KELP 2. MANYANKEP.docx
March 12, 2019 | Author: Muhammad Hisyam | Category: N/A
Short Description
Download KELP 2. MANYANKEP.docx...
Description
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Tujuan utama rumah sakit adalah memberikan perawatan pasien. Proses perawatan pasien bersifat dinamis dan melibatkan melibatka n banyak ban yak praktisi kesehatan serta dapat melibatkan berbagai jenis perawatan, departemen, dan layanan. layanan. Integrasi dan koordinasi koordinasi kegiatan perawatan pasien akan menghasilkan proses-proses perawatan yang efisien, penggunaan sumber daya manusia dan lainnya yang efektif, serta kemungkinan kondisi akhir pasien yang lebih baik. Oleh karena itu, pemimpin menerapkan berbagai sarana dan teknik untuk mengintegrasi dan mengkoordinasikan perawatan pasien dengan lebih baik misalnya, perawatan diberikan oleh tim, kunjungan terhadap pasien dilaksanakan oleh berbagai departemen, formulir perencanaan perawatan bersama, rekam medis yang terintegrasi, manajer-manajer kasus (Frelita et al., 2011). Peningkatan mutu pelayanan secara global saat ini terarah kepada asas efektivitas biaya (cost effectiveness), kepuasan pasien (patient satisfaction), dan menjaga mutu pelayanan (quality assurance), yang harus terus menerus dilakukan melalui perbaikan yang berkesinambungan (Kasim, 2010). Proses profesionalisme bidang perawatan merupakan proses berubah jangka panjang yang melibatkan berbagai pihak baik dar i kalangan keperawatan sendiri maupun di luar keperawatan. Hal ini berarti bahwa perawat harus mau berubah ke arah yang lebih baik. Salah satu proses perubahan atau pergeseran yang dialami oleh bidang keperawata n adalah Model asuhan keperawatan yang diterapkan saat memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Yang awalnya para profesional perawat hanya mengenal model asuhan keperawatan tradisional, tetapi sekarang model asuhan keperawatan sudah
1
mengalami perkembangan seiring sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Model asuhan keperawatan yang sekarang sedang dikembangkan adalah model asuhan keperawatan terintegrasi. Asuhan keperawatan terintegrasi tergambar dalam rekam medis pasien. Secara khusus, setiap praktisi kesehatan: perawat, dokter, ahli terapi, ahli gizi dan professional kesehatan lainnya mencatat pengamatan, pengobatan, hasil atau kesimpulan dari pertemuan/ diskusi tim perawatan pasien dalam catatan perkembangan yang berorientasi masalah dalam bentuk SOAP dengan formulir yang sama dalam rekam medis, dengan ini diharapkan dapat meningkatkan komunikasi antar professional kesehatan (Frelita, Situmorang., & Silitonga, 2011; Iyer Patricia & Camp Nancy, 2004). Suatu rencana perawatan tunggal dan terintegrasi yang mengidentifikasi perkembangan terukur yang diharapkan oleh masing-masing disiplin adalah lebih baik daripada rencana perawatan terpisah yang disusun oleh masing-masing praktisi. Rencana per awatan pasien harus mencerminkan sasaran perawatan yang khas untuk masing-masing individu, objektif, dan realistis sehingga nantinya penilaian ulang dan revisi rencana dapat dilakukan. Asuhan keperawatan terintegrasi adalah suatu kegiatan tim yang terdiri dari dokter, perawat/bidan, nutrisionis dan farmasi dalam melaksanakan asuhan yang terintegrasi dalam satu lokasi rekam medis, yang dilaksanakan secara kolaborasi dari masing-masing profesi. Pelayanan terintegrasi berorientasi pada kepentingan pasien dan tidak didominasi oleh satu profesi saja. Dan hal ini berdampak positif terhadap terhadap mutu pelayanan kesehatan (Sutoto, 2015). Dokumentasi yang terintegrasi dapat dijadikan bukti tertulis dari kegiatan yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan multidisiplin yang ada di sebuah ruang rawat.
2
Dokumentasi yang disebut lengkap apabila pencatatan yang dilakukan oleh dokter, perawat, farmasi dan gizi sesuai standar s tandar yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, sehingga bisa melindungi tenaga kesehatan terhadap permasalahan hukum yang terjadi ter jadi (Hariyati, 2014). B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu: 1.
Apa yang dimaksud dengan model asuhan keperawatan terintegrasi
2.
Apa saja model asuhan keperawatan terintegrasi
3.
Apa kelebihan atau kekurangan dari model asuhan keperawatan terintegrasi
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui model asuhan keperawatan terintegrasi
2.
Untuk mengetahui jenis-jenis dari model asuhan keperawatan terintegrasi
3.
Untuk mengetahui kelebihan atau kekurangan dari model asuhan keperawatan terintegrasi
3
BAB II TINJAUAN TEORI A. Practice partnerships
a.
Definisi Kemitraan adalah upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun non pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran peran masing-masing. Dengan demikian untuk membangun kemitraan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu persamaan perhatian, saling percaya dan saling menghormati, harus saling menyadari pentingnya kemitraan, harus ada kesepekatan misi, visi, tujuan dan nilai yang sama harus berpijak pada l andasan yang sama, kesediaan untuk berkorban ( Yoder-Wise, P. S. 2011). 2011). Partnership/kemitraan adalah hubungan yang terjalin antara profesi kesehatan dan partnernya yaitu individu, keluarga dan masyarakat yang memiliki kekuatan atau power,
hubungan
ini
bersifat
fleksibel,
mengutamakan
negosiasi,
saling
menguntungkan dalam rangkaian proses perubahan dan meningkatkan kapasitas dalam kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk mencapai dan atau memperbaiki kesehatan masyarakat (eigti, Guire & Stone. 2002). b.
Syarat Kemitraan 1.
Kesamaan perhatian ( common interest ) Dalam
membangun
kemitraan,
masing-masing
anggota
harus
merasa
mempunyai perhatian dan kepentingan bersama. Tanpa adanya perhatian dan kepentingan yang sama terhadap suatu masalah niscaya kemitraan tidak akan terjadi. Sektor
kesehatan
harus
mampu
menimbulkan
perhatian
4
terhadap masalah kesehatan bagi sektor-sektor non kesehatan, dengan upayaupaya informasi dan advokasi secara intensif. 2.
Saling mempercayai dan menghormati Kepercayaan
(trust) adalah modal
dasar
setiap
relasi/hubungan antar
manusia, kesehatan harus mampu menimbulkan trust bagi partnernya. 3.
Saling menyadari pentingnya arti kemitraan Arti
penting
dari
kemitraan
antar anggota untuk menghasilkan perbaikan kesehatan
adalah sesuatu
masyarakat
pada
mewujudkan yang
kebersamaan
menuju
khususnya,
kearah
kesejahteraan
masyarakat pada umumnya. Penting dilakukan advokasi dan informasi. 4.
Kesepakatan Visi, misi, tujuan dan nilai Visi, misi, tujuan dan nilai tentang kesehatan perlu disepakati bersama, dan akan sangat memudahkan untuk timbulnya komitmen bersama untuk menanggulangi masalah kesehatan bersama, hal ini harus meliputi semua tingkatan organisasi sampai petugas lapangan.
c.
Prinsip Kemitraan a.
Saling menguntungkan (mutual benefit) Saling menguntungkan disini bukan hanya materi tetapi juga non materi, yaitu dilihat dari kebersamaan atau sinergisme dalam mencapai tujuan.
b.
Pendekatan berorientasi hasil Tindakan kemanusiaan yang efektif harus didasari pada realitas dan berorientasi pada tindakan. Hal ini membutuhkan koordinasi yang berorientasi hasil dan berbasis pada kemampuan efektif dan kapasitas operasional yang konkrit. konkrit.
5
c.
Keterbukaan (transparansi) Apa yang menjadi kelebihan kele bihan dan kekurangan masing-masing anggota mitra harus diketahui oleh ol eh anggota yang lain. Transparansi dicapai melalui dialog (pada tingkat yang setara) dengan menekankan konsultasi dan pembagian informasi terlebih dahulu. Komunikasi dan transparansi, termasuk transparansi finansial, membantu meningkatkan kepercayaan antar organisasi.
4.
Kesetaraan Masing-masing pihak yang bermitra harus ha rus merasa duduk sama rendah r endah dan berdiri sama tinggi, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain. Kesetaraan membutuhkan rasa saling menghormati antar anggota kemitraan tanpa melihat besaran dan kekuatan. Para peserta harus saling menghormati serta memahami keterbatasan keterbatas an dan komitmen komitmen yang yang dimiliki satu sama lain. Sikap saling menghormati tidak menghalangi masing-masing organisasi untuk terlibat dalam pertukaran pendapat yang konstruktif.
5.
Tanggung Jawab Organisasi kemanusiaan memiliki tanggung jawab etis terhadap satu sama lain dalam menempuh tugas-tugasnya secara bertanggung jawab dengan integritas dan cara yang relevan dan tepat. Organisasi kemanusiaan harus meyakinkan bahwa mereka hanya akan berkomitmen terhadap sesuatu kegiatan ketika mereka memang memiliki alat, kompetensi, keahlian dan kapasitas untuk mewujudkan komitmen tersebut. Pencegahan yang tegas dan jelas terhadap penyelewengan yang dilakukan oleh para pekerja kemanusiaan harus menjadi usaha yang berkelanjutan.
6
6.
Saling Melengkapi Keragaman dari komunitas kemanusiaan adalah sebuah aset bila dibangun atas kelebihan-kelebihan komparatif dan saling melengkapi kontribusi yang satu dengan yang lain. Kapasitas lokal adalah salah satu aset penting untuk ditingkatkan dan menjadi dasar pengembangan. Ketika memungkinkan, organisasi-organisasi kemanusiaan harus berjuang untuk menjadikan aset lokal sebagai bagian integral dari tindakan tanggap darurat dimana hambatan budaya dan bahasa harus diatasi.
d.
Model Kemitraan Menurut (Efendi, 2009) terdapat lima model kemitraan yang cenderung dapat dipahami sebagai sebuah ideologi kemitraan, sebab model tersebut merupakan azas dan nafas kita dalam membangun kemitraan dengan anggota masyarakat lainnya. Model kemitraan tersebut antara lain:
e.
1.
Kepemimpinan (manageralism) (Rees, (manageralism) (Rees, 2005),
2.
Pluralisme baru (new-pluralism), (new-pluralism),
3.
Radikalisme berorientasi pada negara (state-oriented radicalism), radicalism),
4.
Kewirausahaan (entrepreneurialism) dan (entrepreneurialism) dan
5.
Membangun gerakan (movement-building) (Batsler (movement-building) (Batsler dan Randall, 1992).
Practice Partnership (Praktik Kemitraan) Perawat Dengan Teman Sejawat Dan Tenaga Kesehatan Lainnya. Kemitraan antara tenaga kesehatan sudah ada selama ini walaupun ini walaupun kemitraan yang ada belum sebagai
“mitra”tetapi
perawat sering masih dianggap sebagai
pembantu. Maka dari itu perawat harus berubah ke yang lebih baik terutama untuk ilmu keperawatan dan praktik keperawatan. Keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain keperawatan sebagai bentuk asuhan profesional kepada
7
masyarakat, keperawatan sebagai ilmupengetahuan dan teknologi (iptek), serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuwan dan kelompok masyarakat profesional. Dengan terjadinya perubahan atau pergeseran dari berbagai faktor f aktor yang memengaruhi
keperawatan,
pelayanan/asuhan
keperawatan,
akan
berdampak
perkembangan
pada Iptek
perubahan
keperawatan,
dalam maupun
perubahan dalam masyarakat keperawatan, baik sebagai masyarakat ilmuwan maupun sebagai masyarakat professional (Nursalam, 2015). Prinsip melakukan aktivitas/pemberian asuhan keperawatan adalah harus dapat bekerja sama dengan teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, khususnya tim medis sebagai mitra kerja dalam memberikan asuhan kepada pasien. Aktivitas tersebut harus ditunjang dengan menunjukkan kesungguhan, empati, dan sikap bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diemban. Hal ini diperlukan pada saat ini dan masa yang akan datang dalam upaya mewujudkan jati diri perawat dan menghilangkan masa lalu keperawatan yang hanya bekerja seperti robot dan berada pada posisi inferior dari tim kesehatan lainnya (Nursalam, 2015). American Medical Asosiason (AMA), (1994) mengemukakan bahwa kolaborasi (praktek kemitraan) adalah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktik mereka dan saling mengakui dan menghargai setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat. Di Indonesia salah satu intervensi keperawatan yang belum banyak digali adalah kemampuan keperawatan komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal membina dan bekerjasama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Efendi, 2009).
8
B. Case Management
Manajemen kasus (CM) adalah strategi intervensi yang digunakan oleh beberapa penyedia layanan kesehatan dan sistem untuk menganjurkan klien, penyampaian layanan kesehatan, dan memfasilitasi hasil dari biaya dan kualitas. Berawal dari tekanan untuk penahanan biaya, dan kemudian dinilai untuk pengendalian kualitas di tengah kesalahan kesala han medis yang mengkhawatirkan, CM terlihat oleh rencana kesehatan, dan kemudian rumah sakit, sebagai solusi utama untuk masalah misi dan margin yang serius. Sebelumnya digunakan sebagai strategi dalam pelayanan sosial, rehabilitasi, dan kesehatan masyarakat, pada tahun 1990-an (Hubber, 2010). a.
Definisi Pengertian dari manajemen kasus menurut American Case Management Association (AMCA) berbunyi sebagai berikut : Pengelolaan kasus di rumah sakit dan sistem pelayanan pela yanan kesehatan adalah model prak tik
kolaboratif yang mencakup pasien, perawat, pekerja sosial, dokter, tenaga kese-
hatan,
dan
komunitas.
Pengelolaan
kasus
ini
mencakup
komunikasi
dan memfasilitasi pelayanan menjadi satu kontinum melalui koordinasi sumber daya yang efektif . tujuan pengelolaan kasus mencakup pencapaian kesehatan optimal. Akses ke pelayanan kesehatan, dan utilisasi sumber daya yang tepat, seimbang dengan hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri (ACMA, 2013). Case management merupakan m erupakan sebuah strategi intervensi yang digunakan oleh penyedia dan sistem layanan kesehatan untuk menyokong klien, mengkordinasikan layanan kesehatan, dan memfasilitasi hasil baik dalam harga maupun kualitas (Huber, 2010).
9
b.
Komponen Proses Case Management Case management dilakukan dalam bidang etika dan hukum dari praktik case manager , menggunakan cara berpikir kritis dan pengetahuan berbasis bukti. Case management bersifat tidak linier atau latihan satu arah. Misalnya, tanggung jawab untuk pengkajian akan terjadi pada semua titik dalam proses, dan fungsi seperti fasilitasi, koordinasi, dan kolaborasi selama perawatan kesehatan klien. Langkah utama dalam case management meliputi meliputi (Powell & Tahan, 2008): 1.
Identifikasi Klien dan seleksi: Langkah pertama yakni fokus pada identifikasi klien yang akan mendapatkan manfaat dari layanan case management . Langkah ini termasuk pada proses memperoleh persetujuan untuk layanan case management jika jika sesuai.
2.
Pengkajian dan identifikasi masalah/kesempatan Langkah kedua dimulai setelah pemilihan klien case management di tahap pertama selesai. Proses ini dilakukan secara bertahap selama kasus berlangsung.
3.
Pengembangan rencana case management Langkah ketiga yakni menetapkan tujuan dari intervensi dan memprioritaskan kebutuhan klien, begitu pula dalam menentukan jenis layanan dan sumber daya yang tersedia dalam rangka memenuhi tujuan atau hasil yang diinginkan klien.
4.
Pelaksanaan dan koordinasi kegiatan perawatan Langkah keempat yakni menempatkan rencana case management ke dalam tindakan atau tahap implementasi dari perencanaan sebelumnya.
5.
Evaluasi rencana case management dan tindak lanjut Langkah kelima ini berupa evaluasi yang melibatkan evaluasi status klien dan tujuan serta hasil terkait.
10
6.
Pemutusan proses case management Langkah terakhir ini mengindikasikan bahwa fase sakitnya klien telah berakhir. Proses ini berfokus pada menghentikan case management ketika transisi klien ke level fungsi tertinggi, pencapaian hasil terbaik, atau berubahnya kebutuha/ keinginan klien (Whitaker, 2010 dalam Aeni, 2014).
d.
Pelaksanaan Manajemen Kasus Empat prinsip dasar panduan keperawatan CM: a.
Koordinasi dan integrasi rangkaian perawatan holistik
b.
Promosi dan pelestarian kesehatan melalui masa transisi dan risiko
c.
Konservasi dan alokasi sumber daya yang langka
d.
Penyediaan perawatan lanjutan yang melacak dan membimbing pengiriman layanan selama jangka panjang dan melintasi episode dan setting.
Koordinasi dan kontinuitas adalah kunci untuk mengelola perawatan melalui rangkaian perawatan kesehatan dan lintas batas organisasi. Dengan demikian perawatan harus dikelola dengan hati-hati di setiap area atau unit dan antara area perawatan kesehatan. Manajemen kasus berfokus pada kontinuitas penyedia Perawatan yang dikelola berfokus pada kelangsungan rencana. Keduanya harus diintegrasikan ke dalam sistem pengiriman perawatan dengan menggunakan perspektif sistem (Falk & Bower, 1994 dalam Hubber, Hubber, 2010) e.
Implementasi di Indonesia Pertanyaan yang relevan diajukan di Indonesia adalah: apakah pengelolaan kasus oleh pengelola kasus ini benar dapat meningkatkan mutu pelayanan dan berkontribusi pada pendapatan rumah sakit? Jawabannya belum bisa disimpulkan pada saat ini, karena konsep pelayanan pengelolaan kasus ini belum dilakukan di sebagian besar rumah sakit di Indonesia. Beberapa rumah sakit pendidikan pendidikan dan
11
rumah sakit besar yang melakukannya itupun terbatas pada kriteria tertentu yang masih sangat khusus khusus misalnya pasien Jamkesmas, pasien kanker, dan pasien pasien dengan kasus high risk dan high cost (Datusanantyo, 2013). Berdasarkan hasil penelitian
Di Rumah Sakit Baptis Kediri dan tempat
benchmarking di identifikasi beberapa tema tentang pengalaman strategi case manager dalam dalam mengelola mengelola kasus pasien rawat inap. Tema tersebut antara lain: (1) Komunikasi, (2) Koordinasi, (3) Integrasi, (4) Advokasi, (5) Negosiasi, dan (6) Empowerment. (Sunaringtyas & Sulisno, 2015). 2015) . Pada penelitiaan action riset yang dilakukan Flix Kasim (2010) pada pengelolaan pasien TB menemukan (1)Penetapan uraian tugas dan pelatihan Manajemen Kasus (MK) menentukan kualitas MK yang dihasilkan. (2) MK di ruang rawat inap belum berpengaruh terhadap kepuasan profesional perawat, kepuasan klien, kepatuhan terhadap standar penatalaksanaan MK dan angka kejadian infeksi karena jarum infus dan dekubitus.(3) MK berpengaruh terhadap peningkatan proses penatalaksanaan asuhan keperawatan penderita TBC dengan Integrasi Clinical Pathway Pathway ( ICP) ICP) dan kelengkapan pengisian catatan medik. (4) MK menurunkan menurunkan lama hari hari rawat dan biaya perawatan penderita TBC di ruang rawat inap. (Kasim, 2010). 2010). f.
Implikasi Kepemimpinan Dan Manajemen Semua peran keperawatan mengandung komponen manajemen. Ini bisa berkisar dari yang mendasar
Manajemen perawatan klinis hingga kepemimpinan eksekutif
sebuah organisasi. McClure (1991) mencatat bahwa perawat memiliki dua peran: (1) Pengasuh dan (2) koordinator perawatan. Perawat di posisi manajemen dalam hirarki organisasi adalah organisasi manajer dan spesialis spesi alis koordinasi yang mengintegrasikan unit dan sistem. Pengelolaan perawatan klien oleh perawat membuat mereka menjadi manajer klinis. Pergeserannya untuk mendapatkan perawatan terpadu dalam
12
sistem kesehatan terpadu telah menyoroti CM sebagai strategi kunci untuk manajemen praktik keperawatan dan pemberdayaan perawat. Ini juga telah membuat kolaborasi multidisiplin sebagai suatu keharusan. (Hubber, 2010) Seiring sistem asuhan keperawatan berevolusi, konfigurasi dimensi ini perlu ditangani dan dievaluasi. Pemimpin perawat dapat memeriksa keadaan manajemen perawatan kesehatan di organisasinya dan mengembangkan strategi untuk menerapkan koordinasi model perawatan agar sesuai dengan prioritas klien, organisasi, masyarakat, dan profesional (Kelly, 1992 dalam Hubber, 2010). C. Critical pathways
Critical Pathways Pathways atau yang biasa dikenal dengan Integrasi clinical pathway adalah resimen pengobatan termasuk fungsi bergantung waktu yang digunakan untuk menstandarisasi proses perawatan selama kurun waktu pengobatan. Jalur kritis adalah adalah alat praktik terbaik untuk mengatur dan mengintegrasikan berbagai tingkat perawatan kesehatan yang dilakukan oleh penyedia layanan dari sejumlah disiplin ilmu. a.
Defenisi Integrasi Defenisi Integrasi Clinical Pathway
Wilson (1995) mendefinisikan“care pathway” sebagai proses multidisiplin yang berfokus pada perawatan pasien, yang terjadi tepat waktu untuk menghasilkan hasil terbaik yang telah ditentukan, dalam sumber daya dan kegiatan yang tersedia, untuk sebuah episode perawatan yang tepat.
Jhonson (1997) memperkenalkan ide menggunakan ICP sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan mendefinisikan ICP sebagai semua elemen perawatan dan pengobatan yang diantisipasi dari semua anggota tim multidisiplin, bagi pasien dengan kasus tertentu dalam jangka waktu yang disepakati untuk pencapaian outcome yang telah disepakati.
13
Sedangkan menurut Middleton (2000), ICP harus mencakup serangkaian intervensi yang diharapkan, ditempatkan dalam kerangka waktu yang tepat, ditulis dan disepakati oleh tim multidisiplin, untuk membantu pasien dengan kondisi tertentu melalui diagnosis pengalaman klinis untuk hasil yang positif. Clinical pathway adalah alur yang menunjukkan secara detail tahap-tahap penting dari pelayanan kesehatan termasuk hasil yang diharapkan. Secara sederhana dapat dibilang bahwa clinical pathway adalah sebuah alur yang menggambarkan proses mulai saat penerimaan pasien hingga pemulangan pasien. Clinical pathway menyediakan standar pelayanan minimal dan memastikan bahwa pelayanan tersebut tidak terlupakan dan dilaksanakan tepat waktu. Clinical pathway memiliki banyak nama lain seperti: Critical care pathway, Integrated care pathway, Coordinated care pathway, Caremaps (alur perawatan, alur kritis, alur kritis, alur perawatan terintegrasi atau peta perawatan). peta perawatan).
b.
Prinsip prinsip dalam menyusun Clinical Pathways Dalam membuat Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat inap di rumah sakit harus bersifat:
Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu/integrasi dan berorientasi
fokus
terhadap
pasien
(patient
focused
care)
serta
berkesinambungan (continuing (continuing of care). care).
Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris dan farmasis)
Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit emergensi).
14
Pencatatan CP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien secara
terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumen yang merupakan bagian dari Rekam Medis. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagai varians dan
dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit. Varians tersebut dapat terjadi karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit
penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors) dan dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan. Pada akhirnya CP dapat merupakan suatu Standar Prosedur Operasional yang merangkum:
Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap kelompok staf medis/staf medis fungsional fungsional (SMF)klinis dan penunjang.
Profesi keperawatan: asuhan keperawatan
Profesi farmasi: unit dose daily dan stop dan stop ordering
Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Kelompok Staf Medis/Staf Medis Fungsional (SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah Sakit.
c.
Langkah- angkah penyusunan Clinical Pathways Langkah langkah dalam menyusun Format CP yang harus diperhatikan: 1.
Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari Clinical Pathways
2.
Manfaatkan data yang telah ada di rumah sakit data Laporan RL2 (data keadaan morbiditas pasien) yang dibuat setiap rumah sakit berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit dan sensus harian untuk penetapan judul/topik Clinical Pathways yang Pathways yang akan dibuat dan penetapan lama hari rawat.
15
3.
Untuk variabel tindakan dan obat-obatan mengacu pada Standar Pelayanan Medis, Standar Prosedur Operasional dan Daftar Standar Formularium yang telah ada di rumah sakit setempat. Bila perlu standar-standar tersebut dapat dilakukan revisi.
4.
Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CM untuk hal tindakan prosedur sesuai dengan profesi/SMF masing masing.
d. Karakteristik Clinical Pathway Menurut International Journal of Care Pathways (Panella & Vanhaecht, 2010), karakteristik Clinical Pathway/Care Pathways terdiri dari sebuah pernyataan tujuan dan “key elements” dari care based on evidence, best practice, dan harapan pasien dan karakteristik semuanya, memfasilitasi komunikasi diantara anggota tim dengan pasien dan keluarga, mengkoordinasikan proses perawatan dengan peran koordinasi dan rangkaian aktifitas tim perawatan multidisiplin, pasien dan keluarganya. Komponen yang ada di Clinical Pathway/ Care Pathways, terdiri dari :
The Pathway: Paparan visual tentang intervensi spesifik yang harus dikerjakan pada waktu tertentu
Variance Sheet: Formulir yang berisi: tanggal, masalah varians yang terjadi, intervensi, outcome, dan tanda tangan.
Practice Guidelines: uraian rinci langkah kegiatan yang harus dilaksanakan dari pathway
e.
Penerapan Integrasi Penerapan Integrasi Clinical Pathway (ICP) 1.
Keputusan untuk mengembangkan Adanya keputusan untuk mengembangkan ICP tergantung dari area klinis yang menjadi prioritas. Karena untuk mengembangkan ICP perlu kesepakatan multidisiplin.
16
2.
Identifikasi stakeholder dan pimpinan Stakeholder adalah semua pihak yang tekait dengan pengembangan ICP dan outcomenya. Stakeholder ini bisa berupa internal stakeholder seperti user (pasien, tim multidisiplin, perawat primer) dan external stakeholder seperti asuransi, organisasi profesi, dan lain-lain.
3.
Identifikasi pimpinan dan tim yang bertanggungjawab Juga penting untuk membentuk tim ICP yang mendorong dan mempertahankan proses per ubahan.
4.
Proses mapping Proses mapping akan menghasilkan sebuah peta perjalanan pasien berdasarkan berbagai perspektif. Dari peta ini tim multidisiplin multi disiplin dapat mengkaji masalah dan langkah-langkah yang akan dipakai. Proses mapping merupakan tahap yang paling penting.
5.
Audit awal dan pengumpulan data Audit awal untuk ICP harus dilakukansebagai permulaan project. Hasil yang didapat tidak hanya mengidentifikasikan adanya gap dalam pelayanan, tetapi juga sebagai evaluasi dasar ICP.
6.
Pengembangan isi ICP ICP harus berisi 4 hal yaitu kegiatan dalam bentuk elemen rencana perawatan, detail alat yang dibutuhkan seperti grafik keseimbangan cairan, hasil yang harus dicapai misalnya dicapai dengan target hari rawat, dan pelacakan variasi sebagai elemen unik dari ICP. Isi klinis ICP tidak dapat didikte, hal ini akan ditentukan oleh tim dengan keahlian dalam mengelola kelompok tertentu dari pasien, dan untuk siapa dokumen ini dirancang.
7.
Pilot project dan implementasi Komunikasi yang kuat dan rencana pendidikan sangat penting untuk pendukung sukses proyek ICP.Tujuan komunikasi dan pendidikan adalah untuk
17
memastikan bahwa bahwa pesan yang tepat disampaikan kepada orang-orang orang-orang yang tepat, dengan cara dan tempat yang tepat. 8.
Review ICP secara teratur Ketika meninjau ulang (mereview) ICP harus difokuskan kepada 3 pertanyan utama yaitu: a)
Penyelesaian ICP Apakah ICP digunakan pada kasus yang tepat? Apakah ada informasi yang hilang? Apakah staf memerlukan catatan sampingan yang yang tidak ada dalam ICP?
b)
Jenis variasi yang dicatat Apakah variasi yang ada dicatat? Apakah staf paham bagaimana mencatat variasi tersebut?
c)
Kepuasan staf Dapat dilakukan menggunakan kuesioner, tren apa yang terlihat?
f.
Kelebihan dan Kekurangan penggunaan ICP
Kelebihan Penggunaan ICP Banyak rumah sakit mulai menerapkan ICP dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien, karena penggunaan ICP memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut: 1.
ICP merupakan format pendokumentasian multidisiplin. Format ini dapat memberikan efisiensi dalam pencatatan, dimana tidak terjadi pengulangan atau duplikasi penulisan, sehingga kemungkinan salah komunikasi dalam tim kesehatan yang merawat pasien dapat dihindarkan.
2.
Meningkatkan peran dan komunikasi dalam tim multidisiplin sehingga masing – masing masing anggota tim termotivasi dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi.
3.
Terdapat standarisasi outcome sesuai lamanya hari rawat, sehingga akan tercapai effective cost dalam perawatan.
18
4.
Dapat meningkatkan kepuasan pasien karena pelaksanaan discharge planning kepada pasien lebih jelas.
Selain mempunyai kelebihan dalam penggunaan ICP, perlu dicermati juga kekurangan yang ditemui dalam penerapan format ICP ini, antara lain sebagai berikut: 1.
Dokumentasi ICP ini membutuhkan waktu yang relative lama dalam pembentukan dan pengembangannya. pengembangannya.
2.
Tidak terlihat proses keperawatan secara jelas karena harus menyesuaikan dengan tahap perencanan medis, pengobatan, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
3.
Format dokumentasi hanya digunakan untuk masalah spesifik, contoh format ICP untuk bedah tulang tidak dapat digunakan untuk unit bedah syaraf. Sehingga akan banyak sekali format yang harus dihasilkan untuk seluruh pelayanan yang tersedia.
D. Differentiated Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al., (1995) menjelaskan bahwa differentiated practice practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin mutu asuhan melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat terdaftar (registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran yang sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan, penetapan tugas keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan pendidikan, perawat akan ditetapkan apa yang menjadi tnggung jawab setiap perawat dan bagaimana hubungan antar tenaga tersebut diatur (Sitorus, 2006).
19
Differentiated practice practice mengacu pada filosofi yang menyusun peran dan fungsi perawat sesuai s esuai dengan pendidikan, pengalaman, dan kompetensi (Boston, 1990). Sistem Differentiated practice membagi practice membagi tanggung jawab kerja dari perawatan klien di tiga peran keperawatan yang berbeda: (1) perawat ADN memberikan asuhan keperawatan untuk klien selama periode kerja tertentu m dalam pengaturan terstruktur dan/atau lingkungan situasional dimana kebijakan dan prosedur penyediaan perawatan kesehatan ditetapkan; (2) perawat BSN mengenalkan perawatan kesehatan untuk klien dari penyampaian pascabayar dan fungsi dalam lingkungan geografis dan/atau situasional terstruktur dan tidak terstruktur yang mungkin tidak memiliki kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dengan menggunakan penilaian keperawatan independen saat mengintegrasikan kesehatan; dan (3) perawat MSN menyediakan kepemimpinan yang mempromosikan hasil dan fungsi klien/perawatan holistik secara holistik dalam berbagai orientasi waktu dan
pengaturan
dengan
batasan
dinamis,
dengan
menggunakan
pertimbangan
keperawatan independen berdasarkan teori, pencarian, dan pengetahuan khusus. Kompetensi sampel meliputi:
Penyediaan Care ADN: Pantau dan evaluasi tanggapan pasien segera terhadap perawatan dan perawatan medis. Contoh: Berikan obat sakit sesuai dan tentukan respon klien dan dokumen secara jelas. BSN: Pantau, evaluasi, dan tren tanggapan pasien terhadap perawatan dan perawatan medis selama tinggal di rumah sakit. Contoh: Beritahu dokter bahwa klien telah menerima pengobatan narkotika selama 3 hari dan perhatikan frekuensi pemberian obat nyeri dan sarankan perubahan dosis atau agen sesuai kondisi pasien.
20
MSN: Analisis sistem pengiriman dan perawatan klien melalui penggunaan kerangka teoritis untuk mempromosikan penyampaian perawatan holistik. Contoh: Terapkan teori Newman (Newman, 1986) untuk mengidentifikasi respons pola hidup klien terhadap rasa sakit dan stres, memasukkan temuan ke dalam rencana jangka panjang untuk manajemen nyeri kronis.
KOMUNIKASI ADN: Terapkan interaksi yang diarahkan pada tujuan untuk mendorong ekspresi kebutuhan sambil mendukung perilaku koping yang aman. Contoh: Berikan pengalihan frustrasi yang dialami remaja laki-laki saat dirawat di rumah sakit yang berkepanjangan melalui pengalihan dan dialog yang tepat. BSN:
Memfasilitasi
interaksi
yang
diarahkan
pada
sasaran
untuk
mempromosikan mekanisme penanganan jangka panjang yang efektif dan perubahan gaya hidup. Contoh: Tidak ada riwayat keluarga penyakit koroner dan kanker, rencanakan pengajaran klien tentang diet kolesterol dan pemeriksaan diri saat dirawat di rumah sakit. MSN: Menampilkan kepemimpinan dalam penilaian, pengembangan, dan penerapan strategi pengajaran dan konseling dalam situasi yang kompleks. Contoh: Saat menemukan populasi berisiko (kanker testis remaja), susun sekelompok perawat yang berminat dan pimpin pengembangan program pemeriksaan mandiri dan strategi pelaksanaannya.
PENGELOLAAN ADN: Bernegosiasi dengan klien untuk menetapkan tujuan jangka pendek yang sesuai dengan keseluruhan rencana perawatan. Contoh: Pantau asupan makanan dari pasien diabetes yang baru didiagnosis dan mengkorelasikan pemberian insulin ke tingkat gula darah.
21
BSN: Gunakan pandangan ke depan untuk menegosiasikan tujuan jangka panjang dengan klien dalam mengembangkan rencana perawatan holistik. Contoh: Jika penderita diabetes adalah orang Amerika dengan pilihan makanan khas budaya, bantulah modifikasi pengajaran diatur untuk mengatasi kebutuhan dan preferensi ini. MSN: Evaluasi keefektifan dan efisiensi sistem melalui pemantauan hasil klien. Contoh: Jika orang Amerika asli penderita diabetes adalah wanita hamil, kasus tersebut mengatur perawatannya pada reservasi untuk memastikan hasil yang sehat bagi ibu dan bayi. E. Patient centered care
a.
Definisi Patient centered care care adalah mengelola pasien dengan merujuk dan menghargai individu pasien meliputi preferensi, keperluan, nilai-nilai, dan memastikan bahwa semua pengambilan keputusan klinik telah mempertimbangkan dari semua nilai-nilai yang diingini pasien. Patient centred care care didefinisikan sebagai sebagai perawatan yang menghormati dan responsif terhadap individu preferensi pasien, kebutuhan dan nilainilai, dan memastikan bahwa nilai-nilai pasien memandu semua keputusan klinis.
b.
Prinsip Patient Prinsip Patient Centered Care Pelayanan dokter keluarga yang berpusat pada pasien pada prinsipnya adalah memberikan pelayanan multidimensi pada manusia yang menderita sakit atau berisiko sakit dengan tujuan menyelesaikan permasalahan pasien dalam pola kemitraan. Patient Centered Care Care setelah sekian lama dilupakan, kini menjadi concern serius dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Dahulu, dokter dokter adalah captain
22
of the ship yang menjadi center dalam center dalam segala hal yang terkait dengan pengambilan keputusan dan tanggung jawab dalam pelayanan kesehatan kepada pasien. Perubahan paradigma ini tidak lain bertujuan untuk mendapatkan outcome pelayanan kesehatan yang lebih baik, pengalokasian sumber daya yang tepat dan mencapai kepuasan pasien dan keluarga yang yang lebih besar Perubahan
paradigma
mendapatkan outcomes pelayanan
ini
tidak
kesehatan
yang
lain bertujuan lebih
baik,
untuk
pegalokasian
semberdaya yang tepat, dan mencapai kepuasaan pasien dan keluarga yang lebih besar. Hal penting dari Patient dari Patient Centered Care adalah sebagai berikut : 1.
Martabat dan kehormatan Tenaga kesehatan mendengarkan dan menghormati pilihan pasie n. Pengetahuan, nilai-nilai yang dianut, dan backround budaya pasien ikut berperan penting selama perawatan pasien dan menentukan outcome pelayanan outcome pelayanan kesehatan kepada pasien.
2.
Information Sharing Tenaga kesehatan mengkomunikasikan dan menginformasikan secara lengkap mengenai kondisi pasien dan hal-hal yang berkaitan dengan pasien, maupun program perawatan dan intervensi yang akan diberikan kepada pasien. Memberikan Informasi secara lengkap dapat membantu dalam perawatan pasien dan pembuatan keputusan.
3.
Dokter sebagai guru dan pendidik American
Medical
Association
merekomendasikan
6
langkah
untuk
meningkatkan komunikasi dokter-pasien:
Slow down, slow down, slow down
23
Menciptakan lingkungan bebas malu bertanya
Berikan informasi yang lengkap
Gunakan bahasa non medis
Penjelasan kepada pasien dengan gambar agar mudah dipahami
Gunakan metode teach-back Metode teach- back adalah metode untuk menilai apakah pasien sudah mengerti mengenai informasi yang diberikan. Berikut contoh pertanyaan yang bisa digunakan dokter kepada pasien : a)
Kita sudah banyak berbagi informasi hari ini mengenai pengobatan anda, bisakah anda menjelaskan kembali kepada saya mengenai pengobatan yang akan saya lakukan sehingga saya bisa yakin dengan apa yang akan saya lakukan terhadap pengobatan anda ?
b)
Apa yang akan Anda katakan kepada istri Anda (suami/partner/anak/ dll) tentang perubahan yang kami buat untuk pengobatan anda ?
Metode teach-back harus selalu dilakukan setiap kali memberikan informasi baru kepada pasien. Sehingga tenaga kesehatan bisa menilai apakah komunikasinya sudah efektif .
Gambar. 1
24
4.
Pasien sebagai guru dan peserta didik Dalam pertanyaan mengenai kesehatan dan komunikasi dokter-pasien, tenaga kesehatan cenderung menempatkan pasien sebagai penerima informasi, tetapi seperti yang kita lihat dari model patient centered care dan care dan adanya penggunaan metode teach-back peran tersebut harus dipikirkan kembali. Tentu saja dari pasien kita semua harus banyak belajar. Mereka tidak ahli dalam ilmu kedokteran namun mereka pasti ahli dalam pengalaman dan nilai-nilai pribadi mereka.
5.
Participant : Pasien
dan
keluarga
termotivasi
berpartisipasi
dalam
perawatan
dan
pengambilan keputusan sesuai dengan kesepakatan yang yang telah mereka buat. 6.
Collaborative: Tenaga kesehatan mengajak pasien dan keluarga pasien dalam membuat kebijakan, perencanaan dan pengembangan program, implementasi dan evaluasi program yang akan didapatkan didapatkan oleh pasien.
c.
Strategi Penerapan Patient Penerapan Patient Centered Care Dalam penerapan Patient Centered Care, Care, perawatan harus melibatkan semua aspek yang terkait rumah sakit. Dimulai dari pimpinan, dokter, perawat, sampai tenaga non-medis. Strategi-strategi yang dapat dilakukan dalam implementasi implementasi Patient Centered Care yaitu: Care yaitu: 1.
Organization Level: Tingkat organisasi berhubungan dengan tingkat sistem klinis mikro, bahwa organisasi terdiri dari berbagai layanan, departemen dan program. Pada tingkat ini, pasien dan keluarga harus berpartisipasi sebagai anggota penuh komite organisasi utama untuk mata pelajaran seperti keselamatan pasien, desain 25
fasilitas, peningkatan kualitas, pendidikan pasien atau keluarga, etika dan penelitian. a)
Pelatihan Leadership Dengan pelatihan Leadership diharapkan semua pihak dapat bekerjasama dan
dapat
saling
membantu
dalam
peran
masing-masing
dalam
meningkatkan kualitas hidup dari pasien tersebut. b)
Pemberian reward dan insentif Insentif keuangan bagi penyedia yang mencapai ukuran tinggi dari patient centredness
c)
Pelatihan untuk quality improvement Tenaga kesehatan dalam melaksanakan Patient Ceneterd Care akan menunjukkan kinerja yang lebih baik dikarenakan adanya iklim dan suasana kerja yang baik dengan adanya diskusi pengambilan keputusan bersama dalam perawatan dan komunikasi yang baik antara perawat, klien dan keluarga. Perawat juga mendapatkan metode penugasan dan pelatihan dalam menghadapi klien. Sehingga hal ini akan berpengaruh pada kinerja yang lebih baik (Improve job performance), dan berpengaruh pada turunnya perilaku perawat dan staf yang pindah ke pekerjaan atau tempat yang lain l ain karena sudah merasa nyaman di tempatnya bekerja (Less staff turnover). Pelatihan profesional kesehatan untuk memberikan informasi tentang obatobatan, meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman pasien. Konsultasi Konsultasi
dalam perawatan primer dapat meningkatkan kepercayaan pasien untuk mengambil tindakan dalam kaitannya dengan kesehatan mereka. Materi pendidikan dapat bermanfaat bagi wali ataupun keluarga keluarga lainnya.
26
2.
Sistem Level : Tingkat sistem
mengacu pada layanan, departemen atau program tingkat
kepedulian. Pada tingkat ini, pasien dan penasehat keluarga harus berpartisipasi dalam desain keseluruhan layanan, departemen atau program program misalnya, sebagai anggota penuh dari peningkatan kualitas dan tim desain ulang dan partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan mengevaluasi perubahan. a)
Pendidikan publik dan keterlibatan pasien Informasi publik yang memungkinkan konsumen untuk memilih antara penyedia layanan
b)
Sistem pelaporan dan pengukuran penilaian patient penilaian patient centered care Persyaratan pemerintah wajib dilaksanakan bagi penyedia layanan untuk mengumpulkan dan mempublikasikan data pengalaman pasien
c) d.
Pelengkapan persyaratan akreditasi dan sertifikat-sertifikat lainnya
Penerapan Patient Penerapan Patient Centered Care Dalam metode asuhan pasien, dokter pun wajib melakukan edukasi, bukan hanya berorientasi pada pengobatan. Namun, dokter tentunya harus memahami bahwa pasiennya sangat heterogen, baik itu dalam pengetahuannya, tingkat pendidikan hingga latar belakang ekonomi. Langkah-langkahnya adalah, metode assessment untuk mengetahui kedalaman pengetahuan pasien, lalu setelah diberi tahu kemudian konfirmasi kembali apakah mereka sudah paham atau belum.
27
Gambar.2
e.
Keuntungan Patient Keuntungan Patient Centered Care 1.
Menurunkan angka malpraktik Penelitian yang dilakukan oleh Johnson, B et. all sejak sejak tahun 2001-2006 dalam penerapan Patient Centered Care dapat menurunkan angka malpraktik sebesar 62%. Malpraktik pada hakikatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. Berbagai upaya akan dilakukan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tenaga kesehaan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya malpraktik. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain membuat berbagai macam prosedur baku dan upaya-upaya lainnya, salah satunya adalah menerapkan Patient Centered Care. Care.
2.
Meningkatkan kepuasan pasien Komunikasi pasien dan pemberi pelayanan akan meningkat, sehingga kepuasan terhadap pelayanan meningkat.
28
3.
Meningkatkan financial dan hasil perawatan Meningkatkan financial dan hasil perawatan yang berkualitas juga merupakan keuntungan dari Patient Centered Care dengan terhindarnya lebih banyak uang untuk pembayaran perawatan jika tercipta kolaborasi antara pasien dan pemberi pelayanan dalam perawatan, perawatan perawat an terkoordinasi, mengurangi duplikasi dan kesalahan medis, mengelola dan mencegah terjadinya penyakit kronis, mengurangi pemanfaatan layanan dengan biaya mahal.
4.
Penurunan angka kematian Angka kematian menggambarkan status gizi dan kesehatan, kondisi lingkungan, dan tingkat pelayanan kesehatan Angka kejadian malpraktik menurun dan edukasi kepada pasien mengenai pencegahan penyakit bisa di pahami sehingga angka kesakitan dan kematian menurun.
5.
Mengurangi kecemasan Ketakutan dan kecemasan yang terkait dengan penyakit dapat berefek terhadap fisik. Sehingga mereka membutuhkan informasi mengenai kondisi mereka dan prognosis dari penyakit yang mereka derita.
6.
Meningkatkan kualitas hidup Dalam pelayanan berbasis pasien, semua pihak dapat bekerjasama dan dapat saling membantu dalam peran masing-masing dalam meningkatkan kualitas hidup dari pasien tersebut .
7.
Penggunaan tes diagnostik yang lebih sedikit Dengan komunikasi yang baik antara tenaga kesehatan dengan pasien diharapkan tenaga kesehatan mampu menggali lebih dalam mengenai penyakit pasien sehingga penggunan tes diagnostik lebih sedikit.
29
8.
Mengurangi tingkat kehadiran rumah sakit Pasien diberikan informasi untuk merawat diri mereka sendiri setelah perawatan dirumah sakit. Petunjuk yang diberikan jelas tentang kapan dan bagaimana untuk mendapatkan perawatan.
F.
Clinical macrosystems macrosystems
Clinical Microsystems merupakan sekelompok professional yang bekerja sama secara teratur atau bila diperlukan untuk memberikan perhatian terhadap pasien. Tujuan klinis terkait proses perawatan yaitu menghasikan layanan perawatan yang terukur dan dimanfaatkan sebagai hasil kinerja. Sistem ini berevolusi dari waktu ke waktu dan tertanam dalam sistem yang lebih besar. Mereka adalah sistem adaptif yang kompleks,oleh karena itu mereka harus melakukan pekerjaan utama yang terkait dengan tujuan inti. Mikrosistem klinis adalah unit klinis terkecil yang dapat direplikasi yang memberikan perawatan kepada pasien. Clinical Mesosystems merupakan Mesosystems merupakan perhubungan mikrosistem yang secara bersama memindahkan dari unit yang berbeda ke tempat yang mendukung pasien selama perawatan.
Clinical
macrosystem macrosystem merupakan
paduan
antara
microsystem
dan
mesosystems. Wadah yang menampung mikro dan mesosystems ( Likosky, 2014).
Gambar. 3
30
Menyatukan makrosistem, mesosistem dan mikrosistem dalam pengembangan keselarasan, kemampuan dan akuntabilitas untuk memadukan kerjasama di semua tingkat dalam organisasi rumah sakit. Infrastruktur organisasi dikembangkan secara strategis untuk mendukung peningkatan sistem, adapun tindakan yang berdasarkan pengalaman organisasi yang bisa di aplikasikan, yaitu sebagai berikut ( Godfrey, 2008); 1) Macrosystem Mendesain ulang infrastruktur untuk mendukung strategi misalnya sistem informasi klinis, rekam medis.
Strategi dan anggaran organisasi sebagai prioritas utama dalam pelayanan yang tinggi
Keterlibatan
pemimpin;
bagaimana
mereka
mendukung
usaha
dan
mempromosikan perubahan dan mengharapkan pengembangan staf
Kolaborasi petugas pelayanan kesehatan
Pemimpin memberikan pengawasan dan memantau kemajuan sistem dan mengidentifikasi hambatan dan kesulitan yang ada
Merencanakan proses perbaikan disemua tingkat
Menetapkan seperangkat tujuan strategis yang menjangkau sistem meso-makro dengan tujuan kesempurnaan
Meningkatkan keterampilan dan pengeahuan tim
Memberi dukungan dan kesempatan untuk melakukan benchmarking dan kesempatan melanjutkan studi
Melibatkan alhi eksternal untuk merangsang dan mendukung strategi perbaikan
Menetapkan model dan bahasa yang digunakan di seluruh organisasi
Mengembangkan “Quality College” untuk terus mendukung pengembangan organisasi. 31
2) Micro-Meso-Macrosystem Mengembangkan sistem data secara jelas dengan menunjukkan kemajuan menuju sasaran strategis di tingkat mikro/meso/makro.
Memprioritaskan tujuan pada tingkat mikrosistem sebagai proses berulang
Mengembangkan rencana dengan memperluas jumlah tim yang mengerjakan pengembangan sistem mikro
Mengembangkan rencana komunikasi multimedia untuk mencapai semua tingkat
Mengembangkan sumber daya manusia
3) Microsystem
Menetapkan pemimpin untuk semua mikrosistem klinis
Melatih rekan pemimpin dan staf dalam meningkatkan sistem yang berfokus pada tujuan utama
Melibatkan pasien dan keluarga dalam meningkatkan strategis pelayanan.
G. Other innovative systems
Sistem inovasi pada dasarnya merupakan suatu kesatuan dari sehimpunan aktor, kelembagaan, jaringan, hubungan, interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan praktik baik/terbaik), serta proses pembelajaran (Mulyani, 2016). Sistem inovasi informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan
asuhan
keperawatan.
Menurut
(Dickerson
et
all.,
2010)
bahwa
32
menjembatani gap informasi untuk menjamin keberlangsungan pelayanan keperawatan adalah suatu komponen yang besar dari peran perawat. Dokumentasi keperawatan yang berlaku di rumah sakit saat ini umumnya dilakukan
secara
tertulis (paper
based
documentation). Metode documentation).Metode
ini
mempunyai
kelemahan yaitu memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengisi form yang tersedia, membutuhkan biaya pencetakan form yang cukup mahal, sering hilang atau terselip, memerlukan tempat penyimpanan yang luas dan menyulitkan pencarian kembali saat diperlukan. Disamping itu masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Perawat juga banyak yang tidak tahu data apa yang harus dimasukkan dan bagaimana dokumentasi keperawatan yang benar, untuk itu perlu adanya inovasi pencatatan dengan menggunakan pencatatan berbasis elektronik. Model asuhan keperawatan terintegrasi: other innovative system merupakan system merupakan salah satu trend inovasi yang paling diminati dalam pendokumentasian asuhan keperawatan yaitu pencatatan dengan dengan inovasi aplikasi sistem komputerisasi dalam sistem informasi di Rumah Sakit meliputi seluruh kegiatan untuk mendokumentasikan keberadaan pasien sejak pasien masuk Rumah Sakit sampai pulang, sejak registrasi, pengkajian data, rencana
pengobatan,
rencana
perawatan,
rencana
asuhan,
pelaksanaan
asuhan
keperawatan, laporan hasil pengobatan, klasifikasi pasien, dan catatan perkembangan pasien. Kemajuan sistem inovasi di bidang teknologi informasi ini memberikan keuntungan yang yang besar bagi profesi keperawatan.
Peran pemimpin perawat sangat
dibutuhkan untuk menjadikan teknologi informasi menjadi sangat berguna dalam pelayanan keperawatan. Industri kesehatan terus dituntut untuk memiliki inovasi baru dalam meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan. Karena itulah penerapan teknologi informasi di bidang keperawatan sangat diperlukan dan terus dikembangkan dikembangkan agar dapat
33
meningkatkan
kualitas
asuhan
keperawatan
seoptimal
mungkin.
Proses
pendokumentasian yang efektif, efisien, akurat dan benar menjadi kunci pelaksanaan proses keperawatan sehingga efektif dan efisien. efisie n. Dengan Dengan mengadopsi catatan kesehatan kesehatan electronic health record (EHR) / electronic nursing record (ENR) / electronic medical record (EMR) / electronic patient record (EPR), maka proses maka proses pendokumentasian akan efektif, efisien, akurat dan benar menjadi kunci pelaksanaan proses keperawatan yang efektif dan dan efisien, dalam upaya upaya meningkatkan perbaikan mutu. Dampak sistem catatan kesehatan berbasis elektronik ini (EHR/ENR/EMR/EPR) adalah mencapai proses perawatan yang lebih efektif. Kemajuan ini akan lebih jauh memperbaiki hasil/catatan kesehatan dan mengurangi duplikasi, sehingga merampingkan alur kerja dan mengurangi biaya (Joyce, 2010) EHR/ENR/EMR/EPR adalah kumpulan sistematis informasi kesehatan pasien berbasis elektronik yang terhubung dan terintegrasi dengan sistem informasi dalam jejaring rumah sakit. Bermacam Ber macam data dapat dimasukkan untuk mempermudah akses baik oleh tim kesehatan maupun pasien, data tersebut meliputi data demografi, riwayat medis, pengobatan, hasil uji laboratorium dan radiologi, proses keperawatan, disc harge planning dan bahkan informasi penagihan. Menurut ( Joyce, 2010) Sistem EHR/ENR/EMR/EPR ini memberikan keuntungan antara lain: 1.
Penurunan biaya baik biaya oleh pasien maupun administrasi rumah sakit karena semua tersimpan dalam sistem tanpa sheet
2.
Meningkatkan kualitas pelayanan, pelaksanaan sistem ini akan membantu mengurangi penderitaan pasien karena kesalahan medis dan ketidakmampuan para analis untuk menilai suatu kualitas kesehatan
34
3.
Mendukung bukti pengobatan, artinya pasien dengan leluasa mendapatkan pengetahuan tentang praktik medis yang efektif
4.
Menjaga catatan dan mobilitas pasien, dengan sistem ini akan mempermudah klien mengakses seluruh kebutuhan bahkan sampai janji pengobatan dan perawatan serta mengikuti suatu prosedur.
Sebagai suatu sistem, EHR/ENR/EMR/EPR ini mempunyai kerugian diantaranya: 1.
Membutuhkan banyak waktu untuk memahami cara memasukkan data
2.
Biaya
banyak
untuk
menyediakan
provider
dan
staf
teknologi
termasuk
kemungkinan menurunkan cost dokter dan perawat. Menurut Joyce (2010) Kesuksesan mengadopsi teknologi informasi dan inovasi bergantung pada manjemen yang mengerti pentingnya menciptakan sebuah pencatatan kesehatan elektronik (EHR/ENR/EMR/EPR) yang berfokus pada pasien dengan komitmen untuk menyediakan kualitas pelayanan yang bermutu.
35
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan makalah ini maka dapat ditarik kesimpulan, antara lain: 1.
Dengan adanya perubahan paradigma keperawatan dengan memusatkan pelayanan kesehatan pada pasien berarti saat ini tidak lagi menempatkan pelayanan pada satu profesi melainkan di butuhkan adanya integrasi asuhan dari berbagai profesi, oleh karena itu dibutuhkan pula
Model asuhan keperawatan terintegrasi yang akan
digunakan dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit. 2.
Asuhan keperawatan terintegrasi adalah suatu kegiatan tim yang terdiri dari dokter, perawat/bidan, nutrisionis dan farmasi dalam dal am melaksanakan asuhan yang terintegrasi dalam satu lokasi rekam medis, yang dilaksanakan secara kolaborasi dari masingmasing profesi.
3.
Adapun jenis-jenis dari model asuhan keperawatan yang kita ketahui antara la in : a.
Model asuhan keperawatan Practice partnerships (Praktik kemitraan)
b.
Model asuhan keperawatan Case Management (Manajemen Kasus)
c.
Model asuhan keperawatan Critical Pathway atau Integrated Care Pathway atau Clinical Pathway
d.
Model asuhan keperawatan Differentiated Practice (Model Kompetensi dan model Pendidikan)
e.
Model asuhan keperawatan Patient Centre Care (Perawatan berpusat pada pasien)
f.
Model asuhan keperawatan Clinical Macrosystem
g.
Model asuhan keperawatan Other Innovative Systems
36
4.
Model Asuhan Keperawatan Terintegrasi ini apabila diterapkan di dalam proses pelayanan keperawatan , maka akan membawa dampak yang positif bagi pasien, keluarga, petugas, dan bagi organisasi rumah sakit. Walaupun demikian model asuhan ini juga masih memiliki kekurangan.
B. Saran
1.
Diharapkan bagi pembaca khususnya bagi perawat yang bekerja dirumah sakit setelah mendapat informasi tentang model asuhan keperawatan terintegrasi ini dpat mengadopsinya dan kelak dapat menerapkannya di rumah sakit.
2.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan kepada para pembaca untuk mencari referensi lain sebagai pembanding informasi mengenai model asuhan keperawatan terintegrasi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, W. N. (2014). Case manager. Jurnal manager. Jurnal Manajemen Keperawatan . , 2(2), 126 – 134. 134. Australian Commission on Safety and Quality in Health Care. (2011). Patien centred care: Improving quality and safety through partnerships with patients and consumers, consumers , ACSQHC, Sydney. Datusanantyo, R. A. (2013). Case Manager : Profesi Baru di Rumah Sakit Indonesia. RAD 3. Journal , 11(8), 11(8), 1 – 3. Dickerson, Audrey. E., & Joyce, Sensmeier. (2010). Sharing data to ensure continuity of care. care. Nursing Management Article. Article. Efendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas (teori dan praktik dalam keperawatan) (pertama). jakarta: Salemba medika. Friedman, M. M. (1998), Keperawatan (1998), Keperawatan Keluarga; Teori dan Praktik ; Jakarta: EGC. Frelita, G, Situmorang TJ., Silitonga,D.S. (2011) Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4 th ed.Oakbrook Terrace, Illinois 60181 U.S.A. Hubber, D. L. (2010). Leadership and Nursing Care Management (4th ed). Missouri: Elsevier Inc. Godfrey, M. M., Melin, C. N., & Muething, S.E. (2008). Clinical Microsystems, Part 3. Transformation of two hospitals using microsystem, mesosystem, and macrosystem strategies. The Joint Commission Journal on Quality and Patient Safety . 3 (10). Hariyati, T. S. (2014). Perencanaan Pengembangan dan Utilisasu Tenaga Keperawatan.. Jakarta: Rajawali Pers. Iyer Patricia W,. & Nancy, H. Camp. (2004).Dokumentasi Keperawatan , Jakarta: EGC. Institute of Medicine, (2001). Crossing the Quality Chasm: A New Health System for the Twenty-first Century. Washington: National Academies Press. Kasim, F. (2010). Pengembangan Model Manajer Kasus dan Dampaknya Terhadap Kepuasan dan Mutu Pelayanan Klinik di Rumah Sakit. Bandung: FK Unpad. Longtin, Y., Sax, H., Leape, L. L., Sheridan, S. E., Donaldson, L., Pittet, D., (2010). Patient Participation: Current Knowledge and Applicability to Patient Safety. Mayo Clinic Proceedings; 85(1):53-62. Likosky, D. S. (2014). Clinical Microsystems: A Critic al Framework for Crossing the Quality Chasm. Journal Chasm. Journal of Extra-corporeal Technolog . 46 (1) : 33 – 33 – 37. 37.
38
McWhinney, I. R., & Freeman, T. (2009). Textbook of family medicine 3rd ed, Oxford University Press, Inc,. pp 13 – 13 – 16. 16. Mulyani, S. (2016). Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit: Analisis dan Perancangan . bandung: abdi sistematika. Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan (4th ed.). jakarta: Penerbit Salemba Medika. Picker Institute Europe. (2014). Review of Evidence for Consumer Engagement diperoleh dari www.investinegagment.info www.investinegagment.info.. Sunaringtyas, W., & Sulisno, M. (2015). Strategi Case Manager Dalam Mengelola Kasus Pasien Rawat Inap di RS B Kediri. Indonesian, T H E Of, Journal Science, Health, Health , 6 (1), (1), 26 – 33. 33. Schillinger, D., Piette, J., Grumbach, K., Wang, F., Wilson, C., C., Daher, C ., Leong-Grotz, K., Castro, C., & Bindman, A. (2003). Closing the loop: loop: physician communication with diabetic patients who have low health literacy. Archives Internal Medicine, Medicine, 163 (1), 83-90. Sutoto. (2015). Pedoman Penyusunan Panduan Praktik Klinis dan Clinical Pathway dalam Asuhan Terintegrasi sesuai Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta. Stewart, M. A . (1995). Effective physician-patient communication and health outcomes: a review. Canadian Medical Association Journal , 152(9),1423-1433. 152(9),1423-1433. Sensmeier, Joyce. (2010). Meaningful use:Making IT matter.Ensure that the right clinical data are captured in the right format at the point of care. IT Solutions. Weiss, B. D. (2007). Health literacy and patient safety: help patients understand. A Manual for Clinicians, Clinicians, 2nd ed. Chicago, IL: American Medical Association Foundation Foundation and American Medical Association. Yoder-Wise, P. S. (2011). Leading and Managing In Nursing (5th ed.). United States Of America: Elsevier Inc.
39
40
View more...
Comments