Korupsi Pengadaan Al Quran Mengiris Hati
February 4, 2017 | Author: Gilbert Hanz | Category: N/A
Short Description
Agama mengajarkan umat tidak melakukan korupsi. Namun temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kementrian Agama mas...
Description
KORUPSI PENGADAAN AL QURAN MENGIRIS HATI
Berita Nasional – Agama mengajarkan umat tidak melakukan korupsi. Namun temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kementrian Agama masih terjadi korupsi apalagi menyangkut pengadaan Al-Qur’an. Krisis akhlak dan moral sudah parah dan menakutkan. KPK sempat kaget dengan temuannya. KPK terkejut, bagaimana mungkin di sebuah institusi yang mempunyai lambang Al Quran, para aparat dan pejabatnya melakukan korupsi pengadaan kitab suci. Beberapa tahun lalu, juga pernah terjadi korupsi dana abadi ‘haji’ di Depag dan pelakunya juga dipenjara. Depag akibatnya dianggap lekat dengan korupsi yang kronis. Kementerian Agama menyebutkan, anggaran pengadaan Al Quran sangat minim. Anggaran per tahunnya adalah Rp130 miliar, sedangkan kebutuhan per tahunnya adalah 2 juta eksemplar. Pada 2009, pengadaan 42.600 eksemplar Al Quran ditenderkan dengan nilai Rp 1,156 miliar. Sedangkan pengadaan 45 ribu eksemplar pada 2010 ditender dengan nilai Rp 1,4 miliar. Pada 2011, ada pengadaan 67.600 eksemplar Al Quran dengan nilai Rp5,604 miliar. Kemudian ada APBNP untuk pengadaan 660 ribu eksemplar dengan nilai Rp22,8 miliar. Dari nilai itu ada efisiensi anggaran Rp1,8 miliar. Nah, nilai efisiensi itu digunakan untuk kembali mendata Al Quran sebanyak 17 ribuan. “Memang anggarannya terbatas, Rp 130 miliar per tahun. Untuk kebutuhan Al Quran per tahunnya yakni sebanyak 2 juta eksemplar. Sampai saat ini secara normatif atau di atas kertas tidak menemukan penyimpangan,” ujar Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar. Nasaruddin merasa terpukul dengan kasus korupsi ini. Sebagai Dirjen di Depag waktu itu, dia tidak mengurusi soal pengadaan. Para pejabat pembuat komitmen setingkat direkturlah selaku penanggung jawab pengadaan. Sedangkan pelaksana pengadaan dilakukan pejabat eselon III. Nilai pengadaan saat itu ditaksir sekitar Rp5,6 miliar yang dikucurkan Inspektorat Jenderal Kemenag. Plt Deputi Penindakan KPK, KMS Rony menyebut tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia sudah menggurita di mana-mana. Salah satunya di institusi pemerintah yang mengurusi mengenai keagamaan yaitu Kementerian Agama. Memang, masalah korupsi tergantung personil dan peluangnya. Tidak hanya di DPR tetapi juga di Kementerian Agama apalagi yang diduga dikorupsi adalah pengadaan Al-Quran. Pegawai Kementrian Agama yang semula diharapkan menjadi teladan ummat malah ikut melakukan korupsi. “Saya ikut prihatin dengan kejadian ini. Padahal, sewaktu saya menjabat sebagai Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, masalah yang selalu saya wanti-wanti adalah terkait dengan pengadaan Al-Qur’an. Sebab Al-Qur’an ini sesuatu yang sangat suci, bahkan saya tahu persis dampak dari memainkan pengadaan Al-Qur’an. Jangankan korupsi, mencari keuntungan dari pengadaan Al-Qur’an saja saya selalu mengimbau kepada pelaksananya jangan!,” papar Wamenag. Pihak terkait harus bersedia membuka secara blak-blakan kasus korupsi ini, agar tidak terulang kembali. Alangkah aibnya semua ini. [berbagai sumber]
Detik.com – Jakarta Menteri agama Surya Dharma Ali angkat bicara soal dugaan kasus korupsi pengadaan alquran di Kementeriannya. Ia menyatakan tidak mengetahui bagaimana kasus itu bisa terjadi, termasuk siapa yang melakukannya. “Saya berkali-kali ditanya mengenai pengadaan Alquran, saya tidak tahu apa-apa. Sekjen tidak tahu apa-apa, Irjen juga tidak tahu apa-apa. Dirjen Bimas Islam yang waktu itu Pak Nazarudin Umar juga tidak tahu apa-apa,” ujar menteri agama, Surya Dharma Ali, dalam sambutan pelantikan Dirjen Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, di kantornya Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa, (26/6/2012). Menurutnya, citra kementerian agama sebetulnya sudah membaik dengan prestasi yang diperoleh dalam hasil audit laporan keuangan kemenag tiap tahun. Namun citra positif itu kembali memburuk karena kasus korupsi pengadaan alquran. “Setelah bertahun-tahun laporan keuangan dari kementerian agama yang disclaimer. Lalu tahun 2009 kita mendapat wajar dengan pengecualian, tahun 2010 wajar dengan pengecualian. Dan 2011 kita mendapat nilai wajar tanpa pengecualian dengan pargraf penjelasan. Belum satu minggu kebanggan itu, kita semua diterpa isu korupsi pengadaan alquran, ini tentu sangat menyakitkan,” terangnya. Ia menuturkan bahwa kasus korupsi yang menerpa kementeriannya sangat menyakitkan dirinya sebagai menteri, dan seolah kementerian agama paling bobrok diantara kementerian lainnya. “Opini publik sudah terbentuk sedemikian rupa, seakan kementerian agama ini yang paling bobrok. Alquran saja dikorupsi, ini betul-betul statement yang menyakitkan,” kata Surya. Oleh karenanya, ia membentuk tim investigasi kasus pengadaan alquran untuk mengetahui akar permasalahan sebenarnya. Karena menurutnya orang-orang yang membicarakan kasus ini tidak memahami yang sesungguhnya terjadi. “Saya minta perhatian internal kementerian agama menyangkut dugaan adanya korupsi dalam pengadaan percetakan kitab suci alquran yang dsmpaikan oleh KPK. Kita sangat prihain dengan opni dan pemberitaan media yang sangat merugikan nama baik korps kementerian agama,” ucapnya. (fjr/fjr) Dugaan korupsi pengadaan Alquran ini diungkap oleh Ketua KPK Abraham Samad pekan lalu. Abraham mengatakan, pengadaan Alquran itu terjadi di Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama. Saat itu, direktorat tersebut dipimpin oleh Nazaruddin Umar, yang kini menjabat Wakil Menteri Agama. “Kami selalu menugaskan Inspektorat Jenderal untuk melaporkan setiap ada indikasi. Setiap laporan keuangan tahunan itu pasti ada catatannya di Badan Pemeriksa Keuangan,” katanya. Ia mengaku sudah mendapat laporan dari badan investigasi internal dan tidak ada masalah dalam pengadaan Alquran. “Menurut Irjen, catatan mengenai alquran itu tidak ada. Tiba-tiba kami diinformasikan ada korupsi di dalamnya mengenai pengadaan alquran. Hal ini mengagetkan kita semua,” kata Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu. Suryadharma menegaskan, ia siap dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pemeriksaan kasus tersebut. “Siap saja, silakan buktikan!” ujarnya.
Korupsi Pengadaan Alquran Lebih Parah Dibanding Konser Lady Gaga Pengadaan Alquran di Kementerian Agama diduga dikorupsi. Korupsi terhadap pengadaan kitab suci dinilai jauh lebih parah dibandingkan konser Lady Gaga yang sempat dituding bakal merusak moral bangsa. “Korupsi Alquran jauh lebih bahaya dibanding konser Lady Gaga atau Ahmadiyah sekalipun,” kata peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim, kepada detikcom, Minggu (24/6/2012). Hifdzil sangat menyesalkan jika sampai akhirnya KPK menemukan adanya kerugian negara dan menjerat tersangka dalam kasus tersebut. Jika benar indikasi korupsi dalam pengadaan tersebut ada, menandakan penyakit korupsi di negeri ini sudah sangat parah. “Ini berarti tingkat logika koruptor sudah masuk kategori sangat gila,” sindirnya.
“Bahkan untuk sebuah perbaikan moral pun juga dikorupsi,” lanjutnya lagi. Sanksi sosial yang bakal diterima oleh tersangka korupsi ini juga diyakini bakal jauh lebih berat dibanding kasus korupsi lainnya. “Koruptor ini kualat dunia dan akhirat,” tandasnya. Belum diketahui dugaan kerugian negara dalam kasus ini. Namun kabarnya proyek bernilai Rp 35 miliar ini sudah diaudit BPK. Sebelumnya Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, sudah memberi tanggapan atas dugaan korupsi pengadaan Alquran di kementeriannya. Nasaruddin yang pernah menjabat Dirjen Bimas Islam itu menyebut panitia pengadaan barang Kementerian Agama sebagai pihak yang paling berpotensi melakukan penyelewengan. “Saat itu saya sebagai komisi penguasa anggaran yang memberi kewenangan kepada pejabat eselon 2 yakni pejabat pembubat komitmen atau levelnya sama dengan direktur, lalu direktur memberi kewenangan kepada panitia pengadaaan barang. Kalau ada masalah potensinya ada di panitia pengadaan,” kata Nasaruddin di kantornya, Jl Thamrin, Jakarta, Jumat (22/6). Din: Korupsi Pengadaan Al Quran itu Menyedihkan! Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin menilai, kasus dugaankorupsi proyek pengadaan Al Quran di Kementerian Agama merupakan hal sangat menyedihkan. Hal tersebut sekaligus juga memalukan karena menyangkut kitab suci umat Islam. “Saya tersentak membaca itu (dugaan korupsi pengadaan Al Qur’an). Maka, perlu verifikasi apakah betul demikian. Tapi, mudah-mudahan itu tidak benar,” kata Din Syamsudin, usai penutupan Tanwir Muhammadiyah 2012, di Bandung, Minggu (24/6/2012). Pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) beberapa waktu lalu, kata Din, mengenai adanya dugaan kasus korupsi pengadaan Al Quran bisa kembali menempatkan Kementerian Agama sebagai kementerian terkorup. “Jangan sampai terjadi lagi Kementerian Agama menjadi ’juara bertahan’ sebagai kementerian paling korup. Ini memang memalukan, dan itu bukan menurut saya, tapi menurut ICW atau Lembaga Transparasi Indonesia menuturkan selama ini, Kemenag menjadi ’kementerian paling korup’,” ujar Din. Menurut Din, dugaan korupsi pengadaan Al Quran di tubuh Kementerian Agama sebuah ironi tersendiri bagi bangsa Indonesia saat ini. “Kalau di Kementerian Agama terjadi korupsi seperti ini, bagaimana nantinya kalau mau melakukan pembinaan kehidupan beragama,” kata dia. Selain soal dugaan korupsi tersebut, Din juga menyoroti tentang permasalahan haji, yang menurut Din, masyarakat Indonesia dan DPR terkesan “diam”. “Terutama menyangkut dana haji. Ini kita semua seolah diam, DPR juga diam. Saya mendapat informasi yang perlu didalami dan diverifikasi, bahwa dana haji yang sudah berapa triliun rupiah itu tidak jelas haknya bagi calon jamaah, terutama bagi yang menunggu lima hingga 10 tahun. Bahkan, sebagian dana haji itu katanya dijadikan sukuk. Nah, ini yang tidak benar,” katanya. Oleh karena itu, pihaknya mengimbau Kementerian Agama agar transparan dalam mengelola dana jamaah haji karena dana tersebut merupakan amanat umat yang jangan sampai dikorupsi atau diselewengkan. “Saya berharap jangan bertahan jadi ’juara satu’ dalam hal ini Kementerian Agama menjadi kementerian paling korup,” ujar Din.
View more...
Comments