Kriteria Desain Dermaga

April 12, 2017 | Author: Imma Riima | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Kriteria Desain Dermaga...

Description

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Perencanaan Struktur Dermaga 2.1

Umum Pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang yang

dilengkapi dengan fasilitas terminal yang meliputi dermaga, crane untuk bongkar muat peti kemas, gudang, dan bangunan terminal penumpang. Sedangkan dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang. Dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran yang merapat dan bertambat pada dermaga tersebut. Dalam mempertimbangkan ukuran dermaga harus didasarkan pada ukuran-ukuran minimal sehingga kapal dapat bertambat atau meninggalkan dermaga maupun melakukan bongkar muat barang dengan aman, cepat, dan lancar. Ada tiga macam dermaga yang dibedakan menurut lokasinya, antara lain: 1. Wharf adalah dermaga yang paralel dengan pantai dan biasanya berimpit dengan garis pantai. Wharf juga dapat berfungsi sebagai penahan tanah yang ada di belakangnya, wharf dibangun apabila garis kedalaman laut hampir merata dan sejajar dengan garis pantai. Dermaga tipe ini cocok untuk tipe pantai yang mempunyai garis kedalaman yang jauh dari pantai dan perencana tidak menginginkan adanya pengerukan kolam pelabuhan yang besar, karena lingkungan stabilitasnya. Antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung (approach trestle) sebagai penerus dari pergerakan barang. Jembatan penghubung dapat ditempatkan di tengah, di sisi, atau suatu kombinasi. 2. Jetty atau pier adalah dermaga yang dibangun dengan membentuk sudut terhadap garis pantai. Pier dapat digunakan untuk merapat kapal pada satu sisi atau kedua sisinya. Dermaga dengan bentuk seperti ini biasanya dibangun untuk kapal-kapal dengan draft cukup dalam, sehingga akan membutuhkan biaya yang mahal untuk mengeruk dan membuat dermaga dekat dengan pantai. Kemudian jetty atau pier ini dihubungkan oleh trestle ke pantai. 3. Dolphin adalah struktur yang digunakan untuk bersandar di lautan lepas.

II - 1

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Dasar pertimbangan dari perencanaan dermaga antara lain: 1. Tinjauan topografi. Tinjauan topografi daerah pantai yang akan dibangun dermaga sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan keamanan, efektifitas, kemudahan proses pengerjaan dan faktor ekonomis. Misalnya pada perairan yang dangkal sehingga kedalaman yang cukup agak jauh dari darat, penggunaan jetty akan lebih ekonomis karena tidak diperlukan pengerukan yang besar. Sedang pada lokasi dimana kemiringan dasar cukup curam, pembuatan pier dengan melakukan pemancangan tiang di perairan yang dalam menjadi tidak praktis dan sangat mahal. Dalam hal ini pembuatan wharf bisa dipandang lebih tepat. Jadi bisa disimpulkan bahwa tinjauan topografi sangat mempengaruhi dalam pemilihan alternatif tipe dermaga yang direncanakan. 2. Jenis kapal yang akan dilayani Jenis kapal yang dilayani berkaitan dengan dimensi dermaga yang direncanakan. Selain itu juga aktifitas yang mungkin harus dilakukan pada proses bongkar muat dan peruntukan dermaga akan mempengaruhi pertimbangan pemilihan tipe dermaga. Dermaga yang akan melayani kapal minyak (tanker) dan kapal barang curah mempunyai konstruksi yang ringan dibanding dengan dermaga barang potongan (general cargo), karena dermaga tersebut tidak memerlukan peralatan bongkar muat yang besar (crane), jalan kereta api, gudang-gudang dan sebagainya. Untuk melayani kapal tersebut, biasanya penggunaan pier dipandang lebih ekonomis. Untuk keperluan melayani kapal tanker atau kapal barang curah yang sangat besar biasanya dibuat tambatan lepas pantai dan proses bongkar muat dilakukan menggunakan kapal yang lebih kecil atau tongkang dan barang akan dibongkar di dermaga tepi pantai yang berukuran relatif lebih kecil. 3. Daya dukung tanah Kondisi tanah sangat menentukan dalam pemilihan tipe dermaga. Pada umumnya tanah di dekat dataran memiliki daya dukung yang lebih besar daripada tanah di dasar laut. Dasar laut umumnya terdiri dari endapan lumpur yang padat. Ditinjau dari daya dukung tanah, pembuatan wharf akan lebih menguntungkan. Tapi apabila tanah dasar berupa karang, pembuatan wharf akan mahal karena untuk mendapatkan kedalaman yang cukup di depan wharf diperlukan pengerukan yang besar. Dalam hal ini pembuatan jetty akan lebih ekonomis karena tidak diperlukan pengerukan dasar karang.

II - 2

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

4. Elevasi muka air rencana yang ada (hasil analisa pasang surut). 5. Arah, kecepatan, dan tinggi gelombang pada perairan (hasil peramalan gelombang). 6. Penempatan posisi dermaga mempertimbangkan arah angin, arus, dan perilaku pantai yang stabil. 7. Panjang dermaga disesuaikan dengan kebutuhan kapal yang akan berlabuh. 8. Lebar dermaga disesuaikan dengan kebutuhan kapal yang akan berlabuh dan aktivitas bongkar muat kapal dan kendaraan darat. 9. Berjarak sependek mungkin dengan fasilitas daratan. 2.2

Referensi yang Digunakan

1. British Standard code of practice for marine structure - part 1-6. BS6349: British Standard Intstitution. 2. Tecnichal Standard and Commentaries for port and harbour facilities in Japan - The Overseas Coastal area Development Institute of Japan (OCDI 2002). 3. Port of Long Beach Wharf Design Criteria v2.0 2009 4. Pelabuhan. Prof.Dr.Ir. Bambang Triatmodjo, CES., DEA. 5. SNI 03-1726-2012 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung dan non gedung. 6. SNI 03-1729-2002 Tata cara perhitungan struktur baja untuk bangunan gedung. 7. SNI 03-2847-2002 Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung. 2.3

Kriteria Desain Struktur Dermaga

2.3.1 Kondisi Alam Terdapat beberapa kondisi alam di lokasi dermaga yang harus diperhatikan dalam melakukan perancanaan dermaga, antara lain: - Angin dan arus Dalam perencanaan struktur dermaga, data angin dan arus diperlukan untuk menentukan arah dermaga. Angin dan arus dominan akan menentukan besar beban tekan dan tarikan pada dermaga. - Pasang surut dan gelombang Data pasang surut diperlukan untuk mengetahui elevasi dari dermaga dan data gelombang yang digunakan untuk pembebanan pada struktur dermaga. - Karakteristik tanah

II - 3

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Parameter tanah yang dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah di lokasi seperti nilai N-SPT, sudut geser, kohesi, dan berat jenis tanah. Selain itu data-data tersebut diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah serta jenis pondasi yang sesuai. - Data gempa Data gempa diperoleh berdasarkan klasifikasi wilayah gempa di lokasi. Data ini diperlukan untuk perencanaan beban gempa yang bekerja pada struktur. 2.3.2 Karakteristik Kapal Rencana Dermaga ini direncanakan untuk melayani kapal penumpang, berikut adalah karakteristik dari kapal rencana yang ditentukan. 1. Nama Kapal

: KM Dharma Kartika IX ex GI.HAILONG

Tipe Kapal

: Ferry RoRo

Loa

: 155.04 m

Lpp

: 145.00 m

Lebar

: 19.00 m

Draft maksimum

: 5.85 m

GT

: 6.801 GRT

2. Nama Kapal

: KM Nggapulu

Tipe Kapal

: Passenger ship

Loa

: 146.50 m

Lpp

: 130.00 m

Lebar

: 23.40 m

Draft maksimum

: 5.90 m

DWT

: 3559 ton

GT

: 14685 ton

3. Nama Kapal

: KM Wilis

Tipe Kapal

: Passenger ship

Loa

: 74.00 m

Lpp

: 68.00 m

Lebar

: 15.20 m

Draft maksimum

: 2.85 m

DWT

: 400 ton

GT

: 2620 ton

II - 4

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 2.1 Sketsa definisi dimensi kapal 2.3.3 Penentuan Dimensi Dermaga Dalam menghitung panjang dermaga, perlu diperhatikan panjang total kapal (LoA), jarak antar kapal, dan jarak ujung kapal ke sisi terluar dermaga kapal. Berdasarkan buku Pelabuhan yang diterbitkan oleh Prof.Dr.Ir. Bambang Triatmodjo, CES., DEA, rumus untuk menentukan panjang dermaga adalah sebagai berikut: 𝐿 𝑝 = 𝑛 βˆ™ 𝐿 π‘œπ‘Ž + (𝑛 βˆ’ 1) βˆ™ 15 + 50 Dimana: 𝐿 𝑝 n

= panjang dermaga (m) = jumlah kapal yang bertambat

Loa = panjang kapal (m)

Gambar 2.2 Penentuan panjang dermaga Berdasarkan rumus di atas, kita dapat menentukan kebutuhan panjang dermaga berdasarkan kapal terpanjang yang akan berlabuh, yaitu KM Dharma Kartika IX ex GI.HAILONG dengan panjang LoA 155,04 m. 𝐿 𝑝 = 2 βˆ™ 155,04 + (2 βˆ’ 1) βˆ™ 15 + 50 = 375.08 m β‰… 380 m Sehingga panjang dermaga yang dibutuhkan adalah 380 meter.

II - 5

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Sedangkan lebar dermaga direncanakan sesuai dengan kebutuhan dermaga. Perhitungan lebar dermaga dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan manouver peralatan yang berada diatas dermaga. Lebar dermaga yang akan direncanakan diambil sebesar 20 meter. 2.3.4 Penentuan Elevasi Dermaga Untuk kebutuhan tinggi dek dermaga disesuaikan dengan kondisi muka air rencana dan pasang surut daerah setempat ditambah dengan suatu angka kebebasan agar tidak terjadi limpasan (overtopping) gelombang. Rumus untuk menentukan kebutuhan tinggi dek/lantai dermaga berdasarkan buku Pelabuhan yang diterbitkan oleh Prof.Dr.Ir. Bambang Triatmodjo, CES., DEA diberikan sebagai berikut: 𝐻 = π»π‘Šπ‘† +

𝐻𝑑 2

+ freeboard

Dimana: 𝐻

= tinggi dek dermaga dari LWS (m)

HWS

= tinggi muka air dari keadaan pasang tertinggi dari LWS (m)

Hd

= tinggi gelombang maksimum di kolam pelabuhan (m)

Freeboard = tinggi jagaan (m) Berdasarkan hasil survey dan perhitungan, tunggang pasang rencana adalah 1,2 m dan tinggi gelombang rencana adalah sebesar 1 m. Dengan mengambil tinggi bebas 1 m, maka elevasi dermaga diambil +2,7 m dari LWS. Untuk kepentingan pemodelan, perlu pula dilakukan perhitungan titik jepit untuk mengetahui tinggi bebas struktur pada model. Perhitungan titik jepit struktur tergantung pada kondisi tanah dan dimensi serta material tiang pancang yang dipilih. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan titik jepit adalah sebagai berikut: 1

𝑍𝑓 = 𝑆𝐹 [∝] 4

Dimana: ∝ = √(

π‘˜β„Žβˆ™π· 4βˆ™πΈβˆ™πΌ

)

kh = konstanta horizontal pegas D = diameter tiang pancang E = modulus elastisitas bahan I = momen inersia tiang pancang

II - 6

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Fixity Point Calculation

Soil Data: N-SPT Kh

= =

1.0 0.0015

Section Property: Outer Diameter, OD Inner Diameter, ID Thickness

= = =

600 400 100

mm mm mm

Cross Section, A Momen of Inersia, I fc' E

= = = =

157079.633 5105088062 49.8 33167.484

mm2 mm4 Mpa MPa

Safety Factor, SF

=

1

𝑍𝑓 = 𝑆𝐹 βˆ™

πΎβ„Ž βˆ™ 𝑂𝐷 4βˆ™πΈβˆ™πΌ

N

Deck elevation

/ mm3

Pile

Sea Bed

Virtua l Fixity Level

βˆ’0,25

Virtual Fixity, Zf

=

5238

mm

Scouring Depth, SD

=

600

mm

Total, Zf + SD

= =

5838 5.8

mm m

Dengan panjang fixity point sebesar 5,8 meter maka panjang tiang dermaga dimodelkan sebesar 14,8 meter. 2.3.5 Kolam Labuh Perencanaan kolam pelabuhan ditentukan oleh kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan.

II - 7

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 2.3 Ilustrasi kebutuhan kolam labuh Net clearance β‰₯

0,5 m untuk dasar kolam yang lunak 1,0 m untuk dasar kolam yang keras

Gross clearance β‰₯

0,30 D untuk area laut terbuka 0,25 D untuk alur pelayaran terbuka 0,20 D untuk area tambat yang tidak terlindung 0,15 D untuk area tambat yang terlindungi

Kolam pelabuhan dapat ditentukan sedalam 1,15 D dengan asumsi bahwa dermaga yang direncanakan cukup terlindung dari arus dan gelombang. Kedalaman minimum kolam labuh adalah : Kapal Rencana

3559 DWT

Draft Kapal

5,90 m

Kebutuhan Kolam Labuh

9,00 m

2.3.6 Data Pasang Surut Untuk mengetahui batas-batas muka air laut pada saat pasang tertinggi dan surut terendah maka perlu dilakukan pengukuran pasang surut. Batas surut terendah berguna untuk menentukan alur pelayaran di perairan pelabuhan agar kapal yang akan masuk maupun keluar dapat melintas, dan sebagai acuan untuk penetapan elevasi kontur tanah dan elevasi seluruh bangunan. Sedangkan batas air tertinggi diperlukan untuk menentukan elevasi muka dermaga dan penempatan fender. Data pasang surut diberikan pada gambar 3 di bawah ini, dengan nilai tunggang pasang sebesar 1,20 m.

II - 8

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 2.4 Data pasang surut 2.3.7 Spesifikasi Material Material yang digunakan pada perencanaan struktur jetty adalah beton bertulang. Berikut ini merupakan spesifikasi material beton yang digunakan : - Mutu Beton

: fc’ 35 Mpa

- Mutu tiang CSP

: fc’ 49,8 MPa

- Modulus Elastisitas

: 4700βˆšπ‘“π‘β€²

- Berat Jenis

: Air laut

: 1,025 t/m 3

Beton bertulang

: 2,400 t/m 3

Baja

: 7,850 t/m 3

Aspal

: 2,200 t/m3

Pasir

: 1,600 t/m 3

- Spesifikasi material baja tulangan yang digunakan adalah sebagai berikut : Baja Tulangan Ulir

: fy 400 MPa

Baja Tulangan Polos

: fy 240 MPa

II - 9

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.4

Kriteria Pembebanan Struktur Dermaga

2.4.1 Beban Vertikal Beban vertikal yang bekerja pada struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup. 2.4.1.1 Beban Mati Beban mati terhitung secara otomatis oleh program dengan memasukkan nilai berat jenis material dan dimensi dari penampang. 2.4.1.2 Beban Hidup Beban hidup pada perencanaan struktur ini adalah merupakan beban uniformly distributed load (UDL) sebesar 1,5 ton/m 2 (POLB v.2-2009) dan beban truk β€œT”. Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar.

Gambar 2.5 Pembebanan truk β€œT” (500 kN)

II - 10

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.4.2 Beban Horizontal Beban horizontal yang bekerja pada struktur terdiri dari beban arus, gelombang, angin, beban sandar kapal (berthing), beban tambat, dan beban gempa. 2.4.2.1 Beban Arus Beban pada struktur yang diakibatkan oleh arus dihitung dengan persamaan berdasarkan BS 6349 Part 1 sebagai berikut: 1

𝐹𝐷 = 2 (𝐢𝐷 πœŒπ‘‰ 2 𝐴𝑛 ) Dimana: FD

: Gaya drag akibat arus (kN)

CD

: Koefisien drag (1 untuk tiang pancang silinder)

𝜌

: Berat jenis air laut (10,25 kN/m 3)

V

: Kecepatan arus (m/s)

AN

: Luas penampang yang terkena arus (m 2)

2.4.2.2 Beban Gelombang Beban gelombang pada tiang dihitung menggunakan persamaan Morison saat panjang gelombang yang terjadi lima kali lebih besar daripada diameter tiang sesuai dengan BS 6349-1 pasal 39.4. Persamaan Morison tersebut didasarkan pada asumsi bahwa penampang melintang cukup kecil dibandingkan dengan panjang gelombang. Persamaa Morison tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: 𝐹 = 𝐹𝑖 + 𝐹𝐷 = 𝐢𝑖 𝜌

πœ‹π·2 𝑑𝑒 4

𝑑𝑑

1

+ 2 𝐢𝐷 πœŒπ·π‘’ |𝑒|

Dimana: F

: Gaya gelombang (kN/m)

Fi

: Gaya inersia per panjang tiang (kN/m)

FD

: Gaya drag per panjang tiang (kN/m)

𝜌

: Berat jenis air laut (10,25 kN/m3)

Ci

: Koefisien inersia (C i = 2 untuk pile silinder)

CD

: Koefisien drag (C D = 1 untuk pile silinder)

D

: Diameter tiang

u

: Kecepatan horizontal partikel air (m/s)

du/dt : Percepatan horizontal partikel air (m/s2)

II - 11

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Kecepatan u (m/s) dan percepatan du/dt (m/s2) horizontal partikel air ditentukan dengan persamaan berikut: 𝑒= 𝑑𝑒 𝑑𝑑

2πœ‹ (𝑧+𝐻 ) 𝐿 2πœ‹π» sinh 𝐿

πœ‹π» cosh 𝑇

=

2πœ‹ (𝑧+𝐻 ) 𝐿 2πœ‹π» sinh 𝐿

2πœ‹2 𝐻 cosh 𝑇

sin (

2πœ‹π‘₯ 𝐿

cos (

βˆ’

2πœ‹π‘‘

2πœ‹π‘₯

βˆ’

𝐿

𝑇

) 2πœ‹π‘‘ 𝑇

)

Dimana: H

: Tinggi gelombang (m)

L

: Panjang gelombang (m)

T

: Periode gelombang (detik)

H

: Kedalaman air (m)

Panjang gelombang dapat ditentukan dengan persamaan berikut: 𝐿=

𝑔𝑇2 2πœ‹

tanh

2πœ‹π» 𝐿

Dimana: g

: Percepatan gravitasi (m/s2)

2.4.2.3 Beban Angin Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Apabila arah angin menuju ke dermaga, maka gaya tersebut berupa gaya benturan ke dermaga, sedangkan jika arahnya meninggalkan dermaga akan menyebabkan gaya tarikan kapal pada alat penambat. Besar gaya angin tergantung pada arah hembus angin, dan dapat dihitung dengan rumus berikut ini: 1. Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah haluan (Ξ± = 0Β°) 𝑅𝑀 = 0,42 βˆ™ π‘„π‘Ž βˆ™ 𝐴𝑀 2. Gaya longitudinal apabila angin datang dari arah buritan (Ξ± = 180Β°) 𝑅𝑀 = 0,5 βˆ™ π‘„π‘Ž βˆ™ 𝐴𝑀 3. Gaya lateral apabila angin datang dari arah lebar (Ξ± = 90Β°) 𝑅𝑀 = 1,1 βˆ™ π‘„π‘Ž βˆ™ 𝐴𝑀 Dimana: π‘„π‘Ž = 0,063 𝑉 2

II - 12

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Dengan Rw

: Gaya akibat angin (kg)

Qa

: Tekanan angin (kg/m 2)

V

: Kecepatan angin (m/det)

Aw

: Proyeksi bidang yang tertiup angin (m 2)

2.4.2.4 Beban Sandar Kapal (Berthing Force) Beban ini timbul akibat bersandarnya kapal pada dermaga. Besarnya gaya sandar ini tergantung dari dimensi kapal rencana, kecepatan kapal saat merapat, dan tipe fender yang digunakan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan energi berthing antara lain seluruh energi berthing diserap satu fender dan fender mengalami defleksi maksimum. Pada waktu merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan sehingga terjadi benturan antara dermaga dengan kapal. Dalam perencanaan, dianggap bahwa benturan maksimum terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga dengan sudut 10ΒΊ terhadap sisi depan dermaga. Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada energi benturan yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada dermaga. Besarnya energi benturan yang diberikan oleh kapal berdasarkan British Standard BS 6349-4-1994 adalah sebagai berikut: 1

𝐸 = 2 βˆ™ 𝑀𝐷 βˆ™ (𝑉𝐡 )2 βˆ™ 𝐢𝑒 βˆ™ πΆπ‘š βˆ™ 𝐢𝑠 βˆ™ 𝐢𝑐 Dimana: E

= energi benturan (ton meter)

VB

= kecepatan kapal saat merapat (m/det)

MD

= displacement (berat) kapal (ton)

Cm

= koefisien massa

CE

= koefisien eksentrisitas

Cs

= koefisien kekerasan

Cc

= koefisien bentuk dari tambatan

Penentuan MD (Displacement Tonnage) dilakukan dengan konversi menurut OCDI 2002: Cargo ship (less than 10000 DWT)

: log (DT) = 0.550 + 0.899 log (DWT)

Cargo ship (10000 DWT or more)

: log (DT) = 0.511 + 0.913 log (DWT)

Container ship

: log (DT) = 0.365 + 0.953 log (DWT)

II - 13

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Ferries (long distance)

: log (DT) = 1.388 + 0.683 log (GT)

Ferries (short to medium distance)

: log (DT) = 0.506 + 0.904 log (GT)

Roll on/roll off vessels

: log (DT) = 0.657 + 0.909 log (DWT)

Passenger ships (Japanese)

: log (DT) = 0.026 + 0.981 log (GT)

Passenger ships (Foreign)

: log (DT) = 0.341 + 0.891 log (GT)

Car carries

: log (DT) = 1.915 + 0.588 log (GT)

Oil tankers

: log (DT) = 0.332 + 0.956 log (DWT)

Kecepatan merapat kapal merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan dermaga dan sistem fender, yang dapat ditentukan dari nilai pengukuran atau pengalaman. Secara umum kecepatan merapat kapal diberikan dalam tabel berikut ini.

Gambar 2.6 Grafik penentuan kecepatan tambat kapal Sumber: BS 6349 Part 4

Dimana: a. Good berthing, sheltered b. Difficult berthing, sheltered c. Easy berthing, exposed d. Good berthing, exposed e. Navigations conditions difficult, exposed

II - 14

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Koefisien massa tergantung pada gerakan air di sekeliling kapal yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : πΆπ‘š = 1 +

2𝐷 𝐡

Dimana: D

: Draft kapal (m)

B

: Lebar kapal (m)

Kapal yang merapat ke dermaga membentuk sudut terhadap dermaga, sehingga pada waktu bagian kapal menyentuh dermaga, kapal akan berputar sehingga sejajar dengan dermaga. Sebagian energi benturan yang ditimbulkan oleh kapal akan hilang oleh perputaran tersebut. Sisa energi akan diserap oleh dermaga. Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan energi kinetik kapal yang merapat, berdasarkan British Standard, koefisien eksentrisitas dapat dihitung dengan rumus berikut: 𝐢𝐸 =

𝐾2 +𝑅2 π‘π‘œπ‘ 2 𝛾 𝐾2 +𝑅2

Dimana: K

: (0,19 Cb + 0,11) Lpp

Cb

: Koefisien Blok, 𝐢𝑏 = π·βˆ™π΅βˆ™πΏπ‘π‘ βˆ™π‘Š

𝐷𝑇

0

𝑅 = √( 𝛾

𝐿𝑝𝑝 2

2

𝐡 2

βˆ’ π‘₯) + ( ) 2

: 90Β° (for simplified)

II - 15

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 2.7 Jarak sandar ke pusat berat kapal Sumber: British Standard 1994

Koefisien bentuk dari tambatan (Cc)

II - 16

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Koefisien kekerasan (Cs) Koefisien kekerasan ditentukan oleh besarnya defleksi (𝛿𝐹), dimana bila nilai defleksi di atas 150 mm, koefisien kekerasan diabaikan.

II - 17

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Perhitungan Energi Tumbukan Passenger Ship (KM Nggapulu)

GT

=

14685

T

Berdasarkan OCDI 2002, Passenger ship (foreign): log (DT) = 0.341 + 0.891 log (GT)

DT (MD)

=

11315.79

ton

LoA

=

146.5

m

Lpp B D V VB

= = = = =

130.00 23.4 5.9 0.09 0.016

m m m m/s

, π‘₯=

R

𝐿𝑝𝑝 2

= 66.04 m

𝑀𝐷 𝐿 π‘œπ΄ βˆ™ 𝐡 βˆ™ 𝐷 βˆ™ 𝛾𝑀

= 0.55

K = (0,19 Cb + 0,11) Lpp

= 27.78

𝐢𝑏 =

= 0.15 = 1.50 CS

= 1.00

CC

= 1.00

Enormal

=

0.313

t-m

= 3.07

kN-m

Eabnormal

=

0.469

t-m

4.60

kN-m

(SF = 1,5)

II - 18

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Digunakan ARCH AN.400

E

= 30.5

kN-m

KET

OK

II - 19

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

Berthing Energy (E)

Tipe Kapal

(kN.m)

Passenger ship

4,60

3559 DWT

Tipe Fender

Defleksi (%)

ARCH AN.400

40

(%) E40

R 40

72

100

Tipe Fender

E R (kN.m)

R R (kN)

E40 (kN.m)

R 40 (kN)

E40 > E

ARCH AN.400

30,5

197

21,96

197

OK

Penentuan Jarak Fender Jarak fender ditentukan oleh ukuran kapal terkecil yang akan berlabuh pada dermaga. Dalam perencanaan ini, kapal terkecil adalah KM Wilis. Dengan tinggi fender ditetapkan 3 m. 𝐿 ≀ 2βˆšπ‘Ÿ2 βˆ’ (π‘Ÿ βˆ’ β„Ž)2 log π‘Ÿ = βˆ’1,055 + 0,65 log π·π‘Šπ‘‡ = βˆ’1,055 + 0,65 log(400) π‘Ÿ = 4,33 π‘š 𝐿 ≀ 2√4,332 βˆ’ (4,33 βˆ’ 3)2 = 8,24 π‘š Maka jarak fender diambil sebesar 6 m. 2.4.2.5 Beban Tambat Gaya reaksi dari kapal yang bertambat adalah resultan dari gaya-gaya horizontal yang disebabkan oleh angin dan arus. Nilai beban tambat kapal ditentukan berdasarkan Tabel 2.2.1 OCDI 2002 sebagai berikut: Gaya tarik pada

Gaya tarik pada

Mooring post (kN)

Bollard (kN)

200 < GT ≀ 500

150

150

500 < GT ≀ 1000

250

250

1000 < GT ≀ 2000

350

250

2000 < GT ≀ 3000

350

350

3000 < GT ≀ 5000

500

350

5000 < GT ≀ 10000

700

500

10000 < GT ≀– 20000

1000

700

20000 < GT ≀ 50000

1500

1000

50000 < GT ≀ 100000

2000

1000

Bobot kapal (GT)

II - 20

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.4.2.6 Beban Gempa Perhitungan beban gempa pada struktur berdasarkan SNI 03-1726-2012 dimana beban gempa tersebut akan tergantung pada lokasi struktur bangunan yang bersangkutan yang terkait dengan percepatan gempa pada batuan dasar dan klasifikasi situsnya dimana lokasi struktur berada. Berdasarkan peta respon spektra percepatan 0,2 detik (SS ) di batuan dasar dan peta respon spektra percepatan 1,0 detik (S 1) di batuan dasar yang digambarkan pada gambar di bawah ini, maka dapat diketahui bahwa nilai Ss adalah 0,5 dan S1 adalah 0,2.

Gambar 2.8 Peta zonasi gempa Indonesia Dari nilai percepatan di batuan dasar tersebut maka akan didapatkan diagram respon spektrum berdasarkan parameter-parameter pembebanan gempa sebagai berikut : Parameter Percepatan gempa di batuan dasar pada perioda T = 0,2 detik (S s) Percepatan gempa di batuan dasar pada perioda T = 1,0 detik (S 1) Koefisien Situs F a Koefisien Situs F v Respon Spektra percepatan pada perioda pendek. T = 0.2 detik (S MS ) Respon Spektra percepatan pada perioda pendek. T = 1,0 detik (S M1) Percepatan spektrum desain pada perioda T = 0.2 seconds (S DS ) Percepatan spektrum desain pada perioda T = 1,0 seconds (S D1) Faktor Keutamaan Struktur (I) Koefisien Modifikasi Respon (R) Kategori Desain Seismik

Nilai 0,5 0,2 1,4 2,0 0,7g 0,4g 0,47g 0,27g 1,5 3,5 D

Gambar 2.9 Diagram respon spektrum

II - 21

LAPORAN ANTARA PEMBANGUNAN TERMINAL PENUMPANG DI PELABUHAN BODDIA TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

2.4.3 Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan ditentukan berdasarkan tabel 3-3 Port of Long Beach Wharf Design Criteria v.2 sebagai berikut:

II - 22

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF