KONSEP DAN PRAKARSA IMPLEMENTASI MKT - Tatang Taufik

October 29, 2018 | Author: Tatang Taufik | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Diskusi singkat tentang "metode koordinasi terbuka/MKT" (open method of coordination/OMC)....

Description

KONSEP DAN PRAKARSA IMPLEMENTASI METODE KOORDINASI TERBUKA UNTUK MENDUKUNG KOHERENSI KEBIJAKAN INOVASI **) Tatang A. A . Taufik **)

1.

PENDAHULUAN

Dinam inamik ika a sist sistem em inova novasi si pada ada dasa dasarn rnya ya menu enunjuk njukka kan n bag bagaim aimana ana suat uatu bangsa/masyarakat (atau daerah) mampu menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan penget pengetahu ahuan, an, berino berinovas vasii dan mendi mendifus fusika ikan n inovas inovasii terseb tersebut, ut, serta serta berpro berproses ses dalam dalam pembelajaran dan beradaptasi terhadap beragam perubahan. Oleh karena itu, daya saing dan kohesi sosial yang merupakan tumpuan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu negara (daerah) (daerah) akan semakin semakin ditentuka ditentukan n oleh bagaimana bagaimana perkembangan perkembangan sistem sistem inovasi negara (daerah) yang bersangkutan. Tetapi harus diakui bahwa pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa sistem inovasi suatu negara tidak berkembang begitu saja. Perkembangan sistem inovasi suatu negara negara akan ditentuk ditentukan/di an/dipenga pengaruhi ruhi oleh kebijakan kebijakan inovasi inovasi yang tepat tepat yang diterapka diterapkan n sejalan dengan konteks dan perkembangan sistem inovasi yang berkembang, serta direspon dengan tepat oleh industri dan para pemangku kepentingan lainnya. Setiap negara berupaya mengem mengemban bangka gkan n kebija kebijakan kan inovas inovasii agar agar memenu memenuhi hi kriter kriteria ia kebija kebijakan kan yang yang baik. baik. Kini Kini semakin semakin disadari disadari bahwa salah satu kriteria kriteria penting penting kebijakan inovasi yang baik adalah memenuhi persyaratan “koherensi” kebijakan (lihat misalnya Taufik, 2005). Oleh karena itu, di antara isu kebijakan inovasi yang menjadi perhatian berbagai negara adalah mendorong berkembangnya koherensi kebijakan inovasi pada berbagai tataran. Upaya Upaya demiki demikian an tentu tentu perlu perlu dikem dikemban bangka gkan n bersam bersama a oleh oleh berbag berbagai ai pihak pihak (para (para pemang pemangku ku kepent kepenting ingann annya ya). ). Kini Kini semaki semakin n disada disadari ri bahwa bahwa kebij kebijaka akan n inovas inovasii bukanl bukanlah ah semata ranah intervensi bagi “Pemerintah Pusat/Nasional” Pusat/Nasional” tetapi juga “Pemerintah Daerah.”1 Selain itu, upaya bersama (atau kolaboratif) dalam mendorong koherensi kebijakan inovasi ini juga sangat penting mengingat kebijakan inovasi setidaknya terkait dengan tiga dimensi penting berikut: 





Dimensi ”penadbiran kebijakan” (policy governance), bahwa kebijakan inovasi dapa dapatt dite ditent ntuk ukan an pada pada bera beraga gam m tata tatara ran n (lok (lokal al,, daer daerah ah,, nasi nasion onal al dan dan intern internasi asiona onal), l), di mana mana kohere koherensi nsi dan komple komplemen mentas tasii satu satu dengan dengan lainny lainnya a sangatlah penting. Dimensi Dimensi “sektoral” “sektoral” di mana terdapat terdapat beragam beragam faktor faktor yang akan memberik memberikan an pengaruh umum serupa walaupun dengan tingkat yang berbeda dan pengaruh yang yang mungki mungkin n bersif bersifat at spesif spesifik ik sektor sektor.. Karena Karenanya nya,, respon respons s kebija kebijakan kan yang yang dikembangkan perlu mempertimbangkan hal ini. Interaksi dengan bidang kebijakan lainnya, di mana kebijakan inovasi seringkali perlu diimplementasikan melalui kebijakan lainnya. Karenanya, konsepsi inovasi dan sistem sistem inovas inovasii perlu perlu semaki semakin n ”lekat ”lekat/te /terpa rpadu” du” dalam dalam beraga beragam m kebija kebijakan kan terkait lainnya.

*

*)

1

Bahasa Bahasan n lebih lebih jauh jauh tentan tentang g ini dapat dapat diliha dilihatt dalam dalam beraga beragam m litera literatur tur kebija kebijakan kan inovas inovasii (lihat (lihat misalnya misaln ya Taufik, 2005).

Dr. Tatang Tatang A. Taufik, bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

Sebagai bagian integral dari prakarsa ”GERBANG INDAH NUSANTARA” (Gerakan Membangun Sistem Inovasi dan Daya Saing Daerah di Seluruh Wilayah Nusantara), maka upaya/lang upaya/langkah-l kah-langka angkah h untuk mendorong mendorong berkemban berkembangnya gnya koherensi koherensi kebijakan kebijakan inovasi inovasi di Indonesia dipandang sangat perlu untuk terus dikembangkan dan melibatkan kolaborasi banyak pihak. Maka Makala lah h ini ini memp memper erke kena nalk lkan an ”met ”metod ode e koor koordi dina nasi si terb terbuk uka” a” (op (open meth method od of  coordination/OMC) sebagai suatu cara yang penting dan sesuai dengan kerangka sistem pemeri pemerinta ntahan han di Indone Indonesia sia (NKRI) (NKRI) serta serta dipand dipandang ang berpot berpotens ensii sangat sangat positi positiff dalam dalam mendorong otonomi daerah.

2.

TINJAUAN LITERATUR

2.1 2.1

Argu Argume men n Keb Kebij ijak akan an Ino Inova vasi si

Kebijakan Kebijakan inovasi hakikatnya hakikatnya bersifat horisonta horisontal, l, vertikal, vertikal, temporal temporal,, dan sangat sangat erat dengan proses pembelajaran (learning process) untuk mendorong pengembangan kapasitas inovatif. Oleh karena itu, kebijakan inovasi berkaitan erat dengan perubahan, fleksibilitas, dinamisme dan masa depan. Dalam mayoritas literatur tentang sistem inovasi dan kebijakan inovasi, ranah (domain) kebijakan inovasi mencakup atau berkaitan dengan kebijakan iptek (termasuk (termasuk berkaitan berkaitan dengan dengan aktivita aktivitas s litbang), litbang), kebijakan kebijakan industri, industri, kebijakan kebijakan daerah daerah dan kebijakan pendidikan. Menu Menuru rutt Edqu Edquis istt (200 (2001) 1),, pada pada prin prinsi sipn pnya ya terd terdap apat at dua dua hal hal utam utama a untu untuk k dapa dapatt melakukan melakukan intervensi intervensi (kebijaka (kebijakan), n), yaitu: yaitu: munculny munculnya a “persoala “persoalan n atau isu” kebijakan, kebijakan, dan adanya kemampuan lembaga publik mengatasi/memecahkan atau mengurangi persoalan yang bersangkutan. a.

Munc Muncul ulny nya a “per “perso soal alan an atau atau isu” isu” kebija kebijaka kan: n: Arti Artiny nya, a, apa yang menja menjadi di tujua tujuan n pent pentin ing g (ter (terka kait it deng dengan an “sis “siste tem m inov inovas asi” i”)) dini dinila laii tida tidak k terc tercap apai ai.. Ini Ini berk berkai aita tan n deng dengan an ”alasan/argumen” kebijakan inovasi sebagaimana ditelaah dalam beragam literatur. Argumen Argumen kegagalan kegagalan pasar  (market (market failures) failures) merupakan merupakan argumen argumen ”klasik” ”klasik” perlunya perlunya intervensi pemerintah bagi kebijakan inovasi (termasuk kebijakan iptek). Tassey Tassey (2002, 1999) misalnya mengungkapkan salah satu bentuk kegagalan pasar terkait dengan litbang adalah fenomena “investasi yang terlampau rendah” (underinvestment) dalam pengemban pengembangan gan dan difusi difusi pengetahu pengetahuan/t an/teknol eknologi, ogi, yang menurutny menurutnya a terjadi terjadi dalam dalam empat kategori, yaitu: 





aggregate underinvestment  oleh oleh suatu suatu indust industri ri (misal (misalnya nya rendah rendahnya nya litban litbang g keseluruhan); inve invest stas asii yang yang terl terlam ampa pau u rend rendah ah dala dalam m litb litban ang g tera terapa pan n di peru perusa saha haan an-perusahaan baru/pemula (misalnya tidak memadainya modal ventura); invest investasi asi yang yang terla terlampa mpau u rendah rendah dalam dalam pembah pembaharu aruan an tekno teknolog logii yang yang ada (inkremental) atau penciptaan teknologi baru (misalnya ketidak-memadaian riset teknologi generik);

 Tatang A. Taufik

2



invest investasi asi yang yang terlam terlampau pau rendah rendah dalam dalam menduk mendukung ung infras infrastru truktu kturr teknol teknologi ogi (misalnya kurangnya litbang infratechnology ); );

Karena Karena proses proses pengem pengemban bangan gan teknol teknologi ogi berlan berlangsu gsung ng secara secara siklus siklus (cyclically), (cyclically), kegagalan pasar yang mengarah kepada investasi yang terlampau rendah cenderung berulang terus. Selain itu, beragam jenis kegagalan pasar yang berbeda biasanya terjadi dan membutuhkan pola respons dari pemerintah atau industri-pemerintah yang berbeda pula. Sementara itu, Cornet dan Gelauff (2002), menyoroti teori dan bukti empiris yang menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tidak berurusan dengan seluruh biaya dan manfaat sosial dari inovasi. Karena itu maka pasar inovasi (the innovation market) gagal. Beberapa mekanisme menggeser insentif swasta untuk berinovasi dari insentif  yang optimal secara sosial: 







knowledge knowledge spillove spillovers: rs: penget pengetahu ahuan an baru baru “bocor “bocor/m /meny enyeba ebar” r” ke perusa perusahaa haan n lainnya tanpa kompensasi bagi si inovator. Artinya, dalam penyebarannya, pihak inovator tidak sepenuhnya dapat melindungi pemanfaatan konsep inovasi oleh pihak-pihak lain. rent spillovers: inovator tidak dapat menarik imbalan dari pelanggannya atas nilai sepenuhny sepenuhnya a yang dihasilka dihasilkan n dari inovasi. inovasi. Istilah Istilah knowledge spillovers dan rent  spillovers pada dasarnya terkait dengan sifat non rivalry rivalry and non excludability  excludability  dari inovasi. Kegagalan pasar asuransi (insurance market failure): failure) : risk-averse innovator 2  tidak mampu menanggung sehimpunan risiko inovasi; Pencur Pencurian ian bisnis bisnis (business-stealing effects): inovasi inovasi berpotens berpotensii memperku memperkuat at posisi posisi pelaku pelaku bisnis bisnis mencu mencuri ri bisnis bisnis pesain pesaingny gnya. a. Dampak Dampak pencur pencurian ian bisnis bisnis (business(business-steal stealing ing effect) effect) memp memper erku kuat at inse insent ntif if bagi bagi pela pelaku ku bisn bisnis is,, yang yang melampaui tingkat optimum sosial. Sementara itu, jenis kegagalan pasar yang lain lain meng mengur uran angi gi inse insent ntif if ters terseb ebut ut di baw bawah apa apa yang yang dike dikehe hend ndak akii oleh oleh masyarakat.

Kega Kegaga gala lan n pasa pasarr juga juga meng mengha hamb mbat at difu difusi si inov inovas asii dala dalam m ekon ekonom omi, i, teru teruta tama ma menyangkut: 





2

Inform Informasi asi tak sempur sempurna na (imperfect (imperfect informat information): ion): pasar pasar belum belum sepenu sepenuhny hnya a memahami (terbiasa) dengan keseluruhan inovasi dan karenanya enggan untuk mengadopsi inovasi tersebut serta berinvestasi dalam perbaikan-perbaikan dari inovasi tersebut; Eksternalitas jaringan (network externalities): nilai sosial dari inovasi bergantung pada pada juml jumlah ah peng penggu guna na.. Kare Karena na itu, itu, ada ada inse insent ntif if untu untuk k menu menung nggu gu untu untuk k mengadopsi inovasi dan menunggu berinvestasi dalam inovasi komplemennya; Kekuatan Kekuatan pasar  (market (market power): power): Para pengguna pengguna (pelangga (pelanggan) n) akan berbeda berbeda dalam kesediaannya membayar  (willingness to pay) atas inovasi. Oleh karena itu, inovator memulainya dengan membebankan harga tinggi kepada pengguna yang paling awal menghendaki inovasi, selanjutnya mengurangi harga secara Inovator yang sikapnya lebih condong “menghindari risiko.”

3

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

bertah bertahap ap untuk untuk melay melayani ani penggu penggunana-pen penggu gguna na yang yang beriku berikutny tnya. a. Kecepa Kecepatan tan adopsi biasanya relatif lambat; 

Keunggulan Keunggulan pelopor  pelopor  (first-mover advantage): suatu suatu inovas inovasii yang yang kecil kecil dapat dapat mendorong mendorong produk-pro produk-produk duk yang ada menjadi menjadi tertingga tertinggal/ka l/kadalua daluarsa rsa (obsolete). Oleh karena itu, difusi yang cepat akan lebih menarik dari perspektif inovator, namun tidak terlampau menarik bagi masyarakat.

Paradi Paradigm gma a sistem sistem yang yang mencer mencerma mati ti ”siste ”sistem m inovas inovasi” i” membaw membawa a pada pada argume argumen n kegagalan sistemik, selain kegagalan pasar (dan kegagalan pemerintah) yang pada dasa dasarn rnya ya tela telah h dike dikena nall dala dalam m arus arus utam utama a ekon ekonom omi, i, seba sebaga gaii land landas asan an bagi bagi pengembangan kebijakan inovasi. Kebijakan inovasi pada prinsipnya adalah mengkomplementasi perusahaan dan pasar, pasar, buka bukan n meng mengga gant ntik ikan an atau atau mend mendup upli lika kasi siny nya. a. Dala Dalam m hal hal ini, ini, menu menuru rutt Edqu Edquis ist, t, setidaknya terdapat empat kategori kegagalan sistem ( yang sebagian berhimpitan satu dengan lainnya), yaitu: 1.

Fungsi Fungsi-fu -fungs ngsii dala dalam m sist sistem em inovas inovasii tida tidak k sesu sesuai ai atau atau tida tidak k ada; ada;

2.

Orga Organi nisa sasi si-o -org rgan anis isas asii yang yang ada tidak tidak sesua sesuaii atau atau organ organis isas asii yang yang diper diperlu luka kan n tidak ada;

3.

Kele Kelemb mbag agaa aan n yang yang ada tidak tidak sesua sesuaii atau atau kelemb kelembag agaa aan n yang dipe diperl rluk ukan an tida tidak k ada; atau

4.

Inte Intera raks ksii atau atau keter keterka kait itan an antar antarel elem emen en dalam dalam siste sistem m inovas inovasii tida tidak k sesu sesuai ai atau atau tidak ada.

Sementara itu, Smith (2000, 1996) menekankan empat jenis kegagalan sistemik yang mendasari perlunya intervensi pemerintah berdasarkan kerangka pendekatan sistem inovasi, yaitu: 1.

Kegagalan dalam penyediaan dan investasi infrastruktur  (fai (failu lure res s in infrastructural provision and investment): Ini misalnya menyangkut infrastruktur  fisik (misalnya berkaitan dengan energi dan komunikasi) maupun yang berkaitan dengan iptek seperti misalnya perguruan tinggi, lembaga teknis yang didukung oleh pemerintah, lembaga kebijakan, perpustakaan dan bank data, atau bahkan kementerian dalam pemerintah.

2.

Kegagalan transisi (transition failures): Ini misalnya berkaitan dengan persoalanpersoa persoalan lan serius serius yang yang dihada dihadapi pi oleh oleh perusa perusahaa haan n atau atau sektor sektor secara secara umum umum dalam menyesuaikan diri terhadap berbagai transisi seperti perubahan teknologi. Menurut Smith, banyak kebijakan publik yang dalam kenyataannya dimaksudkan untuk mengatasi isu-isu demikian namun seringkali tanpa alasan yang eksplisit.

3.

Lock-in failures: Ketidakmampuan Ketidakmampuan perusahaan-perusahaan beralih dari teknologi yang yang diguna digunakan kannya nya berkai berkaita tan n dengan dengan ketid ketidakm akmamp ampuan uan indust industri ri dan sistem sistem perekonomi perekonomian an secara secara keseluruha keseluruhan n yang dapat dapat “terkunci “terkunci atau terperangk terperangkap” ap” (locked-in) dalam dalam paradigma paradigma teknologi teknologi tertentu tertentu.. Lembaga-l Lembaga-lembag embaga a eksternal eksternal,, dengan dengan kemampua kemampuan n untuk membangki membangkitkan tkan insentif insentif,, untuk untuk mengemba mengembangkan ngkan

 Tatang A. Taufik

4

alternati alternatif-alt f-alternat ernatif if teknologi, teknologi, dan untuk untuk menumbuh menumbuhkemb kembangka angkan n sistem-si sistem-sistem stem teknologi yang baru (emerging) sangat diperlukan. 4.

Kega Kegaga gala lan n inst instit itus usio iona nal: l: sehim sehimpu puna nan n terp terpad adu u dari dari lemba lembaga ga publi publik k dan dan swas swasta ta,, sistem sistem regula regulasi si (regulato (regulatory ry systems) systems) dan dan sist sistem em kebi kebija jaka kan n yang yang turu turutt mempengaruhi konteks ekonomi dan perilaku teknis secara keseluruhan akan membentuk peluang teknologis dan kapabilitas perusahaan. Kegagalan dalam sistem sistem ini dapat dapat membe membent ntuk uk “kemac “kemaceta etan” n” (bottlenecks) bagi bagi inov inovas asii yang yang berperan sebagai alasan bagi tindakan kebijakan, seperti misalnya perubahan dalam perundangan HKI.

Komple Kompleksn ksnya ya sistem sistem inovas inovasii turut turut mendo mendoron rong g argume argumen n dengan dengan perspe perspekti ktiff (dan (dan tekana tekanan) n) yang yang tak selalu selalu persis persis sama sama yang yang diajuk diajukan an berkai berkaitan tan dengan dengan perlun perlunya ya kebi kebija jaka kan n inov inovas asi. i. Arno Arnold ld dan dan Boek Boekho holt lt (200 (2002) 2) misa misaln lnya ya lebi lebih h mene meneka kank nkan an isu isu argumen berikut: 1.

Kegagalan ka kapabilitas (capability failures): Hal ini berkaitan dengan kemampuan perusa perusahaa haan n bertin bertindak dak demi demi kepent kepenting ingan an terbai terbaikny knya a karena karena keterb keterbata atasan san mana manaje jeri rial al,, kura kurang ngny nya a pema pemaha hama man n tekn teknol olog ogi, i, kele kelema maha han n kema kemamp mpua uan n pembel pembelaja ajaran ran atau atau kapasi kapasitas tas absorp absorpsi si untuk untuk meman memanfaa faatka tkan n teknol teknologi ogi yang yang berasal dari luar perusahaan.

2.

Kegagalan da dalam le lembaga (failures in institutions): kegagalan dalam berbagai organisasi, organisasi, baik bisnis bisnis maupun maupun non-bisni non-bisnis s dalam dalam menyesuai menyesuaikan kan diri dengan dengan perubahan pengetahuan menghambat perkembangan inovasi dan pertumbuhan. Demikian juga kegagalan berinvestasi dalam lembaga-lembaga lembaga-lembaga pengetahuan.

3.

Kegagalan jaringan (network (network failures) failures):: Hal Hal ini ini berk berkai aita tan n deng dengan an inte intera raks ksii antaraktor, baik karena jumlah dan kualitas keterkaitan yang rendah (misalnya karena tidak berkembangnya rasa saling percaya atau keterisolasian para aktor  dari dari kontek konteks s sosial sosial), ), maupu maupun n transition failures dan lock-in failures (di mana sistem sistem inovasi inovasi ataupun ataupun klaster klaster industri industri tidak tidak mampu mampu memanfaa memanfaatkan tkan peluang peluang teknologi baru atau terperangkap dalam teknologi yang lama).

4.

Kegagalan ke kerangka ke kerja (framework failures): Inovasi yang efektif akan turut bergan bergantun tung g pada pada kerang kerangka ka regula regulasi si dan kondis kondisii lain lain yang yang melat melatarb arbela elakan kangi gi inovasi (misalnya sofistikasi konsumen, nilai-nilai sosial dan budaya). Urai Uraian an di atas atas menu menunj njuk ukka kan n bera beraga gam m pote potens nsii bagi bagi iden identi tifi fika kasi si dan dan elaborasi isu kebijakan inovasi yang perlu dicermati dalam konteks suatu sistem inovasi.

b.

Adan Adanya ya kema kemamp mpua uan n lemb lembag aga a publ publik ik meng mengat atas asi/ i/me meme meca cahk hkan an atau atau meng mengur uran angi gi persoalan yang bersangkutan. Untuk Untuk mengatas mengatasii isu/perso isu/persoalan alan kebijakan kebijakan inovasi inovasi tentunya tentunya diperluka diperlukan n kemampuan kemampuan lembaga publik untuk melakukan intervensi perlu ada/dimiliki untuk dapat melakukan perubahan atau memberikan pengaruh terjadinya perubahan ke arah yang diharapkan. Tidak Tidak adanya adanya atau lemahnya lemahnya kemampua kemampuan n lembaga lembaga publik publik dalam dalam kaitan kaitan ini sangat berpotens berpotensii mengakiba mengakibatkan tkan kegagalan kegagalan pemerinta pemerintah h (government failures). failures). Walaup Walaupun un sebaliknya, adanya kemampuan lembaga publik tidak menjamin sepenuhnya terhindar 

5

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

dari dari kegaga kegagalan lan pemeri pemerinta ntah. h. Setid Setidakn aknya, ya, kemema kememadai daian an kemam kemampua puan n member memberika ikan n peluang untuk sedapat mungkin meminimumkan meminimumkan kegagalan tersebut.

Upaya untuk mengenali isu kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Analisis kondisi yang dihadapi, studi perbandingan, dan benchmarking  merupakan pendekatan yang umumnya dilakukan untuk mengawali tahapan ini. Kesadaran akan pentingnya penguatan sistem inovasi (di antara pembuat kebijakan maupun analis), kelemahan ketersediaan data faktual yang relevan, dan masih terbatasnya upaya-upaya kajian yang menyoroti hal ini merupakan kelemahan menonjol di Indonesia. Mengen Mengenali ali “gejal “gejala” a” beraga beragam m kelema kelemahan han sistem sistem inovas inovasii daerah daerah merupa merupakan kan awal awal penting. Namun tentu saja hal demikian belumlah cukup. Menelaah lebih mendalam akarakar persoalannya dan menganalisis isu kebijakan yang dinilai urgen untuk dipecahkan perlu dilakukan sebagai bahan untuk mendesain langkah kebijakan yang perlu diambil. Walaupun bukan maksud buku ini untuk mendiskusikan secara detail beragam kasus, namun penting untuk untuk disam disampai paikan kan di sini sini bahwa bahwa interv intervens ensii pemeri pemerinta ntah h “secar “secara a langsu langsung” ng” tidak tidak selalu selalu otomatis menjadi solusi bagi suatu isu kebijakan. “Solusi pasar dengan peran dan langkah tertentu dari pemerintah dan/atau pihak lain” adakalanya merupakan alternatif solusi bagi isu kebija kebijakan kan.. Kemung Kemungkin kinan an untuk untuk hal demiki demikian an perlu perlu selalu selalu terbu terbuka ka dalam dalam mengka mengkajiji isu kebijakan, selain sebagai upaya menggali alternatif solusi terbaik juga menghindari atau meminima meminimalisas lisasii pengekanga pengekangan n atau tidak tidak berkemban berkembangnya gnya peran/part peran/partisip isipasi asi swasta swasta dan masyarakat akibat dari (sebagai dampak negatif dari) intervensi pemerintah dalam konteks tertentu.3

2.2 Kohere oherensi nsi Kebijak ebijakan an Inovas Inovasii Setiap kebijakan, idealnya memenuhi kriteria kebijakan yang baik. 4 Salah satu kriteria penting kebijakan inovasi yang baik adalah memenuhi persyaratan “koherensi” kebijakan. Oleh karena itu, di antara isu kebijakan inovasi yang menjadi perhatian berbagai negara adalah mendorong berkembangnya koherensi kebijakan inovasi pada berbagai tataran. Upaya Upaya demiki demikian an tentu tentu perlu perlu dikem dikemban bangka gkan n bersam bersama a oleh oleh berbag berbagai ai pihak pihak (para (para pemang pemangku ku kepent kepenting ingann annya ya). ). Kini Kini semaki semakin n disada disadari ri bahwa bahwa kebij kebijaka akan n inovas inovasii bukanl bukanlah ah semata ranah intervensi bagi “Pemerintah Pusat/Nasional” Pusat/Nasional” tetapi juga “Pemerintah Daerah.”5 Selain itu, upaya bersama (atau kolaboratif) dalam mendorong koherensi kebijakan inovasi ini juga sangat penting mengingat kebijakan inovasi setidaknya terkait dengan tiga dimensi penting berikut: 

3

Dimensi ”penadbiran kebijakan” (policy governance): bahwa kebijakan inovasi dapa dapatt dite ditent ntuk ukan an pada pada bera beraga gam m tata tatara ran n (lok (lokal al,, daer daerah ah,, nasi nasion onal al dan dan Istilah teknis untuk kondisi demikian sering disebut crowding out .

4

Beberapa Beberapa kriteria kriteria kebijakan kebijakan yang baik adalah (lihat (lihat Taufik, aufik, 2005): 2005): Efektivita Efektivitas; s; Efisiensi; Efisiensi; Memiliki daya bangkitan yang signifikan (significant leveraging effects); Kelayakan cakupan (adequacy of scope); Memenuhi Memenuhi kaidah kaidah pasar (conforming pasar (conforming to the market mechanisms); Konsistens Konsistensi; i; Koherensi; Koherensi; Keterbuka Keterbukaan an dan akuntabilitas; dan Komitmen kebijakan.

5

Bahasa Bahasan n lebih lebih jauh jauh tentan tentang g ini dapat dapat diliha dilihatt dalam dalam beraga beragam m litera literatur tur kebija kebijakan kan inovas inovasii (lihat (lihat misalnya Boekholt, 2004, dan Taufik, Taufik, 2005).

 Tatang A. Taufik

6

intern internasi asiona onal), l), di mana mana kohere koherensi nsi dan komple komplemen mentas tasii satu satu dengan dengan lainny lainnya a sangatlah penting. 



Dimens Dimensii “sekto “sektoral ral”: ”: bahwa bahwa terda terdapat pat beraga beragam m faktor faktor yang yang akan akan membe memberik rikan an pengaruh umum serupa walaupun dengan tingkat yang berbeda dan pengaruh yang yang mungki mungkin n bersif bersifat at spesif spesifik ik sektor sektor.. Karena Karenanya nya,, respon respons s kebija kebijakan kan yang yang dikembangkan perlu mempertimbangkan hal ini. Interaksi dengan bidang kebijakan lainnya: bahwa kebijakan inovasi seringkali perlu diimplem diimplementa entasika sikan n melalui melalui kebijakan kebijakan lainnya lainnya (selain (selain ”kebijakan ”kebijakan iptek”). iptek”). Karenanya, konsepsi inovasi dan sistem inovasi perlu semakin ”lekat/terpadu” dalam beragam kebijakan terkait lainnya.

Seperti telah disampaikan, salah satu di antara kriteria kebijakan inovasi yang baik ters terseb ebut ut adal adalah ah ”koh ”koher eren ensi si kebi kebija jaka kan. n.”” Kohe Kohere rens nsii kebi kebija jaka kan n inov inovas asii pada pada dasa dasarn rnya ya menyangkut keterp keterpadu aduan an dan harmo harmonis nisasi asi,, saling saling mengis mengisii dan mempe memperku rkuat at teruta terutama ma antarpola kebijakan ekonomi, industri dan teknologi, baik di tingkat nasional maupun daerah, dan ”antara nasional/pusat dan daerah,” 6 sehingga tidak berbenturan, bertolak belakang dan membingungkan. Secara Secara konsep konsep,, kohere koherensi nsi kebija kebijakan kan pada pada dasarn dasarnya ya setida setidakny knya a menya menyangk ngkut ut tiga tiga dimensi, yaitu: 





Koherensi horisontal yang menentukan bahwa masing-masing kebijakan yang terkait terkait atau kebijakan kebijakan-kebi -kebijakan jakan sektoral sektoral dikembangk dikembangkan an untuk untuk saling saling mengisi mengisi dan/atau memperkuat atau meminimumkan ketidakkonsistenan (”inkonsistensi”) dalam tujuan yang (mungkin) saling bertentangan; Koherensi Koherensi vertikal vertikal yang menentuk menentukan an bahwa keluaran yang dicapai/ dicapai/diper diperoleh oleh sesuai atau konsisten dengan yang dimaksudkan (direncanakan) oleh pembuat kebijakan; Kohere Koherensi nsi tempor temporal al yang yang berkai berkaitan tan dengan dengan keadaa keadaan n bahwa bahwa kebija kebijakan kan yang yang diambi diambil/d l/dite itetap tapkan kan saat saat ini akan akan tetap tetap efekt efektif if di masa masa menda mendatan tang g dengan dengan membatasi potensi ”inkoherensi” dan dapat memberikan semacam panduan bagi perubahan (dan berkaitan dengan manajemen transisi).

Dalam Dalam penelitia penelitiannya nnya berkaitan dengan konteks konteks perkemban perkembangan gan sistem sistem inovasi inovasi di Uni Eropa Eropa dan dalam dalam rangka rangka member memberika ikan n advis advis kebija kebijakan kan inovas inovasii kepada kepada para para penent penentu u kebijakan, Lundvall dan Borras (1997), misalnya mengungkapkan bahwa ketika merancang kebijakan inovasi, para pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan tiga tindakan utama berikut:

6

1.

Kebi Kebija jaka kan n yang yang memp mempen enga garu ruhi hi teka tekana nan n untu untuk k beru beruba bah h (mis (misal alny nya a kebi kebija jaka kan n persai persainga ngan, n, kebija kebijakan kan perdag perdagang angan an dan posisi posisi kebija kebijakan kan ekonom ekonomii secara secara umum);

2.

Kebijakan yang ang mempengaruhi kemampuan berinovasi dan perubahan (misalnya pengembangan sumber daya manusia/SDM); manusia/SDM);

menye nyerap

Termasuk konteks regional (supranasional) tertentu dan internasional.

7

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

3.

Kebija Kebijakan kan yang yang diranc dirancang ang untu untuk k melind melindung ungii kelom kelompok pok-ke -kelom lompok pok yang yang “dir “dirugi ugikan kan”” oleh perubahan perubahan (misalnya (misalnya kebijakan kebijakan sosial sosial dan daerah daerah yang bertujuan bertujuan pada redistribusi).

Bidang Bidang kebijakan kebijakan tersebut tersebut perlu perlu disesuaik disesuaikan an dan dikoordina dikoordinasika sikan n sedemikia sedemikian n rupa sehingga dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan tanpa mengabaikan kohesi sosial. Selain itu, koordinasi vertikal juga sangatlah penting karena kesejalanan kebijakan pada berbagai tataran pemerintahan yang berbeda akan mempengaruhi efektivitas dan efisiensi kebijakan.

2.3 Metode Metode Koor Koordin dinasi asi Terb Terbuk uka/M a/MK KT (Open Method of Coordination/OMC) Metode Koordinasi Terbuka/MKT (Open Method of Coordination/OMC) dalam hal ini dapat diartikan diartikan sebagai sebagai cara, metode atau mekanism mekanisme e berkoordi berkoordinasi nasi (dan bekerjasam bekerjasama) a) antara tataran pemerintahan yang berbeda (misalnya antara pemerintah nasional/pusat dan pemerintah daerah) dan antara lembaga-lembaga pemerintah dan/atau para stakeholders dalam bidang tertentu berdasarkan kesepakatan/konsensus (menyangkut kerangka utama dan dan sasa sasara ran n kebi kebija jaka kan n tert terten entu tu)) dan dan dila dilaku kuka kan n seca secara ra suka sukare rela la (voluntary), bukan “keharusan/paksaan” (non-mandatory). Di anta antara ra “apl “aplik ikas asi” i”-n -nya ya dala dalam m khas khasan anah ah kebi kebija jaka kan n publ publik ik,, Meto Metode de Koor Koordi dina nasi si Terbuka/MKT (OMC) diperkira diperkirakan kan mulai mulai diperkenal diperkenalkan kan secara secara “formal” “formal” di lingkunga lingkungan n Uni Eropa dalam the Amsterdam Treaty  (tahun (tahun 1997) untuk the EU’s EU’s employmen employmentt strategy  strategy . Kemudian, hal ini ditekankan kembali dalam the Lisbon European Council  (tahun 2000) untuk beragam bidang, termasuk misalnya kebijakan riset dan pendidikan.7 Instrumen utama bagi MKT tersebut adalah: 

penetapan panduan kebijakan dengan jadwal yang ditentukan untuk mencapai sasaran-sasaran,



pengembangan benchmarking dan benchmarking dan indikator kinerja (performance indicators); indicators);



implementasi prosedur pemantauan (monitoring), evaluasi, dan peer dan peer review 

Sementara itu, fitur utama dari MKT yang dikembangkan adalah sebagai berikut: 





bersifat tidak mengikat (non-binding), yaitu tujuan/sasaran bersifat tidak menjadi keharusan (not mandatory), tak ada sangksi untuk tak berkinerja; pendekatan bottom-up yang yang learning);

mendo mendoron rong g

pembel pembelaja ajaran ran kebija kebijakan kan (policy 

terbuka bagi para partisipan, baik dari pemerintah maupun swasta.

Knill Knill dan Lensch Lenschow ow (2004) (2004) yang yang mengk mengkaji aji bagaim bagaimana ana moda/ moda/pol pola a regula regulasi si dalam dalam penadb penadbira iran n di Uni Eropa Eropa mengu mengungk ngkapk apkan an suatu suatu tipol tipologi ogi moda moda regula regulasi si di Uni Eropa. Eropa. 7

Lihat beberapa tinjauan antara lain seperti Dehouse dan Monnet (2003), DSV (2002), Knill dan Lenschow (2003),Peters (2005), dan radaelli (2003).

 Tatang A. Taufik

8

Moda/pol Moda/pola a tersebut tersebut ditunjuk ditunjukkan kan pada Tabel 1, dimana dimana MKT/OMC MKT/OMC merupakan merupakan kelompok kelompok intervensi dengan tingkat keleluasan yang tinggi (sejauh mana desentralisasi aktor dalam proses implementasinya) dan tingkat kewajiban/obligasi yang rendah.

Tabel 1 Moda Regulasi di Uni Eropa. Tingkat Kewajiban (Obligation) Tinggi

Tingkat Kewajiban (Obligation) Rendah

Tingkat Keleluasaan (Discretion) Tinggi

Instrumen Baru Ekonomi, komunikatif, framework regulation

OMC Open method of coordination

Tingkat Keleluasaan (Discretion) Rendah

Standar Regulasi (Regulatory  Standards) substantif, prosedural 

Self-regulation Di balik bayang-bayang negara

Sumber : Knill dan Lenschow (2003).

Lebih lanjut dalam upayanya mengungkap bagaimana setiap jenis regulasi berimplikasi pada mekanisme yang berbeda dalam penyesuaian kebijakan setiap negara dan juga pola penadbiraan yang berbeda dalam sistem multilevel  Eropa, mereka meringkaskan dalam Tabel abel 2. Dalam Dalam hal ini, ini, merek mereka a membed membedaka akan n tiga tiga jenis jenis mekan mekanism isme e umum umum bagaim bagaimana ana regula regulato torr mempen mempengar garuhi uhi perila perilaku ku kelom kelompok pok sasara sasaran n regula regulasin sinya, ya, yaitu yaitu:: “pemak “pemaksaa saan” n” (coercion) untuk untuk mematuhi mematuhi regulasi, regulasi, perangsang perangsangan an melalui melalui insentif, insentif, dan pembelaj pembelajaran. aran. Sedangkan Sedangkan dalam dalam menelaah menelaah relevansi relevansi dari keempat keempat jenis jenis regulasi, regulasi, dikelomp dikelompokkan okkan tiga tingkatan relevansi, yaitu ++ dominant mechanism; mechanism; + relevant mechanism; mechanism; dan 0 irrelevant  mechanism. mechanism. Peng Pengka kaji jian an rele releva vans nsii ini ini lebi lebih h dida didasa sark rkan an atas atas maks maksud ud/i /int nten ensi si yang yang melata melatarbe rbelak lakang angii regula regulator tor,, bukan bukan kinerj kinerja a nyatan nyatanya ya ataupu ataupun n releva relevansi nsi obyekt obyektif if dari dari mekanisme yang diterapkan.

9

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

Tabel 2 Mekanisme Pengarahan dan Jenis Regulasi. Standar  Regulasi (Regulatory  Standards) “Pemaksaan” (Coercion)

Instrumen Baru

Self-regulation

MKT/OMC

++

+

+

+

standar/syarat yang mengikat secara legal

aturan umum (framework) dan prosedural

shadow of  hierarchy 

pelaporan dan pemantauan

0

++

++

+

perubahan peluang prosedural dan/atau materi

aktor swasta mempengaruhi standar regulasi

0

+

++

komunikasi dalam jaringan swasta

model-model praktik terbaik (best practice models)

Struktur Insentif 

0 Pembelajaran

Hierarchy  model:  power of  coercion

Public  delegation model:

 peer pressure

Private delegation model 

traditional  subsidiarity 

Radical  subsidiarity  model:  public learning  approach

Legenda: ++ dominant mechanism; + relevant mechanism; 0 irrelevant mechanism. Sumber : Knill dan Lenschow (2003).

Selanjutnya dalam menentukan/menilai apakah suatu moda regulasi mencerminkan “penadbiran yang baik (good governance)” governance)” atau tidak, ia menelaahnya dengan mengacu pada suatu pola benchmark untuk benchmark  untuk mengevaluasinya. Dua sisi penting (yang sering menjadi perdebatan) dicermati dalam konteks ini, yaitu keluaran (output) dan masukan (input). Faktor keluaran (output) melandasi sebagian besar fokus legitimasi kebijakan regulasi Uni Eropa. Perhatian pada sisi keluaran diberikan pada tiga faktor, yaitu: Kapasitas pengambilan keputusan: Sejauh mana UE memiliki kapasitas mengambil keputusan politis dalam bidang tertentu; Efek fektivi tivittas imp implem lementas ntasi: i: Seja ejauh mana ana kepu keputtusan usan diimplementasikan diimplementasikan dan dipatuhi pada tingkat nasional;

terseb rsebut ut

bena benarr-be bena nar  r 

Kapasitas pemecahan masalah: Tingkat capaian kebijakan sesuai dengan tujuannya.

 Tatang A. Taufik

10

Dalam Dalam kaitan kaitannya nya dengan dengan kapasi kapasitas tas pemeca pemecahan han masal masalah, ah, merek mereka a member memberika ikan n perh perhat atia ian n pada pada desi desin n regu regula lasi si.. Dala Dalam m hal hal ini, ini, mere mereka ka mene menela laah ah empa empatt fakt faktor or yang yang diperkirakan mempengaruhi desain regulasi, yaitu (lihat Tabel 3): Fleksibilitas penyesuaian yang tinggi untuk redesain yang cepat dari regulasi karena inovas inovasii teknol teknologi ogi,, bukti bukti sainti saintifik fik yang yang baru baru atau atau pengal pengalama aman n dengan dengan pendek pendekata atan n sebelumnya. Akan menjadi perbedaan yang penting bagi pencapaian tujuan secara efektif apakah regulator mendesain aturannya karena kepentingan publik secara umum atau karena kepentingan sekelompok masyarakat/industri. masyarakat/industri. Kapasitas Kapasitas pemecahan pemecahan masalah masalah diperkirak diperkirakan an akan meningkat meningkat yang akan berkaitan berkaitan dengan sejauh mana desain regulasi tanggap/responsif terhadap konstelasi masalah nasional atau subnasional yang berbeda. Akan melandasi melandasi kebutuha kebutuhan n yang sangat penting bagi regulasi regulasi yang efektif efektif bahwa regulator memiliki indikator yang jelas dalam rangka mengembangkan prediksi yang baik tentang hasil (outcomes) potensial dari regulasi.

Tabel 3 Moda Regulasi dan Kapasitas Pemecahan Masalah. Standar  Regulasi (Regulatory  Standards)

Instrumen Baru

Self-regulation

MKT/OMC

Rendah

Rendah

Tinggi

Tinggi

Danger of capture

Tinggi

Rendah, tapi bergantung pada nasional , but depending on national transposition

Tinggi

Low, but depending on national transposition

Responsivitas konteks (context  responsiveness)

Rendah

High

Rendah

Tinggi

Prediktabilitas hasil (predictability of  outcomes)

Tinggi

Rendah

Tinggi

Rendah

Fleksibilitas penyesuaian

Sumber : Knill dan Lenschow (2003).

Sement Sementara ara itu, itu, Peters Peters (2005) (2005) mengun mengungka gkapka pkan n keraga keragaman man bebera beberapa pa penadb penadbira iran n informal (informal (informal governance governance)) yang yang dipr diprak akti tikk kkan an di Uni Uni Erop Eropa a dan dan bebe bebera rapa pa nega negara ra anggotanya. Seperti ditunjukkan dalam rangkuman singkat Tabel 4, setiap metode memiliki

11

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

kara karakt kter eris isti tik, k, yang ang pada pada dasa asarny rnya perl perlu u ditel itelaa aah h konsekuensinya baik secara normatif maupun empiris.

 Tatang A. Taufik

lebi ebih

menda endallam

baga bagaiimana ana

12

Tabel 4. Karakteristik Metode Informal Penadbiran di Uni Eropa. Kepemerintahan (Governmentality)

Akses (Access)

Potensi Legitimasi (Legitimation Potential)

Potensi Tawarmenawar  (Bargaining  Potential)

Koordinasi (Coordination)

Potensi Pengambilan Keputusan (Decision-  making  Potential)

Perubahan Proses (Process Change)

Menengah

Menengah

Tinggi

Tinggi

Menengah

Tinggi

Tinggi

Rendah/Menengah

Tinggi(?)

Menengah

Tinggi

Rendah

Menengah

Menengah

Kemitraan (Partnerships)

Menengah

Menengah/ Rendah

Rendah

Tinggi

Rendah

Tinggi

Rendah

Co-  Production

Menengah

Menengah

Rendah

Menengah

Rendah

Menengah

Multi-Level  Governance

Tinggi

Rendah

Menengah

Menengah

Rendah

Tinggi

Rendah

Menengah

Tinggi

Menengah

Menengah

Tingg i8

Tinggi

Rendah

Soft-Law  Jaringan (Networking)

MKT (Open Method of  Coordination)

Sumber : Peters (2005).

8

Koordinasi vertikal lebih meningkat dibanding dengan koordinasi horisontal.

Menurut Radaelli (2003), persoalan MKT/OMC sebagai moda/pola baru penadbiran (governance) terletak pada enam karakteristik metode sebagai berikut: 9 1.

Huku ukum yang ang baru baru dan dan pera perana nann nny ya yang terba erbata tas. s. Peran ran huku hukum m berb berbed eda a dari dari penadbiran secara tradisional. Dalam MKT, tidak ada demarkasi yang nyata antara pembuatan aturan dengan implementasi aturan. Perbedaan lainnya adalah pengadilan tidak menyediakan mekanisme akuntabilitas yang pokok. Itu sebabnya kirtik terhadap MKT seringkali berfokus pada akuntabilitas. akuntabilitas.

2.

Pendek Pendekata atan n baru baru atas atas pemeca pemecahan han masa masalah lah.. Dalam Dalam form format at ideal idealnya nya,, metod metode e ini beke bekerja rja dalam iterasi (dint of iteration), kerjasama lintas pelaku (antar tingkat pemerintahan dan antara antara sektor sektor pblik dengan swasta), swasta), dan penetapan penetapan standar. standar. Diskusi Diskusi tentang tentang sifat sifat pembelaj pembelajaran aran dari MKT terus berlangsung, berlangsung, baik yang menakankan menakankan pola top-down mapun bottom-up. bottom-up. The Lisbon Strategy merupakan Strategy merupakan contoh kehadiran keduanya.

3.

Part artisi isipasi pasi meru merup paka akan kun kunci dari dari pro proses ses. Power Power sharing  sharing  dalam dalam MKT MKT lebih lebih tinggi tinggi dibanding dalam legislasi tradisional. Pemerintah maupun masyarakat madani samasama berpartis berpartisipasi ipasi.. Partisip Partisipasi asi sangat sangat penting penting menginga mengingatt dua alasan alasan utama, utama, yaitu yaitu legitimasi dan efektivitas.

4.

Keragaman (diversity) dan “penambahan/pelengkapan” (subsidiary). (subsidiary). Metode terbuka mengakui mengakui keragaman keragaman sepenuhny sepenuhnya. a. Hal ini didasarka didasarkan n pada asumsi asumsi model-mode model-modell kapitalisme yang berbeda untuk mendapatkan solusi masing-masing atas persoalan dari dari kera keraga gama man n tant tantan anga gan n komp komple leks ksit itas as dan dan daya daya sain saing. g. Seba Sebali likn knya ya,, mode modell penadbiran yang lebih tradisional mengarah pada harmonisasi.

5.

Cara Cara bar

tuk m

hasil hasilkan kan p

etahua etahua

ng be

MKT MKT se

tinya tinya beker bekerja ja

Menurut Radaelli (2003), persoalan MKT/OMC sebagai moda/pola baru penadbiran (governance) terletak pada enam karakteristik metode sebagai berikut: 9 1.

Huku ukum yang ang baru baru dan dan pera perana nann nny ya yang terba erbata tas. s. Peran ran huku hukum m berb berbed eda a dari dari penadbiran secara tradisional. Dalam MKT, tidak ada demarkasi yang nyata antara pembuatan aturan dengan implementasi aturan. Perbedaan lainnya adalah pengadilan tidak menyediakan mekanisme akuntabilitas yang pokok. Itu sebabnya kirtik terhadap MKT seringkali berfokus pada akuntabilitas. akuntabilitas.

2.

Pendek Pendekata atan n baru baru atas atas pemeca pemecahan han masa masalah lah.. Dalam Dalam form format at ideal idealnya nya,, metod metode e ini beke bekerja rja dalam iterasi (dint of iteration), kerjasama lintas pelaku (antar tingkat pemerintahan dan antara antara sektor sektor pblik dengan swasta), swasta), dan penetapan penetapan standar. standar. Diskusi Diskusi tentang tentang sifat sifat pembelaj pembelajaran aran dari MKT terus berlangsung, berlangsung, baik yang menakankan menakankan pola top-down mapun bottom-up. bottom-up. The Lisbon Strategy merupakan Strategy merupakan contoh kehadiran keduanya.

3.

Part artisi isipasi pasi meru merup paka akan kun kunci dari dari pro proses ses. Power Power sharing  sharing  dalam dalam MKT MKT lebih lebih tinggi tinggi dibanding dalam legislasi tradisional. Pemerintah maupun masyarakat madani samasama berpartis berpartisipasi ipasi.. Partisip Partisipasi asi sangat sangat penting penting menginga mengingatt dua alasan alasan utama, utama, yaitu yaitu legitimasi dan efektivitas.

4.

Keragaman (diversity) dan “penambahan/pelengkapan” (subsidiary). (subsidiary). Metode terbuka mengakui mengakui keragaman keragaman sepenuhny sepenuhnya. a. Hal ini didasarka didasarkan n pada asumsi asumsi model-mode model-modell kapitalisme yang berbeda untuk mendapatkan solusi masing-masing atas persoalan dari dari kera keraga gama man n tant tantan anga gan n komp komple leks ksit itas as dan dan daya daya sain saing. g. Seba Sebali likn knya ya,, mode modell penadbiran yang lebih tradisional mengarah pada harmonisasi.

5.

Cara Cara baru baru untuk untuk meng menghas hasililkan kan peng pengeta etahua huan n yang yang bergu berguna. na. MKT MKT semes semestin tinya ya beker bekerja ja sepert sepertii suatu suatu jaring jaringan an untuk untuk mengga menggalili penget pengetahu ahuan an yang yang bergun berguna a pada pada seluru seluruh h tingkata tingkatan. n. Instrumen Instrumen-inst -instrumen rumen spesifik spesifik akan koheren koheren dengan dengan tujuan tujuan pembelaj pembelajaran, aran, setida setidakny knya a secara secara prinsi prinsip. p. Sebaga Sebagaii contoh contoh adalah adalah cara-c cara-cara ara benchmark benchmarking, ing, peer  review, review, multi-lateral surveillance, scoreboards, trend-charts, trend-charts, dan mekanisme lain untuk difusi kebijakan lintas-negara.

6.

Pembelajaran keb kebijakan (policy learning). learning). Kelebihan terbesar dari MKT adalah bahwa metode ini memiliki potensi sangat besar bagi pembelajaran kebijakan. Dengan belajar  dari pengetahuan pengetahuan lokal dan dengan dengan mendorong mendorong difusi lintas-ne lintas-negara, gara, para penentu penentu kebijakan dapat memperbaiki langkahnya masing-masing. masing-masing.

Rada Radael elli li meny menyim impu pulk lkan an bahw bahwa a MKT MKT dapa dapatt dika dikata taka kan n seba sebaga gaii suat suatu u arsi arsite tekt ktur  ur  penadbiran baru. Namun perlu ditekankan bahwa keenam butir tersebut di atas, khususnya yang terakhir, merupakan karakteristik sangat ideal. Artinya, MKT memiliki “potensi” bagi pembelajaran. Apakah MKT benar-benar dapat menghasilkan pembelajaran yang sangat berarti bagi lintas-negara, lintas-tingkatan pemerintahan, dan lintas-kebijakan, merupakan pertanyaan lain.

3. 9

KONSE ONSEPT PTUA UALI LISA SASI SI PRAK PRAKAR ARSA SA MKT MKT Merujuk pada konsep dan praktik MKT di Uni Eropa.

Didorong oleh kesadaran bahwa masih demikian banyak kelemahan pembangunan di masa lampau yang perlu diatasi, yang sangat erat kaitannya dengan reformasi kebijakan (termasuk (termasuk kebijakan kebijakan inovasi) inovasi) yang perlu terus terus dilakukan dilakukan.. Beberapa Beberapa kelemahan kelemahan tersebut tersebut antara lain seperti berikut: 









Fragm Fragment entasi asi “sekto “sektoral ral”: ”: pola pola pemban pembangun gunan an yang yang terlam terlampau pau sekto sektoral ral lebih lebih mend mendor oron ong g kebi kebija jaka kan n yang yang terk terkot otak ak-k -kot otak ak (ter (terse seka kat) t) dan dan meng mengha hamb mbat at berkemban berkembangnya gnya kebijakan kebijakan yang lebih lebih terkoordin terkoordinasi asi dan sejalan sejalan satu dengan lainnya, sehingga kurang mendukung perkembangan perekonomian yang lebih terinteg terintegrasi rasi dan perkuatan perkuatan struktur struktur industri. industri. Tumpan Tumpang-tin g-tindih dih dan inkonsist inkonsistensi ensi antar antar “bidan “bidang/a g/aspe spek” k” tidak tidak mendu mendukun kung g tercip terciptan tanya ya iklim iklim yang yang kondus kondusif if bagi bagi perkemban perkembangan gan inovasi inovasi dan bisnis, bisnis, bahkan bahkan sangat sangat berpotensi berpotensi menjadi kontrakontraproduktif. Dikot Dikotomi omi “Pusat “Pusat/N /Nasi asiona onal” l” – “Daera “Daerah”: h”: pola pola pemban pembangun gunan an yang yang terlam terlampau pau sektoral dan tersentralistik serta mengutamakan penyeragaman pembangunan turut turut berkontri berkontribusi busi pada kegagalan kegagalan/keku /kekurang-b rang-berhas erhasilan ilan banyak banyak daerah daerah dalam memb memban angu gun n land landas asan an dan dan pila pilarr yang yang koko kokoh h untu untuk k memb member erda daya yaka kan n dan dan menge mengemba mbangk ngkan an peluan peluang g dalam dalam meman memanfaa faatka tkan n hasil hasil pemban pembangun gunan an sesuai sesuai dengan dengan potens potensii terbai terbaik, k, tantan tantangan gan dan karakt karakteri eristi stik k setemp setempat at lainny lainnya a untuk untuk mensejaht mensejahteraka erakan n masyaraka masyarakat. t. Namun Namun kebijakan kebijakan seringkal seringkalii (diletakk (diletakkan an seolah) seolah) menjadi isu dikotomis “pusat/nasional” – “daerah” dengan menganggap bahwa kebijakan kebijakan (termasuk (termasuk kebijakan kebijakan inovasi, inovasi, yang mencakup mencakup pula kebijakan kebijakan iptek) tertentu menjadi pertentangan sebagai ranah salah satu pihak semata dan/atau sepenuhny sepenuhnya a menjadi menjadi tanggung tanggung jawab jawab salah salah satu pihak. pihak. Padahal, Padahal, dibutuhkan dibutuhkan paradi paradigma gma baru baru untuk untuk menyad menyadari ari bahwa bahwa kebija kebijakan kan inovas inovasii bukanl bukanlah ah semata semata rana ranah h peme pemeri rint ntah ahan an pusa pusatt/nas /nasio iona nall teta tetapi pi juga juga menj menjad adii bagi bagian an rana ranah h peme pemeri rint ntah ahan an daer daerah ah.. Pera Peran n para para piha pihak k akan akan sali saling ng mele meleng ngka kapi pi dan dan memperkuat. Perkembang Perkembangan an sistem sistem pemerinta pemerintahan: han: otonomi otonomi daerah daerah merupakan merupakan pergeseran pergeseran yang yang member memberika ikan n ruang ruang bagi bagi reform reformasi asi kebija kebijakan kan inovas inovasii untuk untuk mendo mendoron rong g percepata percepatan n pengemban pengembangan/ gan/perku perkuatan atan sistem sistem inovasi inovasi daerah daerah dan daya saing daerah sebagai basis bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun tentu saja niat baik “otonomi daerah” sekalipun - tanpa agenda yang tepat dan terarah tak akan serta-merta mampu memberikan dampak perbaikan yang signifikan. Pengalam Pengalaman an empiris empiris mereka mereka yang dinilai dinilai berhasil berhasil dalam dalam memperku memperkuat at sistem sistem inovas inovasii dan daya daya saingn saingnya ya menunj menunjukk ukkan an bahwa bahwa kebija kebijakan kan inovas inovasii yang yang baik baik berkembang dari proses pembelajaran kebijakan itu sendiri. Kebutuhan proses pembelajaran kebijakan yang lebih baik menjadi arena yang perlu melibatkan para penentu kebijakan dan stakeholders kunci pada semua tataran dan bidang yang berbeda. Kebutuhan respons kebijakan inovasi yang cepat, tepat, dan terkoordinasi serta lebih koheren atas dinamika perubahan dan tantangan: persoalan masa lampau dan dan dina dinami mika ka peru peruba baha han n dan dan tant tantan anga gan n yang yang diha dihada dapi pi di depa depan n sema semaki kin n memerlukan cara yang lebih baik antara lain melalui respons kebijakan inovasi yang cepat, tepat, dan terkoordinasi serta lebih koheren, yang dikembangkan oleh setiap pihak sesuai dengan peran masing-masing.

15

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

Sehubungan dengan itu, Metode Koordinasi Terbuka/MKT diajukan sebagai cara untuk memula memulaii upaya upaya mendor mendorong ong perkua perkuata tan n koordi koordinas nasii dan kohere koherensi nsi kebija kebijakan kan inovas inovasii di Indonesia. Ini merupakan bagian integral dari prakarsa GERBANG INDAH NUSANTARA (Ger (Gerak akan an Memb Memban angu gun n Sist Sistem em Inov Inovas asii dan dan Daya Daya Sain Saing g Daer Daerah ah di Selu Seluru ruh h Wila Wilaya yah h Nusantara). Secara skema gagasan ini diilustrasikan pada Gambar 1 berikut.

RPJP

Jakstra Iptek

RPJM

Jakstra Sektoral

Heksagon Pengembangan SI

Metode Koordinasi Terbuka (MKT)

Koherensi Kebijakan Inovasi

RPJMD

Gerbang Indah Nusantara Gambar 1. Ilustrasi Gagasan Kerangka MKT Kebijakan Inovasi.

3.1 3.1

Acuan cuan Ber Berk koor oordina dinasi si

Dala Dalam m prak prakar arsa sa yang yang diaj diajuk ukan an,, kera kerang ngka ka kebi kebija jaka kan n inov inovas asii (innovati (innovation on policy  policy  framework) menjadi suatu acuan untuk berkoordinasi. Kerangka kebijakan inovasi tersebut adalah tema utama Hexagon Kebijakan Inovasi (lihat Taufik 2005) sebagai berikut (lihat ilustrasi Gambar 2): 1.

Mengem Mengemban bangka gkan n keran kerangka gka umum umum yang yang kondu kondusif sif bagi bagi inov inovasi asi dan bisnis bisnis..

2.

Memp Memper erku kuat at kele kelemb mbag agaa aan n dan dan daya daya duku dukung ng ipte iptek/ k/li litb tban ang g dan dan menge engemb mban angk gkan an kemampuan absorpsi UKM.

3.

Menu Menumb mbuh uhke kemb mban angk gkan an kola kolabo bora rasi si bagi bagi inov inovas asii dan dan meni mening ngka katk tkan an difu difusi si inov inovas asi, i, praktik baik/terbaik dan/atau hasil litbang.

 Tatang A. Taufik

16

4.

Mendorong budaya inovasi.

5.

Menu Menumb mbuh uhke kemb mban angk gkan an dan mempe memperk rkua uatt kete keterp rpad adua uan n pema pemaju juan an sistem sistem inova inovasi si dan klaster industri nasional dan daerah.

6.

Peny Penyel elar aras asan an den denga gan n perk perkem emba bang ngan an glo globa bal. l.

Visi  Visi  dalam dalam Peningkatan Peningkatan Daya Saing  Daya Saing dan Saing Sain g dan dan Kohesi Kohesi Sosial  Sosial  2010  2010 

Sasaran Kuantitatif  Kuantitatif     f     i   s            i              t  i k    u  .        s   d      M     i  s     y   a    a   n     K        a         a   k    n    n   o     v       r        d      U   s     k     i        o         p          u    d   a    g       i     b   g         i n            i ,                t a    s          n    n    n          i        s              /a    a   n     b   a    o   r   p    y  a   d  a        g           a    d     t        a       o  v        a  n      i    s     i      l    m    n     /   s            b      b    u   a            i              in        d    a   a    t     k    v    e    n   a    m        s            i            i k        g       g    o    u      i   p    u   a         r a        s        a         n   a    i    i   n      b   a   g         o              i  fu          r b            b a     k    p   g     m            b              e            i t    e    u   n   a   m    n  g     b  a      l            l a          d             /t             l  l    a      k    e        o         n         i k            i      k    d   u    m   e   r            K          d   a        a          a s     K      k   e         b            h

B     P      u    e     d     i       n     r    k      a    o     e    m      y    v    a     a    b     s     i     a     n    i       i       n     d       n     o    d       a      g     v    u     n     a     a    s     k      n     s    t      i     r    i       l       s     a     i       s     s    t      t      e     e    m     r    

    p        K             e         e         r k             s        e         e        m         l a               b         r a            a        s        n        a            g        n         a        n        d              g        e n            lo                   g        b         a        a         n         l         

Gambar 2. Kerangka Perancangan Prakarsa.

3.2

Mekanisme

Seba Sebaga gaii taha tahapa pan n awal awal prak prakar arsa sa koor koordi dina nasi si terb terbuk uka, a, dipa dipand ndan ang g pent pentin ing g untu untuk k mengembangkan dan mengimplementasikan beberapa mekanisme berikut: 1.

Doku okumen bers bersam ama a (kon (kons sens ensus) us) daer daerah ah,, yang ang disu disus sun berd berdas asar arka kan n (memua emuatt) kerangka Heksagon Kerangka Kebijakan Inovasi (Kerangka Pengembangan Sistem Inovasi). Inovasi). Ini misalnya misalnya dalam bentuk bentuk dokumen dokumen “Strategi “Strategi Inovasi Daerah Daerah (Kebijaka (Kebijakan n Strategis Pembangunan Iptek di Daerah),” beserta sasaran capaian (sedapat mungkin bersifat kuantitatif). Simplifikasi dari kerangka agenda ini adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

17

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

Kesejahteraan Kema kmuran Kesejahteraan // Kemakmuran Kemakmuran Kemak muran  

Indikator Indikator .. .. ..

Peningkatan Daya Saing dan Kohesi Sosial 

2 2 PerkembangPerkembangan an KelembaKelembagaan gaan & &Daya Daya Dukung DukungIIptek, ptek, serta serta Absorpsi Absorpsi UKM UK M UKM UK M

1 1 Perbaikan Perbaikan Kerangka Kerangka Umum Umum



I ndikat ndikator or . . .



I ndikat ndikator or . . .

Indikator . . .

3 3 PerkembangPerkembangan an Kolaborasi Kolaborasi IInovasi nova si novasi nova si & & Difusi Difusi



I ndikato ndikatorr . . .

4 4 PerkembangPerkembangan an Budaya Budaya IInovasi nova si novasi nova si



I ndikato ndikatorr . . .

5 5 PerkembangPerkembangan S an SI SII & SI & Klaster Klaster IIndustri ndus tri ndustri ndus tri



I ndikat ndikator or . . .

6 6 Keselarasan Keselarasan Global Global



I ndikat ndikator or . . .

PProgram A itas rogram//Aktiv Aktivitas Aktiv ktivitas itas Kapabilitas Kapabilitas

Sumber Sumber daya daya • I ndik ndikat ator or . . .

• I ndik ndika ator tor . . .

• I ndika ndikator tor . . .

Gambar 3. Simplifikasi Simplifikasi Kerangka Kerangka Agenda beserta Indikator Indikator Capaian. Capaian.

Sebagai ilustrasi, berikut merupakan ilustrasi beberapa sasaran: 





Dokumen Strategi Inovasi Daerah dengan rencana tindak dan sasaran tahunan yang jelas dan terukur. Investasi untuk inovasi dan difusi (bidang iptek, litbang): -

X% da dari APBD (P (PDRB) pa pada ta tahun 20 20…

-

Y% dari APBD (PDRB) untuk program (skema insentif bagi) pengembangan perusahaan pemula inovatif di daerah pada tahun 20…

Perijinan bisnis: -

Mekanisme/prosedur ya yang tr transparan

-

dura durasi si pros proses es dan dan pem pembi biay ayaa aan n ter terte tent ntu u yan yang g eks ekspl plis isit it



Perkembangan bisnis baru (terutama yang inovatif)



Perolehan HKI



Perkembangan SDM dan kelembagaan



Produktivitas



Kesempatan kerja baru dan perusahaan baru yang inovatif 

 Tatang A. Taufik

18



Penurunan pengangguran



Indeks capaian teknologi atau perkembangan iptek



Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).



Prakarsa inovatif dan kolaborasi sinergis.

2.

Pert Pertuk ukar aran an hasi hasill kaji kajian an/i /inf nfor orm masi asi (mis (misal alny nya a kaji kajian an-k -kaj ajia ian n yang yang rele releva van, n, term termas asuk uk benchmarking dan benchmarking dan studi banding, pemantauan dan evaluasi bersama).

3.

Peningkatan kapasitas (capacity building): misalnya dalam bentuk workshop, seminar, TOT, dan sebagainya. sebagainya.

4.

Rapa apat dan fora (for (forum um-f -for orum um). ).

5.

Pemantauan, evaluasi dan peer review.

6.

Portal Portal inte interne rnet: t: sebag sebagai ai langk langkah ah awal awal dikem dikemban bangka gkan n berdas berdasark arkan an modif modifika ikasi si dari dari ide ide the European Innovation TrendChart .

Untuk beberapa contoh praktik di Uni Eropa, lihat misalnya Arundel dan Hollanders (2003), Boekholt, et al . (2004), dan Hollanders (2003a, b, c).

4.

PERK PE RKEM EMBA BANG NGAN AN TENT TENTA ATIF TIF PR PRAKAR AKARSA SA

Sejauh ini, beberapa prakarsa awal telah dan tengah diimplementasikan. Beberapa perkembangan tentatif antara lain sebagai berikut.

4.1 Bebera Beberapa pa Elemen Elemen Aktiv Aktivita itas s Pentin Penting g dalam dalam Kolab Kolabora orasi si Bebe Bebera rapa pa hal hal dini dinila laii meru merupa paka kan n elem elemen en pent pentin ing g dala dalam m kola kolabo bora rasi si mend mendor oron ong g koordinasi dan koherensi kebijakan inovasi nasional dan daerah. Oleh karena itu, hal ini didorong untuk dapat dipahami dan diimplementasikan oleh para pihak yang terlibat dalam prakarsa. Elemen penting untuk tahap awal tersebut adalah sebagai berikut: 



Adopsi Kerangka Umum Kebijakan Inovasi (Heksagon Pengembangan Sistem Inov Inovas asii dan dan Daya Daya Sain Saing) g).. Dala Dalam m mend mendor oron ong g meka mekani nism sme e koor koordi dina nasi si dan dan koheensi kebijakan yang lebih terstruktur dan terarah, dpandang penting bahwa kerang kerangka ka kebija kebijakan kan inoasi inoasi terseb tersebut ut dapat dapat tertua tertuang ng dalam dalam dokume dokumen n daerah daerah (dokumen Strategi Inovasi Daerah). Daerah) . Sebagai contoh, beberapa aktivitas bantuan teknis (technical assistance) dilaku dilakukan kan oleh oleh P2KT P2KT PUDP PUDPKM KM - BPPT BPPT dalam dalam membantu daerah menyusun dokumen Strategi Inovasi Daerah. Penataan basisdata, indikator dan benchmarking  (SIDS). (SIDS). Upaya ini dipandang penting penting agar dapat terlembag terlembagakan akan dalam dalam statisti statistik k daerah, daerah, dan ada lembaga lembaga penanggungjawab. penanggungjawab. Langkah awal untuk mendorong hal ini antara lain adalah member memberika ikan n saran saran bebera beberapa pa data/ data/ind indika ikator tor pentin penting g (terka (terkait it dengan dengan sistem sistem inovasi dan daya saing) untuk dihimpun oleh daerah. P2KT PUDPKM - BPPT

19

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

berd berdis isku kusi si deng dengan an piha pihak k Bapp Bapped eda a dan dan Kant Kantor or Stat Statis isti tik k daer daerah ah untu untuk k memprakarsai penataan basisdata inovasi dan daya saing daerah tersebut dan melembagakannya melembagakannya dalam buku “daerah dalam angka” yang terbit setiap tahun. 





Peningkat Peningkatan an kapasitas kapasitas (capacity (capacity building building)). Dala Dalam m rang rangka ka meni mening ngka katk tkan an partisipasi SDM daerah, dipandang penting untuk terus mendorong peningkatan kapasitas para pembuat kebijakan dan staleholders kunci, terutama di daerah. Beberapa upaya telah dan tengah dilaksanakan, antara lain dalam bidang sistem dan kebijakan inovasi, pemetarencanaan teknologi (technology roadmapping), roadmapping), pengukuran tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level). level). Membangun commu communit nity y of practi practice ce.. Perlua Perluasan san jangka jangkauan uan prakti praktik k reform reformasi asi kebijakan perlu melibatkan dan dilakukan oleh banyak pihak. Untuk itu, selain melalu melaluii pening peningkat katan an kapasi kapasitas tas,, maka maka langka langkah h kampan kampanye ye keperd keperduli ulian an dan pelibatan banyak pihak (praktik oleh lembaga mitra, misalnya DPDS, DRD, dan Pemkab Pemkab,, dan perlua perluasan san parti partisip sipasi asi dari dari counterpart  lain) lain) dipand dipandang ang pentin penting g dila dilaku kuka kan. n. Kete Keterl rlib ibat atan an dala dalam m bebe bebera rapa pa fora fora rele releva van, n, prog progra ram/ m/ak akti tivi vita tas s pembangunan ekonomi lokal/daerah, pendampingan (mentor), (mentor), konsultas konsultasii dan penerbita penerbitan n dan disemina diseminasi si beberapa beberapa publikas publikasii (termasuk (termasuk panduan-p panduan-pandua anduan) n) merupakan merupakan aktivitas aktivitas yang telah dilaksana dilaksanakan kan sejauh ini di beberapa beberapa daerah, walaupun dalam intensitas yang masih terbatas. Pemant Pemantaua auan, n, evalua evaluasi, si, dan   peer review review. Upay Upaya a ini ini juga juga dila dilaku kuka kan n untu untuk k mendorong pelembagaan proses pengembangan/perkuatan sistem inovasi dan daya daya sain saing g dala dalam m meka mekani nism sme e yang yang berl berlak aku u sert serta a mend mendor oron ong g pros proses es pemb pembel elaj ajar aran an kebi kebija jaka kan n inov inovas asi. i. Peny Penyam ampa paia ian n bebe bebera rapa pa advi advis s sist sistem em perencanaan iptek dan evaluasi di daerah serta tinjauan-tinjauan dalam topiktopik spesifik (misalnya berkaitan dengan “daya saing daerah,” “Indeks Capaian Teknologi/Technology Teknologi/Technology Achievement Index ,” ,” “Indeks Pembangunan Manusia/IPM” dan “Millennium “Millennium Development Goal/ MDG” MDG” adalah beberapa contoh terbatas yang dilaksanakan).

Pada Pada tatara tataran n nasion nasional al secara secara umum, umum, proses proses perbai perbaikan kan dalam dalam tahap tahap awal awal untuk untuk mendorong kolaborasi sinergis kebijakan inovasi ini sebaiknya dilakukan dengan evaluasi dan dan kons konsol olid idas asii doku dokume men n form formal al terk terkai ait, t, sert serta a perb perbai aika kan n pada pada ting tingka katt pela pelaks ksan anaa aan n aktivitas/kegiatan aktivitas/kegiatan pembangunan tahunan yang relevan dengan Heksagon Kebijakan Inovasi.

4.2 Peran eran Para Para Pema Pemangk ngku u Kepe Kepenti nting ngan an (Stakeholders) Dalam kerangka koordinasi terbuka yang pada dasarnya memang bersifat ”longgar,” fokus fokus utama utamanya nya bukanl bukanlah ah pada pada ”restr ”restrukt ukturi urisas sasi” i” lembag lembaga a formal formal-st -struk ruktur tural al yang yang ada (misalnya ”perangkat daerah”) ataupun adanya peran khusus organisasi/lembaga tertentu secara ”struktural” dalam arena berkoordinasi. Semangat utamanya adalah lebih kepada melakukan melakukan perbaikan perbaikan pelaksanaa pelaksanaan n fungsi fungsi dalam pengemban pengembangan gan sistem sistem inovasi inovasi (melalui (melalui perbaikan koordinasi kebijakan inovasi agar semakin koheren). Kaena itu, kalaupun ada implik implikasi asi yang yang dinila dinilaii meme memerlu rlukan kan penata penataan an kelemb kelembaga agaan an formal formal,, hal demiki demikian an perlu perlu dipandang sebagai implikasi dari perlunya perbaikan fungsinya dalam konteks tersebut.

 Tatang A. Taufik

20

Sehubunga Sehubungan n dengan dengan itu, upaya pengemban pengembangan/ gan/perku perkuatan atan kelembag kelembagaan aan di daerah daerah oleh oleh BPPT BPPT sejauh sejauh ini lebih lebih diarah diarahkan kan pada pada pengem pengemban bangan gan/pe /perku rkuata atan n lembag lembaga a nonnonstruktural daerah (seperti misalnya DPDS, DRD dan/atau kelompok kerja klaster industri) dan umumnya umumnya bersifat bersifat kuasi-publ kuasi-publik, ik, dalam dalam semangat semangat sebagai sebagai solusi solusi kelembaga kelembagaan an (dan inovasi kelembagaan) agar daerah lebih berdaya/mampu dalam mendorong perkembangan sistem inovasi dan daya saingnya.

4.3 4.3

Pelem elemba baga gaan an Koord oordin inas asii

Selain beberapa aktivitas kerjasama dalam topik-topik tertentu yang relevan dengan tema kebijakan inovasi sebagaimana diindikasikan dalam Heksagon Kebijakan Inovasi, fora yang lebih terjadwal secara reguler, perkuatan lembaga daerah (DPDS, DRD dan kelompok kerja klaster klaster industri) industri),, pemantaua pemantauan, n, evaluasi evaluasi dan   peer review, serta proses pemanfaatan portal internet merupakan di antara langkah awal penting dalam pelembagaan koordinasi secara terbuka. Di masa datang, proses koordinasi dapat ditingkatkan apabila dokumen formal daerah dan para pihak juga telah mengakomodasi prakarsa ini dengan lebih terstruktur (termasuk dalam matriks rencana tindak kolaboratif) dan diterjemahkan kedalam aktivitas kongkritnya untuk diimplementasikan. diimplementasikan.

5.

CATATAN PENUTUP

Kebijakan inovasi sebagai himpunan kebijakan untuk mendorong perkembangan/perkuatan sistem inovasi semakin menjadi ranah penentu bagi peningkatan daya saing dan kohesi sosial dalam rangka mewujudukan kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi dan semakin adil di Indonesia. Dalam kaitan ini, kebijakan inovasi setidaknya terkait dengan tiga dimensi penting berikut: 





Dimensi ”penadbiran kebijakan” (policy governance), bahwa kebijakan inovasi dapa dapatt dite ditent ntuk ukan an pada pada bera beraga gam m tata tatara ran n (lok (lokal al,, daer daerah ah,, nasi nasion onal al dan dan intern internasi asiona onal), l), di mana mana kohere koherensi nsi dan komple komplemen mentas tasii satu satu dengan dengan lainny lainnya a sangatlah penting. Dimensi Dimensi “sektoral” “sektoral” di mana terdapat terdapat beragam beragam faktor faktor yang akan memberik memberikan an pengaruh umum serupa walaupun dengan tingkat yang berbeda dan pengaruh yang yang mungki mungkin n bersif bersifat at spesif spesifik ik sektor sektor.. Karena Karenanya nya,, respon respons s kebija kebijakan kan yang yang dikembangkan perlu mempertimbangkan hal ini. Interaksi dengan bidang kebijakan lainnya, di mana kebijakan inovasi seringkali perlu diimplementasikan melalui kebijakan lainnya. Karenanya, konsepsi inovasi dan sistem sistem inovas inovasii perlu perlu semaki semakin n ”lekat ”lekat/te /terpa rpadu” du” dalam dalam beraga beragam m kebija kebijakan kan terkait lainnya.

Dinamika perkembangan dan tantangan baik, yang bersifat universal maupun spesifik dihadapi oleh setiap negara (dan daerah), kini membawa kepada urgensi untuk semakin

21

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

disadarinya bahwa kebijakan inovasi bukanlah semata ranah intervensi bagi “Pemerintah Pusat/ Pusat/Nas Nasion ional” al” tetap tetapii juga juga “Pemer “Pemerint intah ah Daerah Daerah.” .” Selain Selain itu, itu, kebutu kebutuhan han akan akan semaki semakin n komplementatif dan harmonisnya kebijakan antarsektor (kebijakan industrial) maupun yang bersifat lintas-sektor sehingga semakin koheren, menjadi syarat perlu (necessary conditions) bagi perkembangan kebijakan inovasi yang baik. Mengingat kebijakan inovasi akan terbentuk oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh berbagai pihak yang berbeda (baik dalam pengertian bidang/sektor maupun tataran pemeri pemerinta ntahan han,, yang yang menjad menjadii ranah ranah kewena kewenanga ngan/o n/otor torita itasny snya), a), maka maka tentun tentunya ya upaya upaya reformasi/perbaikan kebijakan inovasi perlu dikembangkan bersama oleh berbagai pihak (penentu kebijakan beserta para pemangku kepentingannya). Oleh karena itu, perbaikan koor koordi dina nasi si untu untuk k mend mendor oron ong g kebi kebija jaka kan n inov inovas asii yang yang lebi lebih h kohe kohere ren n dala dalam m rang rangka ka mengembangkan kebijakan inovasi yang baik merupakan agenda sangat penting. Dalam rangka itu, makalah ini mengajukan salah satu metode/cara untuk mendorong perbaikan koordinasi kebijakan inovasi di Indonesia, yaitu Metode Koordinasi Terbuka/MKT (Open Method of Coordination/OMC) Coordination/OMC).. Dalam hal ini, MKT/OMC dapat diartikan sebagai cara, metode atau mekanisme berkoordinasi (dan bekerjasama) antara tataran pemerintahan yang berbeda (misalnya antara pemerintah nasional/pusat dan pemerintah daerah) dan antara lemb lembag agaa-le lemb mbag aga a peme pemeri rint ntah ah dan/ dan/at atau au para para stakeholders dala dalam m bida bidang ng tert terten entu tu berdasarkan kesepakatan/konsensus (menyangkut kerangka utama dan sasaran kebijakan terten tertentu tu)) dan dilaku dilakukan kan secara secara sukare sukarela la (voluntary), bukan “keharusan/paksaan” (nonmandatory). Disadari bahwa perbaikan kebijakan inovasi itu sendiri semakin membutuhkan inovasi dalam pengemba pengembangan ngan kebijakan kebijakannya, nya, termasuk termasuk koordinas koordinasinya inya.. Selain Selain itu, keberhasil keberhasilan an perbaikan kebijakan inovasi pada akhirnya juga ditentukan/dipengaruhi oleh keberhasilan proses pembelajaran yang dilalui dan dikembangkan oleh para pihak yang terlibat dalam siklus kebijakan yang bersangkutan, baik setiap kasus spesifik kebijakan maupun kebijakan inovas inovasii secara secara keselu keseluruh ruhan. an. MKT MKT merup merupaka akan n salah salah satu satu piliha pilihan n cara/m cara/meka ekanis nisme me yang yang dipandang perlu dikembangkan dalam rangka ini. Namu Namun n sang sangat at disa disada dari ri,, pola pola koor koordi dina nasi si deng dengan an para paradi digm gma a kete keterb rbuk ukaa aan, n, kesukarelaan, komitmen dan konsistensi para partisipan, serta penuh semangat berbagi sumber daya, risiko dan manfaat ( resource, risk, and benefit sharing, setidaknya berbagai inform informasi asi,, penget pengetahu ahuan an dan pengal pengalama aman) n) yang yang sangat sangat memb membutu utuhka hkan n keprak keprakars arsaan aan//  pioneering  (dan kepemimpinan/leadership kepemimpinan/leadership)) dari setiap partisipan, memang bukanlah suatu agenda yang mudah diimplementasikan secara kongkrit di lapangan. Oleh sebab itu, dari beberapa prakarsa sangat awal yang dimulai oleh BPPT, baik pada tataran konsep maupun empi empiri ris s seja sejauh uh ini, ini, maka maka bebe bebera rapa pa hal hal dipa dipand ndan ang g menja enjadi di elem elemen en pent pentin ing g yang yang dire direko kome mend ndas asik ikan an untu untuk k dike dikemb mban angk gkan an lebi lebih h lanj lanjut ut bagi bagi kebe keberh rhas asil ilan an peni pening ngka kata tan n koordinasi kebijakan inovasi di Indonesia dalam tahapan awal, seperti telah didiskusikan secara singkat dalam makalah ini. Untuk tataran daerah, beberapa elemen yang disarankan tersebut adalah sebagai berikut: 1.

Adopsi Adopsi Kera Kerangk ngka a Umum Umum Kebij Kebijaka akan n Inova Inovasi si (Heks (Heksago agon n Pengem Pengemban bangan gan Sist Sistem em Inov Inovasi asi dan Daya Daya Saing) Saing) yang yang sedapa sedapatt mungk mungkin in tertu tertuang ang dalam dalam dokum dokumen en forma formall daerah daerah (misalnya dokumen Strategi Inovasi Daerah atau Kebijakan Strategis Pembangunan Iptek di Daerah).

 Tatang A. Taufik

22

2.

Penataan basisdata, indikator dan benchmarking  sistem sistem inovas inovasii (terut (terutama ama terka terkait it dengan data/indikator data/indikator inovasi dan daya saing daerah), yang segera dikembangkan dan terlembag terlembagakan akan (tersusun (tersusun reguler reguler tahunan) tahunan) dalam dalam statisti statistik k daerah daerah (misalnya (misalnya dalam “Daerah Dalam Angka”), dan adanya pihak/lembaga penanggungjawab penanggungjawab yang jelas.

3.

Peningkatan ka kapasitas (capacity building), building), terutama untuk mendorong pemahaman, kemampuan dan partisipasi SDM daerah. daerah.

4.

Membangun commu communit nity y of pract practice ice,, teru teruta tama ma dala dalam m rang rangka ka memp memper erku kuat at dan dan memperluas praktik pragmatis oleh para pihak yang relevan, termasuk lembaga mitra daerah daerah (misalny (misalnya a DPDS, DPDS, DRD, Pemerintah Pemerintah Daerah) Daerah) dan perluasan perluasan partisipasi partisipasi dari counterpart lain. counterpart lain.

5.

Implement entasi pemantauan, evaluasi, dan   peer peer review  review  , teru teruta tama ma dala dalam m rang rangka ka melembagakan proses ini dalam mekanisme yang berlaku (termasuk dalam sistem perencanaan, penganggaran, dan evaluasi pembangunan daerah, setidaknya dalam sistem perencanaan iptek di daerah).

Pada Pada tatara tataran n nasion nasional, al, proses proses perbai perbaikan kan dalam dalam tahap tahap awal awal sebaik sebaiknya nya dilaku dilakukan kan dengan dengan evaluasi evaluasi dan konsolida konsolidasi si dokumen dokumen formal formal terkait, terkait, serta serta perbaikan perbaikan pada tingkat tingkat pelaksanaa pelaksanaan n aktivita aktivitas/ke s/kegiat giatan an pembangun pembangunan an tahunan tahunan yang relevan relevan dengan dengan Heksagon Heksagon Kebijakan Inovasi.

DAFTAR PUSTAKA 1.

Arnold, Erik dan Patries Boekholt. (20 (2004). Innovati Innovation on Governanc Governance: e: Typologies ypologies and  Principles. Principles. Bahan Workshop. "Ensuring policy coherence by improving the governance of innovation policy." Trend Chart Policy Workshop. Brussels 27 April 2004.

2.

Arno Arnold ld,, Eri Erik k dan dan Pat Patri ries es Boe Boekh khol olt. t. (200 (2002) 2).. Measuring ‘Relative Effectiveness’ – Can We Compare Compare Innovati Innovation on Policy Policy Instrumen Instruments?  ts?  Dala Dalam m Patr Patrie ies s Boek Boekho holt lt (Ed. (Ed.). ). (200 (2002) 2).. “Innovation policy and sustainable development: can public innovation incentives make a difference?” Contributions Contributions to a Six Countries Programme Conference, 28 February - 1 March, March, Brussels Brussels 2002. IWT-Obse IWT-Observato rvatory ry.. Institut Institute e for the Promotio Promotion n of Innovatio Innovation n by Science and Technology in Flanders.

3.

Arun Arunde del, l, Anth Anthon ony y dan dan Hugo Hugo Hol Holla land nder ers. s. (20 (2003 03). ). Methodology Report. 2003 European Innovation Scoreboard: Technical Paper No 6. A publication from the Innovation/SMEs Programme. Enterprise Directorate-General. European Commission. European Trend Chart on Innovation. November 14, 2003.

4.

Boekholt, Patries. (2004). Innova Innovatio tion n Govern Governanc ance: e: Typolog ypologies ies and Princi Principle ples s. Backgr Backgroun ound d Paper Paper.. "Ensur "Ensuring ing policy policy cohere coherence nce by impro improvin ving g the the govern governanc ance e of  innovation policy." Trend Chart Policy Workshop. Brussels 27 April 2004.

5.

Boekh oekho olt, lt, Patri atries es,, Sho Shonie nie McKib cKibb bin dan Phil hilip Sowde owden. n. (200 (2004) 4).. Benchmarking  ‘Innovation Excellence’ as a Tool for Innovation Policy . Policy . Background Paper (Using input from the Trend Chart correspondents and the Synthesis Report by Slavo Radosevic). Trend Trend Chart Chart Policy Policy Works Workshop hop.. Europe European an Commis Commissio sion. n. Europe European an Trend Trend Chart Chart on Innovation. Leiden, 11-12 October 2004.

23

Konsep dan Prakarsa Implementasi Metode Koordinasi Koordinasi Terbuka Terbuka untuk Mendukung Koherensi Kebijakan Kebijakan Inovasi

6.

Corn Cornet et,, Maar Maarte ten n dan dan Geor George ge Gel Gelau aufff (200 (2002) 2).. Innovation Policy . CPB Report 2002/2.

7.

Dehou housse, sse, Rena Renau ud, dan dan Jean ean Monne onnett. (200 (2003) 3).. The Open Method of Coordination: A New Policy Paradigm ?  Paper presented at the First Pan-European Conference on European Union Politics “The Politics of European Integration: Academic Acquis and Future Challenges.” Bordeaux, 26-28 September 2002.

8.

DSV. (2 ( 2002). The Open Method Method of Coord Coordina inati tion on in the Field Field of Social Social Insuranc Insurance e. Positi Position on Paper Paper by the Umbre Umbrella lla Organi Organisat sation ions s of the Germa German n Social Social Insura Insurance nce Scheme Schemes. s. Issued Issued in May 2002. 2002. Deutsc Deutsche he Sozial Sozialver versic sicher herung ung Europa Europaver vertre tretun tung. g. European Social Insurance Partners. Maison Européenne De La Protection Sociale.

9.

Edler dler,, Jako Jakob, b, Stef Stefa an Kuhl uhlmann, ann, dan Ruud uud Smit Smits. s. (20 (2003) 03). New Govern Governanc ance e for  Innovati Innovation: on: the Need for Horizont Horizontal al and Systemic Systemic Policy Policy Co-ordina Co-ordination tion.. Report on Workshop. Fraunhofer ISI Discussion Papers Innovation Systems and Policy Analysis, No. 2/2003. Karlsruhe, June 2003.

10. 10.

Edqu Edquis ist, t, Char Charle les. s. (200 (2001) 1).. The Systems of Innovation Approach and Innovation Policy:  An Account of the State of the Art. Lead paper presented at the DRUID Conference, Aalborg, June 12-15, 2001, under theme F: ‘National Systems of Innovation, Institutions and Public Public Polici Policies’ es’ (Invit (Invited ed Paper Paper for DRUID DRUID's 's Nelson Nelson-Wi -Wint nter er Confe Conferen rence) ce) Dari Dari http://www.druid.dk/conferences/ nw/paper1/edquist.pdf 

11.

Edqu Edquis ist, t, Char Charle les. s. (199 (1999) 9).. Innovation Policy – A Systemic Approach. Paper for DRUID's Innovati Innovation on Systems Systems Conferenc Conference, e, June 1999. Dari http://w http://www ww.drui .druid.dk/ d.dk/conf conferenc erences/ es/ summer1999/conf-papers/edquist.pdf 

12.

(2003a). ). Regional Hollanders, Hugo. (2003a Regional Innovati Innovation on Performan Performances ces.. 2003 2003 Euro Europe pean an Innovation Scoreboard: Technical Paper No 3. A publication from the Innovation/SMEs Programme. Enterprise Directorate-General. European Commission. European Trend Chart on Innovation. November 28, 2003.

13.

(2003b). ).   Analysis Hollanders, Hugo. (2003b Analysis of National National Performan Performances ces. 2003 European European Innovation Scoreboard: Technical Paper No 2. A publication from the Innovation/SMEs Programme. Enterprise Directorate-General. European Commission. European Trend Chart on Innovation. November 20, 2003.

14.

(2003c). ). Indicato Hollanders, Hu Hugo. (2003c Indicators rs and Definiti Definitions ons.. 2003 European European Innovati Innovation on Scor Scoreb eboa oard rd:: Techni chnica call Pape Paperr No 1. A publ public icat atio ion n from from the the Inno Innova vati tion on/S /SME MEs s Programme. Enterprise Directorate-General. European Commission. European Trend Chart on Innovation. November 11, 2003.

15.

Knill, Knill, Christ Christoph oph,, dan Andre Andrea a Lensch Lenschow ow.. (2004) (2004).. Modes of regulation in the Governance of the European Union: Towards a Comprehensive Evaluation. Evaluation . European Integration Online Paper (EioP). Vol.7. 2003. N 1. Http://eiop.or.at/eiop/texte/2003-001a.htm

16.

Lund undval vall, B.A. dan dan Susa Susana na Borra orras. s. (199 (1997) 7).. The Globa Globalis lising ing Learni Learning ng Econom Economy: y: Implications for Innovation Policy . Report based on contributions from seven projects under the TSER programme. DG XII, Commission of the European Union. European Commission. Targeted Socio-Economic Research. December 1997.

17. 17.

Myt Mytelka elka,, Lynn ynn K. dan dan Keit Keith h Smit Smith. h. (2001 (2001). ). Innovation Theory and Innovation Policy: Bridging the Gap. Paper presented to DRUID Conference. Aalborg, June 12-15 2001. Dari http://www.druid.dk/conferences/nw/paper1/mytelka_smith.pdf 

 Tatang A. Taufik

24

18.

Pete eters, rs, B. Guy Guy.. (200 (2005 5). Forms of Informal Informal Governance: Governance: Searching Searching for Efficienc Efficiency y and  Democracy. NOPSA 2005 Reykjavik. Nordic Political Science Association (NOPSA). Reykjavik 11–13 August 2005. Http://registration.yourhost.is/nopsa2005/papers/

19. 19.

Rada Radael elli li,, Clau Claudi dio o M. (20 (2003 03). ). The Open Method of Coordination: A new governance architecture for the European Union?  Swedish Institute for European Policy Studies (SIEPS). Rapport nr 1, March/2003.

20.

Smith, Kei Keitth. (200 (2000) 0).. Innovation as a Systemic Phenomenon: Rethinking the Role of  Policy . Enterprise and Innovation Management Studies. Vol. 1, No. 1. 2000, 73-102. Dari unpan1.un.org/intradoc/groups/ unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents public/documents/apcity/unpan00 /apcity/unpan003366.pdf  3366.pdf 

21.

Smith, Kei Keitth. (199 (1996) 6).. Systems Approaches to Innovation: Some Policy Issues . STEPGroup, Oslo, Norway.

22. 22.

Tasse assey y, Gre Grego gory ry.. (20 (2002 02). ). R&D Policy Issues in a Knowledge-Based Economy . Economy . National Insti Institut tute e of Standa Standards rds and Techno echnolog logy y. Dari Dari http: http://w //www ww.ni .nist. st.gov gov/pu /publi blic_a c_aff ffair airs/ s/ budget.htm

23. 23.

Tasse assey y, Greg Gregory ory.( .(19 1999 99a) a).. R&D Policy Models and Data Needs. Needs . APPAM APPAM 1999 Research Conferenc Conference. e. November November 4, 1999. Alamat Alamat web: http://w http://www ww.nist .nist.gov .gov/dire /director/ ctor/planni planning/ ng/ strategicplanning.htm

24. 24.

Tasse assey y, Greg Gregor ory y.(19 .(1999 99b) b).. Standardization in Technology-based Markets. Markets . Forthcoming in “Research “Research Policy Policy.” .” June 1999. Alamat Alamat web: web: http://w http://www ww.nist .nist.gov/ .gov/direc director/p tor/planni lanning/ ng/ strategicplanning.htm

25. 25.

Tasse assey y, Gre Grego gory ry.( .(19 1999 99c) c).. R&D Trends in the U.S. Economy: Strategies and Policy  Implications. Implications . 99-2 Planning Report. National Institute of Standards and Technology`(NIST).

26.

Taufik, aufik, Tatan Tatang g A. A. (2005a). (2005a). Mendorong Mendorong Kewira Kewirausaha usahaan an Teknol Teknologi ogi (Technopreneurship) di Lingkunga Lingkungan n Perguruan Perguruan Tinggi: Tinggi: Peningka Peningkatan tan Peran dalam dalam Membangun Membangun Daya Saing. Saing. th Disampaikan sebagai Keynote Paper dalam Paper  dalam “The 4 National Conference: Design and Appl Applic icat atio ion n of Techn echnol olog ogy y 2005 2005”” di Sura Suraba baya ya,, 27th June June 2005 2005.. Konf Konfer eren ensi si diselenggarakan oleh Universitas Widya Mandala – Surabaya.

27. 27.

Taufi aufik, k, Tat Tatan ang g A. (2005 (2005b) b).. Menumbuh Menumbuhkemb kembangka angkan n Sistem Sistem Inovasi Inovasi dan Daya Saing  Saing  Daera Daerah: h: Makala Makalah h Konsep Konsep.. Makala Makalah h Disam Disampai paikan kan sebaga sebagaii Makala Makalah h Kunci Kunci dalam dalam Workshop “Gerbang Indah Nusantara - Gerakan Membangun Sistem Inovasi dan Daya Saing di Seluruh Wilayah Nusantara” di BPPT, 10- 11 Mei 2005.

28.

Taufik, Tatang A. (2005c). Pengem Pengemban bangan gan Siste Sistem m Inova Inovasi si Daerah Daerah:: Perspe Perspekti ktif  f  Kebijakan. P2KTPUDPKM – BPPT dan KRT. 2005.

25

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF