Kelompok 4 - Laporan Praktikum Biofarmasetika Model in Vitro Farmakokinetik Obat

May 23, 2019 | Author: Iflakhatul Ulfa | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Modul 6- Model in Vitro Farmakokinetik Obat setelah Pemberian secara bolus intravena...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA MODEL IN VITRO FARMAKOKINETIK OBAT SETELAH PEMBERIAN SECARA BOLUS INTRAVENA Senin , 8 Mei 2017 Kelompok 4, Shift F Pukul 10.00 – 13.00 WIB Asisten :

1. Titian Daru 2. Fitria Citra Ayu

Nama Henivia Novanti

NPM 260110140025

Tugas Pembahasan dan Simpulan

Nadya Indah Dewanti 260110140032

Teori Dasar

Abdi Jepri Bangun

260110140033

Alat, Bahan, Prosedur

Ina Widia

260110140034

Pembahasan dan Simpulan

Erma Febriani

260110140035

Data Pengamatan

Tyara Hardini PDH

260110140036

Teori Dasar

Sarah Muti’ah

260110140037

Data Pengamatan

Nuzaha BSA

260110140038

Pembahasan dan Simpulan

Iflakhatul Ulfa

260110140039

Tujuan, Prinsip, Editor

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2017

I.

Tujuan 1.1.Memahami proses in vivo dan perkembangan kadar obat dalam darah setelah pemberian obat secara bolus intravena. 1.2.Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala semilogarithma. 1.3.Mampu menentukan berbagai parameter farmakokinetika obat yang berkaitan dengan pemberian obat secara bolus intravena.

II.

Prinsip 2.1.Kompartemen Pada model 1 kompartemen, obat menganggap tubuh seperti 1 ruang yang sama dimana obat secara cepat terdistribusi ke semua jaringan. Pada model 2 kompartemen, obat menganggap tubuh seperti 2 bagian: Kompartemen sentral: organ2 dimana perfusi darahnya cepat (misalnya hati, ginjal) dan Kompartemen perifer: organ2 dimana perfusi darahnya lambat (misalnya otot, lemak) (Tan, et.al. 2007) 2.2.Ekstrasellular dan intrasellular Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna (Neal. 2006). 2.3.Intravena bolus Injeksi intravena (bolus) adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena atau melalui karet selang infuse dengan menggunakan spuit. Sedangkan pembuluh darah

vena adalah pembuluh darah yang menghantarkan darah ke jantung. Injeksi intravena bertujuan untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorpsi dari pada dengan injeksi perenteral lain, menghindari terjadinya kerusakan jaringan serta memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar (Ambarawati. 2009).

III.

Teori Dasar Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat mengalami absorpsi. Setelah obat masuk dalam sirkulasi sistemik, obat akan didistribusikan, sebagian mengalami pengikatan dengan protein plasma dan sebagian dalam bentuk bebas. Obat bebas selanjutnya didistribusikan sampai ditempat kerjanya dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi obat diekskresikan dari dalam tubuh melalui organ-organ ekskresi, terutama ginjal. Seluruh proses yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi disebut proses farmakokinetik dan proses ini berjalan serentak (Zunilda,.dkk, 1995). Pemberian larutan obat secara intravascular, biasanya intavena, dilakukan dengan dua cara yaitu secara infus dengan kecepatan atau dosis tetap dan secara intermiten (berkala) yaitu obat diberikan dengan dosis tetap secara intravena bolus dengan pemberian berulang, dengan interval tertentu. Lama interval pemberian obat bisa bervariasi antar-individu, tergantung kecepatan obat dieliminasi dari tubuh – dengan kata lain tergantung waktu paro eliminasi obat pada subjek. Sedangkan pemeberian ekstravaskular berulang merupakan cara pemberian obat yang sangat lazim pada pengobatan, utamanya per oral. Seperti halnya pemberian intravena berulang, obat akan terakumulasi di dalam tubuh jika pemberian berikutnya dilakukan ketika obat masih tersisa di dalam tubuh. Seberapa

besar akumulasinya, tergantung interval pemberian obat, relatif terhadap waktu paro eliminasinya. Semakin pendek interval pemberian obat – dibandingkan waktu paro eliminasi obat – semakin tinggi akumulasinya; demikian sebaliknya (Hakim, 2012). Suatu model dalam farmakokinetik adalah struktur hipotesis yang dapat digunakan untuk karakteristik suatu obat dengan meniru suatu perilaku dan nasib obat dalam sistem biologik jika diberikan dengan suatu pemberin rute utama dan bentuk dosis tertentu. Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambakan dengan suatu volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem biologi dapat digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen dua. Kadang-kadang perlu untuk menggunakan multi kompartemen, dimulai dengan determinasi apakah data eksperimen cocok atau pas untuk model kompartemen satu dan jika tidak pas coba dapat mencoba model yang memuaskan. Sebenarnya tubuh manusia adalah model kompartemen multimilion, mengingat konsentrasi obat dalam organel yang berbeda, sel atau jaringan. Dalam tubuh kita memiliki jalan masuk untuk dua jenis cairan tubuh, darah dan urin (Shargel, 2005). Persamaan kinetika obat dalam darah pada pemberian bolus intravena dengan satu dosis D yang mengikuti model satu kompartemen diberikan dengan persamaan : C1 = C0 e-k.t Dimana C1 adalah kadar obat dalam waktu t, C0 adalah kadar obat pada waktu 0,k atau ke adalah konstanta kecepatan eliminasi obat. Dengan menggunakan kadar obat pada berbagai waktu, harga C0 dan k dapat dihitung dengan cara regresi linier setelah persamaan ditransformasikan ke dalam nilai logaritmik : InC1 = InC0 – k.t. Parameter farmakokinetik dibagi menjadi: 1) Parameter primer Merupakan parameter yang harganya dipengaruhi secara langsung oleh variabel fisiologis, yaitu:

a. Clearance (Cl) menunjukkan berapa banyak urin yang dikeluarkan per waktu / kemampuan mengeliminasi (satuannya: volume/waktu). Parameter ini dipengaruhi oleh ginjal. Rumus : Cl = Konstanta eliminasi (Ke) x Vd (Volume distribusi) b. Volume distribusi (Vd) menggambarkan volume teoritis dimana obat terdistribusi pada plasma darah Rumus: Vd = Dosis (Do) dibagi Cpo (kadar) karena obat cepet dieksresi Jika Clearance turun maka t1/2 naik -> karena obat lama dieksresi 3) Parameter turunan, parameter ini dipengaruhi oleh parameter primer, sekuinder maupun besaran lain misalnya Area Under Curve (AUC) yang dipengaruhi oleh Clearance. Jika fungsi eliminasi turun maka AUC akan naik dan sebaliknya. Klirens dan Volume distribusi merupakan parameter farmakokinetika primer yang nilainya di pengaruhi langsung oleh variabel biologis (Shargel, 2005). Tablet

CTM

digunakan

sebagai

antihistaminikum.

Antihistaminikum adalah obat yang menentang kerja histamin pada H-1 reseptor histamin sehingga berguna dalam menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya simptom karena histamin (Ansel,1989). Pembuatan tablet CTM yang paling menguntungkan adalah dengan metode kempa langsung. Metode ini dinilai sangat memuaskan karena hemat waktu, peralatan, energi yang digunakan dan sangat sesuai untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan kelembaban tinggi sehingga dapat

menghindari kemungkinan terjadi perubahan zat aktif akibat pengkristalan kembali yang tidak terkendali selama proses pengeringan pada metode granulasi basah. Selain itu dapat menghindari zat aktif dari tumbukan mekanik yang berlebihan jika di gunakan metode granulasi kering (Voigt, 1984).

IV. Alat, Bahan, dan Gambar Alat 4.1. Alat 1. Beaker glass 2. Beaker glass (dengan keran) 3. Buret 4. Neraca analitik 5. Spektrofotometer UV-Vis 6. Vial 4.2. Bahan 1. Aquadest 2. Obat CTM

4.3. Gambar Alat

Beaker Glass

Spektrofotometer

Buret

Neraca Analitik

Vial

V.

Prosedur Langkah awal praktikum ini dimulai dengan persiapan alat dan juga bahan obat yang akan digunakan. Disiapkan beaker glass lalu diisi dengan 245 mL aquadest, kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 37oC. Selanjutnya dilakukan pembuatan larutan obat CTM 50 mg/mL. Aquadest dalam beaker glass tadi dipindahkan ke dalam rangkaian alat beaker glass dengan kran lalu dicampur dengan larutan obat CTM. Disiapkan buret, tabung kompartemen dan beaker glass lalu isi buret dengan air untuk dialirkan ke dalam beaker glass (dengan kran) berisi larutan obat dan selanjutnya dialirkan ke beaker glass untuk diambil cuplikannya dengan laju alir diatur sama dari buret ke beaker glass (dengan kran) maupun dari beaker glass (dengan kran) ke beaker glass. Cuplikan diambil pada waktu 15, 30, 45, 60, 90 dan 120 menit, pada setiap pengambilan cuplikan ditambahkan air sebanyak volume cuplikan, simpan dalam vial lalu dianalisis kadar obatnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan selanjutnya dihitung

parameter farmakokinetiknya antara lain volume distribusi (Vd), klirens (Cl) dan waktu paruh (t1/2) serta dibuat grafiknya.

VI. Data Pengamatan 6.1. Pembuatan Kurva Baku CTM a. Pembuatan larutan stok CTM 100 ppm (100 μg/mL) V = 100 mL C (ppm) = 100 = Massa CTM = 10.000 µg = 10 mg dalam 100 mL aquades b. Pembuatan larutan CTM 40 ppm (40 μg/mL) V1 . N1 = V2 . N2 V1 x 100 ppm = 20 mL x 40 ppm V1 = 8 mL Jadi, sebanyak 8 mL CTM 100 ppm dipipet dan ditambahkan aquades hingga 20 mL. c. Pembuatan larutan CTM 35 ppm (35 μg/mL) V1 . N1 = V2 . N2 V1 x 100 ppm = 20 mL x 35 ppm V1 = 7 mL Jadi, sebanyak 7 mL CTM 100 ppm dipipet dan ditambahkan aquades hingga 20 mL. d. Pembuatan larutan CTM 30 ppm (30 μg/mL) V1 . N1 = V2 . N2 V1 x 100 ppm = 20 mL x 30 ppm V1 = 6 mL

Jadi, sebanyak 7,5 mL CTM 100 ppm dipipet dan ditambahkan aquades hingga 20 mL. e. Pembuatan larutan CTM 25 ppm (25 μg/mL) V1 . N1 = V2 . N2 V1 x 100 ppm = 20 mL x 25 ppm V1 = 5 mL Jadi, sebanyak 5 mL CTM 100 ppm dipipet dan ditambahkan aquades hingga 20 mL. f. Pembuatan larutan CTM 20 ppm (20 μg/mL) V1 . N1 = V2 . N2 V1 x 100 ppm = 20 mL x 20 ppm V1 = 4 mL Jadi, sebanyak 4 mL CTM 100 ppm dipipet dan ditambahkan aquades hingga 20 mL.

Tabel 1 Data Absorbansi Baku CTM Konsentrasi

Absorbansi

Rata -

1

2

3

rata

20

0,2795

0,2793

0,2781

0,278967

25

0,3487

0,3485

0,3475

0,348233

30

0,4256

0,4256

0,4241

0,4251

35

0,4856

0,4855

0,4838

0,484967

40

0,5534

0,5555

0,55222 0,553707

6.2.Data Sampel Waktu

Absorbansi

Rata-rata

1

2

3

15

2,2453

2,2413

2,2157

2,2285

30

2,0232

2,0195

2,0299

2,0242

45

0,1197

0,1147

0,1063

0,113567

60

0,5856

0,5921

0,5881

0,5886

90

1,0939

1,0912

1,0923

1,092467

120

0,8662

0,8657

0,8648

0,865567

6.3.Data Kadar Obat Terhadap Waktu Waktu (menit)

C (ppm)

ln C

15

162.51

5.091

30

147.19

4.992

45

7.73

2.045

60

42.40

3.747

90

79.18

4.372

120

62.62

4.137

Hubungan Konsentrasi Sampel CTM terhadap waktu 6.000 y = -0.0039x + 4.3002 R² = 0.0192

5.000

ln C

4.000 3.000

Series1

2.000

Linear (Series1)

1.000 0.000 0

50

100

150

Waktu (menit)

6.4.Persamaan Garis Sampel y=-0,0039x+4,3002 k= -0,0039 ln Co=4,3002 Co = 73.71 6.5.Persamaan Garis Kurva Baku Persamaan garis kurva baku y = 0,0137x + 0,0077 a. Waktu 15 menit y= 0,0137 x + 0,0077 2,2341 = 0,0137x + 0,0077

x = 2,2341-0,0077/ 0,0137 x = 162.51 b. Waktu 30 menit y = 0,0137 x + 0,007 2,0242 = 0,0137x+0,0077 x = 2,0242-0,0077 /0,0137 x= 147.19 c. Waktu 45 menit y = 0,0137 x + 0,0077 0,11357 = 0,0137x+0,0077 x = 0,11357-0,0077/0,0137 x=

7.73

d. Waktu 60 menit y = 0,0137 x + 0,0077 0,5886 = 0,0137x+0,0077 x = 0,5886-0,0077 / 0,0137 x=

42.40

e. Waktu 90 menit y = 0,0137 x + 0,0077 1,09247 = 0,0137x+0,0077 x = 1,09247-0,0077/0,0137 x=

79.18

f. Waktu 120 menit y = 0,0137 x + 0,0077 0,86557 = 0,0137x+0,0077 x= 0,86557-0,0077/0,0137 x= 62.62

6.6.Volume Distribusi

10000 mikrogram /73,71 mikrogram/ml 135.667

ml

6.7.Clearance

135,667 x 0,0039 0.5291013 ml/menit

6.8.Waktu paruh (t1/2)

0,693/0,0039 17.77

menit

VII. Pembahasan Pada

praktikum

kali

ini

dilakukan

pengujian

in

vitro

farmakokinetik obat setelah pemberian secara bolus intravena. Pemberian obat secara intravena dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu bolus (sekaligus contohnya injeksi intravena) dan secara kontinyu dengan kecepatan yang konstan seperti pada infus. Farmakokinetika obat merupakan proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi,metabolism,

dan

ekskresi.

Farmakokinetika

mempelajari

perubahan konsentrasi obat perwaktu. Pada pemberian obat secara

intravena, di dalam tubuh obat tidak akan melalui proses absorpsi melainkan langsung terdistribusi ke jaringan dan termetabolisme kemudian diekskresikan. Injeksi intravena tidak melewati proses absorpsi karena obat langsung masuk ke pembuluh darah dan akan langsung didistribusi ke jaringan-jaringan. Parameter farmakokinetik yang diukur yaitu waktu paruh (t ½), konsentrasi obat dalam darah pada waktu tertentu (Ct) dan klirens (Cl), dan Volume distribusi(Vd). Waktu paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam plasma menurun separuhnya dari nilai seharusnya. Klirens suatu obat adalah factor yang memprediksi laju eliminasi yang berhubungan dengan konsentrasi suatu obat tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Volume distribusi adalah volume yang didapatkan pada saat obat didistribusikan. Secara prosedural tahap awal dari percobaan ini yaitu pembuatan larutan stok CTM dengan konsentrasi 100 ppm dengan cara menimbang 10 mg CTM yang dilarutkan dengan 100 ml aquadest. Setelah itu dilakukan pembuatan larutan standar CTM dengan konsentrasi bertingkat 40 ; 35; 30 ; 25 ; 20 ppm dengan pelarut akuades. Larutan standar tersebut kemudian di uji dengan menggunakan spektrofotometri untuk menentukan data absorbansinya hingga didapatkan persamaan linier. Tahapan kedua yaitu penambahan larutan sampel CTM dengan konsenrasi 10mg/ml sebanyak 20 ml ke dalamlarutan aquadest dalam wadah. CTM dianggap sebagai zat obat dengan pemberian secara injeksi bolus intravena. Proses pembuatan dilakukan dengan cara penimbangan serbuk CTM sebanyak 200 mg yang dilarutkan dengan 20 ml aquadest kemudian setelah larut dimasukkan ke dalam wadah yang berisi 250 ml aquadest. Larutan aquadest diilustrasikan sebagai volume distribusi obat dalam tubuh. Volume distribusi (Vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan membuat nilai distribusi lebih besar, atau ikatan pada protein plasma yang meningkatkan

konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih kecil. Perubahan-perubahan dalam ikatan dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat mengubah volume distribusi yang ditentukan dari pengukuran-pengukuran

konsentrasi

plasma.

Pada

percobaan

ini

digunakan satu wadah sebagai ilustrasi model kompartemen satu terbuka. Model ini menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Setelah CTM terlarut dalam larutan, dilakukan pengadukan secara terus menerus yang menggambarkan seperti aliran darah yang mengalir dalam tubuh dengan kecepatan konstan. Cairan dalam wadah kemudian dikeluarkan kira-kira (yang dianggap sebagai proses ekskresi renal). Proses ini disimulasikan sebagai klirens (Cl). Klirens suatu obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya. Kemudian dilakukan pengambilan cuplikan sebanyak 5 ml pada interval waktu 15, 30, 45, 60, 90, dan 120 menit. Setiap pengambilan cuplikan pada wadah ditambahkan aquadest kembali dengan volume yang sama dengan aquades yang dikeluarkan, perlakuan ini dianggap sebagai air yang diminum. Kecepatan tetesan antara aquadest yang masuk dan keluar dari wadah harus sama agar terjadi kesetimbangan sistem. Tahap selanjutnya yaitu pengukuran konsentrasi setiap cuplikan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk menentukan kadar CTM yang diekskresikan per satuan waktu. Cuplikan diukur panjang gelombang CTM yaitu 261 nm untuk didapatkan absorbansinya sehingga dapat diketahui konsentrasinya dengan menggunakan data kalibrasi CTM standar yang telah diketahui sebelumnya. Setelah didapatkan konsentrasi obat, kemudian plotkan data konsentrasi obat sebagai fungsi waktu pada skala semilogaritmik dan hitung nilai Co, K, Vd, Cl, dan t ⁄ .

Hasil yang diperoleh dari percobaan ini, dilihat dari kurva baku yang dibuat sebagai standar percobaan menunjukkan regresi yang baik karena mendekati nilai 1 yang artinya linier. Data yang diperoleh dari konsentrasi sampel CTM pada satuan waktu dengan pemberian secara bolus menunjukkan penurunan lalu diikuti dengan kenaikan yang tidak konstan. Pada menit ke 5, konsentrasi CTM menunjukkan 162,51 ppm, lalu 147,19 ppm saat menit ke 30, lalu 7,73 pada menit ke 45 selanjutnya 42,40 pada waktu ke 60 dan 79,18 dan 62,62 pada menit ke 90 dan 120. Hal ini tidak sesuai dengan teori farmakokinetika obat dimana konsentrasi obat yang diberikan secara langsung tersebut mempunya konsentrasi obat yang tinggi dalam darah pada saat pemberian dan semakin menurun terhadap bertambahnya waktu dan sirkulasi cairan tubuh yang terus berjalan hamper sebanding dengan yang dimetabolisme dan dieksresikan keluar. Selain itu parameter farmakokinetik yang ditentukan lainnya seperti volume distribusi sesar 135,667 ml, clearance yaitu 0,5291 ml.menit dan waktu paruh 17,77 menit (seharusnya diatas 9 jam). Hal ini dapat diakibatkan oleh factor-faktor seperti human error, perlakuan terhadap cairan yang keluar maupun yang masuk atau factor lainnya yang memungkinkan misalnya pada sampel uji.

VIII. Simpulan Parameter farmakokinetik dari sampel CTM pada pemberian secara bolus secara in vitro didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan teori pada konsentrasi terhadap waktu, volume distribusi, klirens dan waktu paruh.

DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, R,E., Wulandari, D. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendika Press. Ansel,H.C. 1989. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta : UI Press. Hakim, Lukman. 2012. Farmakokinetik. Yogyakarta : Bursa Ilmu. M. J. Neal. 2006. At a glance of farmakologi medis edisi kelima. Penerbit Erlangga. Rowland, M., & Tozer, T.N. 2011. Clinical pharmacokinetics/pharmacodynamics (4th ed.): Lippincott Williams and Wilkins. Shargel, Leon. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Ed.II. Surabaya: Airlangga University Press. Tan Koay Tjay, Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya edisi keenam. Gramedia, Jakarta. Voigt. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto. S. Yogyakarta : UGM Press. Zunilda, S.B, dan F.D. Suyatna. 1995. Pengantar Farmakologi, Farmakologi dan Terapi Edisi kelima. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF