Koagulopati Konsumtif Disseminated Intra

July 4, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Koagulopati Konsumtif Disseminated Intra...

Description

 

  TUGAS MATA MATA KULIAH KEDARURATAN MATERNAL



KOAGULOPATI KONSUMTIF (DISSEMINATED (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION)   ”

Dosen Pengampu Dr. dr. Kusnarman Keman SpOG.

Oleh: Irma Hamdayani Pasaribu

(156070400111014) (156070400111014)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016

 

KOAGULOPATI KONSUMTIF (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION)

A. Definisi Disseminated intravascular coagulation (DIC)

Tahun 1901, DeLee melaporkan suatu keadaan "hemofilia yang bersifat sementara" pada pasien dengan solusio plasenta dan kematian janin yang mengalami maserasi, yang terbukti merupakan trombohemorrhagict konsumtif yang diamati dalam berbagai komplikasi kebidanan, termasuk emboli cairan ketuban, atau aborsi septik. Kehamilan normal dikaitkan dengan aktivasi koagulasi, namun banyak komplikasi kehamilan yang dapat memperburuk respon  prohemostatic dan dapat menyebabkan kelainan yang serius. Preklampsia adalah kondisi obstetri paling umum yang terkait dengan aktivasi pembekuan darah yang mengakibatkan deposisi fibrin makroskopik di berbagai organ pada kasus yang  berat. Bentuk lain dari aktivasi koagulasi ditemukan pada sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low platelets) yang merupakan komplikasi kehamilan pada 5-10% kasus hipertensi dan 50% pada kasus preeklampsia. Pada kasus microangiopathic hemolytic anemia (MHA) yang menyertai kerusakan endotel vaskular, dan adhesi dan aktivasi platelet, memperlancar pembentukan trombus intravaskular yang merupakan bentuk yang lebih klasik dari disseminated intravascular

coagulation

(DIC)

yang

dapat

disebabkan

oleh

beberapa

coagulopathic peripartum darurat, seperti plasenta abruptio, emboli cairan ketuban, dan retained dead fetus syndrome (Levi, 2013). Disseminated intravascular coagulation (DIC) adalah kondisi yang ditandai dengan aktivasi sistemik koagulasi menyebabkan deposisi fibrin tanpa spesifik lokalisasi di intravascularly. intravascularl y. Banyak percobaan dan bukti patologis bahwa deposit fibrin pada DIC berkontribusi menyebabkan kerusakan beberapa organ. Aktivasi masif dan berkelanjutan dari koagulasi, dapat mengakibatkan penurunan trombosit

dan

faktor

koagulasi,

yang

dapat

menyebabkan

perdarahan

(Koagulopati konsumtif) (Levi, 2009). Disseminated

intravascular

coagulation

(DIC)

dalam

kebidanan

 berhubungan dengan peningkatan angka kematian ibu dan morbiditas. Hal ini diakibatkan dari perdarahan akut dan masif selama persalinan, tindakan obstetri,

 

atau disebabkan tindakan bedah yang kurang umum. Koagulopati yang sudah ada sebelumnya atau gangguan hati kronis (Hepatitis C dan penyakit hati non-sirosis) mungkin juga menyebabkan DIC. Perdarahan, baik antepartum dan postpartum, tetap merupakan penyebab paling penting dari kematian ibu di Afrika dan Asia, 34% dan 31%, masing-masing (Hossain & Paidas, Paidas , 2013). DIC muncul ketika proses hemostasis yang seharusnya terkontrol dengan  baik menjadi terganggu karena satu dan lain hal. Akibat gangguan kontrol hemostasis ini respons koagulasi yang awalnya bersifat protektif bagi tubuh manusia, berubah menjadi respons maladaptif dengan berbagai konsekuensi  patologis (Thachil & Toh, 2009). 2009).

B. Etiologi

Penyakit

yang

dapat

meningkatkan

kadar

faktor

prothrombosis,

menurunkan faktor antikoagulan, dan menyebabkan disfungsi endotel, atau mengganggu proses fibrinolisis dapat menyebabkan terjadinya DIC. Penyebab DIC dalam bidang obstetrik (Hossain & Paidas, 2013): 1.  Abruptio plasenta / plasenta previa (37%) 2.  Perdarahan postpartum (29%) 3.  Preeklamsi dan sindrom HELLP (14%) 4.  Perlemakan hati akut pada kehamilan (acute ( acute fatty liver of pregnancy) pregnancy ) (8%) 5.  Emboli cairan ketuban(6%) 6.  Abortus septik dan infeksi intrauterine (6%) 7.  Kematian janin intrauterine (200% dibandingkan kadar normal selama kehamilan. Peningkatan faktor faktor protrhombotik karena adanya aktivitas sel trofoblas plasenta dan  pelepasan fosfolipid plasenta (Thachil & Toh, 2009). Perubahan konsentrasi faktor koagulasi selama kehamilan juga dapat ditemukan pada wanita tidak hamil yang menggunakan pil kontrasepsi esterogen dan progesteron. Penanda lain yang menunjukkan terjadinya kondisi hiperkoagulasi

adalah

peningkatan

konsentrasi

kompleks

thrombin-

antithrombin (TAT) dan fragmen prothrombin (Hossain & Paidas, 2013). Konsentrasi plasminogen ditemukan meningkat selama kehamilan, hal ini  juga disertai dengan peningkatan konsentrasi plasminogen activator inhibitor (PAI) 1 dan 2 (PAI-1 dan PAI-2). Peningkatan PAI-1 dan PAI-2 ini akan menurunkan aktivitas plasmin selama kehamilan dan akan kembali normal sesudah kehamilan (Levi, 2013). Produksi thrombin juga ditemukan meningkat selama kehamilan dan akan kembali ke konsentrasi normal 1 tahun sesudah kehamilan. Pada wanita hamil normal, terjadi peningkatan ekspresi faktor  pembekuan darah, tapi tidak terjadi peningkatan waktu pembekuan darah yang signifikan. Diduga kondisi prothrombotik selama kehamilan juga disertai dengan peningkatan konsentrasi plasminogen dan menurunnya konsentrasi  plasmin inhibitor,

2

antiplasmin yang berperan sebagai mekanisme kontrol

untuk mempertahankan fungsi hemostasis yang normal (Levi, 2009). 2.  Perubahan Trombosit

Kehamilan normal menyebabkan perubahan pada trombosit. Jumlah trombosit menurun sekitar 10% selama kehamilan, trombosit rata-rata pada wanita hamil sekitar 213.000/µL dan 250.000/µL pada wanita yang tidak hamil. Penurunan jumlah trombosit pada ibu hamil terjadi karena efek hemodilusi akibat peningkatan volume plasma darah pada ibu hamil. Selain karena efek hemodilusi, terjadi peningkatan aktivasi trombosit, sehingga  proporsi trombosit muda lebih besar. Pada penelitian ditemukan bahwa  produksi thromboxane A2  dapat memicu agregasi trombosit meningkat pada

 

kehamilan trimester kedua. Penurunan jumlah trombosit terlihat paling jelas saat memasuki trimester ketiga dan biasanya kembali ke nilai normal 6 minggu setelah persalinan (Cunningham, 2014). 3.  Protein Regulator

Beberapa protein yang berperan sebagai inhibitor koagulasi alami dalam tubuh, seperti protein C, protein S, dan antithrombin. Activated protein  protein  C ,  bersamaan dengan protein S (kofaktor) dan faktor V berperan sebagai antikoagulan dengan menetralisir faktor Va dan faktor VIIIa yang merupakan faktor prokoagulan. Selama kehamilan, resistensi terhadap activated protein C  protein C   meningkat secara progresif yang diikuti dengan penurunan konsentrasi protein C teraktivasi, penurunan jumlah protein S, konsentrasi faktor VIII juga ditemukan meningkat pada ibu hamil. Konsentrasi antithrombin relatif konstan sepanjang kehamilan. Konsentrasi protein S menurun pada trimester  pertama dan kedua dan kemudian tetap stabil selama trimester ketiga. Resistensi terhadap activated protein  protein  C   diduga terjadi karena peningkatan aktivitas faktor VIII atau menurunnya aktivitas protein S (Cunningham, 2014).

D. Diagnosis Disseminated Intravascular Intravascular Coagulation (DIC)

Diagnosis didapat berdasarkan kecurigaan klinis dan didukung oleh hasil  pemeriksaan laboratorium, meskipun tidak ada pemeriksaan laboratorium tunggal yang dapat mendiagnosis DIC. 1.  Manifestas Manifestasii klinis Disseminate Disseminated d Intravascular Coagulation (DIC) 

DIC merupakan gangguan thromboemboli yang merupakan manifestasi klinis yang muncul tergantung dari patologi penyakit yang menjadi  penyebabnya. Spektrum klinis dari DIC cukup cukup beragam dari thrombosis sampai  perdarahan, tergantung dari interaksi antara berbagai komponen hemostasis yang teraktivasi. Pada stadium awal (periode (periode akut), terjadi produksi produksi thrombin  berlebihan karena eksposur darah terhadap tissue factor   dalam jumlah besar (Levi, 2009) Hasil interaksi komponen hemostasis memiliki hasil akhir antara terjadinya thrombosis jika yang dominan merupakan jalur prothrombotik atau  perdarahan jika yang dominan merupakan jalur proteolitik. Pada umumnya

 

manifestasi klinis awal yang terjadi berupa gangguan akibat thrombosis yang diikuti kelainan berupa perdarahan setelah terjadi koagulopati konsumtif (Thachil & Toh, 2009). Jika thrombosis merupakan hasil akhir yang dominan dari aktivasi  berbagai komponen hemostasis, maka akan ditemukan gangguan pada organ karena gangguan perfusi akibat sumbatan darah oleh thrombus. Manifestasi klinis yang muncul akibat terbentuknya thrombus dapat berupa gagal ginjal yang sering dijumpai pada tahap awal DIC yang yang terjadi karena sepsis. Acute Acute respiratory distress syndrome  syndrome  merupakan manifestasi awal DIC yang terjadi karena trauma atau emboli cairan ketuban (Thachil & Toh, 2009). Kelainan

perdarahan

biasanya

berupa

perdarahan

pada

traktus

gastrointestinal atau pada traktus urinarius dan kulit. Pada ibu hamil yang memiliki kelainan yang sering dihubungkan dengan DIC, maka sebaiknya melakukan pemeriksaan kulit dengan teliti. Lesi kulit baru yang berupa petekie,  purpura, atau bula hemoragik memiliki nilai diagnostik untuk DIC. Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada pasien dengan DIC. Perdarahan pada kelenjar adrenal dapat menyebabkan nekrosis kelenjar adrenal. Perdarahan yang tidak berhenti dari lokasi fungsi vena atau insisi bedah juga dapat dianggap sebagai manifestasi perdarahan dari DIC. Perdarahan dalam jumlah besar kemudian dapat menyebabkan perubahan status mental, gagal ginjal akut, hipoksia dan shock hipovolemik (Thachil & Toh, 2009). Meskipun jarang terjadi tapi dapat ditemukan abdominal compartment  syndrome   pada pasie ndengan DIC.  Abdominal compartment syndrome   syndrome syndrome  merupakan   kondisi dimana perfusi jaringan dan fungsi organ terganggu karena merupakan meningkatnya   tekanan dalam rongga abdomen, yang kemudian menyebabkan meningkatnya gangguan sirkulasi  sirkulasi  sistemik. Gambaran klinis dari abdominal compartment  syndrome berupa  syndrome  berupa insufisiensi  insufisiensi kardiovaskular, gagal napas, gagal ginjal, distensi abdomen dan meningkatnya tekanan  tekanan  intraabdominal. Gejala akan membaik dengan dekompresi secara surgikal (Sahin, et.al, 2014).

 

 

 2.   Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis d i sse  2. ssem mi nat nate ed iintr ntra avascular vascular coagulation  Pemeriksaan laboratorium biasanya mencakup parameter untuk menilai komponen yang terlibat dalam proses prokoagulasi dan fibrinolitik serta tandatanda dari gagal organ. Dalam tatalaksana pasien DIC, penting untuk melakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala. Penelitiaan metaanalysis menunjukkan pemeriksaan laboratorium abnormal yang paling sering ditemui  pada DIC adalah thrombocytopenia, peningkatan D-dimer serta pemanjangan PT dan aPTT (Sahin, et.al, 2014). a.  Prothrombin (PT) dan Partial Thromboplastin Time Time (aPTT) Hasil pemeriksaan PT dapat menunjukkan defisiensi dari faktor faktor I,II, V, VII, X dan digunakan untuk evaluasi jalur ekstrinsik dari proses koagulasi. aPTT digunakan untuk evaluasi faktor I,II,V,VIII,IX,XI,XII yang terlibat dalam jalur intrinsik. Dalam kehamilan normal, waktu PT dan aPTT  biasanya memendek, tetapi tidak signifikan. Pemanjangan waktu PT dan aPTT

ditemukan

pada

50-69%

kasus

DIC.

Pemanjangan

waktu

 pembekuan dianggap signifikan jika didapat sesudah test berulang dan nilanya >1,5 x dari normal untuk PT dan > 2,5 x dari normal untuk untuk aPTT. Pemanjangan PT maupun aPTT ini baru mulai terjadi saat jumlah faktor faktor koagulasi dalam darah sudah kurang dari 50% (Hossain & Paidas, 2013)  b.  Hitung trombosit Hitung trombosit dapat dilakukan dengan mudah dan merupakan indikator dari koagulopati konsumtif dengan sensitivitas yang tinggi namun spesifisitas yang rendah. Hitung trombosit juga ditemukan rendah  pada berbagai kondisi medis kronis, infeksi malaria dan demam berdarah, karena supresi imun, dan obat-obatan tertentu. Pada wanita hamil dapat terjadi trombositopenia gestasional pada trimester ketiga dan dapat mempersulit diagnosis DIC. Salah satu cara membedakan keduanya adalah dengan melakukan pemeriksaan hitung trombosit serial. Pada DIC dapat ditemukan tren penurunan penurunan jumlah trombosit. Hitung trombosit digunakan untuk menentukan derajat aktivasi trombosit. Jumlah trombosit 90% pasien (Levi, 2013). c.  Pemeriksaan Jalur Prokoagulan Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan untuk  Prothrombin fragments 1+2 (PF 1+2), thrombin antithrombin xomplex (TAT), dan soluble fibrin dalam darah, Konsentrasi plasma dari pemeriksaan tersebut menunjukkan aktivitas thrombin pada pasien dengan DIC. PF 1+2 merupakan molekul yang terbentuk saat konversi prothrombin menjadi thrombin, kadar PF 1+2 meningkat pada >90% pasien dengan DIC. TAT merupakan kompleks yang terbentuk oleh prethrombin 2 dan antagonis utamanya, yaitu antithrombin, keduanya membentuk kompleks enzyme inhibitor inaktif yang stabil, kadar TAT meningkat pada 80-90% pasien dengan DIC. Soluble fibrin monomer (FM), memerlukan pemeriksaan ELISA, meningkatnya FM melebihi nilai normal (1,7µg/mL ditemukan pada 90% pasien dengan DIC (Levi, 2013)

ssemi nat nate ed iintr ntra avascular vascular coa coag ulation  3.  Sistem skoring untuk diagnosis di ssem Tidak ada pemeriksaan laboratorium tunggal dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik untuk mendiagnosis DIC sehingga dikembangkan sistem skoring yang terdiri atas perhitungan beberapa laboratorium

(Wada,

et.al,

2014).

Ada

tiga

hasil

sistem

pemeriksaan skoring

yang

direkomendasikan untuk mendiagnosis DIC, yaitu skor The International Society of Thrombosis and Hemostasis  Hemostasis   (ISTH) , skoring dari the  Japanese  Ministry of Health and Welfare  Welfare  (JMHW), dan skoring oleh the  Japanese  Association for Acute Medicine (JAAM). Medicine  (JAAM). Ketiga sistem skoring ini melakukan  perhitungan skor berdasarkan hasil pemeriksaan parameter koagulasi yang mirip tetapi memiliki cut-off values  values  yang berbeda, sehingga masing-masing sistem skoring tersebut memiliki spesifisitas dan sensitivtias diagnosis yang  berbeda. Pedoman yang dikeluarkan oleh the British Society of Haematology  Haematology   menganggap skor ISTH sebagai alat diagnosis terbaik untuk DIC. Skor ISTH ini memiliki sensitivitas sebesar 91% dan spesifisitas sebesar 97% (Wada, et.al, 2014). Perhitungan skor dilakukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium untuk hitung trombosit, produk degradasi fibrin, D-dimer, dan waktu PT, dan konsentrasi fibrinogen darah. Skor 5 dan lebih dianggap sebagai overt DIC. Skor < 5 sugestif bukan DIC meskipun demikian pemeriksaan tetap perlu dilakukan pemeriksaan ulang sesudah 1-2 hari (Wada, et.al, 2014) Sistem skoring DIC dari ISTH ISTH belum divalidasi untuk pasien obstetrik.  Nilai referensi parameter koagulasi yang digunakan pada scoring DIC ISTH itu tidak memperhitungkan perubahan parameter koagulasi yang terjadi saat kehamilan. Penggunaannya pada populasi ibu hamil diduga akan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Dari empat parameter koagulasi yang digunakan untuk menghitung skoring ISTH, tiga dari empat parameter ini mengalami perubahan pada kehamilan. Fibrinogen meningkat saat kehamilan terutama saat trimester ketiga dan turun dua hari setelah  persalinan. Kehamilan juga merupakan suatu kondisi khusus dimana jumlah

 

trombosit menurun seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, sekitar 7% wanita hamil akan mengalami thrombositopenia. thrombositopenia. Parameter Parameter koagulasi lain yang juga berubah selama kehamilan adalah konsentrasi D-dimer atau produk degradasi protein juga meningkat selama kehamilan terutama sesudah usia gestasi 20 minggu (Wada, et.al, 2014).

E.  Penatalaksanaan

Disseminated

Intravascular

Coagulation

Pada

Kehamilan 

a.  Pemberian produk darah Terapi produk darah sebaiknya diberikan dengan mempertimbangkan kondisi klinis dan hasil laboratorium. Saat terjadi DIC karena perdarahan,  perlu segera diberikan transfusi dengan menggunakan massive transfusion  protocol . Protokol ini mencakup transfusi sel darah merah, fresh fro frozen zen  plasma, dan trombosit dengan rasio 1:1:1 dengan pemberian fibrinogen  bila perlu. Secara umum pemberian trombosit baru dilakukan pada pasien dengan hitung trombosit < 50.000 yang sedang mengalami perdarahan aktif, untuk pasien yang tidak sedang mengalami perdarahan, transfusi trombosit dilakukan jika jumlah trombosit 1.5 kali dari nilai normal. Dosis FFP adalah 1015 ml/kg. FFP tidak perlu diberikan pada pasien yang tidak mengalami  perdarahan atau tidak akan menjalani tindakan invasive meskipun ditemukan waktu PT dan aPTT yang memanjang. Jika transfusi FFP tidak memungkinkan (seperti pada pasien dengan overload cairan), maka  pemberian  prothrombin complex concentrate  concentrate  (PCC) 25-30U/kg dapat dilakukan. Konsentrat ini hanya memperbaiki sebagian defisit faktor koagulan, karena hanya mengandung faktor koagulan yang dependen terhadap vitamin K, sedangkan pada DIC terjadi defisiensi faktor

 

koagulasi yang global. Sebaiknya digunakan

non-activated   PCC,

 penggunaan activated  PCC  PCC dikhawatirkan akan memicu DIC. Terapi penggani fibrinogen diberikan terutama pada pasien yang mengalami DIC karena perdarahan postpartum. Pada hipofibrinogenemia  berat (=1g/L), harus segera diberikan konentrat fibrinogen (Su Lin Lin, et.al, 2012).  b.  Pemberian antikoagulan Antithrombin dapat digunakan sebagai monoterapi pada pasien dengan DIC obstetrik dan dengan konsentrasi antithrombin plasma
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF