Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
January 20, 2017 | Author: Muchlis Rafga Zain Foustrix | Category: N/A
Short Description
Download Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)...
Description
Muchlis Zain_D21107099 TUGAS PENGGANTI FINAL KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3): Dosen : Ir. Ilyas Jamal
PENCEMARAN LINGKUNGAN MENUNJUKAN SISTEM MANAJEMEN K3 INDUSTRI TIDAK BERJALAN EFEKTIF
OLEH: MUCHLIS ZAIN D211 O7 O99 TEKNIK MESIN
JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2009 1
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
PENCEMARAN LINGKUNGAN MENUNJUKAN SISTEM MANAJEMEN K3 INDUSTRI TIDAK BERJALAN EFEKTIF Pencemaran, menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya. Pada saat ini, pencemaran terhadap lingkungan berlangsung di mana-mana dengan laju yang sangat cepat. Sekarang ini beban pencemaran dalam lingkungan sudah semakin berat dengan masuknya limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat. Pencemaran Lingkungan. Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang semakin penting untuk diselesaikan, karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan kita. Siapapun bisa berperan serta dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan yang lebih luas. Permasalahan pencemaran lingkungan yang harus segera kita atasi bersama diantaranya pencemaran air tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya. Untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya kita harus mengetahui sumber pencemar, bagaimana proses pencemaran itu terjadi, dan bagaimana langkah penyelesaian pencemaran lingkungan itu sendiri. Sumber Pencemar Pencemar datang dari berbagai sumber dan memasuki udara, air dan tanah dengan berbagai cara. Pencemar udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industi, dan pembakaran sampah. Pencemar udara dapat pula berasal dari aktivitas gunung berapi. Pencemaran sungai dan air tanah terutama dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Limbah cair domestik terutama berupa BOD, COD, dan zat organik. Limbah cair industri menghasilkan BOD, COD, zat organik, dan berbagai pencemar beracun. Limbah cair dari kegiatan pertanian terutama berupa nitrat dan fosfat. 2
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
Proses Pencemaran Proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebabkan pencemaran. Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis). Sebenarnya alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (self recovery), namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui, maka pencemar akan berada di alam secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan, tumbuhan dan ekosistem. Langkah Penyelesaian Penyelesaian masalah pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian. Langkah pencegahan pada prinsipnya mengurangi pencemar dari sumbernya untuk mencegah dampak lingkungan yang lebih berat. Di lingkungan yang terdekat, misalnya dengan mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan, menggunakan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle). Di bidang industri misalnya dengan mengurangi jumlah air yang dipakai, mengurangi jumlah limbah, dan mengurangi keberadaan zat kimia PBT (Persistent, Bioaccumulative, and Toxic), dan berangsur-angsur menggantinya dengan Green Chemistry. Green chemistry merupakan segala produk dan proses kimia yang mengurangi atau menghilangkan zat berbahaya. Tindakan pencegahan dapat pula dilakukan dengan mengganti alat-alat rumah tangga, atau bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan yang lebih ramah lingkungan. Pencegahan dapat pula dilakukan dengan kegiatan konservasi, penggunaan energi alternatif, penggunaan alat transportasi alternatif, dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Langkah pengendalian sangat penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat. Pengendalian dapat berupa pembuatan standar baku mutu lingkungan, monitoring lingkungan dan penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan. Untuk permasalahan global seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, dan pemanasan global diperlukan kerjasama semua pihak antara satu negara dengan negara lain.
3
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
Pemahaman Konsep dan Implementasi Sistem Manajemen K3 (SMK3) Pembangunan ketenagakerjaan diarahkan pada pembentukan tenaga professional yang mandiri, beretos kerja tinggi dan produktif. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh yang ditujukan pada pembentukan, peningkatan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisien, efektif dan berkompetensi tinggi. Dalam pembangunan ketenagakerjaan perlu dibina dan dikembangkan perbaikan syaratsyarat kerja serta perlindungan tenaga kerja dalam menuju peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, sesuai dengan Undang-undang no.13 tahun 2003 pada pasal 86 dan 87, tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap tenaga kerja, dan Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja diatas seratus orang atau memiliki resiko besar terhadap keselamatan dan kesehatan kerja wajib memiliki ahli K3, sesuai dengan UU No.1 tahun 1970, Permenaker No.Per.02/Men/1992 dan Permenaker No.Per.04/Men/1987 Memasuki dunia industrialisasi yang semakin modern akan diikuti oleh penerapan teknologi tinggi, penggunaan bahan dan peralatan makin kompleks dan rumit, yang akan mengakibatkan suatu kemungkinan bahaya yang besar, berupa kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja, yang diakibatkan oleh kesalahan dalam penggunaan peralatan, pemahaman dan kemampuan serta ketrampilan tenaga kerja yang kurang memadai, dan hal inilah yang terjadi pada era industrialisasi belakangan ini, yaitu adanya penerapan teknologi yang tinggi dan penggunaan bahan yang beraneka ragam akan tetapi tidak diikuti dengan selaras oleh ketrampilan dan keahlian tenaga kerjanya yang mengoperasikan peralatan dan mempergunakan bahan dalam proses produksi tersebut, sehingga menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pelatihan ini dirancang untuk memberikan pemahaman akan bahaya, bagaimana mengidentifikasi serta bagaimana mengelolah bahaya tersebut adalah rangkaian dari suatu system yang dikenal dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang telah diundang-undangkan oleh pemerintah Republik Indonesia dalam UU No. 1 tahun 1970 n peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 tahun 1996. Pelatihan kepedulian SMK3 ini berlangsung selama sehari dengan metode pelatihan tutorial dan diskusi. Sasaran: 1. Memperkenalkan berbagai konsep Sistim Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja terkini yang telah diterapkan di berbagai sektor industri di Indonesia. 2.
4
Mempelajari cara pendekatan yang ideal yang dapat dijalankan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik industri, sehingga K3 dapat menjadi suatu budaya kerja dan sistim manajemen K3 dapat diterapkan secara efektif.
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
Outline: •
Isu-isu tentang K3
•
Maksud dan tujuan Sistem Manajemen K3 (SMK3)
•
Pengenalan SMK3 dan interpretasinya
•
Prinsip-prinsip SMK3 o
Komitmen dan Kebijakan
o
Perencanaan
o
Penerapan/Pelaksanaan
o
Audit dan Tindakan koreksi
o
Tinjauan Manajemen dan Perbaikan berkelanjutan
•
Elemen SMK3
•
Konsep dan metode identifikasi Bahaya dan penilaian resiko
•
Audit/Sertifikasi SMK3
Dampak Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesehatan PENDAHULUAN Masalah kerusakan lingkungan disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, harus ada penegakan hukum lingkungan. Selain itu, tak kalah penting adalah menumbuhkan kesadaran yang tinggi pada masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. Setidaknya wawasan mengenai lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan mengarah pada pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pada dasarnya, adanya perubahan kondisi lingkungan akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan akan mempengaruhi ekosistem di alam. Bentuk perusakan lingkungan seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan menurunnya kualitas lingkungan akibat bencana alam, yakni banjir, longsor, kebakaran hutan, krisis air bersih - bisa berdampak buruk pada lingkungan, khususnya bagi kesehatan manusia. Menurut UU no. 23 tahun 1997 Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Saya mengambil contoh pencemaran udara di Jakarta saja selain merugikan kesehatan juga merugikan secara ekonomi menurut hasil kajian dari bank dunia (World Bank) kerugiannya bisa ditaksir mencapai Rp. 4,3 Triliyun pada tahun 2015 . Kemudian tentang pencemaran air di Jakarta yang semakin buruk. Air yang biasa digunakan penduduk Ibu kota ini mengalami pencemaran oleh mikrobiologi dan bahan-bahan 5
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
kimia. Berdasarkan data di kantor Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta menyebutkan tingkat pencemaran air telah mencapai 50 persen. Bahkan di beberapa wilayah, pencemaran airnya sudah 90 persen . Kemudian terdapat empat masalah penting yang dihadapi oleh Jakarta terkait lingkungan hidup ini yang apabila tidak dikelola dan diselesaikan dengan baik dapat menimbulkan bencana bagi ibukota. Keempat masalah itu adalah pencemaran udara, krisis air, masalah banjir dan masalah pengolahan sampah. Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya. K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja, misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paruparu, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet, kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja, shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja. Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator. Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun, dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup. 6
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional. K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa. Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam sektorsektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional 7
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat investasi. • Sistem Manajemen K3 di Indonesia SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Dalam dunia persaingan terbuka pada era globalisasi ini , masyarakat dan internasional menerapkan standart acuan terhadap berbagai hal terhadap industri seperti kualitas, manajemen kualitas, manajemen lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Apabila saat ini industri pengekspor telah dituntut untuk menerapkan Manajemen Kualitas (ISO-9000, QS-9000) serta Manajemen Lingkungan (ISO-14000) maka bukan tidak mungkin tuntutan terhadap penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja juga menjadi tuntutan pasar internasional. Untuk menjawab tantangan tersebut Pemerintah yang diwakili oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menetapkan sebuah peraturan perundangan mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomuor : PER.05/MEN/1996. Definisi SMK3 Secara normatif sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjaeab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Tujuan dan Sasaran Tujuan dan sasaran sistem Manajemen K3 adalah terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Alasan Penerapan SMK3 Karena SMK3 bukan hanya tuntutan pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia internasional saja tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya. Selain itu penerapan SMK3 juga mempunyai banyak manfaat bagi industri kita antara lain : Manfaat Langsung : 1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja. 2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja. 3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja. Manfaat tidak langsung : a. Meningkatkan image market terhadap perusahaan. 8 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
b. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan. c. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama. Klausa dan elemen pada SMK3 Sebagai mana terdapat pada lampiran I PERMENAKER NO:PER.05/MEN/1996 sebagai berikut : 1. Komitmen dan Kebijakan 1.1. Kepemimpinan dan Komitmen 1.2. Tinjauan Awal K3 1.3. Kebijakan K3 2. Perencanaan 2.1. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko 2.2. Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lainnya 2.3. Tujuan dan Sasaran 2.4. Indikator Kinerja 2.5. Perencanaan Awal dan Perencanaan Kegiatan yang Sedang Berlangsung 3. Penerapan 3.1 Jaminan Kemampuan 3.1.1. SDM, Sarana dan Dana 3.1.2. Integrasi 3.1.3. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat 3.1.4. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran 3.1.5. Pelatihan dan Kompensasi 3.2. Kegiatan Pendukung 3.2.1. Komunikasi 3.2.2. Pelaporan 3.2.3. Pendokumentasian 3.2.4. Pengendalian Dokumen 3.2.5. Pencatatan dan Manajemen Informasi 3.3. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko 3.3.1. Identifikasi Sumber Bahaya 3.3.2. Penilaian Resiko 3.3.3. Tindakan Pengendalian 3.3.4. Perancangan dan Rekayasa 3.3.5. Pengendalian Administratif 3.3.6. Tinjauan Ulang Kontrak 3.3.7. Pembelian 3.3.8. Prosedur Menghadapi keadaan darurat dan Bencana 3.3.9. Prosedur Menghadapi Insiden 3.3.10. Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat
9
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
4. Pengukuran dan Evaluasi 4.1. Inspeksi dan Pengujian 4.2. Audit SMK3 4.3. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan 5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen Perbandingannya Dengan Sistem Manajemen Lainnya.
Dari data diatas tampak bahwa SMK3 yang dilaksanakan di Indonesia sudah cukup representatif dibandingkan dengan standard internasional seperti OHSAS atau ILO OSH guidelines. Kekurangan yang ada pada SMK3 dibandingkan dengan Manajemen K3 Lainnya Kekurangan yang paling dasar adalah peraturan pendukung mengenai K3 yang masih terbatas dibandingkan dengan organisasi internasional. Tapi hal ini masih dapat dimaklumi karena masalah yang sama juga dirasakan oleh negara-negara di Asia dibandingkan negara Eropa atau Amerika, karena memang masih dalam tahap awal. Selain itu sertifikasi SMK3 yang hanya dapat dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Pemerintah) dirasakan kurang membantu promosi terhadap SMK3 dibandingkan dengan sertifikasi ISO series, OHSAS, KOHSA (korea), yang juga menggunakan badan sertifikasi swasta. Dan yang utama tentunya adalah peran aktif dari pengusaha Indonesia yang masih belum mengutamakan K3 di Industrinya karena masalah klasik yaitu cost (biaya). Kesimpulan Dengan banyaknya keuntungan dalam penerapan SMK3 serta standarisasi SMK3 di Indonesia yang cukup representatif bukankah saatnya bagi Industri Indonesia untuk melaksanakan SMK3 sesuai PER.05/MEN/1996 baik industri skala kecil, menengah, hingga besar. Sehingga bersama-sama menjadi industri yang kompetitif, aman, dan Efisien dalam menghadapi pasar terbuka. 10
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran PENDAHULUAN Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) disetiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Dan dilaporkan juga pada 5.057 perawat wanita di 18 Rumah Sakit didapatkan 566 perawat wanita adanya hubungan kausal antara pemajanan gas anestesi dengan gejala neoropsikologi antara lain berupa mual, kelelahan, kesemutan, keram pada lengan dan tangan. Di perkantoran, sebuah studi mengenai bangunan kantor modern di Singapura dilaporkan bahwa 312 responden ditemukan 33% mengalami gejala Sick Building Syndrome (SBS). Keluhan mereka umumnya cepat lelah 45%, hidung mampat 40%, sakit kepala 46%, kulit kemerahan 16%, tenggorokan kering 43%, iritasi mata 37%, lemah 31%. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diseleng-garakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN PELAKSANAAN K3 PERKANTORAN Ada beberapa hal penting yang harus mendapatkan perhatian sehubungan dengan pelaksanaan K3 perkantoran, yang pada dasarnya harus memperhatikan 2 (dua) hal yaitu indoor dan outdoor, yang kalau diurai seperti dibawah ini : • Konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanaannya. • Jaringan elektrik dan komunikasi. • kualitas udara. • kualitas pencahayaan. • Kebisingan. • Display unit (tata ruang dan alat). • Hygiene dan sanitasi. • Psikososial. • Pemeliharaan. 11
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
• Penggunaan Komputer. PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI Konstruksi gedung : Disain arsitektur (aspek K3 diperhatikan mulai dari tahap perencanaan). Seleksi material, misalnya tidak menggunakan bahan yang membahayakan seperti asbes dll. Seleksi dekorasi disesuaikan dengan asas tujuannya misalnya penggunaan warna yang disesuaikan dengan kebutuhan. Tanda khusus dengan pewarnaan kontras/kode khusus untuk objek penting seperti perlengkapan alat pemadam kebakaran, tangga, pintu darurat dll. (peta petunjuk pada setiap ruangan/unit kerja/tempat yang strategis misalnya dekat lift dll, lampu darurat menuju exit door). Kualitas Udara : Kontrol terhadap temperatur ruang dengan memasang termometer ruangan. Kontrol terhadap polusi Pemasangan "Exhaust Fan" (perlindungan terhadap kelembaban udara). Pemasangan stiker, poster "dilarang merokok". Sistim ventilasi dan pengaturan suhu udara dalam ruang (lokasi udara masuk, ekstraksi udara, filtrasi, pembersihan dan pemeliharaan secara berkala filter AC) minimal setahun sekali, kontrol mikrobiologi serta distribusi udara untuk pencegahan penyakit "Legionairre Diseases ". Kontrol terhadap linkungan (kontrol di dalam/diluar kantor). Misalnya untuk indoor: penumpukan barang-barang bekas yang menimbulkan debu, bau dll. Outdoor: disain dan konstruksi tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan, dll. Perencanaan jendela sehubungan dengan pergantian udara jika AC matiPemasangan fan di dalam lift. Kualitas Pencahayaan (penting mengenali jenis cahaya) : Mengembangkan sistim pencahayaan yang sesuai dengan jenis pekerjaan untuk membantu menyediakan lingkungan kerja yang sehat dan aman. (secara berkala diukur dengan Luxs Meter). Membantu penampilan visual melalui kesesuaian warna, dekorasi dll. Menegembangkan lingkungan visual yang tepat untuk kerja dengan kombinasi cahaya (agar tidak terlalu cepat terjadinya kelelahan mata). Perencanaan jendela sehubungan dengan pencahayaan dalam ruang. Penggunaan tirai untuk pengaturan cahaya dengan memperhatikan warna yang digunakan. Penggunaan lampu emergensi (emergency lamp) di setiap tangga. Jaringan elektrik dan komunikasi (penting agar bahaya dapat dikenali) : • Internal • Over voltage • Hubungan pendek • Induksi • Arus berlebih 12
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
• Korosif kabel • Kebocoran instalasi • Campuran gas eksplosif • Eksternal • Faktor mekanik. • Faktor fisik dan kimia. • Angin dan pencahayaan (cuaca) • Binatang pengerat bisa menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan pendek. • Manusia yang lengah terhadap risiko dan SOP. • Bencana alam atau buatan manusia. • Rekomendasi • Penggunaan central stabilizer untuk menghindari over/under voltage. • Penggunaan stop kontak yang sesuai dengan kebutuhan (tidak berlebihan) hal ini untuk menghindari terjadinya hubungan pendek dan kelebihan beban. • Pengaturan tata letak jaringan instalasi listrik termasuk kabel yang sesuai dengan syarat kesehatan dan keselamatan kerja. • Perlindungan terhadap kabel dengan menggunakan pipa pelindung. Kontrol terhadap kebisingan : • Idealnya ruang rapat dilengkapi dengan dinding kedap suara. • Di depan pintu ruang rapat diberi tanda " harap tenang, ada rapat ". • Dinding isolator khusus untuk ruang genset. • Hak-hal lainnya sudah termasuk dalam perencanaan konstruksi gedung dan tata ruang. Display unit (tata ruang dan letak) : • Petunjuk disain interior supaya dapat bekerja fleksibel, fit, luas untuk perubahan posisi, pemeliharaan dan adaptasi. • Konsep disain dan dan letak furniture (1 orang/2 m²). • Ratio ruang pekerja dan alat kerja mulai dari tahap perencanaan. • Perhatikan adanya bahaya radiasi, daerah gelombang elektromagnetik. • Ergonomik aspek antara manusia dengan lingkungan kerjanya. • Tempat untuk istirahat dan shalat. • Pantry dilengkapi dengan lemari dapur. • Ruang tempat penampungan arsip sementara. • Workshop station (bengkel kerja). Hygiene dan Sanitasi : • Ruang kerja • Memelihara kebersihan ruang dan alat kerja serta alat penunjang kerja. • Secara periodik peralatan/penunjang kerja perlu di up grade. • Toilet/Kamar mandi • Disediakan tempat cuci tangan dan sabun cair. • Membuat petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan closet duduk, larangan berupa gambar dll. • Penyediaan bak sampah yang tertutup. • Lantai kamar mandi diusahakan tidak licin. 13 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
• Kantin • Memperhatikan personal hygiene bagi pramusaji (penggunaan tutup kepala, celemek, sarung tangan dll). • Penyediaan air mengalir dan sabun cair. • Lantai tetap terpelihara. • Penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang. Pengolahannya tidak menggunakan minyak goreng secara berulang. • Penyediaan bak sampah yang tertutup. • Secara umum di setiap unit kerja dibuat poster yang berhubungan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kerja. • Psikososial • Petugas keamanan ditiap lantai. • Reporting system (komunikasi) ke satuan pengamanan. Mencegah budaya kekerasan ditempat kerja yang disebabkan oleh : • Budaya nrimo. • Sistem pelaporan macet. • Ketakutan melaporkan. • Tidak tertarik/cuek dengan lingkungan sekitar. • Semua hal diatas dapat diatasi melalui pembinaan mental dan spiritual secara berkala minimal sebulan sekali. • Penegakan disiplin ditempat kerja. • Olah raga di tempat kerja, sebelum memulai kerja. • Menggalakkan olah raga setiap jumat. • Pemeliharaan • Melakukan walk through survey tiap bulan/triwulan atau semester, dengan memperhitungkan risiko berdasarkan faktor-faktor konsekuensi, pajanan dan kemungkinan terjadinya. • Melakukan corrective action apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan. • Pelatihan tanggap darurat secara periodik bagi pegawai. • Pelatihan investigasi terhadap kemungkinan bahaya bom/kebakaran/demostrasi/ bencana alam serta Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) bagi satuan pengaman. Aspek K3 perkantoran (tentang penggunaan komputer). Pergunakan komputer secara sehat, benar dan nyaman. Hal-hal yang harus diperhatikan : • Memanfaatkan kesepuluh jari. • Istirahatkan mata dengan melihat kejauhan setiap 15-20 menit. • Istirahat 5-10 menit tiap satu jam kerja. • Lakukan peregangan. • Sudut lampu 45º. • Hindari cahaya yang menyilaukan, cahaya datang harus dari belakang. • Sudut pandang 15º, jarak layar dengan mata 30 – 50 cm. • Kursi ergonomis (adjusted chair). • jarak meja dengan paha 20 cm 14
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
• Senam waktu istirahat. Rekomendasi • Perlu membuat leaflet/poster yang berhubungan dengan penggunaan komputer disetiap unit kerja. • Mengusulkan pada Pusat Promosi Kesehatan untuk membuat poster/leaflet. • Penggunaan komputer yang bebas radiasi (Liquor Crystal Display). PENUTUP Dalam pelaksanaan K3 perkantoran perlu memperhatikan 2(dua) hal penting yakni indoor dan outdoor.Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, display unit (tata ruang dan alat), hygiene dan sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan komputer. Hal diatas tidak hanya meningkatkan dari sisi kesehatan maupun sisi keselamatan karyawan/pekerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerjanya.Harapannya rekomendasi ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun perbandingan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan K3 khususnya di perkantoran. HSE HSE (Health, Safety, Environment,) atau di beberapa perusahaan juga disebut EHS, HES, SHE, K3LL (Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan) dan SSHE (Security, Safety, Health, Environment). Semua itu adalah suatu Departemen atau bagian dari Struktur Organisasi Perusahaan yang mempunyai fungsi pokok terhadap implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mulai dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penerapan dan Pengawasan serta Pelaporannya. Sementara, di Perusahaan yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam ditambah dengan peran terhadap Lingkungan (Lindungan Lingkungan). Membicarakan HSE bukan sekedar mengetengahkan Issue seputar Hak dan Kewajiban, tetapi juga berdasarkan Output, yaitu korelasinya terhadap Produktivitas Keryawan. Belum lagi antisipasi kecelakaan kerja apabila terjadi Kasus karena kesalahan prosedur ataupun kesalahan pekerja itu sendiri (naas). Dasar Hukum Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar hukum tentang Lingkungan yang ada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu: Pertama, dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur: 15
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha, Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di sana, Adanya bahaya kerja di tempat itu. Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun (usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin lainnya). Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309. Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.” Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.” Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.” Keempat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.
16
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
Penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang baik dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi kmnerja karyawan dan perusahaan. Pengelolaan yang efektif dan efisien dapat ditingkatkan melalui pengawasan, pengendalian dengan audit manajemen, dan pengendalian internnya. Adapun alat yang dipakai untuk menganalisa audit manajemen atas fungsi K3 adalah kuesioner pengendalian intern, test ketaatan, evaluasi atas organisasi K3, dan evaluasi atas kinerja K3.Upaya-upaya pengendalian dan pencegahan telah dilakukan oleh perusahaan, namun masih ditemukan bebenapa kelemahan, seperti adanya keran yang benkarat, inspeksi tidak menggunakan check list, dan adanya pemegangan jabatan rangkap. Secara keseluruhan, fungsi K3 sudah berjalan dengan efektif, tingkat kecelakaan yang tenjadi cenderung menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya dan sesuai dengan target perusahaan. Fungsi K3 juga telah berjalan dengan efisien, hal mi tenlihat dan jumlah biaya yang harus dikeluarkan perusahaan atas insiden yang terjadi telah berhasil memenuhi target perusahaan. AUDIT LINGKUNGAN Audit lingkungan adalah alat pemeriksaan komprehensif dalam sistem manajemen lingkungan. Audit lingkungan merupakan satu alat untuk memverifikasi secara objektif upaya manajemen lingkungan dan dapat membantu mencari langkahlangkah perbaikan guna meningkatkan performasi lingkungan, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (Bratasida,1996). Menurut United States Environmental Protection Agency (US EPA), Audit Lingkungan adalah suatu pemeriksaan yang sistematis, terdokumentasi secara periodik dan objektif berdasarkan aturan yang ada terhadap fasilitas operasi dan praktek yang berkaitan dengan pentaatan kebutuhan lingkungan (Tardan dkk, 1997). Dalam perkembangan selanjutnya audit lingkungan mencakup beberapa bidang antara lain sistem manajemen lingkungan pelaksanaan produksi bersih, pentaatan terhadap peraturan perundang-undangan dan minimisasi limbah. Audit lingkungan merupakan upaya proaktif suatu perusahaan untuk perlindungan lingkungan yang akan membantu perusahan meningkatkan efisiensi dan pengendalian emisi, polutan yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra positif dari masyarakat terhadap perusahaan. Dasar hukum pelaksanaan audit lingkungan di Indonesia adalah UU RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan KEPMEN LH Nomor KEP-42 MENLH/11/1994 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan. 3.1. Jenis-jenis Audit Lingkungan Audit lingkungan ada beberapa jenis, yang pelaksanaannya sangat tergantung pada kebutuhan manajemen/ perusahaan. Jenis-jenis audit itu antara lain adalah (Tardan dkk, 1997) : 1. Audit Pentaatan Audit Pentaatan memiliki sifat : Menilai ketaatan terhadap peraturan, standar dan pedoman yang ada.Meninjau persyaratan perizinan dan pelaporan. • Melihat pembatasan pada pembuangan limbah udara, air dan padatan. •
17
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
• Menilai keterbatasan peraturan dalam pengoperasian, pemantauan dan pelaporan sendiri atas pelanggaran yang dilakukan perusahaan. • Sangat mengarah pada semua hal yang berkaitan dengan pentaatan. • Dapat dilakukan oleh petugas (kelompok/perusahaan) setempat. 2.Audit Manajemen Audit jenis ini mempunyai sifat : • Menilai kefektifan sistem manajemen internal, kebijakan perusahaan dan resiko yang berkaitan dengan manajemen bahan. • Menilai keadaan umum dari peralatan, bahan bangunan dan tempat penyimpangan. • Mencari bukti/ kenyataan tentang kebenaran dan kinerja proses produksi. • Menilai kualitas pengoperasian dan tata laksana operasi. • Menilai keadaan catatan/ laporan tentang emisi, tumpahan, keluaran, dan penanganan limbah. • Menilai tempat pembuangan secara rinci. • Meninjau pelanggaran atau pertentangan dengan petugas setempat atau dengan masyarakat. 3. Audit Produksi Bersih dan Minimisasi Limbah Jenis audit ini mempunyai sifat : • Mengurangi jumlah timbunan dan produksi buangan limbah. • Menggunakan analisis kualitas daan kuantitatif yang rinci terhadap praktek pembelian, proses produksi dan timbunan limbah. • Mencari tindakan alternatif untuk pengurangan produksi, dan pendaur ulangan limbah. 4. Audit Konservasi Air Sifat audit ini adalah : Mengidentifikasi sumber air penggunaan air dan mencari upaya untuk mengurangi penggunaan air total melalui usaha pengurangan, penggunaan ulang dan pendaur-ulangan. 5. Audit Konservasi Energi Sifat audit ini adalah : Melacak pola pemakaian tenaga listrik, gas dan bahan bakar minyak dan mencoba untuk mengkuantifikasikan serta meminimalkan penggunaannya. 6. Audit Pengotoran/ Kontaminasi Lokasi Usaha Sifat audit ini adalah : • Menilai kedaan pengotoran lokasi perusahaan akibat pengoperasian yang dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan. • Melakukan pengambilan contoh dari lokasi dan melakukan penganalisaan contoh sampel tersebut untuk jangka waktu yang cukup panjang dan merupakan hal yang khusus pada audit jenis ini (audit lain tidak melakukan pengambilan sampel). 18
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
Muchlis Zain_D21107099
• Melakukan pengelolaan secara statistik terhadap hasil audit, jika diperlukan. 7. Audit Keselamatan dan Kesehatan Kerja Jenis audit ini memiliki sifat : • Menilai tatalaksana operasional pekerjaan, pengelolaan bahan dan limbah berbahaya, pembuangan bahan pencemar dan sejenisnya, yang berhubungan erat dengan keselamatan dan kesehatan kerja. • Audit ini memungkinkan pimpinan perusahaan untuk menetapkan apakah perusahaan tersebut sudah mentaati peraturan tentanf keselamatan dan kesehatan kerja. 3.4. Manfaat Penerapan Produksi Bersih Manfaat penerapan produksi bersih antara lain (Bratasida, 1996, Helmy, 1997): • Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya minimisasi limbah, daur ulang pengolahan dan pembuangan limbah yang aman. • Mendukung prinsip Pemeliharaan Lingkungan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. • Dalam jangka panjang dapatmeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi serta efisien. • Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi sumberdaya alam melalui penerapan daaur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan. • Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction and in process recycling) yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan. • Memperkuat daya saing produksi di pasar global. • Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. • Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.
19
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)
View more...
Comments