Kekuasaan Dan Politik
May 20, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Kekuasaan Dan Politik...
Description
1. Pengertian Kekuasaan Menurut Gibson dan kawan-kawan (1997) kekuasaan adalah kemampuan untuk memperoleh sesuatu dengan cara yang diinginkan seseorang agar orang lain melakukannya. Jadi kekuasaan itu adalah kemampuan untuk membuat orang lain melakukan apa yang diinginkannya. B.M Bass (1990) dalam Robbins (2002) mengatakan bahwa kekuasaan itu adalah suatu kapasitas yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. dari pendapat tersebut paling tidak ditunjukkan bahwa kekuasaan melibatkan dua orang atau lebih serta adanya pola ketergantungan. Menurut Shaun Tyson dan Tony Jackson (2000) mengatakan kekuasaan itu sebagai kapasitas untuk memaksa seseorang untuk menuruti kehendak orang lain. Jadi kekuasaan adalah sebuah konsep yang multi segi yang telah dianalisis dari berbagai persppektif: sebagai karakteristik individual, sebagai proses pengaruh interpersonal, sebagai komoditas yang diperdagangkan, sebagai tipe penyebab dan sebagai topic dalam mempelajari nilai dan etika (Cavanaugh, 1984 dalam Tyson dan Jackson, 2000).
2. Sumber/Basis dan Bentuk Kekuasaan Menurut Amitai Etziomi yang dikutip oleh Miftah Thoha (1998) mengatakan bahwa sumber dan bentuk kekuasaan itu ada dua yakni kekuasaan jabatan (position power) dan kekuasaan pribadi (personal power). Perbedaan keduaya bersemi pada konsep kekuasaan itu sendiri sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi perilaku. Kekuasaan dapat diperoleh dari jabatan organisasi, pengaruh pribadi, atau keduanya. Seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk melakukan kerja karena jabatan organisasi yang disandangnya, maka orang itu memiliki kekuasaan jabatan. Sedangkan seseorang yang mempunyai kemampuan untuk memperoleh kekuasaan dari para pengikutnya dikatakan sebagai kekuasaan pribadi. Bisa saja seseorang memiliki keduanya. Menurut John French & Bertram Raven (1965) dalam Tyson dan Jackson (2000), bahwa ada lima basis kekuasaan, yaitu :
1) Kekuasaan Legal/Legitimasi (Legitimate Power) Kekuasaan yang bersumber pada jabatan/wewenang/posisi yang dimiliki oleh seseorang pemimpin. Makin tinggi posisi makin besar kekuasaan legitimasinya. 2) Kekuasaan Imbalan/Ganjaran/Penghargaan (Reward Power) Kekuasaan yang bersumber atas kemampuan untuk nmenyediakan penghargaan atau hadiah bagi orang lain, seperti gaji, promosi, atau penghargaan jasa lainnya seperti meningkatkan kenyamanan kondisi kerja. 3) Kekuasaan Paksaan (Coersvice Power) Kekuasaan diperoleh dengan membuat para pengikut memiliki rasa takut. Dengan demikian sumber kekuasaan diperoleh dari rasa takut. Misalnya bila tak mengikuti perintah pimpinan, bisa dipindah, ditunda pembayaran gaji atau pangkatnya, dan lainlain. 4) Kekuasaan Ahli (Expert Power) Kekuasaan ini bersumber atau diperoleh karena punya pegetahuan dan keahlian, yang mana keahlian tersebut tidak dimiliki leh orang lain. 5) Kekuasaan Acuan/Referensi (Referent Power) Kekuasaan diperoleh atau bersumber karen sifat-sifat pribadi (kepribadian) yang disenangi atau dikagumi. Dalam perkembangan selanjutnya Raven & Kruglarski, memperkenalkan sumber kekuasaan yang keenam yaitu kekuasaan informasi. 6) Kekuasaan Informasi (Information Power) Kekuasaan yang diperoleh seseorang karena ia punya akses informasi. Informasi mana dinilai sangat penting oleh para pengikutnya. Hersey dan Gold Smith (1979) yang dikutip oleh Miftah Toha (1998) kemudian mencetuskan basis kekuasaan yang ketujuh yaitu kekuasaan koneksi. 7) Kekuasaan Koneksi (Connection Power) Kekuasaan yang bersumber pada hubungan yang dijalin oleh seseorang (pimpinan) dengan orang-orang penting atau berpengaruh baik diluar maupun di dalam organisasi.
3. Taktik Kekuasaan Taktik kekuasaan adalah cara-cara yang ditempuh oleh seseorang untuk menterjemahkan dasar-dasar kekuasaan menjadi tindakan-tindakan yang spesifik. Kipnis dan kawan-kawan yang dikutip oleh Robbins (2002) menawarkan tujuh dimensi taktik atau strategi dalam menggunakan kekuasaan, yaitu sebagai berikut: 1) Reason (Nalar): memakai fakta-fakta dan data-data untuk menyajikan ide-ide secara logis dan rasional. 2) Friendlisness (Ramah tamah/keramahan): dengan ramah, kemauan baik, merendahkan hati dan bertindak lembut sebelum meminta orang lain melakukan sesuatu. 3) Coalition (Koalisis): dengan meminta dukungan orang lain dalam organisasi guna menunjang permintaan/perintahnya. 4) Bargaining (Tawar-menawar): melalui negosiasi atau pertukaran keuntungan dan usaha atau kegiatan. 5) Assertiveness (Mempertahankan hak/ketegasan): dengan menggunakan pendekatan langsung serta paksa seperti menuntut kepatuhan bawahan, member peringatan kepada bawahan untuk taat. 6) Higher Authority (Otoritas atasan): dengan meminta bantuan pimpinan yang lebih tinggi untuk mendukung perintah-perintahnya. 7) Sanctions (Sanksi-sanksi): menggunakan imbalan dan hukuman, yaitu dengan memberika hadiah seperti janji kenaikan gaji, promosi atau mengancam akan member evaluasi yang jelek terhadap prestasi kerja, atau hukuman, tidak popular.
4. Pengertian Politik dan Perilaku Politik Politik adalah suatu fakta yang hidup dalam organisasi. Mereka yang mencoba mengabaikan fakta ini melakukan sesuatu yang dapat membahayakan mereka sendiri. Suatu organisasi mungkin akan bebas dari politik, jika semua anggota organisasi memiliki tujuan dan kepentingan yang sama, sumber daya organisasinya tidak langka alias berkecukupan atau bahkan melimpah, dan kinerja output jelas dan obyektif. Politik hadir dan hidup dalam kehidupan organisasi karena adanya heterogenitas keinginan/kepentingan, kelangkaan sumber daya, kegamangan visi dan misi, dan yang yang lainnya.
Politik Iorganisasional) menurut Jones (1985) yang dikutip oleh Indriyo Gitosudarmo dan Sudita (1997) adalah aktivitas yang dipergunakan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menggunakan kekuasaan dari sumber daya lain untuk mendapatkan hasil yang diinginkan oleh seseorang bila terdapat ketidakpastian atau ketidaksepakatan pilihan. Politik akan ada di semua lini organisasi, individu-individu akan terus berhubungan dengan perilaku politik, karena akan dapat dan bahkan sering dipakai sebagai strategi untuk mempertahankan kekuasaan, mencegah orang lain mengambil alih kekuasaan yang dicengkeramnya, atau untuk memperluas kekuasaan yang telah ada padanya. Fenomena mana lantas menghasilkan apa yang disebut dengan perilaku politik. Perilaku politik menurut Gibson dan kawan-kawan (1996) adalah perilaku di luar sistem kekuasaan normal yang didesain untuk menguntungkan seseorang atau sub unit tertentu, dan sengaja dibuat untuk memperoleh/memelihara kekuasaan. Akibat perilaku politik yang over dosis, kekuasaan resmi yang ada dalam organisasi sering dikesampingkan/dihambat, yang pada akhirnya mengarah kepada politisasi jabatan. Politisasi jabatan memang sering menambah dan menerobos, bahkan tidak jarang menabrak etika.
5. Taktik Untuk Memainkan Politik Dalam Organisasi Ada beberapa studi tentang macam-macam taktik politik yang digunakan oleh kelompok manajerial di dalam organisasi, satu diantaranya hasil studi oleh R.W. Allen dan kawankawan (1979) yang dikutip oleh Gibson dan kawan-kawan (1996) yang mendapatkan delapan taktik politik sebagai berikut: 1) Menyerang/menyalahkan orang lain 2) Memakai informasi 3) Membangun citra/manajemen yang menarik 4) Mengembangkan dasar dukungan 5) Memuji yang lain, berusaha agar disayangi 6) Koalisis kekuasaan, sekutu yang kuat 7) Bekerjasama dengan yang berpengaruh 8) Menciptakan obligasi/pertukaran
Robbins (2002) menawarkan delapan saran untuk memperbaiki keefektivan berpolitik dalam organisasi, yaitu sebagai berikut: 1) Bingkai argumen-argumen dalam bentuk tujuan organisasional seperti argument tentang manfaa yang diperoleh oleh organisasi. 2) Kembangkan citra yang benar. 3) Dapatkan kendali terhadap sumber daya organisasional. 4) Buat diri sendiri tampak sangat diperlukan. 5) Jadikan diri terlihat. Seperti dengan cara tampil dalam fungsi-fungsi sosial, aktif dalam klub profesi tertetu dan yang lainnya. 6) Mengembangkan koalisi/sekutu dengan orang yang berkuasa. 7) Mendukung atasan. Lakukan sesuatu agar atasan memihak kepada kita.
6. Sifat Pribadi Dari Politisi yang Efektif R.W. Allen dan kawan-kawan (1979) berhasil mengidentifikasi sifat-sifat prbadi dari politisi yang efektif yang dikutip oleh Gibson dan kawan-kawan (1996) yaitu sebagai berikut: 1) Pandai bicara 2) Sensitif 3) Cakap dalam bidang sosial 4) Mampu 5) Terkenal 6) Terbuka 7) Percaya diri 8) Agresif 9) Ambisius 10) Berbelit-belit 11) Orang organisasi 12) Sangat cerdas 13) Logis
7. Manajemen Impresi/Kesan Manajemen kesan adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang individu dalam upayanya mengendalikan kesan orang lain terhadap dirinya. B.R. Schlenker (1989) menawarkan teknik manajemen kesan seperti yang dikutip oleh Robbins (2002) sebagai berikut: 1) Persetujuan (Conformity), yakni menyetujui pandangan orang lain agar memperoleh dukungannya/simpatinya yang positif. “Anda benar. Saya tidak dapat lebih setuju lagi dengan anda”. 2) Dalih (Exuses), penjelasan dari peristiwa yang menciptakan keadaan sulit, yang diarahkan untuk mengurangi kesulitan tersebut. “Kita gagal mengalahkannya dalam event itu, tapi kemenangannya tidak ada yang mengelukannya”. 3) Apologi (Apologies). Permintaan maaf. Mengaku bertanggung jawab atas terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan, dan bersamaan dengan itu berusaha memperoleh ampunan. “Saya menyesal membuat kesalahan itu, saya minta maaf”. 4) Penyambutan dengan gembira (Acleaning). Memberi penjelasan peristiwa yang menguntungkan untuk memaksimalkan implikasi yang diinginkan untuk diri sendiri. “Penjualan dalam divisi kita telah berlipat tiga sejak saya diberi kesempatan”. 5) Penyanjungan (Platerry). Memuji orang lain tentang kebaikannya sebagai upaya membuat diri sendiri tampak responif dan simpatik. “Anda menangani keluhan pelanggan itu begitu taktis. Saya tak pernah mampu seperti anda”. 6) Menyenangkan (Favors). Melakukan kebaikan kepada seseorang untuk memperoleh simpatinya. “Saya punya dua tiket untuk menonton malam ini yang tak dapat saya gunakan. Ambilah, anggap saja sebagai ucapan terima kasih saya”. 7) Keterkaitan (Asociation). Meningkatkan atau melindungi citra seseorang dengan mengelola informasi yang terkait dengan orang itu. “Kebetulan atasan anda dan saya adalah teman sekamar di asrama universitas dulu”.
8. Etika Berperilaku Politik Perilaku politik acap kali melibatkan isu politik. Sehingga sering memancing kontroversi terutama kaitannya dengan persoalan moralitas dan etika. Memang tidak ada garis yang jelas untuk mebedakan mana perilaku politik yang menabrak nilai-nilai etika atau tidak.
Sepanjang kekuasaan yang digenggam dilaksanakan dalam batasan formal terutama dikaitkan dengan wewenang yang dimiliki dan dalam kerangka kebaikan organisasi, itu adalah sesuatu yang etis. Tetapi ketika kekuasaan tersebut digunakan diluar dari batas wewenang formal, kekuasaan yang dimiliki adalah untuk kepentingan pribadi atau kelompok, itu adalah tidak etis. Manajer sering berhadapan dengan dilema etika dalam perkembangannya. Bila seorang manajer berhadapan dengan dilema etika mengenai politik organisasional apakah tindakan politik itu etis atau tidak etis dapat memakai pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan jawabannya sebagai referensi, sepert apa yang ditawarkan oleh Robbins (2002) berikut ini.
Etis Pertanyaan ke 3 Ya Pertanyaan 1
Apakah kegiatan itu ada & pantas?
Apakah tindakan tersebut dimotivasi oleh kepentingan pribadi tanpa memperhatikan tujuan organisasi?
Pertanyaan ke 2
Tidak
Apakah tindakan itu menghormati hak-hak individu yang terkena?
Tidak Etis Ya Etis
Tidak
Tidak Etis
9. Implikasi Manajerial Setiap manajer yang ingin memaksimalkan perannya agar lebih efketif dalam organisasi, mesti memiliki pemahaman yang memadai tentang apa yang disebut kekuasaan tersebut. Melalui kekuasaan yang digenggamnya manajer akan lebih mudah dan lebih yakin mewujudkan tujuan organisasi yang dipimpinnya. Kekuasaan adalah sarana yang dapat mempermudah pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Seorang pemimpin yang tidak memiliki kekuasaan yang memadai tidak akan mudah menggiring orang lain untukpatuh apalagi tergantung padanya. Manajer yang efektif mesti siap menerima politk sebagai kodrat organisasi. Dengan memiliki penilaian yang memadai tentang perilaku politik, seorang
manajer akan dapat meramalkan tindakan ornag lain dan dapat menggunakan informasi yang ada atau yang didapatkan untuk merumuskan strategi politik yang bahkan membawa manfaat baginya, bagi unit kerjanya dan bahkan organisasi secara keseluruhan. Bagi anggota organisasi yang naïf dan canggung dalam politik akan memperagakan kepuasan kerja yang lebih rendah daripada mereka yang cerdik politik.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Komang, Ni Wayan Mujiati dan Anak Agung Ayu Sriathi. 2008. Perilaku Keorganisasian Edisi Pertama, Yogyakarta : Graha Ilmu.
View more...
Comments