Kelompok 3 Konsep Kesehatan Pedesaan
March 11, 2019 | Author: Dyah Sotyamartani | Category: N/A
Short Description
chn...
Description
MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS KESEHATAN PEDESAAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Community Health Nursing (CHN)
Oleh : KELOMPOK 3 REGULER 2 2012
Betris Dian Kavalo Lisa Theana
125070200111030 125070201111012
Sang Made Firsto Mogi W G 125070201111034 Sahrul Aini
125070201111008
Octavya Aji Permatasari
125070200111028
Amirullah
125070207111010
Riyan Aji Anggana
125070207111012
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut
Rifhi
Siddiq,desa
merupakan
suatu
wilayah
yang
mempunyai tingkat kepadatan rendah yang dihuni oleh penduduk dengan interaksi sosial yang bersifat homogen, bermatapencaharian dibidang agraris serta mampu berinteraksi dengan wilayah lain di sekitarnya. Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Mata pencaharian mereka dari bercocok tanam atau pun melaut, yang jelas memanfaatkan hasil alam. Masyarakat desa adalah sosok yang sederhana dan juga masih memegang teguh kebiasaan adat yang diajarkan leluhur mereka secara turun temurun dan Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya. Sehingga terkadang mereka mudah curiga apalagi dengan orang asing, mempunyai sifat kekeluargaan yang erat. Lugas atau berbicara apa adanya dan jauh lebih bisa menghargai orang lain juga memiliki kehidupan beragama atau religius yang kuat. Mengenai lingkungan sebagai faktor penentu karakteristik desakota, Smith dan Zopf membedakan 3 jenis lingkungan yaitu lingkungan fisik/unorganik, lingkungan biologik/organik, lingkungan sosio kultural. Lingkungan sosial-kultural dibagi lagi menjadi tiga kategori, yakni fisik, biososial dan psikososial (dalam Rahadjo, 1999).Secara garis besarnya dalam hal lingkungan fisik, masyarakat desa lebih langsung berhadapan dan dipengaruhi oleh lingkungan fisik dibandingkan dengan masyarakat kota. Tanah dan kekotoran yang untuk orang kota sinonim dengan bakteri, untuk orang desa bergumul dengan ‖kekotoran‖ (lumpur) itu justru menjadi kehidupan bagi mereka (Rahadjo, 1999). Dalam hal lingkungan sosiokultural, perbedaan antara kehidupan masyarakat desa dan kota juga
terlihat jelas pada ketiga katagori lingkungan sosiokultur dalam lingkungan psikososial, kota lebih memperlihatkan bangunan-bangunan fisik yang lebih banyak dan bervariasi.Berdasarkan lingkungan biososial, kota lebih memperhatikan komposisi ras atau kebangsaan yang beragam dibanding dengan masyarakat desa. Dalam lingkungan psikososial, lingkungan perkotaan jauh lebih kompleks dibanding dengan perdesaan. Desa tidak jarang memberikan asosiasi yang romantik. Bagi penduduk kota yang tidak mengurangi hiruk pikuk, udara bercampur asap knalpot, siang yang membakar serta hidup yang sangat individualistis, desa merupakan firdaus yang menawarkan ketenangan, udara bersih, pohon yang rindang dan kehidupan yang sangat kekeluargaan.Tetapi asosiasi yang romantik itu akan perlahan lenyap apabila seseorang mendapat kesempatan untuk tinggal beberapa waktu didesa. Akan segera nampak bahwa sebagian besar penduduk desa di Indonesia dililit masalah yang sangat parah yakni kemiskinan (Hagul, 1992). Biro Pusat Statistik (BPS) mengungkap Maret 2012, 63 persen dari 29.13 juta penduduk miskin di Indonesia tingal di pedesaan, hal ini secara otomatis dipahami bahwa itu adalah petani dan buruh tani.Profesor Sajogyo mengungkap bahwa kepemilikan lahan petani gurem di Indonesia adalah rata-rata kurang dari 0.5 hektar, dan setiap tahun meningkat sebesar 1.5% per tahun, dan jumlah buruh tani meningkat dengan laju 5% per tahun. Penguasaan lahan oleh Pemerintah lebih banyak diberikan kepada ―masyarakat kota‖ dibanding kepada ―masyarakat pedesaan.‖ Setiap tahun puluhan ribu hektar lahan sawah berubah fungsi menjadi pemukiman, kawasan industri/pabrik-pabrik, kota mandiri, dan bahkan tempat bermain golf. Selain kemiskinan masih terdapat beberapa masalah pada masyarakat perdesaan. Masalah ini dapat disederhanakan menjadi 3 bagian yaitu pendapatan yang rendah, adanya kesenjangan yang dalam antara yang kaya dan yang miskin, dimana yang miskin adalah mayoritas,
pastisipasi rakyat yang minim dalam usaha-usaha pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Keadaan yang demikian itu mempunyai sebab yang kompleks, namun kalau disederhanakan, maka sebab-sebab pokok adalah kurangnya pengembangan sumber daya alam, kurangnya pengembangan sumber daya manusia, kurangnya lapangan kerja dan adanya struktur masyarakat yang menghambat (Hagul, 1992). Data BPS berdasarkan Sensus Pertanian 2003 mengungkap bahwa 80 persen dari petani kita hanya menamatkan pendidikan paling tinggi setingkat sekolah dasar (SD). Masalah pokok dalam pedesaan tidak hanya mencakup pada 3 bagian sebagaimana yang telah disebut diatas masalah kesehatan juga terjadi pada masyarakat pedesaan. Masalah kesehatan dipedesaan dapat ditinjau dari dua segi, yakni hal kesehatan sendiri ( substantial) dan hal penyelenggaraannya (management. Masalah kesehatan (substantial) dapat
berupa
berbagai
jenis
penyakit
sedangkan
masalah
penyelenggaraan kesehatan meliputi masalah peningkatan, perlindungan, penemuan masalah, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada perseorangan maupun pada kesehatan masyarakat. Dari hasil penelitian masalah kesehatan yang paling sering muncul adalah penyakit-penyakit infeksi (pernafasan, perut, kulit, dan lain-lain). Penyakit-penyakit infeksi, yang satu sama lain berbeda sifat mempunyai hubungan erat dengan lingkungan hidup yang kurang sehat dan daya tahan tubuh rendah. Daya tahan tubuh yang rendah dapat terjadi karena ketidakseimbangan pemenuhan gizi dan kebutuhannya, kemajuan ekonomi dapat mendorong perbaikan gizi sehingga dapat memperkuat daya tahan. Kemajuan ekonomi juga akan mendorong perbaikan lingkungan hidup yang mengurangi kejangkitan penyakit. Rendahnya kejangkitan penyakit dan tingginya daya tahan ini dapat meningkatkan taraf kesehatan pada masyarakat (O.M.S dalam Hagul, 1999).
Masalah kesehatan yang menonjol di daerah pedesaan adalah tingginya angka kejadian penyakit menular, kurangnya pengertian masyarakat tentang syarat hidup sehat, gizi yang buruk dan keadaan hygiene dan sanitasi yang kurang memuaskan (Hagul, 1992). Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang didaerah pedesaan menyebabkan sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan atau memperoleh pengobatan, selain itu hal penting yang mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan yang sering terjadi dimana penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera mencari pertolongan pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment Delay (Sarafino, 2006).Keadaan seperti ini merupakan keadaan yang umum di jumpai di negara-negara yang sedang berkembang khususnya di daerah pedesaan dimana tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan merupakan keadaan yang umum dijumpai. Lebih dari separuh kematian anak terjadi karena penyakit-penyakit diare, saluran nafas dan kurang gizi merupakan keadaan-keadaan yang saling memperkuat satu dengan yang lain, kondisi seperti ini tidak hanya ditimbulkan oleh fasilitas kesehatan yang kurang, tetapi juga karena penderita atau keluarga penderita tidak segera mencari pertolongan pengobatan atau disebut sebagai treatment delay (Hagul, 1992). Hal ini didukung penelitian Michael A Koenig (2007), yang menyatakan bahwa dinegara yang sedang berkembang seperti India (Bangladesh) hanya 1/3 wanita yang dengan segera mencari pertolongan praksiti kesehatan dalam menangani masalah kehamilannya dan level memperoleh perawatan kesehatan ibu hamil lebih tinggi didaerah perkotaan daripada daerah pedesaan. Rendahnya
penggunaan
fasilitas
kesehatan
ini,
seringkali
kesalahan dan penyebabnya dikarenakan faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Faktor persepsi atau konsep
masyarakat itu tentang sakit sering kali terabaikan, pada kenyataannya dalam masyarakat sendiri terdapat beraneka ragam konsep sehat-sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan. Timbulnya perbedaan konsep sehat sakit yang dialami masyarakat dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan karena adanya persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan praktisi kesehatan. Perbedaan persepsi ini berkisar antara penyakit (disease) dengan illness (rasa sakit) (Notoatmodjo, 1993). Kesehatan menurut WHO diartikan sebagai keadaan baik secara menyeluruh termasuk kondisi fisik, mental dan sosialnya, tidak sekedar ketiadaan suatu penyakit atau kecacatan. Dalam pengertian kesehatan seperti inilah setiap kondisi lingkungan yang berpengaruh kepada gangguan fisik, mental, dan sosial seseorang pada dasarnya adalah pengaruh lingkungan terhadap kesehatan (Amsyari, 1996). Sedangkan menurut UU Kesehatan No 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan hal di atas penulis akan mengulas konsep mengenai kesehatan pedasaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan definisi kesehatan pedesaan 2. Mendeskripsikan karakteristik pedesaan 3. Mendeskripsikan Isu populasi pedesaan 4. Mendeskripsikan perawatan populasi pedesaan
1.3 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Memberikan informasi bagi praktisi kesehatan bagaimana konsep kesehatan pedesaan Memberikan informasi bagi masyarakat supaya mengetahui lebih jauh mengenai konsep kesehatan pedesaan Memberikan masukan bagi penyelenggaraan kesehatan di desa, agar tidak hanya fokus pada fasilitas kesehatan tetapi juga memperhatikan konsep kesehatan masyarakat khususnya di daerah pedesaan dalam melakukan intervensi kesehatan.
2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang Psikologi khususnya psikologi klinis.
BAB II TEORI DAN KONSEP 2.1 Definisi kesehatan pedesaan Desa dalam pengertian secara umum adalah sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimanapun didunia ini. Sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal (secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan terutama yang tergantung kepada pertanian, desa-desa dimanapun cenderung
memiliki
karakteristik-karakteristik
tertentu
yang
sama.
(Rahadjo, 2006). Desa dalam pengertian umum seperti yang didefiniskan dalam Undang0undang nomer 32 tahun 2004 adalah kesatuan masyarakat umum yang memiliki batas-batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempa, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan republic Indonesia (Rahayu, 2009). Ciri utama yang terlekat pada desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Dengan kata lain suatu desa ditandai oleh keterikatan warganya terhadap suatu wilayah tertentu. Keterikatan terhadap wilayah ini di samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk menyangga kehidupan mereka. (Rahadjo, 2006). Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah "sehat-sakit" atau kesehatan tersebut. (Notoatmodjo,2003). Kesehatan pedesaan
adalah
suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari suatu penyakit
sehingga seseorang agar dapat melakukan aktivitas secara optimal khususnya di daerah pedesaan (Notoatmojo,2003). 2.2 Karakteristik Pedesaan 2.2.1 Karakterisitik Pedesaan : Penjelasan mengenai karakteristik desa yang ditempatkan sebagai masyarakat yang masih bersahaja, selalu dikaitkan atau dilawankan dengan pemahaman mengenai kota yang maju dan kompleks. Hal ini menyebabkan karakteristik antara desa dan kota cenderung bersifat kontras satu sama lain. Dalam merumuskan karakteristik yang kontras tersebut sejumlah sosiolog masih mengacu pada pola pemikiran yang bersiat teoritik seperti konsep Ferdinand Tonnies (Gemeinschaft-Gesellschaft),Charles Cooley (Primary-Secondary group)
dan
Emile
Durkheim
(Solidaritas
Mekanik-organik). Menurut Roucek & Warren (1962) dan Horton & Hunt (1976) , masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Peranan kelompok primer sangat besar 2. Faktor
geografik
menentukan
sebagai
dasar
pembentukan kelompok/asosiasi 3. Hubungan antar personal bersifat intim dan awet 4. Homogen dan mobilitas sosialnya rendah 5. Fungsi keluarga lebih ditekankan sebagai unit ekonomi 6. Jumlah anak dalam keluarga lebih banyak 7. Adat dan kebiasaan muncul karena kebutuhan sosial Sedangkan Pitirin A. Sorokin dan Carle C Zimmerman (dalam Rahardjo, 1999) menambahan karakteristik yang belum disebutkan
oleh
Roucek
&
Warren
serta
Horton
&
Hunt
sebelumnya, yaitu dari aspek stratafikasi sosial, interaksi sosial dan
solidaritas sosialnya. Berikut karakterisitik tambahan dari Pitirin A. Sorokin dan Carle C Zimmerman : 1. Aspek stratafikasi sosial : Sederhana, perbedaan jarak sosial dekat, mengelompok pada lapisan menengah, dasar pembeda cenderung kaku 2. Aspek interaksi sosial : kontak sosial cenderung sedikit dan tida bervariasi 3. Aspek solidaritas sosial : muncul berdasarkan kesamaan yang ada pada lingkungan sekitarnya Konsep-konsep desa yang dikemukana diatas belumlah cukup untuk memberikan gambaran desa-desa di Indonesia. Hal ini disebabkan di Indonesia masih terdapat desa yang masih mendekati desa era prakapitalistik (desa sebelum modernisasi). JH Boeke dalam bukunya ‖The Interest of the Voiceless Far east, Introduction to Oriental Economics‖ tahun 1948, menggambarkan ciri pokok desa prakapitalistik adalah: a. Penundukan kegiatan ekonomi dibawah kegiatan sosial, artinya kegiatan sosial lebih penitng daripada kegiatan ekonomi, bahkan kegiatan ekonomi dipandang sebagai ‖kejahatan‖. b. Keluarga merupakan unit swasembada secara ekonomis sehingga
masyarakat
desa
hakekatnya
bukan
merupakan unit ekonomi tetapi merupakan unit sosial dengan keluarga merupakan unit terkecil dan terpenting. Dengan kata lain keterpaduan masyarakat desa bukanlah keterpaduan ekonomi tetapi keterpaduan sosial. c. Tradisi
dapat
dipertahankan
karena
swasembada
ekonomi, oleh karena itu masyarakat desa merupakan pengelompokan
kecil-kecil
yang
menyebabkan
orangorang desa saling mengenal dan akrab satu sama
lain. Berdasarkan hubungan personal inilah maka tradisi yang ada dapat dipertahankan. d. Desa cenderung menatap ke belakang tidak kedepan, yang dapat memperkuat kelestarian tradisi setempat. e. Setiap orang merasa menjadi bagian dari keseluruhan, menerima
tradisi
dan
moral
kelompok
sebagai
pedomannya. Hal ini menyebabkan tingkat kolektivitas yang sangat tinggi, individualisme otomatis tidak dapat diterima.
2.2.2 Masyarakat Pedesaan Karakteristik masyarakat desa di perdesaan dapat dilihat dari sisi demografi, Ekonomi, Sosial-budaya dan Psikologi masyarakat atau psiko-sosial. Berdasarkan hal tersebut maka masyarakat desa memiliki karakteristik: 1. Hidup adalah persoalan kelangsungan hidup a. karena ekonomi petani terutama produksi yang rendah b. karena ‗rural war‘ sangat penting dalam melihat dunia luar. c. karena petani tidak memiliki kontrol dalam keputusan sesuatu dalam kehidupan; keputusan dibuat dari pusat kekuasaan, bisnis, industri, dan pengetahuan. Petani selalu tidak
mengetahui
bagaimana
atau
mengapa
mereka
membuat keputusan d. karena itu, petani sangat hati-hati banyak langkah yang keliru dibuat yang dapat menimbulkan kesukaran. Oleh karena itu, petani enggan mengambil risiko. 2. Tanah/lahan adalah dasar utama dalam kehidupan a. produktifitas lahan hampir minimal b. pertanian banyak atau sedikit tradisional
c. tidak proporsional kepemilikan kekayaan dan pendapatan d. input dalam penggunaan lahan tidak didapat dengan mudah oleh patani, jika pernah, mereka tidak memiliki kontrol setiap saat. e. tapi pertanian mulai berubah; berubah dalam teknologi, kepemilikan
lahan,
struktur,
kemampuan
dan
skill
(kecakapan). 3. Keluarga dalam jumlah besar dan fokus utama kehidupan sosial a. keluarga inti menjadi tipical pola b. tiap anggota keluarga memiliki peran c. kawin usia muda menjadi keadaan yang biasa d. keluarga-keluarga yang besar, akibatnya; kematian bayi tinggi,
pertumbuhan
fisik
anak-anak
sangat
lambat,
kesehatan ibu menurun dan skore anak-anak signifikan rendah dalam tes IQ 4. Kehidupan desa adalah mengatur masyarakat sekitar a. tetanga mengubah kehidupan keluarga disamping yang lain memberikan dasar saling membantu, kunjungan sosial dan aktifitas bermain anak-anak. b. individu mengenal mereka sendiri dengan masyarakat c. dalam masyarakat, kelompok informal menjadi ada untuk berbagai tujuan, seperti menggosip, malas-malasan, minumminum, main kartu dan aktivitas informal lainnya. d. kelompok formal juga ada, seperti majlis/dewan desa, dan banyak organisasi lain yang diatur kelompok dari luar ( biasanya agen pemerintah) e. kepemimpinan yang diberikan oleh masyarakat. Masyarakat desa memiliki ranking individu dan pola kepemimpinan yang memberi persetujuan tentang sistem ranking. Pemimpin diharapkan menunjukkan peran yang tepat dalam sistem.
5. Karakteristik antar hubungan dan psikologi a. hubungan personal sangat penting. Oleh karena itu, ada nilai tinggi yang halus dalam hubungan antar personal. Banyak transaksi menjadi didasari oleh hubungan personal yang tinggi. b. Rasa saling tak percaya dan selalu dalam keadaan kelambanan. Semangat Bayanihan menahan fenomena ini sungguh ada dalam wilayah desa. Ini menemukan dalam orang-orang kepercayaan bahwa emuanya baik, seperti pada
tanah,
kekayan,
kesehatan,
kekuasaan
dan
penyelamatan dan lainlain. Hal ini diberi kuantitas definit dan dapat mengalami kenaikan. Oleh karena itu, jika ada orang mengalami kenaikan dalam bagian ini, ada hubungan penurunan pada yang lain. Konsekuensinya, penduduk desa menentang perubahan, yang dapat digunakan untuk mengurangi bagian ‗roti‘ atau enggan untuk mengalami kenaikan
bagiannya
untuk
ketakutan
yang
tak
mnyenangkan dari tetangganya. c. Agama dan tahayul sikap penting dalam kehidupan desa. Agama menjadikan manusia menyesuaikan diri apa yang tidak diketahuinya dan tidak terkontrol kekuatan di alam semesta. Ini mengatur dia dalam kekuatan dan membangun tingkah laku yang dapat diterima sesama manusia. Ini meliputi kepercayaan dan pemujaan dan pengorbanan unuk memperoleh kepuasaan spiritual dan ini meliputi bagian siapa
yang
berdiri
diantara
tempat
ibadah.
Tahayul
mendalam dalam budaya manusia desa. Ini mempengaruhi kepercayaannya, sikap dan perbuatan dalam kehidupan di dunia. Sebagai contoh, orang desa Filipina percaya kontrasepsi dan aborsi sudah terdapat secara alami dan
ditakdirkan. Oleh karena itu, pemakaian kontrasepsi akan dapat dihukum oleh hukum alam dan spiritual. 6. Waktu sekarang sangat penting dan masyarakat desa biasanya tidak berkemauan untuk kelambatan hadiah. Orang memiliki perhatian terhadap masa yang akan datang dan sangat respek terhadap masa lalu, tapi sangat tidak interes dengan kejadian masa datang dalam perasaan agama atau mistik. Konsep mengenai waktu teliti dan sedikit terstruktur dibandingkan dengan daerah kota. Mungkin karena itu, upah, sangat sering tidak terlambat. Untuk mereka merubah sikap dan tingkah laku mereka, mereka harus melihat dengan segera keuntungan atau upah. Segera setelah melihat upah, ini adalah yang terbaik. Ini mungkin satu alasan mengapa rencana (dalam penggunaan teknik) tidak segera diterima umum untuk mencapai sasaran dalam masyarakat desa. Sebaga contoh, uji coba varitas tanaman baru, metode perencanaan keluarga atau proyek pembangunan masyarakat seperti bangunan air, upah yang diberikan terlambat. Upah diberikan berangsur-angsur dan menunggu waktu untuk terwujud. Masyarakat desa hampir tidak berkemauan untuk menungu keuntunan sebab mereka ditekan oleh masalah memebri makan keluarga mereka, uang untuk pakaian, danmembayar untuk jasa kesehatan dan lain-lain. 7. Karakteristik pendidikan dan komunikasi a. Sekolah formal terbatas b. tingkat DO tingi. Banyak hal yang menjadi faktor, seperti:
kualitas yang rendah dari lembaga / fasilitas kurikulum tidak relefan berhadapan dengan keinginan mereka
jarak yang jauh sebelum mencapai sekolah
c. Akses
informasi
terbatas.
Kelambanan
informasi
ini
menjadikan desa kurang mengetahui alternatif yang terbaik
dan membuat mereka terlambat mempraktekannya. Kondisi mereka dilanjutkan apa yang yang mereka lihat seperti legitimasi, kecocokan dan pantas. Kontibusi ini membuat mereka tak tertarik dan segan untuk menerima atau respon terhadap ide baru dan kebiasaan baru. d. Sistem komunikasi desa selalu melalui pertemuan kelompok informal yang tiak reguler tapi frekuensi tempat dalam desa. Diskusi yang dilakukan tergantung dari waktu yang mereka miliki. Selain itu orang-orang informal mentransfer informasi melalui radio yang memiliki banyak saluran. Televisi cepat mereka tangkap. Media cetak selalu memiliki keuntungan daerah. Barang cetakan yang sangat terkenal adalah komik. e. Media tradisional tetap populer. seperti media drama rakyat, pertunjukan nyanyian, pertunjukan lawak tetap populer dan dapat diterima. Olehkarena itu mereka baik menangkap informasi.
2.2.3
Karakteristik Populasi Masyarakat Desa
1. Usia dan Gender a. Perbedaan usia masyarakat Padatnya kesibukan perkotaan
kerap
kali
menyebabkan
mengabaikan
masyarakat
pentingnya
kualitas
makanan yang dikonsumsi.Asal cepat dan kenyang menjadi motto utama. Hasilnya, selain ketidakteraturan dalam pola makan, juga terjadi kekurangan dalam asupan nutrisi yang disebabkan dipilihnya fast food sebagai santapan utama. Lengkapnya infrastruktur dan fasilitas kota memang mempermudah
segala
aktivitas.
Namun
karena
terlalu
mudahnya, kuantitas gerak tubuh menjadi berkurang, bahkan, menjadi malas berolah raga. Hal ini juga disebabkan warna
pekerjaan perkotaan yang cenderung mengharuskan duduk sepanjang hari di dalam ruangan. Fazale R Rana, Hugh Ross, dan Richard Deem misalnya. Dalam jurnalnya, Long Life Spans: ―Adam Lived 930 Years and Then He Died‖ mereka menyatakan bahwa perbedaan
rentang
usia
manusia
antargenerasi,
selain
disebabkan oleh faktor genetika—yang terdiri dari perubahan panjang telomer dan ukuran genom yang lebih kecil— juga disebabkan oleh radikal bebas dan diet kalori. Radikal bebas dan diet kalori berhubungan erat dengan lingkungan, gaya hidup, dan pola makan. b. Perbedaan Gender Pada kehidupan pedesaan terjadi kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Perempuan berbagi berbagi kerja dengan laki-laki. Mereka seringkali ke sawah bersama, menanam bibit, mencari rumput untuk ternak dan pekerjaan lain yang hampir sama dengan laki-laki. Para perempuan ini memiliki
peran
yang
setara.
Mereka
saling
melakukan
pekerjaan yang terkesan maskulin, sesuatu yang justru jarang ditemui di kota. Sebaliknya laki-laki pun tak jarang melakukan perkerjaan yang feminin, seperti membuat makanan dan minuman pada acara-acara yang besar, mencuci peralatan sesudah digunakan, memasak daging dan air seperti rapat atau hajatan.Sementara para perempuan menyiapkan nasi dan sayuran.
2. Pekerjaan dan pendapatan Masyakat desa umumnya bersifat homogen, seperti dalam
hal mata
sebgainya.Sebagian
pencaharian, agama, adat-istiadat dan besar
masyarakat
desa
umumnya
bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang.Penduduk
desa bertani baik sebagai pemilik sawah ataupun buruh tani yang pengasilannya tergantung hasil panen yang di hasilkan. Masyarakat desa memiliki pendapatan yang tidak besar.Sebab
kebanyakan
dari
mereka
memiliki
mata
pencaharian di bidang agraria.Kekayaan di desa juga tidak hanya diukur dari berapa uang yang mereka miliki namun dari berapa jumlah ternak yang mereka punya.Ini adalah suatu dampak dari kurangnya teknologi di desa.Masyarakat desa kebanyakan
menyimpan
uangnya
di
rumah,
atau
di
celengan.Padahal rumah juga tidak permanen, begitu pula celengan.Apabila suatu hari terjadi kebakaran, atau bisa saja perampokan, yang berakibat pada hilangnya uang mereka.Ternak bisa terkena penyakit (seperti anthrax) dan mati.Kekayaan
mereka
tidak
permanen.Mereka
belum
mengenal lebih dalam tentang fungsi dari bank. Atau bahkan ada yang belum mengenal bank sama sekali. Meski ada yang sudah
menabung
di
koperasi,
namun
belum
semua
melakukannya.Tingkat ekonomi tentu berpengaruh pada tingkat kesejahteraan.Dengan pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan
sehari-hari,
mereka
sulit
untuk
mengembangkan diri ke tingkat yang lebih tinggi, seperti menyekolahkan anaknya sampai ke universitas, atau membeli modal untuk mengembangkan usaha mereka.Mereka juga kurang mampu membeli fasilitas penunjang seperti transportasi yang lebih efisien (mobil, motor, di desa masih dianggap sebagai barang mewah). 3. Pendidikan Di desa, pada umumnya tingkat pendidikannya hanya sampai SMA. Adapun mereka yang berasal dari desa yang telah
melanjutkan
pendidikannya
sampai
ke
universitas
(sarjana) , kebanyakan tidak kembali ke desanya, dan tidak
mengusahakan suatu perngembangan bagi desanya.Adanya perbedaan anatara kualitas pendidikan di daerah kota dan di daerah
pedesaan.Kualitas
pendidikan
daerah
pedesaan
membuat pemerintah sulit menetapkan standar.Rendahnya tingkat mutu pendidikan di daerah pedesaaan dipengaruhi oleh beberapa
faktor.
Sebagai
contohnya
rendahnya
mutu
pendidikan siswa pedesaan karena dilatarbelakangi rendahnya minat dari orang tua untuk menyekolahkan anak mereka. Penelitian Firdaus (2005) menyebutkan bahwa rendahnya minat orang tua untuk melanjutkan pendidikan anaknya ke Sekolah Menengah Pertama disebabkan: Pertama, faktor sosial budaya sebesar 87,3%. Kedua, faktor kurangnya biaya pendidikan (ekonomi tidak mampu) diperoleh sebesar 86,0%. Ketiga, faktor kurangnya tingkat kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan (faktor orang tua) diperoleh sebesar 59,1%. Keempat, letak geografis sekolah sebesar 50,8%. Faktor
sosial
budaya
berkaitan
dengan
kultur
masyarakat yang berupa persepsi/pandangan, adat istiadat, dan kebiasaan. Menurut Dalyono (2008), ―Anak-anak yang dibesarkan di kota pola pikirnya berbeda dengan anak di desa.‖ Pada umumnya anak yang tinggal di kota lebih bersikap aktif dan dinamis, bila dibandingkan dengan anak desa yang selalu bersikap statis dan lamban. Itulah sebabnya, perkembangan dan kemajuan anak yang tinggal di kota jauh lebih pesat daripada anak yang tinggal di desa. Masyarakat ‗yang berpikiran sempit‘ memandang bahwa pendidikan formal tidak begitu penting. Mereka merasa percuma saja sekolah karena hanya akan menghabiskan banyak biaya. Terlebih lagi kondisi masyarakat desa yang mayoritas bukan dari kalangan yang berada 4. Ras dan etnik
Suku bangsa / etnis yang tersebar di Indonesia sangatlah beraneragam dan menurut Hildred Geertz di Indonesia terdapat lebih dari 300 suku bangsa, dimana masingmasing memiliki bahasa dan identitas kebudayaan yang berbeda. Dalam kemajemukan agama di Indonesia secara umum agama yang berkembang di Indonesia adalah Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Budha.Selain itu terdapat agama-agama lain seperti Kong Hu Chu, Kaharingan di Kalimantan,
Sunda
Kawitan
(suku
Baduy)
serta
aliran
kepercayaan. Dengan
demikian
keanekaragaman
tersebut
merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantiasa menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi. Namun masyakat desa umumnya bersifat homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adatistiadat, ras dan etnik.
RURAL COM MUNITY HELA TH NURSI NG
Rural Community Helath Nursing lebih sering wanita yang dibesarkan atau tinggal di area pedesaan.Perawat pedesaan adalah anggota aktif di komunitasnya dan merupakan profesional yang dihormati (Bushy, 2000).Pada prakteknya, keperawatan komunitas desa menggunakan primary, secondary dan tertiary prevention.Primary prevention menyediakan fasilitas imunisasi untuk anak-anak pada layanan posyandu atau vaksin influenza pada pusat pelayanan masyarakat.Pada secondary prevention perawat mengukur tekanan darah pada orang-orang dewasa atau skrining skoliosis pada anak-anak masa sekolah. Peluang perawat komunitas desa pada tertiary prevention dengan anak-anak yang
membutuhkan perawatan kesehatan khusus atau memberikan home care pada penduduk desa yang baru menjalani rawat inap di rumah sakit. Peran perawat pada keperawatan komunitas desa antara lain : 1. Peran sebagai advocate, yaitu membantu klien dan keluarga memperoleh perawatan yang terbaik. 2. Peran
sebagai koordinator/case manager,
penghubung
kebutuhan
kesehatan
yaitu
dengan
dan
sebagai tenaga
kesehatan. 3. Peran sebagai health teacher, yaitu memberikan edukasi kepada setiap individu, keluarga, maupun kelompok terhadap promosi kesehatan kesehatan lainnya.
atau
topik
yang
berkaitan
dengan
4. Peran sebagai referral agent, yaitu memberi peluang koneksi kepada penduduk desa dan pennyedia layanan kota. 5. Peran sebagai mentor, yaitu membantu perawat komunitas yang baru, mahasiswa keperawatan, dan perawat baru lainnya tentang komunitas desa. 6. Peran sebagai change agent/researcher, yaitu memberikan pendapat baru terhadap pemecahan masalah perawatan pasien
dan
masalah
kesehatan
komunitas
berdasarkan
penelitian, literatur yang dapat dipercaha, dan pengkajian komunitas. 7. Peran sebagai collaborator, yaitu bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk memaksimalkan outcome pada klien secara individu dan juga masyarakat secara luas. 8. Peran sebagai activist, yaitu mengambil resiko yang tepat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
2.3 Isu populasi pedesaan Saat ini total populasi dunia mendekati 7 trilyun, jauh melebihi jumlah 2,2 trilyun pada pertengahan abad 20. Indonesia memiliki ju ml ah pe ndu duk ya ng be sa r, me nj adi ka n negara ini negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia setelah China, India, Amerika Serikat . Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus 2010 mencapai angka
237.641.326.
tidak
lalu tersebar
secara
merata.
Jumlah
penduduk
ke berbagai
Tiap-tiap
daerah
yang
besar
daerah di di
ini
indonesia
Indonesia
mempunyai jumlah penduduk yang tidak seimbang. Selama 25 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia telah meningkat menjadi hampir dua kali yaitu dari 119,2 juta pada tahun 1971 menjadi 195,29 juta pada tahun 1995 dan menjadi 198,20 juta pada tahun 1996. Namun demikian, tingkat pertumbuhan penduduk telah turun secara cepat yaitu 2,32 persen pada periode tahun 1971-1980 menjadi 1,98 persen pada periode tahun 1980-1990 dan pada periode tahun 1990-1996 menjadi 1,69 persen. Terdapat perbedaan yang sangat mencolok tentang laju pertumbuhan penduduk bila dilihat menurut propinsi pada periode tahun 1990-1996. Angka terendah sebesar 0,01 persen pada propinsi DI Yogyakarta dan tertinggi sebesar 4,39 persen pada propinsi Kalimantan Timur. Dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan Penduduk tingkat nasional terdapat 9 propinsi yang tingkat pertumbuhannya dibawah 1,69 persen, yaitu propinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali,
Nusa
Tenggara
Barat,
Sulawesi
Utara
dan
Sulawesi
Selatan.Younger J S dkk(2000). Rata-rata anak yang pernah dilahirkan oleh wanita pernah kawin merupakan salah satu indikator yang biasa dipakai untuk mengukur tingkat kelahiran. Rata-rata anak yang pernah dilahirkan oleh wanita
kawin usia 15-49 tahun 10 bayi pada tahun 1994 dan pada tahun 1996 sebesar 20 orang anak. George, R (2008) . Permasalahan yang bisa penyebab terjadinya Peningkatan yang signifikan
penduduk
pemahaman
dipedesaan
tidak
jauh
dari
kurangnya
tentang keluarga berencana , sehingga dalam satu
keluarga memiliki anak yang melebihi 2, dengan jumlah anak tersebut tidak sejalan dengan perekonomian dari keluarga tersebut sehingga pemenuhan kebutuhan sehari hari dan juga kebutuhan untuk pendidikan moral juga kurang karena orang tua kewalahan dengan membimbing anak dengan jumlah yang banyak sehingga anak memiliki persepsi dan tingkah laku yang kurang baik ketika sudah terjun dala masyarakat. Dan dengan makin banyaknya bayi yang lahir setip tahunnya, tentu makin banyaknya diperlukan fasilitas sekolah dan guru yang memadai. Dengan lingkungan yang kurang memadai seperti dipedesaan mungkin untuk pemenuhan fasilitas pendidikan akan sulit .Sebagai hasilnya, tidak setiap anak memiliki kesempatan untuk bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang memadai. Umumnya masyarakat pedesaan kurang begitu sadar akan pentingnya pendidikan , Mereka lebih memilih mengajak anak-anak mereka berkebun atau bertani, ketimbang menyekolahkan mereka. Alhasil banyak dari masyarakat pedesaan yang buta tulis dan hitung. Oleh karena itu taraf hidup masyarakat pedesaan relative Salah satu kendala yang telah disadari oleh pemerintah dalam bidang pendidikan di tanah air adalah kesenjangan dan ketidakadilan dalam mengakses terutama
pendidikan.
Hal
ini
yang
menyebabkan
kesadaran
masyarakat di desa sangat kurang dan tidak antusias serta memahami akan pentingnya pendidikan. Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi kualitas penduduknya. Pada daerah yang kepadatannya tinggi, usaha peningkatan kualitas
penduduk lebih sulit dilaksanakan. Hal ini menimbulkan permasalahan sosial ekonomi, keamanan, kesejahteraan, ketersediaan lahan dan air bersih, kebutuhan pangan, dan dapat berdampak pada kerusakan lingkungan. Misalnya tingkat pencemaran yang diakibatkan oleh kendaraan
bermotor
antara
daerah
pedesaan
dengan
daerah
perkotaan. Tentu tingkat pencemaran udara di kota lebih tinggi. Tumbuhnya kawasan industri dan semakin padatnya pemukiman penduduk di daerah perkotaan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan yang nyata. Untuk bertahan hidup, manusia membutuhkan makanan. Dengan bertambahnya jumlah populasi penduduk, maka jumlah makanan yang diperlukan
juga
semakin
banyak.
Ketidakseimbangan
antara
bertambahnya jumlah penduduk dengan bertambahnya produksi pangan sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Akibatnya penduduk dapat kekurangan gizi atau bahkan kurang pangan. Di kotakota besar, lahan pertanian boleh dikatakan hampir tidak ada lagi. Sebagian besar lahan pertanian di kota digunakan untuk lahan pembangunan pabrik, perumahan, kantor, dan pusat perbelanjaan. Untuk
memenuhi
kebutuhan
pangan
masyarakat
kota
sangat
tergantung dengan tersedianya pangan dari desa. Jadi kenaikan jumlah penduduk akan meningkat pula kebutuhan pangan dan lahan. Thomas Robert Maltus seorang sosiolog Inggris, mengemukakan teori yang berjudul Essay on The Principle of Population. Maltus menyimpulkan bahwa pertambahan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan pertambahan produksi pangan mengikuti deret hitung. Jadi semakin meningkat pertumbuhan penduduk, semakin tinggi pula kebutuhan pangan. Padahal pertumbuhan penduduk lebih cepat daripada pertumbuhan produksi pangan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kekurangan pangan. Oleh karena itu peningkatan produksi pangan perlu digalakkan. Penduduk yang kekurangan makanan akan
menyebabkan gangguan pada fungsi kerja tubuh dan dapat terjangkit penyakit seperti busung lapar, anemia, dan beri-beri. Kepadatan penduduk mendorong peningkatan kebutuhan lahan, baik lahan untuk tempat tinggal, sarana penunjang kehidupan, industri, tempat pertanian, dan sebagainya. Untuk mengatasi kekurangan lahan, sering dilakukan dengan memanfaatkan lahan pertanian produktif untuk perumahan dan pembangunan sarana dan prasarana kehidupan. Selain itu pembukaan hutan juga sering dilakukan untuk membangun areal industri, perkebunan, dan pertanian. Meskipun hal ini dapat dianggap sebagai solusi, sesungguhnya kegiatan itu merusak lingkungan hidup yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Jadi peluang terjadinya kerusakan lingkungan akan meningkat seiring dengan bertambahnya kepadatan penduduk. Abdullah, Oekan. S. (2002) Masalah lain yang muncul terkait dengan jumlah penduduk yang besar adalah dalam penyedian lapangan pekerjaan. Kebutuhan akan bahan pokok menuntut orang untuk berkerja dan mencari nafkah. Namun, penyedia lapangan kerja sangatlah minim. Yang menjadi masalah adalah penduduk lebih senang untuk menggantungkan diri terhadap pekerjaan dan cenderung mencari pekerjaan daripada membuka lapangan pekerjaan. Hal ini menyebabkan masalah baru yaitu pengangguran. Apabila jumlah pengangguran ini tinggi, maka rasio ketergantungan tinggi sehingga negara memiliki tanggungan yang
besar
untuk
penduduknya
yang
dapat
menghambat
pembangunan dan menyebabkan tingkat kemiskinan menjadi tinggi. Abdullah, Oekan. S. (2002) Jumlah penduduk yang besar memiliki andil dalam berbagai permasalahan lingkungan dan aspek lainnya. Jumlah penduduk yang besar tentunya membutuhkan ruang yang lebih luas dan juga
kebutuhan yang lebih banyak namun lahan dan juga wilayah Indonesia tidaklah bertambah. 2.3.2
Isu Masalah Kesehatan
Penyakit yang sering ditemui meliputi : 1. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosis dan bersifat menular (Christian, 2009; Storla, 2009). WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia
telah
terinfeksi
kuman
tuberkulosis.
Lingkungan
mempengaruhi perkembang biakan bakteri ini tidak terkecuali di pedesaan yang asri tapu tuberkulosi juga menyerang pedesaan. Jumlah penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Mijen tahun 2010 dari triwulan pertama berjumlah 8 penderita, triwulan ke dua berjumlah 11, triwulan ke tiga berjumlah 31 penderita dan triwulan ke empat berjumlah 9 penderita. Sedangkan pada tahun 2011 pada triwulan pertama terdapat 20 penderita. Kumulatif penderita dari triwulan pertama sampai triwulan ke empat tahun 2010 dan triwulan pertama
tahun
2011
berjumlah
61
penderita
sehingga
mengindikasikan penyakit ini perlu penanganan yang intensif . Suharyo (2013) Karakteristik wilayah pedesaan menjadi determinan tersendiri pada
kejadian
menunjukan
penyakit TB.dalam
penelitian
Suharyo
2013
sebagian besar penderita TB paru berpendidikan
menengah, dalam masa usia produktif, dan dalam kategori kurang mampu dari sisi ekonomi. Tempat tinggal sebagian besar penderita TB paru belum memenuhi kriteria rumah sehat baik dari sisi kepadatan hunian, pencahayaan, ventilasi, dan kelembaban. Dalam penelitian Suharyo 2013 rumah subyek penelitian belum memenuhi syarat rumah sehat dan sangat berisiko terjadinya kejadian TB Paru, karena berdasarkan hasil observasi atau
pengukuran diketahui keadaan rumah subyek penelitian sebagian berada dalam kondisi berisiko, karena:
sebagian kepadatan hunian rumah subyek penelitian tidak memenuhi syarat.
rerata suhu ruangannya adalah 32.11 0 C maka dikatakan tidak memenuhi syarat rumah sehat, hal tersebut disebabkan karena subyek penelitian jarang membuka jendela rumah setiap hari, dan sebagian genteng tidak memakai genteng kaca, sehingga sinar cahaya matahari tidak masuk ke dalam rumah.
rerata pencahayaan adalah 21,7 lux, maka dikatakan tidak memenuhi syarat rumah sehat, hal tersebut dipengaruhi karena subyek penelitian tidak membuka jendela rumah setiap hari, dan letak ventilasi tidak strategis sehingga sinar matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah.
2. Hipertensi Banyak yang berpikir kalau orang kota akan lebih mudah terkena tekanan darah tinggi atau hipertensi. Padahal menurut data Riskesdas 2013, penderita hipertensi justru paling banyak dialami oleh orang di pedesaan. Menurut Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, MKesi, meningkatnya jumlah penderita hipertensi di desa ini akibat banyaknya makanan instan dan cepat saji yang tersebar di daerah, Ekowati menerangkan, dari data 2013 didapat bahwa lebih dari 25 persen orang Indonesia menderita hipertensi tapi sayangnya 76 persen tak sadar kalau dirinya hipertensi.
3. Jantung Temuan ini menunjukan kalau 1 dari 4 warga yang tinggal di wilayah pedalaman dan pedesaan menderita penyakit jantung. Sementara jumlah penderita penyakit jantung di wilayah perkotaan angkanya lebih kecil yakni 1 berbanding 5 orang. Data ini melihat berbagai faktor dibalik penyakit jantung termasuk hipertensi, kolesterol, obesitas, merokok dan kurang gerak fisik. merokok ditemukan signifikan lebih tinggi pada remaja pedesaan daripada di perkotaan, dengan prevalensi 58% dari remaja pedesaan menunjukkan penggunaan tembakau, dibandingkan dengan 43% dari remaja perkotaan. dari data yang dikumpulkan dalam penelitian ini orang tua remaja pedesaan tidak berpendidikan, dan banyak merokok sendiri, membuat perilaku lebih dapat diterima.. Remaja ini juga menghabiskan lebih banyak waktu tanpa pengawasan orangtua, yang juga akan memungkinkan mereka untuk merokok tanpa kecaman orangtua. Lundy , KS., Jane, Sharyn .(2001) Derajat kesehatan di Indonesia, terutama di daerah pedesaan belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa data terakhir yang ada di Departemen Kesehatan RI, yaitu : 1. Umur harapan hidup adalah 60 tahun untuk wanita, dan 50 tahun untuk pria. 2. Angka kematian periode 1971-1980 adalah 12,48 per 1000 penduduk. 3. Angka kematian bayi adalah 10% dari jumlah kelahiran, sedangkan untuk BALITA adalah 4% dari jumlah BALITA. 4. Penduduk yang sakit adalah ",4% dan 60% dari penyakit tersebut adalah penyakit menular.
Penyebab utama rendahnya kualitas kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah : 1. Belum sempurnanya pelaksanaan upaya kesehatan. 2. Masih rendahnya aspek manajemen upaya kesehatan. 3. Masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. 4. Masih
belum
sempurnanya
peran
serta
masyarakat
serta
kerjasama lintas sektoral. 5. Masih rendahnya kualitas sarana fisik lingkungan dan perumahan.
Masalah kesehatan dipedesaan dapat ditinjau dari dua segi, yakni hal
kesehatan
sendiri
(substantial)
dan
hal
penyelenggaraannya
(management). Masalah kesehatan (substantial) dapat berupa berbagai jenis penyakit sedangkan masalah penyelenggaraan kesehatan meliputi masalah peningkatan, perlindungan, penemuan masalah, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada perseorangan maupun pada kesehatan masyarakat. Dari hasil penelitian masalah kesehatan yang paling sering muncul adalah penyakit-penyakit infeksi (pernafasan, perut, kulit, dan lainlain). Penyakit - penyakit infeksi, yang satu sama lain berbeda sifat mempunyai hubungan erat dengan lingkungan hidup yang kurang sehat dan daya tahan tubuh rendah. Kurangnya pengertian masyarakat tentang syarat hidup sehat, gizi yang buruk dan keadaan hygiene dan sanitasi yang kurang memuaskan (Hagul, 1992). Daya tahan tubuh yang rendah dapat
terjadi
karena
ketidakseimbangan
pemenuhan
gizi
dan
kebutuhannya, kemajuan ekonomi dapat mendorong perbaikan gizi sehingga dapat memperkuat daya tahan. Kemajuan ekonomi juga akan mendorong perbaikan lingkungan hidup yang mengurangi kejangkitan penyakit. Rendahnya kejangkitan penyakit dan tingginya daya tahan ini dapat meningkatkan taraf kesehatan pada masyarakat (O.M.S dalam Hagul, 1999). Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang didaerah pedesaan
menyebabkan
sebagian
besar
masyarakat
masih
sulit
mendapatkan atau memperoleh pengobatan. Selain itu hal penting yang
mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan yang sering terjadi dimana penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera mencari pertolongan pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment Delay (Sarafino, 2006).
Treatment delay adalah rentang waktu yang telah berlalu ketika individu mengalami simptom awal sampai individu memasuki pelayanan kesehatan dari praktisi kesehatan (Sarafino, 2006). Keadaan seperti ini merupakan keadaan yang umum di jumpai di negara-negara yang sedang berkembang khususnya di daerah pedesaan dimana tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan merupakan keadaan yang umum dijumpai. Lebih dari separuh kematian anak terjadi karena penyakit – penyakit diare, saluran nafas dan kurang gizi merupakan keadaan – keadaan yang saling memperkuat satu sama lain, kondisi ini tidak hanya ditimbulkan oleh fasilitas kesehatan yang kurang, tetapi karena penderita atau keluarga penderita tidak segera mencari pertolongan pengobatan atau disebut sebagai treatment delay (Hagul, 1992). Hal ini didukung oleh penelitian Michael A Koenig (2007), yang menyatakan bahwa dinegara yang sedang berkembang seperti India (Bangladesh) hanya 1/3 wanita yang dengan segera mencari pertolongan praktisi kesehatan ibu hamil lebih tinggi didaerah perkotaan daripada daerah pedesaan. Rendahnya
penggunaan
fasilitas
kesehatan
ini,
seringkali
kesalahan dan penyebabnya dikarenakan factor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Faktor persepsi atau konsep masyarakat itu tentang sakit sering kali terabaikan, pada kenyataannya dalam masyarakat sendiri terdapat beraneka ragam konsep sehat-sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan. (Notoatmodjo, 1993).
Menurut Notoadmojo(1993) individu yang mengalami simtom penyakit namun tidak berbuat apa-apa terhadap penyakitnya, disebabkan karena dia merasa tidak sakit (not perceived). Persepsi terhadap suatu penyakit dibahas dalam health belief model. Health
belief model
memberikan kerangka yang menjelaskan mengapa seorang individu melakukan dan tidak melakukan perilaku sehat. Health belief model melibatkan penilaian terhadap perceived threat pada symptom yang dialami, yaitu semakin individu merasa terancam dengan simptom penyakit yang ia alami maka semakin cepat individu mencari pertolongan medis (Becker & Rosenstock dalam Sarafino,2006). Seberapa besar ancaman yang dirasakan individu akan simptom penyakit yang dialaminya tergantung pada tiga faktor. Pertama, cues to action yang merupakan faktor pemicu agar individu segera mencari pelayanan kesehatan, hal ini dapat berupa nasihat dari teman atau keluarga , informasi dari media massa dan lain-lain (Sarafino, 2006). Kedua, perceived seriousness yaitu seberapa parah individu mempersepsikan konsekuensi organik dan sosial jika individu tidak segera melakukan pengobatan medis, jika individu mempersepsikan bahwa penyakit yang dialaminya memiliki konsekuensi yang serius maka individu tersebut akan mencari pertolongan medis (Sarafino, 2006Ketiga, perceived susceptibility yaitu individu mengevaluasi kemungkinan akan berkembangnya symptom penyakit, semakin individu merasa penyakitnya beresiko maka akan mempersepsikannya sebagai ancaman dan melakukan tindakan pengobatan ( sarafino, 2006).
Selain yang disebutkan diatas masalah kesehatan di pedesaan dapat disebabkan oleh masalah yang lebih berhubungan dengan kebersihan lingkungan, antara lain : 1. Masalah Perilaku Kesehatan Di Indonesia diduga faktor perilaku menjadi faktor utama masalah kesehatan sebagai akibat masih rendah pengetahuan
kesehatan dan faktor kemiskinan. Kondisi tersebut mungkin terkait tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat. Terbentuknya perilaku diawali respon terhadap stimulus pada domain kognitif berupa pengetahuan terhadap obyek tersebut, selanjutnya menimbulkan respon batin (afektif) yaitu sikap terhadap obyek tersebut. Respon tindakan (perilaku) dapat timbul setelah respon pengetahuan dan sikap yang searah (sinkron) atau langsung tanpa didasari kedua respon di atas.
2. Masalah Kesehatan lingkungan Kesehatan lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terbentuknya derajat kesehatan masyarakat yang optimum pula. Masalah kesehatan lingkungan meliputi penyehatan lingkungan pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan sampah serta pengelolaan tempattempat umum dan pengolahan makanan.
3. Penyehatan lingkungan pemukiman Lingkungan
pemukiman
secara
khusus
adalah
rumah
merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti pertambahan luas tanah cenderung menimbulkan masalah kepadatan populasi dan lingkungan tempat tinggal yang menyebabkan berbagai penyakit serta masalah kesehatan. Rumah sehat sebagai prasyarat berperilaku sehat memiliki kriteria yang sulit dapat dipenuhi akibat kepadatan populasi yang tidak diimbangi ketersediaan lahan perumahan. Kriteria tersebut antara lain luas bangunan rumah minimal 2,5 m 2 per penghuni, fasilitas air bersih yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah dan limbah, fasilitas dapur dan ruang berkumpul keluarga serta gudang dan kandang ternak untuk rumah pedesaan. Tidak terpenuhi syarat rumah sehat dapat menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit baik fisik,
mental maupun sosial yang mempengaruhi produktivitas keluarga dan pada akhirnya mengarah pada kemiskinan dan masalah sosial.
4. Penyediaan air bersih Kebutuhan air bersih terutama meliputi air minum, mandi, memasak dan mencuci. Air minum yang dikonsumsi harus memenuhi syarat minimal sebagai air yang dikonsumsi. Syarat air minum yang sehat antara lain syarat fisik, syarat bakteriologis dan syarat kimia. Air minum sehat memiliki karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, suhu di bawah suhu udara sekitar (syarat fisik), bebas dari bakteri patogen (syarat bakteriologis) dan mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang dipersyaratkan (syarat kimia). Di Indonesia sumbersumber air minum dapat dari air hujan, air sungai, air danau, mata air, air sumur dangkal dan air sumur dalam. Sumber-sumber air tersebut memiliki karakteristik masing-masing yang membutuhkan pengolahan sederhana sampai modern agar layak diminum. Tidak terpenuhi kebutuhan air bersih dapat menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit seperti infeksi kulit, infeksi usus, penyakit gigi dan mulut dan lain-lain.
5. Pengelolaan limbah dan sampah Limbah merupakan hasil buangan baik manusia (kotoran), rumah tangga, industri atau tempat-tempat umum lainnya. Sampah merupakan bahan atau benda padat yang dibuang karena sudah tidak digunakan sampah
dalam yang
kegiatan
manusia.
tidak tepat akan
Pengelolaan
menimbulkan
limbah
dan
polusi terhadap
kesehatan lingkungan. Pengolahan kotoran manusia membutuhkan tempat yang memenuhi syarat agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap air dan tanah serta menimbulkan polusi bau dan mengganggu estetika. Tempat pembuangan dan pengolahan limbah kotoran manusia berupa
jamban dan septic tank harus memenuhi syarat kesehatan karena beberapa penyakit disebarkan melalui perantaraan kotoran.
2.4 Konsep Desa Siaga Sebelum membahas desa siaga akan di jelaskan terlebih dahulu mengenai Strategi Peningkatan Kesehatan Pedesaan : Untuk mewujudkan Visi Departemen Kesehatan pada tahun 2009, dan sesuai dengan Misi yang telah ditetapkan, maka dalam periode 2005- 2009 akan dilaksanakan strategi sebagai berikut: 1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat. a. Seluruh desa menjadi Desa Siaga b. Seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat c. Seluruh keluarga sadar gizi 2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. a) Setiap orang miskin mendapat pelayanan kesehatan yang bermutu b) Setiap bayi, anak, ibu hamil dan kelompok masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit. c) Di setiap
desa tersedia
sumberdaya manusia (SDM)
kesehatan yang kompeten d) Di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar e) Setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya f) Pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu
3. Meningkatkan
sistem
surveilans,
monitoring
dan
informasi
kesehatan. a) Setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada kepala desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat b) Setiap Kejadian Luar Biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat c) Semua ketersediaan farmasi, makanan, dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat d) Terkendalinya
pencemaran
lingkungan
sesuai
dengan
standar kesehatan d. Berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia 4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan. a) Pembangunan
kesehatan
memperoleh
prioritas
penganggaran pemerintah pusat dan daerah. b) Anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan. c) Terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin.
2.4.1 Konsep Desa Siaga Sesuai dengan SK Menkes No.564 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga, yang dimaksud Desa Siaga adalah: Desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan
kemampuan
serta
kemauan
untuk
mencegah
dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan kesehatan, secara mandiri. Desa yang dimaksud disini dapat berarti kelurahan atau istilah-istilah lainbagi
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan yang diakui dan dihormati dalam Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depkes RI, 2008). Desa Siaga digerakkan dengan melibatkan seluruh warga desa yang dimotori oleh kader-kader terlatih untuk mendeteksi berbagai masalah kesehatan dan ancaman bahaya potensial yang mengancam warga desa. Desa Siaga bertujuan untuk mewujudkan masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan, Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap risiko
dan
kesehatan
bahaya (bencana,
yangdapat wabah,
menimbulkan
gangguan
kegawat-daruratan
dan
sebagainya), meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilakuhidup bersih dan sehat, meningkatnya kesehatan lingkungan di desa, dan meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirisendiri di bidang kesehatan. Menurut Depkes RI (2008), Desa Siaga merupakan desa yang
mempunyai/memiliki
kesiapan
sumber
daya
dan
kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan, dengan demikian Desa Siaga mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki pemimpin atau tokoh masyarakat yang peduli terhadap masalahkesehatan. 2. Memiliki organisasi kemasyarakatan yang peduli terhadap masalah kesehatan. 3. Mempunyai
berbagai
Masyarakat (UKBM).
Upaya
Kesehatan
Bersumberdaya
4. Mempunyai Poskesdes. 5. Memiliki sistem surveilans penyakit. 6. Mempunyai
sistem
pelayanan
kegawat-daruratan
(safe
community). 7. Mempunyai
sistem
pembiayaan
kesehatan
berbasis
masyarakat. 8. Warga desa menerapkan PHBS Dalam melibatkan
upaya berbagai
mengembangkan unsure
Desa
pimpinan
Siaga,
perlu
masyarakat.Unsur
pimpinan masyarakat merupakan pendukung utama Program Desa Siaga. Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan Desa Siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Sasaran Primer yaitu semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya. 2. Sasaran Sekunder yaitu pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut,seperti tokoh masyarakat. Termasuk tokoh agama, tokoh perempuan dan pemuda, kader serta petugas kesehatan. 3. Sasaran Tersier yaitu pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana dan lain-lain,seperti Kepala Desa, Camat, para pejabat terkait, LSM, swasta, para donatur danpemangku kepentingan lainnya. Dalam
Kepmenkes
RI
No.
564/Menkes/SK/VIII/2006
tentang PedomanPelaksanaan Pengembangan Desa Siaga dicantumkan indikator keberhasilan yang terdiri dari indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran dan indicator dampak.
1. Yang termasuk dalam Indikator Masukan adalah: a. Ada/tidaknya Forum Masyarakat Desa b. Ada/tidaknya Poskesdes c. Berfungsi/tidaknya
UKBM
dan
sarana
bangunan
sertapelengkapan atau peralatannya d. Ada/tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat e. Ada/tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan)
2. Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.Indikator proses terdiri atas hal-hal berikut: a. Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa b. Berfungsi / tidaknya Poskesdes c. Berfungsi / tidaknya UKBM yang ada d. Berfungsi
/
tidaknya
Sistem
Kegawatdaruratan
dan
Penanggulangan Kegawatandan bencana e. Berfungsi
/
tidaknya
System
Surveilance
berbasis
masyarakat f. Ada / tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk Kadarzi dan PHBS
3. Indikator Keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatanyang dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran terdiri atas halhal sebagai berikut: a. Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes b. Cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain c. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB dilaporkan d. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk Kadarzi danPHBS
4. Indikator Dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak darihasil kegiatan di Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator Dampak terdiri atas halhal berikut: a. Jumlah penduduk yang menderita sakit b. Jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa c. Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia d. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia e. Jumlah balita dengan gizi buruk 2.4.2 Pengembangan Desa Siaga Tujuan utama Desa Siaga adalah untuk memeratakan pelayanan kesehatandasar kepada masyarakat. Oleh karena itu, pada tahap pertama pengembangan Desa Siaga prioritas pengembangan diutamakan kepada desa-desa yang sama sekali tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan. Namun pada tahun 2007, prioritas pengembangan ditambah ke desa-desa yang memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan tetapi sarana tersebut dalam keadaan rusak atau kurang berfungsi (Depkes,2006) Diamanatkan dalam SK Menkes no.564 tahun 2006, Sebagaimana pembentukan Desa Siaga tidak harus mempunyai gedung tersendiri namun dapat memanfaatkan berbagai potensi yang ada di masyarakat seperti gedung Posyandu,Poskesdes dan UKBM lainnya. Sebuah desa layak membentuk Desa Siaga jika mempunyai beberapa syarat seperti: minimal mempunyai satu tenaga kesehatan yang menetap (Bidan Desa), mempunyai salah satu bentuk bangunan UKBM dan peralatannya serta mempunyai alat komunikasi ke masyarakat dan puskesmas. Pembentukan Desa Siaga dimulai dengan pergerakan dan pemberdayaan masyarakat, dilanjutkan dengan survey mawas diri, musyawarah masyarakat desa (MMD) dan rencana
kegiatan dan tindak lanjut. Pada tahap pergerakan masyarakat, kegiatan yang dilakukan adalah melatih kader desa agar mampu melaksanakan survey mawas diri. Kader desa perlu diberikan pengetahuan tentang tata cara surveikesehatan yang meliputi kesehatan lingkungan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat(PHBS), Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi dan lain-lain. Hasil survei adalah gambaran desa dan permasalahannya, yang akan dibicarakan pada tahap Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut : a. Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan, pengelola dan tokoh
masyarakat
serta
beberapa
wakil
masyarakat.
Pemilihan dilakukan secara musyawarah mufakat, sesuai dengan tatacara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh puskesmas.
b. Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga Sebelum
melaksanakan
tugasnya,
kepada
pengelolaan dan kader Desa Siaga terpilih perlu diberikan orientasi atau pelatihan.Orientasi / pelatihan dilaksanakan oleh Puskesmas sesuai dengan pedoman orientasi / pelatihan
yang
berlaku.
Materi
orientasi
/
pelatihan
mencakup kegiatan yang akan dikembangkan di Desa Siaga, antara lain pengelolaan Desa Siaga, pengelolaan Polkesdes, kehamilan dan persalinan sehat, Siap-AntarJaga, gizi, Posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan
pemukiman
(PAB-PLP),kegawat-daruratan
sehari-hari, kesiap-siagaan bencana, kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan perkarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan materi lain yang diperlukan.Pada waktu menyelenggarakan orientasi/pelatihan ini sekaligus juga disusun Rencana Kerja (Plan of Action) Desa Siaga yang akan dibentuk, lengkap denganwaktu dan tempat penyelenggaraan, para pelaksana dan pembagian tugas serta saranadan prasarana yang diperlukan.
c. Pembangunan Polkesdes Dalam hal ini rencana pembangunan Polkesdes sudah harus dibahas dandicantumkan dalam Rencana Kerja. Dengan demikian sudah diketahui bagaimanaPolkesdes tersebut akan diadakan membangun baru dengan fasilitas dari Pemerintah,membangun baru dengan bantuan dari donatur, membangun baru dengan swadaya masyarakat, mengembangkan
bangunan
Polindes
yang
ada,
atau
memodifikasi bangunan lain yang ada.
d. Penyelenggaraan Kegiatan Desa Siaga Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatanDesa Siaga secara rutin, berpedoman pada panduan yang berlaku.
Kegiatan
DesaSiaga utamanya dilakukan oleh kader kesehatan yang dibantu tenaga kesehatan profesional (bidan plus, tenaga gizi, dan sanatarian). Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas,yang hasilnya dipakai
sebagai
masukan
untuk
perencanaan
dan
pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral (Depkes RI, 2008).
2.4.3 Langkah-langkah Pengembangan Desa Siaga Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Persiapan Internal Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatankegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan provider, atau petugas kesehatan yang berada di puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan para provider ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.Keluaran atau output dari langkah ini adalah diharapkan para provider memahami tugas dan fungsinya, serta siap untuk melakukan dan fungsinya, serta siapuntuk melakukan pendekatan kepada stakeholders dan masyarakat. 2. Persiapan Eksternal Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat, agar mereka tahu dan mau mendukung pengembangan Desa Siaga. Dalam hal
ini
termasuk
kegiatan
advokasi
kepada
penentu
kebijakan,agar mereka mau memberikan dukungan, baik berupa dana maupun kebijakan atau anjuran, serta restu, sehingga Desa Siaga dapat berjalan dengan lancar.Pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa
Siaga.Jadi dukungan diharapkan dapat berupa moral, finansial atau material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam
rangka
pengembangan
Desa
Siaga.Jika
didaerah
tersebut telah terbentukwadah-wadah kegiatan masyarakat di bidang kesehatan, Badan Pemberdayaan Desa,PKK, serta organisasi
kemasyarakatan
lainnya
hendaknya
lembaga-
lembaga ini diikut-sertakan dalam setiap pertemuan. o
Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri Survei mawas diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community SelfSurvey (CSS) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu melakukan telaah mawas diri untuk desanya.Survei ini harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga Kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desa nya,serta bangkit niat dan tekad untuk mencari solusinya. Untuk itu sebelumnya perlu di lakukan pemilihan dan pembekalan ketrampilan bagi warga masyarakat yangdinilai mampu melakukan SMD.Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi permasalahan kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah kesehatan tersebut.
o
Musyawarah Masyarakat Desa Tujuan
penyelenggaraan
musyawarah
atau
lokakarya desa ini adalah mencari alternatif penyelesaian masalah hasil SMD dikaitkan dengan potensi yangdimiliki desa.Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari para tokoh masyarakat yang mendukung pembentukkan Desa Siaga.Peserta musyawarah ini adalah wakil-wakil
tokoh
masyarakat
termasuk
perempuan
dangenerasi muda. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang bersedia mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untukitu diperlukan upaya advokasi). Data serta temuan lain yang diperoleh pada SMD disajikan utamanya adalah daftar masalah kesehatan, data potensi,
serta
harapan
masyarakat.
Hasil
pendapat
tersebut di musyawarahkan untuk penentuan prioritas, dukungan dan kontribusi apayang dapat disumbangkan oleh masing-masing individu/institusi yang diwakilnya,serta langkah-langkah solusi untuk pengembangan Desa Siaga (Depkes RI, 2008). 2.4.4 Kegiatan Pokok Desa Siaga. Desa Siaga mempunyai beberapa kegiatan pokok antara lain adalah: 1. Menggerakkan PHBS Adalah masyarakat yang dapat menolong diri sendiri untuk mencegah
dan
menanggulagi
masalah
kesehatan,
mengupayakan lingkungan sehat, memanfaatkan pelayanan kesehatan serta mengembangkan UKBM. Yang dimaksud dengan upaya mencegah : adalah mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dengan mempraktikkan gaya hidup sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat termasuk pola makan dengan gizi seimbang, menjaga kebersihan pribadi , berolah raga, menghindari kebiasaan yang buruk, serta berperan aktif dalam pembangunan kesehatan masyarakat.(promotif - preventif). Yang
dimaksud
dengan
menanggulangi
:
adalah
mengupayakan agar yang terlanjur sakit atau mengalami gangguan gizi tidak menjadi semakin parah, tidak menulari orang lain dan bahkan dapat disembuhkan, sertadi pulihkan
kesehatannya dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada(kuratif – rehabilitatif). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ini terdiri dari ratusan praktik kehidupan sehari hari, tidak hanya terbatas pada indikator yang biasa di gunakan untuk mengukur kinerja program kesehatan (Depkes RI, 2007)
2. Pengamatan Kesehatan Berbasis Masyarakat. Adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat terhadap: a. Gejala atau penyakit menular potensial KLB, penyakit tidak menular termasuk gizi buruk serta faktor risikonya. b. Kejadian lain di masyarakat. dan segera melaporkan kepada petugas kesehatan setempat untuk di tindak lanjuti, Contoh penyakit : o
o
Penyakit menular : TBC, Frambusia, HIV /AIDS, Kusta Penyakit Menular Potensial KLB antara lain : Diare, Typhus, Diphteri,Hepatitis, Polio / AFP, Malaria, Campak, DBD, Flu Burung, dan lain-lain.
c. Faktor risiko antara lain : o
Adanya penolakan masyarakat terhadap imunisasi
o
Adanya kematian unggas
o
Adanya tempat-tempat perindukan nyamuk
o
Adanya migrasi penduduk ( in / out)
d. Perilaku yang tidak sehat. o
Faktor risiko tinggi ibu hamil, bersalin , menyusui dan bayi baru lahir
o
Kejadian lain di masyarakat seperti keracunan makanan, bencana, Kerusuhan
o
Bentuk pengamatan masyarakat (anggota keluarga, tetangga, kader) disesuaikan dengan tatacara setempat, misalnya pengamatan terhadap tanda penyakit, batuk
yang tidak sembuh dalam waktu 2 minggu bercak putih dikulit yang mati rasa o
Ibu hamil yang mempunyai faktor risiko tinggi (4 terlalu, kedaruratan pada kehamilan sebelumnya,dan lain-lain)
o
Bayi baru lahir yang kuning, tidak bisa menetek,dan lainlain
o
Balita yang tidak naik berat badannya
Bentuk laporan adalah lisan atau menggunakan alat komunikasi yang ada di desa (telepon, telepon seluler ataupun Handy Talkie ) dan segera disampaikan kepadapetugas kesehatan setempat atau Petugas Pembina Desa (Depkes RI, 2007).
3. Penyehatan Lingkungan Lingkungan yang bebas polusi, tersedia air bersih, sanitasi lingkungan memadai, perumahan pemukiman sehat, yaitu : a. Terpeliharanya
kebersihan
tempat-tempat
umum
dan
institusi yang ada didesa, antara lain : pasar, tempat ibadah, perkantoran dan sekolah. b. Terpeliharanya kebersihan lingkungan rumah : lantai rumah bersih, sampahtak berserakan, saluran pembuangan air limbah terawat baik c. Membuka jendela setiap hari. d. Memiliki kecukupan akses air bersih (untuk minum, masak, mandi dan cuci)dan sanitasi dasar. e. Mempunyai pola pendekatan pemberdayaan masyarakat untuk pemenuhan sanitasi dasar (ada jamban, mandi cuci di tempat khusus)
4. Kesehatan Ibu dan Anak
Salah satu penetrasi pada aspek Kesehatan Ibu dan Anak adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K).P4K
dengan
stiker
merupakan
upaya
terobosan percepatan penurunan angka kematian ibu. Melalui P4Kdengan stiker yang ditempel di rumah ibu hamil, maka setiap ibu hamil akan tercatat, terdata dan terpantau secara tepat. Stiker P4K berisi data tentang nama ibu hamil,taksiran persalinan,
penolong
persalinan,
tempat
persalinan,
pendamping persalinan, transport yang digunakan dan calon donor darah. Dengan data dalam stiker tertera nama suami, keluarga, kader, dukun, bersama bidan di desa dapat memantau secara intensif keadaan dan perkembangan kesehatan ibu hamil, untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai standar pada saat hamil,persalinan dan nifas, sehingga proses persalinan sampai dengan nifas termasuk rujukannya dapat berjalan dengan aman dan selamat, tidak terjadi kesakitan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan selamat dan sehat. Manfaat P4K ini adalah terjalinnya kemitraan antara tenaga kesehatan, dukundan masyarakat yang tinggal di sekitar ibu hamil.Dengan demikian maka komplikasi dapat tertangani secara dini, terpantaunya kesakitan dan kematian ibu serta yang paling penting adalah menurunnya kejadian kesakitan dan kematian ibu. Pelaksanaan di tingkat desa : a. Memanfaatkan pertemuan bulanan tingkat desa antara bidan desa, kader, dukun, kepala desa, tokoh masyarakat untuk mendata jumlah ibu hamil yang ada diwilayah desa serta membahas dan menyepakati calon donor darah, transport danpembiayaan (asuransi kesehatan masyarakat miskin, tabungan ibu bersalin).
b. Bidan di desa bersama kader dan/atau dukun melakukan kontak dengan ibu hamil, suami dan keluarga untuk sepakat dalam pengisian stiker termasuk pemakaian KB pasca salin. c. Pemasangan stiker di rumah d. Suami, keluarga, kader dan dukun memantau secara intensif keadaan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar. e. Bidan melakukan pencatatan pada buku KIA sebagai pegangan ibu hamil dan di kartu kohort ibu untuk disimpan di polindes/puskesmas, memberikan pelayanan dan memantau ibu hamil serta melaporkan hasil pelayanan kesehatan ibu diwilayah desa (termasuk laporan dari dokter dan bidan praktek swasta di desatersebut) ke puskesmas setiap bulan termasuk laporan kematian ibu, bayi lahirhidup dan bayi lahir mati. f. Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan P4K, maka dibentuk wadah forum komunikasi yang bersifat lintas program dan lintas sektor di berbagai tingkatan dan melibatkan masyarakat setempat (Depkes RI, 2007).
5. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) adalah keluarga yang seluruh anggota keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah kesehatan dan gizi bagi setiap anggota
keluarganya,
dan
mampu
mengambil
langkah-
langkahuntuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota keluarganya. Untuk mencapai Kadarzi diperlukan serangkaian kegiatan pemberdayaan
di
berbagai
tingkat
mulai
dari
keluarga,
masyarakat dan petugas yang diarahkan untuk meningkatkan kepedulian terhadap perbaikan gizi masyarakat melalui Gerakan
Nasional.Tahap awal strategi pemberdayaan kadarzi dimulai dari melibatkan secara aktif keluarga dalam pemetaan kadarzi untuk identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga.Dan identifikasi masalah perilaku dan gizi keluarga.Hasil pemetaan dibahas bersama masyarakat untuk merencanakan tindak lanjut. Apabila masalah tersebut bisa diselesaikan langsung oleh keluarga maka perlu dilakukan pembinaan, akan tetapi apabila ditemui masalah kesehatan dan masalah lain maka perlu dirujuk ke petugas kesehatan dan petugas sektor lain. Strategi yang dilakukan dalam mewujudkan Kadarzi adalah: a. Pemberdayaan keluarga dengan menitikberatkan pada peningkatanpengetahuan, sikap dan perilaku gizi seimbang, misalnya melaluipengembangan konseling dan KIE sesuai kebutuhan setempat b. Melakukan keputusan,
advokasi pejabat
dan
mobilisasi
pemerintah
di
para
pengambil
berbagai
tingkat
administrasi, penyandang dana dan pengusaha dengan tujuan meningkatkan kepedulian atau komitmen terhadap masalah gizi ditingkat keluarga c. Mengembangkan
jaring
kemitraan
dengan
berbagai
perguruan tinggi, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, tokoh agama, media massa, kelompok profesi lainnya untuk mendukung tercapainya tujuan Kadarzi d. Menerapkan berbagai teknik pendekatan pemberdayaan petugas ditujukan untuk mempercepat perubahan perilaku dalam mewujudkan kadarzi(Hardinsyah, 2006).
6. Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan dan kesiapsiagaan bencana
Suatu tatanan yang berbentuk kemandirian masyarakat dalam
kesiapsiagaan
menghadapi
situasi
kedaruratan
(bencana, situasi khusus, dan lain-lain). Masyarakat sudah dipersiapkan apabila terjadi situasi darurat maka : a. Mereka tahu harus berbuat apa b. Mereka tahu tempat untuk mencari maupun memberi informasi kemana. c. Masyarakat diharapkan memperhatikan gejala alam pada lingkungan
setempat
mampu
mengenali
tanda
akan
timbulnya bencana dan selanjutnya melakukan kegiatan tanggap darurat sebagaimana pernah dilatihkan untuk menghindari /mengurangi jatuhnya korban. d. Informasi mengenai tanda tanda bahaya tersebut berasal dari sumber yang bisa dipercaya, misalnya dari perangkat desa (yang memperolehnya dari kecamatan),berita resmi di TVRI , RRI atau telepon dari Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.Penyebaran informasi mengikuti tata cara setempat, misalnya menggunakan titir/kentongan, pengeras suara dari musholla atau dari mulut ke mulut (Depkes RI, 2007).
7. Pengelolaan Obat Kegiatan di atas memerlukan dana yang besar sehingga untuk pengadaan seluruh kebutuhan sarana dan prasana diatas menjadi
tanggung
jawab
pemerintahbekerjasama
dengan
lembaga donor, LSM dan peminat masalah kesehatan. Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara
diarahkan
kepada
beberapa
hal
pokok
yakni;
kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket
funding),
menghilangkan
hambatan
biaya
untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa (Kasni, 2009).
BAB III Kesimpulan 3.1 Kesimpulan Kesehatan pedesaan adalah suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang terbebas dari suatu penyakit pada individu sehingga seseorang dapat melakukan aktivitas secara optimal khususnya di daerah pedesaan. Pedesaan sendiri memilik beberapa karakteristik yang di rumuskan dan dikaitkan dengan karakteristik kota. Hal ini menyebabkan karakteristik antara desa dan kota cenderung bersifat kontras satu sama lain. Jumlah dari populasi di pedesaan saat ini mencapai 7 trillyun. Beberapa alas an terjadinya banyaknya populasi masyarakat di pedesaan salah satunya disebabkan oleh kurang adanya pengetahuan terhadap program keluarga berencana. Sesuai dengan
SK
Menkes
No.564
tahun
2006
tentang
Pedoman
Pelaksanaan Desa Siaga, yang dimaksud Desa Siaga adalah: Desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri.
Daftar Pustaka Abdullah, Oekan. S. 2002. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Ilmiah Dalam Menata Lingkungan Masa Depan, Upaya Meniti Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Adisasmita, Rahardjo, 2006. Membangun Desa Partisipatif. Makassar: Graha Ilmu. Christian, W., Gomes, V.F. Rabna, P., Gustafson, P., Aaby, P., Lisse, I.M, Andersen, P.L., Glerup, H. & Sodemann, M. 2009. Vitamin D as Supplementary Treatment for Tuberculosis. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 179(9): 843-850. Depkes RI. 2009. Rencana Strategi Departemen Kesehatan 2005-2009 J.Cohen,Bruce.1983.Sosiologi
Pedesaan.Suatu
Pengantar.Rajawali
Pers.Jakarta Lundy , KS., Jane, Sharyn . 2001. community health nursing caring for the public‘s health .jones and Bartlett publisher . Murdiyanto,
Eko.
2008.
Sosiologi
Perdesaan
:
Pengantar
untuk
Memahami Masyarakat Desa.Edisi I.Wiyama Press UPN ―Veteran‖ : Yogyakarta Notoatmodjo, Prof. Dr. Soekidjo,. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.Cet. ke-2, Mei.Jakarta : Rineka Cipta. Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.Cet. ke-2, Mei.Jakarta : Rineka Cipta. 2003 Rahayu, M.G.A.B., 2009. Pembangunan Perekonomian Nasional Melalui Pemberdayaan Masyarakat Desa. Diunduh http://wartawarga.gundadarma.ac.id/2010/01/kehidupan-sosial-
dari
masyarakat-pedesaan-dan-masyarakat-perkotaan-2/, diakses 15 Juni 2015 Raharjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. UGM Press. Yogyakarta.
Safari Imam Asy‘ari.1983.Pengantar sosial. Karya Anda.Surabaya Sajogyo dan Pudjiwati Sajogjo.1989. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta. Gajah Mada. University Press Santoso, Julio Adi.2006.Departemen Ilmu Komputer IPB.Bogor Suharyo . 2013.Determinasi Penyakit Tuberkulosis Di Daerah Pedesaan. Jurnal Kesehatan semarang .
Masyarakat
Universitas
Negeri
Semarang ;
Tilaar, H.A.R.2004.Multikulturalisme: Tantangan-tantangan global masa depan dan transformasi pendidikan nasional. Grassindo .Jakarta. T.Sugihen,Bahrein.1996.Sosiologi Pedesaan Suatu Pengantar.Rajawali Pers.Jakarta Younger J S, Jayaputra A and Rachlan A (1990). Characteristics of Bandung clay and performance under embankment loading: a review. Proc 4th Indonesian Geotechnical Conference. Yulianti,
Yayuk
dan
Poernomo,
Mangku.
Pedesaan.Lappera Pustaka Utama. Yogyakarta
2003.
Sosilogi
Lampiran
Community Assessment Giude : The Place, The People, and The Social System The community health assessment guide is a tool that guides the community health nurse in the systematic collection of data about the characteristics of an identified community and the formulation of community health diagnoses about the community’s assets and health problems and concerns. The guide provides a method for assessing relevant community parameters and identifies categories and subcategories that provide directetion for the organization of data in a meaningful way. Community __________________
I.
Date_________________
Overview A. Description of the community
1. History 2. Type of community: urban, suburban, rural
II.
The Community As a Place
A. Description: general identifying data 1. Location 2. Topography 3. Climate B. Boundaries, area in square miles C. Environment 1. Sanitation: water supply, sewage, garbage, trash 2. Pollutants, toxic substances,animal reservoirs or vectors, flora and fauna 3. Air quality: color, odor, particulates 4. Food supply: sources, preparation D. Housing
1. Type of housing (public and private) 2. Condiion of housing 3. Percent owned, rented 4. Housing for special populations a. Near homeless b. Homeless c. Frail elders E. Leading industries and occupations
III.
The People of the Community
A. Population profile 1. Total population for_____ (year of last census) 2. Population density 3. Population changes in past 10 years 4. Population per square mile 5. Mobility 6. Types of families B. Vital and demographic population characteristics 1. Age distribution 2. Sex distribution 3. Race distribution 4. Ethnic group composition and distribution 5. Socioeconomic status a. Income of family b. Major occupations c. Estemated level of unemployment d. Percent below poverty level e. Percent retired 6. Educational level 7. Religious distribution 8. Marriage and divorce rates
9. Birth and death rates C. Leading causes of morbidity 1. Incidence rates (specific disease) 2. Prevalence rates (specific disease) D. Mortality characteristics 1. Crude death rate 2. Age-spesific death rate 3. Infant mortality rate 4. Maternal mortality rate 5. Leading cause of death
IV.
The community As a Social System
A. Government and leadership 1. Type of government (mayor, city manager, board of supervisors) 2. City of offices (location, hours, sevices, access) B. Education 1. Public educational facilities 2. Private educational facilities 3. Libraries 4. Services for special populations a. Pregnant teens b. Adult with special problems c. Children and adults who are developmentally disabled d. Children and adults who are blind and/or deaf C. Transportation 1. Transport system ; bus, suburban train, private auto, air, streetcar, other 2. Transportation provisionsfor special population a. Elders b. Homelesss/ near homeless c. Adults with disabilities
D. Communication resources 1. Newspapers 2. Radio stations 3. Television 4. Key community leaders and decision makers 5. Internet web sites 6. Other E. Religion resources 1. Churches and other religions facilities 2. Community programs and services (e.g, health ministries, patish nursing) 3. Major religious leaders F. Recreation resources 1. Public and private facilities 2. Program for special population group a. People with diasbilities b. Elders c. Blind and deaf d. Other G. Community safety (protection) 1. Fire protection (describe) 2. Police protection, including county detention facilities (describe) 3. Disaster preparation H. Stores and shops 1. Types and location 2. Access I.
V.
Community health facilities and resources see Section V)
Community Health Facilities and Resources
A. Health system
1. Hospitals (types and services rendered) : acut care facilitiesemergency medical, surgical, intensive care , psychiatric 2. Rehabilition health care facilities, physical condition, alcoholism, and substance abuse 3. Home health services hospice and home health agencies 4. Long-term care facilities (e.g., skilled nursing facilities) 5. Respite care services for special populationgroups 6. Ambulatory services a. Hospital ambulatory clinics b. Public heatlh services clinics c. Nursing centers d. Community mental health center e. Crisis slinics f.
Community health centers
7. Special helath services for targeted population a. Preschool b. School age c. Adult or young adult d. Adults and children with handicaps (e.g. regional center for developmentally disabled) 8. Other a. Shool health services b. Occupational health services B. Public health and social services 1. Health departments (various programs) 2. Social services a. Department of social services (1) Country level-location of suboffices (2) Official (public) social services, major programs (e.g., adulth services, children’s services, welfare to work)- eligibility, services rendered, location
b. Social security (USA) (1) Location and program availability (2) Eligibility C. Voluntary health organization 1. Cancer society 2. Heart association 3. Red cross 4. Women’s shelter 5. Suicide prevention 6. Rape crisis centers 7. Family services agency 8. Catholic charities 9. Alzheimer;s association 10. Lung association 11. Diabetes association D. Helath –related planing groups 1. Area agency on aging 2. Senir coordinating councils 3. High-risk infant coordinating councils 4. Helath communities coordinating teams 5. Multipurpose agencies 6. Teen violence prevention planing teams
VI. Summary
A. What are the major assets of community and from whose perspective-health care provider’s, community members, etc?
1. The place 2. The people 3. The resources (availability, accessibility, acceptability ;public and private) B. What are the major health problems/needs? 1. The place
2. The people 3. The resources (avalaibility,accessibility, acceptability; publicand private) C. Identify and propose the contributions of nurses, otherhealth care providers, community leaders, community residents, etc., to the solutions D. Which of the health problrms/needs should begiven priority----First, second, and third? Why?
View more...
Comments