Kelompok 3 Askep PHIMOSIS
July 5, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Kelompok 3 Askep PHIMOSIS...
Description
TUGAS MAKALAH SISTEM PERKEMIHAN “ASUHAN KEPERAWATAN
PHIMOSIS”
Disusun oleh : Kelompok 3 1. Mei Nur Fatimah
(10215003)
2. Kastina Sholehah
(10215007)
3. Karunia Wati Susanti
(10215015)
4. Shinta Putri Gitayu
(10215026)
5. Abdul Khafid Muzaki
(10215033)
6. Siti Fatimah
(10215050)
PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI 2017/2018 i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puja dan Puji Syukur tercurahkan kepada Allah SWT karena atas limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. sehingga atas izin dan kuasaNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul ”Asuhan Keperawatan Phimosis Phimosis”” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah persepsi sensori program studi ilmu keperawatan. Penyusunan makalah terlaksana dengan baik berkat dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang bersangkutan. Kesalahan bukan untuk dibiarkan tetapi kesalahan untuk diperbaiki. Walaupun demikian, dalam makalah ini kami menyadari masih belum sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan tugas makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kami dan dapat dijadikan acuan bagi pembaca terutama bagi ilmu keperawatan.
Kediri, 23 Oktober 2017
Penyusun
i
DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................ .................................................................. ............................................ ............................... .........
ii
Daftar Isi ..................... ............................................ .............................................. ............................................. ...................................... ................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................... ................................................................. ................................... .............
1
B. Rumusan Masalah .......................................... ................................................................. ............................... ........
2
C. Tujuan Penulisan ............................................ ................................................................... ............................... ........
2
D. Manfaat Penulisan .......................................... ................................................................. ............................... ........
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Phimosis ........................................... .................................................................. ............................... ........
3
B. Klasifikasi Phimosis........................................... .................................................................. ........................... ....
3
C. Etiologi Phimosis ........................................... .................................................................. ............................... ........
5
D. Patofisiologi Phimosis........................................... Phimosis.................................................................. .........................
6
E. Pathway Phimosis .......................................... ................................................................. ............................... ........
8
F. Manifestasi Klinis Phimosis.......................................... Phimosis.......................................................... ................
9
G. Pemeriksaan Penunjang Phimosis............................................ ................................................. .....
9
H. Penatalaksanaan Phimosis............................................. Phimosis............................................................. ................
9
I. Komplikasi Phimosis ............................................ ................................................................... .........................
12
J. Asuhan Keperawatan Phimosis ............................................ ..................................................... .........
13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................... ................................................................ .......................................... ....................
21
B. Saran .......................................... ................................................................ ............................................ ............................... .........
21
DAFTAR PUSTAKA ........................................... ................................................................. .......................................... ....................
22
ii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Pada saat ini banyak sekali masalah peyakit yang timbul pada bayi dan anak. Banyak sekali faktor pencetus yang membuat anak tersebut mengidap penyakit tersebut, seperti faktor keturunan, faktor bawaan , ataupun karena terinfeksi oleh bakteri ataupun virus. Beberapa penelitian mengatakan kejadian fimosis saat hanya 4% bayi yang preputiumnya sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis terlihat utuh.
Selanjutnya
secara
perlahan
terjadi
desquamasi
perlekatan
itu
berkurang.Sampai umur satu tahun, masih 50% yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun, 10% pada usia 4-5 tahun , 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% bertahan hingga umur 16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan secara presisten sampai dewasa bila tidak ditangani. Berdasarkan data tahun 1980-an dilaporkan bahwa anak yang tidak disirkumsisi memiliki resiko menderita 10-20 kali lebih tinggi. Tahun 1993, dituliskan review resiko terjadi sebesar 12 kali lipat. Tahun 1999 dalam salah satu bagian dari pernyataan AAP tentang sirkumsisi disebutkan bahwa dari 100 anak pada usia 1 tahun. 7-14 anak yang tidak disirkumsisi menderita sedang hanya 1-2 anak pada kelompok yang di sirkumsisi. Dua laporan jurnal tahin 2001 dan 2005 mendukung bahwa sirkumsisi dibawah resiko. Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit preputium ke belakang sulkus. Glandularis hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki, hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi) ( Ngastiyah; 2005 ). Berdasarkan hal di atas, penulis mengambil judul asuhan keperawatan pada anak dengan phimosis yang diharapkan pembaca dapat mengetahui mengenai phimosis dan asuhan keperawatannya.
1
B.
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apa definisi dari Phimosis? 2. Apa klasifikasi dari Phimosis? 3. Apa etiologi dari Phimosis? 4. Bagaimana patofisiologi dari Phimosis? 5. Bagaimana manifestasi klinis dari Phimosis ? 6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Phimosis? 7. Bagaimana komplikasi dari Phimosis ? 8. Bagaimana penatalaksanaan dari Phimosis ? 9. Bagaimana pathways Phimosis ? 10. Bagaimana asuhan keperawatan dari Phimosis ? C.
Tujuan Penulisan
Tujuan Khusus Untuk memenuhi tugas Sistem Perkemihan dan semoga kami sebagai penyusun dapat mengambil manfaat serta dapat memperluas wawasan pada pasien dengan diagnosa medis Phimosis pada khususnya. Tujuan Umum - Untuk menambah pengetahuan tentang penyakit Phimosis - Untuk mempermudah dalam pembuatan asuhan keperawatan pada pasien Phimosis. D.
Manfaat Penulisan
1) Bagi Penyusun
- Dapat belajar dalam penyusunan keperawatan Phimosis
- Dapat menambah ilmu dalam pembentukan makalahdi makala hdi bidang kesehatan. 2) Bagi Pendidikan Sebagai sumbangsih dalam makalah asuhan keperawatan di bidang kesehatan urologi. 3) Bagi Pembaca Sebagai sedikit pengetahuan tentang asuhan keperawatan bidang kesehatan urologi.
2
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Phimosis
Fimosis (Phimosis) merupakan salah satu gangguan yang timbul pada organ kelamin bayi laki-laki, dimana kulit kepala penis (preputium) melekat pada bagian kepala (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang di bagian air seni, sehingga bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya infeksi kepala penis (balantis) (Rukiyah, 2010).
Jika keadaan ini dibiarkan dimana muara saluran kencing di ujung penis tersumbat maka dokter menganjurkan untuk disunat. Tindakan ini dilakukan dengan membuka dan memotong kulit penis agar ujungnya terbuka (Rukiyah,2010 (Rukiyah,2010:230). :230). Fimosis (Phimosis) merupakan salah satu gangguan yang timbul pada organ kelamin bayi laki-laki, yang dimaksud dengan fimosis adalah keadaan dimana kulit kepala penis (preputium) melekat pada bagian kepala (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya lubang di bagian air seni, sehingga bayi dan anak kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya infeksi kepala penis (balantis). Jika keadaan ini dibiarkan dimana muara saluran kencing di ujung penis tersumbat maka dokter menganjurkan untuk disunat. Tindakan ini dilakukan dengan membuka dan memotong kulit penis agar ujungnya terbuka (Rukiyah,2010:23 (Rukiyah,2010:230). 0). B. Klasifikasi Phimosis
a) Fimosis kongenital
(fimosis
fisiologis,
timbul sejak lahir.
3
fimosis palsu,
pseudo phimosis)
Fimosis ini bukan disebabkan oleh kelainan anatomi melainkan karena adanya faktor perlengketan antara kulit pada penis bagian depan dengan glans penis sehingga muara pada ujung kulit kemaluan seakan-akan terlihat sempit. Sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis (Sjamsuhidajat& Tanagho, 2004).
Gambar 1. Fimosis fisiologica
b) Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian setelah lahir. Fimosis Patologis didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menarik preputim setelah sebelumnya yang dapat ditarik kembali.
Fimosis
ini
disebabkan oleh oleh sempitnya muara di ujung ujung kulit kemaluan secara anatomis. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka. membuka.
4
Rickwood mendefinisikan fimosis patologis adalah kulit distal penis (preputium) yang kaku dan tidak bisa ditarik, yang disebabkan oleh Balanitis Xerotica Obliterans (BXO), (Spilsbury, dkk., 2003).
Gambar 2.
B. Phimosis Patologis
A. Phimosis Fisiologis C. Etiologi Phimosis
5
a)
Konginetal (fimosis fisiologis) Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang
pada
saat
lahir,
namun
seiring
bertambahnya
usia
serta
diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam preputium sehingga akhirnya kulit kulit preputium terpisah dari glan penis. b) Fimosis didapat (fimosis patologik) Berkaitan dengan kebersihan hygiene) alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada timosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka membuka (Putra, 2012:394) D. Patofisiologi Phimosis
Menurut (Muslihatun, 2010:161) Fimosis yang fisiologis merupakan hasil dari adhesi lapisan-lapisan epitel antara preputium bagian dalam dengan glans penis. Adhesi ini secara spontan akan hilang pada saat ereksi dan retraksi preputium secara intermiten, jadi seiring dengan bertambahnya usia (masa puber) phimosis fisiologis akan hilang. Higienitas yang buruk pada daerah sekitar penis dan adanya balanitis atau balanophostitis berulang yang mengarah terbentuknya scar pada orificium preputium, dapat mengakibatkan fimosis f imosis patologis. Retraksi preputium secara paksa juga dapat mengakibatkan luka kecil pada orificio preputium yang dapat mengarah ke scar dan berlanjut phimosis. Pada orang dewasa yang belum berkhitan memiliki resiko fimosis secara sekunder karena kehilangan elastisitas kulit (Sjamsuhidajat, 2004). Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena “balloning” dimana preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium. Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih, seperti pada balloning maka sisa6
sisa urin mudah terjebak di dalam preputium. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya infeksi (Sjamsuhidajat, 2004). Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang akan mengakibatkan terjadinya penumpukan kotoran-kotoran pada glans penis sehingga memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis dan prepusium (balanitis) yang meninggalkan jaringan parut sehingga prepusium tidak dapat ditarik kebelakang.1-7 Pada lapisan dalam prepusium terdapat kelenjar sebacea yang memproduksi smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan prepusium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan prepusium dan glans penis yang membentuk semacam “lembah” di bawah korona glans penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). lebar ). Di tempat ini terkumpul keringat, debris/kotoran, sel mati ma ti dan bakteri. Bila tidak terjadi fimosis, kotoran kotoran ini mudah dibersihkan. Namun Namun pada kondisi fimosis, pembersihan tersebut sulit dilakukan karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang terjadi adalah perlekatan prepusium dengan glans penis, debris dan sel mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan.4 Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini terjadi peradangan pada permukaan preputium dan glans penis. Terjadi pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan prepusium (Spilsbury, dkk., 2003).
7
E. Pathway Phimosis Patologis Higlenitas rendah pada waktu BAK
Kongenital : Ruang di antara kulup dan penis tidak berkembang dengan baik bawaan lahir
penis Penumpukan kotoran” pada glans penis
Kulup melekat pada kepala penis
Infeksi (peradangan, odema) pada daerah
glans penis dan preputium Tidak terjadi pemisahan 2 lapisan kulit
Meninggalkan jaringan parut Preputium tidak dapat diretraksi dari glans penis
Preputium tidak dapat ditarik kebelakang kebelakang
PHIMOSIS
Cairan urine + smegma tidak bisa keluar dengan lancar
Penyempitan lubang preputium
Sisa² urine dan kotoran smegma terjebak di
Penekanan saat berkemih
MK : Resiko tinggi infeksi
Nyeri
Ujung penis tampak menggelembung saat miksi
MK : Nyeri akut
Menangis saat BAK
Kurangnya pengetahuan
Kesulitan BAK
MK : Ansietas
Gangguan aliran urine
MK : Gangguan Eliminasi Urine
8
F. Manifestas Manifestasii Klinis Phimosis
1. Penis membesar dan menggelembung aki bat bat tumpukan urin (“balloning” (“balloning” 2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan tert ahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit. 3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit. 4. Kulit penis tak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan. 5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan arah yang tidakdapat diduga. 6. Bisa juga disertai demam jika terjadi infeksi. 7. Iritasi pada penis. (Basuki B Purnomo, 2009)
G. Pemeriksaan Penunjang Phimosis
Sampai saat ini tidak ada pemeriksaa penunjang untuk fimosis. H. Penatalaks Penatalaksanan anan Phimosis
1) Obat Sebagai
pilihan
terapi
konservatif
dapat
diberikan
salep
kortikoid
(dexamethasone) (0,05- 0,1%) dua kali sehari selama 20-30 hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga tahun (Sjamsuhidajat, 2004). 2) Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada penderita fimosis, fimosi s, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk te rbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai fimosis fi mosis sekunder. 3) Sirkumsisi Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Pada kasus dengan komplikasi, seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium saat miksi, sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien (Yongki,2012:184). (Yongki,2012:184). 9
Prosedur Teknik Dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar s ejajar sumbu panjang penis ke arah proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus coronarius.(Sjamsuhidajat& Tanagho, 2004). Langkahnya : 1) Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi 2) Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang steril 3) Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis melingkar. Bila perlu tambahkan juga pada daerah preputium yang akan dipotong dan daerah ventral 4) Tunggu 3 – 5 menit dan yakinkan anestesi lokal sudah bekerja dengan mencubitkan pinset 5) Bila didapati phimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada lubang preputium, lepaskan perlengketannya dengan glans memakai sonde atau klem sampai seluruh glans bebas. Bila ada smegma, dibersihkan. 6) Jepit kulit preputium sebelah kanan dan kiri garis median bagian dorsal
dengan 2 klem lurus. Klem ketiga dipasang pada garis tengah ventral. (Prepusium dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke distal)
7) Gunting preputium dorsal tepat digaris tengah (diantara dua klem) kira-kira ½ sampai 1 sentimeter dari sulkus koronarius (dorsumsisi),buat tali kendali. kulit Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher
10
8) Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12’). Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju frenulum di distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali kendali ). 9) Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut yang disiapkan. 10) Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan yang banyak ada di frenulum) siap untuk dijahit.Penjahitan dimulai dari dorsal (jam 12),
dengan patokan klem yang terpasang dan jahitan kedua pada bagian ventral (jam 6). Tergantung banyaknya jahitan yang diperlukan, selanjutnya jahitan dibuat melingkar pada jam 3,6, 9,12 dan seterusnya.
11) Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain, dan diplester. Lubang uretra harus bebas dan sedapat mungkin tidak terkena urin.
Cara menjaga kebersihan pada fimosis yaitu dengan menjaga kebersihan bokong dan penis. penis.
11
a. Bokong
1) Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau berpergian. 2) Jangan berganti-ganti merek diapesr. Gunakan hanya satu merek yang cocok dengan bayi. 3) Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa memakai diapers, kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya (tiap kali ia habis buang air kecil atau besar). 4) Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya terbuka. Jika perlu, biarkan ia tidur dengan bokong terbuka. Pastikan suhu ruangan cukup hangat sehingga ia tidak kedinginan. 5) Jika peradangan kulit karena popok pada bayi tidak membaik dalam 1 sampai 2 hari atau lebih bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi dokter. b. Penis
Tindakan yang sebaiknya dilakukan adalah :
1) Sebaiknya
setelah
BAK
penis
dibersihkan
dengan
air
hangat
menggunakan kasa. Membersihkannya sampai selangkang, jangan digosok-gosok.Cukup diusap dari atas ke bawah dengan satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang. 2) Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi. 3) Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena bisa menyebabkan iritasi. 4) Memberikan salep kortikoid ( 0,05 – 0,1 0,1 % ) 2x / hari selama 20 – 30 hari , terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar 3 tahun. (Sjamsuhidajat, 2004) I. Komplikasi Phimosis
1) Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih Hal tersebut disebabkan oleh karena urine yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muara yang sempit 12
2) Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut. 3) Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin. Fimosis dapat menyebabkan gangguan aliran urine berupa sulit BAK, pancaran urine mengecil dan deras menggelembungnya ujung preputium penis pada saat miksi dan pada akhirnya dapat menimbulkan retensi urine 4) Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis. (Basuki B Purnomo, 2009 ) J. Asuhan Keperawatan Phimosis 1. Pengkajian
1) Tanyakan biodata klien. 2) Kaji keadaan umum klien. 3) Kaji penyebab fimosis, termasuk kongenital atau peradangan. 4) Dapatkan riwayat kesehatan sekarang untuk melihat adanya: c) Kaji pola eliminasi.
BAK: a) Frekuensi : Jarang karena adanya retensi. b) Jumlah : Menurun. c) Intensitas : Adanya nyeri saat BAK. d) Kaji kebersihan genital: adanya bercak putih. e) Kaji adanya perdarahan f) Kaji tanda-tanda infeksi yang mungkin ada 5) Obsevasi adanya manifestasi: a. Gangguan aliran urine berupa sulit BAK, pancaran urine mengecil dan deras. b. Menggelembungnya ujung prepusium penis saat miksi. c. Adanya inflamasi. 6) Kaji mekanisme koping pasien dan keluarga. 2. Analisis Data No 1.
Data
Etiologi Phimosis
DS :
13
An.a
selalu
menangis jika akan kencing karena nyeri akibat
air
kencing
yang sulit keluar. - Ibu
An.
mengatakan
A
Penyempitan lubang preputium Ujung penis tampak menggelembung saat miksi Kesulitan BAK
bahwa
anaknya berkemih 2x dalam sehari.
Gangguan aliran urine
DO : - Pasien
sulit
berkemih.
untuk Warna
urine An.A keruh 2.
DS : - Ny.
Phimosis X
mengatakan
Gangguan eliminasi urine
- Ibu An.A mengatakan
bahwa
Masalah Keperawatan Keperawatan
An. A sudah 2 hari merasakan sakit perut bagian
bawah
dan Penekanan saat berkemih
mual. - Ny
Penyempitan lubang preputium
X
mengatakan
bahwa An. A selalu menangis
saat
Nyeri
mau
kencing (BAK) - Ny
X
Nyeri akut
mengatakan
bahwa An. A sering menangis dan tampak gelisah, dan sulit tidur pada malam hari - An.
Amengatakan
nyeri
pada
bagian
penis
(bagi
pasien
yang
sudah
dapat
14
berkomunikasi)
DO : - An. A tampak menahan (meringis)
nyeri dan
terkadang menangis - An. A terlihat tidak kooperatif - Saat dilakukan pemeriksaan, prepusium tidak bisa ditarik ke belakang - TTV : S = 38,80C RR = 24x/mnt
N = 90x/mnt 3.
Phimosis
DS : - Ny X mengatakan An. A
selalu
jika
menangis
akan
kencing
karena nyeri akibat air kencing
yang
sulit
keluar
Penyempitan lubang preputium
Cairan urine dan smegma tidak bisa keluar dengan lancar
DO :
Resiko tinggi infeksi
Sisa-sisa urine dan
- Prepusium tidak bisa
kotoran smegma
ditarik ke belakang.
terjebak di
- Terlihat
adanya
edema
pada
preputium
area
kemaluan pasien. - Di sekitar kemaluan
15
klien
juga
tampak
kemerahan. -
Tampak
adanya
cairan eksudat yang purulen
pada
urine
klien. 4.
Phimosis
DS : - Keluarga An. Asering menanyakan
tentang
penyakitnya dan An. A
sering
menangis
saat BAK.
DO : - Keluarga pasien dan
Menangis saat BAK
Kurangnya pengetahuan
Ansietas
pasien tampak cemas dan gelisah.
3. Diagnosa Keperawatan Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine b.d kesulitan BAK. 2. Nyeri akut b.d adanya penekanan saat berkemih. 3. Resiko tinggi tinggi infeksi b.d sisa-sisa urine dan smegma terjebak di preputium. 4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan.
4. Intervens Intervensii Keperawatan No
1.
Tujuan dan
Dx
Tujuan
Gangguan eliminasi b.d BAK
Intervensi
Kriteria Hasil
urine
kesulitan
: Setelah
2) Kaji tanda dan gejala
dilakukan tindakan
1) Pantau TTV. TTV.
selama
2x24
retensi urine.
jam
3) Jelaskan mengenai
kx
kondisi pasien.
diharapkan
Rasional
1) Mengetahui respon tubuh pasien. 2) Agar
pasien
dan
keluarga
lebih
kooperatif.
16
mengatakan tidak ada kesulitan atau hambatan
saat
BAK. Kriteria
hasil :
1) TTV normal (TD= 80-120 mmHG, N=90-
4) Monitor intake dan output urine klien. 5) Catat warna,
x/menit,S= 36,5-37,50C) 2) Dalam 2x24 jam tidak ada gangguan
urine
meningkatkan tekanan
dalam
konsistensi dan
saluran pencernaan
jumlah urine klien.
atas
6) Catat waktu pengeluaran urine terakhir. 7) Kolaborasi pemberian antibiotic
100x/mnt, RR : 20-30
3) Retensi
dan tindakan sirkumsisi.
yang
dapat
mempengaruhi ginjal. 4) Monitor keseimbangan cairan. 5) Berguna
untuk
mengevaluasi obstruksi
dan
pilihan intervensi. 6) Melihat pengeluaran
waktu urine
untuk
eliminasi
mencegah
adanya retensi urine
urine.
7) Mempercepat
3) Klien tidak mengeluh/me
pemulihan.
nangis saat mau BAK. 4) BAK normal.
2.
Nyeri akut b.d adanya penekanan berkemih
saat
Tujuan
: Setelah
1) Kaji skala nyeri
1) Untuk
mengetahui
dilakukan
2) Pantau TTV.
tingkat nyeri pasien
tindakan
3) Berikan posisi yang
sebagai
keperawatan
nyaman.
selama 2x24 jam kx
mengatakan
nyeri
berkurang
atau tidak merasa
4) Gunakan teknik distraksi. 5) Kolaborasi dengan tim medis tentang
pedoman
untuk tindakan yang harus diberikan. 2) Mengetahui perubahan
respon
tubuh pasien.
17
nyeri.
pemberian obat.
Kriteria
hasil :
rasa
nyeri. 4) Mengalihkan fikiran
1) TTV normal(TD= 80-120 mmHG,
pasien
agar
terfokus
tidak pada
nyerinya.
N=90100x/mnt, RR : 20-30 x/menit, S=
3) Mengurangi
36,50
37,5 C). 2) Pasien
tidak
menangis. 3) Wajah
tidak
menyeringai. 4) Pasien tampak kooperatif.
5) Untuk mempercepat penyembuhan nyeri.
3.
Resiko
tinggi
Tujuan
:
Setelah
1) Pantau TTV.
1) Mengetahui respon
infeksi b.d sisasisa urine dan
dilakukan tindakan keperawatan
2) Lihat infeksi.
tanda-tanda
tubuh pasien. 2) Untuk mengetahui
smegma terjebak
selama 2x24 jam
3) Anjurkan kepada ibu
tindakan yang harus
di preputium.
diharapkan
resiko
infeksi
tidak
terjadi. Kriteria
pasien
untuk
meningkatkanhygiene pribadi pasien.
Hasil :
1) TTV (TD=
normal 80-120
mmHG, N=90100x/mnt, RR : 20-30 x/menit,
4) Anjurkan
keluarga 4) Meningkatkan
untuk mencuci tangan
personal
sebelum ingin kontak
dan cuci tangan bisa
langsung pasien dan
meminimalisir sumber kuman.
teknik
dengan ajarkan pencucian
5) Tingkatkan
37,50C).
3) Mencegah timbulnya infeksi.
tangan yang benar.
S=36,5-
dilakukan.
hygiene
5) Meningkatkan daya tahan
intake
nutrisi.
sehingga
tubuh terhindar
dari resiko infeksi.
18
2) Klien
bebas
6) Konsul
tim
6) Untuk
mencegah
mengenai
infeksi
saluran
dengan
dari tanda dan
medis
gejala
tindakan sirkumsisi.
infeksi
(tumor,
rubor,
kalor,
dolor,
kemih (UTI).
fungsio laesa) 3) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
4.
Tujuan : Setelah
1) Pantau TTV
kurangnya
dilakukan
2) Catat
pengetahuan.
tindakan
Ansietas
b.d
1) Untuk mengetahui petunjuk
perilaku, misalnya :
respon tubuh px 2) Dengan
mencatat
Indikator
derajat
ansietas
tersebut
keperawatan
gelisah,
selama 1x24 jam
rangsang,
diharapkan
kurang kontak mata,
dapat
keluarga dan
perilaku
mengetahui
pasien mengerti
perhatian.
akan tindakan
peka menolak,
menarik
keparahan ansietas.
3) Jelaskan
mengenai 3) Agar pasien
yang akan
kondisi
dilakukan.
informasi yang akurat
Kriteria Hasil :
pasien
dan
dan 4) Bina kerjasama pasien keluarga tampak dengan keluargannya. tidak cemas. 5) Berikan lingkungan familiar dengan
tenang
beristirahat.
penyakit.
untuk
lebih kooperatif. merasa
apabila
tenang dekat
dengan keluarganya. 5) Membantu menurunkan ansietas
3) Mampu
dan
pasien
lebih
1) Pasien
yang
keluarga
keluarga 4) Pasien
kepada pasien.
2) Keluarga
membantu
membuat
dan pasien
19
mendeskripsikan
menjadi
proses penyakit.
rileks.
4) Mampu Mendeskripsika n efek penyakit.
lebih
20
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Fimosis (phimosis) merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis (Rukiyah, 2010). Ada dua macam fimosis yaitu fimosis konginetal dan didapat. Adapula tanda dan gejala pada fimosis di antaranya : Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukkan urine, kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembang saat mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit. Pimosis dapat mengakibatkan gangguan berkemih baik nyeri atau balloning (masa diujung penis) perlu dilakukan sirkumsisi biasanya itu merupakan indikasi untuk mencegah infeksi karena terkumpulnya urine yang mengandung glukosa
sebagai tempat terbaik bagi pertumbuhan bakteri. B. Saran
Lakukan personal hygine secara bersih terutama ditekankan disini pada area kemaluan (penis), karena apabila hygine penis tidak terawat bisa menyebabkan fimosis dan apabila terjadi tanda-tanda fimosis segera periksa ke dokter atau rumah sakit. Serta dengan adanya makalah dengan kasus fimosis pada anak, di harapkan mahasiswa dapat mengerti tentang pengertian, etiologi dan patofisiolgi serta mampu memberikan suatu asuhan keperawatan yang benar pada anak yang menderita fimosis.
21
DAFTAR PUSTAKA
Basuki B Purnomo. 2009. Dasar-dasar 2009. Dasar-dasar Urologi. Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto. Haws., Paulette S., 2008. Asuhan 2008. Asuhan Neonatus Rujukan Rujukan Cepat . Jakarta: EGC. Ngastiyah. 2005. Perawatan 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta: EGC. Muslihatun, WafiNur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya Putra. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta : D-Medika. Robbins dkk. 2004. Buku 2004. Buku Ajar Patologi. Patologi. Edisi 7. Volume 2. Hariawati Hartono. Jakarta: EGC. Rudolph. Abraham M. Kelainan Urogenital. Urogenital. A. Samik Wahab, Sugiarto. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 2. Jakarta : EGC. Rukiyah, ai yeyeh, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Media.
Santoso A. 2005. Fimosis 2005. Fimosis dan Parafimosis. Parafimosis. Tim Penyusun Panduan Penatalaksanaan Pediatric Urologi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Sjamsuhidajat, R , Wim de Jong. 2004. Saluran kemih dan Alat Kelamin Lelaki. Lelaki . BukuAjar Ilmu Bedah.Ed.2,. p 801. Jakarta : EGC. Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision "Circumcision for phimosis and other medical indications in Western Australian boys ". Med. J. Aust. 178 (4): (4): 155 – 8; 8; 2003. Diunduh dari URL: http://www.mja.com.au/public/issues/17804170203/spi10278fm.html http://www.mja.com.au/public/issues/17804170203/spi10278fm.html Tanagho, EA and McAninch, JW. 2004. Smith’s General Urology. Urology. Sixteen edition. USA: Appleton and Lange. Yongki, Muhammad Judha. 2012. Asuhan 2012. Asuhan Pertumbuhan Kehamilan. Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika.
22
View more...
Comments