Kritik Buku
October 15, 2017 | Author: Dea Novita Sari | Category: N/A
Short Description
tulisan...
Description
BAB I PENDAHULUAN Critical book report adalah kegiatan membuat laporan mengenai kritikan terhadap sebuah buku. Dengan melakukan critical book report, pelakunya tentu telah membacanya dan memahami apa yang dipaparkan dalam buku yang dikritik. Dengan demikian, si pengkritik tidak akan dapat mengkritik sebuah buku tanpa membacanya terlebih dahulu. Critical book report yang diuraikan di sini ada tiga buku. Pertama, buku Teori dan Praktik Analisis Wacana. Kedua, Kedua, Kajian wacana: Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Ketiga, Issue In Linguistics. Ketiga buku di atas akan dijelaskan dan dikritik secara garis besarnya saja sehingga dapat diketahui apa sebenarnya isi buku itu dan apa kelebihan serta kekurangannya. Pengkritikan di sini seperti yang sudah diutarakan di atas bahwa hanya terbatas pada gambaran secara umum isi buku. Hal ini dilakukan karena kegiatan ini adalah kegiatan kritikal bukan mengkopi isi buku. Satu hal yang kiranya sedikit menarik dalam critical book report ini adalah memberi penilaian terhadap buku yang dikritik. Memang secara mudah, kalau namanya kritik tentu ada diutarakan apa kelebihan dan apa kekurangan. Nah, demikian juga dengan critical yang dimaksud di sini. Setiap buku akan diberi komentar mengenai apa kelebihannya dibandingkan dengan buku lain serta apa pula kekurangannya.
1
BAB II PEMBAHASAN
I.
Kritik buku “Kajian Wacana : Teori, Metode & Aplikasi PrinsipPrinsip Analisis Wacana” Karya Mulyana
A. IDENTITAS BUKU Judul
: Kajian Wacana : Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana
Penulis
: Mulyana
ISBN
: 979-9340-74-8
Penerbit
: Tiara Wacana
Tahun terbit
: 2010
Urutan cetakan
: Cetakan pertama
Dimensi buku
: 14,5 cm X 21 cm
Tebal buku
: xiv + 166 halaman
Harga
: Rp 28.000
Pijakan dari analisis wacana adalah melihat berfungsinya suatu bahasa sebagaimana ia diterapkan dalam proses komunikasi interaktif. Orientasi teks tidak lagi sebagai hal yang objektif, tetapi tergantung kepada orientasi (para) penggunanya. Sisi menantang dari cara pandang seperti ini adalah pada kehandalan wacana - yakni struktur ide yang masih abstrak dari (para) pengguna bahasa - yang mampu memberikan kerangka bagi berfungsinya suatu bahasa secara aktual (real time) dalam situasi yang nyata. Penulis buku ini berusaha membantu pembaca memahami 'peta masalah' dalam kajian wacana, seperti pengertian dan ruang lingkup wacana, unsur-unsur wacana, keutuhan struktur wacana, tema-topik-judul wacana, klasifikasi wacana, dan analisis wacana. Bahkan, penulis juga menyajikan contoh-contoh penerapannya. Dengan penyajian yang demikian, buku ini diharapkan dapat mendorong mahasiswa, dosen, dan pemerhati bahasa umumnya untuk menyelami lebih mendalam ihwal kajian wacana.
2
Daftar Isi Bab I. Pendahuluan Bab II. Pengertian Dan Ruang Lingkup Wacana Bab III. Unsur-Unsur Wacana Bab IV. Keutuhan Struktur Wacana Bab V. Tema, Topik, dan Judul Wacana Bab VI. Klasifikasi Wacana Bab VII. Analisis Wacana Bab VIII. Aplikasi Pengkajian Dan Penelitian Wacana Daftar Pustaka Indeks Biodata Penulis
B. GAMBARAN UMUM ISI BUKU BAB I PENDAHULUAN
Memahami Dunia Lewat Kajian Wacana Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaan meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun wacana pada dasarnya juga merupkan unsure bahasa yang bersifat pragmatis. Kajian wacana berkaitan dengan pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Penelitian tentang wacana masih berkutat pada persoalan kebahasaannya secra internal dan gramatikal, seperti aspek sintaksis dalam wacana, hubungan antar kalimat dalam satuan wacana, dan sejenisnya. Wacana yang sesungguhnya adalah wacana lisan, yaitu suaru tuturan yang langsung disampaikan secara verbal. Sementara wacana tulis itu sendiri sebenarnya adalah wacana turunan yang lebih mirip dengan “wacana dokumentasi”. Pengkajian wacana adalah kata kunci dalam memahami bahasa dan dunia pada umumnya.
3
BAB II PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP WACANA
Etimologi Istilah Wacana Istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta wac/viak/vak, artinya berkata, berucap. Kata wac dalam lingkup morfologi bahasa Sanskerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu melakukan tindakan ujar. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai “perkataan atau “ujaran”. Wacana digunakan sebagai bentuk terjemahan dari istilah bahasa Inggris “discourse”. Kata discourse berasal dari bahasa latin “discursus” berarti lari kesana kemari, lari bolakbalik. Webster (1983: 522) memperluas makna discourse sebagai berikut: komunikasi katakata, ekspresi gagasan-gagasan, risalah tulis, ceramah, dan sebagainya. Kedudukan wacana dalam satuan kebahasaan berada pada posisi paling besar dan paling tinggi. Wacana sebagai satuan gramatikal dan sekaligus mengandung semua unsur kebahasaan yang diperlukan dalam segala bentuk komunikasi.
BAB III UNSUR-UNSUR WACANA
Wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsure dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur-Unsur Internal Wacana Unsur internal suatu wacana terdiri atas satuan kata atau kalimat. Satuan kata adalah kata yang berposisi sebagai kalimat, atau yang juga dikenal dengan sebutan „kalimat satu kata‟. A. Kata dan Kalimat Kalimat selalu diandaikan sebagai susunan yang terdiri dari beberapa kata yang bergabung menjadi satu pengertian dengan intonasi sempurna (final). Suatu kalimat mungkin saja hanya terdiri atas satu kalimat. Kalimt atau kata adalah bentuk ungkapan atau tuturan terpendek yang juga harus memiliki esensi sebagai kalimat.
4
B. Teks dan Konteks Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan naskah, yaitu semacam bahan yang berisi materi tertentu, seperti naskah materi kuliah, pidato, atau lainnya. Teks adalah esensi wujud bahasa. Teks lebih bersifat konseptual. Dari sinilah kemudian berembang pemahaman mengenai teks lisan dan teks tulis.
Unsur-Unsur Eksternal Wacana Unsur eksternal (unsur luar) wacana adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana, namun tidak Nampak secara eksplisit. Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas implikatur, presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks. A. Implikatur Grice (dalam Soesono, 1993:30) mengemukakan bahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Dalam komunikasi verbal, implikatur biasanya sudah diketahui oleh para pembicara, dan karenanya tidak perlu diungkapkan secara eksplisit. B. Presuposisi Istilah presuposisi adalah turunan dari bahasa Inggris presupposition, yang berarti „perkiraan, persangkaan‟ (PWJ Nababan, 1987:47). Gottlob Frege (dalam PWJ Nababan, 1987:48) mengemukakan bahwa semua pernyataan memiliki peranggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar. “Rujukan” itulah yang dimaksud sebagai “pranggapan”, yaitu anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk bahasa menjadi bermakna bagi pendengar/pembaca. C. Referensi Secara tradisional, referensi adalah hubungan antara kata dengan benda (orang, tumbuhan,
sesuatu
lainnya)
yang
dirujuknya.
Referensi
merupakan
perilaku
pembicara/penulis. Jadi, yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak pembicara sendiri, sebab hanya pihak pembicara yang paling mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang dirujuk oleh ujarannya. D. Inferensi Inferensi atau inference secara leksikal berarti kesimpulan (Echolas dan Hasan, 1987:320). Pembaca harus dapat mengambil pengertian, pemahaman, atau penafsiran suatu makna tertentu. Dengan kata lain, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri, meskipun makna itu tidak terungkap secara eksplisit. E. Konteks Wacana 5
Wacana adalah wujud atau bentuk bahasa yang bersifat komunikatif, interpretative, dan kontekstual. Artinya, pemakaian bahasa ini selalu mengandaikan terjadi secara dialogis, perlu adanya kemampuan menginterprestasikan, dan memahami konteks terjadinya wacana. Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog.
BAB IV KEUTUHAN STRUKTUR WACANA
Struktur Wacana Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh komponen-komponen yang tejalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Keutuhan struktur wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan maknawai (semantis) ketimbang sebagai kesatuan bentuk (sintaksis). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bila didalamnya terdapat hubungan emosional (maknawi) antara bagian yang satu dengan bagian lainnya. Aspek-Aspek Keutuhan Wacana Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang dimaksud, antara lain, adalah kohesi, kohernsi, topic wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis. Beberapa aspek pengutuh, wacana yang disebutkan di atas dapat di kelompokkan ke dalam dua unsure, yaitu unsure kohesi dan unsur koherensi. Unsur kohesi meliputi aspek-aspek leksikal, gramatikal, fonologis, sedangkan unsur koherensi mencakup aspek semantik dan aspek topikalisasi. A. Kohesi Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepadun bentuk yang secara structural membentuk ikatan sintaktikal. Kohesi wacana terbagi ke dalam dua aspek, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal antara lain adalah referensi, sustitusi, elpisis, kojungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah sinonim, repetisi, kolokasi. B. Koherensi Istilah “koherensi” mengandung makna „pertalian‟. Koherensi juga berarti hubungan timbal balik yang serasi antarunsur dalam kalimat (Gorys Keraf, 1984:38). dalam.
6
KOHESI
KOHERENSI
Kepaduan
Kerapian
Keutuhan
Kesinambungan
Aspek bentuk (form)
Aspek makna (meaning)
Aspek lahiriah
Aspek batiniah
Aspek formal
Aspek ujaran
Organisasi sintaktik
Organisasi semantic
Unsur Internal
Unsur eksternal
BAB V TEMA, TOPIK, DAN JUDUL
Dalam berbagai bentuk wacana, sudah lazim terdapat tema yang diusung untuk mewadahi program dan tujuan apa yang hendak dicapai. Tema yang baik setidaknya memiliki empat sifat, yaitu kejelasan, kesatuan, perkembangan, dan keaslian. Tema berada di atas dan memiliki ruang lingkup paling luas bila dibandingkan dengan topik dan judul. Artinya, dalam satu gagasan utama, tema mewadahi kedua aspek lainnya. Topik wacana berasal dari bahasa Yunani topoi, yang artinya „tempat‟. Secara mendasar, topik dapat diartikan sebagai pokok pembicaraan. Wujud topik bisa berbentuk frasa atau kalimat yang menjadi inti pembicaraan atau pembahasan. Topik yang perlu dibedakan, yaitu topik dalam kalimat dan topik dalam wacana (rangkaian kalimat). Topikalisasi ialah pemilihan dan penandaan topik, yaitu sesuatu yang dibicarakan. Dalam wacana, topikalisasi adalah proses saling mendukung antarbagian untuk membentuk satu gagasan utama. Topikalisasi dibagi menjadi dua yaitu topikalisasi antarkalimat dan topikalisasi antarparagraf. Judul wacan merupakan bagian terkecil dari keseluruhan wacana. Judul, menjadi sangat penting, karena dianggap sebagai pintu informasi paling awal, ringkas, dan mewakili isi tulisan (karangan) yang dijelaskannya. Judul sangat penting untuk menentukan hal yang sedang dibicarakan oleh pengarang.
7
BAB VI KLASIFIKASI WACANA
Dalam hal ini,wacana setidaknya dapat dipilih atas dasar beberapa segi, yaitu: bentuk, media, jumlah penutur, dan sifat. Berdasarkan bentuk wacana dibagi yang menjadi enam jenis, yaitu: wacana naratif, prosedura, ekspositori, hortatory, epistoleri, dramatik. Wacana naratif adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah. Wacana procedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan bagaimana sesuatu harus dilaksanakan. Wacana ekspositori bersifat menjelaskan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan. Wacana dramatik adalah bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Wacana epistoleri bisa dipergunakan dalam surat-menyurat. Wacana seremonial adalah wacana yang digunakan dalam kesempatan seremonial (upacara). Berdasarkan media penyampaian, wacana dapat dipilih menjadi wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Berdasarkan jumlah penutur, wacana dapat dibagi menjadi dua, yaitu wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang. Wacana dialog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih. Berdasarkan sifat, wacana dapat digolongkan menjadi dua, yaitu wacana fiksi dan wacana nonfiksi. Wacana fiksi adalah wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi. Wacana fiksi dibagi menjadi wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama. Wacana nonfiksi disebut juga sebagai wacana ilmiah. Berdasarkan isi, wacana dapat dipilih menjadi, wacana politik, wacana sosial, wacana ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum, wacana kriminalitas, dan wacana olahraga dan kesehatan. Berdasarkan gaya dan tujuan, wacana ini dapat dibagi menjadi wacana iklan. Wacana ini berarti menyampaikan pikiran dan gagasan kepada pihak lain.
8
BAB VII ANALISIS WACANA
Sejarah Perkembangan Analisis Wacana Analisis wacana (discourse analysis) sebagai disiplin ilmu dengan metodologi yang jelas dan eksplisit, baru benar-benar berkembang secara mantap pada awal tahun 1980-an. Berbagai buku kajian wacana terbit pada dasawarsa itu, misalnya Stubbs (1983). Brown dan Yule (1983), dan yang paling komprehensif karya van Dijk (1985). Pokok perhatian analisis wacana juga terus berkembang dan merebak pada hal-hal atau persoalan yang banyak diperbincangkan orang di masa sekarang, seperti perbedaan gender, wacana politik, dan emansipasi wanita, serta sejumlah masalah sosial lainnya. Kehidupan Analisis Wacana Untuk melakukan analisis wacana, diperlukan teknik analisis yang bersifat internal dan eksternal. Unit-unit analisis internal meliputi teks dan koteks, tema, topik, judul, aspek keutuhan wacana leksikal, gramatikal, dan semantik. Sedangkan unit-unit analisis eksternal meliputi, antara lain, inferensi, presuposisi, implikatur, dan pemahaman yang mendalam tentang konteks tutur yang menjadi latar belakang terjadinya suatu tuturan (wacana). Prinsip Pemahaman Wacana Untuk memahami suatu wacana, diperlukan kemampuan dan cara-cara tertentu. Cara yang dimaksudkan adalah prinsip-prinsip pemahaman terhadap wacana. Beberapa prinsip yang penting antara lain adalah prinsip analogi dan prinsip penafsiran lokal. A. Prinsip Analogi Salah satu prinsip pemahaman wacana yang sangat penting dan bersifat mendasar adalah prinsip analogi. Prinsip ini menganjurkan kepada pembaca,pendengar, atau siapapun yang ingin mengkaji wacana. Prinsip analogi diperlukan oleh para peneliti wacana sebagai piranti untuk menganalisis wacana yang mengandung banyak pengetahuan dan pengalaman. Prinsip analogi ini bisa diibaratkan bak pisau bedah untuk melihat dengan jelas apa yang ada di dalam tubuh manusia. Prinsip Penafsiran Lokal Prinsip penafsiran lokal atau prinsip interpretasi lokal digunakan sebagai dasar untuk menginterpretasikan wacana dengan cara mencari konteks yang melingkupi wacana itu. Konteks yang dimaksud adalah wilayah, area, atau lokal (setting) tempat wacana itu berada. Metode Analisis Wacana
9
Proses analisis wacana dapat dilakukan dengan baik apabila tersedia teknik atau metode analisis wacana yang sesuai dan memadai. A. Metode Distribusional Metode distribusional adalah metode yang digunakan untuk tujuan-tujuan analisis struktur wacana secara internal. Digunakannya metode distribusional berangkat dari anggapan bahwa suatu satuan lingual dibangun oleh seprangkat aspek gramatika yang perlu diuraikan. B. Metode Pragmalinguistik Metode pragmalinguistik adalah gabungan analisis pragmatik dan linguistik (struktural). Istilah pragmalinguistik kemudian lebih dikenal dengan sebutan ‟pragmatik‟ saja. C. Metode Analisis Konten Metode analisis konten (content analysis) atau analisis isi digunakan untuk menganalisis isi dari suatu wacana. Berkaitan dengan analisis wacana, analisis konten digunakan untuk dua tujuan (Carney, 1972:45), yaitu tujuan deskriptif (mendeskripsikan struktur dan isi wacana) dan tujuan inferensial (menginferensikan atau membuat kesimpulan suatu maksud dan akibat dipakainya sebuah wacana). D. Metode Deskriptif Metode deskriptif dapat digunakan untuk memerikan, menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan fenomena objek penelitian. Metode deskriptif yang digunakan untuk meneliti wacana umumnya berusaha membuat klasifikasi objek penelitian.
BAB VIII APLIKASI PENGKAJIAN DAN PENELITIAN WACANA
Wacana Lautan Penelitian Linguistik Sebelum penelitian wacana menjadi tren, banyak persoalan kebahasaan yang tidak mungkin dijawab dan diselesaikan oleh penelitian linguisik struktural, linguistik transformasional, linguistik tagmemik, linguistik kasus, sosiolinguistik, psikolinguistik, atau aliran dan bidang lingustik lainnya. Apa Yang Bisa Diteliti Di sekeliling kita sbenarnya tersedia beragam jenis wacana yang menanti perhatian dan sentuhan para peneliti wacana.
Istilah pengkajian memiliki arti sebagai telaah, atau
penafsiran, yang pada akhirnya bertujuan untuk memperoleh suatu pemahaman (interpretasi) 10
atas sesuatu data. Dalam konsep penelitian, terdapat bingkai pendekatan atau metode analisis yang perlu disesuaikan dengan permasalahan yang akan dibahas. Aplikasi Pengkajian Wacana A. Kajian Deskriptif-Struktural Wacana Paragraf Kutipan Wacana 1. Pendahuluan 2. Analisis (Kajian) a. Analisis Tingkat Wacana (1) Jenis Kalimat (2)Struktur Kalimat (3) Makna Kalimat b. Analisis Tingkat Klausa (1) Analisis FKP klausa 1 (2) Analisis FKP klausa 2 (3) Analisis FKP klausa 3 c. Analisis Tingkat Frasa d. Analisis Tingkat Morfem 3. Penutup 4. Daftar Pustaka
11
C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU KAJIAN WACANA Oleh: MULYANA, M.Hum.
Kelebihan buku a. Materi-materi yang disajikan cukup akurat dan disertai dengan contoh-contoh. b. Lengkap dengan pembahasan wacana serta apa-apa saja yang ada kaitannya dengan wacana. c. Semua pemahaman dan arti wacana lengkap di buku kajian wacana ini. d. Membuat orang-orang mengetahui apa arti sebenarnya dari wacana dan apa-apa saja yang ada kaitannya dengan wacana baik dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dan menurut ahli-ahli bahasa. e. Membuat si pembaca lebih baik dan mudah membuat wacana. f. Membuat si pembaca mudah dalam menganalisis wacana bahasa Indonesia.
Kelemahan buku a. Buku kajian wacana oleh Mulyana, M.Hum. ini sangat sulit untuk dipahami. b. Banyak kosakata yang dapat menyulitkan si pembaca untuk mengerti apa artinya. c. Kurangnya pengertian-pengertian dari kajian-kajian wacana tersebut. d. Adanya contoh yang tidak ada pengertian dari contoh yang telah disebutkan dalam buku kajian wacana tersebut. e. Penggunaan tanda baca yang kurang baik dan pengetikannya kurang baik dan benar.
12
II.
Kritik buku “ISSUE IN LINGUISTICS” Karya Sanggam Siahaan
A. IDENTITAS BUKU Judul
: ISSUE IN LINGUISTICS
Penulis
: Sanggam Siahaan
Tahun terbit
: 2010
Urutan cetakan
: Cetakan pertama
Dimensi buku
: 14,5 cm X 21 cm
B. GAMBARAN UMUM ISI BUKU Buku ini menyajikan beberapa isssues linguistik menyangkut dengan produksi dan interpretasi bahasa sebagai alat komunikasi manusia. Fokus dari buku ini adalah terkonsentrasi pada pengetahuan konseptual tentang aturanaturan yang mengatur bahasa dan implikasinya dalam bidang pengajaran bahasa. Diskusi menyentuh aturan-aturan dari sudut pandang yang lebih umum linguistik terhadap satu lebih spesifik. Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengungkapkan keluar akuntabilitas argumentasi mengatakan bahwa produksi dan interpretasi bahasa sebagai alat komunikasi diatur oleh seperangkat aturan bersama intuitif oleh penutur asli suatu bahasa. Buku ini menyajikan tujuh belas bab. Bab satu sampai bab enam berurusan dengan pengetahuan konseptual tentang aturan-aturan yang mengatur bahasa sebagai alat komunikasi manusia. Bab tujuh sampai sebelas bab berkaitan dengan hubungan kapasitas otak manusia dengan kemampuan manusia dalam produksi dan interpretasi bahasa. Bab dua belas berhubungan dengan akuisisi bahasa. Bab ini menyajikan studi kasus tentang bagaimana anak memperoleh jenis tindak tutur dalam proses akuisisi bahasa. Bab tiga belas bab empat belas menyajikan fungsi bahasa pada konteks sosial. Bab tujuh belas lima belas t berkaitan dengan ide-ide untuk pengajaran bahasa dalam instruksi formal. Buku ini seharusnya digunakan dalam linguistik dan pengajaran kelas bahasa tingkat universitas. Namun, praktisi juga disarankan untuk menggunakan buku ini. Hal ini dapat digunakan sebagai referensi. Karena edisi pertama, penulis menyadari bahwa buku ini perlu revisi berkesinambungan. Dengan demikian, kritik dari para pembaca buku ini selalu disambut hangat.
13
C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU ISSUE IN LINGUISTICS” KARYA SANGGAM SIAHAAN
Kelebihan buku ini adalah : Fokus dari buku ini adalah terkonsentrasi pada pengetahuan konseptual tentang aturanaturan yang mengatur bahasa dan implikasinya dalam bidang pengajaran bahasa. Diskusi menyentuh aturan-aturan dari sudut pandang yang lebih umum linguistik terhadap satu lebih spesifik. Buku ini juga menyajikan presentasi penjelasan yang lengkap mengenai pokok pembahasannya, yaitu focus terhadap Linguistik dan pembahasan yang mendampinginya cukup jelas untuk mendukung materi pokok tersebut sehingga buku ini memiliki isi lebih lengkap dibandingkan dengan buku Wacana Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur karya Prof. Dr. Hj. T. Fatimah Djajasudarma.
Kelemahan buku ini adalah : Buku ini memakai bahasa Inggris sebagai pengantarnya, sehingga hanya golongan orang-orang tertentu yang dapat memahami isinya secara mendalam, sehingga pemanfaatan isi buku tersebut tidak seutuhnya dapat diwujudkan dalam kegiatan memahami Linguistik dan alangkah lebih baiknya jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
14
III.
Kritik Buku “Teori dan Praktik Analisis Wacana” Karya Sumarlan
A. IDENTITAS BUKU Judul
: Teori dan praktik analisis wacana
Penulis
: Sumarlam
ISBN
: 9799603196, 9789799603197
Penerbit
: Pustaka Cakra
Tahun terbit
: 2003
Urutan cetakan
: Cetakan pertama
Dimensi buku
: 14,5 cm X 21 cm
Tebal buku
: 292 halaman
Harga
: Rp 28.000
B. GAMBARAN UMUM ISI BUKU BAB I PENDAHULUAN
A. Bentuk dan fungsi bahasa Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah bahasa. Dengan demikian, fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. Secara garis besar sarana komunikasi verbal dibedakan menjadi dua macam, yaitu sarana komunikasi bahasa lisan dan sarana komunikasi bahasa tulis. Dengan begitu wacana atau tuturan pun di bagi atas dua macam, yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Bentuk wacana lisan misalnya terdapat pada pidato, siaran berita, khotbah dan iklan yang disampaikan secara lisan. Sedangkan bentuk wacana tulis didapatkan misalnya pada buku-buku teks, surat, dokumen tertulis, koran, majalah, prasasti dan naskah-naskah kuno.
15
Berkaitan dengan fungsi bahasa, telah banyak para ahli bahasa yang membahas dan menjabarkannya secara rinci. Ketujuh fungsi bahasa yang dimaksud secara singkat dipaparkan sebagai berikut: 1. Fungsi instrumental (the instrumental function) 2. Fungsi regulasi (the regulatory function) 3. Fungsi pemerian atau fungsi representasi (the representational function) 4. Fungsi interaksi (the interactional function) 5. Fungsi perseorangan (the persoanl function) 6. Fungsi heuristik (the heuristic function) 7. Fungsi imajinatif (the imaginative function) Di samping tujuh fungsi bahasa yang telah dipaparkan di atas, perlu juga dipahami adanya tiga metafungsi yang dikemukakan Halliday dalam tulisannya yang berjudul “Language Structure and Language Function” Ketiga metafungsi yang dimaksud antara lain: 1. Fungsi ideasional (ideational function) 2. Fungsi interpersonal (interpersonal function) 3. Fungsi tekstual (textual function)
B. Berbagai Batasan dan Jenis Wacana Uraian ini akan diawali dengan memaparkan sejumlah batasan dan pengertian wacana dari para ahli kemudian disertai komentar dan pandangan penulis terhadap pengertian wacana itu. pemaparan batasan wacana ini dilakukan secara kronologis. 1. Berbagai Batasan Tentang Wacana Sampai saat ini batasan atau defini wacana yang dikemukakan para ahli bahasa masih beragam. Antara defini yang satu dengan yang lain terdapat perbedaan-perbedaan karena sudut pandang yang digunakan pun berbeda. Namun, harus diakui pula bahwa di samping terdapat perbedaan terdapat juga teras inti bersama atau persamaan-persamaan di antara definisi-definisi tersebut. 1. Jenis-Jenis Wacana Wacana
dapat
pengklasifikasiannya.
diklasifikasikan Misalnya
menjadi
berbagai
berbagai
bahasanya,
media
jenis yang
menurut
dasar
dipakai
untuk
mengungkapkannya, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya.
16
Berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkanya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi: a. Wacana bahasa nasional (Indonesia) b. Wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura dan sebagainya) c. Wacana bahasa nasional (Inggris) d. Wacana bahasa lainnya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis dan sebagainya.
BAB II ASPEK GRAMATIKAL DALAM ANALISIS WACANA
Sejalan dengan pandangan bahwa bahasa terdiri atas bentuk (form) dan makna (meaning), maka hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut koherensi (coherence). A. Pengacauan (Referensi) Pengacauan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya. 1. Pengacuan Persona 2. Pengacuan Demonstratif 3. Pengacuan Komparatif (Perbandingan)
B. Penyulihan (Substitusi) Penyulihan atau subsitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. 1. Substitusi Nominal, adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang jga berkategori nomina. Misalnya, kata derajat, tingkat diganti dengan kata pangkat. 2. Substitusi Verbal, adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang berkategori verba. Misalnya, kata mengarang digantikan dengan kata berkarya. 3. Substitusi Frasal, adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. 17
4. Substitusi Klausa, adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat yang berupa satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa.
C. Pelepasan (Elipsis) Pelepasan atau ellipsis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelepasan satuan lingual tertentu yang telahdisebutkan sebelumnya. Unsure atau satuan lingual yang dilepaskan itu dapat berupa kata, frasa, klausa dan kalimat. Adapun fungsi pelepasan dalam wacana antara lain adalah untuk: 1. Menghasilkan kalimat yang efektif 2. Efisiensi, untuk mencapai nilai 3. Mencapai aspek kepaduan wacana 4. Bagi pembaca atau pendengar berfungsi untuk mengaktifkan piirannya. D. Perangkaian (Konjungsi) Konjungsi adalah salah satu jenis hohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang laindalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat dan dapat juga unsr yang lebih besar dari itu. Misalnya, alinea dengan pemarkah lanjutan. Makna perangkaian beserta konjungsi antara lain: 1. Sebab-akibat
: sebab, karena, maka, makanya
2. Pertentangan
: tetapi, namun
3. Kelebihan (eksesif)
: malah
BAB III ASPEK LEKSIKAL DALAM ANALISI WACANA
Kohesi leksikal adalah hubungan antar unsur dalam wacan secara semantik. Dalam hal ini untuk menghasilkan wacana yang padu pembicra atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu: 1. Repetisi (pengulangan) 2. Sinonimi (padan kata) 18
3. Kolokasi (sanding kata) 4. Hiponomi (hubungan atas-bawah) 5. Antonimi (lawan kata) 6. Ekuivalensi (kesepadanan) BAB IV KONTEKS DAN INFERENSI DALAM ANALISIS WACANA
Konteks wacana adalah aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu secara eksternal melingkupi sebuah wacana. Berdasarkan pengertian tersebut maka konteks wacana secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok , yaitu konteks bahasa dan konteks luar bahasa. Pemahaman konteks situasi dan budaya dalam wacana dapat dilakukan dengan berbahgai prinsip penafsiran dan prinsip anologi. Prinsip-prinsip yang dimaksud antara lain: 1. .Prinsip penafsiran personal 2. Prinsip penafsiran lokasional 3. Prinsip penafsiran temporal 4. Prinsip anologi 5. Inferensi
BAGIAN KEDUA PRAKTIK ANALISI WACANA 1. Analisis Wacana Puisi Jawa “Jaka Ijo & Tresnawulan” Karya N. Sakdani Tinjauan dari Segi Konteks Kultural dan Situasi serta Aspek Gramatikal dan Leksikal oleh Sumarlan
A. Pendahuluan 1. Mengapa puisi ini dipilih Setidaknya ada dua alasan mengapa puisi (Jawa: geguritan) yang berjudul Jaka Ijo & Tresnawulan dipilih sebagai objek kajianwacana dalam buku in. alasan pertama, hanya ada empat puisi sejenis balada dan yang kedua adalah puisi bersambung terpanjang. 2. Tentang Puisi Ini 19
Puisi yang terdiri dari enam episode yang terdiri dari (oleh penyairnya ditandai dengan angka romawi I samapi dengan IV) menceritakan kisah canto antara Jaka Ijo & Tresnawulan sebagai tokoh utamanya. Dua tokoh tersebut diceritakan secara bergantian, episode tertentu mencerikan Tresnawulan, episode yang lain lebih mengedepankan Jka Ijo dan episode yang lain lagi menceritakan keduanya secara bersamaan (pararel). 3. Sistematika Pemaparan Pemaparan hasil analisis wacana ini akan mengikuti sistematika sebagai berikut. Pertama-tama akan dikemukakan analisi konteks, baik konteks cultural maupun konteks situasi. Selanjutnya, akan disajikan analisis wacana dari segi aspek gramatikal (kohesi gramatikal) dan aspek leksikal (kohesi leksikal).
B. Analisis Konteks Analisis konteks ini meliputi baik konteks kultural maupun konteks situasi. Di dalam konteks situasi tercakup konteks fisik, epistemis, dan konteks sosial di samping konteks linguistik. C. Analisis Aspek Gramatikal Wacana Analisis wacana puisi dari aspek gramatikal atau kohesi gramatikal ini meliputi pengacauan (referensi), penyulihan (subsitusi), pelepasan (elipsisis) dan perangkaian (konjungsi). D. Analisis Aspek Leksikal Wacana Aspek leksikal yang dimanfaatkan oleh penyair untuk mendukung kepaduan wacana puisi dapat berupa repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), antonimi (lawan kata) dan ekuivalensi (kesepadanan).
2. Analisis Wacana Peran Jender dalam Cerpen “Ibu” Oleh: Budi Maryono Kundharu Saddhono
A. Pendahuluan PBB pernah mencanangkan sebuah decade perempuan yaitu pada tahun 1975-1985 yang mengambil tema persamaan, integrasi wanita dalam pembangunan dan perdamaian. Cerpen merupakan suatu karya sastra yang mulai berkembang dalam dunia sastra Indonesia. Hal in diyunjukan karena banyaknya media cetakyang menempatkan kolomnya untuk cerpen. Cerita
20
pendek dicirikan atas beberapa hal antara lain, secara fisik pendek, adanya sifat rekaan (fiction) dan adanya sifat naratif. B. Pendekatan dan Kajian Teori Analisis wacana dalam cerpen “ibu” ini menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan makrostruktural, pendekatan mikrostruktural dan pendekatan praktik wacana. Ketiga pendekatan tersebut digunakan agar analisis wacan cerpen “Ibu” lebih tuntas dan komprehensif. Hal ini juga mempertimbangkan bahwa wacana yang dianalisis adalah sebuah karya sastra (cerpen) yang mempunyai kronologis waktu dan cerita.
C. Analisis Aspek Kewacanaan Analisis pendeketan mikrostruktural terdiri dari aspek gramatikal dalam sebuah wacana yang berkaitan dengan aspek bentuk sebagai struktur lahir bahasa. Pengacauan dan referensi yang berupa persona, demonstrativa dan komparatif dalam cerpen “Ibu” dapat dilihat pada data-data berikut: 1. Ibuku tak peduli sama sekali bahwa aku sudah punya pacar, sudah punya calon istri yang kupilih sendiri. 2. Kami tak pernah kehilanmgan canda meski tanpa Kumala, ibu mereka. Arga, Tia, dan Dewa sudah (mencoba) paham, ibu mereka sibuk bekerja.
D. Analisis Praktik Wacana Analisis praktik wacana dilakukan dengan cara menjelaskan struktur naratif cerpen “Ibu” yang meliputi tema cerita, penokohan, alur cerita, latar (setting), sudut penceritaan, dan gaya cerita. 1. Tema cerita Kepatuhan kepada orangtua (ibu) akan membawa kebaikan untuk anaknya ini merupakan tema central dalam cerita pendek “ibu”. Hal tersebut terlihat dari nasihat ibu kepada anaknya (Budi) untuk menikah Rohma, wanita yang menurut ibu baik. Di lain pihak, Budi sudah mempunyai pacar yang bernama Kumala dan keduanya telah saling cinta. Kebenaran nasihat Ibu tersebut terbukti ketika Budi sudah berkeluarga dengan Kumala ternyata perkawinannya tidak bahagia. Ini dikarenakan Kumala lebih sibuk dengan pekerjaannya sehingga keluarga kurang diperhatikan. Hal tersebut telah dikatakan oleh Ibu dengan melihat “tanda”. Tanda tersebut antara lain terlihat ketika Ibu sakit, yang merawat Ibu adalah Rohmah, sedangkan Kumala hanya sekali menjenguk. 2. Penokohan 21
Tokoh utama yang lain adalah aku (Budi) yang mempunyai sifat patuh terhadap kepada orangtua. Hal itu ditunjukkan dengan kemauan Budi untuk menikahi Rohmah atas sururan Ibu, padahal dia telah berpacaran dengan Kumala, walaupun pada akhirnya pernikahan tersebut tidak terjadi karena Rohmah telah dipinang terlebih dahulu oleh Prannoto, teman Budi. Tokoh Budi juga termasuk orang yang sayang keluarga dan sabar. Hal itu dibuktikan dengan kesabaran Budi merawat ketiga anaknya, ketika Kumala sibuk bekerja. 3. Alur Cerita Alur lurus merupakan pilihan pengarang ntuk mengisahkan cerita pendek “Ibu” ini. Cerita dimulai dari kekesalan Budi kepada Ibu yang menjodohkannya dengan Rohmah padahal Budi sudah mempunyai calon istri, Kumala. Permasalahan mulai timbul ketika Rohmah mulai akrab dengan Budi akan tetapi cinta Budi tetap kepada Kumala. 4. Latar Cerita Secara fisik cerpen ini sebagian besar terjadi di rumah Ibu. Perjalanan ke supermarket, pemakaman Ibu, dan rumah Budi. Latar rumah Ibu tergambar ketika dialog terjadi antara Ibu dan Budi tentang keinginan Ibu yang menjodohkan Budi dengan Rohmah dan dialog saat Ibu sakit. 5. Sudut Cerita Melalui sudut orang pertama (aku bernama Budi) sebagai pencerita, pengarang menyampaikan kisahnya. Pengambilan sudut orang pertama ini untuk menimbulkan efek empati pada pembaca untuk terlibat dalam cerita. 6. Gaya Cerita Upaya untuk menympaikan pesan bahwa kasih sayang orang tua kepada anaknya dengan menentukan jalan hidupnya merupakan pesan yang disampaikan oleh pengarang dengan membangun beberapa konflik, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun yang melibatkan orang lain.
E. Analisis Konteks Situasi dan Sosial Budaya 1. Analisis Konteks Situasi Analisis kontekstual dalam tulisan ini menitikberatkan pada konteks dan situasi. 2. Analisis Sosial Budaya Untuk melengkapi kajian tentang perempuan, maka pada analisis sosial budaya akan dibahas keterkaitan antara gambaran tokoh utama (terutama perempuan) dan keselarasan itu dengan faktor-faktor ekstrinsik, yaitu konteks yang ada di sekitar kehidupan cerpen di Indonesia, khususnya dengan pengarang dan pembaca. 22
F. Penutup Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang bercerita tentang kehidupan, baik yang bersifat rekaan maupun yang realita. Pengkajian cerpen dengan analisis wacana akan memberikan pengertian yang lengkap dan utuh. Hasil analisis kewacanaan menunjukan bahwa cerpen “Ibu” memiliki semua kohesi gramatikal maupun leksikal. Kohesi leksikal terdiri atas pengacuan, penyulihan, pelepasan dan perangkaian. Sedangkan kohesi leksikal terdiri atas pengulangan, sinonimi, kolokasi, hiponimi, antonimi, dan ekuivalensi. Keberadaan kohesi gramatikal dan leksikal tersebut membangun sebuah wacana menjadi kohesif dan koheren.
3. Pendidikan Bela Negara dalam Serat Tripama: Analisis Wacana dengan Pendekatan Kritik Sosial A. Latar Belakang Gejala munculnya sparatisme dan disintegrasi bangsa di Indonesia terasa menguat pada awal millennium ketiga ini. Pada saat-saat seperti ini, kesadaran akan bela Negara dan rasa cinta tanah air semakin terasa penting. Bangsa Indonesia perlu menengok kembali akan pentingnya pendidikan bela Negara bagi generasi muda jika bangsa ini tidak ingin bercerai berai. B. Pembahasan Teoritik 1. Esensi Wacana Dari berbagai pendapat para ahli berkenaan dengan pengertian wacana, maka perlu diketahui bahwa wacana memiliki ciri: a. Bentuk, yakni satuan lingual yang lebih luas dari kalimat. b. Makna, yakni lingual itu mengandung pesan atau isi yang lengkap. c. Fungsi, yakni satuan lingual itu berfungsi di dalam komunikasi. d. Tidak terbatas pada bahasa lisan atau tulis. e. Tidak terlepas pada faktor sosial dan psikologis.
2. Pengertian Analisis Mikro dan Makrostruktural Ruang lingkup analisis wacana melingkupi wujud objektif berupa paparan teks yang berkaitan dengan aspek tekstual yang mencakup ciri pengembangan topik dan tema, struktur informasi, analisis ciri sekuensi, kesatuan unit struktur dan keselarasan relasi semantisnya dan prediksi tingkat keberterimaan untaian kalimat dalam teks, dan unsur-unsur di luar teks
23
yang mencakup referensi, praanggapan, implikatur dan inferensi, serta dunia acuan yang terangkum dalam konteks (Aminudin, 1989:4). 3. Sekilas Lahirnya Pendekatan Kritik Seni Holistik Pendekatan kritik holistik merupakan aplikasi dari teori-teori seni holistik (termasuk wacana berbentuk karya sastra) yang akhir-akhir ini berkembang untuk penelitian ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu budaya.
C. Hasil Analisis Wacana dengan Pendekatan Kritik Holistik 1. Kmponen Genetik: Pencipta Komponen kritik holistik yang pertama adalah pencipta sebagai sumber genetik. Secara umum komponen ini meliputi banyak hal, seperti kepribadian, latar belakang kehidupan, pendidikan, selera, latar social budaya Dan sebagainya yang secar implicit dapat ditelusuri malalui riwayat hidup penciptanya. 2. Komponen Objektif: ST Komponen kedua pendekatan kritik holistik adalah komponen objektif sebagai sumber informasi, yakni karya sastra itu sendiri. Dalam hal ini, setting objektif ST sebagai karya sastra yang berbentuk tembang dapat dikaji dengan pendekatan stilistika dan pendekatan mikrostruktural wacana. 1. Kohesi Gramatikal a. Pengacuan Dalam ST ditemukan pengacuan endofora yang mengacu pada unsur di dalam teks itu sendiri. Antara lain dalam ST ditemukan pengacuan kataforis, yakni unsur yang mengacu pada anteseden di sebelah kanan (Hasan Alwi, 1993:484). b. Penyulihan Penyulihan atau substitusi berfungsi sebagai piranti dinamisasi wacana. Dengan membuat variasi bentuk lain dari unsur yang telah disebut sebelumnya, akan membuat tulisan tidak monoton yang dapat berakibat menjemukan pembaca. c. Pelesapan Pelesapan atau ellipsis dalam teori wacana umum berguna untuk mengejar kepraktisan dan efisiensi waktu, dengan tetap menjaga kepaduan wacana.
24
d. Konjungsi Salah satu piranti kohesi gramatikal yang lazim digunakan dalam wacana adalah konjungsi, yang berfungsi unruk menghubungkan unsur-unsur wacana mulai dari hubungan antarkata, frasa, kalimat samapai dengan hubungan antarparagraf atau antar bait dalam puisi. e. Permutasi Istilah permutasi ini memang belum lazim dalam khasanah analisis kohesi gramatikal. Akan tetapi gejala ini lazim ditemukan pada wacana berbentuk puisi. Permutasi (permulation) adalah perpindahan urutan atau proses perubahan deret unsur kalimat (Harimurti Kridalaksana, 1993:170).
1. Kohesi Leksikal a. Repetisi b. Sinonimi c. Kolokasi
2. Komponen Afektif Penghayatan Penghayatan dalam analisis holistik merupakan sumber informasi afektif, yaitu informasi yang berbentuk dampak emosional pada diri penghayat atau pembaca. Dampak ini timbul setelah menghayati karya dengan beragam tafsir makna dan nilai akibat melakukan interaksi secara dialektis dengan karya tersebut (Sutopo, 1995:12-14).
25
C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU TEORI DAN PRAKTIK ANALISIS WACANA” KARYA SUMARLAN
Berbagai cara dapat kita lakukan untuk dapat mengenal dan mengetahui analisis wacana. Salah satu cara yang umum kita lakukan adalah mengenal konsep dasar teori analisis wacana.
KELEBIHAN Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa buku teori dan praktik analisis wacana yang dieditorkan oleh Sumarlan ini meski tampak bersahaja, baik kulit luar bukunya maupun bab penyajiannnya, kualitas isi buku ini boleh diandalkan. Apalagi buku ini ditulis oleh orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang luas. Hal ini tentu sangat mendorong lahirnya analisis wacana karya sastra, analisis wacana media cetak dan analisis wacana media elektronika. Buku teori dan praktik analisis wacana yang di editorkan oleh Sumarlan ini boleh kita acungkan jempol. KELEMAHAN Kekurangan dalam buku ini tentu jelas ada. Apek-aspek kewacanaan melalui pendekatan mikro dan makrostruktural serta penyunting buku yang kurang paham dengan analisis wacana terhadap penulisan judul (utama, penjelas dan bawahan) membuat banyak kelemahan buku ini. Apalagi kalau pembaca menuntun sebuah teori dan praktik analisis wacana yang lengkap, utuh dan terpadu, baik dari analisis wacana karya sastra, analisis wacana media cetak mapun analisis wacana media elektronika tentu buku ini jauh lebih memadai.
26
BAB III KESIMPULAN Berdasarkan hasil kritik buku yang sudah kami lakukan, kami dapat menyimpulkan bahwa buku Teori dan Praktik Analisis Wacana karya Sumarlam merupakan buku yang terbaik dan terlengkap dalam pembahasannya dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh kalangan mahasiswa maupun dosen dalam bidang bahasa Indonesia.Buku ini menguraikan tentang jenis-jenis wacana, aspek-aspek wacana dan diakhiri dengan contoh berupa menganalisis sebuah wacana. Analisi wacana yang dilakukan diambil dari berbagai macam kasus dan jenis tulisan baik tulisan sastra dan tulisan ilmiah. Kekayaan buku ini juga terletak pada pengembangan wacana mengenai analisis wacana itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui, wacana memiliki beragam pengertian dan dipakai oeh berbagai disiplin ilmu. Dengan demikian, buku ini, meski semula ditujukan kepada peminat kajian komunikasi, namun buku ini juga bisa dipergunakan oleh mereka yang bergelut di bidang ilmu sosial dan politik. Buku ini sangat lengkap karena tidak hanya menjelaskan analisis wacana secara khusus tetapi secara keseluruhan mengenai analisis wacana serta bagian-bagian yang berkenaan dalam teks media. Selain itu, proses penganalisisan wacana yang dilakukan disusun menurut pendapat para ahli yang telah dirujuk pada bab-bab terdahulu. Buku “IISSUE ON LINGUISTICS” Karya Sanggam Siahaan adalah sebuah buku yang membahas wacana dalam artian yang lebih kecil yakni wacana lisan. Bagaimana seseorang dapat melakukan suatu wacana lisan dengan baik diterangkan di dalam buku ini, namun bahasa inggris yang digunakan sebagai bahasa pengantar buku tersebut membuat buku ini hanya dimengerti dan dipelajari oleh kalangan tertentu. Buku Kajian Wacana karya Mulyana,M.Hum. adalah buku yang mengkaji pengertian wacana dan aspek-aspek wacana. Kajian yang diuraikan dalam buku ini cukup terperinci dan mendasar sehingga untuk pelajar pemula yang mempelajari wacana mudah memahami konsep yang dijelaskan dalam buku tersebut. Kekurangan dalam buku ini adalah tidak adanya contoh yang dapat membimbing pembaca secara langsung untuk melakukan analisis wacana.
27
View more...
Comments