Kelainan Kulit Pada Neonatus

November 27, 2018 | Author: Elsya Paramitasari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Kelainan Kulit Pada Neonatus...

Description

REFERAT

KELAINAN KULIT PADA NEONATUS

Pembimbing: Dr. Irene, Sp.A

Oleh: Hilarius Trihardian Nong Desa (2010-061-145) Michelle (2011-061-014)

Kepaniteraan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Atma Jaya Fakultas Kedokteran Kedokteran Atma Jaya periode 7 Januari  –  23  23 Maret 2013

DAFTAR ISI

Halaman Judul Daftar Isi ............................................................................................................................. ii Daftar Tabel ........................................................................................................................ iii Bab I. Pendahuluan ............................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................................... 1 Bab II. Tinjauan Pustaka........ ............................................................................................. 2 2.1 Definisi Periode Neonatal ...................................................................................... 2 2.2 Karakteristik Kulit Neonatus...........................,...................................................... 2 2.3 Kelainan Kulit Pada Neonatus .............................................................................. 2 Bab III. Kesimpulan ........................................................................................................... 13 Daftar Pustaka

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hiperplasia sebasea pada hidung neonatus usia 1 hari .................................. 2 Gambar 2.2 Milia ............................................................................................................... 3 Gambar 2.3 Sucking blisters. Dua erosi dangkal pada distal radial dari  pergelangan tangan kiri .................................................................................. 4 Gambar 2.4 Eritema toksikum neonatorum. Makula eritematosa, beberapa dengan papulopustul sentral kecil, pada lengan neonatus usia 1 hari……….5 Gambar 2.5 (A) Bayi baru lahir dengan pustul kongenital berdinding tipis yang mudah ruptur. (B) Makula hiperpigmentasi yang muncul ada usia 10 jam…….………………………………………………………..6 Gambar 2.6 Akropustulosis pada lateral dan plantar kaki. Kombinasi vesikel akut intak dan hiperpigmentasi kecokelatan pada vesikel yang tua ...................... 7 Gambar 2.7  Eosinophilic Pustular Folliculitis pada bayi.................................................. 8 Gambar 2.8 Salmon patches .............................................................................................. 9 Gambar 2.9  Mongolian Spots ............................................................................................ 10 Gambar 2.10 Cutis Marmorata ........................................................................................... 11 Gambar 2.11 Harlequin Color Change .............................................................................. 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kulit neonatus memiliki perbedaan karakteristik dengan dewasa. 1,2 Setelah lahir, kulit neonatus mengalami proses perubahan dalam adaptasi terhadap lingkungan di luar kandungan. Sebagai contoh, deskuamasi dari lapisan atas stratum korneum terjadi secara normal pada seluruh bayi dan dipercaya sebagai proses adaptasi normal. 2 Kulit bayi pun mudah mengalami trauma karena dermoepidermal junction  belum berkembang sempurna.3 Pada bayi baru lahir (newborn) terdapat kelainan kulit yang bersifat sementara sehingga perlu dibedakan dengan keadaan yang serius atau permanen. 4  Terkadang kelainan sementara ini akan membuat orang tua bayi menjadi khawatir, sehingga diperlukan pengetahuan mengenai kelainan-kelainan kulit yang dapat terjadi pada bayi  baru lahir. Jika kelainan tersebut merupakan hal yang serius atau permanen, maka perlu diberikan tatalaksana yang sesuai.2 Pada penelitian di sebuah rumah sakit pendidikan di Turki, ditemukan bahwa 90,7% neonatus memiliki satu atau lebih lesi kulit. 5  Kebanyakan lesi kulit bersifat sementara namun angka kejadian lesi patologis pun tidak jarang, khususnya jika kondisi kebersihan tidak terlalu baik.6 Diagnosis akurat penyakit kulit pada bayi merupakan  proses yang memerlukan pengamatan, evaluasi dan pengetahuan terminologi serta morfologi kulit.1 Lesi kulit apapun selama periode ini harus secara hati-hati diperiksa dan dibedakan dari kondisi kulit yang lebih serius untuk menghindari terapi yang tidak perlu dan meyakinkan orang tua tentang prognosis yang baik dari manifestasi kulit yang dialami.6 Kalaupun perlu diterapi maka dapat diterapi dengan tepat sebab dalam  penatalaksanaan pada neonatus, dosis terapeutik dan sediaannya seringkali berbeda dengan dewasa. Obat-obatan yang digunakan pun berbasis per kilogram. 1

1.2 Tujuan

-

Mengetahui karakteristik kulit neonatus

-

Mengetahui kelainan kulit pada neonatus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI PERIODE NEONATAL

Periode neonatal didefinisikan sebagai 28 hari pertama kehidupan, di mana pada  periode ini terjadi adaptasi cepat. Kulit memiliki peran penting dalam menjalankan fungsinya sebagai sawar dan termoregulator. 7

2.2 KARAKTERISTIK KULIT NEONATUS

Di dalam kandungan, kulit janin dilindungi oleh vernix caseosa  dan dikelilingi cairan amnion. Setelah lahir, kulit akan terpapar dan beradaptasi dengan udara lingkungan yang kering.3 Vernix caseosa terdiri dari air, protein, dan lemak yang melindungi kulit di dalam kandungan dari cairan amnion. Penyebaran vernix caseosa  selama gestasi  bersamaan dengan maturasi sawar transepidermal . Kulit bayi kurang bulan tipis, keratinisasi buruk dan lemak subkutan kurang. Kehilangan air transepidermal meningkat  jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Bayi kurang bulan tidak dapat berkeringat sampai usia beberapa minggu, sedangkan bayi cukup bulan telah dapat berkeringat sejak lahir.4

2.3 KELAINAN KULIT PADA NEONATUS

1. Hiperplasia Sebacea Setidaknya sekitar 50% bayi baru lahir normal mengalaminya. 2 Makula atau papula kecil, ukuran < 1 mm, warna putih-kuning sering ditemukan pada dahi, hidung, bibir atas, dan pipi bayi cukup bulan mewakili hiperplasia glandula sebacea. Papul-papul kecil akan semakin mengecil dan hilang seluruhnya dalam 1 minggu kehidupan. 8 Hal ini tidak berhubungan dengan jenis kelamin, ras, dan usia kehamilan. 5

Gambar 2.1 Hiperplasia sebasea pada hidung neonatus usia 1 hari

Sumber : Wolff K et al. 2012.  Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th ed. New York : The McGraw-Hill Companies

2. Milia Merupakan kista inklusi epidermal superfisial yang mengandung keratin berlapislapis. Lesi berupa papul padat, diameter 1-2 mm, dan berwarna putih. 8  Milia tidak  berhubungan dengan maturitas, lebih sering pada bayi perempuan daripada lakilaki.5  Lokasi tersering pada wajah dan bisa terdapat pada rongga mulut, disebut sebagai  Epstein pearls.2,8 Papul akan pecah spontan dan mengeluarkan isinya ke  permukaan kulit pada usia beberapa minggu.9 Jika timbul jaringan parut pada anak yang lebih besar dapat perlahan dikelupas lalu isinya diekstraksi dengan jarum. 8

Gambar 2.2 Milia

Sumber : T Lissauer and Graham Clayden. 2012 . Illustrated Textbook of Pediatrics. London : Mosby Elsevier

3. Sucking Blisters Sucking blister   merupakan bula yang terdapat pada permukaan, bersifat  soliter   atau tersebar pada ekstrimitas atas bayi baru lahir. Lesi kulit ini diyakini terjadi akibat isapan kuat dari janin pada daerah tertentu saat di dalam kandungan. Tempat yang sering adalah lengan bawah, ibu jari, dan telunjuk. Bula-bula ini sembuh cepat tanpa gejala sisa.8  Diagnosis da/pat dikonfirmasi dengan cara observasi pada neonatus ketika sedang menghisap daerah lesi. Lesi ini tidak perlu pengobatan dan akan membaik dengan sendirinya dalam beberapa hari sampai minggu. Namun perlu diperhatikan riwayat dari ibu saat mengandung, sebab sulit dibedakan dengan  penyakit kulit lain yang lebih membutuhkan penanganan serius seperti herpes  simplex, candidiasis, neonatal lupus erythematosus, bullous impetigo, mastocytosis, incontinencia pigmenti, dan epidermolysis bullosa.2

Gambar 2.3 Sucking blisters. Dua erosi dangkal pada distal radial dari p ergelangan tangan kiri

Sumber : http://medind.nic.in/ibv/t10/i9/ibvt10i9p794.pdf

4. Eritema Toksikum Neonatorum (ETN) ETN merupakan kondisi idiopatik yang sering terjadi, ditemukan pada hampir 5075% bayi cukup bulan dan jarang terjadi pada bayi kurang bulan. 2 Lesi ini menyebar, sembuh sendiri, dan bersifat jinak. 8  Makula eritematosa tak beraturan  berdiameter 1 sampai 3 cm dengan vesikel atau pustula sentral 1-4 mm, berwarna  putih-kuning, dan keras. Terkadang bercak eritema merupakan satu-satunya 2,8

manifestasi.   Biasanya muncul pada usia 24 sampai 48 jam kehidupan, namun dapat terlambat sampai usia 10 hari. Awal terjadinya lesi ini dapat tertunda beberapa hari sampai minggu pada bayi kurang bulan. ETN adalah lesi jinak dan akan sembuh secara spontan dalam 2 sampai 3 minggu kehidupan tanpa sisa. 2 Lesi dapat jarang atau banyak dan berkelompok pada beberapa tempat atau tersebar luas pada  permukaan tubuh. Telapak tangan dan kaki biasanya tidak terkena lesi ini. Pustula terbentuk di bawah stratum korneum atau lebih dalam pada epidermis dan mewakili kumpulan eosinofil yang juga berakumulasi di sekitar bagian atas dari folikel  pilosebasea. Eosinofil dapat ditemukan pada pewarnaan Wright   dari isi vesikel atau  pustula. Angka kejadian eosinofilia pada darah perifer hampir mencapai 20%, khususnya pada bayi yang memiliki banyak lesi ini. 2 Penyebab ETN tidak diketahui. Trauma mekanis atau kelahiran cukup bulan diduga sebagai faktor etiologi. Faktor genetik, lingkungan atau ras mungkin memiliki peran  pada etiologi ETN.5 Lesi pada ETN dapat menyerupai pioderma, kandidosis, herpes simplex, Transient Neonatal Pustular Melanosis  (TNPM), dan miliaria tapi dapat

dibedakan oleh karakteristik infiltrat eosinofil dan tidak adanya organisme pada  pewarnaan. Kultur bakteri dan jamur dari lesi serta pewarnaan Gram akan membantu untuk membedakan ETN dengan kelainan kulit yang lainnya. 2  Perjalanan penyakit ETN jelas, dan tidak ada terapi yang dibutuhkan.

Gambar 2.4 Eritema toksikum neonatorum. Makula eritematosa, beberapa dengan papulopustula

sentral kecil, pada lengan neonatus usia 1 hari. Sumber : Wolff K et al. 2012.  Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th ed. New York : The McGraw-Hill Companies

5. Transient Neonatal Pustular Melanosis (TNPM) TNPM merupakan erupsi pustular idiopatik pada newborn  yang sembuh dengan meninggalkan makula pigmentasi coklat kecil. Lesi ini lebih jarang daripada ETN dan lebih sering pada neonatus dengan kulit yang berpigmen gelap daripada kulit 2

 putih.   Lesi ini bersifat sementara, jinak, sembuh sendiri dengan penyebab yang tidak diketahui. Lesi ini dicirikan oleh tiga jenis l esi, yaitu:2,8 -

Pustula-pustula superfisial yang menyebar

-

Pustula-pustula

yang

pecah

dengan

skuama

kolaret,

dengan

makula

hiperpigmentasi di tengah -

Makula hiperpigmentasi

Pustula muncul pada fase awal, dan makula pada fase lanjut. Makula berpigmen juga seringkali tampak saat lahir atau berkembang pada tempat pustula atau vesikel yang  pecah dalam hitungan jam atau selama hari pertama kehidupan.2 Makula

hiperpigmentasi dapat bertahan sampai 3 bulan. Karakteristik makula hanya berupa  peningkatan melanisasi dari sel epidermal.8 Fase pustula jarang berlangsung lebih dari 2-3 hari. Fase aktif menunjukkan pustula intra atau subkorneal yang berisi leukosit polimorfonuklear, debris, dan kadang eosinofil.

Gambar 2.5 (A) Bayi baru lahir dengan pustula kongenital berdinding tipis yang mudah ruptur. (B)

Makula hiperpigmentasi yang muncul pada usia 10 jam. Sumber : Wolff K et al. 2012.  Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th ed. New York : The McGraw-Hill Companies

Lesi ini dapat ditemukan dalam distribusi yang menyebar. Lesi dapat terjadi di mana-mana dengan tempat predileksi adalah leher anterior, dahi, dan punggung  bawah walaupun kulit kepala, ekstrimitas, telapak tangan dan kaki pun bisa terkena.2,8 Apusan dari isi vesikel atau pustula akan menunjukkan predominasi neutrofil dengan sedikit eosinofil pada sediaan pewarnaan Wright .2  Kultur dan pewarnaan dapat digunakan untuk membedakan pustula dari ETN dan pioderma karena mereka tidak mengandung bakteri atau kumpulan eosinofil. Pewarnaan gram dari pustula ETN atau TNPM tidak akan menunjukkan organisme. Pewarnaan Wright biasanya menunjukkan predominasi neutrofil. TNPM merupakan kondisi yang tidak berbahaya yang tidak memerlukan  pengobatan.2,8 Pustula biasanya menghilang pada usia 5 hari, meninggalkan makula  pigmentasi residual yang sembuh selama 3 minggu sampai 3 bulan.2

6. Akropustulosis Infantil1,8 Secara umum, lesi ini terjadi pada usia 2-10 bulan. Lesi awalnya merupakan papul eritematosa yang tersebar kemudian menjadi vesikulopustula dalam 24 jam dan

menjadi krusta sebelum akhirnya menyembuh. Predisposisi lesi ini adalah pada lakilaki kulit hitam namun semua ras dapat terkena, begitu juga dengan jenis kelamin  pria dan wanita. Penyebab lesi ini sampai sekarang masih belum diketahui. Gejala yang sering timbul adalah gatal, dan bayi menjadi rewel. Predileksi lesi ini adalah pada telapak tangan dan telapak kaki. Tiap episode berlangsung 7-14 hari. Setelah 2-4 minggu remisi, lesi baru muncul. Pola siklik ini berlangsung sekitar 2 tahun. Resolusi permanen  biasanya ditandai dengan interval remisi yang lebih panjang antara periode aktivitas. Pewarnaan gram dari isi lesi menunjukkan neutrofil dan kadang predominan eosinofil. Secara histologis, ditemukan pustula neutrofilik, subkorneal, berbatas tegas dengan atau tanpa eosinofil. Diagnosa banding pada bayi cukup bulan termasuk Transient neonatal pustular melanosis, erythema toxicum, milia, cutaneous candidosis, dan  staphylococcal  pustulosis. Pada bayi yang lebih besar dan balita, pertimbangan diagnostik tambahan termasuk skabies, dan riwayat infeksi skabies sebelumnya, dermatitis dishidrotik,  psoriasis pustular, dermatosis pustular subkorneal, dan hand-foot-and-mouth disease (HFMD). Terapi diarahkan untuk mengurangi ketidaknyamanan pada bayi. Sediaan kortikosteroid topikal atau antihistamin oral menurunkan keparahan rasa gatal dan dengan demikian mengurangi rewel pada bayi. Dapsone 2mg/kg/24 jam per oral dua kali sehari efektif tapi secara potensial memiliki efek samping serius seperti anemia hemolitik dan methemoglobinemia dan harus digunakan dengan hati-hati.

Gambar 2.6 Akropustulaosis pada lateral dan plantar kaki. Kombinasi vesikel akut intak dan

hiperpigmentasi kecokelatan pada vesikel yang tua Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/909472-overview

7.  Eosinophilic Pustular Folliculitis (EPF)8 Lesi ini biasanya ditandai dengan kejadian berulang dari papulopustula yang gatal, folikular pada wajah, tubuh, dan ekstrimitas. Angka kejadian pada bayi mencakup kurang dari 10% dibandingkan dengan seluruh kasus dengan lesi lebih menonjol  pada kulit kepala, selain itu lesi ini dapat terjadi juga pada batang tubuh dan ekstrimitas dan jarang pada telapak tangan dan kaki. Faktor etiologi EPF termasuk metabolit siklooksigenase dengan zat kemotaktik; respon terhadap saprofit atau dermatofit kulit, memicu infiltrasi eosinofilik dan destruksi folikel; atau autoantibodi terhadap substansi interselular pada epidermis  bawah atau sitoplasma pada sel basal epidermis dan bagian luar folikel rambut. Patogenesis EPF berhubungan dengan aktivitas kelenjar sebacea karena lesi muncul  paling sering pada folikel rambut daerah tubuh yang memiliki kelenjar sebacea yang  banyak. Kebanyakan teori patogenesis EPF memicu mekanisme imunologis pada awal lesi. Lima puluh persen pasien memiliki eosinofilia perifer sampai 5%, dan sekitar sepertiga (32%) memiliki leukositosis (> 10.000/mm 3) Tidak ada terapi spesifik sebagai pilihan pengobatan. Anti mikroba dan sampo tidak efektif; kortikosteroid topikal potensi sedang efektif mengobati lesi kulit kepala pada  bayi. Pada bagian yang lebih sensitif, pemberian kortikosteroid potensi rendah seperti hidrokortison 1%. 1

Gambar 2.7 Eosinophilic Pustulaar Folliculitis pada bayi

Sumber : http://see.visualdx.com/diagnosis/eosinophilic_pustulaar_folliculitis_in_infancy

8. Salmon Patch (Nevus Simplex) Lesi ini merupakan makula vaskular, berwarna merah muda pucat dan kecil. Paling sering terjadi pada glabela, kelopak mata, bibir atas, dan daerah leher pada 30-40% dari bayi baru lahir yang normal. Lesi ini mewakili pelebaran vaskular yang terlokalisasi, menetap untuk beberapa bulan dan dapat menjadi lebih terlihat saat menangis atau perubahan suhu lingkungan. Kebanyakan lesi pada wajah akan menghilang seluruhnya, dalam beberapa bulan sampai tahun tapi lesi pada leher  posterior dan daerah oksipital biasanya menetap sepanjang hidup namun tidak memiliki dampak klinis apapun atau dengan kata lain tidak perlu diterapi. Lesi pada daerah wajah harus dibedakan dengan  port-wine stain  yang merupakan lesi  permanen. Salmon patch biasanya simetris, dengan lesi pada kedua kelopak mata atau kedua sisi batang tubuh. Port-wine stain biasanya lebih besar dan unilateral, dan  biasanya berakhir sepanjang garis tengah.

Gambar 2.8 Salmon patches

Sumber : http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/picture-of-salmon-patches

9.  Mongolian Spots Lesi ini biasanya terlihat saat lahir, walaupun bisa juga muncul beberapa minggu setelah lahir. Lesi ini berupa belang berwarna biru pada regio lumbosakral yang disebakan oleh melanosit yang terperangkap selama migrasi ke dermis. Walapun dapat terjadi pada seluruh ras, tapi lebih sering pada anak-anak Asia atau kulit hitam. Lesi makular biru atau keabuan memiliki batas yang bervariasi; terjadi paling sering  pada daerah presakral tapi dapat juga ditemukan sepanjang paha bagian belakang, kaki, punggung, dan bahu. Dapat berupa satu lesi atau beberapa dan biasanya melibatkan daerah yang luas. Lebih dari 80% bayi kulit hitam, Asia, dan India Timur memiliki lesi ini, insiden pada bayi kulit putih kurang dari 10%. Warna yang unik

dari makula ini terjadi karena lokasi dermal dari melanosit yang mengandung melanin tertahan migrasinya dari neural crest   ke epidermis. Mongolian spot  biasanya hilang selama beberapa tahun pertama kehidupan tapi terkadang menetap. Penentuan diagnosis dari lesi ini dapat secara klinis ditentukan tanpa perlu adanya tes penunjang lainnya. Lesi ini bukanlah suatu keganasan. Beberapa lesi dapat menyebar pada daerah yang tidak biasa serta jarang hilang. Penampilan karakteristik dan awal terjadinya membedakan lesi ini dari memar karena kekerasan pada anak.

Gambar 2.9 Mongolian Spot

Sumber : T Lissauer and Graham Clayden. 2012 . Illustrated Textbook of Pediatrics. London : Mosby Elsevier

10. Cutis Marmorata Cutis marmorata adalah lesi kulit dimana terdapat warna kulit kebiruan akibat dari adanya pelebaran pembuluh darah kapiler dan venula. 1  Hal ini terjadi ketika bayi  baru lahir terpapar dengan suhu udara lingkungan yang rendah. Perubahan vaskular ini mewakili respon pembuluh darah yang fisiologis dan menghilang dengan  bertambahnya usia, walaupun terkadang ditemukan pada anak yang lebih tua. 8 Lesi ini terutama mengenai daerah batang tubuh dan ekstrimitas. Keadaan ini dapat menghilang dari beberapa minggu sampai bulan. 1 Cutis marmorata persisten terjadi  pada penyakit disautonomia familial, dan sindrom Cornelia de Lange, Down, dan trisomi 18. Cutis marmorata telangiectatica congenita secara klinis mirip, tapi lesi lebih banyak, dapat segmental, persisten, dan dapat berhubungan dengan kehilangan

 jaringan dermal, atrofi epidermal, dan ulserasi. Kondisi ini dapat meningkat pada tahun pertama kehidupan, dengan setengah menunjukkan penurunan tanda  pembuluh darah. Bentuk kongenital berhubungan dengan mikrosefali, mikrognatia,  bibir sumbing, gigi distrofi, glaukoma, dan asimetri tengkorak.8 Penatalaksanaannya adalah dengan menghangatkan neonatus maka akan terjadi perbaikan warna kulit seperti semula, kecuali pada yang persisten.1

Gambar 2.10 Cutis marmorata

Sumber: http://www.aafp.org/afp/2008/0101/p47.html

11. Harlequin Color Change Lesi ini merupakan kejadian vaskular yang jarang namun dramatis yang terjadi pada  periode neonatus dan paling sering pada berat badan lahir rendah.8  Lesi kulit ini terjadi terutama pada bayi belum cukup bulan, sedangkan jarang pada bayi cukup  bulan.1 Lesi ini mungkin menggambarkan ketidakseimbangan mekanisme pegaturan  pembuluh darah secara otonom.8 Fenomena ini dikaitkan dengan belum matangnya  perkembangan bagian hipotalamus yang mengontrol tonus otot polos pembuluh darah perifer, lesi ini biasanya terjadi pada 2-5 hari pertama dan bertahan 2-3 minggu. Gambaran klinis yang ditemukan berupa perubahan warna kulit pada saat  bayi tersebut berbaring.1  Daerah tempat berbaring berwarna kemerahan sedangkan sisi sebelahnya berwarna pucat. Perubahan warna bertahan hanya 30 detik sampai 20 menit dan terkadang terkena hanya sebagian kecil dari tubuh atau muka. Perubahan  posisi bayi dapat mengembalikan warna pada badannya. Episode berulang dapat terjadi tapi tidak mengindikasikan ketidakseimbangan otonom permanen.1,8

Gambar 2.11 Harlequin Color Change

Sumber: http://www.katyanddave.com/images/jackson/harlequin2_crop.jpg

BAB III KESIMPULAN Dermatosis pada periode neonatal sering ditemukan dan menjadi penyebab kecemasan pada orang tua yang membuat mereka mencari konsultasi kesehatan. Mayoritas lesi kulit neonatus biasanya fisiologis, sementara dan self-limited. Hanya lesilesi patologis yang memerlukan terapi. Karakteristik kulit neonatus sangat sensitif terutama karena pada masa ini terjadi penyesuaian awal terhadap fungsi kulit sebagai cukup bulanoregulator. Penting bagi seorang dokter untuk dapat mengidentifikasi dan mendiagnosis lesi kulit pada neonatus secara tepat agar dapat menghindari terjadinya intervensi diagnostik dan tindakan terapeutik yang tidak perlu. Beberapa lesi kulit, baik fisiologis ataupun patologis, dapat muncul pada saat lahir dan selama periode neonatal. Pengetahuan mengenai lesi-lesi kulit fisiologis pada neonatus akan membuat diagnosis lebih terarah sehingga tatalaksana yang akan diberikan  pun akan sesuai. Oleh karena itu, perlu pengamatan yang cermat serta pengetahuan mengenai

patofisiologi pada setiap lesi kulit yang terjadi akan mengarahkan pada

ketepatan pemberian tatalaksana. Dalam mengevaluasi prevalensi lesi kulit selama periode neonatal, penelitian penelitian yang ada telah mempertimbangkan hubungannya dengan jenis kelamin, usia kehamilan, dan proses kelahiran. Namun, penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berbeda seperti riwayat kehamilan, penggunaan obat-obatan, maupun riwayat  penyakit ibu perlu dievaluasi. Data tersebut dapat berguna dalam memahami perjalanan terjadinya lesi kulit yang terjadi pada neonatus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Paller Amy S, Mancini Anthony J.

Hurwitz Clinical Pediatrics Dermatology: A

Textbook of Skin Disorders of Childhood and Adolescence 4 th ed. 2011. China: Elsevier Inc. 2. Wolff K et al.  Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 8th ed. 2012. New York : The McGraw-Hill Companies 3. L. Weibel, et al. Skin diseases of the infant. Kinderspital Zürich und Dermatologische  Klinik Universitätsspital Zürich 2012;38(12):477-92. 4. T Lissauer and Graham Clayden. Illustrated Textbook of Pediatrics. 2012. London : Mosby Elsevier 5. G Gokdemir, et al. Cutaneous Lesions In Turkish Neonates Born In A Teaching  Hospital . 2009. Sisli Etfal Research and Teaching Hospital, Istanbul, Turkey 6. Agarwal G, Kumar V, Ahmad S, Goel K, Goel P, et al. A Study on Neonatal Dermatosis in a Tertiary Care Hospital of Western Uttar Pradesh India. 2012. J Community Med Health Educ 2:169. doi:10.4172/2161-0711.1000169 7.

J. Kaur, N. Sharma: Incidence Of Physiological And Pathological Skin Changes In The Newborn. The Internet Journal of Dermatology. 2012. Volume 9 Number 1. DOI: 10.5580/2acb

8. Kliegman, Robert M, et al. Nelson textbook of Pediatrics 19 th ed. 2011. Philadelphia: Elsevier Inc. 9. S Ha-Neul and Benedict Evans. Childhood Skin Rashes. InnovAiT.2011. Vol. 4 no. 2 75-81

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF