kegawatdaruratan urologi
May 6, 2017 | Author: Hana Kartika | Category: N/A
Short Description
Download kegawatdaruratan urologi...
Description
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Embriologi Saluran Kemih Organ saluran kemih (urogenital) terdiri atas ginjal dan salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Organ reproduksi pada pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan penis. Semua organ urogenital terletak di rongga retroperitonial kecuali testis, vas deferen, vesikula seminalis, uretra dan testis. Sistem pembentukan ginjal terbagi atas 3 bagian yaitu pronefros, mesonefros dan metanefros. Pronefros dan mesonefros pada manusia tidak seberapa tampak. Bagian kaudal pronefros berhubungan dengan bagian kranial mesonefros sehingga sebenarnya keduanya adalah satu sistem. 1. Pronefros Pada manusia pronefros tidak berfungsi. Pronefros terdiri atas kelompok – kelompok sel di bagian proksimal dari sistem jaringan nefrogen dan yang terbentuk pada minggu ketiga masa pertumbuhan mudigah. Pada minggu ke empat pronefros akan mengadakan regresi. 2. Mesonefros Pada waktu pronefros mengadakan regresi dari jaringan nefrogen di daerah toraks dan lumbal tumbuh tubulus – tubulus mesonefros. Tubulus ini berbentuk S dan terbuka ke saluran pronefros yang
pertumbuhan selanjutnya dinamakan mesonefros (duktus Wolfii). Bagian medial dari tiap tubulus mesonefros membesar dan membentuk suatu mangkok (kapsul bowman), sedangkan terbentuk pula didalam suatu kumpulan kapiler, berasal dari arteri-arteri kecildari aorta. Dengan demikian terbentuklah glomerulus. 3. Metanefros Metanefros terdiri atas jaringan metanefros yang membentuk nefron-nefron yang mengadakan ekskresi dan kuncup-kuncup ureter yang membentuk sistem saluran-saluran penampung, kaliks,pielum dan ureter. Pada minggu kelima suatu kuncup tumbuh dari bagian kaudal duktus mesonefros dekat sekali pada muaranya di kloaka. Kuncup ureter tersebut tumbuh kearah dorsokranial dengan ujung kuncupnya menyentuh dan mendorong bagian kaudal jaringan nefrogen di daerah bawah lumbal dan sakral. Pada
janin
berdeferensiasi
laki-laki, menjadi
kedua uretra,
bagian pada
sinus
urogenitalis
perempuan
hanya
menjadi pars pelvina. Hal tersebut berkaitan dengan kenyataan bahwa pada janin perempuan, lipatan genetalia yang terbentuk di sekitar ostium urogenitalis tetapmempertahankan bentuk asalnya, sedangkan pada pria tumbuh menjadi penis. Secara detail, mula-mula dua lipatan genetalia (di dalam), dua genital swelling (tonjolan labioskrotal) dan
di bagian tengah atas suatu tuberkulum yang tidak berpasangan (genital tubercle)
berkembang,
indiferen. Pada
yang
masih berada
janin perempuan,
dalam tahap
hormon estrogen
menstimulasi perkembangan genetalia eksterna. Selanjutnya lipatan genetalia berdiferensiasi
menjadi
labia
minora
sedangkan
genital swelling menjadi labia mayora dan genital tubercle menjadi klitoris dan corpus cavernosum clitoridis. Pada akhir minggu ke-6 masih tidak dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Pada janin laki-laki genital tubercle tumbuh menjadi penis. Kedua genital swelling
tumbuh bersama di medial dan membentuk skrotum.
Skrotum pada masa janin menerima testis beserta pelapisnya.
Gambar 1. Anatomi sistem uinaria
Anatomi Ginjal Ginjal merupakan sepasang organ saluran kemih di rongga retroperitonial bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah,sistem limfatik,sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi,hal tersebut tergantung pada umur, jenis kelamin serta ada tidaknya ginjal pada sisi lain. Secara anatomis ginjal dibagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Didalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan didalam medula banyak tedapat duktuli ginjal. Ginjal mendapat aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis sedangkan darah dari vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke vena kava inferior. Sitem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak menpunyai anastomosis dengan cabang arteri lain sehingga jika terdapat kerusakan pada salah satu cabang berkaibat timbulnya iskemia pada daerah yang lainnya juga Anatomi Ureter Ureter adalah organ bebentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan uine dari pielum ginjal kedalam buli-buli. Pada orang
dewasa panjangnya lebih dari 20 cm. Dindingnya tediri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel tansisional,otot-otot polos sirkule dan longitudinal
yang
dapat
melakukan
gerakan
kontraksi
guna
mengeluarkan urine dari buli-buli. Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju buli-buli secara anatomis terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih kecil dari tempat lainnya sehingga benda-benda seperti batu sering tersangkut didaerah tersebut. Tempat penyempitan tersebut adalah pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter (pelvi-ureter junction), tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis dan pada saat ureter masuk ke buli-buli. Anatomi Buli-Buli Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri dari 3 lapis otot destrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam merupakan otot longitudinal,ditengah merupakan otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot longitudinal. Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan yaitu permukaan superior yang berbatasan dengan peritonium,permukaan inferiolateral, dan permukaan posterior. Fungsi buli-buli untuk menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkan melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung urin,buli-buli mempunyai kapasitas maksimal yaitu 300450 ml.
Anatomi Uretra Uretra merupaka tabung yang menyalurkan urin keluar dari bulibuli melalui poses miksi. Secara uretra dibagi menjadi 2 yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria organ ini berfungsi juga untuk menyalurkan air mani. Uretra wanita kurang lebih 3-5 cm. Sedangkan pada laki-laki 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan pengeluaran urin lebih sering pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilengkapi oleh kelenjar prostat dan uretra pars membranosa. B. Kegawatdaruratan non trauma 1. Hematuria 1.1 Definisi Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine. Secara visual terdapatnya sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan, yaitu: hematuria makroskopik dan mikroskopik. Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah dan hematuria mikroskopik
adalah hematuria yang secara kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per lapangan pandang. 1.2 Etiologi dan Epidemiologi Hematuri dapat disebabkan karena infeksi, tumor jinak maupun ganas, kista ginjal, trauma urogenital, batu pada saluran kemih. Prevalensi hematuri mikroskopik berkisar 1-20 % tergantung pada populasi yang dilakukan pemeriksaan. Dari penelitian didapatkan 10% dari penderita yang mengalami mikroskopik hematuri terdeteksi menderita keganasan urologi. Namun saat ini belum direkomendasikan untuk melakukan screening
secara rutin pada pasien hematuria mikroskopi yang
asimtomatis. 1.3 Gejala Klinis Pasien dengan hematuri mikroskopik biasanya dijumpai secara kebetulan,sewaktu pasien tersebut melakukan pemeriksaan urinalisis karena suatu indikasi atau pada saat melakukan general check-up. Adapun paisen dengan gross hematuri biasanya datang ke dokter karena mendapat urin yang berwarna merah atau datang karena keluhan tidak bisa miksi karena adanya sumbatan atau bekuan darah. 1.4 Pemeriksaan dan Diagnosis Anamnesis Dalam mencari penyebab hematuria perlu digali data yang terjadi pada saat episode hematuria, antara lain :
-
Bagaimana warna urin yang keluar?
-
Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah ?
-
Apakah diikuti dengan perasaan sakit?
Karakteristik suatu hematuri dapat dipakai sebagai pedoman untuk memperkirakan lokasi primernya, yaitu apakah warna merah terjadi pada saat awal miksi,semua proses miksi atau akhir miksi.
Terjadi pada Tempat kelainan
Inisial Awal miksi Uretra
Total Seluruh miksi Buli-buli,ureter,
Terminal Akhir miksi Leher buli-buli
ginjal Kualitas warna urin dapat juga menolong menentukan penyebab hematuri. Darah baru yang berasal dari buli-buli, prostat, dan uretra berwarna merah segar,sedangkan darah lama atau yang berasal dari glomerulus berwarna lebih coklat. Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin disebabkan karena banyaknya darah yang keluar. Pada palpasi bimanual ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal akibat tumor, obstruksi ataupun infeksi ginjal. Colok dubur dapat memberikan informasi adanya pembesaran prostat maupun ca prostat.
1.5 Penatalaksanaan Kasus hematuri harus segera ditangani, apabila darah dibiarkan terus menerus keluar maka dapat menyebabkan syok. Penatalaksanaan hematuri tergantung dari penyebab terjadinya hematuri. Apabila penyebab hematuri adalah infeksi maka dapat diberikan antibiotik. 2. Sumbatan aliran urin akut Sumbatan aliran urin dapat terjadi pada saluran kemih bagian atas maupun saluran kemih bagian bawah. Pada saluran kemih bagian atas dapat memberikan manifestasi berupa nyeri kolik, anuria sedangkan pada saluran kemih bagian bawah menyebabkan retensi urin. 2.1 Kolik Ureter atau Kolik Ginjal Kolik ureter atau kolik ginjal adalah nyeri pinggang hebat yang datang nya mendadak,hilang timbul yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu hambatan. Perasaan nyeri bermula didaerah pinggang dan dapat menjalar keseluruh perut ke daerah inguinal, testis atau labium. Penyebab sumbatan umumnya adalah batu,bekuan darah atau debris yang berasal dari ginjal turun ke ureter. 2.1.1 Gambaran Klinis Pasien tampak gelisah, nyeri pinggang,selalu ingin berganti posisi dari duduk, tidur, kemudian berdiri agar memperoleh posisi yang nyaman.
Pada palpasi abdomen dan perkusi pada daerah pinggang akan terasan nyeri. 2.1.2 Laboratorium dan Pencitraan Pada pemeriksaan sedimen urin sering menunjukkan adanya sel-sel darah merah,tetapi pada sumbatan total saluran kemih tidak didapatkan sel-sel darah merah. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan kristal-kristal
pembentuk
batu
(urat,kalsium
oksalat)
dan
dapat
diperkirakan jenis batu yang menyumbat. Pada pemeriksaan foto polos perut ditunjukan untuk mencari adanya batu opak disaluran kemih,ultrasonografi dapat menilai adanya sumbatan pada ginjal berupa hidronefrosis. 2.1.3 Terapi Serangan kolik harus segera diatasi dengan medikamentosa atau dengan tindakan lain. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi anti inflamasi non steroid yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri. Pasien yang mengalami episode nyeri yang sulit ditanggulangi ditawarkan untuk pemasangan kateter ureter duoble J yaitu suatu kateter yang ditinggalkan mulai dari pelvis renalis,ureter hingga buli-buli. 2.2 Retensi Urin Retensi urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul didalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-
buli terlampaui. Proses miksi terjadi karean adanya koordinasi hemodinamik antara otot detrusor buli-buli sehingga penampung dan pemompa urin dengan uretra yang bertindak sebagai pipa untuk menyalurkan urin. Adanya penyumbatan pada uretra, kontraksi buli-buli yang tidak adekuat atau tidak adanya koordinasi antara buli-buli dan uretra dapat menimbulkan terjadinya retensi urin. Pemeriksaan pada genitalia eksterna mungkin teraba batu di uretra anterior, terlihat batu di meatus uretra eksternum, teraba spongiofibrosis di sepanjang uretra anterior, Pemeriksaan colok dubur setelah buli-buli dikosongkan
ditujukan
untuk
mencari
adanya
hiperplasia
prostat/karsinoma prostat. Pemeriksaan foto polos perut menunjukkan bayangan buli-buli penuh, mungkin terlihat bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli. Pada pemeriksaan uretrografi tampak adanya striktura uretra. 2.2.1 Penatalaksanaan Setiap pasien dengan retensi urine akut memerlukan tindakan segera. Penatalaksanaan awal adalah bertujuan untuk mengurangi nyeri dan retensi urin yang akan beresiko pada disfungsi ginjal. Tindakan utama adalah dengan pemasangan kateter uretra yang standar. Pada awal pemasangan kateter mungkin perlu untuk diberikan gel lidokain ke dalam uretra sebelum memasang kateter untuk memberikan lubrikasi dan anestesi. Pada penelitian retro prospektif pada 86 pasien yang mengalami retensi
urin akut, 18 - 40 % terjadi karena infeksi saluran kemih dan 16,7 % karena striktur uretra.
3. Urosepsis 3.1 Definisi Urosepsis adalah sepsis yang disebabkan oleh mikrobakteria yang berasal dari saluran urogenitalia. Bakteri dengan mudah masuk ke peredaran darah karena pasien mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh,yaitu pada keadaan diabetes mellitus, usia tua, dan pasien yang menderita ganggguan imunitas lainnya. Penelitian epidemiologi diberbagai Rumah Sakit di AS selama kurun waktu 1979-2000 menunjukkan bahwa insiden sepsis menunjukkan peningkatan rata-rata 8,7 % setiap tahunnya. 3.2 Etiologi Kuman penyebab sepsis paling sering adalah bakteri gram negatif yang hidup di saluran cerna yaitu kurang lebih 30-80%, sedangkan kuman gram positif penyebab nya adalah E-coli. Sedangkan kuman yang paling virulen adalah pseudomonas serta klibsiella dan dalam hal ini pseudomonas sering menunjukkan resistensi terhadap antibiotik. Urosepsi timbul karena adanya obstruksi saluran kemih sehingga kemampuan urin untuk mengeliminasi kuman dari saluran kemih menjadi terganggu. Keadaan ini menyebabkan kuman dengan mudah
berkembang biak didalam saluran kemih kemudian menebus mukosa saluran
kemih
dan
masuk
kedalam
sirkulasi
darah
sehingga
menyebabkan bakterimia.
3.3 Patofisiologi Didalam
peredaran
darah,bakteri
gram
negatif
menghasilkan
endotoksin yaitu komponen lipopolisakarida yang terdapat pada lapisan sebelah luar bakteri. Komponen ini terdiri atas komponen lipid A yang menyebabkan aktivasi sel-sel makrofag sehingga menghasilkan beberapa toksin, toksin ini yang akan memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis. 3.4 Manifestasi Klinis Gejala klinis yang disampaikan pada urosepsis tergantung pada kelainan organ urogenital yang menjadi sumber infeksi dan sampai seberapa jauh proses sepsis telah berlangsung. Gambaran klinis antara lain adalah demam, menggigil. Sepsis yang telah berlanjut memberikan gejala berupa gangguan kardiovaskular, ginjal pencernaan, pernafasan. 3.5 Diagnosis dan Penatalaksanaan Untuk menegakkan diagnosis suatu urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang beredar didalam darah sama dengan bakteri yang beredar di saluran kemih.
Penanganan urosepsis harus dilakukan secara komprehensif dan ditujukan terhadap: (1) penanganan infeksi yang meliputi eradikasi kuman penyebab infeksi serta menghilangkan sumber infeksi, (2) akibat dari infeksi yaitu SIRS, syok septik, atau disfungsi multiorgan, dan (3) toksin atau mediator yang dikeluarkan oleh bakteri. Sebelum pemberian antibiotika, terlebih dahulu diambil contoh urine dan contoh darah untuk pemeriksaan kultur guna mengetahui jenis kuman penyebab urosepsis, hal ini bermanfaat jika pemberian antibiotika secara empirik tidak berhasil. Secara empirik diberikan antobiotika yang sensitif terhadap bakteri gram negatif yaitu golongan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin), golongan ampisillin (yang dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam), cefalosporin generasi ketiga, atau golongan fluoroquinolone. Sumber-sumber infeksi secepatnya dihilangkan misalnya: pemakaian kateter uretra harus diganti dengan yang baru atau dilakukan drainase suprapubik; abses-abses pada ginjal, perirenal, pararenal dan abses prostat dilakukan drainase, dan pionefrosis/hidronefrosis yang terinfeksi dilakukan diversi urine atau drainase nanah dengan nefrostomi. 4. Strangulasi Penis Strangulasi penis adalah terjeratnya penis oleh benda yang melingkar pada penis sehingga menimbulkan gangguan hemodinamik disebelah distal jeratan berupa bendungan aliran darah vena yang berakibat edem, hipoksemia sampai nekrosis jaringan. Stangulasi penis terjadi akibat
penggunaan benda asing pada penis dengan tujuan meningkatkan orientasi seksual,memeprpanjang waktu ereksi. Kasus strangulasi penis dilaporkan pertama kali oleh M. Gautier pada tahun 1755 ,kasus tersebut banyak disebabkan oleh benda-benda seperti plastik,cincin dan logam. Benda asing tesebut menyebabkan tejadinya sindrom kompatemen pada penis akibat gangguan alian darah. Strangulasi penis adalah kegawatdaruratan vaskular pada penis maka pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan suhu,warna,sensibilitas,denyut nadi (dapat dibantu dengan doppler sonografi) dan miksi. Kelainan yang ditemukan tergantung pada lamanya strangulasi,mulai dari edem sampai nekrose penis bagian distal jeratan.
Gambar 2. Strangulasi Penis Penatalaksanaan yang benar akan menurunkan angka morbiditas kerusakan penis. Pada prinsipnya benda yang menjerat penis harus segera dikeluarkan. Caranya tergantung pada bahan, ukuran dan lamanya jeratan.
Jeratan oleh cincin baja sulit dikeluarkan apalagi bila tedapat edem hebat disebelah distal jeratan. Bila edem belum terlalu hebat pelepasan cincin bisa dilakukan seperti melepas cincin dari jari. Cincin baja dapat dikeluarkan dengan memotongnya dengan gerinda tetapi alat tersebut dapat menyebabkan panas dan dapat merusak jaringan penis. Oleh karena itu selama digerinda harus ditetesi oleh air. Pengambilan jeratan merupakan awal pengobatan strangulasi penis, perawatan selanjutnya tergantung pada derajat kerusakan. 5. Torsio Testis 5.1 Definisi dan Epidemiologi Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun,dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas. 5.2 Etiologi Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal. Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral
testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus.
Gambar 3. Torsio Testis 5.3 Patofisiologi Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal
untuk
testis. Adanya
kelainan
sistem
penyanggah
testis
menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.
Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis. 5.4 Manifestasi dan Diagnosis Pada keadaan ini pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skortum yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan tersebut dikenal dengan akut skortum. Pada pemeriksaan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada sisi kontralateral,terkadang pada torsio testis yang baru terjadi dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skortum yang lain adalah dengan memakai stetoskop doppler, USG doppler yang semuanya bertujuan untuk menilai apakah didapatkan adanya aliran darah ke testis. 5.5 Penatalaksanaan Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan. Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian
apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari. 6. Parafimosis Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis dibelakan sulkus koronarius. Menarik (retraksi) prepusium
ke
proksimal
biasanya
dilakukan
pada
saat
bersanggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter. Jika prepusium tidak secepatnya dikembalikan ke tempat semula, menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisial sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan nyeri. Jika dibiarkan bagian penis di senbelah distal jeratan makin membengkak yang akhirnya bisa mengalami nekrosis glans penis.
Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edem berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium dikembalikan pada tempatnya. 7. Priapismus 7.1 Definisi Priapismus adalah eeksi penis yang berkepanjangan tanpa diikuti hasrat seksual dan seing disertai dengan rasa nyeri. Priapismus merupakan salah satu kegawatdaruratan dibidang urologi karena jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kecacatan yang menentap berupa disfungsi ereksi. 7.2 Etiologi Menurut etiologinya priapismus dibagi menjadi 2 macam yaitu priapismus primer atau idiopatik yang belum jelas penyebabnya sebanyak 60 % dan priapismus sekunder. Pria prismus sekunder dapat disebabkan oleh kelainan pembekuan darah,trauma para perinium atau genitalia,gangguan neurogen,penyakit keganasan, dan pemakaian obatobat tertentu. 7.3 Klasifikasi Berdasarkan penyebab terjadinya priapismus dibagi menjadi priapismus tipe veno oklusif dan priapismus tipe arteriel.
Tabel 1. Klasifikasi perbedaan priapismus
7.4 Penatalaksanaan Pada
prinsipnya
terapi
pripismus
adalah
secepatnya
mengembalikan aliran darah pada korpora kavernosa yang dicapi dengan cara medikamentosa ataupun operatif. Sebelum tindakan yang agresif, pasien diminta untuk melakukan latihan dengan melompatlompat dengan harapan terjadi diversi aliran darah dari kavernosa ke otot gluteus. Pemberian kompres air es pada penis atau enema larutan garam fisiologi dingin dapat merangsang aktivitas simpatik sehingga memperbaiki aliran darah kavernosa. Selain itu pemberian hidrasi yang
baik dan anestesi regional pada beberapa kasus dapat menolong. Jika tindakan di atas tidak berhasil mungkin membutuhkan aspirasi, irigasi, atau operasi. Aspirasi dan Irigasi Intrakavernosa. Aspirasi darah kavernosa diindikasikan pada priapismus non iskemik atau priapismus iskemik yang masih baru saja terjadi. Priapismus iskemik derajat berat yang sudah terjadi beberapa hari tidak memberikan respon terhadap aspirasi dan irigasi obat ke dalam intrakavernosa; untuk itu perlu tindakan operasi. Aspirasi dkerjakan dengan memakai jarum scalp vein no 21. Aspirasi sebanyak 10-20 ml darah intrakavernosa, kemudian dilakukan instilasi 10-20 mg epinefrin atau 100-200mg fenilefrin yang dilarutkan dalam 1 ml larutan garam fisiologis setiap 5 menit hingga penis mengalami detumesensi. Jika dilakukan sebelum 24 jam setelah serangan, hampir semua kasus dapat sembuh dengan cara ini. Jalan pintas (shunting) keluar dari korpora kavernosa Tindakan ini harus difikirkan terutama pada priapismus venooklusi atau yang gagal setelah terapi medikamentosa; hal ini untuk mencegah timbulnya sindroma kompartemen yang dapat menekan arteria kavernosa dan berakibat iskemia korpora kavernosa.
View more...
Comments