Kelompok 3 PPT KBBHP Edit

November 29, 2017 | Author: santi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

power point ikan...

Description

TUGAS PAPER KARAKTERISTIK BAHAN BAKU HASIL PERAIRAN KEMUNDURAN MUTU IKAN YANG DISEBABKAN OLEH AKTIVITAS MIKROORGANISME

Disusun Oleh: Reni Lobo Pebry Aisyah Putri Batubara Ryana Tammi Putri Sihono Reiza Wibowo

(C351160171) (C351160081) (C351160121) (C351160211) (C351150251)

PROGRAM PASCA SARJANA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

A. Pendahuluan Kualitas ikan dan produk perikanan telah menjadi perhatian utama dalam industri ikan di seluruh dunia (Huss et al., 2003). Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah rusak dan sebagai produk komoditas perdagangan global, ikan lebih rentan terhadap penolakan karena kualitas yang buruk yang disebabkan oleh penanganan pascapanen yang tidak menerapkan prinsip C3Q (Clean, Care, Cold and Quick). Kerusakan

ikan

dapat

terjadi

secara

biokimia

maupun

mikrobiologi

(Hadiwiyoto, 1993), sehingga diperlukan suatu bentuk penanganan yang maksimal sehingga mutu yang diterima oleh konsumen tetap terjaga. Penanganan hasil perikanan memiliki prinsip yaitu melakukan penanganan secara cepat, tepat waktu dan selalu dalam rantai dingin Secara umum ikan diperdagangkan dalam keadaan sudah mati dan seringkali dalam keadaan masih hidup. Pada kondisi hidup tentu saja ikan dapat diperdagangkan dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segera mengalami kemunduran mutu. Segera setelah ikan mati, maka akan terjadi perubahanperubahan yang mengarah kepada terjadinya pembusukan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri. Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan dan mengakibatkan perubahan rasa (flavor), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Aktivitas kimiawi yaitu terjadinya oksidasi lemak daging oleh oksigen. Oksigen yang terkandung dalam udara mengoksidasi lemak daging ikan dan menimbulkan bau tengik (rancid). Perubahan yang diakibatkan oleh bakteri dipicu oleh terjadinya kerusakan komponen-komponen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia. Aktivitas kimia menghasilkan komponen yang yang lebih sederhana. Kondisi ini lebih disukai bakteri sehingga memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan. Dalam kenyataannya proses kemunduran mutu berlangsung sangat kompleks. Satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan. Untuk mencegah terjadinya kerusakan secara cepat, maka harus selalu dihindarkan terjadinya ketiga aktivitas secara bersamaan.

B. Prinsip Penanganan Hasil Perikanan Ikan akan mengalami penurunan mutu, kesegaran dan kerusakan selama proses penyimpanan. Perbaikan dilakukan sejak ikan ditangkap sampai proses pengolahan. Manual handling dan kondisi suhu harus selalu di monitor. Suhu merupakan faktor yang signifikan terhadap kerusakan ikan, setiap kenaikan suhu 50C, tingkat kerusakan ikan meningkat 2 kali. Penanganan ikan yang baik meliputi: 1. Penanganan ikan dan peralatan Prinsip-prinsip penanganan ikan adalah sebagai berikut: a)

Penanganan ikan dilakukan dengan hati-hati

b)

Mengambil, mengangkat atau memindahkan ikan tidak dilakukan pada bagian ekor

c)

Tidak melempar, menginjak, atau perlakuan kasar pada ikan karena dapat mengurangi kualitas ikan

d)

Tidak sembarangan dalam menangani ikan Semua peralatan dan permukaan yang bersentuhan dengan ikan harus dibersihkan untuk mencegah kontaminasi ikan. Permukaan peralatan yang tidak bersentuhan dengan ikan selama operasi pemrosesan harus dibersihkan untuk meminimalkan akumulasi debu, kotoran, partikel makanan dan sampah lainnya. Setiap fasilitas harus memiliki program pembersihan tertulis yang mencakup penggunaan deterjen yang tepat dan bacterisida. Program ini harus menyediakan penanganan pembersihan, sanitasi peralatan pada akhir setiap hari pengolahan dan cleaning peralatan setiap hari sebelum pengolahan akan dilakukan. Personil harus dibiasakan dengan prosedur ini. 2. Pengendalian suhu Selama proses sortasi dan penghilangan bagian perut, harus dilakukan pada suhu dingin dan pencucian menggunakan air bersih. Ikan harus ditangani dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan fisik. Ikan yang sudah disortasi dan dibersihkan isi perut, ditata secara rapi secara berlapis dengan diberi es. Penataan yang tidak rapi dan saling tumpang tindih, akan mengakibatkan gaping daging ikan. Ketebalan lapisan ikan dan es tidak boleh melebihi 50 cm, untuk menghindari terjadinya kerusakan karena tekanan. Selama proses distribusi, faktor yang mempengaruhi mutu ikan adalah tingkat insulasi box penyimpan, sistem pendingin pada alat transportasi, suhu ruangan, dan lama proses distribusi. Umumnya, selama proses distribusi, perbandingan ikan dan es adalah 3: 1 atau 2: 1.

3. Metode penyimpanan beku Prinsip Good Manufacturing Practices, ikan hasil tangkapan harus segera dilakukan pembekuan dan disimpan pada suhu rendah. Ikan utuh, dibekukan dengan air blast freezer dengan suhu -400C. Suhu ikan bagian dalam sekitar -200C sebelum di pindahkan ke ruang penyimpanan atau cold storage. Ikan dengan ketebalan 12,5 cm, membutuhkan waktu pembekuan selama 5 jam di dalam air blast freezer. Untuk mencegah terjadinya oksidasi lemak pada ikan, suhu penyimpanan adalah -250C sampai -300C sehingga mutu produk bisa dipertahankan selama 6-12 bulan.

C. Kemunduran Mutu Ikan Sekali ikan kehilangan tingkat kesegaran dan kerusakan mutu, tidak ada teknologi atau proses yang mampu untuk mengembalikannya. Tingkat kerusakan ikan tergantung pada proses penanganan pasca penangkapan. Cara terbaik untuk menjaga mutu ikan adalah penanganan secara hati-hati dengan memperhatikan setiap detil parameter mutu ikan. Penyebab kemunduran mutu ikan adalah: 1. Kerusakan fisik Kerusakan fisik merupakan penyebab utama kemunduran mutu ikan ikan. Struktur daging yang tidak kompak (gaping flesh) merupakan kerusakan utama fisik yang diikuti oleh memar dan lembek. Kerusakan tersebut tidak bisa terlihat pada kondisi ikan segar dan beku, namun akan jelas terlihat pada proses pemfiletan dan pemotongan. Gaping merupakan pemisahan antar lapisan daging ikan yang disebabkan oleh lemahnya jaringan ikan pada daging ikan sehingga menyebabkan terjadinya celah antar lapisan daging ikan. Gaping menunjukkan proses penanganan ikan yang tidak baik.

Gambar 1. Gaping pada daging ikan

Memar dapat terjadi baik saat ikan masih hidup dan setelah mati. Penelitian di Jepang, penangkapan menggunakan gillnet menunjukkan bahwa kejadian memar meningkat dari 21 % di segar, daging yang memisah/split fish sebesar 40 % setelah ikan dibekukan.

Gambar 2. Memar pada ikan Daging lembek disebabkan oleh kerusakan fisik, kerusakan enzimatis atau aktifitas mikroba. Daging lembek akan menyebabkan mutu fillet yang rendah dan warna yang kusam, ketika dimasak, daging lebih kering dan kemungkinan terjadi off flavour yang disebabkan oleh ketengikan. Daging lembek bisa dicegah dengan proses penanganan ikan secara hati-hati. 2. Kerusakan enzimatis Efek yang paling sering terlihat dari degradasi enzimatik adalah penampakan bagian perut seperti luka bakar/belly burn. Belly burn disebabkan oleh enzim pencernaan yang memecah dinding saluran usus, masuk ke dalam rongga perut, dan kemudian mulai mencerna dinding tubuh. Enzim lain yang mengendalikan pemecahan protein yang hadir dalam sel-sel otot sehingga terjadi pelunakan daging. 3. Pembusukan/Spoilage Pembusukan adalah dekomposisi disebabkan oleh degradasi protein bakteri. Pembusukan oleh bakteri merupakan masalah utama ikan. Pembusukan tersebut dapat terjadi pada ikan segar, beku, maupun produk kalengan. ikan hidup mengandung bakteri pada kulit, insang dan dalam jumlah besar di usus. Daging ikan hidup steril, namun ketika kulit rusak atau tertusuk, bakteri masuk daging. Setelah ikan mati, populasi bakteri tetap relatif stabil selama pre-rigor dan rigor. Setelah fase rigor, populasi bakteri tumbuh pada tingkat yang cukup tinggi yang dipengaruhi oleh faktor suhu dan enzim. Kontaminasi bakteri juga terjadi dari peralatan yang kontak dengan ikan, seperti sarung tangan, dek kapal. pantai, dan sistem dingin.

Luka atau tusukan di kulit atau perut dinding mengekspos daging, dan hal-hal yang membuat luka ini atau tusukan dapat menyebabkan kontaminasi bakteri ke dalam daging. Ini akan mempercepat pembusukan ikan. 4. Penyebab kerusakan lainnya a). Ketengikan (Rancidity) Ketengikan pada ikan karena terjadinya oksidasi lemak/minyak yang terkandung pada ikan tersebut. Tanda pertama terjadinya ketengikan adalah terbentuknya warna kuning pada bagian perut dan leher yang padaproses selanjutnya akan membentuk warna seperti karat. Proses ketengikan bisa juga teridentifikasi dengan terbentuknya bau yang tidak enak/off flavor. Ketengikan disebabkan karena penanganan yang tidak baik. Reaksi ketengikan mulai terjadi ketika ikan mati,namun proses reaksi berjalan secara lambat. Namun dengan adanya sinar matahari dan logam,akan mempercepat proses tersebut. Sekali terjadi oksidasi lemak pada ikan, tidak dapat dihentikan walaupun ikan tersebut disimpan pada kondisi beku –17,780C sampai -26,110C atau disimpan dalam kemasan vakum. 2. Sunburn Sunburn nampak dengan terjadinya warna kemerahan selama pembekuan. Setelah pembekuan, intensitas warna merah lebih kuat. Pada kasus yang parah kulit akan kering dan berkerut. Ikan tersebut memiliki daging lembek dari pemecahan enzimatik dan tidak layak untuk dikonsumsi manusia. Sinar matahari langsung tidak diperlukan baik untuk sunburn atau untuk mengkatalisis reaksi oksidasi, namun UV dalam sinar matahari akan menembus lapisan awan dan menyebabkan masalah yang sama seperti yang akan sinar matahari langsung. Dengan demikian, selama proses penangana ikan, harus dilakukan dalam kondisi terjaga dari paparan sinar matahari maupun sinar UV.

3. Kotoran

Tanah dan lumpur sulit dihilangkan dari ikan karena mengendap di lendir dan rongga insang sehingga berpotensi terbawa pada produk jadi. Selain itu, kotoran tersebut juga berpotensi membawa mikroba yang akan menginfeksi pada ikan. Selain faktor-faktor diatas, kemunduran mutu ikan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dibawah ini: 1. Cara Penangkapan Ikan yang ditangkap dengan alat trawl, pole, line, dan sebaginya akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan yang ditangkap menggunakan Gill-net dan long-line. Hal ini dikarenakan pada alat-alat yang pertama, ikan yang tertangkap segera ditarik di atas dek, sedangkan pada alat-alat yang kedua ikan yang tertangkap dan mati dibiarkan terendam agak lama di dalam air. Kondisi ini menyebabkan ikan tidak segar saat dinaikkan ke atas dek. 2. Reaksi Ikan Menghadapi Kematian Ikan yang dalam hidupnya bergerak cepat, contoh tongkol, tenggiri, cucut, dan lain-lain, biasanya meronta keras bila terkena alat tangkap. Akibatnya banyak kehilangan tenaga, cepat mati, rigor mortis cepat terjadi dan cepat pula berakhir. Kondisi ini menyebabkan ikan cepat membusuk. Berbeda dengan ikan bawal, ikan jenis ini tidak banyak memberi reaksi terhadap alat tangkap, bahkan kadang-kadang ia masih hidup ketika dinaikkan ke atas dek. Jadi masih mempunyai banyak simpanan tenaga. Akibatnya ikan lama memasuki rigor mortis dan lama pula dalam kondisi ini. Hal ini menyebabkan pembusukan berlangsung lambat. 3. Jenis dan Ukuran Ikan Kecepatan pembusukan berbeda pada tiap jenis ikan, karena perbedaan komposisi kimia ikan. Ikan-ikan yang kecil membusuk lebih cepat dari pada ikan yang lebih besar. 4. Keadaan Fisik Sebelum Mati Ikan dengan fisik lemah, misal ikan yang sakit, lapar atau habis bertelur ikan lebih cepat membusuk karena ikan tersebut telah banyak kehilangan energi. 5. Keadaan Cuaca

Keadaan udara yang panas berawan atau hujan, laut yang banyak bergelombang, akan berpengaruh terhadap mempercepat pembusukan ikan. D. Kemunduran Mutu Ikan Karena Aktivitas Mikroorganisme Pembusukan ikan bisa sangat cepat terjadi setelah ikan ditangkap. Proses pembusukan akan mulai dalam waktu 12 jam dari tangkapan di lingkungan tropis. Sebagian besar kualitas ikan menurun akibat dari kerusakan enzimatis dan lipase, pembusukan mikroba dari bakteri permukaan dan oksidasi. Selama pembusukan ikan, terjadi proses pemecahan komponen dan pembentukan senyawa baru yang bertanggung jawab atas perubahan bau, rasa dan tekstur dari daging ikan (Berkel et al., 2004). Reaksi metabolisme jaringan daging yang penting sesudah ikan mati adalah terurainya glikogen, terbentuknya asam laktat, yang diikuti oleh penurunan derajat keasaman daging ikan tersebut. Derajat keasaman yang dinyatakan dengan angka pH bagi ikan hidup adalah 7,0 dan setelah mati nilai pH tersebut menurun mencapai minimum antara 5,8 hingga 6,2 pada saat mana terjadi kejang (rigor mortis) pada ikan. Jenis bakteri yang terdapat pada ikan menggerogoti setiap bagian ikan menurut bagian spesialisasinya (enzimnya) yang mengurai senyawa protein, lemak dan lain-lain pada ikan sehingga, akhirnya terbentuklah senyawa-senyawa sederhana seperti air, ammonia (NH 3), trimethylamin (TMA), gas hidrogen belerang (H 2S), karbondioksida (CO2), berbagai asam dan lain-lain senyawa yang berbau busuk dan tengik ( Ilyas, 1983). Adapun jenis bakteri yang umum ditemukan pada tubuh ikan adalah Achromobacter, Pseudomonas, Flavobacter, Micrococcus dan Bacillus. Bakteri-bakteri ini terdapat diseluruh permukaan tubuh ikan terutama pada bagian insang, kulit, dan usus (Afrianto et al., 2002) E. Proses Pembusukan Ikan Akibat Aktivitas Mikroorganisme Shawyer dan Pizzali, 2003 menjelaskan bahwa proses pembusukan ikan dibagi menjadi 4 fase seperti gambar dibawah:

Gambar 3. Fase pembusukan Ikan Fase pertama dan kedua merupakan fase autolisis enzimatis yang menginisiasi fase ketiga dan keempat yang merupakan kerusakan oleh mikroba yang menyebabkan mutu ikan menjadi tidak layak konsumsi (Abbas et al., 2009). Pembusukan bakteri pada ikan tidak dimulai sampai dimulainya kaku otot setelah ikan mati ketika enzim dikeluarkan dari serat daging. Oleh karena itu kekakuan yang lambat akan memperpanjang waktu penyimpanan ikan. Kekakuan otot dipercepat oleh perlawanan yang dilakukan oleh ikan, kurangnya oksigen, dan suhu yang lebih tinggi. pH rendah dan pendinginan yang tepat akan memperlambat mulainya kekakuan otot. pH daging ikan juga penting karena semakin rendah pH, semakin lambat pula proses penguraian bakteri. pH daging ikan menurun karena konversi glikogen daging menjadi asam laktat. Dengan bantuan aktivitas enzim, pembusukan mikroba sejauh ini merupakan cara utama pembusukan pada ikan-ikan dan kerang-kerangan yang didinginkan. Ada beberapa jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan, namun salah satu mikroorganisme yang menjadi perhatian utama adalah bakteri. Sebagian besar bakteri biasanya terdapat pada lendir permukaan, pada insang, dan usus ikan yang masih hidup. Bakteri tersebut biasanya tidak berbahaya bagi ikan-ikan yang sehat dan hidup karena pertahanan alami ikan-ikan tersebut menjauhkan mereka dari bahaya, namun segera setelah mati, bakteri dan enzim yang dikeluarkan oleh ikan-ikan tersebut mulai menyerang jaringan sepanjang kulit, dan sepanjang lapisan rongga perut. Bakteri juga memasuki daging melalui setiap tusukan atau luka yang terbuka. Hal tersebut merupakan satu alasan mengapa sangat penting bahwa ikan ditangani dengan hati-hati di atas kapal penangkap ikan dan tidak ditusuk atau ditangani dengan garpu rumput atau alat tajam lainnya yang dapat menusuk daging ikan tersebut.

Bakteri mengeluarkan getah pencernaan, enzim yang merusak dan menghancurkan jaringan yang diserang oleh bakteri tersebut. Bakteri pada daging menyebabkan perubahan bau dan rasa yang pada mulanya terasa “masam”, “beraroma seperti rumput”, atau “asam”. Bau dan rasa ini dapat secara bertahap berubah menjadi “pahit” atau “sulfida” dan dapat berubah menjadi amonia pada tahap-tahap akhirnya. Selain perubahan bau dan rasa, bakteri menyebabkan perubahan tampilan dan ciri fisik ikan. Lendir pada kulit dan insang dapat berubah dari yang biasanya tampak jernih dan berair menjadi keruh dan kehitaman. Warna kulit ikan hilang dan menjadi tampak pucat dan pudar. Lapisan perut menjadi pucat dan hampir lepas dari dinding bagian dalam tubuh. Flora bakteri pada ikan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti musim dan lingkungan. Spesies ikan berbeda yang ditangkap pada lokasi yang sama selama musim yang sama memiliki flora bakteri yang sama, namun ikan dari spesies sama yang ditangkap di lingkungan yang berbeda terkadang memiliki flora yang sangat beragam. Flora yang terdapat pada ikan mencerminkan flora di perairan di mana ikan tersebut ditangkap. Ikan dapat membusuk baik dari permukaan bagian dalam maupun luarnya. Permukaan dalam paling sering menjadi tempat masuknya bakteri adalah insang. Insang bersifat lunak dan lembab, menjadi tempat yang ideal bagi bakteri untuk tumbuh. Di sini bakteri tumbuh dengan cepat yang menyebabkan perubahan bau dan perubahan warna. Kondisi insang sering digunakan sebagai indikator dari tahap pembusukan ikan. Insang yang berubah warna dan berlendir merupakan indikasi buruknya kualitas ikan. Dari insang, bakteri melewati sistem pembuluh darah, melewati ginjal, dan masuk ke dalam daging. Bakteri pada permukaan luar ikan berada di dekat bagian-bagian yang biasanya dijadikan fillet dibanding dengan bakteri pada usus. Oleh karena itu, daging dapat terserang bakteri permukaan jauh sebelum bakteri masuk melalui dinding usus. Selain itu, kulit memiliki lebih banyak wilayah kontak dengan bagian yang difillet dibandingkan dengan dinding usus. Jumlah bakteri dalam lendir dan pada kulit ikan yang baru ditangkap dapat berjumlah jutaan per sentimeter persegi. Mencuci ikan seringkali mengurangi jumlah bakteri permukaan hingga 80 sampai 90%. Ikan-ikan juga dapat terkontaminasi dari luar karena didinginkan dengan menggunakan es yang tidak bersih. Es yang tidak dicuci dapat mengandung jutaan bakteri per gram es tersebut. Ikan-ikan juga dapat terkena banyak bakteri dari geladak kapal, dari para nelayan yang menangani mereka, dan dari kurungan-kurungan dimana ikan-ikan

tersebut disimpan dalam geladak kapal.Mereka dapat terkena bakteri tambahan ketika dibersihkan dari permukaan tempat kerja atau dari orang-orang yang melakukan pembersihan tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah diserang oleh bakteri adalah karena ikan segar dan kerang-kerangan mengandung lebih banyak kadar air dan sedikit lemak, jika dibanding dengan jenis daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak. Protein yang dimiliki daging ikan mudah diurai, dibandingkan jenis daging lainnya. Kondisi ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri. Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan segar dan kerang-kerangan akan cenderung bersifat alkaline/basa karena amonia yang dihasilkan dari proses autolisis daging ikan, kondisi ini memberikan lingkungan yang sesuai bagi bakteri untuk berkembang biak. F. Perubahan biokimiawi oleh aktivitas mikroba Jika dibandingkan dengan kondisi ikan yang steril dari mikroba, ikan yang terkontaminasi

oleh

mikroba

akan

menghasilkan

komponen

volatile

seperti

trimethylamine, senyawa volatil sulphur, aldehide, ketone, ester, hypoxanthine dan komponen dengan berat molekul rendah.

Gambar 4. Perubahan senyawa yang mengandung Nitrogen selama pembusukan dan autolisis Reduksi Trimetilamin oksida (TMAO) Daging ikan mengandung banyak nitrogen non protein. Enzim alami ikan menghasilkan perubahan autolisis yang meningkatkan persediaan makanan bernitrogen,

seperti amines dan asam amino, dan glukosa untuk perkembangbiakan bakteri. Bakteri tersebut kemudian mengubah senyawa ini menjadi trimethylamine (TMA), amonia, amines, dan aldehida. Bacteri seperti Shewanella putrifaciens, Aeromonas spp., psychrotolerant Enterobacteriacceae, P. phosphoreum dan Vibrio spp. mampu mengubah senyawa TMAO menjadi TMA yang berbau ammonia dan off-flavors. Produk-produk akhir penguraian TMAO dapat berupa hidrogen sulfida dan sulfida lainnya, mercaptans, dan indole, produk-produk yang menunjukkan pembusukan. Pada banyak spesies laut yang mengandung senyawa trimethylamine oksida (TMAO) yang tidak berbau, satu reaksi yang nyata adalah penguraiannya menjadi TMA. Reaksi tersebut dicirikan dengan adanya bau seperti amonia, namun dalam kombinasi dengan senyawa lainnya dapat menimbulkan bau “amis”. Pengurangan bertahap pada TMAO dan peningkatan yang bersamaan pada TMA telah digunakan sebagai ukuran pembusukan secara kimia pada beberapa ikan laut. Ikan air tawar tidak mengandung TMAO, maka dari itu, digunakan ukuran kesegaran lain bagi spesies-spesies tersebut.

Gambar 5. Reduksi TMAO oleh Shewanella putrefaciens

Pada beberapa spesies ikan, pembentukan TMA paralel dengan pembentukan hipoxantin. Hipoxantin selain dihasilkan dari autolisis nukleotida namun juga bisa dihasilkan oleh mikroba dengan tingkat pembentukan hipoxantin yang lebih tinggi dari autolisis. Jorgensen et al. (1988) dan Dalgaard (1993) menunjukkan korelasi linier antara kandungan TMA dengan hipoxantin pada ikan cod yang disimpan pada suhu dingin.

Beberapa bakteri pembusuk seperti Pseudomonas spp,

S. putrefaciens dan P. phosphoreum yang memproduksi hipoxantin dari inosine atau inosine mono-phosphate.

Gambar 6. Hubungan antara kandungan TMA dan Hipoxantin selama penyimpanan Ikan Cod pada suhu rendah Mikroba Shewanella putrefaciens Photobacterium phosphoreum Pseudomonas spp. Vibrionaceae anaerobic spoilers

Senyawa yang dihasilkan TMA, H2S, CH3SH, (CH3)2S, Hx TMA, Hx ketones, aldehydes, esters, non-H2S sulphides TMA, H2S NH3, acetic, butyric and propionic acid

Tabel 1. Senyawa sederhana yang terbentuk pada kebusukan ikan oleh mikroba Substrat TMAO cysteine methionine carbohydrates and lactate inosine, IMP amino-acid s (glycine, leucine) amino-acids, urea

serine,

Senyawa yang dihasilkan pembusuk TMA H2S CH3SH, (CH3)2S acetate, CO2, H2O hypoxanthine esters, ketones, aldehydes

bakteri

NH3

Tabel 2. Substrat dan komponen volatil yang dihasilkan oleh bakteri pembusuk

Gambar 6. Hubungan antara kandungan nitrogen volatil terhadap lama penyimpanan

G. Pengujian Untuk Mengetahui Kemunduran Mutu Ikan Pengujian ALT (Angka Lempeng Total)/TPC (Total Plate Count) Bakteri yang dominan terhadap terjadinya pembusukan ikan adalah Pseudomomas, Flavobacterium, Micrococcus dan Achromabacter. TPC (Total Plate Count) adalah metode untuk menghitung bakteri pada daging ikan atau produk-produk perikanan. Hasil penentuan dari TPC dapat memberikan gambaran derajat kesegaran ikan yang sedang dianalisa karena bakteri merupakan penyebab kebusukan ikan.Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat, jika pengenceran dilakukan secara baik dan benar. Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu tertentu sesuai dengan jenis mikroba yang akan dihitung. Perhitungan jumlah koloni dapat dilakukan dengan menggunakan “Colony Counter”. Prosedur Pengujian Angka Lempengan Total terdapat di SNI 01-2332.3-2006. H. Metode Untuk Menghambat Kemunduran Mutu Kesegaran Ikan Ada dua cara utama untuk menghambat kemunduran mutu ikan segar, yaitu: 1. Merusak atau mematikan agen penyebab kerusakan, yaitu enzim dan bakteri. Merusak atau mematikan agen penyebab kerusakan, yaitu enzim dan bakteri dengan menggunakan suhu tinggi yaitu pemanasan, pemasakan, dan sebagainya. Agen penyebab kerusakan daging ikan tidak akan aktif lagi. Namun cara ini tidak hanya berpengaruh terhadap agen penyebab kemunduran mutu ikan, tetapi juga mengubah sifat asli kesegaran ikan.

2. Menghambat aktivitas penyebab kemunduran mutu Menghambat aktivitas penyebab kemunduran mutu hingga pada tingkat paling rendah misalnya dengan menggunakan garam, pengeringan, dan sebagainya. Namun cara ini juga menyebabkan banyak perubahan terhadap sifat asli kesegaran ikan. Agar sifat asli kesegaran ikan bertahan, yang diperlukan adalah cara yang tidak banyak berpengaruh terhadap sifat asli kesegaran ikan. Cara paling mudah dan efektif untuk menghambat agen penyebab kerusakan ikan adalah dengan menggunakan suhu rendah. Dengan suhu rendah ini aktivitas agen penyebab kerusakan terhambat sedangkan sifat asli kesegaran ikan hampir tidak berubah. Pada suhu rendah tersebut aktivitas enzim terhambat, aktivitas dan pertumbuhan bakteri pun terhambat dan bahkan sebagian bakteri yang tidak tahan suhu rendah akan mati. Akibatnya, kemunduran mutu ikan berjalan jauh lebih lambat sehingga ikan tetap segar dalam jangka waktu lama. Kemampuan suhu rendah mempertahankan ikan tetap segar sangat ditentukan oleh mutu awal ikan, teknik untuk membuat ikan bersuhu rendah, dan penerapan suhu rendah tersebut hingga ikan siap digunakan (sistem rantai dingin). Cara paling sederhana, mudah, murah dan lazim digunakan untuk membuat ikan bersuhu rendah adalah dengan menurunkan suhu menggunakan es. Dengan cara ini ikan menjadi dingin tetapi tidak beku. Titik beku ikan (-1,1° s/d -2,2°C) tidak akan tercapai, dan suhu terendah yang dicapai sekitar 0°C. Pada suhu ini semua aktivitas penyebab kemunduran mutu ikan terhambat sehingga kemunduran mutu pun terhambat. Tidak hanya itu, dengan es tersebut ikan akan tetap basah, bersih dan mengkilap akibat tercuci lelehan es.

Gambar 8. Pengaruh suhu terhadap aktivitas mikroba

Gambar 9. Efek suhu terhadap tingkat kecepatan maksimum pertumbuhan (µmax) Shewanella putrefaciens pada medium yang mengandung TMAO

I. DAFTAR PUSTAKA Abbas, K.A., A.M. Saleh, A., Mohamed and O. Lasekan, 2009. The relationship between water activity and fish spoilage during cold storage: A review. J. Food, Agric. Environ., 7: 86-90. 50 Afrianto, E dan Liviawaty, E., 2002. Pengawetan Yogyakarta: Kanisius

dan

Pengolahan

Ikan.

Berkel, B.M., B.V.Boogaard and C. Heijnen, 2004. Preservation of Fish and Meat. Agromisa Foundation, Wageningen, The Netherlands, ISBN: 90-72746-01-9 pp:78-80 Doyle, J. P, (1995), Care and handling of Salmon: The Key to Quality, Marine Advisory Bulletin No. 45, School of Fisheries and Ocean Sciences. Hadiwiyoto, S, 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Huss HH, Ababouch L, Gram L. 2003. Assasment and management of seafood safety and quality. FAO Fisheries Technical. Paper-444. ISBN 92-5-10494-8. Food and Agriculture Orgnization of The United Nations. Roma, Itali Shawyer, M. and M. Pizzali, 2003. The use of ice on Small Fishing Vessels. In: Food and Agriculture Organization of the United Nation, Shawyer, M. and M. Pizzali (Eds.). Rome, Italy, ISBN: 9251050104, pp: 1-34.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF