Keperawatan Bencana
March 26, 2018 | Author: Adhiaksa Putra Wibawa | Category: N/A
Short Description
Juice...
Description
DEFINISI BENCANA (DISASTER) Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia definisi bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar. Pengertian bencana atau disaster menurt Wikipedia: disaster is the impact of a natural or manmade hazards that negatively effects society or environment (bencana adalah pengaruh alam atau ancaman yang dibuat manusia yang berdampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan). Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana. Bencana adalah peristiwa atau masyarakat rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakanlingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan olehalam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanahlongsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena. Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa merubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP). 1. Jenis Bencana Usep Solehudin (2005) mengelompokkan bencana menjadi 2 jenis yaitu: Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-kejadian alami seperti kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus, badai, kekeringan, wabah, serangga dan lainnya. Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu kejadian-kejadian karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan komunikasi, gangguan transportasi dan lainnya. Sedangkan berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari: a. Bencana Lokal Bencana ini biasanya memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan disekitarnya. Biasanya adalah karena akibat faktor manusia seperti kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya. b. Bencana Regional
Jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis yang cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam, seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya. 2. Fase-fase Bencana Menurut Barbara Santamaria (1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu bencana, yaitu diantaranya : Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga, dan warga masyarakat. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase impact ini terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan darurat dilakukan. Fase postimpact adalah saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase darurat, juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas normal. Secara umum dalam fase postimpact ini para korban akan mengalami tahap respon psikologis mulai penolakan, marah, tawar-menawar, depresi hingga penerimaan. 3. Evolusi pandangan terhadap bencana a. Pandangan Konvensional Bencana merupakan sifat alam. Terjadinya bencana : Kecelakaan (accident) ; tidak dapat diprediksi, tidak menentu, tidak terhindarkan, dan tidak terkendali. Masyarakat dipandang sebagai ‘korban’ dan ‘penerima bantuan’ dari pihak luar. b. Pandangan Ilmu Pengetahuan Alam Bencana merupakan unsur lingkungan fisik yang membahayakan kehidupan manusia. Karena kekuatan alam yang luar biasa. Proses geofisik, geologi dan hidrometeorologi. Tidak memperhitungkan manusia sebagai penyebab bencana. c. Pandangan Ilmu Terapan Besaran (magnitude) bencana tergantung besarnya ketahanan atau kerusakan akibat bencana. Pengkajian bencana ditujukan pada upaya meningkatkan kekuatan fisik struktur bangunan untuk memperkecil kerusakan. d. Pandangan Progresif Menganggap bencana sebagai bagian dari pembangunan masyarakat yang ‘normal’. Bencana adalah masalah yang tidak pernah berhenti. Peran sentral dari masyarakat adalah mengenali bencana itu sendiri. e. Pandangan Ilmu Sosial Fokus pada bagaimana tanggapan dan kesiapan masyarakat menghadapi bahaya. Ancaman adalah alami, tetapi bencana bukan alami. Besaran bencana tergantung perbedaan tingkat kerawanan masyarak. f. Pandangan Holistik Menekankan pada ancaman (threat) dan kerentanan (vulnerability), serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi risiko. Gejala alam menjadi ancaman jika mengancam hidup dan harta-benda. Ancaman akan berubah menjadi bencana jika bertemu dengan kerentanan. 4. Paradigma-paradigma Penanggulangan Bencana Daur Penanggulangan Bencana : Memandang bencana sebagai rentetan kejadian dengan fokus ketika, sebelum dan sesudah bencana. Model Kue-marmer : Upaya penanggulangan bencana dapat dilaksanakan setiap saat, masingmasing meluas atau menyempit, tergantung pada risiko yang dihadapi.
Tabrakan Unsur : Upaya mengatasi (melepaskan tekanan) kerentanan (tekanan) yang berakar pada proses proses sosial ke arah masyarakat yang aman, berdaya tahan, dan berkesinambungan. Pengurangan Risiko : Upaya-upaya untuk mengatasi secara komprehensif dan terpadu untuk mengurangi risiko bencana. PERAN PERAWAT KOMUNITAS DALAM MANAJEMEN KEJADIAN BENCANA Perawat komunitas dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki tanggung jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap preimpact, impact/emergency, dan post impact. Peran perawat disini bisa dikatakan multiple; sebagai bagian dari penyusun rencana, pendidik, pemberi asuhan keperawatan bagian dari tim pengkajian kejadian bencana. Tujuan utama : Tujuan tindakan asuhan keperawatan komunitas pada bencana ini adalah untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang terkena bencana tersebut. 1. Peran Perawat a. Peran dalam Pencegahan Primer Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain: 1) Mengenali instruksi ancaman bahaya, 2) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda), 3) Melatih penanganan pertama korban bencana, dan 4) Merkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat. Pendidikan kesehatan diarahkan kepada : 1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut). 2) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan pertama luka bakar. 3) Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rs dan ambulans. 4) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai). 5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana. b. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase) Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan. Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase). TRIASE : 1) Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II. 2) Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat
bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II. 3) Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi. 4) Hitam — meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal. c. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana 1) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari. 2) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian. 3) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS. 4) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian. 5) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan. 6) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa. 7) Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot). 8) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain. 9) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater. 10) Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi. d. Peran perawat dalam fase postimpact Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis korban. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal. Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi. PERAWATAN YANG DIPERLUAS Perawatan yang diperluas adalah system perawatan yang ditambah, bukan hanya di rumah sakit melainkan juga di panti-panti, seperti panti werda, panti rehabilitasi dan lain-lain. Pada umumnya perawatan yang diperluas bertujuan untuk mengklasifikasikan pasien yang memiliki kebutuhan terapeutik yang berbeda dari pasien umumnya. Berikut adalah beberapa contoh perawatan yang diperluas: 1. PANTI REHABILITASI TUNA RUNGU WICARA Panti : Berdasrkan pada kamus besar Indonesia mempunyai arti suatu rumah tempat tinggal Rehabilitasi :
Berdasarkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti pemulihan kepada kedudukan (keadaaan, nama baik) yang dahulu (semula); perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (contohnya : pasien rumah sakit, korban bencana)
supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat. Tuna : Berdasarkan pada Kamus Umum Bahasa Indonesia, mempunyai arti luka; rusak. Rungu : Berdasarkan pada kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti pendengaran Wicara : Berdasarkan pada kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti rangkaian bunyi bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi; tutur kata; bicara; yang dihasilkan
dengan udara lewat kerongkongan. Jadi pengertian Panti Rehabilitasi Tuna Rung Wicara Bandung adalah suatu organisasi yang menyediakan tempat bagi orang-orang yang menderita suatu kekurangan pada kemampuan berbicara dan pendengaran atau keduanya yang diakibatkan oleh bawaan semenjak lahir atau akibat kecelakaan.
FUNGSI DAN TUJUAN PANTI REHABILITASI TUNA RUNGU WICARA Fungsi Dalam pelaksanaan tugas pelayanan, maka program Panti Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara Bandung diselenggarakan melalui tahap sebagai berikut : - Melaksanakan sebagian tugas teknis Dinas Kesejahteraan Sosial. - Melakasanakan kebijaksanaan teknis operasional pelayanan Penayandang Masalah -
Kesejahteraan Sosial (PMKS) dengan sistem panti. Sebagai pusat pengembangan, penyebaran dan pelayanan kesejahteraan sosial. Sebagai pusat pemberdayaan dan pengembangan kesempatan kerja Tuna Rungu
-
Wicara. Sebagai pusat latihan keterampilan. Sebagai pusat advokasi dan informasi kesejahteraan sosial. Sebagai pusat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi lainnya. Sebagai pusat laboratorium rehabilitasi sosial.
Tujuan Tujuan dari Panti Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara Badung adalah sebagai berikut :
Penyusunan
kesejahteraan penyandang Tuna Rungu Wicara. Pengkajian dan analisa teknis operasional pelayanan penyandang masalah
rencana
teknis
operasional
kesejahteraan Tuna Rungu Wicara.
pelayanan
penyandang
masalah
Pelaksanaan kebijakan teknis operasional pelayanan penyadang masalah sosial Tuna
Rungu Wicara. Pelaksanaan identifikasi dan registrasi calon kelayan. Pelaksanaan pemberian penyantunan, bimbingan dan rehabilitasi sosial terhadap
penyandang Tuna Rungu Wicara. Pelaksanaan penyaluran dan pembinaan lanjut. Pelaksanaan evaluasi proses pelayanan panti dan pelaporan. Pelayanan evaluasi proses pelayanan panti dan pelaporan. Pengelolaan ketatausahaan.
KEGIATAN YANG DILAKUKAN Pencegahan Dimaksudkan jika penderita termasuk dalam golongan cacat yang masih dapat disembuhkan maka tindakan pencegahan dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan yang lebih parah pada organ yang berhubungan dengan kecacatan yang diderita dengan melakukan terapi dan pengobtan klinis. Untuk penderita cacat yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi maka dilakukan tindakan pencegahan supaya penderita tidak mengalami kemunduran yang sangat signifikan baik secara psikologis, mental dan pendidikan yang diakibatkan oleh kekurangan yang dideritanya. Rehabilitasi Sosial Sebagai proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Bimbingan rehabilitasi sosial ini terdiri dari, yaitu :
Pembinaan fisik. Pembinaan mental. Pembinaan sosial. Pelatihan Keterampilan.
Resosialisasi
Kegiatan ini merupakan komponen pelayanan dan rehabilitasi yang diarahkan untuk menyiapkan kondisi Tuna Rungu Wicara yang akan kembali kepada keluarganya dan masyarakat. Kegitan ini meliputi :
Pendekatan kepada Tuna Rungu Wicara untuk kesiapan kembali ke lingkungan
keluarga dan masyarakat tempat tinggalnya. Menghubungi dan memotivasi pihak keluarga serta lingkungan masyarakat untuk menerima kembali.
Pembinaan Lanjut Pemberian keterampilan pada Tuna Rungu Wicara sebagai modal usaha sehingga ketika mereka lepas dari panti dapat hidup mandiri. 2. PANTI WERDHA Panti : Berdasarkan pada kamus besar Indonesia mempunyai arti suatu rumah tempat tinggal Werdha Werdha berarti orang lanjut usia.
Panti Werdha adalah suatu rumah tempat tinggal bagi orang lanjut usia yang terlantar dan tak terurus. Keberhasilan pembangunan terutama dalam bidang kesejahteraan dan kesehatan
berdampak terhadap meningkatnya usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup ini berbading terbalik dengan angka kelahiran yang disebabkan oleh keberhasilan program Keluarga Berencana dan keengganan ibu-ibu untuk melahirkan anak lebih dari dua orang. Akibatnya terjadi perubahan struktur penduduk menjadi berbentuk piramid terbalik, dimana jumlah orang lanjut usia lebih banyak dibandingkan anak berusia 14 tahun kebawah. Sekarang ini indonesia menempati peringkat keempat dunia dengan penduduk orang berusia lanjut terbanyak di Dunia dibawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data dari BPS penduduk orang lanjut usia (60 tahun keatas) cenderung meningkat. Jumlah penduduk orang lanjut usia di Indonesia tahun 2000 adalah 17.767.709 orang atau 7.97 % dari jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2010 Diprediksikan jumlah orang lanjut usia meningkat menjadi 9,58 % dan pada tahun 2020 sebesar 11,20 %. Peningkatan populsi orang lanjut usia diikuti pula berbagai persoalan-persoalan bagi orang lanjut usia itu sendiri. Penurunan kondisi fisik dan psikis, menurunnya penghasilan akibat pensiun, kesepian akibat ditinggal
oleh pasangan atau teman seusia dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu perhatian besar dan penanganan khusus bagi orang lanjut usia tersebut. Untuk mengatasi salah satu dari berbagai persoalan orang lanjut usia, pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial mengupayakan suatu wadah atau sarana untuk menampung orang lanjut usia dalam satu institusi yang disebut Panti Werdha. Pada awalnya intitusi ini dimaksudkan untuk menampung orang lanjut usia yang miskin dan terlantar untuk diberikan fasilatas yang layak mulai dari kebutuhan makan minum sampai kebutuhan aktualisasi. Namun lambat laun dirasakan bahwa yang membutuhkan pelayanan kesejahteraan lanjut usia yang berbasis panti tidak hanya bagi mereka yang miskin dan terlantar saja, tetapi orang yang berkecukupan dan mapan pun membutuhkannya. Mengapa demikian? Ada beberapa alasan yang yang menyebabkannya, Pertama perubahan tipe keluarga dari keluarga besar (extended family) menjadi keluarga kecil (nuclear family). Dimana pada awalnya dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Tapi sesuai dengan perkembangan keluarga ada tahap dimana keluarga menghadapi anak yang menikah atau membentuk keluarga sendiri, sehingga yang terjadi adalah orang tua akan tinggal berdua saja, tentu saja kondisi ini membutuhkan peran pengganti keluarga. Kedua adalah perubah peran ibu. Pada awalnya peran ibu adalah mengurus rumah tangga, anak-anak, dan lain-lain. Sekarang telah mengalami perubahan dimana ibu juga bertindak sebagai pencari nafkah bekerja di Kantoran dan sebagainya. Sehingga anggota keluarga seperti anak-anak dan kakek serta nenek dititipkan pada institusi tertentu. Ketiga kebutuhan sosialisasi orang lanjut usia itu sendiri. Apabila ia tinggal dalam keluarga mungkin ia akan mengalami perasaan yang bosan ditinggal sendiri, anaknya mungkin berangkat bekerja dan cucunya kesekolah. Sehingga ia membutuhkan suatu lingkungan sosial diamana didalam komunitas tersebut terdapat beberapa kesamaan sehingga ia merasa betah dan kembali bersemangat. Inilah dilema yang terjadi, diperhadapkannya seseorang pada suatu pilihan yang sulit, dimana keluarga mengalami situasi yang tidak memungkinkan untuk merawat sendiri ayah dan ibu yang telah senja karena alasan pekerjaan dan kesibukan lainnya, membuat keluarga tidak memiliki waktu untuk lebih banyak bersama kedua orang tua. Sebaliknya karena lebih seringnya ditinggal seorang diri di Rumah membuat orang tua merasa kesepian dan membutuhakan suatu lingkungan dengan komunitas yang sama. Menjadi tua bukanlah
pilihan tetapi hidup di panti werdha adalah sebuah pilihan. Tidak dipungkiri bahwa keluargalah yang merupakan unit yang paling tepat untuk memberikan pelayananan terhadap orang tuanya yang lanjut usia, dan peran-peran keluarga ini perlu diamaksimalkan. Tetapi jika menghadapi kondisi yang disebutkan diatas maka inilah yang dapat dikatakan sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi oleh keluarga yang memiliki orang tua lanjut usia. Dengan menggunakan jasa panti werdha sebagai suatu solusi adalah tepat. Asalkan pengambilan keputusan/kesepakatan untuk tinggal di Panti Werdha melibatkan seluruh anggota keluarga serta persetujuan orang tua kita yang sudah lansia. Keluarga yang memasukkan orang tuanya ke panti werdha harus tetap menunjukkan kasih sayangnya meski mereka berada di Panti Werdha. Panti Werdha bisa menjadi pilihan yang baik untuk menikmati hari tua. Akan tetapi sebagian masyarakat Indonesia memandangnya sebagai suatu yang negative. Pandangan masyarakat tentang Panti Jompo dan orang tua yang dititipkan di sana agaknya perlu diluruskan. Orang tua yang dititipkan di Panti Werdha tidak berarti mereka terbuang, mereka tetap memiliki keluarga yang merupakan bagian penting dari keberadaannya. Di Panti Werdha mereka menemukan teman yang relative seusia dengannya dimana mereka dapat berbagi cerita. Karena kebereadaan lansia di Panti dengan berbagai karakter serta memiliki berbagai ragam problematika maka dipandang perlu untuk memberikan suatu penanganan khusus sesuai kelebihan serta kekurangan yang mereka miliki. Di Panti Werdha selain mendapatkan pelayanan berupa pemenuhan kebutuhan dasar juga diberikan fungsi positif lainnya yaitu program-program pelayanan sosial yang bisa memberikan kesibukan buat mereka sebagai pengisian waktu luang diantaranya pemberian Bimbingan Sosial, Bimbingan Mental Spiritual serta Rekreasi, penyaluran bakat dan hoby, terapi kelompok, senam dan banyak kegiatan lainnya. Di Panti mereka mendapatkan fasilitas serta kemudahan– kemudahan/aksesibilitas lainnya. selain bersama teman seusianya, mereka juga mendapatkan pelayanan maksimal dari para Pekerja Sosial dimana mereka menemukan hari-harinya dengan ceria. 3. PERAWATAN BENCANA ALAM
Definisi Bencana Alam Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Bencana alam juga dapat diartikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh gejala alam. Sebenarnya gejala alam merupakan gejala yang sangat alamiah dan biasa terjadi pada bumi. Namun, hanya ketika gejala alam tersebut melanda manusia (nyawa) dan segala produk budidayanya (kepemilikan, harta dan benda), kita baru dapat menyebutnya sebagai bencana. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: "bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia. Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup. Perawatan yang dilakukan pada bencana alam berupa perawatan gawatdarurat dimana sangat dibutuhkan peran kolaborasi yang baik diantara para tenaga kesehatan dan saling menghargai untuk menciptakan suasana terapeutik.
View more...
Comments