Komunikasi Terapeutik untuk pasien gangguan psikososial
March 14, 2019 | Author: Oky Octaviani | Category: N/A
Short Description
Komunikasi Terapeutik untuk pasien gangguan psikososial untuk mahasiswa keperawatan...
Description
Komunikasi Terapeutik - Askep Pada Pasien Masalah Psikososial KONSEP DAN PRINSIP KOMTER DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL A. PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan
mendasar
dan
komunikasi
in
adalah
adanya
saling
membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun
harus
direncanakan,
disengaja,
dan
merupakan
tindakan
profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50). B. FASE-FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK 1. Tahap Persiapan (Prainteraksi) Tahap
persiapan
atau
prainteraksi
sangat
penting
dilakukan
seb ebe elu lum m berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap iniperawat
menggali
perasaan
dan
mengidentifikasi
kelebihan
dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudia Kemu dian n pera p erawat wat mera meranca ncang ng strat s trategi egi unt untuk uk pe pert rtem emuan uan pe pert rtam ama a de denga ngan n klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasikecemasannya
dan
meyakinkan
dirinya
untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
bahwa
dia
siap
Tugas perawat pada tahap ini antara lain : a.
Mengeksplorasi Sebelum berinteraksi
perasaan, dengan
harapan, klien,
dan
perawat
kecemasan. perlu
mengkaji
perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). 2005) . Perasaan apa a pa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakahada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005). b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilaku dil akukan kan agar agar pera perawat wat mamp mampu u mengat mengatasi asi ke kele lema maha hann nnya ya se seca cara ra ma maksi ksima mall pada pa da saa saatt be beri rint nter eraks aksii de deng ngan an kli klien. en. Misa Misalny lnya a seoran seorang g perawat perawat mun mungki gkin n memp me mpun unya yaii keku kekuat atan an mampu memula memulaii pembi pembicaraa caraan n dan sensit sensitif if terhad terhadap ap pera pe rasa saan an or oran ang g lain, keadaan keadaan ini mungkin mungkin bisa dimanfaatkan dimanfaatkan perawat perawat untuk untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien danmembina hubungan saling percaya (Suryani, 2005). c.
Mengumpulka Meng umpulkan n data tentang tentang klien. Kegiatan Kegiatan ini juga sangat pe pent ntin ing g ka kare rena na dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahuiidentitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
d. Merencanakan pertemuan yang pertama pe rtama dengan klien. Perawat Pera wat perlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005). 2. Tahap Perkenalan Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Tugas perawat pada tahap ini antara lain: a.
Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling
percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasidan
kondisi
(Rahmat,
untuk mempertahankan
atau
J
dalam
membina
Suryani
2005).
hubungan
Karena
saling
itu,
percaya
perawatharus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005). b. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrakperawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005). c.
Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan pertanyaanterbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
d. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi. 3. Tahap Kerja Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasimasalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui
active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih. Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama(Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik
menyimpulkan
adalah
membantu
klien
menggali
hal-hal
dan
tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005). 4. Tahap Terminasi Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan. Tugas perawat pada tahap ini antara lain: a.
Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuanklien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.Perawat perlu mengetahui
bagaimana
perasaan
klien
setelah berinteraksi
dengan
perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien. c.
Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternatif mengatasi marah. Maka untuk
tindak lanjut perawat mungkin
untuk mencoba salah satu dari alternatif tersebut.
bisa meminta
klien
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi. Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan
dapat
terjadi
lagi
pada
klien.
Timbulnya
respon
tersebut
sangatdipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya. C. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik adalah : 1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. 2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai. 3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien. 4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. 5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. 6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi. 7. Mampu
menentukan
batas
waktu
yang
sesuai
dan
dapat
mempertahankan konsistensinya. 8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik. 9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. 10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu petugas perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup. 11. Disarankan
untuk
mengekspresikan
perasaan
bila
dianggap
mengganggu. 12. Altruisme, yaitu mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. 13. Berpegang
pada
etika
dengan
cara
berusaha
sedapat
mungkin
mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. 14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain. D. PSIKOSOSIAL Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. Masalah-masalah
psikososial
adalah
masalah
kejiwaan
dan
kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa. Contoh-contoh masalah psikosial antara lain : 1. Psikotik Gelandangan. 2. Pemasungan Penderita Gangguan Jiwa. 3. Masalah Anak : Anak Jalanan, Penganiayaan Anak. 4. Masalah Anak Remaja : Tawuran, Kenakalan. 5. Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika. 6. Masalah
Seksual
:
Penyimpangan
Seksual,
Pelecehan
Seksual,
Eksploitasi Seksual. 7. Tindak Kekerasan Sosial. 8. Stress Pasca Trauma. 9. Pengungsi/Migrasi. 10. Masalah Usia Lanjut Yang Terisolir. 11. Masalah Kesehatan Kerja: Kesehatan Jiwa di Tempat Kesrja, Penurunan Produktifitas,Stres di tempat kerja.
12. Dan lain-lain : HIV/AIDS Tinjauan satu persatu masalah-masalah psikososial yang ada dalam masyarakat di Indonesia. Masing-masing masalah psikososial akan ditinjau menurut pengertian, Penyebab, pengenalan, penatalaksanaan dan pencegahan. E. MASALAH-MASALAH PSIKOSOSIAL 1. Psikotik Gelandangan a.
Pengertian Psikotik gelandangan adalah penderita gangguan jiwa kronis yang keluyuran di jalan-jalan umum, dapat mengganggu ketertiban umum dan merusak keindahan lingkungan.
b. Penyebab Keluarga tidak peduli, keluarga malu, keluarga tidak tahu, obat tidak diberikan, tersesat ataupun karena urbanisasi yang gagal. c.
Pengenalan Dikenal sebagai orang dengan tubuh yang kotor sekali, rambutnya seperti sapu ijuk, pakaiannya compang-camping, membawa bungkusan besar yang berisi macam-macam barang, bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri, serta sukar diajak berkomunikasi.
d. Penatalaksanaan Dirawat sampai sembuh di Rumah Sakit Jiwa atau Panti Laras (Dinas Sosial). e.
Pencegahan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE); obat injeksi long acting ; penciptaan lapangan pekerjaan di desa.
2. Pemasungan Penderita Gangguan Jiwa a.
Pengertian Pemasungan penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung, dirantai kakinya dimasukan kedalam balok kayu dan lain-lain sehingga kebebasannya menjadi hilang.
b. Penyebab
Ketidaktahuan pihak keluarga; rasa malu pihak keluarga; penyakitnya tidak kunjung sembuh; tidak ada biaya pengobatan; tindakan keluaga untuk mengamankan lingkungan. c.
Pengenalan Dikenal dari antara lain : terkurung dalam kandang binatang peliharaan; terkurung dalam rumah; kaki atau lehernya dirantai; salah satu atau kedua kakinya dimasukkan kedalam balok kayu yang dilubangi.
d. Penatalaksanaan Dirawat sampai sembuh di Rumah Sakit Jiwa, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan. e.
Pencegahan Komunikasi,
Informasi,
Edukasi
(KIE);
kurasi
(penyembuhan)
dan
rehabilitasi yang lebih baik; memanfaatkan sumber dana dari JPS-BK; penciptaan Therpeutic Community (lingku lingkungan yang mendukung proses penyembuhan). 2. Masalah Anak : Anak Jalanan, Penganiayaan Anak Anak Jalanan a.
Pengertian Anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di jalanan kawasan urban. UNICEF (1986) memberikan batasan sebagai “Children who work on the streets of urban areas, without reference to the time they spend there or the reasons for being there”. Mereka umumnya bekerja di sektor informal.
b. Penyebab Akibat kesulitan ekonomi; banyaknya orang tua yang urbanisasi dan jadi pengemis di ibukota; kekacauan dalam kehidupan keluerga khususnya perlakuan keras dan penelantaran; untuk menghindar dari penganiayaan dan kemiskinan. c.
Pengenalan Komonitas ini sangat mudah ditemui, bergerombol di perapatan lampu, pusat pertokoan, terminal bus dan tempat keramaian yang memungkinkan mereka mendapatkan uang.
Berdasarkan latar belakang kehidupan dan motivasi,mereka dibedakan atas : 1) Golongan
anak
jalanan
pekerja
perkotaan,
yakni
mereka
yang
keberadaannya di jalanan terutama untuk mencari nafkah bagi dirinya maupun keluarganya. 2) Golongan anak jalanan “murni”, yakni yang menjalani seluruh aspek kehidupannya di jalanan. Mereka umumnya adalah pelarian dari keluarga bermasalah. Kehidupan jalanan membentuk subkultur tersendiri yang disebut budaya jalanan dengan nilai moralitas yang longgar, nilai perjuangan untuk bertahan hidup, penuh kekerasan, penonjolan kekuatan, ketiadaan figur orangtua, peranan kelompok sebaya yang besar. Faktor-faktor yang berperan terhadap perkembangan pola perilaku anak jalanan yaitu:
Ada tidaknya kehadiran keluarga.
Yang lepas hubungan
dengan
keluarganya, cenderung lebih banyak memperlihatkan perilaku antisosial.
Struktur keluarga. Yang berasal dari keluarga besar, cenderung kurang dapat perhatian dari orangtua dan cenderung lebih rentan terlibat gangguan tingkah laku.
Lamanya terlibat dalam kehidupan jalanan. Semakin lama dan semakin banyak waktunya mengeluti dunia jalanan, semakin akrab dengan nilainilai kultur jalanan.
Faktor pendidikan. Yang masih bersekolah, tampak lebih mampu mempertahankan
nilai-nilai
yang
serasi
dengan
konformitas
sosial
masyarakat umum.
Lingkungan tempat tinggal. Yang “murni” anak jalanan, cenderung lebih banyak memperlihatkan perilaku antisosial. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan perilaku dan mental emosional, antara lain : kecenderungan berperilaku agresifimpulsif, gangguan tingkah laku, seks bebas, penyalahgunaan zat dan berkembangnya berbagai perilaku antisosial.
d. Penatalaksanaan Melaksanakan Keppres Nomor 36/1990, yang menyatakan bahwa anak mempunyai hak bagi kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya yang
optimal, serta memperoleh perlindungan dari berbagai bentuk eksplotasi, diskriminasi, kesewenang-wengan dan kelalaian. Peran serta LSM dan Kelompok Profesi yang menggeluti masalah tumbuh kembang anak (pediatri, psikiatri, psikologi, pedagogi) dalam memberikan perhatian terhadap kelangsungan hidup anak jalanan. e.
Pencegahan Sosialisasi dan pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Anak yang baru. DPRD dapat membuat PERDA Khusus yang mengatur perlindungan terhadap anak termasuk perlindungan dari sasaran penertiban aparat. Penganiayaan Anak
a.
Pengertian Penganiayaan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian.
b. Penyebab Orangtua, yang :
pernah jadi korban penganiayaan anak dan terpapar oleh kekerasan dalam rumah.
kondisi
kehidupannya
penuh
stress,
seperti
rumah
yang
sesak,
kemiskinan.
menyalahgunakan NAPZA.
mengalami gangguan jiwa seperti depresi atau psikotik atau gangguan keperibadian. Anak, yang :
prematur.
retardasi mental.
cacat fisik.
suka menangis hebat atau banyak tuntutan.
c.
Pengenalan Indikator Telah Terjadinya Penganiyaan Anak :
Cedera atau bekasnya yang bercirikan penganiyaan fisik.
Tidak langsung dibawa ke dokter tapi telah diobati sekedarnya.
Riwayat penyakit berulang.
Perilaku dan emosi orangtua tidak adekuat.
Hubungan anak dan orangtua tidak wajar, anak ketakutan atau masalah kejiwaan lain. Akibat Penganiayaan Pada Anak :
tidak berani menceritakan peritiwa yang dialaminya
mudah takut,tidak percaya orang,selalu waspada atau sangat penurut
hati-hati dalam berhubungan fisik dengan orang dewasa
mungkin takut untuk pulang ke rumah Masalah kejiwaan (psikopatologi) yang dapat terjadi :
Depresi
Gangguan perilaku antara lain: Gangguan Perilaku Menentang
GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktifitas)
Disosiasi
Gangguan Syres Pasca Trauma
d. Penatalalaksanaan Pendekatan Psikologis Terhadap Anak Korban Penganiayaan, yaitu memperhatikan kebutuhan anak yang mengalami penganiayaan, yaitu untuk :
dapat mempercayai seseorang;
diperkenankan menjadi seorang anak;
didorong menjadi seorang individu; mengembangkan potret diri yang positif; mengembangkan cara-cara berinteraksi dengan orang lain;
mengembangkan cara mengkomunikasikan persaan-perasaannya secara verbal;
belajar
mengendalikan
diri;
belajar
bahwa
ia
boleh
menyalurkan
perasaan-perasaan agresifnya dalam permainannya, dimana ia tidak akan melukai dirinya sendiri atau orang lain; belajar bagaimana caranya mengatasi stres. Wawancara Dengan Anak Korban Penganiayaan Langkah-langkah yang harus ditempuh :
Bina hubungan dengan anak (buid rapport )
Mintalah anak untuk menceritakan 2 (dua) peristiwa pada masa lalu
Terangkan pada anak bahwa perlu untuk menceritakan yang sebenarnya terjadi
Terangkan pada anak permasalahan (topic of concern) yang dihadapi
Biarkan anak bercerita dengan bebas mengenai perlakuan yang telah terjadi
Tanyakan pertanyaan yang bersifat umum,jangan menjurus
Tanyakan pertanyaan yang spesifik
Gunakan alat bantu seperti boneka untuk menunjukkan bagian badan
Akhiri wawancara dan ucapan terima kasih pada anak Terapi Untuk Anak
Harus diusahakan supaya anak berada dalam keadaan aman Anak sebaiknya dikonsulkan ke dokter jiwa atau psikolog Secara psikoedukatif anak dibantu untuk menghadapi dirinya dan lingkungannya
Mendorong anak membicarakan dengan terapisnya apa yang telah dialaminya,bisa
dengan
teknik
proyeksi,misalnya
dengan
bermain,menggambar dan lain-lain. Terapi Untuk Orangtua Sebelum terapi terlebih dahulu harus dilakukan evaluasi mengenai :
Keperibadian dan psikopatologi pada ayah dan ibu
Mengapa salah seorang (ayah/ibu) menganiya sedangkan yang lain membiarkan terjadi
Apakah penganiayaan anak baru terjadi atau telah berlangsung lama Motivasi untuk partisipasi dalam terapi Berdasarkan hasil evaluasi dapat dilakukan pelbagai pendekatan antara lain :
Mengurai/menghilangkan stresorpsikososial
Mengurangi akibat psikologis yang negatif dari stresor pada ibu/ayah
Mengurangi tuntutan terhadap ibu sehingga mampu untuk menghadapi anak
Memberikan pelatihan dan dukungan emosional agar jadi orang tua yang lebih baik
Psikoterapi untuk mengatasi konflik intrapsikik
e.
Pencegahan
Penegakan hukum positif berkaitan dengan kekerasan terhadap anak antara lain Undang-Undang Perlindungan Anak. 3. Anak Remaja (Tawuran, Kenakalan Remaja) Tawuran a.
Pengertian Tawuran adalah kegitan “sampingan” pelajar, yang beraninya hanya kalau bergerombol/berkelompok dan sama sekali tidak ada gunanya,bahkan dapat dibilang merupakan tindakan pengecut.
b. Penyebab :
Iseng,bosan, jenuh;
Tekanan kelompok dalam bentuk solidaritas;
Peran negatif BASIS (Barisan Siswa) diluar sistem sekolah;
Warisan dendam/musuh, menguji kekebalan;
Kaderisasi bekas siswa yang drop out (putus sekolah);
Kurang komunikasi orang tua,anak dan sekolah;
Kesenjangan sosial ekonomi; lingkungan sekolah belum bersabat dengan remaja;
Tidak tersedianya sarana/prasarana penyaluran agreifitas;
Lingkungan yang tidak kondusif bagi perkembangan keperibadian sehat;
Pengaruh media masa (cetak dan electronik) yang memberitakan dan menayangkan kekerasan dan aresifitas;
Penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).
c.
Pengenalan Tawuran biasanya terjadi pada
hari-hari tertentu (hari ulang tahun sekolah);
adanya konsentrasi masa siswa di halte bus/dalam bus,di tempat nongkrong lain;
adanya siswa membawa senjata,payung ataupun batu.
Frekuensi tawuran meningkat pada saat :
o
tahun ajaran baru,
o
saat menjelang liburan sekolah atau setelah ulangan umum,dan cenderung rendah atau tidak terjadi pada bulan puasa sampai lebaran. Ciri-ciri remaja/siswa yang rentan terhadap tawuran, adalah siswa yang:
punya ego dan harga diri tinggi,sehingga mudah berespon terhadap ejekan
bermasalah dari rumah dan lingkungan
mudah bosan, tegang/stress
hidup dengan kondisi kemiskinan
menggunakan NAPZA
d. Penatalaksanaan 1) Memasukan kembali mata pelajaran Budi Pekerrti yang selaras dengan norma-norma agama dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum/Khusus. 2) Meningkatkan kegiatan ekstra kurikuler. 3) Memberdayakan guru bimbingan penyuluhan/bimbingan konseling dan lembaga konseling laingnya. 4) Mengusulkan kepada Pemda agar menyediakan transportasi khusus anak sekolah. 5) Melakukan kajian ilmiah/penelitian terjadinya tawuran. 6) Meningkatkan kepedulian masyarakat untuk mencegah terjadinya tawuran sebagai bagian dari pencegahan kekerasan di masyarakat. 7) Pengawasan ketat media yang menyajikan adegan kekerasan. 8) Meningkatkan
keamanan
terpadu
antara
sekolah,
kepolisian
dan
masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya tawuran anak sekolah. 9) Dialog interaktif antara siswa, guru dan orang tua serta pemerintah. 10) Sosialisasi bahaya tawuran kepada siswa, guru orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat melalui tatap muka, media cetak dan media elektronik. e.
Pencegahan Upaya Pencegahan Masalah Tawuran dilakukan melalui : Peran Orangtua
Menanamkan pola asuh anak sejak prenatal dan balita
Membekali anak dengan dasar moral dan agama
Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orang tua-anak
Menjalin
kerja
sama
yang
baik
dengan
guru,misalnya
melalui
pembentukan Forum Perwakilan,BP3 dan penyediaan ruang khusus untuk BP3.
Menjadi tokoh panutan bagi anak tentang perilaku dan lingkungan sehat
Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
Hindari dari NAPZA (Narkotika,Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya). Peran Guru
Ber”sahabat” dengan siswa.
Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman.
Memberikan keleluasan siswa mengekpresikan diri pada kegiatan ekstrkurikuler.
Menyediakan sarana dan prasarana bermain serta olahraga.
Meningkatkan peran dan pemberdadayaan guru BP.
Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas.
Meningkatkan kerjasama dengan orang tua guru, sekolah lain.
Meningkatkan keamanan terpadu sekolah, bekerja sama dengan Polsek setempat.
Mewaspadai adanya provokator.
Mengadakan kompetisi sehat seni budaya dan olah raga antar sekolah.
Mengadakan class meeting melalui komppetisi sehat seni-budaya dan olah raga inter dan antar sekolah pada saat selesai ujian dan menjelang terima rapor.
Menciptakan kondisa sekolah yang memungkinkan anak berkembang keperibadiannya secara sehat spiritual,mental,fisik,sosial.
Meningkatkan deteksi dini penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Kenakalan Remaja
a.
Pengertian Kenakalan remaja adalah tingkah laku yang melaupaui batas toleransi orang lain dan lingkungannya,yang dapat melanggar hak azazi menusia sampai melanggar hukum.
b. Penyebab
Faktor genetik/biologik/konstitusional
Faktor pola asuh
Rasa rendah diri,tidak aman,takut yang dikompensasi dengan perilaku risiko tinggi,pembentukan identitas diri yang kurang mantap dan keinginan mencoba batas kemampuannya
Proses identifikasi remaja terhadap tindak kekerasan
Penanaman nilai yang salah,yaitu orang atau kelompok yang berbeda (misalnya seragam sekolah,etnik,agama) dianggap “musuh”
Pengaruh media massa (majalah,film,televisa)
c.
Pengenalan Bentuk kenakalan antara lain :
melawan orangtua,
tidak melaksanakan tugas,
mencuri, merokok, naik bus tanpa bayar,
membolos, lari dari sekolah,
memeras, sampai membongkar rumah, mencuri mobil,
memperkosa, menganiaya, membunuh, merampok atau tindakan criminal lainnya.
d. Penatalaksanaan
Menilai faktor yang melatarbelakangi terjadinya kenakalan remaja (aspek biologik, psikologik dan sosial) dan beratnya stesor yang dihadapi remaja.
Program konseling bagi remaja, orangtua dan keluarga, penting agar mereka menyadari bahwa remaja dalam perkembangannya membutuhkan dukungan.
Komunikasi dua arah yang “terbuka” dan mengubah interaksi sehingga keluarga dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih sehat.
Konseling bagi remaja diperlukan agar mereka mampu mengembangkan identitas diri dan menyesuaikan dengan lingkungan secara sehat.
e.
Pencegahan L i n g k u n g a n k e l u ar g a
Meningkatkan perhatian dan waktu untuk anak,dalam kaitan dengan pendidikan maupun memelihara kemesraan hubungan antara anggota keluarga.
Menciptakan lingkungan keluarga yang norma keluarganya kuat, kental dengan nilai-nilai kesopanan dan agama,serta mampu mengelola konflik keluarga.
Meningkatkan sikap orangtua yang menunjang perkembangan psikologis dan
karakter
anak,
meningkatkan
kewibawaan,
keteladanan
konsistensi orangtua dalam menanamkan nilai-nilai moral dan agama. L i n g k u n g a n S e k o l ah
dan
Mengatasi permasalahan keterbatasan sarana,prasarana,dan fasilitas sekolah.
Menegakkan
kembali
peraturan-peraturan
sekolah,
mengembalikan
penghargaan siswa terhadap profesi guru, mengatasi permasalahan banyaknya guru yang “terbang” (mengajar di tempat lain) sehingga komunikasi antara guru dengan siswa menjadi lebih leluasa.
Membimbing murid-murid dalam mengatasi gejolak jiwa remaja sehingga tidak akan melahirkan rasa solidaritas yang sempit antara teman (jiwa korsa). L i n g k u n g a n m a s y a ra k at
Filtrasi nilai dan norma negatif yang diadopsi anak melalui berbagai kecanggihan dan kemudahan akses multimedia,
Meningkatkan kontrol sosial terhadap merebaknya budaya kekerasan dan eksploitasi seks yang begitu terbuka serta tak terbendungnya berbagai perilaku
destruktif
masyarakat
akibat
krisis
multidimensional
yang
membelit. 4. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) a.
Pengertian Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan pengobatan atau yang digunakan tapa mengikuti aturan atau pengawasan dokter, digunakan secara berkali-kali, Kadang-kadang atau terus menerus, seringkali menyebabkan ketagihan atau ketergantungan, baik
secara
fisik/jasmani,
maupun
mental
emosional
sehingga
menimbulkan gangguan fisik, mental-emosional dan fungsi sosial. b. Penyebab Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak adanya penyebab tunggal (single cause). Yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan NAPZA adalah sebagai berikut : 1)
Faktor individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebabremaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan. 2)
Faktor Lingkungan Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan, baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor k eluarga
Terutama faktor orang tua,antara lain :
lingkungan keluarga,
komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif,
hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga,
orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh, orang tua otoriter atau serba belarang,
orang tua yang serba membolehkan (permisif),
kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan,
orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA,
tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten), kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga,
Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna NAPZA , yang L i n g k u n g a n S e k o l ah
kurang disiplin,terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA,
kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri.
Ada muridnya penyalahguna NAPZA. L i n g k u n g a n T e m a n S e b ay a
berteman dengan penyalahguna.
Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar. L i n g k u n g a n m a s y a r a k at /s o s i a l
Lemahnya penegakan hokum.
Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.
3)
Faktor NAPZA
Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”,
Banyaknya iklan minuman berakohol dan rokok yang menarik untuk dicoba,
Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan, membuat euphoria/fly/stone/hogh/teler dan lain-lain. Makin banyakfaktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.
c.
Pengenalan Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah halyang mudak,tapi sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa keadaan yang patut dikenali atau diwaspadai adalah Kelompok Risiko Tinggi (Potential User). Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1)
Anak :
Sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
Sering sakit;mudah kecewa;mudah murung; merokok sejak SD
Agresif dan destruktif;sering berbohong,mencuri atau melawan tata tertib
IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
2)
Remaja :
Mempunyai rasa rendah diri,kurang percaya diri dan mempunyai citra diri negatif;
Mempunyai sifat sangat tidak sabar, diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas);
Cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko tinggi/bahaya;
Cenderung membrontak, tidak mau mengerti peraturan/tata nilai yang berlaku;
Kurang taat beragama, berkawan dengan penyalahguna NAPZA;
Motivasi belajar rendah; tidak suka kegiatan akstrakurikuler;
Punya hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksual (pemalu, sulit bergaul, sering masturbasi, menyendiri, kurang bergaul dengan lawan jenis);
Mudah bosan, jenuh, murung,cenderung merusak diri sendiri.
3)
Keluarga
kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk;
kurang harmonis, sering bertengkar, orang tua berselingkuh atau ayah menikah lagi;
tidak memiliki standar norma;
kurang komunikatif dengan anak,terlalu mengatur, terlalu menuntut tidak dapat menjadikan dirinya teladan bagi anak;
menjadi penyalahguna NAPZA
4)
Perubahan Fisik Tergantung jenis zat yang digunakan,tapi secara umum perubahan fisik sebagai berikut :
Pada saat menggunakan : sempoyongan, pelo,apatis, mengantuk, agresif, curiga.
Bila kelebihan dosis (overdosis) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau); mata dan hidung berair menguap terus, diare, sakit seluruh tubuh, takut air, kejang, kesadaran menurun.
Pengaruh
jangka
panjang:tidak
sehat,
tidak
peduli
terhadap
kesehatan/kebersihan, gigi tidak terawat, terdapat bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain. 5)
Perubahan Sikap dan Perilaku
Prestasi sekolah menurun, sering tidak mengerjakan tugas, membolos pemalas, kurang bertanggung jawab.
Pola
tidur
berubah,
begadang,
sulit
dibangunkan,
mengantuk
di
kelas/tempat kerja.
Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang.
Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga lain.
Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal, kemudian menghilang.
Sering berbohong dan minta banyak uang dengan alasan tak jelas, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri/keluarga, mencuri, mengompas, terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi.
Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar, sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia.
6)
Peralatan yang digunakan jarum suntik insulin ukuran 1 ml, botol air mineral bekas yang berlubang di didingnya,
sedotan minuman dari plastik, gulungan uang kertas yang digunakan (untuk menyedot heroin atau kokain),
kertas timah bekas bungkus rokok atau permen karet (untuk tempat heroin dibakar), kartu telepon (untuk memilah bubuk heroin) dan botolbotol kecil sebesar jempol dengan pipa pada dindingnya)
d. Penatalaklsanaan 1) Tujuan Terapi dan Rehabilitasi
Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA.
Pengurungan
frekuensi
dan
keparahan
relaps
(kekambuhan).
Sasaran utamanya adalah pencegahan kekambuhan. Pelatihan relapse prevention
programme,
program
terapi
kognitif,
opiate
antaginist
maintenance therapy dengan naltrexon merupakan beberapa alternatif untuk mencegah kekambuhan.
Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial . Dalam kelompok ini, abstinesia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintenance) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.
2) Petunjuk Umum
Terapi yang diberikan harus didasarkan diagnosis.
Bila dinilai mampu memberikan terapi, lakukan dengan rasa tanggung jawab sesuai kode etik kedokteran. Bila ragu, sebaiknya dirujuk ke dokter ahli.
Selain kemampuan dokter, perlu diperhatikan fasilitas yang tersedia di puskesmas.
Pasien dalam keadaan overdosis sebaiknya dirawat inap di UGD RSU.
Pasien dalam keadaan intoksikasi dimana pasien menjadi agresip atau psikotik sebaiknya dirawat inap di fasilitas rawat inap, bila perlu dirujuk ke RSJ.
Pasien
dalam
keadaan putus
sendativa/hipnotika harusdirawat
inap,
alkohol karena
mungkin
atau akan
mengalami kejang dan delirium. 3) Terapi dan Rehabilitasi
Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung jawab profesi medis. Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA,
profesi medis (dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu. e.
Pencegahan Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA dilakukan melalui berbagai cara, yaitu :
1) Berbasis Keluarga
Mengasuh anak dengan baik.
Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat di rumah.
Luangkan waktu untuk kebersamaan.
Orang tua menjadi contoh yang baik.
Kembangkan komunikasi yang baik.
Mengerti dan menerima anak sebagaimana adanya.
Memperkuat kehidupan beragama. Yang diutamakan bukan hanya ritual agama, tetapi juga memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Orang tua memahami masalah yang timbul agar dapat berdiskusi dengan
o
anak : Mengetahui dan memahami bahaya penyalahgunaan NAPZA.
o
Mengetahui ciri anak yang mempunyai risiko tinggi untuk menyalahgunakan
o
NAPZA. Mengetahui gejala anak yang sudah menyalahgunakan NAPZA.
o
Apa yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah untuk mencegah penyalahgunaan NAPZA.
2) Berbasis Sekolah Upaya terhadap siswa, antara lain :
Memberikan pendidikan kepada siswa tentang bahaya dan akibat dari penyalahgunaan NAPZA. Sebaiknya hal ini dimasukkan ke dalam kurikulum.
Melibatkan siswa dalam perencanaan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di sekolah.
o
Melatih siswa : Menolak tawaran pemakaian NAPZA,
o
Membentuk citra diri yang positif, mengatasi stres dan menyelesaikan masalah,
mengembangkan
keterampilan
untuk
tetap
bebas
dari
o
pemakaian NAPZA/rokok, Cara berkomunikasi yang baik, cara mengemukakan pendapat dengan
o
asertif dan keterampilan sosial serta keterampilan hidup lainya, Menyediakan pilihan kegiatan yang bermakna bagi siswa (kegiatan ekstra kurikuler), sehingga mereka tidak terjerumus kepada kegiatan yang
o
negatif, Meningkatkan kegiatan konseling yang dilakukan oleh guru BK (Bimbingan
o
Konseling) untuk membantu menangani masalah yang terjadi pada siswa, Membantu siswa yang telah menyalahgunakan NAPZA, sehingga ia tidak
o
merasa disingkirkan oleh guru atau teman-temannya, Penerapan kehidupan beragama dalam kegiatan sehari-hari. Upaya untuk mencegah peredaran NAPZA di sekolah,antara lain berupa :
Razia dengan cara sidak (inspeksi mendadak).
Melarang orang yang tidak berkepentingan masuk ke lingkungan sekolah.
Melarang siswa ke luar lingkungan sekolah pada jam pelajaran tanpa izin guru.
Membina kerja sama yang baik dengan berbagai pihak terkait.
Meningkatkan pengawasan sejak siswa datang sampai pulang. Upaya untuk membina lingkungan sekolah, antara lain :
Menciptakan suasana yang sehat dengan membina hubungan yang harmonis antara pendidik-anak didik-orangtua.
Mengembangkan proses belajar mengajar yang mendukung terbentuknya remaja yang mandiri.
Mengupayakan kehadiran guru secara teratur di sekolah.
3) Berbasis Masy arakat Upaya pencegahan yang dilakukan di masyarakat antara lain :
Memperbaiki kondisa lingkungan,penataan kota dan tempat tinggal yang dapat menumbuhkan keserasian antara manusia dengan lingkungannya,
Menumbuhkan perasaan kebersamaan melalui pembinaan tempat tinggal,
Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyalahgunaan NAPZA,
Menberikan penyuluhan tentang hukum yang berkaitan dengan NAPZA,
Melibatkan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
DAFTAR PUSTAKA Marlindawani Purba, Jenny dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Jl. Universitas No. 9, Kampus USU Medan : USU Press Art Design, Publishing & Printing. Anang Rachyudi. (2009). Konsep Komunikasi Terapeutik. Dapat
diakses
dihttp://www.scribd.com/doc/17427921/Konsep-Komunikasi-Terapeutik di buka pada tanggal 2 Mei 2012. Dwi
Andini
(2008).
Komunikasi
Terapeutik.
Dapat
diakses
dihttp://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/komunikasi-terapeutik/ di buka pada tanggal 2 Mei 2012. Ghana Syakira. (2009). Unsur dan Prinsip Komunikasi Terapeutik. Dapat diakses dihttp://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/unsur-dan-prinsip-komunikasiterapeutik.html di buka pada tanggal 2 Mei 2012.
View more...
Comments