KULIAH UMUM STPN DR. RONSEN PASARIBU, SH., MM.pptx

July 1, 2018 | Author: Monica Williams | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download KULIAH UMUM STPN DR. RONSEN PASARIBU, SH., MM.pptx...

Description

HUKUM AGRARIA

DISAMPAIKAN DALAM KULIAH UMUM HUKUM  AGRARIA & PENERBITAN PENERBITAN HGU PADA KAMPUS SEKOLAH SEK OLAH TINGGI TING GI PERTANAHAN PERTANAHAN NASIONAL (STPN) Yogyakarta, ogyakar ta, 05 Desember Desembe r 2013

BIODATA Nama Tempat / Tanggal Lahir NIP Pangkat / Gol Jabatan

: : : : :

Dr. Dr. RONSEN PASARIBU, PASARIBU, SH, MM Tapanuli Selatan, Selata n, 31 Oktober 1955 19551031 198303 1 003 Pembina Pembina Utama Muda – IV/c Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau Riwayat Riwayat Pendidikan : 1. SMA Negeri II Padang Sidempuan Tapanuli Selatan 2. Sarjana Ekonomi (Drs) Th. 1982 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 3. Sarjana Hukum (SH) Th. 1992 Universitas Dr. Soetomo Surabaya 4. Magister Manajemen (MM) Th. 2001 Pasca Sarjana Universitas Merdeka Malang 5. Doktor Ilmu Ekonomi (Dr) Th. 2006 2006 Pasca Sarjana Universitas Merdeka Malang Pengalaman Mengajar 1. Mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Bayangkara, Surabaya Th. 1985  – 1990 2. Mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya Th. 1985  – 1990 Alamat Kantor : Jl. Pepaya Pepaya No. 55 Pekanbaru, Riau No. Telp : (0761) – 47300

BIODATA Nama Tempat / Tanggal Lahir NIP Pangkat / Gol Jabatan

: : : : :

Dr. Dr. RONSEN PASARIBU, PASARIBU, SH, MM Tapanuli Selatan, Selata n, 31 Oktober 1955 19551031 198303 1 003 Pembina Pembina Utama Muda – IV/c Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau Riwayat Riwayat Pendidikan : 1. SMA Negeri II Padang Sidempuan Tapanuli Selatan 2. Sarjana Ekonomi (Drs) Th. 1982 Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 3. Sarjana Hukum (SH) Th. 1992 Universitas Dr. Soetomo Surabaya 4. Magister Manajemen (MM) Th. 2001 Pasca Sarjana Universitas Merdeka Malang 5. Doktor Ilmu Ekonomi (Dr) Th. 2006 2006 Pasca Sarjana Universitas Merdeka Malang Pengalaman Mengajar 1. Mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Bayangkara, Surabaya Th. 1985  – 1990 2. Mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya Th. 1985  – 1990 Alamat Kantor : Jl. Pepaya Pepaya No. 55 Pekanbaru, Riau No. Telp : (0761) – 47300

1.Pengertian Hukum Agraria Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasa latin agre berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum hukum agrarian agrarian dalam dalam arti luas yaitu hukum tanah tanah atau atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau pertanian. Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidahkaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.







Mr. Boedi Harsono  Harsono  : Hukum agraria Ialah kaidahkaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Drs. E. Utrecht SH : SH : Hukum agraria menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas mereka. Azas-azas hukum agraria  Asas nasionalisme : Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga Negara baik asli maupun keturunan. ◦



Defenisi hukum agraria











 Asas dikuasai oleh Negara : Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA).  Asas hukum adat : Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agrarian adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya  Asas fungsi sosial : Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan(pasal 6 UUPA).  Asas kebangsaan atau (demokrasi) : Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI baik asli maupun keturunan berhak memilik hak atas tanah.  Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan) : Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame WNI baik asli maupun keturunanasing jadi asas ini tidak membedakanbedakan keturunan-keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.







 Asas gotong royong : Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agrarian didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA).  Asas unifikasi : Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.  Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel ) : Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertical (verticale scheidings beginsel   ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu dianggap menjadi satu dengan benda iu artnya dala sas ini tidak ada pemisahan antara



Perkembangan Hukum Agraria



2.1. Masa Kolonial



2.2. Masa Kemerdekaan











UU No. 58 Th.1954 ttg : Penyelesaian soal Pemakaian Tanah Perkebunan oleh Rakyat; UU No. 19 Th. 1956 ttg : Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan Milik Belanda yang dikenakan Nasionalisasi; UU No. 29 Th. 1956 ttg : Peraturan Pemerintah dan Tindakan-tindakan Mengenai tanah Perkebunan UU Nomor 3 Tahun 1960 Tentang Penguasaan Benda Benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda UUPA No. 5 th 1960 ttg : Peraturan Dasar Pokok-pokok  Agraria

     

2.3. Lima perangkat hukum agraria sebelum UUPA Hukum agraria adat Hukum agraria barat Hukum agraria administratif Hukum agraria swapraja Hukum agraria antar golongan Hak-hak Atas Tanah :  Menurut UUPA Hak atas tanah yang bersifat tetap : Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Sewa Tanah Bangunan Hak Pengelolaan ◦



     



   

Hak atas tanah yang bersifat sementara,

Hak Gadai Hak Usaha Bagi Hasil Hak Menumpang Hak Sewa Tanah Pertanian 



Kerumitan Kepemilikan Tanah 

   





Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Peta Makro Konflik Keagrariaan :

Komplikasi politik dan hukum keagrariaan Jungle of Regulation Kesenjangan pengaturan pertanahan untuk masyarakat Ketidakselarasan hukum publik dengan hukum perdata keagrariaan Tumpang tindih dan tarik menarik penanganan konflik agraria Pengaturan hukum konflik keagrariaan antar sektor belum memadai.







Pemberlakuan UUPA Tahun 1960 belum diikuti oleh penyusunan hukum keperdataan pertanahan. Pemerintah menjalankan pengelolaan agraria menggunakan dasar hukum administrasi negara (UUPA), sedangkan pengaturan perbuatan hukum keperdataan orang dengan orang masih menggunakan BW (Hukum Perdata Barat) 







Ketidakselarasan Hukum Publik Dengan Hukum Perdata Agrariaan

Persoalan Ekonomi Politik Keagrariaan Nasional

Persoaalan tata ruang, kawasan kehutanan dan budidaya. Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dan sumber-sumber agraria. Tanah terlantar, penguasaan skala besar dan akses masyarakat.

  

Spekulasi tanah. Land Grabbing. Penyelundupan Hukum. Sembilan Permasalahan Pertanahan Strategis Sengketa tanah terkait aset negara. Sengketa tanah berdampak sosial luas. Sengketa tanah yang penyelesaiannya bmemerlukan alokasi APBN/APBD. Sengketa tanah dengan putusan pengadilan yang saling bertentangan. Sengketa tanah terkait aset tanah TNI dan POLRI. Sengketa tanah bernilai ekonomi tinggi. Sengketa tanah yang penyelesaiannya diluar kewenangan BPN RI. Sengketa tanah yang masih berperkara di pengadilan didesak penyelesaiannya. Sengketa pemanfaatan ruang dan penggunaan tanah. 

  



  





Pengertian Hak Guna Usaha 



Hak Guna Usaha (disingkat HGU) merupakan hak-hak baru guna memenuhi kebutuhan masyarakat modern untuk mengusahakan tanah (UU No. 5 Tahun 1960). Tanah yang diberikan merupakan tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. HGU dalam pengertian Hukum Barat sebelum dikonversi berasal dari Hak Erfpacht yang pengaturannya sesuai dengan Pasal 720 KUH Perdata.

Subyek Hak Guna Usaha 







Suatu hak dapat diperoleh oleh orang atau badan yang secara hukum cakap untuk memiliki objek tersebut sebagai haknya. Pengertian hak penguasaan ini meliputi, hak dalam arti yang berkorelasi dengan kewajiban, kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas. Subjek Hak Guna Usaha sesuai Pasal 30 ayat (1) Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA) juncto Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 adalah: Warga negara Indonesia. Badan Hukum Indonesia dengan syarat-syarat didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Jangka Waktu Hak Guna Usaha Berdasarkan Pasal 28 dan Pasal 29 UUPA juncto Pasal 8 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996,  jangka waktu paling lama 25 atau 35 tahun, yang bila diperlukan masih dapat diperpanjang lagi 25 tahun, guna usaha pertanian, perkebunan, perikanan atau peternakan, dengan luas paling sedikit 5 Ha. 

Terjadinya Hak Guna Usaha Pada dasarnya suatu badan hukum dalam rangka untuk mendapatkan perolehan hak atas tanah harus melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut : Perizinan Untuk Badan Hukum swasta/BUMN/BUMD disebut “izin lokasi” Dasar Hukum : Peraturan Menteri Negara  Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1993 Jo. Keputusan Menteri Negara Agraria No. 22 tahun 1993 sebagaimana telah dirubah dengan Menteri Negara  Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1999 





Perolehan Tanah Perolehan tanah dapat dilakukan dengan cara antara lain Jual Beli, Pembebasan, Tukar menukar, Hibah, lnbreng, Penggabungan (merger) dan Peleburan, dasar perolehan dari pelepasan hak dari Menteri Kehutanan RI.



Perolehan Hak Atas Tanah Status hak yang dapat diberikan: HGB, HGU, HP, HPL ( Untuk BUMN/BUMD ) dan HM ( Lihat PP No. 38/1963 ).

Hak dan Kewajiban Pemegang atau Penerima Hak Guna Usaha. Setiap subjek pemegang hak atas tanah mempunyai hak dan kewajiban, sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 14 PP No. 40 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa : 



Pemegang HGU berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan HGU untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan atau peternakan; Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya diatas tanah yang diberikan dengan HGU oleh pemegang HGU hanya dapat dilakukan untuk mendukung usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kepentingan

Selanjutnya, untuk kewajiban pemegang HGU diatur dalam Pasal 12 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa : 

Pemegang HGU berkewajiban untuk :



membayar uang pemasukan kepada Negara







melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai dengan peruntukkan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya; mengusahakan sendiri tanah HGU dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis; membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal HGU;









memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan HGU; menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada Negara sesudah HGU tersebut hapus; menyerahkan sertipikat HGU yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Pemegang HGU dilarang menyerahkan pengusahaan tanah HGU kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 12 ayat 2). 



Sementara itu, pemegang HGU juga mempunyai kewajiban lain sebagaimana diatur dalam Pasal 13, yaitu : Jika tanah HGU karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, maka pemegang HGU wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu . “





Dapat dibuat sebagai kesimpulan bahwa, hak dan kewajiban pemegang Hak Guna Usaha tersebut diatas: Setiap badan hukum yang memohon Hak Guna Usaha haruslah mempunyai kemampuan modal untuk mengusahakan tanahnya sesuai rencana kegiatan usaha (sesuai site plan atau proposal). Pemegang hak harus sanggup mengusahakan atau mengerjakan sendiri tanahnya secara aktif. Jika tidak mampu mengerjakannya sendiri, dapat bekerjasama dengan pihak lain dengan cara yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku, yaitu tanpa adanya unsur pemerasan. Bila tidak diusahakan sebagian atau seluruhnya sesuai dengan peruntukan penggunaan, pemanfaatannya dalam SK HGU, maka terkena sanksi dan akan menjadi tanah terindikasi terlantar sesuai dengan PP No. 11 tahun 2010. ◦







Konsekuensi yuridis terhadap tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban yang ditetapkan tersebut diatas, yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sesuai ketetapan undang-undang. 

Proses dan Tata Cara Permohonan Hak Guna Usaha Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia merupakan Instansi pemerintah yang diberikan kewenangan administrasi sebagai Pemberi Hak Guna Usaha pertanahan. Badan Pertanahan Nasional awalnya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional, kemudian ditambahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 154 Tahun 1999, yang selanjutnya diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 95 Tahun 2000, dan terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. ◦

Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokok dan fungsi-fungsi Badan Pertanahan Nasional diatur menurut ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006. Salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional adalah pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah. Pelaksanaan fungsi pengaturan dan penetapan hakhak atas tanah dapat dilaksanakan sendiri oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, atau dapat juga dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, instansi Badan Pertanahan Nasional tidak bertindak sendiri, khususnya dalam hal kewenangan pengurusan Hak Guna Usaha perkebunan. Secara teknis yuridis BPN mempunyai kewenangan pemberian legalitas terhadap penguasaan HGU, tetapi didalam pertimbangannya harus memperhatikan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi

teknis terkait, misalnya untuk perkebunan dari instansi perkebunan, untuk perikanan/tambak dari instansi perikanan, kemudian untuk peternakan atau lading penggembalaan dari instansi peternakan. Selain itu pula harus disesuaikan dengan kebutuhan dan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Dari hal itu, maka diperlukan adanya kegiatan koordinasi yang baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinator Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah). Ketentuan lain yang perlu diperhatikan adalah adanya ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dan Peraturan Menteri Negara  Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pemanfaatan Tanah Kosong Untuk Tanaman Pangan, serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar yang dapat dipakai sebagai acuan dari para pelaksana kebijakan dalam hal mencegah dan menangani permasalahan HGU perkebunan ini, dimana didalam pelaksanaannya harus

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu disebutkan kewenangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi memberi Keputusan mengenai Pemberian Hak Guna Usaha yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha sedangkan di atas 200 Ha, kewenangan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI.



 

  

Prosedur Permohonan dan Pemberian Hak Guna Usaha Pertama Kali Kegiatan dan pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya meliputi : Pengumpulan dan pengelolaan data fisik ; Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan haknya; Penerbitan sertipikat; Penyajian data fisik dan data yuridis; Penyimpanan daftar umum dan dokumen.







Pendaftaran Tanah untuk pertama kali merupakan kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik berarti kegiatan pendaftaran tanah pertama kali yang dilakukan secara serentak meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran ini diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah. Sedangkan pendaftaran tanah sporadik berarti kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran ini dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan/kuasanya. Sesuai Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999  juncto Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 Tahun 2011 bahwa sebelum mengajukan permohonan hak maka pemohon terlebih dahulu harus mengajukan permohonannya secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan



Pada saat mengajukan permohonan, pemohon harus melampirkan hal-hal sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Negara  Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999. Permohonan tersebut harus memuat keterangan tentang : ◦



Diri pemohon

 Akta Notaris atau Peraturan/Keputusan Pendirian Badan Hukum. ◦

tentang

Badan Hukum berbentuk PerseroanTerbatas, permohonan tersebut dilengkapi : (1). Surat Keputusan Menteri Kehakiman tentang Pengesahan Badan Hukum. (2). Tambahan Berita Negara yang memuat atau mengumumkan Akta Pendirian Badan Hukum.



Surat Referensi Bank Pemerintah, yang menunjukkan bonafiditas pemohon.













Studi kelayakan atau Proyek Proposal atau Rencana dalam mengusahakan tanah perkebunan yang dilegalisir oleh Dinas Perkebunan (Disbun) Propinsi. Surat Pernyataan tersedianya tenaga ahli yang berpendidikan dan berpengalaman dalam pengusahaan perkebunan disertai riwayat hidupnya. Tanah yang Dimohon. Surat Keterangan Pendaftaran tanah (SKPT) dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat,  jika mengenai tanah Hak ; Bila mengenai tanah adat/garapan masyarakat ; Bukti Perolehan hak (Pembebasan atau Jual Beli) ; Gambar Situasi atau Surat Ukur yang dibuat oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya atau Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi setempat.



Rekomendasi dari Pejabat/Instansi yang terkait, misalnya :



Dinas Perkebunan



Dinas Kehutanan







Dinas Pertanian bila tanah yang dimohon merupakan kawasan hutan/tanah Pertanian. Fatwa Tata Guna Tanah yang dibuat oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi. Pertimbangan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, apabila tanah yang dimohon merupakan tanah negara yang belum diusahakan sebagai perkebunan.

Pada saat mengajukan permohonan, pemohon harus melampirkan hal-hal sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Negara  Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, yaitu : foto copy identitas permohonan atau akta pendirian perusahaan yang telah memperoleh pengesahan dan telah didaftarkan sebagai badan hukum; rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan  jangka panjang. izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau sura izin pencadangan tanah sesuai dengan Rencana tata ruang Wilayah; bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau suratsurat bukti perolehan tanah lainnya; persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau PenanamanModal Asing (PMA) atau surat persetujuan dari Presiden bagi Penanaman Modal Asing tertentu atau surat persetujuan prinsip dari Departemen Teknis bagi non Penanaman Modal Dalam Negeri atau Penanaman Modal Asing; ◦









Prasyarat permohonan HGU 



Mengenai syarat izin lokasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 huruf c prosedur untuk mendapatkan izin lokasi tersebut diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya (Pasal 1). Masa berlaku izin lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut : ◦



Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha :1 (satu) tahun; Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha :2 (dua) tahun;

Sedangkan tata cara pemberian Hak Guna Usaha secara jelas telah diatur dalam Pasal 20 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999. Dalam Pasal 20 ayat (1) disebutkan bahwa: ”Permohonan  Hak Guna Usaha diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah, dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan”. Sedangkan dalam Pasal 20 ayat (2) dijelaskan bahwa ”Apabila tanah yang dimohon terletak dalam lebih dari satu daerah Kabupaten/Kotamadya,maka tembusan permohonan disampaikan kepada masing-masing Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan”. Pasal 20 ayat (1) menjelaskan bahwa pemohon harus mengajukan permohonan kepada Menteri, bukan kepada Kepala Kantor Wilayah. Artinya, Kepala Kantor Wilayah bukanlah pejabat yang berhak memberikan  jawaban langsung atas permohonan yang diajukan oleh calon pemegang Hak Guna Usaha. Dalam Pasal 20 ayat (2) sebagaimana disebutkan di atas bahwa calon

kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah harus disampaikan tembusannya kepada Kepala Kantor Pertanahan di daerah masingmasing tempat areal tanah itu berada. Keputusan diterima atau ditolaknya permohonan calon pemegang hak tetap berada pada Menteri dan akan disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain yang menjamin sampainya keputusan tersebut kepada pihak yang berhak sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999. Prosedur pemberian HGU tersebut, dimulai dengan pengajuan permohonan dari perusahaan yang bersangkutan kepada Kepala BPN RI melalui Kakanwil (Kepala Kantor Wilayah) BPN Provinsi, selanjutnya dilakukan kegiatan sebagai berikut : Pengukuran kadasteral atas tanah yang dimohon dengan biaya tertentu yang didasarkan pada luas bidang tanah yang dimohon. Pelaksana pengukuran sesuai dengan kewenangannya, dan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yaitu Pasal 77 ayat 2 yang berbunyi: yakni seluas 10 Ha oleh Kantor ◦





Permohonan yang diajukan ke Kanwil apabila luas tanahnya lebih dari 1000 Ha, maka disampaikan permohonannya ke BPN RI, untuk diukur. Dalam praktek luas tanah diatas 1000 Ha ada yang dimintakan pendelegasian pengukurannya oleh Kanwil dengan meminta surat pelimpahan kewenangan dari BPN RI. Setelah keluar peta bidang tanah sebagai hasil dari Pengukuran dan telah dipenuhi syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan PMNA No. 9 Tahun 1999 maka oleh Kanwil akan dilaksanakan penelitian berkas (data yuridis) dan objek bidang tanahnya (data fisik) yang dilakukan oleh Panitia Pemeriksa Tanah B, sesuai dengan peraturan KBPN No. 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksa Tanah.



Setelah terdapat kesesuaian data fisik dan data yuridis dan tidak ada lagi permasalahan menyangkut penguasaan dan pengusahaan tanahnya, sebagaimana hasil pemeriksaan tanah B, yang dituangkan dalam risalah Panitia Tanah B, maka dilanjutkan dengan proses penerbitan Surat Keputusan Pemberian HGU oleh pejabat yang berwenang, berdasarkan Peraturan KBPN RI No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu, yakni seluas kurang dari 200 Ha oleh Kakanwil BPN Provinsi dan lebih dari 200 Ha oleh Kepala BPN RI dan selanjutnya Surat Keputusan Pemberian HGU didaftarkan ke kantor Pertanahan dengan membayar biaya pendaftaran dan menunjukkan bukti pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sesuai dengan isi dari Surat Keputusan yang diterbitkan.

Prosedur Permohonan Perpanjangan dan Pembaharuan Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha merupakan hak atas tanah yang bersifat primer dengan spesifikasi khusus. Spesifikasi Hak Guna Usaha tidak bersifat terkuat dan terpenuhi.yang berarti Hak Guna Usaha terbatas daya berlakunya walaupun dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain. Penjelasan UUPA dengan sendirinya mengakui bahwa, Hak Guna Usaha sebagai hak-hak baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern dan hanya diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Dengan demikian Hak Guna Usaha tidak dapat diberikan atas suatu perjanjian antara pemilik suatu hak milik dengan orang lain. Hak Guna Usaha (HGU) sebagai salah satu jenis hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 28 s/d Pasal 34 UUPA. Aturan lebih lanjut mengenai HGU terdapat dalam PP Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Bangunan, HGU dan Hak Pakai pada Pasal 2 s/d pasal 18. Perpanjangan HGU yang dapat diperpanjang atau pembaharuan atas tanah HGU harus memenuhi syaratsyarat tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9







Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan pemberian hak tersebut Syarat-syarat pemberian hak tersebut dengan baik oleh pemegang hak Pemegang hak masih sebagai pemegang hak.

memenuhi

dipenuhi

syarat-syarat

Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah ini termasuk dalam kategori pendaftaran oleh karena perubahan data yuridis, yaitu terjadinya perubahan  jangka waktu berlakunya hak tersebut sesuai dengan yang dicantumkan dalam sertipikat tanah yang bersangkutan, walaupun tidak terjadi perubahan subjek maupun objek tanah tersebut. Ketentuan ini sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999.

Perpanjangan hak tersebut hanya berlaku terhadap  jenis hak atas tanah yang mempunyai masa berlaku hak atau jangka waktu haknya terbatas, seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai untuk perseorangan atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu hak guna usaha atau Hak Guna Bangunan dapat diperpanjang dengan waktu tertentu. Peraturan Menteri Negara Agraria/KaBPN Nomor 9 thn 1999 menyatakan, HGU dapat diperpanjang untuk  jangka waktu tertentu jika memenuhi syarat sebagai berikut: Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya serta tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota setempat. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. ◦





Keputusan mengenai perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha, mulai berlaku sejak berakhirnya hak tersebut dan selanjutnya pendaftaran perpanjangan  jangka waktu hak atas tanah dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang yang memberikan perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan.  Apabila tidak ada perubahan data fisik dari objek tanahnya, maka tidak perlu dilakukan pengukuran bidang tanahnya dan pemeriksaan tanah dimungkinkan dilakukan oleh petugas Pemeriksaan Tanah (petugas konstatasi) yang hasilnya dituangkan dalam Konstaterings-Rapport. (Pasal 22 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 dan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 7 Tahun 2007 Tenggal 11 Juli 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah (pengganti Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 tahun 1992 tentang Susunan dan Tugas Panitia Pemeriksaan Tanah).

Hasil dari pemeriksaan Tanah Panitia B dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan pemberian/perpanjangan/pembaharuan haknya sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 7 tahun 2007 yang mengatur permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha harus menggunakan Panitia Pemeriksaan Tanah B (Panitia B). Panitia Pemeriksaan Tanah B tersebut terdiri dari 9 (Sembilan) orang, yang terdiri dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Bidang Survey, Pengukuran dan Pemetaan Kantor Wilayah Badan Pertanahan, Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Bidang Pengaturan Penataan Pertanahan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Kepala Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi, dan Kepala Seksi

Panitia B ini kemudian secara bersama-sama datang ke lokasi dan mengadakan pemeriksaan dan penelitian atas permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna usaha tersebut dan hasilnya dituangkan dalam Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah B. Dan dalam risalah tersebut, panitia akan memberikan pertimbangan apakah permohonan tersebut dapat dipertimbangkan ataupun tidak. Mengenai waktu pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu hak atas tanah tersebut, dapat diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya hak atas tanah tersebut yang berarti sebelum dua tahun tidak dapat diajukan permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna usaha tersebut. Ketentuan lain dalam pemberian hak baru dan perpanjangan HGU: Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan OT.140/2/2007 tentang pedoman perizinan usah perkebunan. Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang ◦



Sebagaimana diketahui, perpanjangan HGU harus mematuhi surat edaran Kepala BPN RI No. 2/SE/XII/2012, dimana setiap perusahaan perkebunan yang mengajukan permohonan HGU termasuk perpanjangan atau pembaharuan wajib membangun kebun plasma paling rendah seluas 20 persen dari luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan dan melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan dalam bentuk CSR (Corporate Social Responsibility). Ketentuan Plasma diwajipkan bagi pemegang HGU sejak Permentan No. 26 tanggal 28 Februari 2007 dan tidak berlaku surut. Apabila disekitar lokasi perkebunan tidak terdapat masyarakat petani calon penerima kebun plasma, perusahaan tetap berkewajiban membangun kebun plasma sampai adanya masyarakat petani calon penerima kebun. Kewajiban membangun kebun plasma dibuktikan dengan pernyataan kesanggupan membangun kebun plasma dalam bentuk akta notaris, dan dilampirkan pada saat mengajukan permohonan HGU.



Sumber Daya Alam (SDA)  Apabila ada sumber daya alam lainnya dalam cakupan HGU seperti mineral, emas dll, maka Investor yang akan masuk dengan eksplorasi, wajib mempertimbangkan terlebih dahulu pendapat dari pemegang HGU.

Penggunaan Tanah Untuk Kegiatan Operasi Produksi Dalam Pasal 100 (PP RI No. 23 Th. 2010) : (1)Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang akan melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan sebagian atau seluruh hak atas tanah dalam WIUP atau WIUPK dengan pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2)Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas tanah. 

Yang dimaksud dengan kompensasi dalam ketentuan ini dapat berupa sewa menyewa,

Ketentuan tersebut diatas, dalam pengamatan kami kurang tersosialisasikan dengan baik di lapangan maupun bagi pelaku usaha sehingga terjadi sengketa, konflik yang berkepanjangan, bahkan mengakibatkan terjadinya korban bagi pelaksana lapangan termasuk disini Aparat Pertanahan (BPN). Oleh karena itu, mengeksplorasi sumber daya alam (SDA) dalam kawasan HGU, supaya benar-benar taat azas demi Harmonisasi dalam mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berhasil guna secara optimal bagi masyarakat dan berdampak kesejahteraan bagi masyarakat.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF