Komunikasi Dalam Keluarga. Kelompok Dan Masyarakat
November 13, 2017 | Author: riki alfitra | Category: N/A
Short Description
fffff...
Description
Komunikasi Dalam Keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk social akan saling berkomunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara yang
berbeda
pula.
Komunikasi
merupakan
dasar
dari
seluruh
interaksi
antar
manusia.Interaksi manusia baik antara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi. Begitupun dalam interaksi keluarga, baik antar pribadi anggota keluarga, orang tua dengan anak maupun dengan keluarga yang lain sebagai perorangan , kelompok maupun sebagai keluarga itu sendiri. Seberapa jauh komunikasi berperan penting dalam kehidupan manusia dan waktu yang diluangkan dalam proses komunikasi sangat besar, timbul pertanyaan berapa banyak waktu yang digunakan dalam proses komunikasi di dalam keseharian. Adapun bentuk kegiatan komunikasi yang digunakan untuk menulis, untuk membaca, dan untuk berbicara serta untuk mendengarkan orang lain berbicara, Hal tersebut membuktikan bahwa komunikasi sangat memiliki peran yang penting dalam kehidupan sosial manusia, dengan kata lain komunikasi telah menjadi jantung dari kehidupan kita. Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya, banyak orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola komunikasi yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi individu. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu. Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam
lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Komunikasi adalah suatu proses penyampaian ide,perasaan dan pikiran antara dua orang atau lebih sehingga terjadi perubahan sikap dan tingkah laku bagi semua yang saling berkomunikasi. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya. Pada dasaranya keluarga itu adalah sebuah komunitas dalam “satu atap”. Kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami istri dan saling interaksi dan berpotensi punya anak akhirnya membentuk komunikasi baru yang disebut keluarga. Karenanya keluargapun dapat diberi batasan sebagai sebuah group yang terbentuk dari perhubungan lakilaki dan wanita perhubungan mana sedikit banyak bertahan lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Pengertian keluarga menurut Noor (1983) adalah suatu unit atau lingkungan masyarakat yang paling kecil atau merupakan masyarakat yang paling bawah dari satu lingkungan negara. Posisi keluarga atau rumah tangga ini sangat sentral seperti diungkapkan oleh Aristoteles (dalam Noor, 1983) bahwa keluarga rumah tangga adalah dasar pembinaan negara. Dari beberapa keluarga rumah tangga berdirilah suatu kampung kemudian berdiri suatu kota. Dari beberapa kota berdiri daru propinsi, dan dari beberapa propinsi berdiridatu negara. Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian. Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan
maupun
yang
tidak
menyenangkan,
juga
siap
menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.
B. Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah sebagai berikut: a. Keterbukaan (openess) Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara jelas terhadap segala pikiran dan perasaan yang diungkapkannya. b. Empati (Empathy) Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggapan orang tersebut. c.
Dukungan Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan
aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari orang terdekat yaitu, keluarga. d. Perasaan Positif (Positiveness) Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa yang sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya e.
Kesamaan (Equality)
kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan orang lain dalam hal berbicara dan mendengarkan. C. Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga a. Komunikasi orang tua yaitu suami-istri Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran penting suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan anggota keluarga (ayah, ibu, anak). b. Komunikasi orang tua dan anak Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi
atau nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
c. Komunikasi ayah dan anak Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran ayah dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima. Misal, memilih sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat pengasuhan kecenderungan anak untuk berhubungan dengan ibu jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu lebih menonjol. d. Komunikasi anak dan anak yang lainnya Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana anak yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih muda. Biasanya dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.
D. Pola Komunikasi dan Interaksi dalam Keluarga Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran dan sebagainya. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota – anggota keluarga pun sukar untuk dihindari.Beberapa pola komunikasi yang dilakukan dalam Interaksi keluarga : Model stimulus – respons (S-R) Pola ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses “aksi – reaksi” yang sangat sederhana. Pola S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan –tulisan) isyarat-isyarat nonversal, gambar-gambar dantindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu, proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan, proses ini bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek. Model Interaksional Model Interaksional ini berlawanan dengan model S-R. Sementara model S-R mengasumsikan manusia adalah pasif, model interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Komunikasi di sini digambarkan sebagai pembentukan makna yaitu penafsiran atas
pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Berapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri, diri orang lain, simbol, makna, penafsiran, dan tindakan. Hubungan antar peran Komunikasi dalam keluarga dapat pula dipengaruhi oleh pola hubungan antar peran hal ini, disebabkan masing-masing peran yang ada dalam keluarga dilaksanakan melalui komunikasi. Model ABX Pola komunikasi lainnya yang juga sering terjadi dalam komunikasi antara anggota keluarga adalah model ABX yang dikemukakan oleh Newcomb dari perspektif psikologisosial. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X).
E. Aneka Komunikasi dalam Keluarga 1) Komunikasi verbal Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan efektif tidaknya suatu kegiatan komunikasi bergantung dari ketepatan kata-kata atau kalimat dalam mengungkapkan sesuatu. Kegiatan komunikasi verbal menempati frekuensi terbanyak dalam keluarga setiap hari orang tua selalu ingin berbincang-bincang kepada anaknya., canda dan tawa menyertai dialog antara orang tua dan anak. 2) Komunikasi non verbal Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga tidak hanya dalam bentuk verbal, tetapi juga dalam bentuk nonverbal. Walaupun begitu, komunikasi nonverbal suatu ketika bisa berfungsi sebagai penguat komunikasi verbal. Fungsi komunikasi verbal sangat terasa jika, komunikasi yang dilakukan secara verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu secara jelas. 3) Komunikasi Individual Komunikasi individual atau komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi berlangsung dalam sebuah interaksi antarpribadi, antara suami dan istri, antara ayah dan anak, antara ibu dan anak, antar anak dan anak. 4) Komunikasi kelompok
Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam keluarga keakraban hubungan itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu waktu dan kesempatan. Sudah waktunya orang tua meluangkan waktu dan kesempatan untuk duduk bersama dengan anak-anak, berbicara, berdialog dalam suasana santai. F. Tahap-Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga a) Keluarga dengan anak – anak prasekolah Pada tahap ini dari lahir hingga usia 6 tahun, anak – anak ada pada tahun puncak untuk mempelajari bahasa. Kemampuan berbahasa terutama diperoleh dari keluarga khususnya dari interaksi anatara anak dan pengasuh utama, ibunya. Anak – anak memulai kemampuan berbahasa dengan menggunakan kata – kata tunggal. Anatara usia 18 – 24 bulan, ungkapan – ungkapan dua kata muncul. Menjelangn usia 3 tahun anak- anak menguasai kira – kira seribu kata, dan mulai usia 4-5 tahun mereka memperoleh kira-kira 50 kata setiap bulan. b) Keluarga dengan anak – anak usia sekolah Anak – anak semakin mengalami kebebasan sejalan dengan pertambahan usia. Mereka memperoleh pengaruh tidak hanya lewat komunikasi keluarga yang masih merupakan kekuatan dominan, tapi juga lewat komunikasi dengan pihak – pihak di luar keluarga. Dua dimensi komunikasi orang tua-anak menjadi penting ; penerimaan – penolakan dan kontrol otonomi. c) Keluarga dengan anak – anak remaja Tahap ini cenderung ditandai dengan bertambahnya konflik sehubungan dengan bertambahya kebebasan anak – anak. Masalah – masalah otonomi dan kontrol menjadi sangat tajam pada tahun –tahun ini. Anak – anak remaja mulai mengalihkan komunikasi dari komunikasi keluarga kepada komunikasi dengan teman- teman sebaya. Karena perubahan – perubahan fisiologis dan psikologis yang dialami remaja, topik –topik tertentu menjadi perhatian mereka. Pendeknya, usia remaja merupakan tantangan terbesar bagi komunikasi keluarga. Bila orang tua dan anak dapat mengatasi badai, komunikasi selanjutnya akan lebih lancar. Selanjutnya dapat disimpulkan dengan pertambahan usia, hubungan kita dengan saudara- saudara kandung tetap penting.
G. Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga tercipta secara efektif,yaitu: 1. Respek Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull attitude). Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di sekitanya. 2. Empati Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain. Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga. 3. Audibel Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang audibel ini. 4. Jelas Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia). 5. Tepat Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja. 6. Rendah Hati Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.
H. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Dilain waktu seseorang mengeluh tidak dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Ada sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga, seperti yang akan di uraikan berikut ini : Citra diri dan citra orang lain Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempengaruhi cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran khas bagi dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai manusia yang lemah, ingusan, tak tahu apa-apa, harus di atur, maka ia berbicara secara otoriter. Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan, saling lengkap-melengkapai. Perpaduan kedua citra itu menentukan gaya dancara komunikasi. Suasana Psikologis Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa irihati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya. Lingkungan Fisik Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus diataati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma. Kepemimpinan Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan.
Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut. Bahasa Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak mampu mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan komunikasi. Perbedaan Usia Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing yang harus dipahami.
I. Hambatan Komunikasi dalam Keluarga Problem komunikasi biasanya merupakan suatu gejala bahwa ada sesuatu yang tidak beres.Hambatan komunikasi ada yang berasal dari pengirim, transmisi dan penerima. Berbagai hambatan yang timbul dalam komunikasi, yaitu : Kebisingan Keadaan psikologis komunikan Kekurangan komunikator atau komunikan Kesalahan penilaian oleh komunikator Keterbatasan pengetahuan komunikator atau komunikan Bahasa Isi pesan berlebihan Bersifat satu arah Faktor teknis Kepentingan atau interes Prasangka Cara penyajian yang verbalistis
Untuk mengatasi hambatan tersebut di atas, dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Mengecek arti dan maksud yang dikatakan Meminta penjelasan lebih lanjut Mengecek umpan balik atau hasil Mengulang pesan yang disampaikan Memperkuat dengan bahasa isyarat Mengakrabkan pengirim dan penerima Membuat pesan selalu singkat Mengurangi banyaknya mata rantai Menggunakan orientasi penerima
J. Peran Perawat dalam Memberikan Asuahan Perawatan Keluarga Dalam memberikan asuhan perawatan keluarga, ada beberapa peranan yang dapat dilakukan oleh perawat antara lain: a. Pemberian asuhan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit b. Pengenal atau pengamat masalah kebutuhan kesehatan keluarga c. Koordinator pelayanan kesehatan dan keperawatan kesehatan keluarga d. Fasilitator, menjadikan pelayanan kesehatan itu mudah dijangkau dan perawat mudah dapat menampung permasalahan yang dihadapi keluarga dan membantu mencarikan jalan pemecahannya e. Pendidikan kesehatan, perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk merubah perilaku keluarga dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku yang sehat.
BAB III PENUTUP Kesimpulan
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Tujuan komunikasi dalam interaksi keluarga ditinjau dari kepentingan orang tua adalah untuk memberikan informasi, nasihat,mendidik dan menyenangkan anak-anak.Sedangkan anak berkomunikasi dengan orang tua adalah untuk mendapatkan saran, nasihat, masukan atau dalam memberikan respon dari pertanyaan orang tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga adalah : 1. 2. 3. 4. 5.
Citra diri dan citra orang lain Suasana psikologis Lingkungan fisik Bahasa perbedaan Usia
DAFTAR PUSTAKA Muwarni,anita.(2009).Komunikasi terapeutik panduan bagi keperawatan. Fitramaya:yogyakarta http://wordpress.com/2011/06/03/dampak-kurangnya-komunikasi-dlm-keluarga/ http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/komunikasi-dalam-keluarga/ http://dhinipedia.blogspot.com/2012/01/komunikasi-dalam-keluarga.html http://blessedday4us.wordpress.com/2010/06/04/komunikasi-dalam-keluarga/ http://prestasikita.com/index.php?option=com_content&task=view&id=47&Itemid=2 http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/SUNA RSIH/KOMUNIK__KELUARGA.pdf
KOMUNIKASI KELOMPOK A. Pengertian Komunikasi Kelompok. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149) menyatakan komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifatsifat komunikasi kelompok sebagai berikut: 1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka; 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan; 3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin; 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama; 5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain. B. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya. Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok. 1. Kelompok primer dan sekunder. Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan
kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggotaanggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Jalaludin
Rakhmat
membedakan
kelompok
ini
berdasarkan
karakteristik
komunikasinya, sebagai berikut: a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas. b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal. c. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya. d. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental. e. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal. 2. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan. Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi
komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satusatunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi. 3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak. Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer. C. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi 1. Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga. 2. Fasilitasi sosial. Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu. 3. Polarisasi. Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras. D. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu: 1. Faktor situasional karakteristik kelompok: a. Ukuran kelompok. Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok. b. Jaringan komunikasi. Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir. c. Kohesi kelompok. Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.
d. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal. 2. Faktor personal karakteristik kelompok: a. Kebutuhan interpersonal William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut: 1) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion). 2) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control). 3) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain. b. Tindak komunikasi Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction Process Analysis (IPA).
c. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut: 1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok. 2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok. 3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas kelompok.
Daftar pustaka Arifin, Anwar, 1984, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung: Armico.
Bales, Robert F., 1950, Interaction Process Analysis: A Method for the Study of Small Groups, Cambridge: Addison-Wesley Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., 2005, Komunikasi Bisnis dan Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaluddin, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya. Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company. Schutz, W. D., 1966, The Interpersonal Underworld, Palo Alto: Science and Behavior Books. Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Diposkan oleh ADI PRAKOSA di 18.53
Komunikasi Masyarakat BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-
lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain. (Barelson dan Steiner, 1964) Kesehatan adalah salah satu konsep yang sering digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit[1] (Gochman,1988; De Clercq,1993). Setidaknya definisi kesehatan harus mengandung paling tidak komponen : biomedis,personal dan sosiokultural. “ ....keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani), dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan[2].” Komunikasi merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Komunikasi dibuat untuk menyebarluaskan pesan kepada publik, mempengaruhi khalayak dan menggambarkan kebudayaan pada masyarakat. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan berinteraksi yang bersifat antarpribadi, dipenuhi melalui kegiatan komunikasi interpersonal atau antarpribadi. Sedangkan kebutuhan untuk berkomunikasi secara publik dengan orang banyak, dipenuhi melalui aktivitas komunikasi massa. Dengan demikian komunikasi menjadi unsur penting dalam berlangsungnya kehidupan suatu masyarakat. Selain merupakan kebutuhan, aktivitas komunikasi sekaligus merupakan unsur pembentuk suatu masyarakat. Sebab tidak mungkin manusia hidup di suatu lingkungan tanpa berkomunikasi satu sama lain. Komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi kepada khalayak massa dengan menggunakan saluran-saluran media massa. Jadi komunikasi massa tidak sama
dengan media massa. Media massa hanyalah salah satu faktor yang membentuk proses komunikasi massa tersebut, yaitu sebagai alat atau saluran[3].
1.2
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai
berikut: 1. Apa arti dari komunikasi? 2.
Bagaimanakah pandangan terhadap komunikasi masyarakat khususnya dibidang
kesehatan ? 3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis komunikasi dalam masyarakat? 4. Bagaimana peran media massa dalam masyarakat? 1.3
Tujuan
Tujuan dari makalah daripada makalah ini adalah 1. Dapat mengetahui manfaat komunikasi umum 2. Dapat mengetahui manfaat komunikasi kesehatan masyarakat 3. Dapat mengetahui hal-hal apa yang berhubungan dengan komunikasi umum dan komunikasi kesehatan. 4. Untuk mengetahui peranan dari komunikasi. 1.4
Manfaat Penulisan Mafaat dari penyusunan makalah ini yaitu agar kita dapat mengetahui tatacara
berkomunikasi dengan baik dan benar dari berbagai kalangan, khususnya dalam kalangan umum dan kalangan kesehatan (Masyarakat). Yang dimana, komunikasi sangatlah penting untuk proses pertukaran pendapat.
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Terminologi Komunikasi dan Kesehatan Menurut Effendi (2005) komunikasi itu sendiri bisa diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberikan atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik secara langsung (lisan)
maupun tak
langsung[4]. Sebenarnya Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari bahasa Latin ‘communicatus’ yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Komunikasi
adalah
suatu
proses
melalui
mana
seseorang
(komunikator)
menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain (khalayak)[5]. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lainlain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain[6]. Kesehatan adalah salah satu konsep yang sering digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit (Gochman,1988; De Clercq,1993). Setidaknya definisi kesehatan harus mengandung paling tidak komponen : biomedis,personal dan sosiokultural. WHO (1947) menyebutkan“ ....keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani), dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan...”
2.2. Definisi Komunikasi Kesehatan Proses penyampaian pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media tertentu kepada komunikan dengan tujuan untuk mendorong perilaku manusia tercapainya kesejahteraan sebagai kekuatan yang mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani), dan sosial[7]. Komunikasi Kesehatan adalah sebuah pendekatan berbagai segi dan disiplin untuk menjangkau pendengar yang berbeda dan membagi informasi kesehatan dengan tujuan mempengaruhi, melibatkan, dan mendukung individu, komunitas, tenaga kesehatan, kelompok
khusus,
pembuat
kebijakan
dan
masyarakat
untuk
memperjuangkan,
memperkenalkan, melakukan, atau mempertahankan menjadi kebiasaan, praktis, atau kebijakan yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan hasil-hasil kesehatan. 2.3. Tujuan Komunikasi Kesehatan Komunikasi tentu tidak dilakukan bukan tanpa tujuan. Ada banyak tujuan yang hendak dicapai dengan melakukan komunikasi. Selain menyampaikan pesan, kegiatan komunikasi memiliki tujuan lainnya, yakni sebagai berikut: 1.
Relay information – meneruskan informasi kesehatan dari suatu sumber
kepadapihak lain secara berangkai (hunting). 2.
Enable informed decision making – memberi informasi akurat untuk
memungkinkan pengambilan keputusan. 3. Promote Healthy behavior – informasi untuk memperkenalkan hidup sehat. 4.
Promote peer information exchange and emotional support – mendukung
pertukaran informasi pertama dan mendukung secara emosional pertukaran informasi kesehatan. 5. Promote self care – memperkenalkan pemeliharaan kesehatan diri sendiri. 6. Manage demand for health service – memenuhi permintaan layanan kesehatan.
2.4. Fungsi Komunikasi Kesehatan Komunikasi merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Komunikasi dibuat untuk menyebarluaskan
pesan
kepada
publik,
mempengaruhi
khalayak
dan
menggambarkankebudayaan pada masyarakat[8]. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusiyang kuat di masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan berinteraksi yang bersifat antarpribadi,dipenuhi melalui kegiatan komunikasi interpersonal atau antarpribadi. Sedangkan kebutuhanuntuk berkomunikasi secara publik dengan orang banyak, dipenuhi melalui aktivitaskomunikasi massa. Dengan
demikian
komunikasi
menjadi
unsur
penting
dalam
berlangsungnyakehidupan suatu masyarakat. Selain merupakan kebutuhan, aktivitas komunikasi sekaligus merupakan unsur pembentuk suatu masyarakat. Sebab tidak mungkin manusia hidup di suatulingkungan tanpa berkomunikasi satu sama lain. Komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi kepada khalayak massadengan menggunakan saluran-saluran media massa. Jadi komunikasi massa tidak samadengan media massa[9]. Media massa hanyalah salah satu faktor yang membentuk proseskomunikasi massa tersebut, yaitu sebagai alat atau saluran.Iklan merupakan berita pesanan untuk mendorong, membujuk orang agar tertarik pada barangyang ditawarkan. Secara garis besar iklan dibagi menjadi dua, yang pertama iklan komersilyaitu iklan yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran suatu produk dan jasa. Yangkedua iklan non komersil yaitu bagian dari kampanye sosial dengan tujuan mengajak,menghimbau atau menyampaikan gagasan demi kepentingan umum. Iklan non komersil lebihdikenal dengan iklan layanan masyarakat.
Kontribusinya antara lain: a.
Meningkatkan kebutuhan terhadap produk/pelayanan
b. Memberitahu cara pemanfaatan produk/pelayanan secara benar c. Merangsang terjadinya perubahan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan d. Memberikan sumbangan terhadap peningkatan kesehatan. 2.5. Komunikasi Kesehatan Masyarakat Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah suatu tanda komunikasi.
2.6. Hubungan Komunikasi Kesehatan Masyarakat Hubungan masyarakat (public relations) mempunyai ruang lingkup (scope) kegiatan yang menyangkut banyak manusia (public, masyarakat, khalayak), baik di dalam (public intern) dan di luar (publik ekstern). Humas sebagai komunikator mempunyai fungsi ganda yaitu keluar memberikan informasi kepada khalayak dan ke dalam menyerap reaksi dari khalayak. Organisasi atau instansi atau lembaga mempunyai tujuan dan berkehendak untuk mencapai tujuan itu. Hubungan masyarakat dalam suatu organisasi melaksanakan fungsi manajemen. Humas merupakan salah satu fungsi sebagai unsur pimpinan. Dengan demikian fungsinya adalah untuk menumbuhkan hubungan yang baik dan serasi antara publik intern dan publik ekstern dalam rangka memberikan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi.
2.7.Prinsip Komunikasi Kesehatan
1. Prinsip yang pertama menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses simbolik. Komunikasi merupakan proses pembentukan simbol. Simbol dapat berupa huruf, angka, kata , bahasa, penampilan, makanan dan lain-lain. Dalam bidang kesehatan masyarakat, prinsip komunikasi sebagai proses simbolik dapat diterapkan pada saat penyuluhan. Penyuluhan hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti masyarakat yang sedang diberi penyuluhan. Selain itu, proses simbolik yang lain contohnya adalah dandanan. Pada saat memberi penyuluhan tentang kesehatan, sebaiknya dandanan jangan terlalu mencolok (mewah), namun jangan juga terlalu biasa saja. Pakaian yang terlalu mewah mendatangkan kesan sombong bagi masyarakat sehingga mempengaruhi keefektifan penyampaian materi pada saat penyuluhan. Sedangkan pakaian yang terlalu biasa menimbulkan persamaan antara orang yang memberi penyuluhan dan orang yang diberi penyuluhan. Sehingga mungkin orang yang diberi penyuluhan akan menganggap enteng materi penyuluhan tersebut. Dengan demikian penampilan harus disesuaikan dengan keadaan. Karena penampilan merupakan suatu simbol, dimana orang atau masyarakat akan memberikan arti terhadap penampilan seseorang. 2. Prinsip yang kedua menyatakan bahwa setiap perilaku memiliki potensi komunikasi. Dalam bidang kesehatan masyarakat, seorang Tenaga Kesehatan harus paham dengan apa yang dilakukan masyarakat, karena mereka memiliki body language. Misalnya, disaat menyampaikan informasi kesehatan, seorang Tenaga Kesehatan harus dapat melihat respon mereka. Apakah mereka senyum, atau diam saja, atau malah menunjukkan muka yang kurang sedap. Dengan demikian dapat diketahui tindakan apa yang dapat dilakukan. Misalnya jika respon audience hanya diam saja atau menunjukkan respon yang kurang baik seperti menggerutu, bicara sendiri atau memandang dengan tatapan sinis, mungkin cara penyampaian informasi harus diubah. Menjadi lebih menarik dan menyenangkan sehingga penyampaian informasi menjadi lebih efektif.
3. Prinsip yang selanjutnya menyatakan bahwa komunikasi memiliki dimensi isi dan hubungan. Hal ini berhubungan dengan bagaimana cara menyampaikan suatu pesan. Ada kalanya satu pesan artinya sama, namun karena cara menyampaikannya berbeda, pesan tersebut dimaknakan berbeda pula[10]. Contohnya dalam bidang kesehatan masyarakat adalah proses penyampaian informasi kesehatan kepada anak kecil dan orang dewasa. Seorang Tenaga Kesehatan harus dapat membedakan pesan kepada anak kecil dan orang dewasa. Misalnya, “adek, jangan buang sampah sembarangan”, akan berbeda artinya dengan, “bapak, jangan buang sampah sembarangan”. Anak kecil akan menanggapi perkataan itu mungkin dengan biasa saja dan mengikuti perintah tersebut yaitu tidak membuang sampah sembarangan. Namun, orang dewasa atau bapak-bapak akan menanggapi pesan itu mungkin dengan perasaan negatif. Mungkin merasa dirinya dianggap kurang disiplin dan dianggap seperti anak kecil. Sehingga si penyampai informasi tersebut atau Tenaga Kesehatan akan dianggap kurang sopan. Dengan demikian, seorang Tenaga Kesehatan harus memperhatikan cara penyampaian pesan. Jangan sampai menimbulkan salah persepsi pada masyarakat.
2.8. Hal-hal yang Mempengaruhi Komunikasi Kesehatan 1. Faktor Sender (komunikator), meliputi ketermpilan, sikap, pengetahuan dan media saluran yang digunakan. Sebagai pengirim informasi, ide, berita, pesan, komunikator perlu menguasai cara-cara penyampaian, baik secara tertulis maupun lisan. Sikap komunikator sangat berpengaruh terhadap komunikan. Keangkuhan dalam komunikasi dapat mengakibatkan informasi yang diberikan akan ditolak oleh komunikan. Demikian pula raguragu apat menyebapkan ketidakpercayaan terhadap informasi pesan yang disampaikan. 2. Faktor Receiver (komunikan), ketermpilan, sikap, pengetahuan dan media saluran yang digunakan. Keterampilan komunikan dalam mendengar dan membaca pesan sangat penting. Pesan yang diberikan akan dapat dengan mudah dimengerti dengan baik jika
komunikan mempunyai keterampilan mendengar dan membaca. Sikap komunikan yang berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi misalkan sikap apriori, meremehkan, dan berprasangka buruk terhadap komunikator. 2.9.
Penerapan Prinsip Komunikasi dalam Bidang Kesehatan Masyarakat Manusia dalam kehidupannya memiliki tiga fungsi, sebagai makhluk Tuhan, individu
dan sosial budaya. Yang saling berkaitan dimana kepada Tuhan memiliki kewajiban untuk mengabdi pada Tuhan, sebagai individu harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan sebagai makhluk sosial budaya harus hidup berdampingan dengan orang lain dalam kehidupan selaras dan saling membantu. Dalam menjalani kehidupan selaras dengan manusia lain, diperlukan adanya komunikasi. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari sumber ke penerima melalui saluran atau media. Sehingga terbentuk interaksi dalam masyarakat yang membentuk suatu sistem sosial. Interaksi yang terjadi dalam masyarakat melibatkan berbagai aspek misalnya pendidikan, kebudayaan, keagamaan, kesehatan dan lain-lain. Aspek yang akan dibahas di artikel ini adalah aspek kesehatan. Khususnya tindakan pencegahan terhadap penyakit yang dapat menimbulkan masalah kesehatan di masyarakat. Masalah kesehatan pada dasarnya merupakan masalah semua manusia. Karena tidak ada satu manusiapun yang dapat terbebas dari penyakit. Namun, terkadang ada beberapa orang yang kurang memperhatikan kesehatan sehingga menimbulkan berbagai masalah kesehatan bagi dirinya maupun orang lain disekitarnya. Masalah kesehatan juga dapat timbul dari faktor penyakit (agent) yang dapat menyebabkan seseorang menderita sakit. Oleh karena itu, diperlukan tenaga ahli dalam bidang kesehatan masyarakat, yang dapat membawa masyarakat ke hidup yang lebih sehat. Tenaga ahli tersebut salah satunya adalah sarjana kesehatan masyarakat atau biasa disebut SKM.
Prinsip yang kedua menyatakan bahwa setiap perilaku memiliki potensi komunikasi. Dalam bidang kesehatan masyarakat, seorang SKM harus paham dengan apa yang dilakukan masyarakat, karena mereka memiliki body language. Misalnya, disaat menyampaikan informasi kesehatan, seorang SKM harus dapat melihat respon mereka. Apakah mereka senyum, atau diam saja, atau malah menunjukkan muka yang kurang sedap. Dengan demikian dapat diketahui tindakan apa yang dapat dilakukan. Misalnya jika respon audience hanya diam saja atau menunjukkan respon yang kurang baik seperti menggerutu, bicara sendiri atau memandang dengan tatapan sinis, mungkin cara penyampaian informasi harus diubah. Menjadi lebih menarik dan menyenangkan sehingga penyampaian informasi menjadi lebih efektif. Prinsip yang selanjutnya menyatakan bahwa komunikasi memiliki dimensi isi dan hubungan. Hal ini berhubungan dengan bagaimana cara menyampaikan suatu pesan. Ada kalanya satu pesan artinya sama, namun karena cara menyampaikannya berbeda, pesan tersebut dimaknakan berbeda pula. Contohnya dalam bidang kesehatan masyarakat adalah proses penyampaian informasi kesehatan kepada anak kecil dan orang dewasa. Seorang SKM harus dapat membedakan pesan kepada anak kecil dan orang dewasa. Misalnya, “adek, jangan buang sampah sembarangan”, akan berbeda artinya dengan, “bapak, jangan buang sampah sembarangan”. Anak kecil akan menanggapi perkataan itu mungkin dengan biasa saja dan mengikuti perintah tersebut yaitu tidak membuang sampah sembarangan. Namun, orang dewasa atau bapak-bapak akan menanggapi pesan itu mungkin dengan perasaan negatif. Mungkin merasa dirinya dianggap kurang disiplin dan dianggap seperti anak kecil. Sehingga si penyampai informasi tersebut atau SKM akan dianggap kurang sopan. Dengan demikian, seorang SKM harus memperhatikan cara penyampaian pesan. Jangan sampai menimbulkan salah persepsi pada masyarakat.
Komunikasi juga berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan. Hal ini juga termasuk dalam prinsip komunikasi. Kadang seseorang bermaksud untuk tidak melakukan komunikasi, namun orang lain menganggapnya melakukan komunikasi. Inilah yang dimaksud komunikasi yang tidak disengaja. Sedangkan komunikasi yang disengaja, merupakan komunikasi yang real, dimana adanya timbal balik yang jelas antara komunikator dan komunikan. Prinsip ini juga penting dalam bidang kesehatan masyarakat. Misalnya, seorang petugas kesehatan sebelum makan selalu mencuci tangan. Dan hal tersebut diamati oleh seorang masyarakat yang kebetulan memang memiliki hubungan yang dekat. Pada awalnya, kegiatan mencuci tangan ini merupakan bentuk rutinitas yang memang sudah biasa dilakukan sang petugas kesehatan. Namun tanpa sengaja, masyarakat yang mengamatinya menjadi terpengaruh untuk meniru kegiatan tersebut. Dengan demikian, hendaknya kesengajaan ini terjadi dalam hal-hal positif yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat. Komunikasi bersifat irreversible yang artinya tidak dapat kembali. Maksudnya, apa yang telah diucapkan tidak akan bisa ditarik lagi dan dianggap ucapan itu tidak ada. Mungkin memang kadang terjadi seseorang menarik kembali ucapannya. Namun, ucapan itu tetaplah pernah diucapkan dan tidak dapat lenyap begitu saja. Sehingga sebagai seorang SKM, dalam menyampaikan informasi kesehatan kepada masyarakat harus selalu berhati-hati. Jangan sampai informasi-informasi tersebut disampaikan dengan cara yang kurang sopan atau mungkin menyakiti hati audience. Sekali hati seseorang terluka, akan sulit untuk mengobatinya. Dengan demikian untuk mencapai sebuah komunikasi yang efektif, prinsip yang satu ini juga harus diperhatikan[11]. Komunikasi bukan panasea untuk menyelesaikan berbagai masalah, khususnya masalah kesehatan. Komunikasi bukan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan. Memang komunikasi penting dalam menyelesaikan masalah. Namun komunikasi saja tidak cukup. Perlu adanya tindakan untuk menyelesaikan masalah. Misalnya, dalam
menanggulangi penyakit DBD di masyarakat, tidak cukup hanya memberikan penyuluhan di puskesmas. Tapi juga harus dilakukan tindakan seperti melakukan kegiatan 3M secara masal dengan pengawasan dari petugas kesehatan.
BAB III PENUTUP A.
Kesimpulan Komunikasi bersifat prosesual, dinamis dan transaksional. Komunikasi merupakan
suatu proses, dimana proses ini tidak disadari kapan awal dan kapan akhirnya. Komunikasi bersifat dinamis, artinya komunikasi tidaklah konstan. Tapi melalui tahapan-tahapan dan perubahan. Komunikasi bersifat transaksional, artinya komunikasi terjadi timbal balik antara komunikator dan komunikan. Dengan demikian, sebagai seorang SKM, kita tahu bahwa proses komunikasi tidak hanya terjadi pada saat penyuluhan saja. Tetapi, akan terus membekas di hati masyarakat. Sehingga, proses penyampaian informasi harus dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh. Agar masyarakat dapat benar-benar mengerti maksud dari materi yang disampaikan dan menerapkan dalam kehidupannya. Komunikasi dalam kesehatan hendaknya selalu mengalami perubahan seiring perubahan lingkungan dan disesuaikan dengan keadaan masyarakat dan pelaku atau komunikator hendaknya lebih variatif dan inovatif dalam penyampaian pesan informasi kesehatan. B. Saran Makalah ini mebahas tentang komunikasi umum dan komunikasi kesehatan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, di harapkan setelah membaca makalah ini untuk dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari cara berkomunikasi yang baik dalam masyarakat dan memahami cara-cara atau strategi dalam berkomunikasi mengenai kesehatan khususnya kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Notoatmodjo, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta, Rineka Cipta Fisher, Augrey, 1986, Theories of Communication (Terjemahan Soejono Trimo), Bandung, Remaja Karya Green, 1980, Health Education Planning, A Diagnostic Approach, The John Hopkins University, Maryland, Mayfield Publishing Company Effendi, Saifuddin. 2005, Belajar, Yogyakarta
Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Penerbit Pustaka
Lestari, Sri. 2009. Gambaran kesehatan Ibu dan Anak dalam bidang komunikasi kesehatan . Skripsi, FKM USU, Medan Marhaen fahar. Ilmu komunikasi teori dan praktek penerbit: Graha Ilmu Saifulloh . (2008). Mencerdaskan anak . Jombang : Lintas Media Baskoro, Anton. 2008. Komunikasi Kesehatan . Banyu Media, Yogyakarta. Biancuzzo M. (2000). Breastfeeding the Newborn. Clinical Strategies for Nurses. 1st ed. St Louis Missouri: Mosby Inc. Depkes, RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/MENKES/IV/ Tentang Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi di Indonesia, Jakarta. Dra. Hj. Woerjani, M.Pd. ,Dra. Ratnawati T, M.Hum Buku bahan ajar pelayanan prima Graeff, AJudith, dkk. 1996 . Komunikasi dalam kesehatan dan perubahan perilaku .Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Ahmad. 2008. Manfaat IMD.http://myhealthblogging.com/parenting/2008/01/01/ Akhmad Ali Syaifuddin, 2006, Kesehatan Ibu dan Anak , MT.Indarti Yogyakarta.
View more...
Comments