Kerjasama Pemerintah Dan Swasta

April 16, 2019 | Author: Hadi Wahyono | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Kerjasama...

Description

 Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

Kajian Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan RTH di Jakarta  Agung Mungky Prayitna(1), Ridwan Sutriadi2) (1)

(2)

Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.

 Abstrak Kehadiran RTH di daerah perkotaan sangat penting untuk menyeimbangkan ekosistem dan meningkatkan kualitas hidup. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa Jakarta kurang memiliki RTH. Pemerintah tampaknya memiliki kesulitan dalam mewujudkan kondisi yang diinginkan dalam penyediaan RTH. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk melibatkan pemangku kepentingan lainnya dalam mendukung pemerintah untuk menyediakan RTH di Jakarta. Salah satu pemangku kepentingan yang dapat diidentifikasi adalah sektor swasta. Partisipasi sektor swasta sudah dapat terlihat melalui kehadiran RTH perkotaan yang dikembangkan dengan melibatkan dunia usaha/perusahaan. Oleh karena itu, maka diperlukan kajian mengenai kerjasama antar pemerintah dan swasta dalam penyediaan RTH di Jakarta. Penelitian ini mengambil lokasi di Jakarta dengan sampel tiga RTH berupa taman, yaitu Taman Gunung Agung, Taman Daihatsu dan Ocean Ecopark  Ancol. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemerintah dan swasta untuk melakukan kerjasama dalam penyediaan RTH. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan aspek kebijakan, pembiayaan, ketersediaan lahan dan kelembagaan adalah factorfaktor yang mempengaruhi pemerintah untuk melibatkan swasta dalam penyediaan RTH. Dari sisi swasta, ada beberapa faktor yang mempengaruhi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam penyediaan RTH, yaitu tanggung jawab ekonomi, tanggung jawab legal, tanggung jawab etis dan tanggung jawab filantropi. Untuk mendorong kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyediaan RTH, pemerintah perlu merumuskan peraturan yang menjadi kerangka hukum utama dalam penyediaan RTH dan mengembangkan skema baru dalam mekanisme partisipasi yang dapat meningkatkan tingkat partisipasi sektor swasta. Kata-kunci: Kata-kunci: kerjasama, penyediaan RTH, pemerintah, swasta

Pendahuluan Banyak kota di dunia telah berkembang pesat selama beberapa dekade terakhir. Kota-kota menjadi mesin pertumbuhan kegiatan ekonomi dan produksi dan telah menyebabkan tingginya tingkat urbanisasi. Banyak orang yang tertarik untuk datang ke kota karena kota menawarkan banyak kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Situasi ini telah meningkatkan permintaan atas lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk perumahan dan fasilitas lainnya. Meningkatnya permintaan

atas lahan tidak sebanding dengan lahan di wilayah kota yang terbatas jumlahnya. Ruang terbuka hijau (RTH) adalah salah satu lahan yang sering dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan fungsi lainnya. Ketersediaan RTH yang memadai di kawasan perkotaan merupakan salah satu ciri kota kota yang sehat, akan tetapi pada saat ini di kawasan perkotaan, RTH masih dianggap sebagai lahan yang tidak efisien atau tanah cadangan untuk membangun sehingga timbul anggapan bahwa RTH merupakan lahan sisa yang setiap saat Jurnal Perencanaan Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK V3N3| 409

Kajian Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan RTH di Jakarta

dapat berubah. Di sisi lain, RTH memegang peranan penting dalam pembangunan perkotaan guna mewujudkan ruang yang aman, nyaman, dan berkelanjutan terutama terkait dengan masa depan kawasan perkotaan. RTH merupakan elemen lingkungan yang dapat memberikan banyak manfaat bagi warga kota. Kurangnya RTH tersebut akan memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan masyarakat di perkotaan. Di dalam UndangUndang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa RTH sebagai salah satu ruang publik harus memiliki luasan minimal yang ideal untuk RTH perkotaan yaitu 30% dari luas total suatu wilayah kota. Luasan ini terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Saat ini, Jakarta hanya memiliki 9.84 % RTH dari total luas wilayahnya (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2014). Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa jumlah ideal RTH di wilayah perkotaan adalah jumlah 30 % dari total luas wilayah. Oleh karena itu, pemerintah daerah DKI Jakarta memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ruang hijau. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalami kesulitan dalam meningkatkan  jumlah RTH. Dalam Rencana Tata Ruang Jakarta 2000-2010, pemerintah Jakarta telah menyiapkan target RTH sebesar 13.94 % dari luas wilayahnya. Ini berarti bahwa mereka perlu memberikan tambahan 4,1 % RTH dari RTH eksisting saat ini. Dengan peningkatan luasan RTH yang kurang dari 1 % dalam kurun waktu 10 tahun terakhir , maka akan memakan waktu yang lama untuk kota Jakarta untuk mewujudkan target mereka, apalagi untuk memiliki jumlah ideal RTH sesuai kebutuhan. Kehadiran RTH di daerah perkotaan sangat penting untuk menyeimbangkan ekosistem dan meningkatkan kualitas hidup. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa Jakarta kurang memiliki RTH. Pemerintah tampaknya memiliki kesulitan dalam mewujudkan kondisi yang 410 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N3

diinginkan dalam penyediaan RTH. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk melibatkan pemangku kepentingan lainnya dalam mendukung pemerintah untuk menyediakan RTH di Jakarta. Salah satu pemangku kepentingan yang dapat diidentifikasi adalah sektor swasta. Partisipasi sektor swasta dapat dilihat dari RTH perkotaan yang dikembangkan dengan keterlibatan mereka. Partisipasi sektor swasta sudah dapat terlihat melalui kehadiran RTH perkotaan yang dikembangkan dengan melibatkan dunia usaha/perusahaan. Langkah-langkah mereka perlu diikuti oleh perusahaan lain sehingga lebih banyak perusahaan yang terlibat dalam mendukung pemerintah untuk meningkatkan  jumlah RTH di Jakarta. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi sektor swasta (dunia usaha) untuk berpartisipasi dalam penyediaan RTH di Jakarta. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tiga lokasi RTH berupa taman yang dijadikan fokus penelitian, yaitu Taman Gunung Agung, Ocean Ecopark Ancol dan Taman Daihatsu. Pemilihan ketiga lokasi RTH kajian tersebut berdasarkan pada keterwakilan beberapa daerah di Jakarta dan mekanisme yang digunakan untuk kerjasama. Kajian Literatur Dari berbagai referensi dan pengertian tentang eksistensi nyata sehari-hari, maka RTH adalah suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk, dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan (Purnomohadi, 1995). Fungsi dan Manfaat RTH RTH yang ditumbuhi oleh berbagai pepohonan memiliki fungsi sebagai peneduh kota, tempat

 Agung Mungky Prayitna

rekreasi, dan tempat interaksi sosial masyarakat kota. Akan tetapi fungsi ekologis dan sosial RTH banyak dialihfungsikan menjadi pemanfaatan ruang lainnya. RTH merupakan salah satu indikator untuk keberlanjutan suatu wilayah. Dengan berkurangnya RTH secara bertahap akan mengakibatkan degradasi lingkungan, sehingga dapat menimbulkan dampak buruk terhadap kehidupan kota. Dampak negatif yang dapat terjadi adalah peningkatan suhu, tingginya polusi udara, dan lainnya. Sementara kehadiran RTH sangat penting bagi kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keindahan. Peran RTH adalah mengatur suhu udara, meningkatkan kelembaban udara, mengurangi kecepatan angin, mengurangi pencemaran udara, meredam kebisingan, dan melindungi sistem tata air (Grey dan Deneke, 1978). Sedangkan menurut Laurie (1979), fungsi RTH sebagai kawasan resapan, pengendali pencemaran udara, sebagai penyeimbang iklim mikro, elemen estetika dan kenyamanan lingkungan. RTH, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis. Penyeimbang antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan, yaitu sebagai penjaga fungsi kelestarian lingkungan pada media air, tanah, dan udara serta konservasi sumber daya hayati flora dan fauna. Kondisi alami ini dapat dipertimbangkan sebagai pembentuk berbagai faktor. Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas: a.

b.

Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah); Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada

(konservasi hayati atau keanekaragaman hayati). Selain itu, dengan adanya RTH, dengan sendirinya akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, kelembaban udara, cahaya dan pergerakan angin. Hasil penelitian di Jakarta, membuktikan bahwa suhu di sekitar kawasan RTH (di bawah pohon teduh), dibanding dengan suhu di luarnya, bisa mencapai perbedaan angka sampai 2-4 derajat celcius (Purnomohadi, 1995). Iklim mikro dan suhu lokal yang terbentuk oleh deretan pepohonan menunjukkan aliran udara masuk ke bagian bawah di antara batang-batang pohon tersebut, dapat menurunkan suhu antara 10-20%, antara lain akibat terjadinya proses pernafasan dan penguapan dari pepohonan tersebut yang mampu mengeliminasi radiasi cahaya matahari. (Austin, et. al (Eds), 1985). Peran Sektor Swasta dalam Penyediaan RTH Penyediaan RTH tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah semata, namun merupakan tanggung jawab dari berbagai pelaku pembangunan yang terkait. Dalam Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, telah mengatur luasan minimal RTH di kawasan perkotaan. Pihak swasta merupakan pelaku pembangunan penting dalam pemanfaatan ruang perkotaan. Hal ini dikarenakan kemampuan yang mereka miliki. Peran swasta diharapkan dapat terlibat dalam pemanfaatan ruang perkotaan. Namun, karena swasta memiliki karakteristik yang berbeda, maka terdapat peran lain yang dapat dilakukan oleh swasta, yaitu untuk tidak saja menekankan pada tujuan ekonomi, namun juga sosial dan lingkungan dalam memanfaatkan ruang perkotaan (Pedoman Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, 2006). Menurut pedoman pemanfaatan RTH perkotan di kawasan perkotaan, untuk mencapai peran tersebut, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pihak swasta: Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK V3N3| 411

Kajian Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan RTH di Jakarta

a. b.

c.

d. e.

f.

Menjaga keberadaan RTH Berperan dalam pembangunan komponen RTH buatan dengan cara memberi dana pembangunan saja maupun turut sebagai pelaksana pembangunan/perbaikan taman; Memelihara taman dengan biaya pemeliharaan dan penyediaan tenga kerja lapangan sendiri, namun memperoleh imbalan secara tidak langsung seperti pemasangan reklame; Menyediakan lahan untuk penyelenggaraan RTH; Memberikan informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyelenggaraan RTH; Memberikan bantuan dalam mengidentifikasi komponen RTH yang ada maupun yang potensial dikembangkan.

Menurut Sutanto (2009) ada beberapa bentuk kerjasama dengan sektor swasta yang dapat diterapkan dalam mengembangkan RTH di perkotaan sebagai berikut: a. b. c.

Penyediaan RTH sebagai syarat untuk izin pemanfaatan ruang Penyediaan RTH sebagai bagian dari desain wilayah pengembangan Penyediaan RTH sebagai bentuk Corporate Social Responsibility (CSR)

Piramida CSR Salah satu definisi CSR yang terkenal adalah yang diungkapkan oleh Carroll (1991). Carroll mendefinisikan CSR kedalam 4 bagian yang digambarkan dalam sebuah piramid Piramida CSR menjelaskan mengenai tingkatan tanggung  jawab perusahaan dalam melakukan aktivitasnya. Piramida ini terdiri dari empat  jenjang, yaitu: a.

b.

Tanggung Jawab ekonomis Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk beroperasi dengan baik sebagai unit ekonomi yang menghasilkan pendapatan untuk meningkatkan keuntungannya. Ringkasnya, make a profit . Tanggung Jawab legal

412 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N3

c.

d.

Tanggung jawab ini terkait dengan ketaatan perusahaan terhadap persyaratan hukum. Ringkasnya, obey the law  Tanggung Jawab etis Perusahaan diharapkan untuk merangkul nilai-nilai etika dalam menjalankan kegiatan usahanya. Ringkasnya, be ethical . Tanggung Jawab filantropis Tanggung jawab ini menekankan pada bagaimana perusahaan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui tindakan sukarela untuk kepentingan umum. Ringkasnya, be a good corporate citizen .

Metode Di dalam proses penelitian ini, penulis menggunakan paradigma atau pendekatan sudi kasus (case study ). Studi kasus merupakan paradigma penelitian yang digunakan dalam banyak situasi yang dapat berkontribusi terhadap pengetahuan dan fenomena yang berhubungan (Yin, 2009) . Adapun lokasi studi kasus yang dipilih dalam penelitian ini adalah tiga RTH berupa taman yang ada di Jakarta, yaitu Taman Gunung Agung, Ocean Ecopark Ancol, dan Taman daihatsu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Dengan menggunakan metode ini maka akan dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemerintah dan sektor swasta untuk melakukan kerjasama dalam penyediaan RTH di Jakarta.  Analisis Pada analisis ini akan dibahas mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pemerintah dan swasta untuk melakukan kerjasama penyediaan RTH di Jakarta. Ada tiga lokasi RTH yang dikaji, yaitu Taman Gunung Agung, Ocean Ecopark   Ancol dan Taman Daihatsu. Profil RTH Kajian ini dapat dilihat pada tabel 1.

 Agung Mungky Prayitna

Tabel 1. Profil RTH Kajian RTH Kajian

 Variabel

Taman Gunung  Agung

Ocean Ecopark  Ancol

Lokasi

Jl. Kwitang Raya, Jakarta Pusat

Kepemilikan Lahan

Pemerintah Jakarta

PT. Taman Impian Jaya  Ancol

Jenis RTH

Taman Kota

Taman Wisata  Alam

Luas (m2)

10663

336000

RTH Publik

RTH Privat

RTH Publik

Tidak berbayar

berbayar

Tidak berbayar

lahan

Jenis RTH menurut kepemilikan  Akses publik

untuk

Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara

Rencana Tata Ruang Jakarta 2011-2030 memiliki kebijakan untuk menyediakan 30 % RTH di Jakarta Target ini diharapkan bisa tercapai dalam waktu 20 tahun. Salah satu Taman strategi untuk mewujudkannya adalah dengan Daihatsu meningkatkan kuantitas dan kualitas RTH yang didistribusikan di seluruh kawasan kota, juga Cibubur, dengan mempertahankan RTH yang ada. Selain Jakarta Timur itu, penyediaan RTH di Jakarta dicapai melalui perubahan fungsi ruang dan wilayah yang POLRI memiliki potensi atau ditetapkan sebagai RTH,  juga dengan mengembangkan RTH privat di Taman Rekreasi daerah pribadi yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai RTH. Pencapaian 30 % RTH di Jakarta dilakukan melalui alokasi 14 % 1200 RTH publik dan 16 % RTH privat.

Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Pemerintah untuk Melibatkan Sektor Swasta dalam Penyediaan RTH Kebijakan Dalam hal penyediaan RTH, pemerintah Jakarta mengacu pada beberapa kebijakan yang terkait. Kebijakan ini adalah kebijakan yang diterapkan pada tingkat nasional dan di tingkat lokal itu sendiri. Kebijakan ini dianggap memiliki efek pada bagaimana cara pemerintah Jakarta mengatur dan mengelola RTH perkotaan, khususnya dalam melibatkan sektor swasta dalam penyediaan RTH. Pemerintah Jakarta mengelola ruangnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Penataan Ruang mengatur tentang bagaimana suatu wilayah administrasi harus mengatur kebijakan spasial melalui rencana tata ruang. UU Penataan Ruang menetapkan alokasi RTH minimal sebesar 30 % dari luas wilayah. Jumlah 30 % RTH itu terdiri dari 20 % RTH publik dan 10 % RTH privat.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2011-2030, salah satu strategi utama dalam pengembangan RTH adalah dengan melibatkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dan sektor swasta dalam penyediaan, peningkatkan kualitas, dan mempertahankan RTH baik publik maupun privat. Selain instrumen perizinan dan insentif sebagaimana diatur dalam rencana tata ruang, ada juga peraturan mengenai masyarakat dan partisipasi sektor swasta yang secara khusus mengatur tentang kemitraan di bidang taman. Keputusan Gubernur Jakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kerja Sama Kemitraan Di Bidang Pertamanan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta mendorong keterlibatan masyarakat dan swasta dalam mengatur, mengembangkan, rehabilitasi, dan pemeliharaan taman kota, koridor hijau, ornamen kota, dan jenis lain dari RTH. Kerjasama ini dianggap sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik dalam penyediaan RTH khususnya di bidang taman. Pembiayaan Masalah kurangnya dana sering menjadi salah satu faktor yang menghambat penyediaan layanan oleh pemerintah. Masalah yang sama  juga dihadapi dalam penyediaan RTH di Jakarta.  Anggaran yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi dana yang diperlukan untuk mewujudkan ketentuan RTH. Situasi ini tentu akan menghambat upaya untuk mewujudkan Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK V3N3| 413

Kajian Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan RTH di Jakarta

 jumlah RTH yang ideal. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Jakarta, target untuk RTH publik telah ditetapkan sebesar 14 % dari total luas Jakarta. Namun jumlah sebenarnya RTH publik di Jakarta adalah sebesar 9.84 %. Ada deviasi antara kondisi eksisting dan jumlah target sebesar 4,16 %. Dalam memenuhi kekurangan tersebut, pemerintah Jakarta harus memperoleh tanah untuk dikembangkan menjadi RTH. Biaya pembelian lahan sebesar 4,16 % sangat tinggi, mengingat tingginya nilai tanah di Jakarta. Sementara itu, pemerintah Jakarta memiliki keterbatasan untuk menyediakan anggaran yang memadai untuk tujuan itu. Masalahnya tidak hanya sebatas pada pembebasan lahan saja, namun dalam hal lain  juga menghadapi permasalahan anggaran. Misalnya, kegiatan pemeliharaan harus dikurangi intensitasnya karena anggaran tidak mencukupi untuk melaksanakan pemeliharaan yang ideal. Oleh karena itu, aktivitas pemotongan rumput yang seharusnya dilakukan dalam setiap 3-4 minggu itu bisa dilakukan di setiap 6-8 minggu. Dalam menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jakarta sedang mengembangkan kemitraan dengan sektor swasta dalam penyediaan RTH. Berdasarkan fakta di atas, salah satu hal yang merupakan pendorong dalam keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan RTH adalah masalah pendanaan. Anggaran yang tersedia hanya mampu menyediakan sekitar 10 hektar lahan untuk dikembangkan sebagai RTH publik. Hal ini terutama karena tingginya nilai tanah di Jakarta. Sementara itu, jumlah lahan yang dibutuhkan untuk mewujudkan target RTH publik 14 % pada tahun 2030 adalah 2.600 hektar atau sama dengan 130 hektar/ tahun. Oleh karena itu, pemerintah perlu didukung oleh para pemangku kepentingan lainnya dalam mewujudkan kinerja yang lebih baik dalam penyediaan RTH terutama dalam mendukung pendanaan. Salah satu alternatifnya adalah dengan melibatkan sektor swasta yang dianggap memiliki potensi besar dalam hal pendanaan. Sumber daya mereka dapat digunakan untuk 414 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N3

mengurangi kesenjangan antara kondisi ideal dan aktual penyediaan RTH. Meski sampai saat ini, kemitraan dengan sektor swasta masih terbatas dalam membangun dan mempertahankan ruang hijau publik, karena lahan tersebut masih disediakan oleh pemerintah. Ketersediaan Lahan Saat ini sebagian besar wilayah di Jakarta telah dikembangkan sebagai daerah dibangun. Pemerintah Jakarta memiliki kesulitan dalam menyediakan lahan untuk RTH di Jakarta. Hal ini tidak hanya karena lahan sudah terbatas  jumlahnya, sebagian besar lahan di Jakarta juga dimiliki oleh masyarakat dan sektor swasta. Oleh karena itu, pemerintah perlu didukung oleh para pemangku kepentingan dalam memberikan lahan untuk penyediaan RTH. Jumlah RTH di Jakarta sekarang adalah 6,309.89 hektar atau 9.84 % dari total luas Jakarta. Jumlah tersebut adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh Pemda DKI yang terdiri dari hutan lindung (241,46 hektar), hijau umum (2,385.13 hektar), kuburan (332,97 hektar), taman (529,26 hektar), taman rekreasi (686,10 hektar), bendungan, danau dan sungai (1,632.53 hektar), sawah (168,35 hektar), dan sabuk hijau pesisir (333,88 hektar). Sementara itu, target untuk RTH publik di Rencana Tata Ruang Jakarta 2011-2030 adalah 14 %. Ini berarti bahwa pemerintah Jakarta harus menyediakan sekitar 4 % atau 2.600 hektar lahan untuk dikembangkan sebagai RTH publik. Jakarta memiliki potensi RTH sebesar 21,517.04 hektar atau 33,38 % dari total luas . Potensi RTH publik mencapai jumlah 9,440.35 hektar atau 14.64 %, sedangkan potensi RTH privat mencapai sebesar 12,076.69 hektar atau 18.74 %. Sesuai dengan angka tersebut, dapat dilihat bahwa sebenarnya ada cukup lahan yang potensial untuk dikembangkan menjadi RTH di Jakarta. Rencana tata ruang telah mengalokasikan RTH di Jakarta sebesar 30 % yang terdiri dari 14 % RTH publik dan 16 % ruang hijau privat. Meskipun area untuk RTH publik telah diplot

 Agung Mungky Prayitna

dalam rencana tata ruang sebagai RTH, namun area tersebut dimiliki dan dikendalikan oleh pemerintah Jakarta. Pemerintah hanya memiliki tanah yang merupakan RTH eksisting dan refungsi (merubah fungsi) lahan yang digunakan sebagai fungsi lain menjadi RTH, misalnya SPBU. Lahan yang tidak dimiliki oleh pe merintah masih merupakan kepemilikan orang/swasta. Oleh karena itu, pemerintah harus memperoleh tanah dari orang/swasta untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk penyediaan RTH. Dalam mengatasi masalah keterbatasan lahan, pemerintah perlu mendorong sektor swasta untuk lebih terlibat dalam penyediaan RTH terutama dalam menyediakan lahan untuk RTH di daerah privat karena sebagian besar lahan di Jakarta yang dimiliki oleh masyarakat/swasta. Berdasarkan fakta di atas, ketersediaan lahan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemerintah Jakarta dalam melibatkan sektor swasta dalam penyediaan RTH.

Pemakaman dan Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, instansi teknis dikoordinasikan oleh asisten sekretaris daerah. Dinas Pertamanan dan Pemakaman berada di bawah koordinasi asisten pembangunan dan lingkungan hidup. Sementara itu, Dinas Kelautan dan Pertanian berada di bawah koordinasi Asisten Perekonomian dan  Administrasi. Instansi teknis yang berada di bawah kewenangan asisten sekretaris provinsi yang berbeda ini bisa mengganggu koordinasi antara lembaga-lembaga dalam melaksanakan penyediaan RTH di Jakarta. Kebijakan teknis yang sedang dikembangkan oleh kedua dinas bisa menjadi tidak sinkron/selaras karena kurangnya koordinasi antara kedua dinas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sektor Swasta untuk Berpartisipasi dalam Penyediaan RTH Taman Gunung Agung

Kelembagaan Penyediaan RTH di Jakarta melibatkan institusi yang berbeda dalam pemerintahan Jakarta. Instansi teknis yang memiliki tanggung jawab dalam penyediaan RTH adalah Dinas Pertamanan dan Pemakaman serta Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta. Dinas Pertamanan dan Pemakaman bertanggung  jawab untuk taman kota, pemakaman dan, jalur hijau. Sementara itu, Dinas Kelautan dan Pertanian bertanggung jawab untuk daerah pertanian dan kawasan hutan. Dinas-dinas ini bekerja sama dengan institusi lain dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam penyediaan RTH. Perencanaan RTH dilakukan oleh perencanaan tata ruang sebagai bagian dari rencana pola ruang dalam Rencana Tata Ruang Jakarta. Perumusan rencana tata ruang itu sendiri kemudian dikoordinasikan oleh Bappeda DKI. Badan ini menjadi pemimpin untuk mengkoordinasikan dan sinkronisasi penyusunan rencana tata ruang dengan berbagai lembaga termasuk taman Dinas Pertamanan dan

PT. Gunung Agung, Tbk. adalah sebuah perusahaan toko buku yang didirikan pada tahun 1953 di Jakarta. Perusahaan ini memiliki area bisnis yang luas dengan 32 toko buku yang tersebar di Jawa dan Bali. Selama periode operasi, perusahaan tidak hanya berfokus pada operasi bisnis utamanya, tetapi juga terlibat dalam kegiatan lain. Salah satunya adalah keterlibatan mereka dalam pengembangan Taman Gunung Agung. Taman ini dikembangkan dengan kerjasama antara PT. Gunung Agung dan Pemerintah Jakarta (Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta). Keterlibatan PT. Gunung Agung mengatakan bahwa dalam pengembangan Taman Gunung  Agung Park adalah sebagai bagian dari kontribusi sosial perusahaan. PT. Gunung Agung ingin berpartisipasi dalam menyediakan RTH sebagai bentuk kontribusinya terhadap masyarakat dan lingkungan. PT. Gunung Agung  juga merasa bertanggung jawab atas kondisi hidup dan lingkungan di Jakarta. Partisipasi dalam penyediaan RTH merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan di samping

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK V3N3| 415

Kajian Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan RTH di Jakarta

kegiatan lain di sosial keagamaan, olahraga, dan lain-lain Selain itu, sebagai imbalan atas keterlibatannya dalam pengembangan taman, PT. Gunung  Agung menerima kompensasi yang memungkinkan mereka untuk menempatkan logo atau identitas perusahaan mereka di taman. PT. Gunung Agung merasa bahwa taman dapat menjadi media yang dapat meningkatkan citra perusahaan mereka di mata masyarakat khususnya pelanggan. Mereka menganggap citra perusahaan sebagai sesuatu yang penting di dalam bisnis ritel. Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa motif yang menjadi latar belakang perusahaan untuk berpartisipasi dalam penyediaan ruang terbuka hijau di Jakarta. PT. Gunung Agung melihat bahwa partisipasi mereka sebagai bagian dari kontribusi sosial kepada masyarakat yang dapat diklasifikasikan sebagai tanggung  jawab Philantrofi. Kemudian, mereka juga merasa bahwa mereka bertanggung jawab atas kondisi hidup dan lingkungan di Jakarta yang dapat diidentifikasi sebagai tanggung jawab etis perusahaan. Akhirnya, kesempatan untuk menempatkan identitas perusahaan mereka sebagai nama taman dengan papan tanda yang dimasukkan ke dalam beberapa bagian dari taman sebagai upaya membangun citra perusahaan kepada masyarakat. Dengan citra perusahaan yang baik, perusahaan mengharapkan untuk mempertahankan pelanggan dan mendapatkan pelanggan yang lebih potensial. Motif ini dapat dikategorikan sebagai tanggung jawab ekonomi yang mungkin merupakan motif utama dari partisipasi mereka. Ocean Ecopark Ancol  Ancol memiliki dua kegiatan usaha utama yaitu properti dan rekreasi. Bisnis properti sedang dikembangkan oleh PT. Pembangunan Jaya  Ancol, sedangkan bisnis rekreasi sedang dikembangkan oleh PT. Taman Impian Jaya  Ancol. PT. Taman Impian Jaya Ancol memiliki posisi sebagai anak perusahaan dari PT. Pembangunan Jaya Ancol. Daerah rekreasi Ancol itu sendiri memiliki beberapa unit bisnis. Unit416 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N3

unit bisnis tersebut mengelola berbagai jenis kegiatan seperti daerah pantai, taman hiburan Dunia Fantasi, fasilitas golf (sekarang menjadi Ocean Ecopark   Ancol), akomodasi, Kolam renang, Atlantis, Gelanggang Samudera, pasar seni, dan kerjasama dengan mitra bisnis lainnya. PT. Taman Impian Jaya Ancol memiliki rencana untuk meningkatkan efektivitas tanahnya. Mereka merasa bahwa meskipun nilai tanah meningkat, penggunaan lahan belum optimal terutama di tanah yang sebelumnya digunakan sebagai lapangan golf. Lapangan golf dengan luas 33.6 hektar dianggap memiliki tingkat rendah dari produktivitas lahan karena hanya dikunjungi oleh jumlah pengunjung yang sedikit. Kondisi itu berlawanan dengan apa yang terjadi di taman Dunia Fantasi dengan luas 14,72 hektar yang bisa menarik banyak pengunjung dan menghasilkan pendapatan tertinggi, memiliki tingkat produktivitas tanah yang tinggi. Oleh karena itu, perusahaan memutuskan untuk mengubah lapangan golf menjadi ecopark sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan. Selain itu, konversi lapangan golf ke ecopark   dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat ke daerah yang sebelumnya hanya bisa diakses oleh sejumlah orang. Kehadiran ecopark diharapkan dapat memberikan daya tarik baru bagi masyarakat yang terkait dengan lingkungan alam. Pengembangan Ancol Eco Park   adalah bagian dari realisasi konsep ancol hijau (green   ancol) yang sedang dikembangkan oleh PT. Taman Impian Jaya Ancol. Sesuai dengan konsep green   ancol, perusahaan ingin mengembangkan koridor hijau sepanjang daerah rekreasi Ancol yang akan menghubungkan pantai marina di sisi barat dengan pantai carnaval di sisi timur Daerah terbuka ini akan digunakan untuk pendidikan, hiburan, dan kegiatan olahraga yang aktif. Melalui konsep hijau ini, perusahaan ingin mewujudkan RTH sebagai paru-paru untuk daerah ancol. Ocean Ecopark   Ancol adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan konsep green ancol ini.

 Agung Mungky Prayitna

 Aksesibilitas taman menjadi perhatian utama perusahaan. Salah satu latar belakang pembangunan taman ini adalah karena perusahaan ingin daerah ini untuk dapat diakses oleh lebih banyak orang. Taman ini diharapkan dapat memberikan daya tarik lebih kepada pengunjung ancol yang bisa diakses secara bebas. Selain itu, pengembangan Ocean Ecopark   Ancol adalah bentuk kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang tercantum dalam Rencana Tata Ruang Jakarta. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Jakarta, daerah ini dapat dibangun dengan KDB 20 %. Oleh karena itu, perusahaan memutuskan untuk mengembangkan Ocean Ecopark Ancol sebagai pengganti lapangan golf karena dapat menghasilkan daerah yang lebih hijau dan mempertahankan pengembangan kawasan yang dibangun berada di bawah 20 %. Perkembangan Ocean Ecopark   Ancol juga dapat dilihat sebagai kontribusi perusahaan untuk penyediaan RTH di Jakarta. Mereka menyadari bahwa Jakarta hanya memiliki sedikit daerah yang berfungsi sebagai RTH. Oleh karena itu, perusahaan berharap bahwa ecopark ini dapat memainkan perannya sebagai salah satu paruparu kota dan daerah resapan air. Berdasarkan temuan, ada beberapa motif di balik keputusan perusahaan untuk mengembangkan ecopark ini. Pertama-tama, perusahaan ingin meningkatkan jumlah pengunjung ke daerah ancol dengan menciptakan daya tarik baru dalam bentuk Ocean Ecopark   Ancol yang dapat diakses oleh semua pengunjung ancol. Perusahaan mengharapkan untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan dari kehadiran taman ini karena memiliki segmen pasar yang lebih besar. Sebelumnya daerah ini berfungsi sebagai lapangan golf yang hanya dapat diakses dengan sejumlah orang yang terbatas. Motif ini berkaitan dengan tanggung jawab ekonomi perusahaan dalam hal pengambilan keuntungan. Kemudian, taman ini adalah bentuk kepatuhan perusahaan terhadap peraturan dalam hal KDB dan KDH. Daerah ini diatur dengan KDB 20 %; maka pembangunan di kawasan ini harus didominasi oleh area hijau. Perusahaan mematuhi peraturan dengan mengembangkan

kawasan ini sebagai taman yang didominasi oleh area hijau. Motif ini berkaitan dengan tanggung  jawab hukum perusahaan dalam mematuhi peraturan tata ruang. Selain itu, perusahaan sebagai bagian dari masyarakat Jakarta juga merasa bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan Jakarta yang kekurangan RTH. Mereka ingin berkontribusi dalam penyediaan RTH di Jakarta melalui pengembangan taman ini yang diharapkan dapat menjadi salah satu paruparu dan daerah resapan air. Motif ini dapat diidentifikasi sebagai tanggung jawab etis dari perusahaan pada isu-isu lingkungan di Jakarta. Taman Daihatsu PT. Astra Daihatsu Motor (PT. ADM) adalah sebuah perusahaan multinasional yang memiliki bisnis utama dalam industri otomotif. Dalam kegiatan bisnis sehari-hari, perusahaan ini tidak hanya berkonsentrasi dalam memproduksi dan menjual produk mereka, tetapi mereka juga memiliki kepedulian dengan posisi mereka sebagai bagian dari lingkungan sosial. Corporate Social Responsibility   (CSR) adalah konsep yang sedang dilakukan oleh perusahaan dalam memainkan perannya dalam masyarakat. Dalam melakukan CSR, perusahaan memiliki 4 pilar yang terdiri dari hijau, sehat, cerdas, dan aktivitas yang menghasilkan pendapatan. PT. ADM sebagai perusahaan otomotif multinasional merasa bertanggung jawab dengan kondisi lingkungan. Perusahaan merasa bahwa mereka juga telah memberi kontribusi pada polusi udara yang dihasilkan dari emisi otomotif, meskipun produk mereka telah lulus persyaratan tes polusi; Oleh karena itu, mereka sangat berkomitmen untuk mendukung upaya untuk membuat lingkungan lebih hijau karena mereka juga melihat ada penurunan jumlah RTH dari waktu ke waktu. Dalam keterlibatan mereka di Taman Lalu Lintas Cibubur, PT. ADM menjalankan dua prinsip mereka yaitu sehat dan cerdas. Taman ini didedikasikan untuk kepentingan umum. Ada banyak jenis kegiatan yang terkait dengan bidang polisi diperkenalkan di taman ini terutama yang terkait dengan peraturan lalu lintas. Taman ini sering dikunjungi oleh anakJurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK V3N3| 417

Kajian Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan RTH di Jakarta

anak sekolah sebagai bagian dari pendidikan lalu lintas pada tahap awal. Oleh karena itu, taman ini memberikan manfaat bagi perkembangan sosial dan lingkungan. Manfaat yang diterima PT. ADM dari kerjasama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah bahwa setiap kegiatan yang dilakukan di taman ini selalu diliput oleh media. Selain itu, perusahaan dapat menempatkan logo mereka pada setiap barang yang dikontribusikan pada Taman Lalu Lintas Cibubur (lihat gambar 5.6). Meskipun kegiatan CSR tidak dimaksudkan sebagai kegiatan promosi, tapi dapat meningkatkan citra perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa motif yang menjadi latar belakang PT. ADM untuk berpartisipasi dalam penyediaan RTH. Pertama, tanggung jawab etis adalah di mana perusahaan merasa bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan di Jakarta yang memburuk. Mereka berkomitmen untuk mendukung kegiatan lingkungan khususnya kegiatan penghijauan. Kedua, tanggung jawab filantropi berkaitan dengan kegiatan perusahaan dalam pengembangan taman, karena sebagai kontribusi perusahaan kepada masyarakat dan bina lingkungan. Akhirnya, tanggung jawab ekonomi berkaitan dengan citra perusahaan yang diperoleh melalui partisipasi. Logo perusahaan diletakkan pada setiap barang yang dikontribusikan untuk taman. Selain itu, PT.  ADM bisa mendapatkan publikasi gratis di setiap acara yang digelar di taman. Citra perusahaan penting untuk membangun kredibilitas perusahaan dan memperoleh kepercayaan dari para pemangku kepentingan. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemerintah untuk melibatkan sector swasta dalam penyediaan RTH, yaitu kebijakan, pembiayaan, ketersediaan lahan dan kelembagaan. Pemerintah Jakarta mengacu pada beberapa kebijakan baik kebijakan di tingkat nasional dan kebijakan tingkat lokal dalam mengatur penyediaan RTH. Undang418 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N3

Undang Nomor 26 Tahun 2007tentang Penataan Ruang mengatur jumlah minimal 30% RTH harus tersedia di daerah perkotaan yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Dengan mengacu pada Undang-undang, rencana tata ruang Jakarta menetapkan jumlah 30 % RTH yang terdiri dari 14% RTH publik dan 16% ruang hijau privat. Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi dalam penyediaan RTH di Jakarta, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI serta Dinas Kelautan dan Pertanian DKI adalah instansi yang bertanggung jawab dalam penyediaan RTH di Jakarta. Pemerintah Jakarta juga mencoba untuk mengakomodasi partisipasi pemangku kepentingan dalam penyediaan ruang terbuka hijau melalui kemitraan dengan Keputusan Gubernur Jakarta Nomor 2 Tahun 2002 Petunjuk Pelaksanaan Kerja Sama Kemitraan Di Bidang Pertamanan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Selain itu, dalam penyediaan RTH di Jakarta, Pemda DKI menyadari bahwa mereka tidak dapat melaksanakan tugas mereka sendiri. Mereka perlu didukung oleh pemangku kepentingan lainnya, dalam hal ini sektor swasta, dalam mewujudkan kinerja yang lebih baik dalam penyediaan RTH. Ada tiga faktor yang mempengaruhi pemerintah dalam melibatkan sektor swasta dalam penyediaan ruang terbuka hijau yang terdiri dari kebijakan, pembiayaan, dan ketersediaan lahan. Untuk faktor kebijakan, rencana tata ruang menetapkan target 14% RTH publik dan 16% ruang hijau swasta yang mendorong pemerintah untuk melibatkan sektor swasta dalam mengembangkan RTH privat di lahan mereka, , serta untuk mendukung pemerintah dalam penyediaan RTH publik. Kemudian untuk faktor pembiayaan, anggaran pemerintah yang tersedia tidak cukup untuk melaksanakan ketentuan mengenai RTH khususnya dalam memperoleh lahan baru, oleh karena itu keterlibatan sektor swasta dapat membantu untuk mengurangi kesenjangan antara kondisi ideal dan kondisi eksisting dalam penyediaan RTH publik. Meski sampai saat ini, kemitraan dengan sektor swasta masih terbatas dalam

 Agung Mungky Prayitna

pembangunan dan pemeliharaan RTH. Untuk faktor ketersediaan lahan, potensi yang tinggi dari RTH privat menunjukkan bahwa terdapat banyak potensi RTH di daerah privat, dengan demikian, pemerintah dapat mendorong partisipasi swasta terutama dalam mengembangkan RTH privat. Berdasarkan tiga studi kasus RTH yang dipelajari dalam penelitian ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam penyediaan RTH. Faktorfaktor ini adalah sesuai dengan konsep piramida CSR yang diperkenalkan oleh Carroll (1991). Pertama-tama, tanggung jawab ekonomi menjadi motif utama perusahaan untuk berpartisipasi dalam penyediaan RTH. Dalam kasus Ecopark Ancol, PT. Taman Impian Jaya  Ancol ingin meningkatkan pendapatan dengan menarik lebih banyak pengunjung dengan keberadaan taman ini, sementara dalam kasus Taman Gunung Agung dan Taman Daihatsu, PT. Gunung Agung dan PT. Astra Daihatsu Motor berharap untuk membangun citra perusahaan melalui keterlibatan mereka dalam pembangunan dan pemeliharaan taman. Kedua, tanggung jawab hukum menjadi motif PT. Taman Impian Jaya Ancol karena mereka mengembangkan Ecopark Ancol juga sebagai upaya untuk mematuhi izin pemanfaatan ruang. Ketiga, tanggung jawab etis menjadi motif untuk tiga perusahaan karena mereka merasa bertanggung jawab dengan kondisi lingkungan di Jakarta, sehingga mereka memutuskan untuk berpartisipasi dalam penyediaan RTH. Keempat, tanggung jawab filantropi menjadi motif PT. Gunung Agung dan PT. Astra Daihatsu Motor karena mereka menganggap keberadaan taman yang mereka sediakan sebagai kontribusi sosial mereka terhadap masyarakat dan lingkungan. Rekomendasi 1.

Pemerintah DKI Jakarta harus merumuskan peraturan daerah tentang RTH yang akan menjadi kerangka hukum utama untuk penyediaan RTH, penataan kelembagaan, mekanisme untuk partisipasi, mekanisme pengendalian dan mekanisme insentifdisinsentif.

2.

3.

4.

Pemerintah DKI Jakarta perlu kembali merumuskan alokasi RTH menjadi proporsi yang dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap RTH seperti yang dipersyaratkan dalam Undang-undang Penataan Ruang, yaitu 20% RTH publik. Pemerintah harus mengembangkan skema baru dalam mekanisme partisipasi yang dapat meningkatkan tingkat partisipasi sektor swasta. Skema ini bisa dalam bentuk perjanjian perencanaan di mana Pemda DKI membuat perjanjian dengan pengembang untuk menyediakan lahan dan dana pembangunan RTH dengan insentif perizinan atau zonasi. Partisipasi sektor swasta bermanfaat dalam mendukung Pemda DKI untuk menyediakan RTH. Namun, ini tidak harus menjadi strategi utama bagi pemerintah Jakarta dalam mengatasi masalah RTH di Jakarta. Pemerintah Jakarta bisa mengembangkan strategi lain dalam penyediaan RTH. Salah satunya bisa dalam bentuk kerjasama dengan lembaga-lembaga nasional. Sebagai ibu kota Indonesia, Jakarta menjadi pusat kegiatan pemerintah pusat. Sebagian besar lembaga-lembaga nasional berbasis di Jakarta, dan banyak dari lembaga ini memiliki aset tanah yang terletak di Jakarta. Kondisi ini menciptakan peluang kerjasama dengan lembaga-lembaga nasional dalam mengembangkan ruang hijau.

Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ridwan Sutriadi, Ir., MT, Ph.D. selaku pembimbing atas bimbingan dan pengarahan selama penelitian Daftar Pustaka  Austin, Richard L. Et.al (eds). (1985). The Yearbook of Landscape Architecture, the Issue of Energy . New York: Van Nostrand Reinhold Company Inc. Carroll, A.B. (1991). The Pyramid of Corporate Responsibility: Toward the Moral Management of Organizational Stakeholder. Business Horizons, Vol. 34, July-August Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK V3N3| 419

Kajian Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Penyediaan RTH di Jakarta

Grey, Gene W., and Frederick C. Deneke. (1978). History of Urban Forestry. In: Urban Forestry. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kerja Sama Kemitraan Di Bidang Pertamanan Laurie, Michael. (1975).  An Introduction to Landscape Architecture, New York: American Elsevier Publishing Company Inc. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

420 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N3

New York: John Wiley & Sons Book Company,Inc., pp. 1-9. ISBN:0-471-01515-6 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jakarta Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF