcToolbox > Data Management Tools > Projection and Transformations > Feature > Project.

MEMBUAT SHAPEFILE 3D DI ARCGIS 10 – PART02 Setelah mencoba membuat fitur point sebagai bahan praktek yang paling sederhana dalam membuat fitur 3D dalam ArcGIS, pada tutorial kali ini kita coba membuat fitur yang sedikit lebih rumit, yaitu membuat bangun limas menggunakan fitur polygon. Ada baiknya baca dulu tutorial Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part01. Buka ArcMap, siapkan data referensi (jika perlu).

Pada jendela Catalog, buat file baru bertipe polygon dengan opsi seperti pada gambar berikut Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis Tambahkan layer tersebut ke TOC Set layer tersebut dalam posisi teredit Buat Rectangle dengan ukuran Length 50m dan Width 25m. Saat editing lakukan Klik-kanan untuk menampilkan opsi ukuran tersebut. Ukuran bisa dibuat sendiri tergantung selera. Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis Cut Rectangle pada tengah-tengah. Lakukan Klik-kanan > Snap to Feature > Midpoing untuk snap ke tengah-tengah sisi rectangle. Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis Lanjutkan operasi Cut Polygon sehingga membentuk polygon seperti berikut Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis Klik-ganda pada salah satu polygon, Klik pada Skects Properties Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis Edit salah nilai Z vertex (paling kanan-tengah) dan isikan angka ketinggian 10 (m) Lakukan langkah yang sama pada sisa 3 (tiga) polygon Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis

Stop dan simpan editing, coba cek dengan menggunakan ArcScene file Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis Bentuk limas seperti hasil latihan kali ini bisa digunakan untuk membuat atap bangunan , tenda, dsb. MEMBUAT SHAPEFILE 3D DI ARCGIS 10 – PART01 Berikut adalah tutorial yang paling sederhana dalam membuat fitur 3D dengan mengguankan perangkat lunak ArcGIS versi 10. Tutorial ini membahas bagaimana membuat suatu file SHP yang memiliki informasi ketinggian Z yang merupakan atribut mendasar dalam 3D. Anda harus sudah menginsatal dan menggunakan ArcGIS versi 10 untuk bisa mengikuti tutorial seperti pada latihan kali ini. Jika anda menggunakan ArcGIS versi sebelumnya, tahapannya ada sedikit perbedaan silakan berimprovisasi. Buka ArcMap Tambahkan layer–layer referensi, misalnya jalan, sungai, pemukiman, dsb untuk ancar-ancar di mana kita akan membuat shapefile 3D. Buka jendela Catalog Siapkan foler kosong untuk latihan. Sebagai contoh di atas, disiapkan folder R:/tmp/3d_arcgis Klik kanan pada folder tersebut > New > Shapefile Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part01 arcgis software point membuat 3d layer create 3d in arcgis cara sederhana arcgis 3d Isi nama file, tipe point, spatial reference. Jangan lupa memberikan tanda TIK pada Coordinate wil contain Z values. Used to store 3D data. Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 – Part01 arcgis software point membuat 3d layer create 3d in arcgis cara sederhana arcgis 3d Klik OK Sebuah layer baru ditambahkan dalam TOC Set layer point_3d menjadi layer yang sedang diedit. Buat satu point (sketch).

Klik-ganda pada fitur yang baru dibuat tersebut sedemikian hingga jendela Edit Sketch Properti muncul Edit Nilai Z dengan nilai yang diinginkan sebagai representasi nilai ketinggian. Sebagai contoh kita isi angka 40 Stop dan simpan Editing. Selamat, anda sudah berhasil membuat satu file berisi satu fitur 3D berupa point. Tutorial ini sangat sangat sederhana. Yang ingin ditanamkan adalah bagaimana membuat fitur/shapefile 3D dengan cara paling dasar. Saking dasarnya cara ini sangat jarang sekali digunakan. Teknik pembuatan/penurunan data menjadi data 3D yang lain seperti dengan konversi dari shapefile (biasa) ataupun menggunakan data-data ketinggian dari DEM dan TIN akan dibahas pada bagian selanjutnya. Saran saya, silakan latihan dulu melakukan pembuatan shapefile/fitur 3D dengan cara seperti yang dicontohkan pada tutorial ini. Hitung-hitung melatih menggunakan interface Create Feature dan Edit Sketcs Properties. Tutorial membuat data 3D dibuat berseri dalam beberapa bagian. Silakan simak bagian-bagian lain dengan memonitor web www.gistutorial.net ini.

MEMBUAT VEKTOR GRID DI ARCGIS 10 MENGGUNAKAN EKSTENSION ET GEOWIZARDS Saya pernah menunjukkan cara membuat vektor grid di ArcGIS menggunakan extension Hawth’s Analysis Tools. Sayangnya ekstension tersebut tidak bisa digunakan di ArcGIS 10. Jika Anda juga pengguna ArcGIS 10, saya sarankan menggunakan ekstension ET GeoWizards dari www.ianko.com untuk membuat vektor grid. Ekstension ini juga tersedia untuk ArcGIS versi 9.x.

Berikut tahapan untuk membuat vektor grid di ArcGIS 10 menggunakan ekstension ET GeoWizards. 1. Download dan install ET GeoWizards. 2. Aktifkan ekstension ET GeoWizards di toolbar ArcMap.

3. Add Layer Area of Interest (AOI) yang hendak dibuatkan vektor grid-nya. Pastikan layer yang telah di tambahkan tersebut telah di define projection-nya, sehingga memiliki file *.prj 4. Jalankan ET GeoWizards. Berikut adalah tampilan jendela ET GeoWizards, pilih Basic –> Vektor Grid, kemudian klik G0

5. Wizards yang pertama adalah menentukan sumber acuan untuk batas terluar dari grid yang akan dibuat. Anda bisa memilih batas terluar layer AOI atau batas terluar data view ArcMap dengan memilih Current View.

6. Kemudian menentukan nama output vektor grid, klik Next

7. Berikutnya menentukan input dan output coordinate system. Jika layer AOI Anda telah di define projection sebelumnya, maka Anda tidak perlu mengubah apapun disini. Kecuali Anda ingin ouput grid-nya memiliki coordinate system yang berbeda dengan input-nya, maka klik button Select output coordinate system.

8. Di bawahnya Anda diminta menentukan tipe grid, polyline atau polygon. Sesuaikan dengan kebutuhan Anda, klik Next. 9. Pada Wizards terakhir ini, Anda bisa mengubah batas terluar output grid dengan mencentang Change kemudian mengisi nilai XMin – YMin (kiri bawah) serta XMax – YMax (kanan atas). Jika tidak ingin mengubah, biarkan tanpa dicentang.

10. Di bawahnya Anda menentukan panjang dan lebar grid sesuai kebutuhan. Klik Finish. 11. Hasilnya seperti tampak pada gambar paling atas.

Selamat mencoba

CARA MEMBUAT GRID GEOGRAFIS DAN UTM PADA PETA Cara Membuat Grid Geografis dan UTM pada Peta. Biasanya pada proses pembuatan peta sering teman-teman melihat grid atau garis yang menghubungkan titik koordinat yang sama. Nah, pada grid tersebut biasanya terdapat dua koordinat yang saya yakin pasti teman-teman sendiri yang membaca artikel sudah mengetahuinya, terdapat koordinat geografis dan koordinat UTM, untuk lebih jelasnya teman-teman silahkan bisa lihat pada Cara Membuat Grid pada Peta Jika teman-teman telah membaca Cara Membuat Grid pada Peta berarti teman-teman telah mengetahui proses awalnya dan artikel sekarang adalah lanjutan dari Cara Membuat Grid pada Peta tersebut. Setelah teman-teman masuk pada Layers - Properti - Grid - New Grid dan sampai pada tampilan grid and graticules wizard (perhatikan gambar dibawah ini) nah, pada tampilan gambar tersebut terdapat pilihan jika teman-teman memilih graticule maka tampilan angka gridnya adalah koordinat geografis dan jika teman-teman memilih measure grid maka tampilan angka koordinatnya adalah koordinat UTM. Baik, sekarang menggunakan graticule sebagai contoh kali ini. Untuk membuat Grid UTM maka teman-teman harus memilih measure grid maka tampilanya akan seperti ini ( perhatikan gambar dibawah)

dan jika teman-teman berencana akan membuat grid geografis maka temanteman harus memilih graticule maka tampilanya akan seperti ini ( perhatikan gambar dibawah)

Pasti teman-teman bisa melihat perbedaan dari gambar – gambar tersebut terutama pada angka-angkanya dan selanjutnya teman-teman tinggal mengikuti arahan dari petunjuk tersebut dengan mengklik next sampai finish (perhatikan ganbar dibawah), seperti yang teman baca pada artikel sebelumnya (Cara Membuat Grid pada Peta)

CARA MERUBAH TITIK MENJADI GARIS DI ARCGIS Pada kesempatan kali ini saya akan share tentang bagaimana cara merubah shp titik menjadi shp garis dan yang pastinya menggunakan Xtools Pro. Caranya cukup mudah dengan catatan anda harus sudah menginstal Xtools Pro di komputer/laptop anda. Baik, langsung saja kita mencoba untuk merubah data titik enjadi garis di ArcGIS, namun perlu diketahui kalau disini saya menggunakan ArcGIS 10.1 tapi pada prinsipnya penarapan semua versi ArcGIS sama dan walaupun berbeda versi tidak memiliki perbedaan penerapan yang signifikan. 1. Buka ArcGIS - Masukan Data Titik yang akan dirubah menjadi garis

Seperti yang terlihat pada gambar diatas, data shp titik yang akan kita rubah menjadi garis telah dimasukan ArcGIS dan telah tapil diMap View 2. Klik File Titik – Klik Xtools Pro – Pilih Feature Conversions - Pilih Make Polylines from Point

Pertama anda harus klik dulu pada data titik karena setiap data yang akan dirubah harus dipilih/klik terlebih dahulu setelah itu langsung masuk ke Xtools Pro dan memilih Make Polylines from Point seperti yang terlihat pada gambar di atas.

Sekarang data titik tadi telah berubah mejadi garis seperti yang terlihat pada gambar di atas dan siap dipakai sesuai dengan kebutuhan kita masingmasing. Untuk menghilangkan data titik yang muncul silahkan hilangkan tanda centang pada data titik. MEMBUAT PETA SKORING KELERENGAN DARI KONTUR (ARCGIS) Teknik pembuatan peta kelerengan sangat diperlukan dalam kajian berbagai bidang yang berhubungan dengan penggunaan areal. Dalam postingan kali ini saya akan menjelaskan teknikpembuatan slope (peta kelerengan) dengan menggunakan software ArcGIS. Untuk langkahlangkahnya adalah sebagai berikut : • Aktifkan Extentions 3D Analyst • Add data kontur



Create TIN

• Sebelumnya buat class break number di notepad > save, data tersebut digunakan sebagai sebuah class breaks table. Table tersebut membutuhkan sebuah kolom sebagai class break values dan sebuah kolom lagi sebagai class code. Table tersebut harus memiliki header dari dua kolom.



TIN Slope



Dari jendela TIN Slope, isikan seperti gambar berikut



Hasil Slope

SEMOGA BERMANFAAT

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF