Kompos, Pupuk dan Pestisida Organik

March 12, 2019 | Author: ganeshaorganic | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Cara membuat kompos, pupuk cair organik dan pestisida organik...

Description

 kompos, pupuk dan pestisida R. Utju Suiatna 

Keseimbangan alam kata kuncinya. Aku diperlakukan dan dijaga dengan arif,  lingkungan hidup yang lestari dan bersahabat kan terwujud.

1. Fungsi Kompos, Pupuk Organik Cair dan Mikro-Organisma Lokal (MOL) kekurangan bahan organik

Sebagaimana umumnya tanaman, tumbuhan padi memerlukan media yang subur untuk tempat tumbuhnya berupa tanah yang cukup mengandung tanah liat/lempung, bahan organik, udara, air, unsur hara dan organisma tanah. Bila tanah tidak dijaga atau diolah dengan baik maka kerusakan akan terjadi pada tanah tersebut. Kerusakan tanah secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu kerusakan sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pemasaman tanah, akumulasi garam-garam (salinisasi), tercemar logam berat, dan tercemar senyawa-senyawa kimiawi misalnya dari pestisida atau tumpahan minyak bumi. Terjadinya pemasaman tanah dapat diakibatkan penggunaan pupuk nitrogen buatan secara terus menerus dalam jumlah besar. Kerusakan tanah secara fisik dapat diakibatkan karena kerusakan struktur tanah yang dapat menimbulkan pemadatan tanah. Kerusakan struktur tanah ini dapat terjadi akibat pengolahan tanah yang salah atau penggunaan pupuk kimia secara terus menerus. Kerusakan biologi ditandai oleh penyusutan populasi maupun berkurangnya biodiversitas organisma tanah, dan terjadi biasanya bukan kerusakan sendiri, melainkan akibat dari kerusakan lain (fisik dan atau kimia). Sebagai contoh penggunaan pupuk nitrogen (dalam bentuk ammonium sulfat dan sulfur coated urea) yang terus menerus dapat menyebabkan pemasaman tanah sehingga populasi cacing tanah akan turun dengan drastis. Penggunaan pupuk anorganik (pabrik) dalam waktu lama dan terusmenerus, mengakibatkan: sifat fisik tanah memburuk, tanah menjadi padat, terjadi penimbunan phosfat, keadaan mikro-biologi tanah kurang serasi sehingga kegiatan jasad mikro tanah merosot. Hal ini disebabkan karena kadar bahan organik tanah telah merosot. Kadar bahan organik tanah merupakan kunci utama kesehatan tanah, secara fisik, kimia dan biologi. Oleh karena itu upaya memperbaiki kesehatan tanah dilakukan melalui pengelolaan bahan organik. Kompos sebagai salah satu bentuk bahan organik memiliki peran utama sebagai pembenah struktur tanah sehingga menjadi gembur dan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi akar tanaman dan organisma tanah yang diperlukan dalam proses penyediaan unsur hara bagi tanaman. Fungsi kompos padat sebagai penyedia unsur bagi tanaman bersifat lambat serta konsentrasinya rendah sehingga apabila jumlah kompos padat tidak cukup banyak maka pasokan unsur hara bagi tanaman harus ditambah dari kompos cair atau Pupuk Organik Cair (POC). Untuk mempercepat pembuatan kompos maupun POC diperlukan proses fermentasi yang lebih intensif oleh mikroba/bakteri/ mikroorganisma dan akan lebih sederhana dipergunakan bakteri pengurai yang tersedia di termpat tersebut yang lebih populer disebut sebagai Mikro-Organisma Lokal (MOL).

-1-

2. Pembuatan Kompos, Pupuk Organik Cair, MOL dan Pestisida Organik Pembuatan Kompos Kompos dapat dibuat dengan berbagai macam cara dan komposisi, tetapi yang perlu diutamakan adalah kemudahan dalam pembuatannya menyesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan bahan di lokasi setempat. Bahan organik, mikroba tertentu serta keseimbangan yang tepat antara carbon, nitrogen, air dan oksigen dalam proses pengomposan akan menghasilkan produk kompos yang bermutu baik dalam waktu singkat. Dikarenakan mikroba (bakteri, jamur) yang diperlukan pada proses pengomposan ini membutuhkan carbon untuk sumber enerji dan juga membutuhkan nitrogen sebagai elemen dasar atau bahan mentah protein untuk membangun tubuhnya, sangatlah penting untuk menjaga kedua unsur ini dalam perbandingan atau rasio yang tepat. Bila terlalu banyak carbon maka proses dekomposisi akan berjalan lambat, sedangkan bila terlalu banyak nitrogen maka dihasilkan gas amonia yang mengeluarkan bau tidak sedap, gunakan jumlah berat yang sama untuk bahan yang dominan mengandung unsur nitrogen dan bahan yang dominan mengandung unsur carbon sebagai bahan kompos untuk mendapatkan perbandingan yang tepat. Tumpukan kompos yang besar akan mengisolasi sendiri dan menahan panas dari aktivitas miroba, tengahnya akan lebih hangat dibanding luarnya. Tumpukan yang kurang dari 1 m3 akan mengalami masalah dalam menahan panas ini sedangkan tumpukan yang lebih dari 3,5 m3 akan mengalami kekurangan pasokan udara ke tengah tumpukan yang diperlukan mikroba disana. Sebaiknya tumpukan bahan kompos dibuat meninggi bukan melebar. Pada proses pengomposan yang lebih cepat akan terjadi tumpukan bahan organik yang lebih panas. Bila tumpukan terdeteksi lambat panas maka yang terjadi adalah terlalu sedikit nitrogen sehingga perlu penambahan bahan yang kaya dengan kandungan nitrogen. Sedangkan bila terdeteksi bau tidak sedap seperti amoniak, maka yang terjadi adalah terlalu banyak nitrogen dan perlu dilakukan penambahan bahan yang kaya dengan kandungan carbon. Secara umum bahan organik untuk pembuatan kompos yang berasal dari kayu kandungan carbon nya tinggi. Daun kering, jerami, sisa panen jagung, serbuk gergaji juga merupakan sumber yang baik untuk carbon yang bisa juga disebut sebagai ‘coklatan’. Potongan rumput (lebih hijau lebih baik) adalah sumber yang baik untuk nitrogen. Sumber nitrogen lainnya adalah daun-daunan segar, sampah dapur dan kotoran hewan (sapi, kambing, kelinci, unggas) yang bisa juga disebut sebagai ‘hijauan’. Bila menggunakan sampah dapur harus dihindari lemak, minyak, daging dan tulang supaya tidak menarik hama seperti kecoa dan tikus. Mencacah bahan-bahan ini sebelum dikomposkan akan meningkatkan luas permukaan dan menjadikan proses pengomposan lebih mudah bagi mikroba sehingga akan mempercepat penguraian bahan organik. Pengecilan ukuran ini seperti halnya sebuah balok es yang akan meleleh dengan lambat bila ukurannya besar tetapi akan meleleh dengan sangat cepat bila sebelumnya dipecah menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil. Proses pengomposan dapat terjadi dengan sendirinya di alam dan dapat dipercepat dengan proses pembuatan kompos yang dikondisikan. Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan membuat rumah kompos, dengan menggali tanah dengan ukuran sekurang-kurangnya 1m x 1m x 1m, ditumpukkan begitu saja di atas permukaan tanah, dihamparkan di atas permukaan tanah sawah sebelum pengolahan atau langsung di campur/diaduk dengan tanah sawah. Tentunya kecepatan dan kualitas kompos akan berbeda dari tiap-tiap cara tersebut, misalnya cara yang terakhir akan memakan waktu pengkomposan yang lebih lama dan akan beresiko terjadinya gangguan pertumbuhan padi karena terjadinya proses fermentasi yang cukup aktif dalam tanah. Bahan kompos bisa saja hanya satu jenis misalnya hanya menggunakan jerami, namun waktu pembuatan akan menjadi lebih lama dan komposisi atau kandungan unsur-unsur yang berguna untuk kesuburan tanah menjadi lebih sedikit/terbatas.

-2-

Prinsip utama untuk membuat tempat pengomposan adalah harus lembab, mendapatkan cukup udara, bahan organiknya tidak terkena matahari secara langsung atau teduh dan terlindung dari hujan. Rumah kompos dapat dibuat dengan dinding dari bambu atau bilik demikian juga dengan lantainya. Bahan organik hijauan dan coklatan yang sudah dicacah dapat diaduk/dicampur sekaligus disemprot dengan MOL atau effective micro-organism, juga bisa menggunakan penaburan jamur trichoderma, atau di tumpuk secara berselang-seling antara coklatan-hijauan dan diantara tiap lapisan disemprot terlebih dahulu dengan MOL atau effective micro-organism atau pun jamur trichoderma. Kemudian pada tumpukan bahan organik ini sebaiknya dipasang beberapa cerobong atau pipa dari batang bambu yang dilubangi dindingnya dibeberapa tempat sepanjang batang (lebih banyak lebih baik) yang berfungsi untuk mengalirkan oksigen ke bagian dalam tumpukan. Adanya pemasangan cerobong bambu ini memperingan pekerjaan dengan mengurangi frekuensi pembalikan tumpukan yang dapat dilakukan 5 hari sekali untuk meratakan proses pengomposan dan menambah pasokan oksigen ke bagian tengah tumpukan. Untuk menjaga kelembaban, bagian atas tumpukan dapat ditutup secara langsung dengan terpal/karung yang tembus udara, daun pisang atau bahan lainnya yang masih memungkinkan adanya aliran udara. Pada setiap pelaksanaan pembalikan sebaiknya dilakukan lagi penyemprotan MOL/effective micro-organism untuk mempercepat proses pengomposan. Proses pengomposan yang berjalan dengan baik ditandai dengan tingginya suhu di tengah tumpukan yang mencapai sekitar 60o C, tidak berbau dan lembab yaitu bila dikepal dengan tangan maka bahan organik itu tidak mengucurkan air tetapi hanya terasa basah di tangan. Pematangan kompos dapat dicapai sekitar 3 pekan dan ditunjukkan dengan warnanya yang coklat kehitaman, tidak berbau, sudah tidak panas lagi, volumenya susut secara drastis dan gembur. Kompos dapat diperkaya dengan penambahan mikroba seperti Trichoderma sp., Azotobacter sp. atau mikroba lainnya sehingga meningkatkan kualitas kompos. Adapun beberapa masalah yang mungkin timbul pada saat pembuatan kompos dan solusinya adalah sebagai berikut : TANDA Kompos berbau tidak sedap

Tengah gundukan kering Kompos lembab dan hangat di tengahnya tetapi tidak di bagian lainnya Tumpukan sudah cukup lembab dan tidak bau tetapi tidak bisa hangat

MASALAH - Tidak cukup udara

- Terlalu banyak nitrogen Tidak cukup air

Tumpukan terlalu kecil

Kekurangan nitrogen

SOLUSI - Dibalik, tambah bahan yang lebih kasar - Tambah bahan ‘coklatan’ Semprot dengan air atau MOL saat di balik Tambahkan lebih banyak bahan organik Tambahkan bahan organik sumber nitrogen

-3-

Pembuatan Pupuk Or ganik Cair Pupuk organik cair (POC) yang salah satu bentuknya berupa kompos cair dapat dibuat secara sederhana. Bahan organik baik berupa kotoran hewan, jasad hewan pengganggu seperti keong mas, limbah rumah tangga, limbah pasar maupun limbah peternakan dimasukkan ke dalam karung atau kantong yang dibuat dari bahan yang tembus air. Karung atau kantong berisi bahan organik ini kemudian direndam air dalam suatu wadah tertutup sekitar 2 minggu. Untuk mempercepat proses bisa ditambahkan Mikro-Organisma Lokal/MOL. POC kaya unsur N dapat dibuat dari bahan organik daun-daunan atau kotoran ternak. Urine ternak seperti kelinci, sapi dan domba yang didiamkan selama sekitar 2 minggu merupakan POC kaya N yang baik. POC kaya P dapat dibuat dari bahan organik yang berasal dari batang pisang yang diirisiris atau kotoran kelelawar sedangkan POC kaya K dapat dibuat dari bahan organik yang berasal dari sabut kelapa. Perbandingan nutrien feses pada manusia dan beberapa jenis hewan : Jenis Manusia Ayam Sapi potong Sapi perah Bebek Kambing Guano Kelelawar Kuda Burung merpati Kelinci Domba Kalkun

Nitrogen 2 3.6 2.0 3.3 2.6 4.0 5.7 2.5 6.5 4.8 3.5 5

P (P2 O 5 ) 1 1.3 0.65 0.35 0.8 0.61 8.6 0.25 2.4 2.8 0.55 0.6

K (K2 O) 0.2 1.3 1.6 2.0 0.5 2.8 2.0 0.8 2.5 1.2 1 0.8

Tempat pembuatan POC dapat menggunakan tong plastik, membuat kolam kecil atau sumur di sawah atau menyimpan karung berisi bahan organik ini di saluran air bagian dalam dari sawah. Air yang berasal dari kolam ikan atau yang melewati kandang itik merupakan salah satu bentuk POC yang baik untuk pertumbuhan tanaman.

Pembuatan MOL Setiap bahan organik di alam cepat atau lambat akan mengalami proses pembusukan atau dekomposisi dan proses dekomposisi ini tentunya akan melibatkan mikroba yang ada di lingkungan tersebut. Mikroba yang terlibat dalam proses penguraian bahan organik ini dapat diperbanyak secara sederhana serta murah untuk berbagai keperluan seperti mempercepat pembuatan Kompos atau Pupuk Organik Cair (POC) dan dikenal den gan istilah Mikro-Organisma Lokal. Perbanyakan MOL memerlukan air kemudian bahan yang mengandung glukosa/gula seperti gula pasir, gula merah, air kelapa atau batang tebu. Selanjutnya diperlukan bahan yang mengandung karbohidrat/ tepung seperti air cucian beras, limbah nasi, singkong, jagung atau ubi. Terakhir adalah bahan yang kandungan mikroba pengurainya sudah tinggi seperti buah-buahan busuk, nasi basi, batang pisang yang

-4-

sudah busuk dan sebagainya bahkan bahan organik yang belum busuk pun bisa dimanfaatkan seperti rebung, sabut kelapa atau bahan organik lainnya. Ketiga jenis bahan tersebut untuk perbanyakan MOL sebaiknya dibuat sehalus mungkin dengan dicacah atau ditumbuk. Air yang digunakan bila bukan air cucian beras akan lebih baik berasal dari kolam ikan, hindari penggunaan air yang kandungan kaporitnya tinggi. Tempat perbanyakan MOL sebaiknya dari bahan plastik, kaca atau tembikar karena MOL ini bersifat masam sehingga cukup korosif. Salah satu contoh perbanyakan MOL adalah sebagai berikut : Sekitar 10 liter air cucian beras ditambah 2 gandu gula merah yang dihaluskan/dicairkan dan satu butir pepaya busuk yang sudah ditumbuk/dihancurkan dimasukkan ke dalam ember yang kemudian ditutup dengan kertas atau kain untuk menghindari bertelurnya serangga pada campuran tersebut namun tetap bisa ditembus udara/oksigen. Campuran tersebut disimpan ditempat yang teduh tidak terkena sinar matahari. Setelah sekitar 14 hari, campuran tersebut akan mengeluarkan bau masam ataupun bau tape tergantung jenis bahan dan jumlah bahan yang dicampurkan, ini menunjukkan perbanyakan MOL tersebut berhasil dan MOL tersebut siap diaplikasikan untuk mempercepat pengomposan (tanpa diencerkan terlebih dahulu), pembuatan POC atau di semprotkan langsung ke lahan pertanian setelah diencerkan terlebih dahulu sesuai dengan kepekatan dari MOL tersebut. Bila bau yang tercium adalah bau busuk maka ini menandakan perbanyakan MOL tidak berhasil karena kurang banyaknya salah satu komponen baik itu gula atau tepung namun MOL yang gagal ini masih bisa diaplikasikan ke lahan pertanian untuk memberikan bahan organik tambahan kepada tanah. Kombinasi bahan-bahan lain untuk perbanyakan MOL dapat dilakukan dengan mencoba sendiri jumlah takaran dari masing-masing bahan tersebut. Bila sumber mikroba pengurainya adalah nasi basi maka dapat digunakan air biasa karena nasi basi ini sekaligus juga sebagai sumber tepung. MOL yang sudah jadi bisa disimpan dalam botol-botol tertutup dengan cara larutan MOL ini harus penuh diisikan sampai ke ujung atas mulut botol sehingga udara/oksigen menjadi minimal untuk mengurangi aktivitas fermentasi yang bisa menyebabkan botol menggelembung. Sekali-kali sekitar 14 hari sekali botol-botol ini perlu dibuka beberapa saat untuk memberikan kesempatan pada mikroba untuk beraktivitas dan tetap hidup serta mengeluarkan gas metan yang terbentuk dalam botol tersebut.

Pembuatan Pestisida Organik Pestisida organik atau pestisida hayati dapat dibuat secara mudah dengan menumbuk berbagai macam bagian dari tumbuhan yang umumnya berbau menyengat dan kemudian memanfaatkan air perasannya untuk disemprotkan ke tanaman sebagai pelindung dari serangan hama atau pengusir hama. Bagian daun dari tumbuhan yang biasanya bisa dimanfaatkan sebagai bahan pestisida organik memiliki ciri-ciri penampilan daunnya relatif mulus yang menandakan serangga tidak menyukainya, dan bila diremas daunnya mengeluarkan bau yang menyengat.

-5-

Beberapa jenis tanaman yang daun atau bagian lainnya dapat digunakan sebagai pestisida organik adalah sebagai berikut : Nama Bahan Babadotan (daun) Bawang Merah (umbi) Bawang Putih (umbi) Bengkuang (daun/biji) Brotowali Cabai Merah (buah) Cengkeh (daun) Gadung (umbi) Gamal (daun, batang) Jambe (akar) Jarak Pagar Jengkol Jengkol Jeringau Kacang Babi (daun/biji) Kemangi (daun) Kencur (rimpang) Kenikir (daun) Kipahit (daun) Kunyit (rimpang) Lada (biji) Lengkuas (rimpang)

Hama Ulat Jamur Wereng dan Jamur Ulat, Walang Sangit Tikus, Wereng Jamur Jamur Tikus Wereng Penyakit Bakteri Keong Emas Walang Sangit Tikus Wereng Tikus, Keong Mas Wereng Jamur Wereng Wereng, Ulat Grayak Jamur Jamur, Nematoda Walang Sangit, Ganjur, Penggerek Batang Maja/Berenuk (buah) Tikus, Wereng, Walang sangit Mimba/Nimba (daun/biji) Walang Sangit, Ganjur, Penggerek Batang Mindi (daun/biji) Wereng, Orong-orong, Penggerek Batang Mint (daun) Wereng Pepaya Muda (irisan buah) Tikus Picung (daun/buah) Walang Sangit, Wereng Pinang (biji) Siput Saga (biji) Hama Gudang Sembung (daun) Siput, Keong Mas Serai Wangi (daun) Walang Sangit, Ganjur, Penggerek Batang Sirih (daun) Penyakit Bakteri Sirsak (daun) Wereng Srikaya (biji) Wereng

Pemakaian Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Irisan ditebarkan Disemprotkan Disemprotkan Minyak Jarak Pagar Disemprot Air Rendaman 2 hari disemprotkan Ditebarkan di sekitar lubang tikus Disemprotkan Disemprotkan Disempotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan

Surian/Suren (daun)

Walang Sangit

Ditancapkan di sawah/semprot

Tembakau (daun)

Wereng, Nematoda

Disemprotkan

Tuba (akar/kulit)

Ulat

Disemprotkan

Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Irisan ditebarkan Disemprotkan Tumbukan ditebarkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan Disemprotkan

-6-

3. Aplikasi Kompos, Pupuk Organik Cair dan Pestisida Organik Hal pertama yang harus diingat adalah jangan menyamakan pemakaian kompos seperti halnya pemakaian pupuk kimia. Kompos penggunaannya harus tercampur/diaduk dengan tanah sehingga aplikasi kompos yang benar adalah saat pengolahan tanah. Aplikasi kompos setelah penanaman tidak akan efektif karena kompos yang berada di atas permukaan tanah akan mudah hilang terbawa aliran air. Kompos dapat ditebarkan pada tanah setelah pembajakan sebelum penggaruan dengan syarat tidak ada aliran air, lahan cukup digenangi air yang tidak terlalu tinggi. Kompos dapat ditebarkan juga setelah penggaruan sebelum perataan lahan secara manual, atau diantara proses lainnya saat lahan belum ditanami. Untuk POC penggunaannya harus disesuaikan dengan fase pertumbuhan padi. Pada fase awal atau vegetatif yaitu saat perbanyakan anakan, POC N sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman padi. POC N sebaiknya disemprotkan ke tanah di sekitar perakaran dengan interval minimal 10 hari. Penyemprotan POC yang lebih sering akan memberikan pertumbuhan padi yang lebih baik dan tidak ada resiko keracunan pada tanaman. Pada fase pertumbuhan ini akan lebih baik dilakukan juga beberapa penyemprotan POC P dan untuk sisi kepraktisan bisa dicampur dengan POC N saat penyemprotannya. POC K diaplikasikan pada fase pembentukan bulir atau fase generatif dan bisa dicampur dengan POC P. Ringkasan dari fungsi unsur hara yang terkandung dalam POC adalah sebagai berikut : Fungsi Merangsang pertumbuhan vegetatif (batang dan daun) Meningkatkan jumlah bulir/rumpun Meningkatkan jumlah anakan Memacu terbentuknya bunga, bulir pada malai Memperbaiki kualitas gabah Perkembangan akar halus dan akar rambut Memperkuat jerami sehingga tidak mudah rebah Tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit Mampu mengatasi kekurangan air pada tingkat tertentu

Nitrogen

Phosfat

Kalium

Pestisida organik digunakan hanya sebagai tindakan pencegahan dan tindakan darurat bila serangan hama sudah terlihat cukup merusak. Pengendalian hama yang paling tepat adalah dengan pemanfaatan musuh alami atau predator yang banyak terdapat di sawah seperti laba-laba, capung, tabuhan, katak, kadal, kumbang, burung hantu, ular dan lainnya. Musuh alami ini akan banyak hidup di sawah yang relatif bebas dari racun kimiawi yang berasal dari pestisida atau herbisida.

-7-

Lampiran

Publikasi : Buku ‘Bertani Padi Organik Pola Tanam SRI’, penerb it padi, Januari 2010 (http://buku01.infoorganik.com) Buku Elektronik (E-Book), ‘Pola Tanam SRI’, Ganesha Organic SRI, Januari 2010 (http://buku02.infoorganik.com) Paper ‘Pertanian Padi Organik Pola Tanam SRI dan Aplikasinya di Lapangan’, International Conference & Exhibition : Science & Technology in Biomass Production (ICEBP) SITH ITB, 25 – 26 November 2009 (http://paper01.infoorganik.com)

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF