Komunikasi Pada Remaja Dan Dewasa
October 3, 2017 | Author: kadek ari | Category: N/A
Short Description
berisikan cara berkomunikasi dengan remaja dan dewasa...
Description
KOMUNIKASI PADA REMAJA DAN DEWASA A.
Komunikasi pada Remaja
1.
Definisi Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu : 1.
Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila
seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki. 2. Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. 3. Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal. 4. Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki. 5. Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah. 6. Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun. 2.
Tahap – tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja: A. Remaja awal (early adolescent) Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan - perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-
lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa. B. Remaja madya (middle adolescent) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan- kawan. C. Remaja akhir (late adolescent) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu: Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum. Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu untuk mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu: A.
Masa remaja awal (10-12 tahun) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya. Tampak dan merasa ingin bebas. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berpikir yang khayal (abstrak). B. Masa remaja tengah (13-15 tahun) Tampak dan ingin mencari identitas diri. Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis. Timbul perasaan cinta yang mendalam. C. Masa remaja akhir (16-19 tahun) Menampakkan pengungkapan keebasan diri. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
Dapat mewujudkan perasaan cinta. Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
3. Karakteristik Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja yang mencakup perubahan transisi biologis, transisi kognitif, dan transisi sosial akan dipaparkan di bawah ini: 1. Transisi Biologis Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tusmbuh. 2. Transisi Kognitif Pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara lebih nyata mereka mengaitkan
suatu
gagasan
dengan
gagasan
lain.
Mereka
bukan
hanya
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam. 3. Transisi Sosial pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. 4. Pendorong Masa remaja merupakan masa dimana remaja ingin mengetahui dan mencoba segala hal baik positif maupun negatif. Peran orang tua sangat penting di masa ini , agar anak bisa menempatkan dirinya ke tempat dimana semestinya dia tempati.
Peran orang tua
sangatlah penting bagi perlindungan remaja terhadap pergaulan bebas, karena orang tua merupakan orang pertama yang mendidik anak mereka dari mulai dini hingga dewasa. Jadi orang tua berhak memberikan perlindungan terhadap anak dengan cara mendidik
dengan pendidikan yang baik dan mengarahkan anak agar tidak terjerumus pergaulan bebas yang akan dihadapi anak mereka saat remaja nanti, serta orang tua harus memberi pengertian tentang pergaulan bebas dan dampak buruk yang akan dialaminya apabila ia terjerumus dalam pergaulan bebas sehingga saat remaja, dia tidak akan terjerumus karena telah mengetahui dampak buruk dari perbuatan tersebut. Peran orang tua sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan anak remajanya. Jika orang tua selalu memaksakan
kehendaknya,
anak
remaja
akan
kehilangan
kesempatan
untuk
mengembangkan dirinya sendiri secara dewasa. Akibatnya mereka akan bertumbuh menjadi remaja yang secara emosional tidak dewasa, tergantung, dan terombangambing. Jika orang tua memberikan perlindungan yang berlebihan, terdapat kecenderungan anak remajanya, akan kehilangan indepedensinya. Sebaliknya jika orang tua terlalu memberikan kebebasan, anak remajanya akan bertumbuh menjadi generasi “hura-hura,” tanpa tujuan hidup yang jelas. Sebagai orang tua harus tahu jadwal kegiatan sang anak bila ada waktu kosong berilah sang anak less tambahan atau less bakat yang dimilikinya kemudian ajaklah anak-anak berlibur diakhir pekan supaya pemikiran lebih fresh. 5. Hambatan Banyak hambatan yang terjadi dalam komunikasi pada remaja antara lain : 1. Sikap Defensif Sederhananya, defensif memiliki makna bertahan. Sikap ini biasanya akan muncul ketika seseorang berlaku tidak jujur, menyembunyikan sesuatu, tidak menerima, dan kehilangan sikap empati terhadap lawan bicara. Orang yang defensif selalu mengalami hambatan dalam komunikasi karena dalam berkomunikasi cenderung untuk lebih banyak bertahan dan melindungi diri daripada berusaha memahami pesan yang disampaikan orang lain. Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang berlaku defensif, baik yang bersifat situasional, misalnya perilaku komunikasi orang lain yang terlalu agresif, maupun yang bersifat personal, seperti sikap rendah diri, ketakutan, kecemasan, pengalaman yang buruk, dan sebagainya. 2.
Sikap yang Tertutup
Hambatan dalam komunikasi interpersonal akan terjadi apabila satu pihak atau kedua pihak yang berkomunikasi tidak saling terbuka. Sikap ini akan timbul ketika seseorang menilai pesan yang disampaikan orang lain berdasarkan motif pribadinya. Artinya, setiap pesan akan dinilai berdasarkan desakan dari dalam diri yang bersangkutan, misalkan karena merasa diri benar dan orang lain salah, merasa
berkuasa atau ingin berkuasa, ingin bertahan dalam zona nyaman, egois, karena keyakinan, dan sebagainya. Pak Fulan, sebagaiman dalam kisah di atas, terlihat sangat tertutup dan kaku kepada istrinya karena ia merasa berkuasa dan tidak layak diperintah ini dan itu. Sekarang coba Anda bayangkan, satu faktor saja sudah menjadi hambatan dalam komunikasi, bagaimana jika ketiganya bergabung? Ternyata, bergabungnya tiga sikap ini dalam proses komunikasi akan melahirkan sikap saling tidak mengerti, tidak menghargai, dan pada akhirnya akan menghancurkan hubungan interpersonal. Selain hambatan dalam komunikasi yang telah dijelaskan di atas, seperti yang diungkapkan Leonard R.S. dan George Strauss dalam Stoner james, lalu A.F dan Charles Wankel sebagaimana yang dikutip oleh Herujito (2001),masih ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, di antaranya sebagai berikut.
Mendengar; Banyak hal atau informasi yang ada di sekeliling kita, namun tidak
semua yang kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
Mengabaikan dan menilai sumber informasi; Kita cenderung mengabaikan informasi
yang diutarakan oleh seorang anak kecil.
Persepsi yang berbeda; perbedaan persepsi antara si pemberi pesan dengan penerima
pesan akan menghambat komunikasi, bahkan melahirkan pertengkaran.
Pengaruh emosi; Pada keadaan marah, seseorang sulit menerima informasi. informasi
apa pun yang diberikan tidak akan ditanggapinya.
Gangguan; Gangguan iini bisa berupa suara yang bising saat berkomunikasi, jarak
yang terlalu jauh, dan lain-lain. 3.
Tidak Ada Kepercayaan (Trust)
Sikap percaya adalah syarat pertama dalam membangun komunikasi yang baik. Ketika kepercayaan itu hilang, hilang pula efektivitas dari sebuah proses komunikasi. Sebagai contoh, ketika kita tidak percaya kepada seorang teman, mungkin karena ia tidak jujur atau kita merasa kalau ia akan berkhianat, biasanya kita pun akan menjaga jarak dengan dia, tidak terlalu membuka diri, berbicara pun hanya seperlunya. Akibatnya, hubungan komunikasi yang terjalin menjadi sangat dangkal dan tidak akrab. 6.
Strategi Berkomunikasi dengan Remaja
Strategi untuk berkomunikasi dengan remaja memang tidak mudah. Komunikasi, baik verbal maupun nonverbal pada dasarnya merupakan salah satu aspek yang penting dalam proses pendidikan anak , juga meupakan sumber rangsangan untuk membentuk kepribadian anak.Apabila komunikasi antara perawat dan remaja dapat berlngsung dengan baik , maka masing-masing pihak dapat saling memberi dan menerima informasi. Sebaliknya apabaila komunikasi ini terputus maka kemungkinan besar kondisi kesehatan mentalnya mengalami hambatan. Maka yang harus dilakukan perawat untuk mendapatkan komunikasi yang efektif antara lain : •
Membuka pintu, yaitu ungkapan orang tua yang memungkinkan anak untuk
membicarakan lebih banyak, mendorong anak untuk anak,mendekat dan mencurahkan isi hatinya. Dan yang penting menumbuhkan pada anak rasa diterima dan dihargai. •
Mendengar aktif yaitu kemampuan orang tua untuk meguraikan perasaan anak
dengan tepat jadi orang tua mengerti perasaan ank, yang dikirim anak lewat bahasa verbal maupun nonverbalnya. Keuntungan dari mendengar aktif antara lain : menolong anak tidak takut terghadap perasaan (positif – negatif), mengembangkan hubungan ya g sangat erat dengan orang tua, memudahkan anak memecahkan masalahnya, dan meninggkatkan tangungjawab anak. •
Komunikasi dengan empatik adalah “berusaha mengerti lebih dauhulu, baru
dimengerti”. Dalam mendengarkan empatik, kita sebagai orang tua berusaha masuk kedalam kerangka pikiran dan perasaan anak remaja. Sebagai orang tua, tidak hanya mendengarkan dengan telinga, tapi dengan mata dan hati. 7.
Aplikasi
Malnutrisi 1.
Menjelaskan tentang triguna makanan dan contoh makanan
2.
Menjelaskan kecukupan nilai gizi bagi tubuh sesuai usia
3.
Memperkenalkan tentang teori Restraint (teori tentang mengontrol makanan/diet) 4.
Memperkenalkan tentang macam-macam penyimpangan pola makan seperti
anoreksia dan bulimia. 5.
Mengajarkan tentang gaya hidup yang sehat dan menyusun menu makanan sehat
6.
Mengajarkan pemilihan makanan yang tepat termasuk jika berada di sekolah.
7.
Pengukuran tinggi badan dan berat badan secara periodik
8.
Program latihan teratur
9.
Mengajarkan tentang kesehatan mental.
Kehamilan pada Remaja 1.
Memperkenalkan pada keluarga tentang fase perkembangan remaja dan tug
perkembangan anak remaja. 2.
Memperkenalkan pada keluarga tentang tugas perkembangan keluarga dengan anak
remaja. 3.
Menjelaskan tentang fungsi seksual, perubahan fisik yang dapat mempengaruhi
psikologis dan sosial remaja. 4.
Memotivasi keluarga untuk memperkenalkan kesehatan reproduksi remaja
sesuai dengan norma dan budaya dan tingkat pengetahuan yang dimiliki keluarga. 5.
Memperkenalkan sejak usia sekolah tentang kehamilan sebagai perubahan
dalam kehidupan agar dapat bertanggung jawab. 6.
Membiasakan komunikasi terbuka. 7.
Memberi kesempatan pada remaja mendapat pengalaman sosial, emosional dan
situasi etis untuk meningkatkan proses belajar dan otonomi dan tanggung jawab. 8.
Memperkenalkan tempat layanan kesehatan yang dibutuhkan.
Ketergantungan Obat 1.
Membantu remaja dan keluarga mengenali tahap perkembangan dan tugas
yang akan dilaluinya. 2.
Membangun hubungan saling percaya dengan remaja dan keluarga.
3.
Meningkatkan interaksi sosial dan keterlibatan remaja dalam kelompok.
4.
Membantu mengenali cara beradaptasi terhadap stresor secara efektif.
5.
Pendidikan kesehatan tentang obat dan penggunaannya.
6. Membantu remaja dan keluarga mengenal masalah-masalah ketergantungan zat dan dampaknya. 7.
Membantu memilih alternatif rekreasi yang sehat.
8.
Pendidikan kesehatan mengatasi manajemen stress.
Perilaku Kekerasan 1.
Membantu remaja dan keluarga mengenali tahap perkembangan dan tugas yang
akan
dilaluinya.
2.
Mengajarkan stimulus kontrol dan manajemen marah yang sederhana pada
remaja dan keluarga. 3.
Menjelaskan pada keuarga tanda dan gejala remaja yang mengalami perilaku
kekerasan.
8.
4.
Membantu remaja untuk memunculkan potensi yang dimiliki.
5.
Membantu cara beradaptasi terhadap stresor secara efektif.
6.
Membantu cara menyalurkan hobi yang berkaitan dengan penyaluran energi.
Contoh Dialog Fase-Fase komunikasi terapeutik 1. Fase Pra-interaksi : Mengumpulkan data tentang klien Menyiapkan peralatan yang akan digunakan Membuat rencana perytemuan dengan klien ( kegiatan waktu dan tempat) Menganalisa profesional diri dan keterbatasan 2. Orientasi Memberikan salam dan tersenyum pada klien Memperkenalkan diri dan menanyakan nama klien Menyediakan kepercayaan penerimaan, dan komunikasi terbuka Mengeksplorasi perasaan klien, pikiran dan tindakan Mengidentifikasi masalah klien 3. Kerja Memberi kesempatan klien bertanya Menanyakan keluhan utama Memulai kegiatan dengan cara yang baik Melakukan kegiatan sesuai rencana 4. Terminasi Menciptakan realitas perpisahan Menyimpulkan hasil kegiatan : evaluasi hasil dan proses Mengakhiri kegiatan dengan baik
CONTOH DIALOG Seorang remaja datang dengan penuh luka di tubuhnya karena terjatuh dari motor yang di sebabkan oleh balapan liar. Setelah di lakukan tindakan UGD dan dipindahkan di ruang perawatan, datanglah seorang perawat untuk melakukan komunikasi terapeutik. P : ass. . selamat siang dek K : wss. . siang sus P : perkenalkan nama saya suster sitti juleha biasa dipanggil suster leha,klw boleh tau nama adik siapa? K ; oh iya sus nama saya rojali
P : Bagaimana keadaan adik sekarang? K : sudah agak baikan sust P : begini dek tujuan saya kesini untuk mengganti perban adik,apakah adik setuju untuk melakukan penggantian perban sekarang? K : setuju suster saya sudah siap kok P : Baiklah kita butuh 10-20 menit untuk menggantik perban adik..baik dik sekarang sudah selesai.. K : ia sust terimakasih banyak P : kalau boleh tau apa yang menyebabkan adik kecelakaan? K : gara-gara balapan liar sust P : kenapa sampai ikut balapan liar. .? K : Maklumlah sus, anak mudah, gaul gitu P : trus dengan keadaan ade yang seperti ini skarang, apakah ade msih ingin balapan liar lagi? K : saya kapok suster, ternyata akibatnya bisa sangat buruk, untung saya tidak meninggal P : kenapa tidak meluangkan waktu untuk membantu oramg tua, kan lebih baik daripada balapan liar? K : saya tidak betah tinggal di rmah sus, soalnya ibu dan ayah saya sering bertengkar, lebih baik saya pergi saja biar tidak stress sus P : ohh bgtu yahh, tapi kalau bisa saya sarankan sebaiknya ade menenangkan orang tua ade, kan ade skarang sudah mulai – mulai beranjak dewasa pasti ade bisa menenagkan mereka K : masalahnya saya tdak tau apa yang harus saya lakukan P : ade menasehati dan bersikap dewasa semampu ade, insyaallah mereka akan tersentuh den akan sadar bahwa tindakan mereka tdak baik untuk perkembangan ade. K : baik sus, nanti akan saya coba lakukan P : baiklah de’ klau begitu saya keruangan dulu yaaahh, kalau ada perlu sesuatu silakan hubungi saya atau suster – suster yang lain. insyaallah Saya besok akan kembali untuk mengganti perban ade’. K : baik suster terima kasih banyak
B. Komunikasi pada Klien Dewasa 1. Komunikasi pada masa dewasa awal Komunikasi Pada Orang Dewasa
Menurut Erikson 1985,pada orang dewasa terjadi tahap hidup intimasi VS isolasi, dimana pada tahap ini orang dewasa mampu belajar membagi perasaan cinta kasih,minat,masalah dengan orang lain. Orang dewasa sudah mempunyai sikap-sikap tertentu,pengetahuan tertentu, bahkan tidak jarang sikap itu sudah sangat lama menetap pada dirinya, sehingga tidak mudah untuk merubahnya. Juga pengetahuan yang selama ini dianggapnya benar dan bermanfaat belum tentu mudah digantikan dengan pengetahuan baru jika kebetulan tidak sejalan dengan yang lama. Tegasnya orang dewasa bukan seperti gelas kosong yang dapat diisikan sesuatu. Oleh karena itu dikatakan bahwa kepada orang dewasa tidak dapat diajarkan sesuatu untuk merubah tingkah lakunya dengan cepat. Orang dewasa belajar kalau ia sendiri dengan belajar, terdorong akan tidak puas lagi dengan perilakunya yang sekarang, maka menginginkan suatu perilaku lain dimasa mendatang, lalu mengambil langkah untuk mencapai perilaku baru itu. Dari segi psikologis, Orang dewasa dalam situasi komunikasi mempunyai sikap-sikap tertentu yaitu : 1. Komunikasi adalah sutu pengetahuan yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri, maka orang dewasa tidak diajari tetapi dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang lebih muktahir. 2. Komunikasi adalah suatu proses emosional dan intelektual sekaligus, manusia punya perasaan dan pikiran. 3. Komunikasi adalah hasil kerjasama antara manusia yang saling memberi dan menerima, akan
belajar
banyak, karena
pertukaran
pengalaman,
saling
mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai suatu masalah. Komunikasi pada dewasa awal mengalami puncaknya pada kematangan fisik, mental dan kemampuan social mencapai optimal. Peran dan tanggung jawab serta tuntutan social telah membentuk orang dewasa. melakukan komunikasi dengan orang lain, baik pada setting professional ketika mereka bekerja atau pada saat mereka berada di lingkungan keluarga dan masyarakat umum. Teknik komunikasi yang dikembangkan pada masa dewasa telah mencapai tahap optimal, baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Kemampuan untuk
mengembangkan komunikasi (sebagai media transfer informasi). Dalam menguasai pesan yang diterima, individu dewasa tidak hanya melihat isi pesan, tetapi juga mempersiapkan pesan tersebut dengan lebih baik serta menciptakan hubungan antar pesan yang di terima dengan konteks atau situasi pesan tersebut disampaikan. Pesan yang diterima individu dewasa kadang kala dipersepsikan bukan hanya dari konteks isi pesan, tetapi lebih kompleks lagi disesuaikan dengan situasi dan keadaan yang menyertai. Contoh: “sayang…” dari sepenggal kata tersebut ketika diungkapkan dengan nada datar, akan memberi kesan yang menyesalkan. Kesan ini semakin kuat bila penyampai pesan menunjukkan rasa penyesalan dari gerakan bibir, raur wajah, kepala menunduk. Namun, bila ungkapan tersebut diucapkan dengan menggunakan bahasa yang halus dan mendesah serta menyampaikan pesan dengan menunjukkan ekspresi mata bersinar, wajah cerah atau normal, persepsi individu dewasa tersebut adalah bahwa makna kata “sayang” tersebut adalah perasaan suka atau cinta. Kemampuan untuk menilai respon verbal dan nonverbal yang disampaikan lingkungan memberi keuntungan karena pesan yang kompleks dapat disampaikan secara sederhana. Namun, kadang kala kemampuan kompleks untuk menangkap pesan ini menimbulkan kerugian pada manusia karena kesalahan dalam menerima pesan menjadi lebih besar, akibat pengguna persepsi dan lingkungan yang lebih kompleks. Contoh : seseorang yang meludah didepan atau didekat orang seseorang kadang kala di persepsikan sebagai rasa tidak suka atau benci terhadap orang tersebut, atau orang yang meludah tersebut tidak bermaksud sebagaimana dipersepsikan orang lain. Situasi diatas selanjutnya menimbulkan konflik antar individu atau kelompok. 2.
Suasana Komunikasi
Agar komunikasi dengan klien dewasa efektif perlu memperhatikan terciptanya suasana komunikasi yang mendukung tercapainya tujuan komunikasi seperti saling menghormati, percaya dan terbuka. a.
Suasana saling menghormati
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa, lawan komunikasi (perawat/tenaga kesehatan) harus dapat menghormati pendapat pribadinya. Klien dewasa akan merasa lebih senang apabila ia diperbolehkan untuk menyampaikan
pemikiran atau pendapat, ide, dan sistem nilai yang dianutnya. Apabila hal-hal tersebut diabaikan akan menjadi kendala bagi keberlangsungan komunikasi. b. Suasana saling percaya Komunikasi dengan klien dewasa perlu memperhatikan rasa saling percaya akan kebenaran informasi yang dikomunikasikan. Apabila hal ini dapat diwujudkan maka tujuan komunikasi akan lebih mudah tercapai. c.
Suasana saling terbuka
Keterbukaan untuk menerima hasil komunikasi dua arah, antara perawat atau tenaga kesehatan dan klien dewasa akan memudahkan tercapainya tujuan komunikasi. Klien dewasa yang menjalani perawatan di rumah sakit dapat merasa tidak berdaya, dan tidak aman ketika berada dihadapan pribadi-pribadi yang mengatur sikap dan perilakunya. Status kemandirian mereka berubah menjadi bergantung pada aturan dan ketetapan pihak lain. Hal ini dapat menjadi suasanya yang dirasanya sebagai ancaman. Akumulasi perasaan ini dapat terungkap dalam bentuk sikap emosional dan agresif. Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai dengan konteks pasien sebagai orang dewasa oleh para professional,pasien dewasa akan mampu bergerak lebih jauh dari imobilitas bio psikososialnya untuk mencapai penerimaan terhadap maslahnya. 3.
Model Komunikasi dan Implementasinya pada Klien Dewasa
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa dapat diterapkan beberapa model konsep komunikasi sebagai berikut: a.
Model Shanon & Weaver
Model Shanon & Weaver memperhatikan problem pada penyampaian pesan informasi berdasarkan tingkat kecermatan. Model ini mengilustrasikan sumber dalam bentuk sandi. Diasumsikan bahwa sumber informasi menyampaikan sinyal yang sesuai dengan saluran informasi yang digunakan. Gangguan yang timbul dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Model ini dapat diterapkan pada konsep komunikasi antarpribadi. Faktor yang menguntungkan dari implementasi model ini ialah pesan yang disampaikan dapat diterima langsung oleh pihak penerima. Meskipun demikian, pada model ini pun terdapat kelemahan yang berupa
hubungan antara sumber dan penerima pesan tidak kasat mata. Karena itu klien dewasa lebih memilih komunikasi secara langsung karena penerapan komunikasi melalui perantara dapat mengurangi kejelasan pesan yang dikomunikasikan. b. Model Komunikasi Leary Model komunikasi Leary menekankan pengaruh hubungan interaksi di antara dua pihak yang berkomunikasi. Model ini mengamati perilaku klien yang dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya.Model komunikasi Leary diterapkan dalam bidang kesehatan berdasarkan keseimbangan informasi yang terjadi dalam komunikasi antara profesional dan klien. Dalam pesan komunikasi pada model ini ada dua dimensi yang perlu diperhatikan dalam penerapannya, yakni dimensi: antara penentu dan ditentukan, antara suka dan tidak suka. Dalam jangka waktu tertentu pasien diposisikan sebagai penerima pesan yang ditentukan dan harus dipatuhi di bawah dominasi profesional kesehatan. Dalam komunikasi seharusnya terdapat keseimbangan kepercayaan di antara pengirim dan penerima pesan. Apabila model komunikasi ini diterapkan pada klien dewasa hanya dapat dilakukan pada kondisi darurat untuk menyelamatkan hidup klien karena dalam kondisi
darurat
klien
harus
mentaati
pesan
yang
disampaikan
oleh
perawat/profesional kesehatan. Tetapi pada klien/pasien dalam kondisi kronik model komunikasi ini tidak tepat untuk diterapkan karena klien dewasa mempunyai komitmen berdasarkan sikap dan pengetahuannya yang tidak mudah dipengaruhi oleh perawat. Pada kasus ini lebih tepat apabila diterapkan dimensi suka (hue) dalam kadar tertentu, sebatas untuk sarana penyampaian pesan profesional. Model ini ditekankan pada pentingnya hubungan dalam membantu klien pada pelayanan kesehatan secara langsung. c.
Model Interaksi King Model interaksi King menekankan arti proses komunikasi antara perawat dan
klien dengan mengutamakan penerapan system perspektif untuk mengilustrasikan profesionalisme perawat dalam memberikan bantuan kepada klien.
Model ini menekankan arti penting interaksi berkesinambungan di antara perawat dan klien dalam pengambilan keputusan mengenai kondisi klien berdasarkan persepsi mereka terhadap situasi. Interaksi merupakan proses dinamis yang melibatkan hubungan timbal balik antara persepsi, keputusan, dan tindakan perawat-klien. Umpan balik pada model ini menunjuknya arti penting hubungan antara perawat dan klien. Komunikasi berdasarkan model interaksi King lebih sesuai diterapkan pada klien dewasa karena model ini mempertimbangkan faktor intrinsik-ekstrinsik klien dewasa yang bertujuan untuk menjalin transaksi. Umpan balik yang terjadi bermanfaat untuk mengetahui hasil informasi yang disampaikan diterima dengan baik oleh klien. d. Model Komunikasi Kesehatan Komunikasi ini difokuskan pada transaksi antara professional kesehatan-klien. 3 faktor utama dalam proses komunikasi kesehatan yaitu : 1) Relationship, 2) Transaksi, dan 3) Konteks. Hubungan Relationship dikondisikan untuk hubungan interpersonal, bagaimana seorang professional dapat meyakinkan orang tersebut. Profesional kesehatan adalah seorang yang memiliki latar belakang pendidikan kesehatan, training dan pengalaman dibidang kesehatan. Klien adalah individu yang diberikan pelayanan. Orang lain penting untuk mendukung terjadinya interaksi khususnya mendukung klien untuk mempertahankan kesehatan. Transaksi merupakan kesepakatan interaksi antara partisipan didalam proses kumunikasi tersebut. Konteks yaitu komunikasi kesehatan yang memiliki topik utama tentang kesehatan klien dan biasanya disesuaikan dengan temapt dan situasi. Penerapannya Terhadap komunikasi klien Dewasa Model komunikasi ini juga dapat diterapkan pada klien dewasa, karena professional kesehatan (perawat) memperhatikan karekterisitik dari klien yang akan mempengaruhi interaksinya dengan orang lain. Transaski yang dilakukan secara berkesinambungan, tidak statis dan umpan balik. Komunikasi ini juga tidak melibatkan orang lain yang berpengaruh terhadap kesehatn klien. Konteks komunikasi disesuaikan dengan tujuan, jenis pelayanan yang diberikan. Dalam berkomunikasi dengan orang dewasa memerlukan suatu aturan tertentu seperti : sopan santun, bahasa tertentu, melihat tingkat pendidikan, usia, factor,
budaya, nilai yang dianut, factor psikologi dll, sehingga perawat harus memperhatikan hal-hal tersebut agar tidak terjadi kesakahpahaman. Pada komunikasi pada orang dewasa diupayakan agar perawat menerima sebagaimana manusia seutuhnya dan perawat harus dapat menerima setiap orang berbeda satu dengan yang lain. Berdasarkan pada hal tertentu diatas, model konsep komunikasi yang tepat dan dapat diterapkan pada klien dewasa adalah model komunikasi ini menunjukan hubungan relationship yang memperhatikan karakteristik dari klien dan melibatkan pengirim dan penerima, serta adanya umpan balik untuk mengevalusi tujuan komunikasi. Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia kearah yang lebih baik sehingga perawat perlu untuk menguasai tehnik dan model konsep komunikasi yang tepat untuk setiap karakteristik klien. a.
Orang dewasa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang menetap dalam dirinya yang sukar untuk dirubah dalam waktu singkat sehingga perlu
b.
model komunikasi yang tepat agar tujuan dapat tercapai. Model konsep komunikasi yang sesuai untuk klien dewasa adalah model interaksi king dan model komunikasi kesehatan yang menekankan hubungan relationship yang saling member dan menerima serta adanya feedback untuk mengevaluasi apakah imformasi yang disampaikan sesuai dengan yang ingin dicapai.
4. ROLEPLAY a. Tahap orientasi Perawat memberikan penyuluhan tentang kesiapan pulang pada pasien Perawat : “Selamat pagi bapak” Pasien : “ Selamat pagi suster” Perawat : “ Kenalkan nama saya natalia indah biasa dipanggil Natalia, nama bapak siapa?” Pasien : “Nama saya frandy diksi, biasa dipanggil dii.” Perawat : “Apa bapak sudah yakin merasa sehat dan siap untuk pulang?” Pasien : “Insya-Allah, saya siap pulang hari ini.”
Perawat : “Baiklah bapak, kalau bapak sudah siap, saya mahasiswa dari prodi S1 keperawatan UNDIP semarang, bermaksud menyampaikan informasi tentang halhal yang perlu bapak\keluarga ketahui dan rencana tindak lanjut perawatan setelah bapak pulang nanti. Apa bapak sudah siap untuk menerima informasi dari kami?” Pasien : “Oh ya, terima kasih suster, silahkan!” b. Tahap kerja Perawat : “Apakah bapak sudah mengetahui hal-hal yang dilarang atau tidak diperbolehkan bapak lakukan setelah pulang dari RS.” Pasien : “Belum suster” Perawat : “Diet, penggunaan insulin, tanda gejala , aktifitas, pelayanan kesehatan terdekat.”(menjelaskan hal-hal yang dilarang dan yang diperbolehkan bagi pasien selama di rumah) Pasien : (Bila pasien mengaku sudah, minta pasien untuk mengulangi atau menyebutkan hal-hal yang dilarang atau tidak diperbolehkan pasien selama dirumah) Perawat :”Kalau tidak keberatan bapak bisa menjelaskan kembali kepada kami“ (untuk validasi pemahaman klien) Pasien : “Menyebutkan hal-hal yang diketahui sebelum pasien pulang” Perawat :”Mendengarkan, bila ada yang salah membenarkan, dan bila yang diungkapkan pasien benar, perawat memberikan pujian: “ bapak benar-benar siap untuk pulang dan sangat perhatian pada kesehatan, semua informasi yang bapak peroleh amua bapak ingat-ingat dengan baik” Pasien : “Terima kasih suster.” c. Tahap terminasi Perawat :”Baik, sepertinya bapak sudah benar-benar ingin segera pulang, apakah bapak sudah menyelesaikan administrasi KRS?” Pasien : “Sudah suster”
Perawat : “Kalau sudah, silahkan barang-barang yang akan di bawa pulang di cek lagi, jangan lupa tetap lupa tetap menjaga kesehatan dan kontrol sesuai jadwal yang sudah di berikan. Kami selalu siap membantu bila ada yang bapak tanyakan kepada kami.” Pasien : “Terima kasih suster” Perawat : “Kalau sudah, silahkan barang-barang yang akan di bawa pulang di cek lagi, jangan lupa tetap menjaga kesehatan dan kontrol sesuai jadwal yang sudah di berikan. Kami selalu siap membantu bila ada yang bapak tanyakan kepada kami.” Pasien : “Terima kasih suster” Perawat : “Karena waktunya sudah cukup dan bapak sudah siap untuk pulang, kami ucapkan selamat jalan, dan mohon maaf bila pelayanan kami selama ini ada yang kurang berkenan bagi bapak \ keluarga.” Pasien : “Sama-sama suster, terima kasih. Selamat siang” Perawat : “Selamat siang.”
DAFTAR PUSTAKA
Iveh,
2009.
Komunikasi
pada
Klien
Dewasa
(online)
http://iveh91.blogspot.com/2009/11/komunikasi-pada-klien-dewasa.html diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 14.10 WITA Jayaantara Ngurah, 2013. Komunikasi Terapeutik pada Klien Dewasa. (online) http://www.ngurahjayaantara.blogspot.com/2013/12/komunikasi-terapeutikpada-klien-dewasa.html diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 14.00 WITA Niswah Khoirotun, 2013. Komunikasi pada Orang Dewasa. (online) http://khoirotunniswah6.blogspot.com/2013/06/komunikasi-pada-orangdewasa-untuk.html diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 14.30 WITA Radynna Gendux, 2013. Komunikasi Kepada Orang Dewasa. (online) http://sukasukagendux.blogspot.com/2013/04/komunikasi-kepada-orang-dewasa.html diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 14.35 WITA
View more...
Comments