Kelainan Plasenta Dan Tali Pusat

August 19, 2018 | Author: Devi Syam | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

tugas fm...

Description

BAB I PENDAHULUAN Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting. Dimana plasenta memiliki peranan berupa transport zat dari ibu ke janin, penghasil hormon yang berguna selama kehamilan, serta sebagai barier. Melihat pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalinan. Kelainan pada plasenta dapat berupa gangguan fungsi dari plasenta ataupun gangguan implantasi dari plasenta. Gangguan dari implantasi plasenta dapat berupa kelainan letak implantasinya ataupun kelainan dari kedalaman implantasinya. Kelainan letak implantasinya dalam hal ini adalah keadaan yang disebut sebagai plasenta previa. Sedangkan kelainan kedalaman dari implantasi ialah yang disebut sebagai plasenta akreta, inkreta dan perkreta. Namun sebelum membicarakan mengenai plasenta yang abnormal maka terlebih dahulu akan dibahas sedikit mengenai keadaan plasenta yang normal3. Tali pusat tumbuh dengan tegangan yang dihasilkan oleh pergerakan janin. Diperlukan panjang tali pusat 32 cm untuk mencegah traksi tali pusat selama persalinan pervaginam. Pertumbuhan tali pusat umumnya terjadi pada trimester pertama dan kedua. Panjang tali pusat pada bayi premature mirip pada bayi yang aterm. Rata-rata panjang tali pusat pada bayi baru lahir aterm adalah 60 cm. Tidak ada korelasi antara panjang tali pusat dan paritas, usia maternal, berat badan ibu ataupun tinggi badan ibu, adanya pre-eklampsia, gender janin, panjang, berat badan dan persentasi janin. Kumparan Vaskuler umbilikalis dibentuk pada trimester pertama. Rotasi sinistrikal tampak pada kebanyakan kehamilan. Bila tidak terdapat kumparan tali pusat normal1,5

1

BAB II

`

PLASENTA Setelah terjadinya fertilisasi ovum oleh sperma maka sel yang dihasilkan disebut sebagai zygote. Kemudian terjadi pembelahan pada zygote sehingga menghasilkan apa yang disebut sebagai blastomers, kemudian morula dan blastokist. Pada tahap-tahap perkembangan ini, zona pellucida masih mengelilingi. Sebelum terjadinya implantasi, zona pellucida menghilang sehingga blastosit menempel pada permukaan endometrium. Dengan menempelnya blastokist pada permukaan endometrium maka blastosit menyatu dengan epitel endometrium. Setelah terjadi erosi pada sel epitel endometrium, trophoblast masuk lebih dalam ke dalam endometrium dan segera blastokist terkurung di dalam endometrium. Implantasi ini terjadi pada daerah endometrium atas terutama pada dinding posterior dari uterus. Endometrium sendiri sebelum terjadinya proses di atas terjadi perubahan untuk menyiapkan diri sebagai tempat implantasi dan memberi makan kepada blastokist yang disebut sebagai desidua. Setelah terjadi implantasi desidua akan dibedakan menjadi5,11 : 1. Desidua basalis: desidua yang terletak antara blastokist dan miometrium 2. Desidua kapsularis: desidua yang terletak antara blastokist dan kavum uteri 3. Desidua vera: desidua sisa yang tidak mengandung blastokist. Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu degenerasi fibrinoid, yang terletak diantara desidua dan trofoblast untuk menghalangi serbuan trofoblast lebih dalam lagi. Lapisan dengan degenerasi fibrinoid ini disebut sebagai lapisan Nitabuch. Pada perkembangan selanjutnya, saat terjadi persalinan, plasenta akan terlepas dari endometrium pada lapisan Nitabuch tersebut.

2

PERKEMBANGAN PLASENTA TAHAP AWAL Selama bertahun-tahun, dianggap bahwa pemahaman tentang patologi plasenta hanya membutuhkan pengetahuan terbatas tentang implantasi dan perkembangan plasenta tahap awal, karena gangguan pada tahap awal plasentasi ini dianggap menyebabkan aborsi, dan bukan mempengaruhi struktur dan fungsi plasenta. Akan tetapi, peningkatan pengalaman dengan teknologi reproduksi telah mengajarkan kepada kita bahwa kondisi-kondisi yang tepat selama implantasi bisa menghambat perkembangan tahap awal dan menghasilkan keberfungsian yang tidak tepat dari unit fetoplasental dan gangguan hasil. Karena alasan ini, pemahaman dasar tentang perkembangan plasenta tahap awal menjadi semakin penting. Tahap Prelacunar: Hari 1 sampai 8 pasca konsepsi Tahap prelacunar didefinisikan sebagai periode dari konsepsi hingga hari 8 pascakonsepsi. Setelah pembuahan, zygot berkembang menjadi blastocyst, vesikel rata yang terdiri dari antara 107 dan 256 sel. Sel-sel dinding luar adalah trophoblast, yang mengelilingi rongga blastocyst. Massa sel dalam adalah sekelompok kecil sel yang lebih besar pada permukaan dalam. Trophoblast adalah cikal-bakal plasenta sementara massa sel dalam membentuk embrio embrioblast, tali pusat dan amnion berasal dari embrioblast. Baik mesenkim yang berasal dari embrioblast maupun pembuluh darah yang berasal dari embrioblast sama-sama memberi kontribusi kepada pembentukan jaringan ikat dan pembuluh darah villus khorionik. Tahap pertama dalam implantasi blastocyst disebut apposisi dan berlangsung sekitar hari 6 sampai 7 pasca konsepsi. Dalam sebagian besar kasus, blastocyst terorientasi sedemikian rupa sehingga kutub embrionic melekat pada endometrium, yang dengan demikian membentuk kutub implantasi. Jika, selama implantasi, blastocyst berputar sedemikian rupa sehingga kutub embrio dan kutub implantasi tidak identik, maka akan terjadi penempatan tali pusat abnormal. “Jendela implantasi” adalah suatu fase spesifik singkat selama mana pelekatan blastocyst terjadi. Menentukan atau menghasilkan jendela ini merupakan prasyarat penting untuk keberhasilan implantasi pada fertilisasi in vitro dan bentuk lainnya. Pada hari-hari berikutnya, sel-sel trophoblast berproliferasi untuk membentuk lapisan ganda seiring dengan invasinya secara

3

progresif pada epitelium endometrial. Lapisan dalam, yang awalnya tidak berkontak dengan jaringan-jaringan ibu, terdiri dari cytotrophoblast. Lapisan luar, yang menghadap jaringan ibu, berubah menjadi syncytiotrophoblast melalui fusi sel-sel cytotrophoblastic yang berdekatan. Syncytiotrophoblast adalah suatu sistem kontinu, tidak disela oleh ruang-ruang antar sel dan tidak terdiri dari sel-sel individual ataupun unit-unit syncitial individual. Pada kutub implantasi, massa syncitial membentuk percabangan, tambahan-tambahan seperti-jari yang menginvasi secara dalam, dan saling mengunci dengan

endometrium. Inilah kulit

trophoblastic. Tahap Lacunar: Hari 8 sampai 13 pasca konsepsi Pada

hari

8

pasca

konsepsi,

vakuola-vakuola

kecil

muncul

dalam

massa

syncytiotrophoblastic. Vakuola-vakuola bertumbuh dan menjadi menyatu, yang membentuk sistem lacunae. Lacunae dipisahkan dari satu dengan lainnya oleh pita syncytiotrophoblast, yang disebut trabeculae. Massa syncytiotrophoblastic dan sistem lacunar mengalami perluasan secara melingkar di atas permukaan blastgocyst secara keseluruhan. Pada hari 12 pasca konsepsi, blastocyst telah berimplantasi secara dalam dan epitelium rahim menutup ke atas tempat implantasi. Sel-sel cytotrophoblastic mengalami perluasan ke dalam trabeculae dan, pada hari 13 pasca konsepsi, mencapai kulit trophoblastic, yang akhirnya menjadi berkontak dengan endometrium. Proliferasi trophoblastic dan fusi syncitial diawali pada kutub implantasi, yang menjadikan trophoblast lebih tebal. Daerah pertumbuhan preferensial ini belakangan berubah menjadi lempeng plasenta. Lingkaran trophoblastic yang lebih tipis di bagian yang berseberangan hanya pada awalnya berusaha mencapai struktur yang sama. Pada akhirnya, ini mengalami atrophy dan menjadi khorion mulus, atau daun khorion. Pada titik ini, penutupan blastocyst oleh trophoblast terbagi menjadi tiga lapisan: 

Lempeng khorionik primer, yang menghadap ke rongga blastocystic,



Sistem lacunar yang mencakup trabeculae, dan



Kulit trophoblastic, yang menghadap ke endometrium.

LEMPENG KHORIONIK PRIMER Lempeng

khorionik

primer

terdiri

dari

cytotrophoblast

yang

ditutupi

oleh

syncytiotrophoblast pada sisi “ibu”. Pada hari 14 pasca konsepsi, mesenkhim embryonik 4

menyebar di sekitar permukaan dalam dari rongga blastocyst dan lapisan cytotrophoblast. Ini membentuk lempeng khorionik tiga-lapis yang terdiri dari mesenkim, cytotrophoblast dan syncytiotrophoblast. Dalam waktu yang bersamaan, percabangan villus pertama terbentuk dari trabeculae. Trabeculae untuk selanjutnya disebut batang villus, yang belakangan menjadi villus batang. Sistem lacunar berubah menjadi ruang antarvillus. Lempeng khorionik membentuk “kelopak” ke atas ruang antarvillus dan berfungsi sebagai dasar dari mana pohon-pohon villus menggantung. SISTEM LACUNAR Di bawah lempeng khorionik primer adalah sistem lacunar. Sekitar hari 12 pasca konsepsi trabeculae di invasi oleh sel-sel cytotrophoblastik dari lempeng khorionik primer. Pada permukaan ibu, trabeculae bergabung untuk membentuk kulit trophoblast. Syncytiotrophoblast ada pada permukaan “luminal” lacunae; di bawahnya ada zona cytotrophoblast. Di bawah zona cytotrophoblast, dan menghadap ke jaringan ikat endometrial, adalah lapisan diskontinu tambahan dari elemen-elemen syncytiotrophoblastik. Selama tahap-tahap awal implantasi, erosi jaringan ibu terjadi di bawah pengaruh lytic trophoblast syncytial. Selanjutnya, terjadi proliferasi dan migrasi trophoblast, yang menghasilkan invasi dalam dari endometrium dan myometrium superficial. Ini diwujudkan oleh elemen-elemen trophoblast yang mengalami multinukleasi dan mononukleasi yang terpisah jauh dari kulit trophoblastic – trophoblast ekstravillus. Trophoblast ekstravillus terlibat erat dalam perkembangan tempat implantasi termasuk invasi dan pemodelanulang pembuluh-pembuluh decidual. Dalam hal itu, sel-sel stroma endometrial berubah menjadi sel-sel decidual. Pada hari 12 pasca konsepsi, trophoblast penginvasi menyebabkan disintegrasi dinding pembuluh darah endometrial dan trophoblast ekstravillus yang mengalami ekspansi menggantikan kulit trophoblastic. Sekitar hari 12 pasca konsepsi, begitu cytotrophoblast berekspansi ke dalam trabeculae, ujung distal dari trabeculae bergabung dan membentuk lapisan paling luar dari trophoblast, kulit trophoblast. Pada awalnya, ini adalah struktur syncytiotrophoblastic, tetapi ketika cytotrophoblast mencapai kulit pada kira-kira hari 15 pasca konsepsi, kulit menjadi lebih heterogen. Syncytiotrophoblastic menghadap ke lacunae, yang diikuti dengan cytotrophoblast dan kemudian lapisan diskontinu dari elemen-elemen syncytiotrophoblastik yang menghadap ke jaringan ikat endometrial. Mulai dari hari 22 pasca konsepsi ke atas, istilah kulit trophoblast 5

biasanya diganti dengan lempeng basal, suatu istilah yang mencakup dasar ruang antarvillus bersama-sama dengan semua jaringan plasental dan maternal yang melekat padanya setelah kelahiran.

Tahap Villus Awal: Hari 13 sampai 28 pasca konsepsi Pada tahap villus awal, cytotrophoblast menginvasi trabeculae, dan kecambah trophoblastic tumbuh ke dalam lacunae untuk membentuk villus primer. Villus primer hanya terdiri dari lapisan luar dari syncytiotrophoblast dan inti cytotrophoblast. Keberadaannya menandai awal dari tahap villus dari placentasi. Proliferasi lebih lanjut dan percabangan selanjutnya menginisiasi perkembangan pohon-pohon villus primitif, di mana batangnya berasal dari bekas trabeculae. Villus yang menjaga hubungannya tetap ada dengan kulit trophoblastik disebut villus penjangkaran. Selanjutnya, sel-sel yang berasal dari lapisan mesenkim lempeng khorionik primer menginvasi villus, yang mengubahnya menjadi villus sekunder. Villus sekunder terdiri dari lapisan luar syncytiotrophoblast, lapisan dalam cytotrophoblast dan inti jaringan ikat. Dalam beberapa hari, mesenkim berekspansi secara periferal ke ujung-ujung villus. Mesenkhim villus yang sedang berekspansi tidak secara total mencapai kulit trophoblast. Kumpulan-kumpulan

cytotrophoblast

yang

dikelilingi

oleh

lapisan

tidak

lengkap

syncytiotrophoblast tetap bertahan sebagai tiang-tiang sel. Tiang-tiang sel tersebut merupakan tempat pertumbuhan membujur dari villus penjangkaran dan juga sumber trophoblast di luar villus. Secara fokal, ujung-ujung villus dari villus-villus yang mengapung-bebas bisa tidak diinvasi oleh mesenkhim villus, dan ini menjadi pulau-pulau sel trophoblastik. Kapiler-kapiler janin pertama muncul di dalam villus pada hari 18 sampai hari 20 pasca konsepsi. Kapilerkapiler tersebut berasal dari sel-sel pendahulu hemangioblastik, yang secara lokal berbeda dari mesenkim. Kemunculan kapiler-kapiler di dalam stroma villus menandai perkembangan villus tertier pertama. Bila segmen-segmen kapiler yang cukup berfusi dengan satu sama lainnya untuk membentuk dasar kapiler, tercapailah sirkulasi fetoplasental lengkap. Ini terjadi di awal minggu ke-lima. Pohon-pohon villus awal berekspansi dengan cara berikut: Di permukaan villus yang lebih besar, sel-sel cytotrophoblast berproliferasi dan fusi syncitial selanjutnya menghasilkan kecambah syncitial (trophoblastic). 6

Kecambah ini sebanding dengan villus primer awal karena hanya terdiri dari cytotrophoblast dan syncytiotrophoblast. Sebagian besar mengalami degenerasi, tetapi sedikit diinvasi oleh mesenkhim villus dan berubah menjadi kecambah villus, yang sebanding dengan villus sekunder. Kemudian pembuluh-pembuluh darah janin terbentuk di dalam stroma, serupa dengan perkembangan villus tertier. Darah janin dan ibu berkontak erat dengan satu sama lainnya segera setelah sirkulasi fetoplasental terbentuk. Kedua aliran darah selalu dipisahkan oleh penghalang plasental, yang terdiri dari syncytiotrophoblast, cytotrophoblast, lamina basal, jaringan ikat dan endotelium janin. Pada trimester terakhir, cytotrophoblast berhenti dan endotelium janin dikelilingi oleh lamina basal endotel. Bulan Kedua dan Seterusnya Diawali pada bulan kedua Pasca Konsepsi, lapisan jaringan ikat dari lempeng khorionik menjadi jaringan fibrotik yang semakin padat dan berserabut yang memanjang ke dalam batangbatang villus. Selanjutnya, villus tertier mengalami proses diferensiasi yang kompleks yang menghasilkan berbagai tipe villus yang berbeda dari satu dengan lainnya dalam struktur dan fungsi. Dengan maturasi, syncytiotrophoblast berkurang ketebalannya dan cytotrophoblast menjadi jarang. Diameter villus rata-rata meningkat, dan kapiler-kapiler janin semakin banyak dan semakin dekat dengan permukaan villus. Perubahan ini menyebabkan penurunan yang berarti dalam ketebalan penghalang plasenta dan dengan demikian menyebabkan penurunan jarak difusi maternofetal rata-rata. Perkembangan Membran Janin Dengan kemunculan villus pertama, trophoblast pada kutub implantasi menjadi chorion frondosum, cikal-bakal plasenta. Chorion frondosum kapsuler, yang merupakan kebalikan dari kutub implantasi, awalnya mengalami perkembangan yang bersesuaian, walaupun terlambat. Akan tetapi, berawal di akhir minggu ketiga Pasca Konsepsi, penyusutan villus yang baru terbentuk dan penghapusan ruang antarvillus sekitarnya mulai terjadi dan menyebar secara lateral pada permukaan blastocyt. Pada akhirnya, chorion, ruang antarvillus yang terhapus, sisasisa villus dan kulit trophoblastik menyatu, yang membentuk chorion mulus atau daun chorion. Proses ini menyebar secara perlahan-lahan sekitar 70% permukaan kantong khorionik, yang terus berlanjut hingga kira-kira bulan ke-empat. Dengan tergantung pada hubungan ruangnya 7

dengan kantong khorionik yang berimplantasi, decidua terbagi menjadi beberapa segmen. Decidua di tempat implantasi, di bawah blastocyst dan kemudian plasenta, adalah decidua basal atau decidua basalis. Ketika embrio menjadi terbenam secara total di dalam dinding endometrial, decidua menutup ke atas blastocyst. Pertumbuhan embrio dan plasenta menyebabkan decidua menjorok ke dalam rongga rahim. Bagian menjorok dari decidua inilah decidua kapsuler atau decidua capsularis. Decidua lainnya, yang tidak berkontak dengan blastocyst (yaitu, pada dinding rahim yang berseberangan), adalah decidua parietal atau decidua vera. Dengan pertumbuhan kantong khorionik, decidua kapsuler mengalami degenerasi secara fokal, dan akhirnya menyentuh decidua parietal. Antara minggu ke-15 dan ke-20 pasca konsepsi, chorion mulus, bersama-sama dengan decidua kapsuler residual melekatnya, berfusi secara lokal dengan decidua parietal, yang dengan demikian menghapus sebagian besar rongga rahim. Dari tanggal ini ke atas, chorion mulus berkontak dengan permukaan decidual dinding rahim atas hampir seluruh permukaannya. Akan tetapi, tidak ada fusi yang sesungguhnya antara decidua capsularis dan decidua vera. Sel-sel kecil yang melapisi permukaan dalam dari trophoblast, sel-sel amniogenik, adalah cikal-bakal dari epitelium amnionic. Celah yang memisahkan sel-sel ini dari embryoblast, yang pada akhirnya menjadi rongga amniotik. Sebelum minggu ke-12 pasca konsepsi, rongga amniotik dipisahkan dari khorion oleh cairan khorionik, magma retikular. Mesenkhim ekstraembryonic mengalami perluasan untu menutupi permukaan epitelium amnionik dan menjadi mesoderma amnionik. Selama minggu ke-6 hingga ke-7 pasca konsepsi, mesoderm amnionic berfusi dengan mesoderma khorionik, yang diawali di tempat penyelipan tali pusat pada lempeng khorionik. Proses ini selesai pada minggu ke-12 pasca konsepsi. Akan tetapi, fusi amnion dan chorion tidak pernah total, dan dengan demikian kedua membran selalu mudah disorongkan pada satu dengan lainnya. Ini berbeda dari situasi dalam tali pusat di mana amnio yang sedang berekspansi menjadi melekat erat pada permukaan tali pusat dan berfusi ketat dengannya.

8

PLASENTA ABNORMAL PLASENTA PREVIA 1. Defenisi Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh permukaan jalan lahir. Beberapa defenisi lain mengatakan plasenta previa adalah plasenta yang berlokasi dekat dengan ostium uteri internum. 2. Klasifikasi Keadaan ini dibagi menjadi empat bagian yaitu : 1. Plasenta previa totalis: dimana ostium uteri internum tertutup seluruhnya oleh plasenta. 2. Plasenta previa parsialis: dimana ostium uteri internum sebagian ditutupi oleh plasenta. 3. Plasenta previa marginalis: dimana bagian tepi dari plasenta berada di pinggir dari ostium uteri internum. 4. Plasenta letak rendah: dimana plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim, tetapi tepi dari plasenta tidak mencapai ostium uteri internum, namun berada didekatnya. Beberapa literatur membagi plasenta previa dengan menggunakan pembagian grade I sampai grade IV, namun pada dasarnya pembagian tersebut tidaklah berbeda jauh. Ada juga yang membagi menjadi hanya tiga bagian yaitu plasenta letak rendah, plasenta previa parsialis, dan plasenta previa totalis. Tingkatan dari plasenta previa ini tergantung dari besarnya ukuran dilatasi serviks pada saat pemeriksaan.

9

Gambar USG Transvaginal Plasenta letak rendah rendah The plasenta tepi adalah 18 mm (+ ... +) dari os serviks internal.

Incomplete/ partial placenta previa USG Doppler dan warna gambar menunjukkan margin yang lebih rendah dari plasenta sebagian menutupi os internal menunjukkan plasenta previa parsial.

10

Complete placenta previa Gambar USG ini menunjukkan plasenta sepenuhnya menutupi os interna (INT OS), sehingga diagnostik lengkap plasenta previa.

Sebagai contoh plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan serviks 8 cm karena dilatasi serviks telah mencapai plasenta.Kebalikannya, plasenta previa yang tampaknya menutupi seluruh ostium uteri internum pada saat belum terjadi dilatasi, akan menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 4 cm karena dilatasi serviks melebihi tepi dari plasenta. Pada keadaan ini, baik plasenta previa totalis ataupun plasenta previa parsialis akan terjadi pelepasan sebagian plasenta yang tak dapat dihindari, sebagai akibat dari pembentukan segmen bawah rahim dan dilatasi serviks. Pelepasan ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan yang akan kita temui sebagai perdarahan ante partum. Angka kejadian dari plasenta previa adalah 0,5% atau 1 diantara 200 persalinan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa di antara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 di antara 125 persalinan13,15.

11

3. Etiologi Plasenta Previa Etiologi tentang mengapa plasenta tumbuh pada segmen bawah rahim tidak dapat diterangkan dengan jelas. Faktor resiko terjadinya plasenta previa adalah multi paritas dan pertambahan usia ibu. Persalinan sebelumnya dengan seksio sesar atau abortus juga meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa. Singh dkk., melaporkan adanya plasenta previa pada 3,9% wanita hamil dengan riwayat persalinan dengan seksio sesarea pada kehamilan sebelumnya. Adanya gangguan pada vaskularisasi desidua, akibat dari adanya atropi dan inflamasi, berperan pada terjadinya plasenta previa15. William dkk., juga menemukan bahwa dengan merokok resiko terjadinya plasenta previa meningkat dua kali lipat. Teori yang diberikan ialah bahwa hipoksemia menyebabkan terjadinya kompensasi dari plasenta sehingga terjadi hipertropi. Secara ultrasonografi dapat kita lihat letak dari plasenta. Pada usia kehamilan muda sering didapatkan adanya plasenta letak rendah. Hal ini disebabkan pada kehamilan muda segmen bawah rahim belum terbentuk. Tetapi dengan meningkatnya usia gestasi, perlahan-lahan didapatkan perubahan letak plasenta. Perubahan posisi dari plasenta ini tampaknya disebabkan karena pembesaran segmen atas rahim dan pembentukan segmen bawah rahim. Disarankan bagi wanita hamil dengan diagnosis plasenta letak rendah pada saat kehamilan muda untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi pada usia kehamilan 32-34 minggu untuk melihat apakah terjadi perubahan letak plasenta atau tidak3,15. 4. Diagnosa Klinis Adanya perdarahan antepartum. Pemeriksaan abdomen dan biasanya menemukan rahim nonlembut, lembut dan santai. Manuver Leopold mungkin menemukan janin dalam posisi sungsang atau miring atau berbaring melintang sebagai akibat dari posisi abnormal plasenta. Malpresentation ditemukan pada sekitar 35% kasus. Vagina examinaton dihindari dalam kasus yang diketahui dari plasenta previa5. Konfirmasi Diagnostik

12

Previa dapat dikonfirmasikan dengan ultrasound. Transvaginal USG memiliki akurasi yang unggul dibandingkan dengan transabdominal satu, sehingga memungkinkan pengukuran jarak antara plasenta dan os serviks. Positif palsu mungkin karena alasan berikut: * Kandung kemih terlalu penuh mengompresi segmen bawah rahim * Kontraksi miometrium simulasi jaringan plasenta di lokasi yang abnormal rendah * Awal kehamilan posisi rendah, yang pada trimester ketiga mungkin sepenuhnya normal karena pertumbuhan diferensial rahim. Dalam kasus tersebut, ulangi pemindaian dilakukan setelah selang waktu 15-30 menit. 5. Penatalaksanaan Plasenta Previa Penderita dengan plasenta previa datang dengan keluhan adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan trimester kedua dan trimester ketiga. Penatalaksanaan plasenta previa tergantung dari usia gestasi penderita dimana akan dilakukan penatalaksanaan aktif yaitu mengakhiri kehamilan (terminasi), ataupun ekspektatif yaitu mempertahankan kehamilan selama mungkin9,11. PLASENTA AKRETA, INKRETA DAN PERKRETA Biasanya, plasenta akan lepas secara spontan dari implantasinya di uterus beberapa menit pertama setelah kelahiran bayi. Penyebab tersering terjadinya kelambatan pelepasan plasenta ialah adanya kontraksi uterus yang tidak adekuat.. Lebih jarang lagi ialah plasenta menempel erat pada tempat implantasinya. Disebabkan karena lapisan desidua yang tipis atau tidak ada sehingga lapisan yang seharusnya akan menghalangi makin dalamnya trofoblast masuk ke dalam endometrium juga tidak ada. Plasenta akreta adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan implantasi plasenta yang sangat kuat menempel pada dinding uterus, akibat dari tidak adanya desidua basalis dan ketidak sempurnaan pembentukan lapisan

fibrinoid atau

lapisan nitabuch. Seperti telah disebutkan sebelumnya lapisan ini menghalangi masuknya trofoblas lebih dalam lagi. Pembagian dari keadaan ini ialah7,11:

13

1. Plasenta akreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai lapisan miometrium. 2. Plasenta inkreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan miometrium. 3. Plasenta percreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. Perlekatan abnormal dari jonjot korion ini juga dapat melibatkan seluruh kotiledon (total), beberapa kotiledon (parsial) atau hanya satu kotiledon (fokal). Angka kejadian sebenarnya dari plasenta akreta, inkreta, dan perkreta secara pasti tidak diketahui. Breen dkk melaporkan data yang didapatkan dari laporan yang dilaporkan dari tahun 1891, bahwa insiden nya bervariasi dari 1 dalam 540 persalinan hingga 1 dalam 70.000 persalinan3,7,13. 1. Etiologi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa etiologinya ialah kelainan pada desidua basalis dan tidak terbentuknya lapisan fibrinoid (lapisan Nitabuch), sehingga jonjot korion dapat terus masuk untuk berimplantasi. Keadaan yang mempengaruhi hal ini ialah implantasi pada segmen bawah rahim, jaringan parut pada bekas seksiosesar sebelumnya atau bekas insisi pada uterus, ataupun bekas kuretase. 2. Fox dkk.,melaporkan dari 622 kasus plasenta akreta yang didapatkan pada tahun 1945 sampai 1969, ditemukan karakteristik sebagai berikut13 : 1. Plasenta previa ditemukan pada sepertiga kasus. 2. Seperempat kasus ternyata adalah wanita dengan riwayat bekas seksio sesaria pada persalinan sebelumnya. 3. Hampir seperempat kasus sebelumnya mendapatkan kuretase 4. Seperempatnya merupakan kehamilan keenam atau lebih. Untuk membuat diagnosis plasenta akreta sebelum melahirkan adalah bahwa hal itu memungkinkan untuk perencanaan multidisiplin dalam upaya untuk meminimalkan morbiditas ibu atau neonatal potensial dan kematian. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan ultrasonografi dan kadang-kadang dilengkapi dengan magnetic resonance imaging (MRI). Gambar usg Plasenta Akreta 14

Sonogram demonstrating absence (arrows) of the intervening myometrium between the placenta and uterine serosa

Color Doppler image Sonogram demonstrating demonstrating absence of numerous vascular lacunae intervening myometrium (short (asterisks) within the placenta arrow) and abnormal bladderin a patient with placenta uterine wall vascularization accreta (long arrow)

Laporan serupa dilaporkan pada kasus yang didapatkan pada penelitian tahun 1970an, tetapi dengan angka kejadian yang telah menurun. Juga dilaporkan bahwa ditemukan hampir separuh plasenta pada wanita dengan bekas seksio sesarea terdapat serat miometrium yang terdeteksi secara mikroskopis. Diagnosis pasti dari plasenta akreta, inkreta dan perkreta hanya didapatkan dari hasil pemeriksaan histopatologi, dengan demikian dapat terlihat sedalam apa invasi ultrasonografi Transvaginal dan transabdominal ultrasonografi adalah teknik diagnostik saling melengkapi dan harus digunakan sebagai diperlukan. USG transvaginal adalah aman untuk pasien dengan plasenta previa dan memungkinkan pemeriksaan yang lebih lengkap dari segmen bawah rahim. Sebuah situs lampiran plasenta normal ditandai dengan batas hypoechoic antara plasenta dan kandung kemih. Fitur-fitur ultrasonografi sugestif dari plasenta akreta meliputi lacunae berbentuk tidak teratur plasenta (ruang-ruang vaskular) dalam plasenta, penipisan miometrium yang melapisi plasenta, hilangnya retroplacental "ruang yang jelas," penonjolan dari plasenta ke dalam kandung kemih, peningkatan vascular dari pembuluh uterus antarmuka serosakandung kemih, dan aliran darah turbulen melalui lacunae pada Doppler ultrasonografi. Adanya 15

kehadiran dan meningkatnya jumlah lacunae dalam plasenta pada 15-20 minggu kehamilan telah terbukti untuk menjadi tanda-tanda ultrasonografi paling prediktif dari plasenta akreta, dengan sensitivitas dari 79% dan nilai prediksi positif dari 92% . Lacunae Ini dapat mengakibatkan dalam plasenta memiliki "ngengat-dimakan" atau "keju Swiss" penampilan11,15. Secara keseluruhan, grayscale ultrasonografi adalah cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta, dengan sensitivitas dari 77-87%, spesifisitas dari 96-98%, nilai prediksi positif dari 6593%, dan nilai prediktif negatif dari 98 (13, 14). The penggunaan kekuasaan Doppler, warna Doppler, atau pencitraan tiga-dimensi tidak secara signifikan meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh grayscale ultrasonografi saja6

PLASENTA FENESTRATA Pada anomali yang jarang ini, bagian tengah dari plasenta discoid menghilang. Pada beberapa kasus, ada lubang yang sebenarnya di dalam plasenta tetapi defeknya lebih sering mengenai jaringan villus saja, dan lempeng korionik tetap utuh. Secara klinis, kondisi ini menganjurkan pencarian lobulus plasenta yang tertinggal5. PLASENTA EKSTRAKORIAL Ketika lempeng korionik, yang terletak disisi plasenta janin, lebih kecil dari pada lempeng basal plasenta, yang terletak disisi ibu, bagian perifernya terbuka dan digunakan istilah plasenta ekstrakorial. Jika permukaan plasenta janin seperti itu menampakan depresi sentral yang dikelilingi oleh cincin putih abu-abu dan menebal, maka disebut plasenta sirkumvalata dengan desidua yang berdegenerasi dan fibrin diantaranya. Didalam cincin, permukaan janin menunjukkan gambaran sepeti biasa, kecuali pembuluh darah yang besar tiba-tiba terhenti di pinggir cincin. Jika cincin tidak memiliki depresi sentral, plasentanya disebut sirkummarginata.

16

Pada plasenta sirkumvalata, ada peningkatan risiko perdarahan ante partum, dari solusio plasenta maupun perdarahan janin serta resiko pelahiran kurang bulan, kematian perinatal, dan malformasi kongenital5. PLASENTA MEMBRANASEA Seluruh atau sebagian besar membrane janin jarang diliputi oleh villi fungsional. Plasenta membranasea kadang dapat meningkatkan kejadian perdarahan serius akibat plasenta previa atau akreta3. PLASENTA BERBENTUK CINCIN Pada kurang dari 1 dalam 6.000 pelahiran , plasenta berbentuk anular, dan kadang-kadang ditemukan jaringan plasenta berbentuk cincin yang lengkap. Perkembangan ini mungkin merupakan varian dari plasenta membranasea. Karena atrofi jaringan di bagian cincin, bentuk tapal kuda lebih sering ditemukan. Kelainan ini tampaknya berkaitan dengan kemungkinan perdarahan ante partum dan pasca partum yang lebih besar dan hambatan pertumbuhan janin5,11. PLASENTA MULTIPEL DENGAN JANIN TUNGGAL Plasenta tidak biasanya membentuk cakram yang terpisah dan berukuran hampir sama. Tali pusat menyisip diantara kedua lobus plasenta ke dalam jembatan penghubung korionik atau ke dalam membrane yang menyelangi. Kondisi ini disebut plasenta bilobata, tetapi juga dikenal sebagai plasenta bipartite atau plasenta dupleks. Fox dan Sebire (2007) melaporkan insidennya sekitar 1 dalam 350 pelahiran. Sebuah plasenta yang terdiri dari tiga lobus atau lebih jarang ditemukan dan disebut multilobata8,14. LOBUS SUKSENTURIATA Plasenta ini adalah versi plasenta bilobata yang lebih kecil. Satu lobus aksesorius atau lebih yang kecil berkembang dalam membrane pada jarak tertentu dari plasenta utama, dan lobus-lobus itu biasanya memiliki jaringan vaskuler yang berasal dari janin. Meski insidennya telah disebutkan oleh Benirschke dkk.,(2006) setinggi 5 persen, yang kami temui lebih jarang. Suzuki dkk.,(2009) mencatat insiden lobus suksenturiata yang lebih tinggi dua kali lipat pada plasenta kembar. Lobus aksesori kadang-kadang dapat tertinggal di dalam uterus setelah pelahiran dan dapat mengakibatkan perdarahan yang serius. Dalam beberapa kasus, adanya vasa previa dapat menyebabkan perdarahan janin yang berbahaya saat pelahiran5. GANGGUAN SIRKULASI PLASENTA 17

Secara konseptual, kelainan perfusi plasenta dapat dikelompokkan menjadi : (1) Gangguan aliran darah ibu menuju atau didalam plasenta dan (2) Gangguan aliran darah janin melalui villi. Sebagian besar lesi ini sering dijumpai dan ditemukan pada plasenta matur yang normal. Meski kelainan ini membatasi aliran darah maksimal dari plasenta, cadangan fungsional plasenta sangat besar. Beberapa ahli memperkirakan bahwa plasenta dapat kehilangan villinya hingga 30 persen tanpa menimbulkan efek yang buruk pada janin4.

GANGGUAN ALIRAN DARAH IBU Sejumlah lesi dapat menghambat atau mengurangi aliran darah intervillus. A. Infark Bagian Dasar Pada Ibu Istilah infark tidaklah tepat karena kondisi ini mengendapkan lapisan fibrinoid padat pada lempeng basal plasenta. Permukaan bergelombang, tebal, putih, dan keras ini bertindak sebagai blokade terhadap aliran darah ibu yang normal. Infark ini menyebabkan hambatan pertumbuhan janin, abortus, pelahiran kurang bulan, dan lahir mati. Kondisi ini kadang berulang pada kehamilan berikutnya. Etiopatogenesisnya belum jelas diketahui, meskipun mungki berhubungan dengan trombofilia pada ibu. Villi korionik mendapatkan oksigen hanya dari sirkulasi maternal hanya dari pembuluh darah uteroplasental, yang memancarkan darah keruang intervillus. Penyakit uteroplasental yang mengurangi atau menghalangi hubungan ini dapat mengakibatkan infark villus. Meski infark ini adalah lesi yang biasa terjadi pada plasenta matur, jika jumlahnya banyak, insufisiensi plasenta dapat terjadi. Jika infark tebal, terletak ditengah, dan terdistribusi secara acak, kondisi ini dapat menyebabkan preeklampsia atau lupus anti koagulan5,12,16. B. Endapan Fibrinoid Perivillus 18

Nodul-nodul kecil berwarna kuning-putih didalam plasenta ini dianggap sebagai bagian penuaan plasenta yang normal. Nodul ini terbentuk ketika arus aliran darah ibu yang normal disekitar villus diperlambat, yang menyebabkan stasis darah dan endapan fibrin. Lapisan fibrin ini mengurangi oksigenase ke villus sehingga mengakibatkan nekrosis sinsitiotrofoblas. Apabila terjadi secara ekstrem, lesi ini dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan janin atau kematian janin3,7.

GANGGUAN ALIRAN DARAH JANIN Ada beberapa lesi yang dapat menghambat aliran darah fetoplasental. A. Fetal Thrombotic Vasculopathy Darah janin mengalir dari dua arteri umbilikalis ke dalam plasenta. Arteri ini membelah dan cabang-cabangnya melewati permukaan plasenta. Akhirnya, pembuluh darah ini mendarahi villi batang individual, yang dapat membentuk thrombus dan menghambat aliran darah janin. Pada bagian distal dari titik obstruksi, bagian-bagian villus yang terkena menjadi tidak berfungsi. Trombis biasanya dite mukan pada plasenta matur namun dapat menjadi bermakna secara klinis jika sebagian besar villi hilang5. B. Hematoma Sebagaimana ditunjukkan, hematoma subamnionik terletak diantara plasenta dan amnion. Hematoma ini paling sering terjadi secara akut selama persalinan kala tiga saat traksi tali pusat menyebabkan pecahnya pembuluh darah didekat insersi tali pusat. Pada lesi yang kronis, perdarahan fetomaternal atau hambatan pertumbuhan janin telah dilaporkan (Deans dan jauniaux,1998). Selain itu, kondisi ini dapat sulit dibedakan dengan massa plasenta berbahaya lainnya seperti korioangioma5. 19

C. Kalsifikasi Plasenta Garam kalsium dapat mengendap diseluruh plasenta, tetapi paling sering ditemukan pada permukaan ibu di cakram basal. Kalsifikasi dikaitkan dengan nullipara, status sosioekonomi yang lebih tinggi, dan kadang kalsium serum ibu yang tinggi. Kalsifikasi dapat dilihat dengan sonografi, namun kriteria untuk menilai derajatnya belum ditemukan berguna untuk memprediksi prognosis neonatus3,5.

USG Gambar di atas menunjukkan calcifcations makro padat dalam plasenta dalam 34 kehamilan minggu tua. Sekali lagi, meskipun ini tingkat kalsifikasi tidak biasa (baik kepadatan dan jumlah kalsifikasi fokus), memiliki sedikit signifikansi klinis. Namun, tindak lanjut sonografi mungkin disarankan untuk menyingkirkan morbiditas janin mungkin. Warna Doppler gambar plasenta menunjukkan aliran normal dalam jaringan.

20

Grade 0 :

  

Akhir trimester 1-awal trimester 2 echogenicity moderat Seragam plat chorionic halus tanpa lekukan

Grade 1  Mild 2nd trimester-awal trimester ke-3 (~ 18-29 wks) 21

 

lekukan Halus plat chorionic Kecil, kalsifikasi difus (hyperechoic) secara acak tersebar di plasenta

Grade 2  Akhir trimester ke-3 (~ 30 wks pengiriman)  lekukan yang lebih besar di sepanjang lempeng korionik  kalsifikasi yang lebih besar dalam "dot-dash" konfigurasi sepanjang piringan basilar

Grade 3  39 wks - tanggal posting  lekukan lengkap plat chorionic melalui pelat basilar menciptakan "kotiledon" (bagian dari plasenta dipisahkan oleh lekukan)  kalsifikasi tidak teratur Lagi dengan membayangi signifikan  Bisa menandakan dysmaturity plasenta yang dapat menyebabkan PJT 22



Terkait dengan merokok, hipertensi kronis, SLE, diabetes

TUMOR PLASENTA A. Korioangioma Karena kemiripan komponen-komponennya seperti pembuluh darah dan stroma villus korionik, istilah korioangioma atau korangioma dianggap yang paling sesuai. Ini adalah satusatunya tumor jinak pada plasenta dan memiliki insiden sekitar 1 persen. Kadar alfafetoprotein serum ibu (maternal serum alpha-fetoprotein (MSAFP)) dapat meningkat pada keadaan ini dan mungkin memerlukan evaluasi sonografi. Karakteristik yang umum ditemukan adalah lesi berbatas tegas, bulat, sebagian besar hypoekhoik dekat permukaan korionik dan menonjol kedalam rongga amnion. Memeriksa peningkatan aliran darah dengan Doppler berwarna dapat membantu dalam membedakan lesi ini dari massa plasenta lain. Massa yang kecil biasanya asimptomatik5,9.

Namun, tumor besar, terutama yang berukuran lebih dari 5 cm, dapat berhubungan dengan anastomosis arteriovenosa yang signifikan didalam plasenta, yang menyebabkan anemia pada janin dan hidrops fetalis. Perdarahan antepartum, pelahiran kurang bulan, kelainan cairan ketuban, dan hambatan pertumbuhan janin dapat menyulitkan tumor besar. Karena sekuele janin yang berat dengan tumor besar, pengobatannya dapat meliputi upaya untuk mengurangi aliran darah ke tumor dengan cara oklusi atau ablasi pembuluh darah2,5.

23

B. Metastase Tumor ke Plasenta Tumor ganas jarang bermetastasis ke plasenta. Beberapa tumor ganas yang paling sering bermetastasis ke plasenta yaitu melanoma, leukemia, limfoma, dan kanker payudara. Sel tumor biasanya terbatas didalam ruang intervillus. Oleh karena itu, metastasis ke janin jarang terjadi, tetapi paling sering terjadi pada melanoma.

24

BAB III TALI PUSAT PERKEMBANGAN TALI PUSAT Perkembangan tali pusat terkait erat dengan perkembangan selaput ketuban. Di akhir minggu kedua Pasca Konsepsi, embrioblast di dalam rongga blastocystic dikelilingi oleh jaring longgar dari sel-sel mesodermal. Cakera embrionik berlapis-dobel berada di antara vesikel amnionik dan kantong telur primer. Dalam keadaan basal terhadap vesikel amnionik, sel-sel mesodermal memadat dan membentuk batang hubung , yang merupakan cikal-bakal awal dari tali pusat. Selama periode yang sama, perluasan serupa-duktus dari kantong telur, yang berasal dari daerah kaudal masa mendatang dari embrio, tumbuh menjadi batang penghubung. Struktur inilah allantois sementara, kandung kemih ekstra embrionik primitif. Sisa-sisa dari elemenelemen allantoik bisa ditemukan pada bagian-bagian tali pusat pada aterm. Minggu-minggu selanjutnya dicirikan oleh tiga proses perkembangan. Pertama, embrio berputar sedemikian rupa sehingga kantung telur berputar ke arah kutub implantasi dan bukan menjauhinya. Kedua, rongga amniotic membesar dan mengalami perluasan di sekitar embrio. Terakhir, cakera embrionik yang pada awalnya rata menjadi bengkok ke arah anteroposterior dan lateral dan dengan demikian mengalami “Herniasi” ke dalam rongga amniotik. Begitu embrio melengkung, ia membagi kantong telur menjadi duktus intra-embrionik (usus) dan bagian ekstraembrionik (duktus omphalomesenterik), yang membesar secara periferal untuk membentuk vesikel kantong telur ekstraembrionik. Baik allantois maupun kantong telur ekstraembrionik mengalami perluasan ke dalam mesenkim batang penghubung. Antara hari 28 dan 40 Pasca Konsepsi, rongga amniotik yang sedang mengalami ekspansi mengelilingi embrio dan batang penghubung, allantois dan kantong telur menjadi terkompresi ke tali pipih yang ditutupi oleh epitelium amniotik, tali pusat. Tali pusat memanjang begitu embrio “Prolaps” ke arah belakang ke dalam kantong amniotik. Selama proses ekspansi yang sama, mesenkim amniotik menyetuh secara lokal dan akhirnya berfusi dengan mesoderm khorionik, yang dengan demikian menghapuskan rongga eksokoelomic. Fase ini selesai pada 12 minggu. Selama minggu ketiga Pasca Konsepsi, kantong 25

telur ekstraembrionik atau duktus omphalomesenterik, yang terhubung dengan usus embrio, dan allantosis menjadi dipasok dengan pembuluh-pembuluh darah janin. Dua arteri allantoic berasal dari arteri iliak internal, dan satu vena allantoik memasuki vena hati. Pembuluh-pembuluh darah allantoik ini menginvasi plasenta dan menjadi terhubung dengan pembuluh-pembuluh villus. Partisipasi allantoik dalam vaskularisasi plasenta merupakan alasan bahwa plasenta manusia adalah plasenta “khorioallantoik”. Di bandingkan dengan janin normal, kelompok tanpa kumparan mempunyai insidensi kematian intrauterine, persalinan preterm, deselerasi bunyi jantung anak berulang, operasi akibat gawat janin, mekonium staining, dan abnormalitas kariotipe anatomis. Hipoplasia uteri umbilikalis didefenisikan sebagai diameter diantara kedua umbilikalis > 2 mm. Arteri umbilikalis mempunyai diskordansi gelombang aliran darah pada absennya patologi plasenta. Pada sebuah kasus, dua dari enam janin dengan kondisi ini menunjukkan outcome perinatal yang menyimpang. Malformasi vaskuler tali pusat, seperti varises vena umbilikalis dan aneurisma arteri umbilikalis jarang ditemukan. Aneurisma arteri umbilikalis berpotensi mematikan janin intra utero, karena kompresi vena umbilikalis. Dilatasi kistik vena umbilikalis dihubungkan dengan peningkatan insidensi kematian intrauterine7,11,15.

Pengukuran Tali Pusat 1. Panjang Sebagian besar tali pusat memliki panjang 50-60 cm, dan sangat sedikit yang tidak normal, pendek atau panjang. Tali pusat yang pendek dapat menyebabkan kondisi perinatal yang tidak baik seperti hambatan pertumbuhan janin, malformasi kongenital, distress intrapartum, dan resiko kematian meningkat dua kali lipat ( Berg dan Rayburn, 1995; Krakowiak dkk., 2004 ). Tali pusat yang terlalu panjang lebih sering mengakibatkan Prolapsus tali pusat atau belitan, anomaly, distres dan kematian janin. Panjang tali pusat dipengaruhi secara positif oleh volume cairan amnion dan mobilitas janin. Miller dkk., (1981) mengidentifikasi frekwensi tali pusat memendek yang lebih tinggi

26

jika terdapat ketidak leluasaan janin yang kronis akibat oligohidramnion atau gerakan janin menurun, seperti yang terlihat pada sindrom Down atau disfungsi ekstremitas3,7,14.

2. Diameter Pengukuran panjang tali pusat pada masa antenatal memiliki keterbatasan teknis. Karena alasan ini, para peneliti telah mengevaluasi diameter tali pusat sebagai penanda janin yang prediktif. Meski tali pusat yang kecil menyebabkan pertumbuhan janin yang jelek dan tali pusat berdiameter besar dengan makrosomia, manfaat para meter ini secara klinis masih tidak jelas.

3. Gulungan Tali Pusat ( Cord Coiling ) Pada sebagian besar kasus, pembuluh darah umbilikal melingkar melalui tali pusat, dan perkiraan jumlah gulungan per satuan panjang dapat ditentukan. Umbilical Coiling Index ( UCI ) ini didefenisikan sebagai jumlah gulungan yang lengkap dibagi dengan panjang tali pusat dalam sentimeter ( Strong dkk., 1994 ). Pada masa antenatal, gulungan dapat ditentukan dengan sonografi, meski dengan sensitivitas yang lebih rendah daripada pengukuran paska partum ( Predanic dkk.,2005 ). Secara klinis, hipocoiling telah dikaitkan dengan kematian janin, sedangkan hipercoiling berkaitan dengan hambatan pertumbuhan janin dan asidosis serta asfiksia janin intra partum. Keduanya telah dikaitkan dengan trisomi dan arteri umbilikalis tunggal ( de Laat dkk., 2005, 2006, 2007; Predanic dkk., 2005c )5,8,13

Jumlah Pembuluh Darah 1. Arteri Umbilikalis Tunggal Dalam tinjauan hampir 350.000 pelahiran, Heifetz (1984) menemukan bahwa insiden arteri umbilikalis tunggal adalah 0,63 persen pada kelahiran hidup, 1,92 pada kematian perinatal, dan 3 persen pada kembar. Insidennya meningkat pada wanita dengan diabetes, epilepsy, preeklampsi, perdarahan antepartum, oligohidramnion atau hidramnion, dan kelainan kromosom. Meskipun pada beberapa teori, atrofi sekunder pada arteri umbilikalis yang normal sebelumnya paling umum diterima sebagai etiologinya. 27

Pada banyak kasus, arteri umbilikalis tunggal terdeteksi oleh penapisan sonografi rutin. Hill dkk., (2001) melaporkan bahwa jumlah pembuluh darah tali pusat dapat dihitung dengan pemeriksaan sonografi pada hampir 98 persen kasus yang diteliti antara usia kehamilan 17 dan 36 minggu. Pada sebagian besar janin, tali pusat dengan dua pembuluh darah merupakan temuan tersendiri dan tidak berhubungan dengan anomaly lain. Tetapi sampai sepertiga dari semua bayi dengan satu arteri umbilikalis saja telah dikaitkan dengan anomali4,8,11.

2. Tali Pusat Empat Pembuluh Darah Inspeksi secara hati-hati dapat menyingkap suatu vena sisa. Hal ini jarang terjadi, dan hubungannya dengan peningkatan risikokelainan congenital tidak jelas.

3. Penyatuan Arteri Umbilikalis Selama perkembangan embriologi, arteri umbilikalis jarang gagal membelah, dan akibatnya, menciptakan dua lumen yang menyatu. Hal ini dapat terjadi sepanjang tali pusat, tetapi bila sebagian, biasanya ditemukan menjelang insersi tali pusat ke plasenta ( Yamada dkk., 2005 ). Fujikura ( 2003 ) mencatat angka insersi tali pusat marginal atau velamentosa yang lebih tinggi, namun tidak ditemukan kelainan janin bawaan5.

INSERSI TALI PUSAT Insersi Marginal Tali pusat biasanya berinsersi pada atau dekat bagian tengah permukaan plasenta janin. Insersi tali pusat di tepi plasenta kadang-kadang disebut sebagai plasenta Battledore. Keadaan ini ditemukan pada sekitar 7 persen plasenta aterm. Dengan pengecualian bahwa tali pusatnya terlepas selama pelahiran plasenta, kondisi ini tidak banyak bermakna secara klinis.

Insersi Bercabang

28

Pada anomali yang jarang ini, lokasi insersi normal, tetapi pembuluh darah umbilikal kehilangan Wharton jelly perlindungannya sesaat sebelum insersi. Akibatnya, pembuluh darah umbilikalis hanya ditutupi oleh amnion dan rentan terhadap kompresi, putaran dan thrombosis.

Insersi Velamentosa Jenis insersi ini memiliki makna klinis yang cukup penting. Pembuluh darah umbilikalis menyebar di dalam selaput membrane pada jarak tertentu dari tepi plasenta, yang sekitarnya hanya di kelilingi oleh lipatan amnion. Akibatnya, pembuluh darah rentan terhadap kompresi, yang dapat menyebabkan anoksia pada janin. Meskipun insidennya sekitar 1 persen, insersi velamentosa lebih sering bersamaan dengan plasenta previa dan kehamilan multifetal.

Vasa Previa Dalam beberap kasus insersi velamentosa, pembuluh darah plasenta membentang diatas serviks, terletak antara serviks dan bagian terendah janin, dan hanya ditopang oleh selaput membrane. Akibatnya, pembuluh darah tidak hanya rentan terhadap kompresi

yang dapat

menyebabkan anoksia pada janin, tetapi juga rentan terhadap laserasi, yang dapat mengakibatkan eksanguinasi

pada

janin.

Untungnya

vasa

previa

jarang

terjadi,Lee

dkk.,

(2000)

mengidentifikasinya pada 1 dari 5.200 kehamilan. Faktor resiko meliputi plasenta bilobataatau suksenturiata dan plasenta previa pada trimester kedua, dengan atau tanpa migrasi. Hal ini juga meningkat pada kehamilan yang dihasilkan dari fertilisasi in vitro (in vitro fertilization (IVF)), 29

dan kondisi ini diyakini berasal dari tingkat insersi tali pusat abnormal yang lebih besar dengan kehamilan yang sangat dipahami.

Kelainan Tali Pusat Yang Mampu Menghambat Aliran Darah Simpul Simpul semu muncul sebagai tonjolan-tonjolan yang menonjol dari permukaan tali pusat dan merupakan fokal suatu pembuluh darah atau Wharton jelly, tanpa makna klinis. Pada simpul sejati, gerakan aktif janin menciptakan simpul tali pusat. Insiden simpul sejati adalah sekitar 1 persen, dan ini lebih sering terjadi pada kembar mono amnion. Resiko bayi lahir mati meningkat lima sampai sepuluh kali lipat pada kehamilan dengan simpul sejati. Pada janin yang hidup, walaupun kelainan denyut jantung meningkat selama persalinan pada komplikasi ini, nilai asam basa darah tali pusat biasanya normal.

Lengkungan Tali pusat sering melingkar disekitar bagian-bagian janin, dan hal ini lebih mungkin terjadi pada tali pusat yang lebih panjang. Tali pusat yang melingkari leher disebut sebagai Nuchal Cord, dan beberapa penelitian besar telah melaporkan satu lengkungan Nuchal Cord pada 20 sampai 34 persen pelahiran; dua lengkungan pada 2,5 sampai 5 persen; dan tiga lengkungan pada 0,2 sampai 0,5 persen. Seiring majunya persalinan, kontraksi dapat menekan pembuluh darah tali pusat dan menyebabkan deselerasi denyut jantung janin yang menetap sampai kontraksi berhenti. Pada persalinan, 20 persen janin dengan Nuchal Cord memiliki deselerasi denyut jantung bervariasi yang sedang atau berat, dan juga lebih cenderung memiliki PH arteri umbilikalis yang lebih rendah.

Presentasi Funikuli Jarang terjadi, tali pusat dapat menjadi bagian terendah dalam persalinan dan paling sering dikaitkan dengan malpersentasi janin. Prolapsus tali pusat atau kelainan denyut jantung janin merupakan temuan persalinan yang didapatkan, meskipun presentasi funikuli dapat di

30

identifikasi pada masa antenatal dengan sonografi dan dengan color flow Doppler. Jika ditemukan selama persalianan, kondisi ini merupakan indikasi dilakukan pelahiran Caesar.

Striktur Tali Pusat Ini adalah penyempitan diameter tali pusat setempat yang biasanya terjadi pada daerah insersi umbilikalis janin. Tidak adanya Wharton Jelly dan stenosis atau obliterasi pembuluh darah tali pusat pada segmen yang sempit merupakan ciri-ciri karakteristik patologis. Sebagian besar janin lahir mati.

Hematoma Kumpulan darah ini disebabkan oleh tali pusat yang pendek, trauma, dan lilitan. Kondisi ini mungkin akibat dari rupture variks, biasanya dari vena umbilikalis, dengan efusi darah kedalam tali pusat. Hematoma juga dapat disebabkan oleh fungsi vena umbilikalis.

Kista Kista tali pusat kadang dapat ditemukan di sepanjang jalur tali pusat dan dibedakan menjadi kista sejati atau pseudo kista, menurut asal mereka. Kista sejati adalah sisa-sisa allantois epitel berlapis dan dapat timbul bersamaan dengan urakus paten persisten.Sebaliknya, pseudokista yang lebih sering ditemukan terbentuk dari degenerasi

lokal Wharton jelly.

Keduanya memiliki tampilan yang serupa. Kista tali pusat tunggal yang ditemukan pada trimester pertama cenderung untuk beresolusi sepenuhnya, sedangkan kista multiple dapat menandakan keguguran atau aneuploidi. Selain itu, pseudokista yang menetap diluar ini dapat menyebabkan defek anomali struktural dan kromosom, terutama trisomi 18 dan 13.

Trombosis Trombosis pembuluh darah tali pusat intra uteri adalah peristiwa yang jarang terjadi. Sekitar 70 persen adalah vena, 20 persen adalah vena dan arteri dan 10 persen adalah trombosis arteri. Trombosis vena memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas perinatal yang lebih rendah 31

dari pada trombosis arteri. Yang terakhir ini menyebabkan hambatan pertumbuhan janin dan kematian janin.

Dilatasi Pembuluh Darah Variks vena umbilikalis adalah dilatasi fokal nyata yang dapat berkembang didalam bagian intra amnionik vena umbilikalis atau di dalam bagian intra abdominal janin. Dilatasi pembuluh darah yang ditemukan di intra abdominal telah meningkatkan angka kematian janin, anomali structural, dan aneoploidi. Komplikasi yang paling umum adalah rupture variks, trombosis variks, kompresi arteri umbilikalis, dan gagal jantung janin akibat peningkatan preload. Aneurisma arteri umbilikalis adalah penipisan dinding pembuluh darah bawaan yang langka dengan hilangnya penyokong dari Wharton jelli. Memang, sebagian besar kelainan ini terbentuk di atau dekat insersi tali pusat ke dalam plasenta, yang tidak memiliki penyokong ini. Terdapat hubungan dengan arteri umbilikalis tunggal, trisomi 18, hambatan pertumbuhan janin, dan bayi lahir mati. Telah dikatakan bahwa aneurisma ini menyebabkan hipoksia dan kematian janin akibat kompresi vena umbilikalis.

32

BAB IV KESIMPULAN Kelainan-kelainan plasenta dan tali pusat merupakan kelainan di dalam perjalanan persalinan pada ibu hamil. Macam-macam kelainan pada plasenta meliputi Plasenta previa ialah suatu k eadaan dimana plasenta menutupi atau berada sangat dekat dengan ostium uteri internum Keadaan ini dibagi menjadi empat bagian yaitu : 1. Plasenta previa totalis: dimana ostium uteri internum tertutup seluruhnya oleh plasenta. 2. Plasenta previa parsialis: dimana ostium uteri internum sebagian ditutupi oleh plasenta. 3. Plasenta previa marginalis: dimana bagian tepi dari plasenta berada di pinggir dari ostium uteri internum. 4. Plasenta letak rendah: dimana plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim, tetapi tepi dari plasenta tidak mencapai ostium uteri internum, namun berada didekatnya. Plasenta akreta adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan implantasi plasenta yang sangat kuat menempel pada dinding uterus, akibat dari tidak adanya desidua basalis dan ketidak sempurnaan pembentukan lapisan

fibrinoid atau lapisan nitabuch. Seperti telah

disebutkan sebelumnya lapisan ini menghalangi masuknya trofoblas lebih dalam lagi. Pembagian dari keadaan ini ialah: 1. Plasenta akreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai lapisan miometrium. 2. Plasenta inkreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki lapisan miometrium. 3. Plasenta percreta: dimana implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

33

Perlekatan abnormal dari jonjot korion ini juga dapat melibatkan seluruh kotiledon (total), beberapa kotiledon (parsial) atau hanya satu kotiledon (fokal). Angka kejadian sebenarnya dari plasenta akreta, inkreta, dan perkreta secara pasti tidak diketahui. Breen dkk melaporkan data yang didapatkan dari laporan yang dilaporkan dari tahun 1891, bahwa insiden nya bervariasi dari 1 dalam 540 persalinan hingga 1 dalam 70.000 persalinan. Plasenta Fenestrata, Plasenta ekstrakorial, Plasenta Membranasea, Plasenta Berbentuk Cincin, Plasenta Multipel dengan janin tunggal, Lobus suksenturiata. Gangguan sirkulasi dapat dikelompokkan menjadi : (1) Gangguan aliran darah ibu menuju atau didalam plasenta dan (2) Gangguan aliran darah janin melalui villi.Infark bagian dasar pada ibu, Infark ini menyebabkan hambatan pertumbuhan janin, abortus, pelahiran kurang bulan, dan lahir mati. Kondisi ini kadang berulang pada kehamilan berikutnya. Hematoma ini paling sering terjadi secara akut selama persalinan kala tiga saat traksi tali pusat menyebabkan pecahnya pembuluh darah didekat insersi tali pusat. Pada kalsifikasi plasenta dapat dikaitkan dengan nullipara, status sosioekonomi yang lebih tinggi, dan kadang kalsium serum ibu yang tinggi. Kalsifikasi dapat dilihat dengan sonografi, namun kriteria untuk menilai derajatnya belum ditemukan berguna untuk memprediksi prognosis neonatus.Tumor plasenta meliputi korioangioma merupakan satu-satunya tumor jinak pada plasenta dan memiliki insiden sekitar 1 persen. Kadar alfa-fetoprotein serum ibu (maternal serum alpha-fetoprotein (MSAFP)) dapat meningkat pada keadaan ini dan mungkin memerlukan evaluasi sonografi. Karakteristik yang umum ditemukan adalah lesi berbatas tegas, bulat, sebagian besar hypoekhoik dekat permukaan korionik dan menonjol kedalam rongga amnion. Kelainan plasenta meliputi pengukuran tali pusat, gulungan tali pusat ( Cord Coiling ), Jumlah pembuluh darah meliputi arteri umbilikalis tunggal yang mana Insidennya meningkat pada wanita dengan diabetes, epilepsy, preeklampsi, perdarahan antepartum, oligohidramnion atau hidramnion, dan kelainan kromosom. arteri umbilikalis tunggal terdeteksi oleh penapisan sonografi rutin, pemeriksaan sonografi pada hampir 98 persen kasus yang diteliti antara usia kehamilan 17 dan 36 minggu. Insersi tali pusat meliputi insersi marginalis dimana keadaan ini ditemukan pada sekitar 7 persen plasenta aterm. Dengan pengecualian bahwa tali pusatnya terlepas selama pelahiran plasenta, kondisi ini tidak banyak bermakna secara klinis. Kelainan tali pusat yang mampu 34

menghambat aliran darah yang meliputi simpul, Lengkungan, presentasi funikuli, stritur tali pusat, hematoma, kista, thrombosis, dilatasi pembuluh darah.

DAFTAR PUSTAKA 1. Klaritsch P, Haeusler M, Karpf E, et al : Spontaneus intrauterine umbilical artery thrombosisleading to severe fetal growth restriction. Placenta 29:374, 2008 2. Al-Adnani M, Sebire NJ : The role of perinatal pathological examination in subclinical infection in obstetric. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol 21;505,2007 3. Alexander A, Samlowski WE, Grossman D, et al: Metastatic melanoma in pregnancy: Risk of transplacental metastase in the infant. J Clin Oncol 21:2179,2003 4. Supono: Ilmu kebidanan. Bab I. Fisiologi. Palembang: Unit Obstetri dan Ginekologi rumah Sakit Umum Palembang/ Fakultas Kedokteran universitas Sriwijaya, 1985: 45-47 5. Cunningham et al: Williams obstetrics. 20th ed. Connecticut: Prentice-Hall International, Inc, 1997; 95-107, 755-760, 765-767 6. Wiknjosastro H: Pembuahan, nidasi dan plasentasi. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina 7.

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1994; 55-65 Kuhlmann RS, Warsof S: Ultrasound of the placenta. In: Clin obstet gynecol 39;

8.

1996; 519-534 Konje JC, Taylor DJ: Bleeding in late pregnancy. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP Gonik B: High risk pregnancy management options. 2nd ed. Philadelphia: WB

Saunders company, 2000; 111-128 9. Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D: Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002; M-18-M22 10. Sumapraja S, Rachimhadhi T: Perdarahan antepartum. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T: Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1994; 362-385 11. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D: Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: JNPKKR – POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2001; 160-183 12. Bagian Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Mohd. Hoesin Palembang: Standar pelayanan profesi obstetri dan ginekologi rs dr. mond. Hoesin palembang, 2000; 12 35

13. Klapholz H: Placenta previa. In: Friedman EA, Borten M, Chapin DS: Obstetrica decisio making. 2nd ed. Singapore: Manlygraphic Publishers Pte Ltd, 1988; 88-89 14. Kaplan CG: Postpartum examination of the placenta. In: Clin obstet gynecol 39; 1996; 535-548 15. Altshuler G, Hyde SR: Clinicopathologic implication of placental pathology. In: Clin obstet gynecol 39; 1996; 549-570 16. Rubin HW: Placenta accreta. In: Friedman EA, Borten M, Chapin DS: Obstetrical decision making. 2nd ed. Singapore: Manlygraphic Publishers Pte Ltd, 1988; 90-91 17. Canterino JC, Modestin-Sorrentino M, Muench MV, et al : Vasa Previa: Prenata diagnosis and evaluation with 3- dimensional sonography and power angiography.J Ultrasound Med 24:721, 2005

36

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF