Ketepatan KODING Dalam INA CBG.pdf

November 8, 2017 | Author: asepferisetiawan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

coding inacbg...

Description

dalam

INA-CBG’s Semarang, 17 November 2016

DEFINISI CASEMIX / INACBGs • Suatu sistem pengklasifikasian penyakit yang mengkombinasikan antara sekelompok penyakit dengan karakteristik klinis serupa dengan biaya perawatan disuatu rumah sakit

• Penyakit dengan karakteristik klinik serupa biasanya membutuhkan sumber daya yang hampir sama sehingga biaya perawatan juga sama

(homogen & similar)

UTILIZATION (Resources Use)

Penggunaan Sumber Daya homogen

CLINICAL CHARACTERISTIC

Gejala Klinis similar/sama

 Dasar Pengelompokan • Dasar Pengelompokan dengan menggunakan :  ICD – 10 Untuk Diagnosa (14.500 kode)  ICD – 9- CM Untuk Prosedur/Tindakan (8.500 kode) • Untuk mengkombinasikan kode diagnosa dan prosedur tidak mungkin dilakukan secara manual, maka diperlukan yang namanya “ Grouper “

 Casemix Main Group • Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam group -group • Terdiri dari 23 CMG (Casemix Main Group) • Terdiri dari 1077 kode INA-CBG yang terdiri dari 789 kode untuk rawat inap dan 288 untuk rawat jalan

Koding adalah memberi kode pada :  Diagnosis utama  Diagnosis Sekunder (komplikasi & ko-morbiditi)  Prosedur utama  Prosedur Sekunder menggunakan ICD-10 (Penyakit) & ICD-9CM (Prosedur)

Sistem Pelaporan (SIRS) Sistem Pembayaran DRGs / CBGs

Pemanfaat Koding Di rs.

Registrasi Kanker Sertifikat Medis Penyebab Kematian Database RS (Penelitian)

Adalah diagnosa akhir/final yang dipilih dokter pada hari terakhir perawatan dengan criteria paling banyak menggunakan sumber daya atau yang menyebabkan hari rawatan paling lama (LOS)



Diagnosis utama selalu ditetapkan pada akhir perawatan seorang pasien. (established at the end of the episode of health care)



Jika terdapat lebih dari satu diagnosis maka dipilih satu diagnosis yg paling banyak menggunakan resouces (SDM, bahan pakai habis, peralatan medik, tes pemeriksaan dan lain2). (Extracted from ICD-10 Second Edition, 2005, 4. Rules and guidelines for mortality and morbidity coding)

Diagnosis sekunder adalah diagnosis selain dari diagnosis utama (Komplikasi + Ko-morbiditi) • Komplikasi adalah diagnosis yang muncul setelah pasien berada di RS. Ex: Wound infection, Pneumonia etc. • Ko-morbiditi adalah diagnosis lain yang sudah ada sebelum masuk RS. Ex: Diabetes, Hypertension etc

Prosedur utama adalah prosedur tindakan yang paling banyak menghabiskan sumber daya atau yang menyebabkan hari rawatan paling lama dan biasanya berhubungan erat dengan diagnosa utama.

Seluruh signifikan prosedur tindakan yang dijalankan pada pasien rawat inap atau rawat jalan, membutuhkan peralatan special atau dikerjakan oleh staf terlatih dan berpengalaman

• DOKTER menegakkan dan menuliskan diagnosis primer dan diagnosis sekunder apabila ada sesuai dengan ICD 10 serta menulis seluruh prosedur/tindakan yang telah dilaksanakan dan membuat resume medis pasien secara lengkap dan jelas selama pasien dirawat di rumah sakit.

• KODER melakukan kodifikasi dari diagnosis dan prosedur/tindakan yang diisi oleh dokter yang merawat pasien sesuai dengan ICD 10 untuk diagnosa dan ICD 9 CM untuk prosedur/tindakan

Banyak yang belum di koding

Diagnosis tidak spesifik

HINDARI SINGKATAN DIAGNOSIS/PROSEDUR

Tulisan dr. sulit dibaca

Singkatan tidak standar

 Ketepatan pengkelasan CBG (CBG grouping) sangat tergantung kepada ketepatan diagnosis utama.  Diagnosis utama akan menentukan CMG (Casemix Main Group) atau sistem organ yg terlibat .  Tingkat keparahan penyakit (severity level ) ditentukan oleh diagnosis sekunder, prosedur dan umur pasien.

 Ketepatan jumlah biaya rawatan pasien ditentukan oleh ketepatan pengkelasan CBG dan pemilihan diagnosis

• Mengikuti standar resmi WHO dalam pengkodean diagnosis (WHO Morbidity Refference Group) • Mengikuti standar resmi aturan coding ICD-10 dan ICD-9-CM • Untuk kasus pasien bayi baru lahir (usia 0-30 hari) data berat badan lahir dalam gram harus dimasukkan. • Gunakan kode P (perinatal) untuk diagnosa utama jika umur pasien kurang dari 30 hari. • Prosedur utama harus berkaitan dengan Diagnosa utama (upcoding, unnecessary procedure)

CODE CREEP • Code Creep adalah perubahan dalam pencatatan Rumah Sakit (rekam medis) yang dilakukan praktisi untuk meningkatkan penggantian biaya dalam sistem Casemix (Seinwald dan Dummit, 1989) • Code Creep sering disebut sebagai upcoding, dan apabila mengacu pada konteks Tagihan Rumah Sakit (hospital billing) maka disebut DRG Creep • Penyebab variasi pengkodean : - Kurangnya pengetahuan koder - Pengembangan serta revisi dalam sistem koding - Kebijakan khusus suatu negara

• Memahami Diagnosis yang dikenal oleh DRG Grouping • Meningkatkan Akurasi Diagnosis • Mengawasi pekerjaan Coding • Mengurangi Kesalahan Coding

STRUKTUR & SISTEM KLASIFIKASI ICD-10 1

A-B

A00 - B99

Penyakit Infeksi & Parasitik Tertentu

2

C

C00 - C48

Neoplasma

3

D

D50 - D89

Penyakit Darah & Organ Pembuat Darah

4

E

E00 - E96

Peynyakit Endokrin, Nutrisi & Metabolik

5

F

F00 - F99

Gangguan Mental & Perilaku

6

G

G00 - G99

Penyakit Sistem Saraf

7

H

H00 - H59

Penyakit Mata & Adneksa

8

H

H60 - H95

Penyakit Telinga & Pros. Mastoideus

9

I

I00 - I99

Penyakit Sistem Sirkulasi Darah

10

J

J00 - J99

Penyakit Sistem Napas

11

K

K00 - K96

Penyakit Sistem Cerna

12

L

L00 - L99

Penyakit Kulit & Jaringan Subkutan

13

M

M00 - M99

Penyakit Sistem Muskuloskeletal

14

N

N00 - N99

Penyakit system Kemih

15

O

O00 - O99

Kehamilan, Persalinan & Masa Nifas

16

P

P00 - P96

Kondisi – Kondisi Tertentu

17

Q

Q00 - Q99

Kelainan Bawaan

18

R

R00 - R99

Gejala, Tanda (penemuan lab)

19

S–T

S00 - T98

Cedera & Keracunan

20

V–Y

V01 - Y98

Penyebab Luar

21

Z

Z00 - Z99

Faktor yg mempengaruhi Kesehatan dan kontak dengan pelkes

CONTOH STRUKTUR KODING ICD-10 KARAKTER BAB I - 21

BLOKS

H60 – H62

A - Z H65 – H75

H80 – H83

H90 – H95

3-KARAKTER

H60

H61

dst

H69

4-KARAKTER

H60.0

H60.1

dst

H60.9

5-KARAKTER

S02.10

S06.21

dst

T14.21

M00.01

M02.22

dst

M99.99

THE UNUSED “U” CODES

Volume 1 dan 3 harus digunakan bersama-sama untuk menemukan kode yang benar dari setiap kasus

Kategori penyakit khusus memperoleh prioritas di atas kategori sistem tubuh. Contoh: Ca. Paru-Paru akan diklasifikasikan dalam Bab II Neoplasma bukan dalam Bab X Penyakit Sistem pernafasan

LANGKAH MENENTUKAN KODE  Identifikasi Pernyataan (penyakit,cedera,kondisi lain) yg akan diberi kode, Pilih bagian yang tepat pada Buku Indeks Volume 3.  Tentukan kata kunci, menggunakan nama penyakit atau kondisi patologis (Subdural Hematoma) >>> Hematoma kata kunci, subdural penjelasan  Baca dan ikuti petunjuk dibawah kata kunci  Baca setiap catatan dalam tanda kurung ( )  Ikuti setiap petunjuk rujukan silang ( “see” dan “see also”) Cek ketepatan kode pada volume 1 (baca penjelasan pada judul Blok atau Bab). Labor (see also Delivery)  Untuk Kategori 3 karakter dengan .- (point dask) berarti ada karakter ke 4 pada Volume 1  Baca tuntunan setiap “Inclusion” dan “Exclusion” dibawah kode yang dipilih.  Tentukan kode 19

V01-Y98 ICD10 Kode Diagnosis Utama sesuai resume dengan memenuhi aturan coding, kemudian kode diagnosis sekunder Entry data atau import data dari SIM RS

Pasien Demografi

Diagnosis Utama & Sekunder

ICD9CM Kode Prosedur Utama yang berhubungan dengan Diagnosis Utama dilanjutkan dengan mengkode prosedur-prosedur lainnya.

Prosedur Utama & Sekuder

Jika diagnosis utama atau diagnosis sekunder adalah cedera/injury harus diikuti dengan penyebab luar (external cause) yang relevan dengan diagnosisnya.

Injury & External Cause

M8000/0-M9989/1

Jika diagnosis utama atau diagnosis sekunder adalah Neoplasma harus diikuti dengan kode Morfology untuk menggambarkan histology dan behavior (sifat, prilaku) nya

Morphology & Histolgy

Review hasil pengkodean dan Grouping DRGs

Cek & Group

kLAsifikasi operasi & prosedur

KLASIFIKASI PROSEDUR ICD-9-CM  Diterbitkan berisi daftar yang tersusun dalam tabel dan Index Alfabetis  Prosedur bedah dikelompokkan pada bagian 01-86  Prosedur bukan bedah dibatasi pada bagian 87-99  Struktur klasifikasi berdasarkan anatomi  Kode angka  Berdasarkan struktur 2-digit dengan 2 digit desimal diperlukan

ICD-9-CM 3 Volume 1. Numerical list of disease code 2. Alphabetical index 3. Clasification system for surgical diagnostic and therapeutic procedures (tabular list + alphabetical index )

Prosedur berdasarkan (ICD-9CM) • Semua prosedur – Termasuk prosedur Operasi dan pengobatan – Termasuk prosedur non operasi seperti CT Scan, MRI, USG

• Prosedur yang dikoding – Semua prosedur dilakukan didalam kamar operasi – Semua prosedur melibatkan staf ahli dan menggunakan alat canggih.

Prosedur yang tidak termasuk • Prosedur yang dilakukan oleh perawat • Prosedur yang tidak memerlukan staf ahli • Prosedur yang tidak menggukan alat canggih

Contoh Prosedur tidak perlu koding • Ordinary plain X Ray • Word Catheterization • Cardiopulmonary resuscitation • Cardiac massage

• Laboratoriun test • IV Therapy • Pemeriksaan pemulihan (physioteraphy)

16 CHAPTER CODE ICD-9-CM PROCEDURE

BAB

CODE

0

00

1

01 – 05

Operations on the nervous system

2

06 – 07

Operations on the endocrine system

3

08 – 16

Operations on the eye

4

18 – 20

Operations on the ear

5

21 – 29

Operations on the nose, mouth, and pharynx

6

30 – 34

Operations on the respiratory system

7

35 – 39

Operations on the cardiovascular system

8

40 – 41

Operations on the hemic dan lymphatic system

9

42 – 54

Operations on the digestive system

10

55 – 59

Operations on the urinary system

11

60 – 64

Operations on the male genital organs

12

65 – 71

Operations on the female genital organs

13

72 – 75

Obstetrical procedures

14

76 – 84

Operation on the musculoskeletal system

15

85 – 86

Operations on the integumentary system

16

87 – 99

Miscellaneous diagnostic and therapeutic procedures

Procedures and intervention, not elsewhere clasified

Contoh : Lead Term Lead Term: Example: Case of Acute Appendicitis with Appendicectomy done

Lead term : Appendicectomy (with drainage) 47.09 - incidental 47.19 Tabular list : 47 Operations on appendix Includes: appendiceal stump

47.0 Appendectomy Exclude: incidental appendectomy,described laparoscopic (47.11) other (47.19) 47.1 Incidental appendectomy 47.2 Drainage of appendiceal abscess Excludes: that with appendectomy (47.0)

ex. INA-CBG CLASSIFICATION PRINCIPAL DIAGNOSIS O06.1 : UNSPECIFIED ABORTION INCOMPLETE SECONDARY DIAGNOSIS : O16 : MATERNAL HYPERTENSION

SURGICAL PROCEDURE 69.09 : DILATATION & CURETTAGE

NON-OPERATING ROOM PROCEDURE : 88.78 DIAGNOSTIC ULTRASOUND OF GRAND UTERUS INTRAUTERINE

KODE INACBG : W-1-11-I DESKRIPSI : PROSEDUR DILATASI, KURET, INTRAUTERIN & SERVIK RINGAN RP. 4.860.098,00 INACBG : W-1-11-I PROSEDUR DILATASI, KURET, INTRAUTERIN & SERVIK RINGAN INACBG : W-1-11-II PROSEDUR DILATASI, KURET, INTRAUTERIN & SERVIK SEDANG INACBG : W-1-11-III PROSEDUR DILATASI, KURET, INTRAUTERIN & SERVIK BERAT

CBG pasien akut & rawat jalan

E-4-10-iii CMG

Spesifik CBGs

Tipe Kasus (1-9)

Severity Level

1. Pencatatan Informasi Diagnosis • •

Dokter hrs memilih kondisi utama utk dicatat Diagnosa hrs mempunyai nilai informatif sesuai kategori ICD yg spesifik :  Acute appendicitis with perforation  Diabetic cataract, insulin-dependent  Meningococcal pericarditis  Antenatal care for pregnancy-induced hypertension  Diplopia due to allergic reaction to antihistamine taken as prescribed  Osteoarthritis of hip due to an old hip fracture fracture of neck of femur following a fall at home  Third-degree burn of palm of hand.

1. Pencatatan Informasi Diagnosis (2) • Diagnosa atau gejala2 yg tak pasti : Jika tidak ada diagnosa yg pasti, maka gejala, temuan abnormal dpt dijadikan diagnosa selama belum dapat ditegakkan. • Datang ke yankes krn alasan selain sakit : BAB XXI (Z00-Z99) memberikan kategori untuk klasifikasi keadaan ini :  Monitor kondisi-kondisi yg ditangani sebelumnya  Imunisasi  Kontrasepsi, perawatan antenatal dan post partum  Keterangan sehat utk asuransi, pekerjaan, SIM dll.

1. Pencatatan Informasi Diagnosis (3) • Kondisi Multiple : Cidera multiple, Multiple sequelae pd penyakit, kondisi multiple pd kasus AIDS. Pilih kondisi yg paling berat & resources lebih besar hrs dicatat sbg diagnosa utama diikuti oleh daftar kondisi tsb. • Kondisi Sebab-sebab Eksternal : Kondisi cedera, keracunan, atau akibat dr sebab eksternal, harus dicatat utk menggambarkan sifat & keadaan yg menimbulkannya. Contoh : “ Fraktur neck of femur akibat jatuh terpeleset diatas trotoar yang licin”

2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama & kondisi lain Kondisi utama & Kondisi lain yg relevan harus dicatat

oleh dokter, dan koder memberi kode pd kondisi tsb. Bila kondisi pencatatan utama sudah tidak konsisten atau salah dicatat, harus dikembalikan utk penjelasan. Bila gagal mendapatkan klarifikasi peraturan MB1 s/d MB5 akan menolong koder. • Sistem dual-klasifikasi Dagger (†) & Asterisk (*) Contoh : Measles pneumonia = B05.2† J17.1* Pericarditis tuberculosis = A18.8† I32.0* NIDDM karatak = E10.3† H28.0*

Tuberculous pericarditis (A18.8†) (I32.0*).

2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama & kondisi lain (3) • Symptoms (gejala), Sign dan temuan abnormal dan situasi yg bukan penyakit : Hati2 dlm kode diagnosa utama utk BAB XVIII (kode “R”) & XXI (kode “Z”) utk KASUS RAWAT INAP. Jika diagnosa yg lbh spesifik (penyakit atau cidera) tidak dibuat pd akhir rawat inap maka dizinkan memberi kode “R” atau kode “Z”. Jika diagnosa utama masih disebut “suspect” dan tdk ada informasi lebih lanjut atau klarifikasi maka harus di kode seolah-olah telah ditegakkan. Kategori Z03.- (Medical observation and evaluation for suspected diseases and conditions) diterapkan pada “Suspected” yg dapat dikesampingkan seudah pemeriksaan.

2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama & kondisi lain (4) contoh : Kondisi utama : Suspected acute Cholecystitis Kondisi lain :Diberi kode Acute Cholecystitis (K81.0) sebagai diagnosa utama

Kondisi utama : masuk RS utk pemeriksaan neoplasma ganas cervix Diberi kode observation for suspected malignant neoplasm (Z03.1) sbg diagnosa utama. Kondisi utama : Suspected myocardial infarction Kondisi lain :Diberi kode observation for suspected myocardial infarction (Z03.4) sbg diagnosa utama. Kondisi utama : Epitaxis berat Kondisi lain :Pasien di RS satu hari, tidak ada prosedur atau pemeriksaan yg dilaporkan. Diberi kode Epitaxis (R04.0), ini dpt diterima krn pasien dng jelas berurusan dng gawat darurat.

Suspek MCI

2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama & kondisi lain (5) • Kode kondisi multiple Bila terdapat kondisi “Multiple” tdk ada kondisi tunggal yg menonjol, diberi kode “multiple” yg digunakan & kode sekunder dapat ditambahkan untuk daftar kondisi individu Kode ini diterapkan terutama pada yg berhubungan dng penyakit HIV, Cedera & Sequelae 38

2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama & kondisi lain (6) • Kode kategori kombinasi Kategori kombinasi digunakan apabila diagnosa utama dan sekunder yg berkaitan dapat digambarkan dalam satu kode Kondisi utama : Renal failure Kondisi lain : Hypertensive renal disease Diberi kode hypertensive renal disease with renal failure (I12.0) Kondisi utama : Intestinal obstruction Kondisi lain : Hernia inguinalis kiri Diberi kode Unilateral or unspecified inguinal hernia, with obstruction, without gangren (K40.3)

Kondisi utama : Katarak, Insulin dependent DM Kondisi lain : Hypertensi Spesialisasi : Mata Diberi kode IDDM with opthalmic complication (E10.3+) dan Diabetic cataract 39 (H28.0*) sebagai kondisi utama

Coding of combination categories hypertensive renal disease with renal failure (I12.0)

2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama & kondisi lain (7) • Kode morbiditas penyebab eksternal Sifat dasar kondisi & keadaan penyebab eksternal harus diberi kode. Biasanya sifat dasar pd BAB XIX (S00-T98) & penyebab external pd BAB XX (V01-Y98) sbg kode tambahan contoh : Kondisi utama

: Fraktur colum femoris karena jatuh tersandung pd trotoar yang tidak rata. Diberi kode Fracture of neck of femur (S72.0) sbg kode utama. Kode penyebab eksternal pada fall on the same level from slipping, tripping or stumbing on street or hagway (W01.4) sbg kode sekunder

41

Fracture of neck of f emur caused by fall due to tripping on uneven pavement S72.0 dan W01.4

2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama & kondisi lain (8) • Kode sequelae pada kondisi tertentu “Sequelae of …”(B90-B94, E64-E68, G09, I69, O97, T90-T98, Y85-Y89) digunakan untuk kondisi yg sudah tdk ada lagi saat ini (telah diobati/diperiksa). kode utamanya adalah sifat dasar sequelae itu sendiri, kode “sequelae of ..” (old; no longer present) sbg kode sekunder optional. contoh : Kondisi utama : Dysphasia dari old cerebral infarction Diberi kode Dysphasia (R47.0) sbg kode utama. Kode untuk sequelae cerebral infarction (I69.3) sbg kode sekunder. Kondisi utama : Late effect dari poliomyelitis Kondisi lain :Diberi kode Sequelae poliomyelitis (B91) sbg kode utama krn tdk ada informasi 43 lain.

2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama & kondisi lain (9) • Kode kondisi Akut & Kronis Kondisi utama akut & kronis dijumpai kategori yg terpisah, tetapi bg kombinasi kode kondisi akut digunakan sbg kondisi utama yg harus dipilih. contoh : Kondisi utama : Cholecystitis akut & kronis kondisi lain : Diberi kode acute cholecystitis (K81.0) sbg kode utama dan chronic cholecystitis (K81.1) digunakan sbg kode sekunder

Kondisi utama : Acute exacerbation of chronic bronchitis Kondisi lain :Diberi kode Chronic obstructive pulmonary disease with acute exacerbation (J44.1) sbg kode utama krn ICD memberikan kode yg tepat utk kombinasi 44

2. Pedoman pemberian kode Kondisi utama & kondisi lain (10) • Kode kondisi & komplikasi post prosedur Bab XIX (T80-T88) utk komplikasi yg berhubungan dng pembedahan & tindakan lain. mis : Infeksi luka, komplikasi mekanis dr implant, shock dll. contoh : Kondisi utama : Hypothyroidism karena thyroidektomi satu tahun lalu kondisi lain : Diberi kode postsurgical hypothyroidism (E89.0) sbg kode utama Kondisi utama : Haemorrhage hebat setelah cabut gigi Kondisi lain : Nyeri Spesilaisasi : Gimul Diberi kode Haemorrhage resulting from a procedure (T81.0) sbg kode utama 45

3. Peraturan reseleksi diagnosa utama salah dicatat Pada keadaan adanya informasi yg dpt menunjukan bahwa dokter salah tidak mengikuti prosedur ICD yg benar : • Klarifikasi (minta penjelasan) dr dokter yg merawat. • Jika tidak mungkin gunakan peraturan reseleksi pada ICD volume 2 (MB1 s/d MB5)

46

RULE MB1 • Kondisi minor direkam sebagai “Kondisi utama” (main condition), kondisi yang lebih bermakna direkam sebagai “kondisi lain” (other condition) Kondisi utama adalah kondisi yang relevan bagi perawatan yang terjadi, dan jenis spesialis yang mengasuh.  pilih kondisi yang relevan sebagai “Kondisi utama” Contoh: K. utama : Dyspepsi Kondisi lain: Acute appendicitis Acute abdominal pain Prosedur: Appendectomy Spesialis: Bedah digesti Maka reseleksi: Acute appendicitis sebagai kondisi utama. 47

RULE MB2 • Beberapa Kondisi yang direkam sebagai kondisi utama Beberapa kondisi tidak bisa digabung untuk dapat dicode bersama dan direkam semua sebagai kondisi utama,  dan salah satu kondisi lain pada rekaman menunjuk sebagai kondisi utama, maka pilih ini sebagai kondisi utama, bila tidak ada maka pilih yang pertama disebut. Contoh:1. K. Ut. Osteoporosis Candida bronchopneumonia Rheumatism K. lain: Bidang spesialisasi: Peny.Paru Reseleksi K. Ut. Candida bronchopneumonia 2. K.Ut. KPD, letak lintang dan anemia K.lain: Partus spontan Reseleksi K. ut. Premature rupture of membrane 48

RULE MB3 • Kondisi yang direkam sebagai kondisi utama menggambarkan suatu gejala yang timbul akibat suatu diagnosa atau kondisi yang ditangani Jika kondisi terkait diberi code yang ditemukan di Bab XVIII (R.-), dan di rekam medis ada terekam kondisi lain yang lebih menggambarkan diagnosis pasien dan kepada kondisi ini terapi diberikan  maka reseleksi kondisi akhir tersebut sebagai kondisi utama. Contoh: K. ut. Hematemesis K. lain: Varices esophagus Cirrhosis hepatis Bidang spesialis: Penyakit Dalam konsul ke Bedah Reseleksi kondisi utama: Varices esophagus pada cirrhosis hepatis (K74.-! I98.2*) 49

RULE MB4 • Spesialisitas Bila diagnosis yang terekam sebagai kondisi utama adalah istilah yang umum, dan ada istilah lain yang memberi informasi lebih tepat tentang lokasi tubuh atau sifat dasar suatu kondisi, maka reseleksi kondisi terakhir sebagai kondisi utama. Contoh: K.Ut. CVA K. lain-lain: Stroke Hemiplegia Cerebral haemorrhage Reseleksi: Kondisi utama: Stroke cerebral hemorhage K.Ut. DM tanpa terapi insulin K. lain-lain: Cataract mata bilateral Spesialisasi: Ophthalmologist Reseleksi: Kondisi Utama: NIDDM cataract. 50

RULE MB5 • Alternatif diagnoses utama Suatu tanda/gejala direkam sebagai kondisi utama, dengan indikasi kondisi terkait adalah suatu kondisi atau kondisi lain, reseleksi gejala tersebut sebagai “kondisi utama”. Bila ada 2 atau > dari 2 kondisi direkam sebagai pilihan diagnostik sebagai kondisi utama, pilih yang pertama disebut. Contoh: 1. K. ut. Sakit kepala mungkin krn sinusitis atau stres. Reseleksi: Sakit kepala 2. K.ut. Kolekistitis akut atau gastritis Reseleksi: kolekistitis akut 3. K. ut. GE akibat infeksi atau keracunan makanan Reseleksi: Infectious GE. 51

KHUSUS UNTUK BAYI PERINATAL: • Apabila bayi lahir sehat maka tidak memiliki code diagnosis penyakit (P)  hanya perlu kode bahwa ia lahir hidup di lokasi persalinan, tunggal atau multiple (Z38) • Apabila lahir ada masalah/gangguan. cari kode P. termasuk bayi lahir sehat tetapi dipengaruhi oleh faktor ibunya : komplikasi saat hamil & melahirkan P00 s/d P04 (contoh : hamil dengan hypertensi O10.0)

• Apabila terdapat kode “P” maka dapat di klaim.

B20-B24 : HIV Kondisi Utama penyakit HIV disertai beberapa penyakit, HARUS dipilih subkategori 7. yg tepat dari B20-B22. Sub kategori B22.7 dbila tdp dua (2) kategori atau lebih dari B20-B22, diikuti kode tambahan utk menentukan daftar kondisi individua dapat digunakan B20-B24 Contoh : 1. KU : Penyakit AIDS dan Sarcoma Kaposi K.Lain : Diberi kode HIV disease resulting in Kaposi’s sarcoma (B21.0) 2. KU : Toxoplasmosis dan Cryptococcosis pd pasien HIV K. Lain :Diberi kode HIV multiple infection (B20.7), B20.8 dan B20.5 dapat digunakan sbg kode tambahan 53

B20-B24 : HIV Contoh : 3. KU

: Penyakit HIV dng Pneumocytis cariini pneumonia, Burkitt’s lymphoma dan Kandidiasis mulut. K.Lain : Diberi kode HIV multiple disease (B22.7), B20.6 , B21.1 dan B20.4 digunakan sbg kode tambahan

54

Code to HIV disease resulting in multiple diseases (B22.7). Additional codes B20.6 (HIV disease resulting in Pneumocystis carinii pneumonia), B21.1 (HIV disease resulting in Burkitt's lymphoma) and B20.4 (HIV disease resulting in candidiasis) may be used, if desired.

B90-B94 : Sequelae penyakit infeksi & parasit Kode ini tidak digunakan kode kondisi utama jika dicatat sifat kondisi residual . Bila kode utk kondisi residula tersebut , B90-B94 dapat digunakan sbg kode tambahan.

56

B95-B97 : Bakteri,Virus & Infetiuos agent yg lain Kode ini tidak digunakan kode kondisi utama. Kategori tsb diberikan bg penggunaan optional sbg kode tambahan utk identifikasi kuman penyebab infeksi. Contoh : 1. K.Utama : Cystitis akut karena E.Coli K.lain :Diberi kode Cystitis acute (N30.0) dan B96.2 penyebab penyakit sbg kode tambahan. 2. K.Utama : Infeksi bakteri K.lain :Diberi kode Bacterial infection, unspesified (A49.9) sbg kode utama , tidak pada kode B95-B97 57

NEOPLASMA Neoplasma primer atau metastase yg merupakan fokus perawatan, harus dicatat dan diberi kode sbg “Kondisi utama” Contoh : 1. K.Utama : Ca. prostat K.lain : Bronchitis kronis Prosedure : Prostatektomi Diberi kode Ca. Prostat (C61) sbg kondisi utama 2. K.Utama : Ca Mamae direseksi 2 tahun lalu K.lain : Ca sekunder paru Prosedur : Bronkoskopi dng biopsi Diberi kode secondary Ca paru (C78.0) sbg kode utama , Z85.3 (personal history Ca.breast ) digunakan sbg kode tambahan 58

E10-E14 DIABETES MELLITUS Subkategori .7 digunakan kode utama bila komplikasi multiple pada DM. diikuti kode komplikasi yg terdaftar dapat ditambahkan sbg kode tambahan. Contoh : 1. K.Utama : Renal failure krn diabetic glumenulonephrosis Diberi kode E14.2+ dan N08.3* 2. K.Utama : IDDM dng Nephropathy, Gangrene & Cataracts Diberi kode utama IDDM with multiple complication (E10.7) dan E10.2+ N08.3* IDDM dng nephropathy, E10.5 NIDDM with Gangrene, E10.3+ H28.0* IDDM with cataract

59

Cataract. Insulin-dependent diabetes (E10.3†) and (H28.0*)

O80 – O84 PERSALINAN dlm CBGs Semua persalinan bila terdapat penyulit dan penyulit atao komplikasinya tersebut memang resourse terbesar maka PENYULIT menjadi kode diagnosis utama

61

KODING YANG TIDAK TEPAT INACCURATE

ICD

Principle diagnose : HYPERTENSI Secondary diagnose : ANEMI

I10 D64.9

Procedure Department

:` : OBGYN

ACCURATE

ICD

Principle diagnose : HYPERTENSI Secondary diagnose : ANEMI

O16 O99.0

Procedure Department

:: OBGYN

Gunakan kode O820, O821, O828 dan O829 sebagai diagnosa utama jika terdapat prosedur tindakan bedah Caesar (caesarian section)

Ketentuan lain SE Sesdirjen BUK no HK.03.03/X/1185/2015 ttg Pedoman Penyelesaian Permasalahan Klaim INA CBG dlm Penyelenggaraan JKN

25 November, 2016

Unit Rekam Medis RSCM

64

Lampiran I SE Sesdirjen NO

Kode Diagnosis-Prosedur utama Sekunder Prosedur

Perihal

Kesepakatan

Pada kasus-kasus HIV ditambahkan kode candidiasis (B.37) 1 HIV

Pada kasus HIV dikoding dengan kode kombinasi, tidak dapat dikoding sendiri-sendiri/terpisah. (yang seharusnya B20.4 dan B.37 tidak dicoding)

Candidiasis Beberapa hal yang disalahgunakan:

Hipertensi 1. Koding Hipertensi disertai dengan kode CHF 2

(I10-I15) 2. Koding Hipertensi disertai kode CRF

Diagnosis hipertensi dan gagal jantung atau dan gagal ginjal hanya dapat dikoding dengan satu koding kombinasi tanpa mengentri gagal jantung/gagal ginjalnya ( Permenkes no. 27 )

dampak: Peningkatan severity level

Penagihan Top Up obat kelasi/ Thalasemia (Deferipron Deferoxsamin) dalam sebulan lebih dari 1x Top up klaim obat kelasi (sebagai klaim rawat inap) hanya dapat dikoding 1x sebulan (sesuai Permenkes No.59 tahun 2014) Hiperglikemia dicoding terpisah dengan diagnosis utama seperti DM

3 Thalasemia

4

Hiperglikemia Dampak : secara nilai klaim tidak ada, kecuai dibalik menjjadi diagnosis primer R739

Hiperglikemi tidak dapat menjadi diagnosa utama jika ada diagnosa lain yang lebih spesifik

NO

Kode Diagnosis-Prosedur utama Sekunder Prosedur

Perihal

Kesepakatan

Tonsilektomi selalu dikoding dengan kauter faring

5

6

7

Tonsilektomi dengan Kauter Faring (28.2 dan 29.39) Appendectomy dengan laparotomi (47.0+54.1) Herniotomi dengan laparotomi (53.9+54.1)

Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding Dampak: peningkatan biaya akibat perubahan grouping

Tindakan operasi yang membuka lapisan perut dikoding terpisah dengan kode tindakan utama

Dampak: Meningkatkan biaya, hasil grouping berbeda atau bertambah

Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding

Tindakan operasi dikoding terpisah-pisah misalnya SC/appendectomy dengan insisi peritoneum 8

Dampak: meningkatkan biaya,hasil grouping berbeda atau bertambah

Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding

Insisi Peritoneum Persalinan normal sering dikoding dengan lacerasi perineum dengan tindakan repair perineum (75.69) 9

Repair Perineum Repair pada rutin episiotomy saat persalinan normal dikoding dengan 73.6 (bukan kode 75.69) Dampak: entri tindakan repair perineum (75.69) akan menyebabkan (7569) perubahan grouper menjadi O-6-12I dengan biaya klaim yang lebih tinggi dari grouper persalinan normal

NO

10

utama

Kode Diagnosis-Prosedur Sekunder Prosedur USG pada Kehamilan

Perihal

Kesepakatan

Penggunaan kode 88.76 atau 88.79 pada koding USG kehamilan, biasanya pada kasus rawat jalan Koding USG pada kehamilan dapat dikoding menggunakan kode 88.78 dan bila terbukti melakukan Dampak: biaya klaim kode 88.76/88.79 lebih tinggi dibandingkan kode tindakan USG 88.78

88.76/88.79 pada kasus-kasus dengan pemasangan WSD (34.04) sering disalahgunakan dengan menambah koding puncture of lung (33.93) 11

12

WSD dan puncture of lung Dampak: peningkatan biaya karena koding 33.93 akan merubah hasil grouper menjadfi lebih tinggi

Endotrakeal Tube

koding tindakan WSD adalah 34.04

Pada operasi atau tindakan yang perlu pemasangan endotracheal tube Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding dikoding terpisah

Tidak bisa dijamin pada yang berhubungan dengan kosmetik 13

Skingraft

Skin graft ditagihkan pada kasus kelloid, sellulitis, dll catatan: perhatian penggunaan koding graft, pastikan tindakan graft wajar dilakukan pada pasien (misalnya pada luka/injury yang luas dan dalam), jika hanya luka kecil dikoding skin graft perlu dikonfirmasi Educational therapy pada konsultasi ke dokter (misalnya dokter gizi) pada klaim rawat jalan

14

Educational Therapy (93.82)

1. episode sesuai dengan aturan episode rawat jalan, educational therapy bukan untuk konsultasi gizi

2. Pelayanan poli Gizi adalah yang dilakukan oleh dokter spesialis gizi klinik

NO

Kode Diagnosis-Prosedur utama Sekunder Prosedur

15

Collar Neck

DHF pada 16 pasien hamil

Perihal Penggunaan Collar neck dikode Insertion Other Spinal Device (84.59) karena langsung dikode oleh dr. Sp.OT Pasien hamil dirawat dr. Sp.PD dengan kasus penyakit dalam (Contoh DHF). Diagnosis sekundernya bagaimana??

Kesepakatan Collar neck tidak perlu dikoding karena termasuk alat kesehatan yang ditanggung terpisah sesuai dengan Permenkes no. 27 tahun 2014 . Kode 84.59 bukan kode untuk collar neck Jika Sp.PD yang merawat : koding diagnosis utama: kode DHF, sedangkan diagnosis sekunder adalah kode "O"

Peserta yang dirawat inap di ruangan IGD atau ruang non kelas seperti ruang observasi/peralihan/ruangan kemoterapi, klaim ditagihkan sesuai Kelas klaim dibayarkan setara dengan kelas 3 hak kelas peserta (kelas 1-3) Penggunaan Anemia sebagai diagnosis sekunder pada beberapa Anemia pada persalinan: diagnosa utama seperti : persalinan, gagal Ginjal, dll. Menyebabkan 1. Standar Diagnosis Anemia dapat menggunakan standar WHO peningkatan biaya klaim. 2. jika terdapat bukti klinis (lab) anemia tetap dicoding

17 Kelas rawat

Anemia sebagai diagnosis sekunder adalah anemia yang disebabkan oleh: 18

Anemia

Dampak : Peningkatan Severity Level menjadi II

1.Komplikasi penyakit utamanya ( dimana terapi anemia berbeda dengan terapi utamanya, contoh : pasien kanker payudara yg diradioterapi , pada perjalanannnya timbul anemia maka anemia tersebut dapat dimasukkan diagnosa sekunder dan stadium lanjut, dll) yang memerlukan transfusi darah dan eritropoetin harus dimasukkan memerlukan transfusi darah sebelum radioterapi selanjutnya 2. Anemia gravis ( dibawah 8 ) pada penyakit kronik ( gagal ginjal kronik, kanker) menjadi diagnosa sekunder karena memerlukan pengobatan khusus yg berbeda dari penyakit dasarnya.

19

Leukositosis

Leukositosis dengan penambahan kode D728 sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan saat hasil laboratorium leukosit meningkat walaupun tidak mengikat dan tidak ada terapi spesifik. Dampak: peningkatan severity level menjadi II

Leukositosis yang dimasukkan sebagai diagnosis sekunder bukanlah leukositosis yang disebabkan karena infeksi atau karena pemberian obat-obatan (GCSF, Steroid) dan myeloproliferatif neoplasma (MPN)

NO

utama

Kode Diagnosis-Prosedur Sekunder Prosedur Malnutrisi

Perihal

Kesepakatan

Penggunaan Malnutrisi dan Kaheksia sebagai diagnosa sekunder

Diagnosis menyertakan bukti klinis (IMT,dll)

Dampak: peningkatan severity level menjadi II

Kecuali pada kanker stadium lanjut dimasukkan sebagai diagnosa sekunder karena memerlukan penatalaksanaan khusus

20 Kaheksia 21 AKI sebagai diagnosis sekunder, biasanya sering disalahgunakan pada hasil laboratorium ureum kreatinin yang meningkat tidak bermakna 22

Gagal Ginjal Akut/AKI (N17) Dampak: peningkatan severity level menjadi III

23

24

LeukopeniaAgranulositosis (D70)

Gas Gangrene (A48.0)

Kriteria Diagnosis Gagal Ginjal Akut: 1. Terjadi peningkatan/penurunan kadar kreatinin serum sebanyak ≥0,3 mg/dl 2. Terjadi penurunan jumlah urin ≤0,5ml/Kg/Jam dalam 6 jam

kode Agranulositosis sebagai diagnosis sekunder, biasanya disalahgunakan pada hasil laboratorium leukosit yang menurun tetapi 1. Dalam penegakan diagnosis perlu mencantumkan bukti medis (hasil lab) tidak bermakna (misalnya pada pasien-pasien kemoterapi juga dikoding D70 karena leukopeni) Dampak: peningkatan severity level menjadi III 2. Diagnosis leukopenia pada pasien kanker adalah jumlah leukosit dibawah 3000 dan harus dituliskan diluar diagnosa kankernya karena hal ini berdampak pada pemberian GCSF pasca kemoterapi sampai leukosit diatas atau sama dengan 5000 Penggunaan Gas Gangrene sebagai diagnosis sekunder , biasanya didiagnosis gangrene dikoding gas gangrene Dampak: peningkatan severity level menjadi III

1. Penegakan diagnosis Gas Gangrene : pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya krepitasi dibawah kulit dan mukosa atau pada foto rontgen didapatkan adanya gas dilokasi gangren 2. Sesuai kaidah ICD Gas Gangrene dikode A48.0 dan gangrene DM diberi kode E10-E14 (sesuai dengan jenis DM) dengan digit terakhir .5 (contoh Gangrene DM Tipe 2 di kode E11.5). Jika tidak Jelas Tipe DM, maka gangrene DM dapat dikode E14.5

NO

Kode Diagnosis-Prosedur utama Sekunder Prosedur

Perihal

Kesepakatan

Penggunaan Efusi Pleura sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim 25

26

Efusi Pleura (J90J91)

Respiratory Arrest (R09)

Dampak: peningkatan severity level menjadi III

Efusi Pleura dapat didiagnosis sekunder bila hasil pemeriksaan imaging (foto thoraks/ USG/CT scan) menunjukkan gambaran efusi atau/dan bila dilakukan proof punksi keluar cairan

Penggunaan Respiratory Arrest sebagai diagnosis sekunder terutama pada kasus yang meninggal Dampak: peningkatan severity level menjadi III

Respiratory arrest dapat ditegakkan sebagai diagnosis sekunder bila: (1). Terdapat usaha resusitasi dan/atau pemakaian alat bantu nafas (2). Terkait dengan diagnosis primer (3). Merupakan perjalanan penyakit primer

Penggunaan Pneumonia sebagai diagnosis sekunder tanpa hasil rontgen atau tanda klinis

dampak: meningkat severity level II 27

Pneumonia/ Bronkopneumonia

28

TB Paru (A15)

Pneumonia dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan imaging minimal foto thoraks dan berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan batuk produktif yang disertai dengan perubahan warna sputum (purulensi) dan dari pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas tambahan berupa ronki atau suara nafas bronkial

Penambahan kode TB Paru sebagai sekunder pada pasien dengan TB TB Paru tetap ditulis sebagai diagnosis sekunder apapun diagnosis primernya karena merupakan Paru yang sedang pengobatan OAT rutin komorbid yang harus tetap dipantau selama perawatan Dampak: peningkatan severity level menjadi II

NO

Kode Diagnosis-Prosedur utama Sekunder Prosedur

28

TB Paru (A15)

29

Disfagia (R13)

Perihal

Kesepakatan

Penambahan kode TB Paru sebagai sekunder pada pasien dengan TB TB Paru tetap ditulis sebagai diagnosis sekunder apapun diagnosis primernya karena merupakan Paru yang sedang pengobatan OAT rutin komorbid yang harus tetap dipantau selama perawatan Dampak: peningkatan severity level menjadi II Disfagia pada kasus tonsilitis, tonsilektomi, dll Diagnosis sekunder Disfagia dapat dikoding bersama dengan Prosedur Tonsilektomi dengan Syarat sebagai berikut: Dampak: peningkatan severity level menjadi II (1). Pasien Anak (2). Terdapat gizi kurang akibat gangguan menelan dimana berat badan kurang dibanding usia

30

Kejang

31

Hemiparese/ Hemiplegia

32 Vertigo

Penggunaan Kejang sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim Dampak: peningkatan severity level menjadi II Penambahan diagnosa hemiplegia/Hemiparese sebagai Diagnosa utama maupun sekunder menyebabkan peningkatan biaya klaim

jika diagnosis disertai hasil pemeriksaan penunjang (EEG) atau terapi yang sesuai (diazepam, fenitoin, atau valproat) maka dapat di coding

Tidak ada masalah sebagai diagnosis sekunder jika memang di rekam medis pada catatan perawatan dituliskan klinis Hemiparesis karena hemiparesis memang memiliki konsekuensi Dampak: Sebagai diagnosis sekunder peningkatan severity level menjadi terhadap terapi dan tindakan rehabilitasi. II, sebagai diagnosis utama atau ditukar dengan stroke akan meningkatkan biaya dan severity level III Indikasi vertigo yang dirawatinapkan: Vertigo dirawat inapkan

1.Vertigo sentral dengan etiologinya : Stroke (iskemik, hemoragik), infeksi akut dan kronik, trauma kepala, tumor intraserebral dg peningkatan tekanan intra kranial 2.Vertigo perifer dengan muntah-muntah hebat sehingga dapat menyebabkan terjadi hiponatremia/ hipokalemia/hipoglikemia/insufisiensi renal

NO

utama

Kode Diagnosis-Prosedur Sekunder

Perihal

Kesepakatan

Prosedur Penatalaksanaan kasus penderita katarak dan pterigium umumnya dilakukan rawat inap

Operasi Katarak dengan Teknik Phacoemulsification: Untuk operasi katarak dengan Phacoemulsification (insisi ±3 mm) dilakukan di rawat jalan bila pasien katarak tanpa penyulit Operasi Katarak dengan Teknik SICS (Small Incicion Cataract Surgery): Untuk operasi katarak dengan SICS (insisi ± 6 mm) maka dilakukan di rawat jalan Pasien dengan tindakan Phacoemulsification atau SICS dilakukan rawat inap apabila: a. Ada komplikasi selama operasi (during operation) yang memerlukan pemantauan intensif setelah operasi b.Operasi dilakukan pada salah satu mata pasien dimana mata yang lain visusnya sudah 0 (buta) atau one eyes.

Indikasi Secara Umum Rawat Inap Pada Operasi katarak: a. Memakai Teknik ECCE ( Cataract Extraction )

b. Katarak Pediatrik (anak – anak: kongenital, juvenil)

c.

Katarak Hipermatur

d. Katarak dengan gangguan pendengaran, kelainan jiwa/cacat mental dan dengan penyakit sistemik( HHD, Decomp, hipertensi, Diabetes mellitus, HBsAg+) e.

underlying disease seperti : c. Jika ada hipertensi, DM, HbsAG(+), dll Operasi Katarak dengan Teknik ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction), ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction)

Ekstra Capsular

Kepatuhan pemakaian Obat

f. Katarak dengan komplikasi penyakit mata ( contoh: Uveitis, glaukoma ) g. Luksasi lentis/subluksasi lentis, katarak dengan iridodialisis,

Indikasi rawat inap Jika:

a. 33

Katarak

h.

Katarak dengan sikatrik kornea

i.

Zonulysis

Insisi dilakukan lebih kurang 9 mm

b. Waktu operasi lebih lama dibandingkan operasi dengan teknik Phaco c. Untuk menghindari / meminimalkan resiko infeksi, prolaps isi bola mata (iris, vitreous) paska operasi

j. Sinekia anterior/posterior lebih dari 180 derajat>2 quadran k.

Katarak dengan komplikasi intra operatif

l. Fiksasi Sclera , IOL Sekunder, Capsulorexis Cataract secunder M.

Katarak Grade 5 (Brunescent)

N.

Katarak + Glaukoma

O.

Katarak Post Vitrektomi

P.

Katarak Post Uveitis

Q.

Katarak Pada High Myopia

R.

KatarakTraumatika

S.

Komplikasi Post operatif

T.

Katarak + Ablatio Retina

U.

Katarak Polaris Posterior

V. Pasien2 yang memerlukan pemeriksaan tambahan Khusus W. Pasien tidak kooperatif , baik krn usia muda maupun keadaan psikologis pasien, cemas dll X. Domisili jauh dari RS dan/ atau sulit transportasi.

NO

Kode Diagnosis-Prosedur utama Sekunder Prosedur

Chalazion (H001)

36

37

Kesepakatan

penatalaksanaan kasus penderita katarak dan pterigium umumnya dilakukan rawat inap Rawat Inap: Pterigium grade IV Rawat jalan: Pterygium yang non graft (Bare scale) Chalazion di rawat inapkan Rawat jalan kecuali pada anak-anak yang belum kooperatif/ memerlukan Anestesi Umum (GA) Dampak: peningkatan biaya akibat rawat inap

34 Pterigium

35

Perihal

Extrapiramidal Syndrom

Injeksi Intravitreal bukan merupakan Indikasi Rawat Inap. Injeksi Intravitreal bisa dilakukan rawat inap tetapi bukan indikasi dari pasien harus dirawat inap karena akan mendapatkan tindakan injeksi intravitreal Pasien Schizoprenia yang dalam pengobatan selalu ditambahkan koding 1. Skala penilaian Gejala Ekstrapiramidal syndrom Extrapiramidal Syndrom (G25) yang ditetapkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir pada Lampiran I ) digunakan sebagai panduan diagnosis Ekstrapiramidal Syndrom untuk dokter Dampak: peningkatan severity level menjadi I 2. Skala penilaian gejala Ekstrapiramidal syndrom yang di tetapkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF