Komplikasi Demam Tifoid Pada Anak

May 28, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Komplikasi Demam Tifoid Pada Anak...

Description

BAB I PENDAHULUAN

Demam tifoid, yang juga dikenal sebagai demam enterik, adalah penyakit multisistemik fatal yang disebabkan oleh Salmonella enterica, subspesies enterica serovar typhi dan, pada tingkat lebih rendah, terkait serovar paratyphi A, B, dan C. Manifestasi protein pada demam tifoid membuat penyakit ini menjadi tantangan diagnostik. Presentasi klasik meliputi demam, malaise, nyeri perut difus, dan sembelit.1 Demam tifoid yang tidak diobati adalah penyakit yang dapat berkembang menjadi delirium, perdarahan usus, perforasi usus, dan kematian dalam waktu 1 bulan. Pasien yang selamat dapat mengalami komplikasi neuropsikiatri permanen atau jangka panjang. S. typhi telah menjadi patogen manusia utama selama ribuan tahun, berkembang dalam kondisi sanitasi yang buruk dan rendahnya tingkat sosial ekonomi. Hal ini mungkin bertanggung jawab atas wabah besar Athena pada akhir Perang Pelopennesian. Nama S typhi berasal dari typhos Yunani kuno, sebuah asap halus atau awan yang diyakini menyebabkan penyakit dan kegilaan. Pada tahap lanjutan demam tifoid, tingkat kesadaran pasien tidak dapat diperhitungkan. Meskipun antibiotik telah terbukti mengurangi frekuensi demam tifoid di negara maju, hal ini tetap menjadi endemik di negara-negara berkembang.1

1

BAB II PEMBAHASAN

A.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Traktus Digestivus

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal adalah sistem organ dalam tubuh manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.2

2

Saluran

pencernaan

terdiri

dari

mulut,

tenggorokan

(faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. 1.

Mulut Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan minuman. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.

2.

Tenggorokan (Faring) Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.

3.

Kerongkongan (Esofagus) Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.

4.

Usus halus (Usus Kecil) Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah

3

yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir yang melumasi isi usus dan air yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejunum, ileum.

5.

Colon (Usus Besar) Colon dalam anatomi adalah bagian usus antara appendix dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Colon terdiri dari colon asendens, colon transversum, colon desendens, colon sigmoid yang berhubungan dengan rectum.2

B.

DEFINISI Demam Tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Salmonella Typhi yang ditandai dengan demam, gangguan pencernaan, dan diperburuk dengan penurunan kesadaran3

C.

ETIOLOGI Etiologi tersering pada demam tifoid adalah Salmonella typhi dan Salmonella parathypi. Pada S.typhi, bakteri ini merupakan gram negatif yang motil, bergerak dengan rambut getar, bersifat aerob dan tidak membentuk spora.4

4

Gambar 2. Typhi di Bawah Mikroskop

Pewarnaan McConkey4

Kuman ini hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia dan mati pada suhu 70°C maupun oleh antiseptik. Bakteri ini mempunyai komponen antigen, yaitu: 1.

Antigen O (somotik).

2.

Antigen H (flagel).

3.

Anti Vi (virulen) .

4.

Protein membran heloin.

Ketiga antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

D.

EPIDEMIOLOGI Demam thypoid merupakan endemik di negara berkembang terutama di negara Asia Selatan dan Tenggara seperti India, Nepal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, dan Indonesia. Kejadian tahunan pada endemik ini sekitar 100 kasus/100.000

5

populasi dan biasanya terjadi pada anak kecil dan anak muda. Selain dari orang yang sudah terkena demam thypoid, orang yang sudah sembuh dan orang yang bertanggung jawab terhadap makanan (pembawa jangka panjang) adalah merupakan sumber infeksi. Hal-hal pembawa infeksi yang potensial adalah termasuk makanan atau air yang dikonsumsi dari tempat makan di pinggir jalan, es batu, dan es krim yg terbuat dari air yg terkontaminasi dan sayuran mentah serta buah-buahan. Namun, banyak kasus di negara maju yang terjadi karena bepergian terutama ke benua India.5

E.

PATOFISIOLOGI

Gambar 3. Patofisiologi Demam Tifoid

6

Bakteri penyebab demam tifoid menyebar melaui kontaminasi makanan, minuman, dan kontak langsung dengan penderita demam tifoid. Sebagian besar kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2) banyak yang mati namun sebagian yang lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam payer patch di usus. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejunum dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (sel-M merupakan sel epitel khusus yang melapisi peyer patch, merupakan port de entry dari kuman ini).6 Kemudiam selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria, kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel fagosit terutama makrofag. Selanjutnya dibawa ke payer patch di ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial, terutama hati dan limpa. Di organ-organ RES ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid.6 Selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik. Di dalam hepar, kuman masuk ke kandung empedu. Kuman berkembang biak dan bersama cairan empedu disekresikan secara intermitten ke dalam lumen usus.

7

Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke aliran darah setelah menembus usus.6 Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik. Pada anak-anak biasanya mengigau sewaktu tidur yang terjadi 3 hari berturut-turut. Dalam payer patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar payer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus.6

F.

GEJALA KLINIS Masa inkubasi rata-rata 7 – 14 hari. Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi. Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut, diare atau sulit buang air beberapa hari, sedangkan pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat dan menetap. Suhu meningkat terutama sore dan malam hari.7 Setelah minggu ke dua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi terus menerus, nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir

8

kering pecah-pecah /terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan tremor, pembesaran hati dan limpa dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut kembung. Anak nampak sakit berat, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan letak tidur pasif, acuh tak acuh (apati) sampai berat (delier, koma). Demam tifoid yang berat memberikan komplikasi perdarahan, kebocoran usus (perforasi), infeksi selaput usus (peritonitis), renjatan, bronkopnemoni dan kelainan di otak (ensefalopati, meningitis). Jadi ada tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu: 1. Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari). 2. Gangguan saluran pencernaan. 3. Gangguan susunan saraf pusat/kesadaran.9

G.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu : 1. Pemeriksaan Darah Tepi Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal,

bisa

menurun

atau

meningkat,

mungkin

didapatkan

trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut10. 2.

Identifikasi Kuman melalui Isolasi atau Biakan

9

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. 3.

Identifikasi Kuman Melalui Uji Serologis Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan.4 Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :

H.

a.

Uji Widal.

b.

Tes TUBEX®.

c.

Metode enzyme immunoassay (EIA).

d.

Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).

e.

Pemeriksaan dipstik.11

KOMPLIKASI 1. Komplikasi intestinal a. Perdarahan dan Perforasi Usus

10

Didalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S. Thypi intramakrofag akan menimbulkan reski hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasi organ, serta nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat akumulasi sel-sel mononuklear dalam dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Pada peyer patch yang terinfeksi dapat terbentuk luka atau tukak yang berbentuk lonjong atau memanjang dalam sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Pada perforasi ileum, maka feses cair dan kumankuman segera mengkontaminir peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8 jam) baru menimbulkan gejala peritonitis.12

b.

Ileus Paralitik Reaksi awal keradangan peritoneum adalah keluarnya eksudat fibrinosa diikuti terbentuknya nanah dan perlekatan-perlekatan

fibrinosa untuk melokalisisr infeksi. Bila infeksi mereda, perlekata akan menghilang, tetapi bila proses akan berlanjut terus maka pita-pita perlengketan peritoneum akan sampai ke bagian lengkung usus ataupu organ-organ. Eksudasi

11

cairan dapat berlebihan hingga menyebabkan dehidrasi yang terjadi penumpiukan cairan di rongga peritoneal. Cairan dan elektrolit tadi akan masuk kedalam lumen usus dan menyebabkan terbentuknya sekuestrasi. Dengan disertai perlekatanperlekatan usus, maka dinding usus menjadi atonia. Atonia dinding usus menyebabkan permeabilitas dinding usus terganggu mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, oliguri. Sedangkan perlekatan-perlekatan menyebabkan ileus paralitik atau obstruksi. Ileus menyebabkan kembung, mual, muntah, sedangkan reaksi inflamasi menyebabkan febris.12

Komplikasi Ekstraintestinal13

2. 1.

Bronchitis dan Bronchopneumonia Pada sebagian besar kasus, didapatkan batuk. Biasanya bersifat ringan dan disebabkan oleh bronchitis. Pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat timbul pada awal sakit atau masa akut. Komplikasi yang biasa banyak terjadi adalah abses paru efusi, dan empiema.

2.

Kolesistitis Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada hari kedua dengan gejala dan tanda klinis yang tidk khas. Bila terjadi kolestititis maka penderita cenderung untuk menjadi seorang karier.

3.

Tifoid Ensefalopati Ensefalopati merupakan gejala dan tanda klinis tifoid berupa: demam tinggi, kesadaran menurun, muntah-muntah.

12

4.

Meningitis Meningitis yang dikarenakan Salmonella typhi sering didapatkan pada neonatus atau bayi dibandingkan dengan anak. Gejala klinis yang timbul tidak khas sehingga diagnosis sering terlambat. Penyebab tersering adalah Salmonella havana dan Salmonella oranemburg.13

5.

Miokarditis Komplikasi ini pada anak masih jarang dilaporkan, serta gambaran klinis yang tidak khas. Insidennya terutama pada anak usia 7 tahun ke atas serta sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG dapat bervariasi, antara lain: sinus takikardi, depresi segmen ST, perubahan gelombang I, AV blok tingkat I, aritmia, supraventrikular takikardi.14

6.

Hepatitis Tifosa Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla yakni: hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium (antara lain : bilirubin >30,6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), dan kelainan histopatologi.

7.

Karier kronik Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit demam tifoid tapi mengandung kuman salmonella tifoid pada sekretnya. Mengingat

13

karier sangat penting dalam hal penularan yang tersembunyi, maka penemuan kasus sedini mungkin serta pengobatannya sangat penting dalam hal menurunkan angka kematian.14

I. DIAGNOSIS KOMPLIKASI Diagnosis untuk komplikasi tifoid adalah secara klinis dibantu oleh pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi. Monitor selama perawatan harus terlaksana dengan baik, agar komplikasi dapat terdeteksi secara dini. 1. Tifoid Toksik Tifoid toksik adalah diagnosis klinis. Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai dengan kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.

2. Syok Septik Penderita dengan sindrom tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang berat. Didapatkan gangguan hemodinamik seperti tensi turun, nadi cepat, keringatan, dan akral dingin.

3. Perdarahan dan Perforasi Komplikasi perdarahan ini ditandai dengan hematozshesia. Tetapi, dapat juga diketahui dengan pemeriksaan laboratorium terhadap feces.

14

Komplikasi perforasi ditandai dengan gejala-gejala akut abdomen dan peritonitis. Didapatkan gas bebas dalam rongga perut

yang dibantu

dengan pemeriksaan klinis bedah dan foto polos abdomen 3 posisi.15

4. Hepatitis Tifosa Merupakan diagnosis klinis yakni didapatkan kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan fungsi hati.

J. PENATALAKSANAAN Penderita demam tifoid dengan gejala klinik jelas sebaiknya dirawat di rumah sakit. Di samping untuk optimalisasi pengobatan, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi

komplikasi

dan

mencegahan

pencemaran

dan

atau

kontaminasi.16 1. Tirah baring Penderita yang dirawat harus tirah baring (bed rest) dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila gejala klinis berat, penderita harus istirahat total.

2. Nutrisi a. Cairan Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun

15

parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. b. Diet Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.16

3. Terapi simptomatik Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita, yakni vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk kenyamanan penderita terutama anak, dan antiemetik bila penderita muntah hebat.17 4. Antibiotik a. Obati dengan kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis per oral atau intravena) selama 10-14 hari,. b. Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksisilin 100 mg/kgBB/hari peroral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau kotrimoksazol 48 mg/kgBB/hari (dibagi 2 dosis) peroral selama 10 hari. c. Bila klinis tidak ada perbaikan digunakan generasi ketiga sefalosporin seperti seftriakson (80 mg/kg IM atau IV, sekali

16

sehari, selama 5-7 hari) atau sefiksim oral (20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari).18

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

17

Demam Tifoid adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Salmonella Typhi yang ditandai dengan demam, gangguan pencernaan, dan diperburuk dengan penurunan kesadaran. Etiologi tersering pada demam tifoid adalah Salmonella typhi dan Salmonella parathypi. Pada S.typhi, bakteri ini merupakan gram negatif yang motil, bergerak dengan rambut getar, bersifat aerob dan tidak membentuk spora. ada tiga komponen utama dari gejala demam tifoid yaitu: 1. Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari). 2. Gangguan saluran pencernaan. 3. Gangguan susunan saraf pusat/kesadaran. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu : 1. Pemeriksaan darah tepi 2. Identifikasi Kuman melalui Isolasi atau Biakan 3. Identifikasi Kuman Melalui Uji Serologis uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi : Uji Widal. Tes TUBEX®., Metode

enzyme

immunoassay

(EIA).,

Metode

enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA), Pemeriksaan dipstik. Komplikasi pada demam tifoid yakni berupa: 1. Komplikasi intestinal, yang terdiri atas perdarahan dan perforasi usus. Selain itu dapat terjadi Ileus Paralitik. 2. Komplikasi Ekstraintestinal a. Bronchitis dan Bronchopneumonia

18

b. Kolesistitis c. Tifoid Ensefalopati d. Meningitis e. Miokarditis f. Hepatitis Tifosa g. Karier kronik

19

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF