KTI BAB I post partum spontan

June 22, 2019 | Author: HeNdra | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

2014...

Description

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari  pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. Mula-mula kekuatan yang muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada puncaknya pembukaan serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim (Rohani, 2011). Persalinan spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan  bayi, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit( Rohani, 2011). Pembangunan milenium mempunyai tujuan ( Millenium Development Goals, MDGs)  MDGs)  : 1) Pengurangan kemiskinan dan kelaparan, 2) Peningkatan  pendidikan dasar yang universal, 3) Keadilan gender dan pemberdayaan  perempuan, 4) Peningkatan kesehatan ibu, 5) Penurunan angka kematian anak, 6) Pemberantasan TB, malaria dan HIV/AIDS, 7) Keserasian lingkungan

yang

 pembangunan.

berkelanjutan,

dan

8)

Kemitraan

global

dalam

2

Upaya pembangunan bidang kesehatan tidak hanya terfokus pada upaya  penyembuhan saja, tetapi juga berkembang kearah promotif, preventif dan rehabilitatif. Salah satu upaya pembangunan bidang kesehatan diwujudkan dalam usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan para ibu post partum karena

banyaknya

komplikasi

yang

ditimbulkan

setelah

melahirkan

diantaranya yaitu perdarahan, infeksi  infeksi  puerperalis, endometritis, mastitis, trombosis, emboli dan  dan  post partum  partum   depresi. Dimana perdarahan merupakan  penyebab terbanyak kematian wanita selama periode post partum. Berdasarkan penelitian diperoleh informasi bahwa angka kematian ibu di Indonesia karena perdarahan post partum mempunyai peringkat yang tinggi, salah satu penyebab perdarahannya adalah  Atonia uteri atau tidak adanya kontraksi pada uterus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan setelah terjadi persalinan dan 50% kematian nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Bobak, 2005). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan terbilang masih tinggi. Angka Kematian Ibu  pada tahun 2009 sebanyak 117,02/100.000 117,02/100.000 kelahiran hidup. Ini mengalami  peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2008 sebesar 114.42/100.000 114.42/100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun t ahun 2007 sebesar 116,34 /100.000 kelahiran hidup. Kejadian kematian maternal paling banyak adalah pada waktu nifas sebesar 49,12% disusul kemudian pada waktu bersalin sebesar 26,99% dan pada waktu hamil sebesar 23,89%. Penyebab kematian adalah  perdarahan sebesar 22,42%, eklamsi  eklamsi  sebesar 28,76% , infeksi sebesar 3,54%

3

dan lain-lain sebesar 45,28% (DINKES Provinsi Jateng, 2009). Prevalensi ibu bersalin di RSUD Banyumas pada bulan april sampai juli 2013 sebesar 311 ibu dengan kelahiran spontan. Sehingga untuk mencegah dan menangani komplikasi yang timbul, maka diperlukan pemantauan khusus dalam pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif. Yang paling utama dalam asuhan keperawatan pada periode pascapartum dini ialah membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak. Pendekatan perawatan ibu pasca melahirkan telah berubah dari model perawatan orang sakit menjadi suatu perawatan yang berorientasi  pada kesehatan ( Bobak, 2005). 2005). Dari data yang penulis dapatkan, penulis merasa tertarik mempelajari lebih lanjut bagaimana asuhan keperawatan pada pasien post partum spontan dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. M  M   dengan  Post Partum Spontan Hari Ke-1 Ke-1 Di Ruang Permata Hati RSUD Banyumas’’.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang diatas, maka diperoleh rumusan masalah dalam karya tulis

ilmiah ini, bagaimana

gambaran “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. M dengan M  dengan  Post Partum Spontan Partum Spontan Hari Ke-1 Di Ruang Permata Hati RSUD Banyumas ?’’. ? ’’.

4

C. Tujuan Penulisan

1.

Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan dengan post partum spontan.

2.

Tujuan Khusus a. Menggambarkan tentang konsep dasar teori post partum spontan.  b. Menggambarkan pengkajian keperawatan pada Ny.M dengan  post  Partum spontan.  Partum spontan. c. Menggambarkan diagnosa keperawatan pada Ny.M dengan  post  partum spontan.  partum spontan. d. Menggambarkan rencana keperawatan pada Ny.M dengan  post  partum spontan.  partum spontan. e.

Menggambarkan tindakan keperawatan pada Ny. M dengan dengan  post  partum spontan.  partum spontan.

f.

Menggambarkan evaluasi keperawatan pada Ny. M dengan post  partum spontan.

g. Menggambarkan dokumentasi keperawatan pada Ny. M dengan post  partum spontan.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Rumah Sakit Agar Rumah Sakit lebih meningkatkan kwalitas pelayanan asuhan keperawatan.

5

2. Akademik Sebagai bahan wacana di perpustakaan dan referensi awal karya tulis ilmiah selanjutnya bagi perpustakaan di institusi pendidik. 3. Bagi Perawat Memberikan gambaran asuhan keperawatan khususnya pada pasien  post partum spontan. 4. Penulis Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalaman mengenai asuhan keperawatan maternitas.

E. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah deskriptif dengan memaparkan pelaksanaan asuhan keperawatan secara komprehensif, dengan pendekatan partisipatif, penyelesaian klien post klien  post partum  spontan meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

F.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data informasi tentang pasien dalam kasus ini digunakan teknik pengumpulan data dengan cara : 1. Observasi Partisipasif  yaitu  yaitu mengamati secara langsung mengenai respon  pasien dan keadaan fisik dengan cara inpeksi, palpasi, perkuasi dan auskultasi.

6

2. Wawancara yaitu tanya jawab dengan pasien, keluarga pasien dan  perawat yang bertugas menangani pasien mengenai masalah yang dihadapi pasien. 3. Pemeriksaan fisik yaitu melakukan pemeriksaan dari kepala sampai kaki menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. 4. Study dokumenter   yaitu mempelajari cacatan-catatan medis pasien, buku laporan untuk membandingkan dengan data yang penulis dapatkan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang Karya Tulis Ilmiah ini,  penulis uraikan menjadi lima bab, yaitu : Bab I : Pendahuluan, terdiri atas latar belakang tujuan penulisan, metode  penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan teori tentang  post partum spontan, yaitu terdiri atas  pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, adaptasi fisiologi dan  psikologi post partum, pengkajian fokus, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan. Bab III : Resume keperawatan, melaporkan hasil asuhan keperawatan  pada pasien dengan post partum spontan yang memaparkan tentang hasil  pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi. Bab IV : Pembahasan, menjawab tujuan penulisan atau bagaimana tujuan tercapai. Pembahasan juga difokuskan pada kendala selama pengelolaan

7

kasus dan upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kendala atau faktor penghambat, dengan mempertimbangkan faktor-faktor pendukung yang ada. Disamping hal tersebut, pembahasan yang diarahkan pada implikasi-implikasi yang dapat digunakan berkaitan dengan hasil pengelolaan kasus. Bab V : Penutup, dibagian ini berisi pemaparan hasil kesimpulan dari asuhan keperawatan post partum dan saran untuk perbaikan kualitas asuhan keperawatan yang ditujukan kepada pasien, Intitusi Pendidikan dan Profesi Keperawatan.

8

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian

Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari  pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. Mula-mula kekuatan yang muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada puncaknya pembukaan serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim (Rohani, 2011). Persalinan spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit( Rohani, 2011). Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran. Namun secara populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan normal (Hughes, 1972, Cuningham, F Gary, Dkk, 2006).  Post partum  atau  puerperium  adalah masa sejak bayi dilahirkan dan  plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan,

9

yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya ( Burheni, 2009 ) Berdasarkan pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa post  partum spontan adalah periode setelah kelahiran janin dan plasenta dari dalam uterus melalui jalan lahir kedunia luar tanpa ada komplikasi, yang  berlangsung dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat dari luar. Adapun tahap-tahapan masa nifas ( post partum / puerperium) adalah: 1.  Puerperium dini : masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan. 2.  Puerperium intermedial   :masa kepulihn menyeluruh dari orgn-organ genital, antara 6-8 minggu. 3.  Remote puerperium  : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi.

B. Etiologi

Rohani, dkk (2011) menyatakan, Hal yang menjadi penyebab mulainya  persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks. 1.

Teori Keregangan Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu, setelah melewati batas tersebut maka akan terjadi kontraksi sehingga  persalinan dapat dimulai.

10

2.

Teori Penurunan Progesteron Proses penuaan plasenta terjadi mualai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi  progesteron  mengalami  penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitoksin. Akibatnya, otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat  penurunan tingkat progesteron tertentu.

3.

Teori Oksitoksin Internal Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya usia kehamilan menyebabkan oksitoksin  meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dimulai.

4.

Teori Prostaglandin Konsentrasi  prostaglandin  meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan.

C. Manifestasi Klinis

Sebelum terjadi persalinan, beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki kala pendahuluan ( prematory stage of labor ) dengan tanda tanda sebagai berikut :

11

1.

Terjadi lightening Menjelang minggu ke-36 pada primigravida, terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk PAP. Pada multi gravida, tanda ini tidak begitu kelihatan.

2.

Terjadi his permulaan Selama 4 sampai 8 minggu akhir masa kehamilan rahim menjalani kontraksi tak teratur dan bersifat sporadik. Pada bulan terakhir kehamilan, kadang-kadang setiap 10 sampai 20 menit dengan intensitas lebih besar. Mengeluh merasa n yeri yang menetap pada punggung bagian  bawah dan tekanan pada  sakroiliaka. Kadang-kadang mengalami kontraksi yang kuat, sering (braxton hicks).

D. Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Post Partum

Adaptasi Fisiologi Ibu Post Partum 1. Perubahan sistem reproduksi a. Perubahan pada pembuluh darah uterus Kehamilan yang sukses membutukan peningkatan aliran darah ke uterus cukup besar. Untuk menyuplainya, arteri dan vena di dalam uterus menjadi luar biasa membesar, begitu pula pembuluh darah ke dan dari uterus. Di dalam uterus, pembentukan pembuluh-pembuluh darah baru juga menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah pelahiran, kaliber pembuluh darah ekstrauterin  berkurang

12

sampai mencapai atau paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil ( Cunningham, F Gary, Dkk, 2006).  b. Perubahan Serviks dan Segmen Bawah Uterus Tepi luar seviks, yang berhubungan dengan os eksternum, biasanya mengalami

laserasi

terutama

di

bagian

lateral.

Ostium

seviks

 berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setel ah bersalin ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari. Pada akhir minggu pertama, ostium tersebut telah menyampit ( Cunningham, F Gary, Dkk, 2006). c. Involusi Korpus Uteri Segera setelah pengeluaran plasenta,  fundus korpus uteri  yang  berkontraksi terletak kira-kira sedikit di bawah umbilikus. Korpus uteri kini sebagian besar terdiri atas miometrium  yang dibungkus lapisan serosa dan dilapisi desidua basalis. Dinding anterior dan posteriornya saling menempel erat (beraposisi), masing-masing tebalnya 4 sampai 5 cm.

Karena

 berkontrasi,

pembuluh uterus

nifas

darah pada

tertekan

oleh

potongan

miometrium

tampak

iskemik

yang bila

dibandingkan dengan uterus hamil yang hiperemesis dan berwarna ungu kemerah-merahan (Cuningham, F Gary, Dkk, 2006). Pendek kata secara garis besar, uterus akan mengalami pengecilan (involusi) secara berangsur-asur sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Mengenai tinggi fundus dan berat uterus menurut masa involusi sebagai berikut :

13

Involusi

Tinggi Fundus Uteri

Barat Uterus

Bayi lahir

Setinggi pusat

1000 gram

Uri lahir

Dua jari bawah pusat

750 gram

Satu minggu

Pertengahan pusat-symphisis

500 gram

Dua minggu

Tak teraba diatas sympisis

350 gram

Enam minggu

Bertambah kecil

50 gram

Delapan minggu

Sebesar normal

30 gram

Tabel 2.1 TFU dan berat uteri menurut masa involusi ( saleha siti, 2009) d.  Lochea  Lochea keluar dari uterus setelah bayi lahir sampai dengan 3 atau 4 minggu post partum. Perubahan lochea terjadi dalam tiga tahap yaitu lokia rubra, lochea serosa, dan alba. Lokia rubra merupakan darah pertama yang keluar dan berasal dari tempat lepasnya plasenta. Setelah beberapa hari, lokia berubah warna menjadi kecoklatan yang terdiri dari darah dan serum yang berisi leukosit serta jaringan yang disebut lochea serosa. Pada minggu ke2, lochea berwarna putih kekuningan yang terdiri dari mukus serviks, leukosit dan jaringan ( Bahiyatun, 2009). 2. Perubahan sistem endokrin Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG dan HPL secara  berangsur turun dan normal kembali setelah 7 hari post partum. HCG tidak terdapat dalam urine ibu setelah 2 hari post partum. HPL tidak lagi terdapat pada plasenta (Bahiyatun, 2009).

14

3. Perubahan perkemihan Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu, tergantung pada keadaan / status sebelum persalinan, lama partus kala 2 dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil pemeriksaan  sitoscopic  segera setelah  persalinan tidak menunjukan adanya edema dan hyperemia dinding vesica urinaria, akan tetapi sering terjadi ekstravasasi ( extravasation, keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) ke mukosa. Adanya urine residual   dan bacteriuria  pada vesica urinaria  yang mengalami cidera, ditambah dengan dilatasi  pelvis renalis  dan ureter , membentuk kondisi yang optimal untuk tumbuhnya infeksi saluran kencing. Ureter   dan  pelvis renalis  yang mengalami dilatasi kembali ke keadaan sebelum hamil mulai dari 2-8 minggu setelah persalinan. Pengaruh persalinan pada fungsi vesica urinaria post partum, yang dipelajari menggunakan teknik urodinamik , dapat diketahui bahwa bila  persalinan lama dapat dihindari, dan bila dilakukan keteterisasi secepatnya dikerjakan, pada vesica urinaria  yang besar, maka tidak akan terjadi hipotonia

vesica

urinaria,

meskipun

dilaporkan

pula

dari

hasil

mempelajari dengan cara tersebut di atas, bahwa analgesia epidural tidak merupakan presdisposisi hipotonia vesica urinaria post partum. 4. Perubahan sistem pencernaan Setelah

kelahiran

plasenta,

terjadi

pula

penurunan

produksi

 progesteron, sehingga menyebabkan nyeri ulu hati (beartburn) dan

15

konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas  usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama  persalinan dan adanya refleks hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri  pada perineum akibat episiotomi 5. Sistem kelenjar mamae Laktasi pada hari kedua  post partum sejumlah kolostrum, cairan yang disekresi payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran bayi, dapat diperas dari putting susu. Kolostrum dibanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi oleh payudara, kolostrum  mengandung lebih banyak  protein, yang sebagian besar adalah  globulin, dan lebih banyak mineral tetapi gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian kolostrum mengandung globul lemak agak besar di dalam yang disebut korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli dianggap merupakan sel-sel epitel yang telah mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli lain dianggap sebagai  fagosit mononuclear   yang mengandung cukup banyak lemak. Sekresi kolostrum bertahan selama sekitar lima hari, dengan perubahan  bertahap menjadi susu matur. Antibodi mudah ditemukan dalam kolostrum. Air susu, komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air dan lemak. Air susu isotonik dengan plasma, dengan laktosa bertanggung  jawab terhadap separuh tekanan osmotik. Protein utama di dalam air susu ibu disintesis di dalam retikulum endoplasmik   kasar sel sekretorik alveoli. Asam amino esensial berasal dari darah, dan asam- asam amino non-

16

esensial sebagian berasal dari darah atau disintesis di dalam kelenjar mamae. Kebanyakan protein air susu adalah protein-protein unik yang tidak ditemukan dimanapun. Juga prolaktin secara aktif disekresi ke dalam air susu. Karena ibu tidak menyediakan kebutuhan bayi akan vitamin K,  pemberian vitamin K pada bayi segera setelah lahir ada manfaatnya untuk mencegah penyakit perdarahan pada neonatus. Air susu manusia mengandung konsentrasi rendah besi. Tetapi, besi di dalam air susu manusia absorpsinya lebih baik dari pada besi di dalam susu sapi. Simpanan besi ibu tampaknya tidak mempengaruhi jumlah besi di dalam air susu. Kelenjar mamae, seperti kelenjar tiroid, menghimpun iodium, yang muncul di dalam air susu (Cunningham, F Gary, Dkk, 2006).

Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum Menurut Rubin dalam Varney (2007) adaptasi psikologi ibu  post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu : a)  Fase Taking In / ketergantungan Fase ini dapat terjadi pada hari pertama sampai kedua  postpartum. Pada saat itu fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang di ceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Pada fase ini ibu perlu di perhatikan  pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya disamping nafsu makan ibu memang meningkat.

17

 b)  Fase Taking Hold  / ketergantungan mandiri Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai hari ke sepuluh  postpartum  pada masa ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasi kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri. c)  Fase Letting Go / kemandirian Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran  barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

E. Patofisiologi

Perubahan-perubahan yang terjadi pada ibu post partum dipengaruhi karena adanya pengembalian kondisi tubuh ke keadaan semula yang mayoritas dipengaruhi hormonal. Penurunan hormon estrogen mempengaruhi dampak pada beberapa organ, sedangkan peningkatan hormon oksitoksin dan  prolaktin menyebabkan peningkatan laktasi. Selain itu adanya tindakan episiotomi akan menimbulkan komplikasi terutama jalan lahir pada perineum. Dalam waktu 2 atau 3 menjadi dua lapisan, sisa desidua berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Stratum superfisial menjadi nekrotik, dan terkelupas

18

 bersama lokhia. Stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium dan stroma jaringan ikat antar kelenjar tersebut. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali pada melekatnya plasenta. Menurut Williams dalam Obstreti William ( 2006), ekstrusi lengkap  plasenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinis yang besar, karena bila proses ini terganggu, dapat terjadi perdarahan nifas. Uterus sering berkontraksi hebat dalam interval-interval tertentu, terutama pada multipara, sehingga menyebabkan nyeri pasca melahirkan. Kadang-kadang nyeri ini cukup parah sehingga memerlukan analgesik. Nyeri  pascamelahirkan terutama terasa di payudara ketika menyusui bayi. Payudara terasa lebih penuh/ tegang dan nyeri akibat statis di vena dan  pembuluh limfe, tanda bahwa ASI mulai banyak di sekresi. Sering terjadi  pada payudara yang elastisitanya kurang. Bila tidak dikeluarkan, ASI menumpuk dalam payudara, puting lebih mendatar dan sukar diisap oleh  bayi(Cunningham, 2006)

19

20

F.

Komplikasi

1.  Hemoragi post partum Perdarahan post partum adalah kehilangan darah sebanyak 500cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan. 2. Infeksi masa nifas Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang terjadi pada setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat tanda-tanda nyeri pelvik, demam 38,5 °C atau lebih, vagina yang berbau busuk, keterlambatan dalam kecepatan penurunan uterus. 3. Kelainan payudara Komplikasi post partum ( Suherni, dkk, 2009 ) a. Bendunangan air susu Payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol benjol. Keadaan ini yang disebut bendungan air susu ( caked breast  ), sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup berat dan bisa disertai kenaikan suhu.  b. Mastitis  Inflamasi perinkimatosa glandula mamae merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi kadang-kadang dijumpai pada masa nifas dan laktasi.

21

G. Perawatan Masa nifas

1. Ambulasi Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah resiki tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung kemih, sehingga mencegah distensi abdominal dan konstipasi. Terkadang ibu enggan untuk banyak bergerak karena letih dan sakit. Jika keadaan tersebut tidak diatasi, ibu akan terancam mengalami trobosis vena. Untuk mencegah terjadinya trombosis vena, perlu dilakukan ambulasi dini oleh ibu nifas. Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan ke WC   dengan bantuan orang lain, yaitu  pada 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu harus diminta untuk latihan menarik nafas dalam serta latihan tungkai yang sederhana dan harus duduk serta mengayunkan tungkainya ditepi t empat tidur. Sebaiknya, ibu nifas turun dari tempat tidur sedini mungkin setelah  persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi kejadian komplikasi kandung kemih, konstipasi, trombosis vena pueperalis, dan emboli pulmonal. Disamping itu, ibu merasa lebih sehat dan kuat serta dapat segera merawat bayinya. Ibu harus didorong berjalan dan tidak hanya duduk di tempat tidur. Pada ambulasi pertama, sebaiknya ibu dibantu karena  biasanya pada saat ini ibu merasa pusing ketika pertama kali bangun setelah melahirkan ( Suherni, dkk, 2009).

22

2. Eliminasi a. Buang air kecil Dalam enam jam ibu nifas harus bisa berkemih spontan, kebanyakan ibu bisa berkemih spontan dalam waktu 8 jam. Urin dalam jumlah banyak akan diproduksi dalam 12-36 jam setelah melahirkan. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam waktu 6 minggu (Suherni, dkk, 2009) Perawat harus megobservasi adanya distensi abdomen dengan cara memalpasi dan mengauskultasi abdomen, berkemih harus terjadi dalam 4-8 jam pertama dan minimal 200 cc. Anjurkan ibu untuk minum banyak air dan ambulasi. Rangsangan untuk berkemih dapat dilakukan dengan rendaam duduk ( sitz bath) untuk mengurangi edema dan relaksasi sfingter, lalu kompres hangat/dingin (Bahiyatun, 2009).  b. Buang air besar BAB biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari, kerena enema  persalinan, diit cairan, obat-obatan analgesik, dan perinium yang sakit. Bila lebih dari tiga hari bisa diberikan obat laksansia, ambulasi dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB, asupan cairan dan diit tinggi serat sangat dianjurkan (Bahiyatun, 2009). 3.  Higiene Sering membersihkan area perinium akan meningkatkan kenyamanan dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering menggunakan air hangat yang dialirkan ( dapat ditambah dengan larutan antiseptik) ke atas

23

 perineum setelah berkemih atau defekasi, hindari penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk membersihkan sendiri. Luka pada perinium akibat episiotomi, ruptura atau laserasi merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Tindakan membersihkan vulva dapat memberi kesempatan melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum. Payudara juga harus diperhatikan kebersihannya. Jika puting terbenam lakukan masase  payudara secara perlahan dan tarik keluar secara hatihati.

H. Konsep Keperawatan

1.

Pengkajian Suatu pengkajian fisik lengkap termasuk pengukuran tanda-tanda vital, dilakukan pada saat masuk ke unit pasca  partum. Selain itu komponen pengkajian awal yang lain yang perlu dikaji pada ibu  postpartum adalah sebagai berikut (Bahiyatun, dkk, 2009) : a. Mengkaji riwayat 1)

Ambulasi apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa sering, apakah kesulitan, apakah ibu pusing ketika melakukan ambulasi.

2)

Berkemih Bagaimana frekuensinya, jumlah, apakah ada nyeri, atau disuria.

24

3)

Defeksi Bagaimana frekuensi buang air besarnya, jumlah, warna dan konsistensi.

4)  Nafsu makan Apa yang dimakan, seberapa sering, apakah ada rasa mual dan muntah. 5)

Gangguan ketidaknyamanan Lokasi nyeri, kapan, kualitas, apa yang dapat mengurangi nyeri.

6)

Psikologis Bagaimana perhatian terhadap dirinya sendiri dan bayinya,  perasaan terhadap bayinya dan persalinan.

7)

Istirahat dan tidur Apakah

ibu

mengalami

gangguan

tidur,

apakah

ibu

mengalami kelelahan. 8)

Menyusui Bagaimana proses menyusui dikaitkan dengan dirinya dan  bayi, kaji pengetahuan ibu mengenai pentingnya menyusui.

 b. Pemeriksaan penunjang 1)

Pemeriksaan darah Beberapa uji laboratorium bisa segera dilakukan pada periode  pasca  partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada  post partum  untuk mengkaji

25

kehilangan darah pada saat melahirkan. 2) Pemeriksaan urin Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan kateter atau dengan teknik pengambilan bersih (clean  –   cath) spesimen ini dikirim ke laboratorium

untuk

dilakukan

 pemeriksaan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama  jika cateter indwelling dipakai selama paska inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubella dan rhesus dan kebutuhan terapi yang mungkin. 2. Diagnosa Menurut Bobak, dkk (2005) diagnosa keperawatan pada post partum, sebagai berikut : a.  Nyeri yang berhubungan dengan involusi rahim, trauma pada  perineum, episiotomi, hemoroid, pembengkakan payudara.  b. Ketidakefektifan

menyusui

yang

berhubungan

dengan

nyeri,

 pengaturan posisi bayi, respon fisiologis normal. c. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan trauma jalan lahir d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya kehilangan volume cairan aktif/perdarahan. e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan pentingnya buang air kecil untuk mencegah perdarahan. 3. Intervensi Keperawatan a.  Nyeri berhubungan dengan laserasi atau trauma jalan lahir .

26

 NOC : Nyeri pasien berkurang / hilang atau terkontrol. Kriteria hasil : 1)

Klien menyatakan tidak nyeri

2)

Klien menyatakan nyaman

3)

Skala nyeri berkurang

4)

Klien dapat beraktivitas tanpa merasa nyeri.

5)

Ekspresi klien nyaman.

 NIC 1)

Kaji karakteristik nyeri, tingkat nyeri, tempat nyeri, skala nyeri.

2)

Inspeksi daerah perineum dan daerah episiotomi. Perhatikan adanya udem, nyeri tekan lokal, purulen.

3)

Berikan kompres panas atau dingin pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah melahirkan.

4)

Berikan kompres panas lembab ( mis, rendam duduk/bak mandi ) diantara 100º dan 105º F ( 38,0º sampai 43,2º C ) selama 20 menit, 3sampai 4 kali sehari, setelah 24 jam pertama.

5)  b.

Kolaborasi pemberian analgetik.

Risiko terhadap ketidakefektifan menyusui yang berhubungan dengan tidak berpengalaman dan / atau payudara membengkak.  NOC : Pasien mengetahui tentang cara perawatan payudara bagi ibu menyusui Kriteria hasil : 1)

Klien mengetahui cara merawat payudara bagi ibu menyusui

27

2)

Asi keluar

3)

Payudara bersih

4)

Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri

5)

Bayi mau menyusu

 NIC 1)

Kaji pengetahuan pasien mengenai manajemen laktasi dan  perawatan payudara.

2)

Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan

menyusui,

perawatan

puting

dan

payudara,

kebutuhan diet khusus, dan faktor-faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui. 3)

Kaji puting klien, anjurkan untuk melihat puting setiap habis menyusui.

4)

Anjurkan klien untuk mengeringkan puting dengan udara selama 20-30 menit setelah menyusui. Insruksikan klien menghindari  penggunaan sabun atau penggunaan bantalan bra berlapis  plastik,dan mengganti pembalut bila basah atau lembab.

c.

Resiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan invasi bakteri sekunder akibat trauma selama proses persalinan.  NOC : Tidak terjadi infeksi dan pengetahuan pasienbertambah. Kriteria hasil : 1)

Klien meyertakan perawatan bagi dirinya

28

2)

Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri.

3)

Jahitan perineum besar

4)

Vulva bersih dan tidak infeksi

5)

Tidak ada tanda perawatan

6)

Vital sign dalam batas normal

 NIC 1)

Pantau vital sign

2)

Kaji daerah perineum dan vulva (tanda peradangan)

3)

Pertahankan lingkungan yang bersih

4)

Kaji

pengetahuan

pasien

mengenai

cara

perawatan

ibu

 postpartum 5)

Ajarkan perawatan vulva bagi pasien

6)

Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulvanya

7) d.

Lakukan perawatan hygiene

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya kehilangan volume cairan aktif/perdarahan.  NOC:

Kebutuhan

cairan

pasien

keseimbangan. Kriteria hasil 1)

Intake dan output seimbang

2)

Tanda-tanda vital normal

terpenuhi

dan

mencapai

29

3)

Berat badan pasien ideal

 NIC 1)

Monitor vital sign

2)

Monitor intake dan output

3)

Mengkaji jumlah dan karakter lhokea

4)

Pertahankan tonus rahim

5)

Mencegah distensi kandung kemih

6)

Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8 gelas sehari

7)

Kolaborasi pemberian cairan intravena dan oksitoksin.

e. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber.  NOC : Kurang pengetahuan dapat teratasi Kriteria hasil 1)

Klien mengungkapkan pemahaman

2)

Klien mampu melakukan aktivitas dengan menjelakan alasan

 NIC 1)

Klien mengetahui cara merawat payudara bagi ibu menyusui Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar. Bantu klien /  pasangan dalam mengidentifikasi kebutuhan - kebutuhan.

30

2)

Berikan informasi tentang peran program latihan pascapartum  progresif.

3)

Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan  perineal dan hygiene, perubahan fisiologis, termasuk kemajuan normal dari rabas lokhia, kebutuhan untuk tidur dan istirahat,  perubahan peran, dan perubahan emosional. Biarkan klien mendemonstrasikan materi yang dipelajari, bila diperlukan.

31

BAB III RESUME KEPERAWATAN A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan oleh Hendra Setiawan di ruang Permatahati Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, pada tanggal 26 Februari 2014, pukul 08.30 wib dengan sumber data didapatkan dari pasien, keluarga pasien, dan Rekam Medis. Pengkajian dilakukan pada tanggal 26 Februari 2014, dari sumber data didapatkan pasien bernama Ny. M berusia 35 tahun, berjenis kelamin  perempuan, beragama islam, alamat Kemranggon Banjarnegara, tanggal masuk 25 Februari 2014 pukul 18.00 WIB, diagnosa medis Ny.M adalah P3 A0 post partum spontan hari ke-1. Nama penanggung jawab Tn. A, berusia 36 tahun dengan alamat Kemranggon Banjarnegara, Tn.A adalah suami dari  pasien. 1. Riwayat keperawatan Pasien mengatakan perut terasa nyeri, keluar lendir dan darah dari  pervaginaan. Pasien memutuskan untuk di bawa ke RSUD Banyumas,  pertama kali pasien diterima di VK IGD tanggal 25 Febuari 2014  pkl.17.00WIB, di VK IGD TD:120/90 mmHg, lalu mendapatkan terapi dan infus RL 32 tpm tpm jam 17.30WIB, setelah itu pasien dipindahkan ke ruang Pematahati dengan keadaan umum baik, TD:120/90 mmHg, sudah terpasang infus RL+oxytoxin 32 tpm. Pengkajian dilakukan pada

32

tanggal 26 febuari 2014 pkl 08.30WIB didapatkan TD: 110/80 mmHg,  pasien mengatakan nyeri di bagian panggul, nyeri saat duduk, nyeri seperti di iris-iris, skala nyeri 5 dan pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Keluhan tambahan pasien mengatakan pembalut kotor.

2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit menular seperti HIV/AIDS, Hepatitis, TBC. Penyakit menurun seperti DM, Asma. Penyakit Berat seperti Jantung, Paru-paru, Ginjal. Tetapi ibu mengatakan  pada kehamilan ketiga ibu

3. Riwayat keluarga Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti ( HIV/AIDS, Hepatitis, TBC ). Penyakit menurun seperti ( Hipertensi, ASMA, DM ). Penyakit berat seperti ( Jantung, Paru-paru, Ginjal).

4. Riwayat obstetric Pasien mengatakan pertama kali menstruasi pada saat umur 12 tahun, siklus 28 hari, dengan lama menstruasi 6-7 hari, hari pertama hari terahir menstruasi ibu pada tanggal 18 Mei 2013. Ibu sudah memiliki 2 orang anak sebelumya dengan lahir spontan dan keadaan saat lahir baik.

33

5. Pengkajian pola fungsional gordon Ibu mandi 3x sehari ganti baju 2x sehari, gosok gigi 3x sehari, selalu membersihkan alat kelamin secara rutin. Selama nifas ibu belum mengganti pembalut,pembalut kotor.

6.

Pemeriksaan fisik Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis, tanda tanda vital tekanan darah

110/80 mmHg, respirasi 24 kali/menit, nadi 96

kali/menit, suhu 36,90C. Pemeriksaan fisik, kepala mesochepal, mata simetris, tidak anemis, sklera anikterik, tidak memakai alat bantu  penglihatan, telinga bersih, tidak ada serumen ataupun kelainan yang lainnya, hidung simetris, tidak terdapat polip, mukosa bibir kering, gigi  putih bersih, leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Pemeriksaan dada, inspeksi tidak ada tanda pembesaran jantung, palpasi tidak ada nyeri tekan, perkusi jantung resonan, auskultasi lup-dup, pemeriksaan  paru inspeksi pada paru gerakan nafas simetris tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan atau benjolan, perkusi sonor, suara paru vesikuler,  pemeriksaan payudara di dapat kan puting menonjol, payudara teraba keras, kolostrum sudah keluar. Pemeriksaan abdomen didapatkan TFU  pasien 2 jari dibawah pusat, uterus teraba lembek/ tidak ada kontraksi uterus, ekstermitas bagian atas terpasang infus RL 32 tpm. Pemeriksaan genetalia terdapat laserasi jalan lahir, sekitar genetalia kotor, pembalut tampak kotor.

34

7. Program terapi Obat-obatan yang di berikan untuk Ny. M pada tanggal 25 Febuari 2014 adalah infus RL+oxytoksin 32 tetes/menit 500cc, cefadroxil 3x1 kapsul 500mg.

8. Pemeriksaan penunjang Hasil pemeriksaan darah pada tanggal 25 Februari 2013 menunjukkan nilai WBC : 24.8 [10e3/uL], normal : F : 3.70-10.1 , RBC : 3.98 [10e6/uL], normal : F : 4.05-6.58, HGB : 11,4 [g/dL], normal F : 11-16, HCT : 31,3 %, normal : F : 37.7-43.7%.

35

B. Analisa Data

Dari data-data yang ditulis diatas, yang didapat dari hasil wawancara  pada Ny. M tentang apa yang dirasakan pada saat ini, serta dari hasil inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi. Selanjutnya penulis melakukan analisa data dari data diatas terhadap Ny. M dengan Post Partum Spontan. Tanggal

Data

Etiologi

25 Februari 2014 DS:Pasien mengatakan nyeri di bagian panggul, nyeri

Agen

injury

Problem

 Nyeri akut

Biologi

saat duduk, nyeri seperti di iris-iris, nyeri skala 5, nyeri hilang timbul. DO:Pasien

terkadang

mengeluh simfisis

nyeri

di

pubis,

muka

menahan nyeri,

Nyeri

tekan di simfisis pubis. 25 Febuari 2014

DS

:

pasien

mengtakan

lemah

Kehilangan volum cairan

DO :

Resiko kekurangan

aktif/perdarah

volume a.

Terdapat

an

cairan

 pengeluaran  pervagina

dengan

 jumlah ±450ml/24jam  b.

Kontraksi

uterus

tidak ada/lembek

36

DS

:

Pasien

mengatakan

 pembalut kotor.

Trauma  jaringan

Resiko infeksi

DO: a. WBC : 24.800 uL (  Normal

:3.700-

10.100 uL).  b.

Pembalut kotor.

c.

Sekitar

genetalia

kotor. d.

Terdapat

laserasi

 jalan lahir.

C. Perumusan Diagnosa dan Intervesnsi

Dari data tersebut diatas, setelah dilakukan analisis data ditemukan masalah-masalah keperawatan sebagai berikut: 1.  Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi ditandai dengan  pasien mengatakan nyeri di bagian panggul. 2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan, adanya kehilangan volume cairan katif. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan laserasi jalan lahir, pembalut kotor, WBC:24.800 uL Selanjutnya penulis akan memasuki pembahasan mengenai diagnosa keperawatan. Dari data-data yang diperoleh selama pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan dengan penjelasan sebagai berikut:

37

1.  Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi Diagnosa ini dimunculkan karena adanya data-data dari klien yang mendukung masalah tersebut seperti klien mengatakan nyeri di bagian  panggul, nyeri saat duduk, nyeri seperti di iris-iris, nyeri skala 5, nyeri hilang timbul. Berdasarkan hal tersebut penulis menyusun tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan untuk mengatasi hal tersebut diatas, yaitu:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri teratasi dengan kriteria hasil: frekuensi nyeri berkurang, skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 3. Intervensi : a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (faktor presipitasi, skala, regio, frekuensi nyeri).  b. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan c. Berikan posisi senyaman mungkin d. Ajarkan teknik non farmakologik e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik jika perlu f. Tingkatkan istirahat

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubunag dengan perdarahan, adanya kehilangan volume cairan aktif. Diagnosa ini dimunculkan karena terdapat pengeluaran dara pervagina, uterus lembek, output urine 30ml/kgBB/jam). Intervensi 1.

Monitor vtal sign

2.

Monitor intake output

3.

Mengkaji jumlah dan karakter lokhea

4.

Pertahankan tonus rahim

5.

Mencegah distensi kandung kemih

6.

Kolaborasi dengan tim medis menenai pengobatan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan adanya laserasi jalan lahir. Diagnosa ini dimunculkan karena adanya data-data dari klien yang mendukung masalah tersebut seperti WBC : 24.800, pembalut kotor, terdapat laserasi jalan lahir. Berdasarkan hal tersebut penulis menyusun tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan untuk mengatasi hal tersebut diatas, yaitu: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada tanda-tanda infeksi dengan kriteia hasil: Menunjukan kemampuan untuk

39

mencegah infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukan  perilaku hidup sehat. Intervensi : a. Gunakan strategi untuk mencegah infeksi  b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan c. Observasi pengeluaran pervagina d. Lakukan perawatan luka e. Mengobservasi nilai laboratorium ( WBC,HB) f. Ajari pasien mengenai tanda-tanda infeksi g. Berikan terapi antibiotik bila perlu

D. Implementasi dan Evaluasi

Sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun, maka tindakan keperawatan yang dilakuakan pada tanggal meliputi:

1. Diagnosa pertama : Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi Tanggal 26 Februari 2014 Melakukan pengkajian nyeri pasien, mengamati reaksi wajah saat nyeri, memposisikan klien senyaman mungkin, mengajarkanan klien mengurangi nyeri dengan relaksasi, menganjurkan istirahan bila nyeri timbul.

40

Adapun hasil dari implementasi diatas adalah klien mengatakan nyeri di bagian panggul, nyeri saat duduk, nyeri seperti di iris-iris, nyeri skala 5, nyeri hilang timbul, pasien mengatakan tiduran bila nyeri muncul. Tanggal 27 Februari 2014 Memposisikan

klien

senyaman

mungkin,

mengajarkan

klien

mengurangi nyeri dengan masase uteri, menganjurkan klien untuk mobilisasi dini untuk merangsang kontraksi uterus. Adapun hasil dari implementasi diatas yaitu klien mengatakan nyeri di  bagian panggul, nyeri saat duduk, nyeri seperti di iris-iris, nyeri skala 3, nyeri hilang timbul, pasien mengatakan lebih nyaman tiduran. Rencana selanjutnya yaitu pertahankan keadaan pasien.

2.

Diagnosa kedua : kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya kehilangan volume cairan aktif. Tanggal 26 Februari 2014 Memonitor vital sign(tekanan darah, nadi, respirasi), memonitor intake output, mengkaji jumlah dan karakter lokhea, mempertahankan tonus otot dengan memberiakn oksitoksin, mecegah distensi kandung kemih dengan cara memasang kateter, melaksanakan terapi RL 32 tetes/menit. Hasil dari tindakan keperawatan diatas, tekanan darah 110/90mmHg, nadi 84x/menit, respirasi 24x/menit, jumlah darah pervagina ±450ml /24jam, terapi RL+oksitoksin 32 tetes/menit masuk, output urine 140ml  per 6 jam.

41

Tanggal 27 Februari 2014 Memonitor vital sign (tekanan darah, nadi, respirasi), memonitor intake output, mengkaji jumlah lhokea, melaksanakan program terapi RL+Oksitoksin 32 tetes/menit. Hasil dari tindakan keperawatan diatas adalah tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78x/menit, respirasi 23x/menit, jumlah pengeluaran lhokea ±400mg/24jam, terdapat kontraksi uterus, terapi obat masuk, urine output ±160 ml/6 jam. Tanggal 28 Februari 2014 Melakukan monitor vital sign ( tekanan darah, nadi, respirasi), memonitor intake output, mengkaji jumlah lhokea, melaksanakan program terapi RL+Oksitoksin 32 tetes/menit. Hasil implementasi diatas yaitu tekanan darah 120/90mmHg, nadi 88x/menit, repirasi 20x/menit, jumlah pengeluaran lhokea ±350mg/24jam, terdapat peningkatan kontraksi uterus yang kuat, terapi obat masuk, urine output ±180 ml/6 jam.

3.

Diagnosa ketiga : Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan adanya laserasi jalan lahir. Tanggal 26 Februari 2014 Membersihkan lingkungan klien seperti membersihkan bad pasien untuk mencegah infeksi nosokomial, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, mengobservasi pengeluaran pervagina, melakukan perawatan

42

vulva hygien, menganjurkan ibu selalu menjaga kebersihan diri dengan mengganti pembalut apabila sudah penuh dan cebok dari depan ke  belakang, mengintruksikan pengunjung untuk mencuci tangan tiap kali  berkunjung, memberikan terapi antibiotik Cefadroxil 500mg. Adapun hasil implementasi diatas adalah lingkungan klien bersih, Lokhea merah terang, genetalia bersih, dan tidak ada alergi obat. Tanggal 27 februari 2014 Mempertahankan lingkungan bersih seperti membersihkan bad pasien, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, alat-alat yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu, perawatan vulva dilakukan dengan baik, mengajari klien membersihkan perineum dari arah depan ke  belakang, memberikan terapi antibiotik Cefadroxil 500mg. Hasil dari implementasi diatas lingkungan tejaga bersih, lhokea merah, tidak ada tanda infeksi puerperium. Tanggal 28 Februari 2014 Melakukan perawatan vulva higien, mengobservasi pengeluaran  pervagina. Hasil dari implementasi diatas meliputi Tidak ada tanda infeksi  pueperium ( kemerahan, warna lhokea merah) di daerah perineum, WBC : 10.050 uL.

43

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis membahas tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan  pada Ny. M, mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Dalam pembahasan penulis mencoba membandingkan antara sumber tentang pasien post patum spontan dengan kasus data yang ditemukan dalam kasus.

A. Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan data untuk mengidentifikasi tanda dan gejala diagnosis keperawatan aktual atau mengidentifikasi faktor resiko untuk diagnosis keperawatan resiko tinggi (NANDA, 2012). Penulis melakukan pengkajian dengan pola fungsional gordon karena dapat diaplikasikan secara luas untuk perawat dengan latar belakang praktek yang beragam dan pengkajian pola fungsional gordo dapatdigunakan untuk  perseorangn keluarga dan komunitas. Pola fungsional gordon adalah persepsi dan penanganan kesehatan, persepsi tehadap

arti

kesehatan

dan

penatalaksanaan

kesehatan,

kemampuan

menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan. Komponen pola fungsional gordon meliputi gambaran kesehatan secara umum saat ini, gambaran kesehatan keluarga, nutrisi metabolik, gambaran eliminasi, aktivitas dan latihan, tidur dan istirahat, kognitif dan perspsi,

44

konsep diri, peran dan hubungan, seksualitas dan reproduksi, nilai kepercayaan. Dari pengkajian penulis menguraikan kesenjangan antara data yang ada dalam teori dibandingkan dengan data yang ditemukan dalam kasus nyata. Untuk mendapatkan data dari pasien peulis menggunaka teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1.

Wawancara Kekuatan dari metode wawancara adalah dapat dilakukan tanpa  bantuan alat apapun, Dilakukan secara langsung. Kelemahannya jika dalam perbincangan tidak terarah akan membutuhkan waktu yang lama. Dalam wawancara diperoleh data subjektif, pasien mengatakan nyeri di bagian panggul, nyeri saat duduk, nyeri seperti di iris-ir is, skala nyeri 5 dan pasien mengatakan nyeri hilang timbul. Hal ini sesuai dengan teori, pada post partum uterus cenderung tetap  berkontraksi secara tonis. Uterus sering berkontraksi hebat dalam interval-interval

tertentu,

terutama

pada

multipara,

sehingga

menyebabkan nyeri pascamelahirkan ( Cunningham, 2006). Pasien mengatakan terjadi pengeluaran lendir beserta darah dari  jalan lahir dan pembalut kotor. Dalam teori juga menyatakan, pada awal masa nifas peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya discharge vagina dalam jumlah bervariasi; ini disebut lokhea. Secara mikroskopis, lokhea terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel, dan bakteri ( Cunningham, 2006).

45

2.

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda vital, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 76 kali per menit, suhu 36,9 0C, respirasi 24 kali per menit. Output urine mencapai ±560 ml/jam pada hari pertama. Perubahan pascapartum pada alur perawatan, nadi bradikardi pada hari pertama, hari kedua dan ketiga bradikardi bisa menetap atau kembali normal. Tekanan darah dalam rentang normal. Berkemih pada hari  pertama dapat mencapai 3000ml/jam dan pada hari ketiga jumlah dalam 24 jam menurun (Bobak, 2005).

3.

Pengamatan Kekuatan metode pengamatan adalah kriteria yang diamati jelas. Kelemahan membutuhkan jangka waktu yang lama. Data diperoleh pasien tampak menahan nyeri, tingkah laku pasien tampak hati-hati karena merasakan nyeri pada daerah pubis. Pasien tampak mengetahui mengenai teknik perawatan pascamelahirkan, dan mengetahui dengan baik teknik menyusui yang benar.

4. Study dokumenter Terapi yang digunakan untuk mengatasi resiko infeksi adalah cefadroxil mg, untuk memepertahankan volume cairan dan perdarahan  perdarahan adalah RL+oksitoksin 32 tetes/menit.

46

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai pengalaman/ respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual atau potensial / proses hidup. Diagnosa keperawatan memberi dasar  pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga  perawat menjadi akuntabel (NANDA, 2012). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus post partum menurut Bobak(2006) : Nyeri akut yang berhubungan dengan involusi rahim, trauma perineum, pembengkakan payudara, ketidak efektifan menyusui  berhubungan dengan pengaturan posisi bayi, isapan tidak adekuat, resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir, kekurangan volume cairan  berhubungan dengan perdarahan, kurang pengetahuan mengenai perawatan  bayi, teknik menyusui. 1.

Diagnosa keperawatan yang di temukan pada kasus nyata yang sesuai dengan teori yaitu: a. Nyeri akut behubungan dengan agen injury biologi  Nyeri adalah pengalaman sensori serta

emosi yang tidak

menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan. Nyeri adalah pengalaman emosional atau sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara

47

actual atau potensial atau menunjukkan adanya kerusakan : serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang dapat diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan (Nanda, 2012). Nyeri ditegakkan bila ada data yang mendukung yaitu melaporkan nyeri insisi, kram, nyeri tekan pada abdomen, perilaku melindungi, wajah kemerahan. Batasan

karakteristik

dari

diagnosa

nyeri

akut

menurut

 NANDA(2012) yaitu melaporkan nyeri secara verbal, perubahan tekanan darah, gelisah, sikap melindungi nyeri, fokus pada diri sendiri,  posisi menghindari nyeri. Diagnosa ini ditegakkan karena ditemukan data-data yang mendukung seperti dalam batasan karakteristik yaitu data subyektif  pasien mengatakan nyeri pada panggul nyeri, saat saat bergerak. Data obyektif, pasien tampak menahan nyeri saat bergerak, skala nyeri 5. Penulis memprioritaskan masalah ini menjadi diagnosa pertama karena berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien saat itu dan apabila masalah

tersebut

ketidaknyamanan

tidak pasien

segera dan

diatasi

akan

akan

menimbulkan

menghambat

pelaksanaan

keperawatan dari diagnosa yang lain, mengganggu aktivitas klien dan apabila rasa nyeri sudah ditransmisikan oleh syaraf ke otak, maka akan terjadi nyeri hebat dan bisa menyebabkan syok neuroginik. Tujuan dari diagnosa nyeri selama 3x24 jam diharapkan nyeri  pasien berkurang, hilang atau terkontrol.

48

Intervensi yang dicantumkan adalah kaji nyeri (karakteristik, lokasi intensitas dan skala nyeri) dengan rasional membantu dalam mengidentifikasi derajat kenyamanan dan kebutuhan untuk keefektifan analgesik (Lynda, 2006). Berikan informasi mengenai penyebab nyeri dengan rasional untuk meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi rasa nyeri dengan non farmakologi atau farmakologi, Atur  posisi klien senyaman mungkin untuk memperlancar peredaran darah serta menurunkan nyeri. Ajarkan teknik relaksasi dengan teknik nafas dalam bila nyeri muncul sehingga keadaan rileks meningkatkan kesenangan pasien Siswosudarmo, 2009).

Intervensi yang telah dilakukan yaitu melakukan pengkajian nyeri  pasien (lokasi nyeri, karakteristik nyeri, durasi nyeri, skala nyeri), mengamati reaksi wajah saat nyeri, observasi tanda-tanda vital, pada kebanyakan pasien yang mengalami nyeri menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi meningkat. Memberikan posisi yang nyaman dapat memperlancar peredaran darah serta menurunkan nyeri. Menganjurkan pasien untuk tarik nafas dalam jika nyeri, dapat menurunkan ketegangan emosional dan dapat meningkatkan perasaan kontrol sebagai mekanisme koping pasien, menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat. Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan tanggal 25-26 Februari 2014 pada Ny. M, didapatkan evaluasi pada tanggal 27

49

februari 2014 yaitu Klien mengatakan nyeri berkurang, tampak rileks, skala nyeri turun dari skala 5 menjadi skala 3. Sehingga penulis  berpendapat bahwa masalah Nyeri akut pada Ny. M teratasi dan intervensi selanjutnya pertahankan intervensi .  b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya hemoragi atau perdarahan. Definisi : kondisi individu beresiko mengalami penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan intraselular, ini mengacu pada dehidrasi (NANDA, 2012). Batasan karakteristik pada diagnosa resiko kekurangan cairan menurut

dr.Taufan

(2011)

meliputi

:

lemah,

hipotensi,

urin

30ml/kgBB/jam, normotensi.

50

Rencana

dari

diagnosa

resiko

kekurangan

cairan

menurut

dr.Taufan Nugroho (2011) meliputi monitor penyebab kekurangan cairan seperti perdarahan, monitor keadaan post partum:uterus, keadaan kandung kemih, monitor tanda-tanda dehidrasi, monitor kadar hematokrit dan Hb, kolaborasi dengan tim medis mengenai pemberian terapi. Adapun tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan, memonitor penyebab kekurangan volume cairan seperti perdarahan, memonitor kontraksi uterus tiap 6 jam, monitor tanda-tanda vital, memonitor kadar Hb, melaksanakan terapi RL+oksitoksin 32 tetes/menit. Dari implementasi yang telah dilakukan selama tiga , didapatkan evaluasi akhir yaitu, pesian mengatakan sudah tidak lagi lemah,  perdarahan

±300ml,

kontraksi

uterus

kuat,

output

urin

±50ml/kgBB/jam. c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir Resiko infeksi adalah peningkatan resiko untuk terinvasi oleh organism pathogen (Nanda, 2012). Resiko infeksi adalah suatu kondisi individu yang mengalami peningkatan resiko terserang organism  patogenik  (Wilkinson, 2004). Resiko tinggi infeksi dapat ditegakkan bila ada data mendukung seperti dalam batasan karakteristik yaitu kemerahan pada kulit sekitar luka, nyeri, oedema eksudat , peningkatan suhu, nadi dan peningkatan

51

sel darah putih. Diagnosa tersebut ditegakkan karena didapatkan data subyektif,  pasien mengatakan pembalut sudah penuh. Data obyektif yaitu terdapat laserasi lahir, WBC : 24.800. Penulis memprioritaskan masalah ini menjadi diagnosa ketiga. Karena bila perawatan luka pasien tidak menggunakan teknik aseptik yang benar dan kondisi daya tahan tubuh yang kurang baik, maka akan terjadi infeksi. Tujuan intervensi dalam diagnosa resiko infeksi adalah, selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi yang meluas, pengetahuan pasien mengenai masalah infeksi bertambah. Dalam upaya mencegah infeksi pascaparum penulis merencanakan tindakan keperawatan antara lain : monitor vital sign jika ditemukan  peningkatan suhu, nadi, diduga terjadi infeksi. Lakukan perawatan luka

dengan

teknik

aseptik

dapat

membantu

mencegah

dan

menghalangi penyebaran infeksi dan membantu proses penyembuhan luka . Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan sehingga mencegah menurunkan kontaminasi silang. Anjurkan untuk menjaga kebersihan luka, lingkungan yang lembab merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, bakteri dapat berpindah melalui aliran kapiler ke luka insisi (Walkinson, 2004). Kolaborasi pemberian antibiotik dapat mencegah infeksi dan penyebaran kejaringan sekitar aliran darah asalkan baik cara dan dosis sesuai dengan keadaan klien

52

(Walkinson, 2004). Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung, pembuangan, penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise) (Wilkinson,2004). Informasikan untuk menjaga hygiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi (Wilkinson, 2004). Ajarkan pasien cara mencuci tangan yang benar (Wilkinson, 2004). Berikan terapi antibiotic bila diperlukan (Wilkinson, 2005 ). Dari rencana keperawatan di teori tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan yaitu mengkaji tanda vital, mengkaji pengeluaran  pervagina, mengkaji pengetahuan pasien mengenai perawatan vulva, membersihkan lingkungan pasien, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, menganjurkan ibu selalu menjaga kebersihan, mengkolaborasikan pemberian analgesik. Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan tanggal 25-26 Februari 2014 pada Ny. M, didapatkan evaluasi pada tanggal 27 februari 2014 yaitu Tidak ada tanda infeksi ( kemerahan, iritasi ) di daerah perineum, WBC : 10.050 uL, genetalia bersih, pembalut bersih, masalah teratasi dan rencana tindakan adalah mempertahankan keadaan pasien. 2.

Diagnosa yang tidak ditemukan pada kasus nyata tetapi ada di konsep teori yaitu: a. Ketidakefektifan

menyusui

yang

berhubungan

 berpengalaman dan / atau payudara membengkak.

dengan

tidak

53

Pengertian menyusui tidak efektif adalah ketidak puasan atau kesulitan ibu, bayi, atau anak dalam proses pemberian ASI. Batasan karakteristi ketidak efektifan menyusui yaitu, ketidak  puasan proses menyusui, ketidak adekuatan suplai ASI, ketidak mampuan bayi untuk menempel pada payudara ibu dengan benar,  bayi rewel dan menangis dalam wkatu satu jam setelah menyusui. Untuk mengangkat diagnosa ini harus ada data sesuai dengan  batasan karakteristi di atas. Alasan penulis tidak mengangkat diagnosa menyusui tidak efektif karena ASI sudah keluar, bayi masih berada di ruang  perinatologi/belum rawat gabung, sehingga ibu belum bertemu  bayinya.  b. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang familier dengan sumber-sumber. Kurang pengetahuan didefinisikan sebagai tidak atau kurang informasi kognitif tentang topik tertentu. Batasan

karakteristik

dari

kurang

pengetahuan

meliputi,

Mengungkapkan masalah secara verbal, Tidak mengikuti intruksi yang diberikan secara akurat, Peforma uji tidak akura, Perilaku yang tidak sesuai ( NANDA, 2012). Alasan penulis tidak mengankat diagnosa kurang pengetahuan karena pasien mengikuti intruksi yang diberikan, pasien dapat mengungkapkan keluhan secara verbal.

54

3. Diagnosa yang muncul di kasus tetapi tidak ada di teori Penulis tidak menemukan diagnosa yang muncul pada kasus tapi tidak terdapat dalam teori, kerena tidak ditemukan adanya data-data yang mendukung untuk mengangkat diagnosa baru.

55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari  pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. Mula-mula kekuatan yang muncul kecil, kemudian terus meningkat sampai pada puncaknya pembukaan serviks lengkap sehingga siap untuk pengeluaran janin dari rahim (Rohani, 2011). Persalinan spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan  bayi, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Persalinan normal dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai penyulit( Rohani, 2011). Setelah melakukan pengkajian pada tanggal 25 Februari 2014, penulis memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post partum spontan dengan mendapatkan data pasien mengatakan nyeri saat duduk, seperti teriris-iris, skala nyeri 5, dan terjadi sewaktu-waktu, dan pasien mengatakan pembalut kotor. Didalam teori menyebutkan terdapat lima diagnosa yang muncul pada  pasien post partum, yaitu :

56

a.  Nyeri yang berhubungan dengan involusi rahim,trauma pada perineum, episiotomi, hemoroid, pembengkakan payudara.  b. Ketidakefektifan menyusui yang berhubungan dengan nyeri, pengaturan  posisi bayi, respon fisiologis normal. c. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan trauma jalan lahir d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya kehilangan volume cairan aktif/perdarahan. e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan proses perawatan bayi. Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan dengan cara mengkaji  Ny. M selama tiga hari pada tanggal 25-27 Februari 2014 di ruang Permata Hati RSUD Banyumas dengan post partum spontan hari ke-1 yang penulis lakukan dari pengkajian sampai evaluasi. Dari hasil tindakan yang telah dilakukan pada Ny. M dapat ditegakkan dua masalah keperawatan yaitu : 1.  Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi 2.

Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan perdarahan, adanya kehilangan volume cairan aktif.

3.

Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan laserasi jalan lahir, pembalut kotor, WBC: 24.800 uL Masalah utama yang muncul pada Ny. M adalah nyeri akut yang

 berhubungan dengan agen injury biologi. Adapun rencan tindakan yang  penulis laksanakaan yaitu Melakukan pengkajian nyeri pasien, mengamati reaksi

wajah

saat

nyeri,

memposisikan

klien

senyaman

mungkin,

57

mengajarkanan klien mengurangi nyeri dengan relaksasi, menganjurkan istirahan bila nyeri timbul. Evaluasi selama tiga hari didapatkan data bahwa pasien mengatakan nyeri  berkuranng dan skala nyeri 3, pasien tampak tenang. Sedang diagnosa kedua yaitu resiko kekurangan volume cairan  berhubungan dengan perdarahan, kehilangan volume cairan aktif. Rancana yang penulis laksanakan yaitu Memonitor vital sign (tekanan darah, nadi, respirasi), memonitor intake output, mengkaji jumlah dan karakter lokhea, mempertahankan tonus otot dengan memberiakn oksitoksin, mecegah diste nsi kandung kemih dengan cara memasang kateter, melaksanakan terapi RL 32 tetes/menit. Evaluasi pada hari ketiga didapatkan data bahwa tekanan darah 120/90mmHg, nadi 88x/menit, repirasi 20x/menit, jumlah pengeluaran lhokea ±350mg/24jam, terdapat peningkatan kontraksi uterus yang kuat, terapi obat masuk, urine output ±180 ml/6 jam. Diagnosa ketiga penulis mencantumkan Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan laserasi jalan lahir, pembalut kotor, WBC: 24.800 uL. Adapun rencana tindakan yang penulis lakukan Mempertahankan lingkungan bersih seperti membersihkan bad pasien, mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, alat-alat yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu, perawatan vulva dilakukan dengan baik, mengajari klien membersihkan perineum dari arah depan ke belakang, memberikan terapi antibiotik Cefadroxil 500mg.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF