KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN
April 3, 2017 | Author: Aliefiah AZ | Category: N/A
Short Description
Download KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN...
Description
PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan instrumen perusahaan yang sangat penting dan salah satu media penyampaian informasi dan bentuk pertanggungjawaban kinerja perusahaan kepada publik. Selain itu, laporan keuangan yang disiapkan oleh perusahaan juga memainkan peranan yang sangat penting dalam menjaga efisiensi pasar
modal.
Laporan
keuangan
menyajikan
pengungkapan-
pengungkapan yang memilki arti penting mengenai bagaimana perusahaan sebelumnya, bagaimana perusahaan saat ini dan bagaimana
arah
perusahaan
selajutnya.
Laporan
keuangan
harusnya dipersiapkan dengan penuh integritas dan menyajikan representasu posisi keuangan secara wajar dari entitas yang menerbitkan laporan keuangan tersebut. Akan tetapi, laporan keuangan terkadang dengan sengaja salah disajikan oleh pihakpihak yang mempunyai kepentingan. Salah saji tersebut bisa jadi merupakan akibat dari adanya tindakan manipulasi, pemalsuan, atau melakukan perubahan dalam catatan akuntansi. Sebagai akibat kecurangan laporan keuangan tersebut, dapat menimbulkan kerugian besar bagi para investor, kurangnya kepercayaan pada pasar dan sistem akuntansi yang ada, hingga proses peradilan juga rasa malu yang harus ditanggung oleh individu atau organisasi yang terlibat dalam kecurangan laporan keuangan tersebut. Masalah-masalah timbul
bukan
kecurangan keuangan.
tanpa
lainnya Segitiga
mengenai alasan. juga
laporan
Alasan
berlaku
kecurangan
pada
keuangan
seseorang
melakukan
kecurangan
menunjukkan
tersebut laporan
alasan-alasan
seseorang dapat melakukan kecurangan, yakni: 1. Tekanan yang dirasakan, seperti kegagalan memenuhi ekspektasi, kerugian finansial, atau ketidakmampuan bersaing dengan perusahaan lain. 2. Peluang/kesempatan yang dimiliki, hal seperti itu dapat tercipta dikarenakan lemahnya keberadaan pengendalian
internal
yang
memadai
dan
kemampuan
untuk
menyembunyikan kecurangan tersebut. 3. Rasionalisasi, yakni pemikiran yang dapat ‘membenarkan’ praktik kecurangan. Dengan
tiga
elemen
kecurangan
di
atas,
sangat
memungkinkan seseorang melakukan sebuah kecurangan dalam lingkungan tempat mereka bekerja. Akan tetapi, kecurangan yang lebih ‘dahsyat’ atau Albrecht,dkk menyebutnya dengan ‘perfect fraud storm’ bisa saja terjadi, apabila didukung dengan beberapa faktor. Kembali disebutkan oleh Albrehct dkk, ada sembilan faktor yang menyebabkan ‘perfect fraud storm’ tersebut. Faktor 1: Ledakan Ekonomi Ledakan ekonomi merupakan suatu kondisi dimana ekonomi suatu wilayah atau negara mengalami pertumbuhan yang cukup pesat yang ditandai dengan kesuksesan dalam bidang ekonomi.
Menurut
disebabkan
oleh
Albrehct, para
dkk
eksekutif
ledakan yang
ekonomi percaya
juga bahwa
perusahaan mereka akan mengalami kesuksesan melebihi pencapaian
yang
sebenarnya
perusahaan
tersebut
terutama
dan
bahwa
kesuksesan
dikarenakan
pengelolaan
manjemen yang baik. Selama terjadinya ledakan ekonomi, idealnya banyak bisnis yang menghasilkan keuntungan yang sangat tinggi, termasuk berbagai perusahaan baru. Namun, kondisi tersebut hanya terlihat seperti itu, sedangkan dibalik semua
itu
banyak
perilaku-perilaku
kecurangan
yang
disembunyikan. Kondisi ledakan ekonomi-lah yang memberikan kesempatan pada pelaku kecurangan untuk menyembunyikan aktivitas mereka. Faktor 2: Kemerosotan Nilai-Nilai Moral Semakin berkembangnya zaman, bukan semakin baik namun yang ditemukan oleh para peneliti adalah justru kemerosotan moral, salah satunya adalah ketidakjujuran. Albrecht, dkk menyebutkan bahwa banyak peneliti menemukan aktivitas
mencontek di sekolah, ini merupakan salah satu ukuran ketidakjujuran. Meskipun aktivitas mencontek tidak secara langsung berhubungan dengan kecurangan manajemen, hal tersebut
memberikan
gambaran
kemerosotan
moral
di
lingkungan masyarakat secara luas dan merupakan titik awal dari ketidakjujuran dalam lingkungan manajemen nantinya. Faktor 3: Kesalahan Alokasi Insentif Salah satu insentif yang ‘menggoda’ bagi para eksekutif adalah pemberian opsi saham, dimana keuntungan dari insentif jenis ini bisa mencapai jutaan dolar. Alih-alih memberikan semangat untuk melakukan kinerja yang baik, Albrecht, dkk menyebutkan bahwa opsi saham ternyata memberikan tekanan yang luar biasa kepada pihak manajemen untuk tetap menjaga kenaikan harga saham, bahkan membebankannya pada pelaporan hasil kinerja
keuangan
yang
akurat.
Insentif
ini
mengalihkan
perhatian banyak CEO dari aktivitas mengelola perusahan menjadi aktivitas mengelola harga saham, yang sering kali berujung pada laporan keuangan yang mengandung unsur kecurangan. Faktor 4: Tingginya Ekspektasi Analis Analis seringkali memberikan peramalan yang tinggi terhadap laba per saham yang akan dihasilkan dari saham suatu perusahaan. Para eksekutif sudah cukup tertekan dengan adanya opsi saham seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ditambah lagi dengan ekspektasi analis yang harus dipenuhi oleh para eksekutif. Mengapa hal ini bisa menjadi tekanan? Karena eksekutif mengetahui bahwa ada sanksi atas kegagalan dalam memenuhi perkiraan analis yang tinggi tersebut. tentu saja akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya kecurangan demin kecurangan dalam perusahaan. Faktor 5: Tingginya Tingkat Utang
Dalam Albrecht, dkk, faktor kelima dari perfect fraud storm adalah tingginya tingkat utang yang dimiliki maisng-masing perusahaan memberikan
yang
melakukan
tekanan
besar
kecurangan. bagi
para
Utang
tersebut
eksekutif
untuk
menghasilkan laba yang tinggi guna menutupi beban bunga yang tinggi dan untuk memenuhi prasyarat dari perjanjian utang dan persyaratan dari pemberi pinjaman lainnya. Tidak ada perusahaan yang menginginkan laporan keuangannya ‘dihiasi’ dengan jumlah liabilitas yang tinggi, hal inilah yang memotivasi manajemen untuk melakukan kecurangan. Faktor 6: Fokus pada Aturan daripada Prinsip Akuntansi Albrecht, dkk menyatakan bahwa akuntansi di Amerika Serikat lebih mendasarkan pada atutan, dengan kata lain standar berbasis aturan, bukan prinsip akuntansi berlaku umum. Akibat dari
standar
yang
seperti
ini
adalah
jika
klien
dapat
menemukan celah dalam aturan dan mencatat transaksi dengan cara yabg tidak secara khusus dilarang oleh PABU, maka auditor akan sulit untuk melarang klien tersebut untuk menggunakan metode akuntansi tersebut. Hasilnya adalah aturan
khusus
yang
dimanfaatkan
untuk
pengaturan-
pengaturan keuangan yang baru dan lebih kompleks sebagai pembenaran untuk memutuskan praktik akuntansi apa yang bisa diterima dan apa yang tidak bisa diterima. Faktor 7: Kurangnya Independensi Auditor Faktor ketujuh yakni perilaku oportinistis dari beberapa KAP. Perilaku yang selalu ingin memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya
untuk
keuntungan
diri
sendiri
ini
sangat
mengurangi independensi auditor. KAP menggunakan audit sebagai
upaya
mengganti
kerugian
demi
membangun
hubungan dengan perusahaan agar mereka dapat menawarkan pengadaan jasa-jasa konsultasi yang lebih menguntungkan. Hingga pada akhirnya, jasa-jasa alternatif tersebut membuat
para auditor kehilangan fkus dan lebih memilih menjadi penasihat dalam kegiatan bisnis daripada menjadi auditor. Faktor 8: Keserakahan Pada dasarnya semua manusia memiliki sifat serakah, dan hal ini tidak dapat dipungkiri ketika sifat tersebut dihadapkan dengan ‘uang’ maka akan semakin luar biasa serakah. Para eksekutif, bank investasi, bank komersial, dan investor, masingmasing mengambil keuntungan dari sistem perekonomian yang kuat, berbagai transaksi yang menguntungkan, dan laba yang tinggi dari suatu perusahaan. Sifat serakah tidak menginginkan kabar buruk, hal ini mengakibatkan pengabaian terhadap berita negatif dan akhirnya terlibat dalam transaksi yang tidak baik. Faktor 9: Kegagalan Pendidik 1. Pendidik tidak memberikan pendidikan etika yang cukup memadai pada mahasiswa Tidak adanya penekanan pada mahasiswa untuk meihat gambaran dilema etika yang terjadi sewaktu di kelas membuat para lulusan tidak memiliki bekal yang cukup untuk menghadapi dilemma etika secara riil dalam dunia bisnis. Misalnya
dalam
sebuah
dugaan
skema
kecurangan,
pelaku sebenarnya termasuk seluruh jajaran manajemen senior perusahaan, termasuk (namun tidak berbatas pada) mantan pimpinan dan CEO, mantan presiden direktur, dua orang mantan CFO dan sejumlah personel senior di bidang akuntansi dan bisnis. Secara keseluruhan, kira-kira lebih dari 20 orang terlibat dalam skema tersebuy. Besarnya jumlah pelaku tersebut menunjukkan kegagalan pedoman etika secara umum yang terdapat pada kelompok ini. Contoh lain adalah ketika CFO memberi instruksi pada kepala akuntan untuk meningkatkan laba senilai hampir $100 juta. Kepala akuntan merasa skeptic terhadap tujuan
dari instruksi tersebut tetapi tidak berupaya menolaknya. Kepala akuntan mengikuti arahan dan diduga membuat kertas kerja yang berisi tujuh lembar ayat jurnal yang tidak sesuai-seluruhnya 105 ayat jurnal- yang dianggap penting untuk menjalankan instruksi dari CFO tersebut. Dalam banyak kasus seperti itu, orang-orang yang terlibat tidak memiliki latar belakang pernah melakukan aktivitas tidak
jujur,
namun
berpartisipasi
ketika
dalam
mereka
kecurangan
diminta
akuntansi,
untuk mereka
melakukannya dengan begitu tenang dan tanpa paksaan. 2. Tidak mengajarkan kepada para mahasiswa mengenai kecurangan. Sebagian besar menyadari mahasiswa
telah
lulusan terjadi
tidak
tekanan
kesempatan
yang
yang
dimiliki, yang
bisnis
kecurangan.
memahami
kecurangan,
indikator-indikator
sekolah
tidak
Sebagian
faktor-faktor
dirasakan, proses
akan besar
penyebab
peluang
atau
rasionalisasi,
atau
mengindikasikan
kemungkinan
adanya perilaku tidak jujur. 3. Cara pendidik mengajar mahasiswa jurusan akuntansi dan bisnis di masa lampau. Pendidikan akuntansi yang efektif tidak boleh berfokus pada konten pembelajaran sebagai tujuan akhir tetapi menggunakan konten sebagai konteks untuk membantu mahasiswa mengembangkan kemampuan analitis. Seperti yang telah dijelaskan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecurangan laporan keuangan sangat dipengaruhi adanya tiga
elemen
kecurangan
yakni
tekanan,
kesempatan,
dan
rasionalisasi. Namun juga didukung oleh banyak faktor diluar elemen-elemen tersebut yang dapat menghasilkan kecurangan yang mengakibatkan kerugian yang lebih besar lagi. SIFAT DASAR KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN
Kecurangan laporan keuangan mengandung unsur penipuan dan upaya penyembunyian secara disengaja. Kecurangan laporan keuangan dapat disembunyikan melalui dokumentasi fiktif, yang termasuk di dalamnya pemalsuan dokumen. Kecurangan laporan keuangan
dapat
disembunyikan
kolusi
antara
manajemen,
pegawai, atau pihak ketiga. Tanpa adanya pengakuan, dokumen yang benar-benar terlihat fiktif, atau sejumlah tindakan kecurangan yang sama dan dilakukan berulang-ulang (sehingga dapat disimpulkan terjadi kecurangan dari polanya), menuduh seseorang melakukan kecurangan laporan keuangan dapat menjadi sangat sulit. Karena adanya kesulitan dalam mendeteksi dan membutikan kecurangan, investigator harus sangat berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan kecurangan, menghitung jumlah kecurangan, atau melakukan berbagai macam perikatan kerja terkait dengan kecurangan. Statistik mengenai Kecurangan Laporan Keuangan Salah satu cara untuk mengukur seberapa sering kecurangan laporan keuangan terjadi digunakan Accounting and Auditing Enforcement
Releases
(AAERs)
yang
dikeluarkan
oleh
SEC.
Beberapa studi telah melakukan kajian terhadap AAERs. Salah satu pembahasan yang pertama dan paling komprehensif adalah Report of the Nation Commision on Fraudulent Financial Reporting yang dikeluarkan oleh National Commision on Fraudulent Financial Reporting (Treadway Commision). Laporan Treadway Commision menemukan bahwa walaupun kecurangan laporan keuangan tidak terlalu sering terjadi, kecurangan tersebut tetap sangat merugikan. Treadway Commision melakukan studi terhadap kecurangan yang terjadi selama sepuluh tahun yang berakhir pada tahun 1987. Studi ini mengkaji 119 tindakan hukum yang dilakukan oleh SEC pada periode tahun 1981-1986. Pada tahun 1999, Committee of Sponsoring Organization (COSO) merilis studi yang mereka sponsori terkait kecurangan laporan keuangan yang diinvestigasi oleh SEC yang terjadi selama
tahun 1987-1997. Studi ini menemukan bahwa ada sekitar 300 kecurangan laporan keuangan yang menjadi subjek dari peraturan SEC
selama
periode
tersebut.
Ada
204
sampel
acak
dari
kecurangan laporan keuangan tersebut mengungkapkan: 1. Rata-rata kecurangan yang terjadi akhir-akhir ini berlangsung selama dua tahun. 2. Pengakuan pendapatan yang tidak sesuai, perhitungan aset yang lebih saji, dan perhitungan biaya yang kurang saji merupakan metode kecurangan yang sangat umum digunakan. 3. Besarnya rata-rata kecurangan secara kumulatif adalah $25 juta (nilai median $4,1 juta). 4. Sebanyak 72% kasus kecurangan laporan keuangan dilakukan oleh CEO. 5. Rata-rata
nilai
aset
dari
perusahaan
yang
melakukan
kecurangan adalah $532 juta (nilai median $16 juta) dan ratarata pendapatan $232 juta (nilai median $13 juta). 6. Perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan biasanya menanggung konsekuensi berat. Contohnya, 36% perusahaan yang mengajukan pernyataan kebangkrutan
dideskripsikan sebagai perusahaan yang mati
atau ditutup pada AAERs, atau diambil alih pengelolaannya oleh regulator
Negara
bagian
atau
regulator
federal
setelah
kecurangan terjadi. 7. Kebanyakan perusahaan ini tidak memiliki komite audit atau hanya bertemu satu kali dalam satu tahun dengan komite audit mereka. Posisi dewan direksi pada perusahaan mereka sering diisi oleh “orang dalam”, bukannya direksi yang independen. 8. Dewan direksi yang didominasi oleh “orang dalam” dan direksi dari luar yang memiliki hubungan khusus dengan manajemen atau perushaan, dengan kepemilikan ekuitas besar dan terlihat memiliki sedikit pengalaman sebagai direksi pada perusahaan lain.
Hubungan
keluarga
antara
direksi
dengan
pegawai
merupakan sesuatu yang biasa terjadi, seperti halnya individu yang memiliki kekuasaan besar.
9. Beberapa perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan menderita kerugian bersih atau mendekati titik impas pada periode sebelum kehancuran terjadi. 10. Hanya lebih dari 25% dari perisahaan mengganti auditor mereka selama periode kecurangan tersebut. Kemudian terdapat studi lainnya yang dilakukan oleh SEC yang
didasarkan
Ketentuannya
pada
adalah
Section
704
Sarbanes-Oxley
Act.
SEC melakukan studi terhadap semua
tindakan hukum yang diajukan selama periode 31 Juli 1997-30 Juli 2002 yang didasarkan pada pelaporan keuangan yang tidak sesuai, kecurangan,
kegagalan
audit,
atau
pelanggaran
terhadap
independensi auditor. Pada periode studi tersebut, SEC mengajukan 515
tindakan
hukum
atas
pelanggaran
pengungkapan
dan
pelaporan keuangan yang melibatkan 164 entitas yang berbeda. Studi ini menemukan bahwa: 1. SEC paling banyak melakukan tindakan seperti pengakuan pendapatan yang tidak sesuai, pengakuan biaya yang tidak sesuai,
perhitungan
kombinasi
kegiatan
akuntansi bisnis,
yang
tidak
pengungkapan
tepat
terkait
Management’s
discussion and analysis yang tidak memadai, penggunaan yang tidak tepat dari transaksi-transaksi lain yang tidak tercantum dalam neraca. 2. CEO, presiden direktur, dan CFO merupakan jajaran manajemen yang paling sering terlibat kemudian diikuti oleh pimpinan dewan, pejabat bagian operasional, pejabat bagian akuntansi, dan wakil presiden bagian keuangan. Studi terbaru dilakukan oleh COSO yang mencakup periode tahun 1998-2007. Temuan besar yang dilaporkan dalam studi ini adalah sebagai berikut: 1. Kecurangan yang diinvestigasikan oleh SEC selama periode 10 tahun terakhir sekitar 18% lebih banyak jika dibandingkan dengan periode 10 tahun sebelumnya, dengan rata-rata nilai kecurangan meningkat secara drastic dari $25 juta menjadi sekitar $400 juta.
2. Median asset perusahaan-perusahaan yang ada dalam studi ini meningkat dari $16 juta menjadi hampir $100 juta. 3. CFO dan atau CEO yang disebut lebih dari 89% dalam kasus, sekitar 20% didakwa selama dua tahun proses investigasi yang dilakukan oleh SEC. 4. Pengakuan pendapatan yang tidak tepat terus menjadi metode kecurangan yang sangat umum dan dihitung untuk lebih dari 60% kasus yang terjadi. 5. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, karakteristik dewan direksi perusahaan-perusahaan ini tidak jauh berbeda dengan karakteristik perusahaan sejenis yang tidak didakwa melakukan kecurangan. 6. 26% perusahaan yang melakukan pergantian auditor selama waktu terjadinya kecurangan; 60% diantaranya melakukan pergantian pada saat kecurangan sedang terjadi dan 40% melakukan pergantian sebelum kecurangan terjadi. 7. Liputan pers terhadap perusahaan yang diduga melakukan kecurangan menyebabkan terjadinya penurunan abnormal pada harga saham perusahaan sebesar 16,7% dan berita mengenai investigasi yang dilakukan pemerintah terhadap kecurangan tersebut mendorong penurunan harga saham abnormal sebesar 7,3%. Selain penurunan harga saham yang dramatis tersebut, kedua studi yang dilakukan oleh COSO tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang terlibat dalam tindakan kecurangan menanggung konsekuensi yang negative yang sangat serius dalam jangka panjang segera setelah kecurangan yang dilakukannya tersebut terungkap, termasuk kebangkrutan dan penghapusan pencacatan
saham
(delisting)
dari
bursa
saham.
Walaupun
persentase laporan keuangan yang mengandung unsur kecurangan yang berhasil terungkap relative kecil namun kerugian yang ditimbulkan seringkali sangat bernilai tinggi bagi para pegawai, pemegang saham, auditor, bankir, dan seluruh rekan bisnis. Kasus-kasus
kecurangan
laporan
memiliki faktor-faktor sebagai berikut:
keuangan
sering
kali
1. Perusahaan terlihat memiliki kinerja yang lebih baik daripada perusahaan lain dalam industry tersebut. 2. Investor, analis, dan pemilik memiliki
ekspektasi
bahwa
perusahaan akan memiliki kinerja yang sangat baik. Karena perusahaan
tidak
dapat
memenuhi
ekspektasi
tersebut,
memberikan tekanan kepada perusahaan agar ekpekstasi tersebut dapat dipenuhi. Awal
tindakan
pelanggaran
sering
kali
hanya
berupa
pelanggaran kecil bila dibandingkan dengankecurangan yang akhirnya terdeteksi. MOTIVASI KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN 1. Terkadang motivasinya adalah untuk memberikan dukungan agar harga saham tetap tinggi dan atau untuk dukungan terhadap penawaran obligasi dan saham. 2. Untuk meningkatkan harga saham perusahaan dan atau untuk memaksimalkan bonus bagi manajemen. Kasus Phar Mor Inc Phar-Mor.Inc membuka toko pertamanya pada tahun 1982 oleh Michael Monus. Sampai dengan tahun 1992 telah dibuka sebanyak
310 toko di 32 negara bagian, menhasilkan penjualan
dengan nilai lebih dari $3 miliar. Phar-Mor menjual berbagai jenis produk rumah tangga dan obat-obatan dengan resep dokter dengan harga sangat murah. Sebenarnya harga produk Phar-Mor sangat rendah di bawah dari toko-toko sejenisnya yang juga memberikan diskon.
Dengan harga sangat murah tersebut
membuat barang-barang yang dijual oleh Phar-Mor terjual dibawah harga perolehannya, yang pada akhirnya menghasilkan kerugian untuk setiap penjualan yang terjadi. Strategi ini membantu PharMor mendapatkan pelanggan baru dan membuka banyak toko baru setiap tahunnya. Namun strategi ini mengakibatkan kerugian bagi perusahaan,
dan
daripada
mengakui
perusahaannya
telah
mengalami kerugian, Monus menyembunyikan kerugian tersebut dan membuat Phar-Mor terlihat menguntungkan dengan melakukan
perhitungan
akuntansi
kreatif.
Pemeriksa
kecurangan
dari
pemerintah federal baru mengetahui hal ini lima than kemudian bahwa pendapatan sebelum pajak tahun pajak 1989 mengalami lebih saji sebesar $350.000 dan bahwa pada tahun 1987 adalah tahun terakhir Phar-Mor menghasilkan keuntungan. Untuk menyembunyikan masalah arus kas Phar-Mor, menarik para investor dan membuat perusahaan terlihat menguntungkan, Michael Monus dan bawahannya, Patrick Finn, mengubah akun persediaan untuk memperkecil harga pokok pendapatan dan memperbesar nilai pendapatan. Monus dan Finn menggunakan tiga metode yang berbeda yaitu: 1. Memanipulasi akun; 2. Melakukan perhitungan persediaan yang lebih saji; dan 3. Memanipulasi aturan akuntansi. Pada tahun 1985 dan 1986, sebelum kecurangan besar itu terjadi, Monus telah meminta Finn untuk: 1. Memperkecil nilai biaya tertentu yang melebihi anggaran dan memperbesar nilai biaya-biaya yang kurang dari anggaran dengan tujuan untuk membuat kegiatan operasional terlihat efisien. 2. Menaikkan marjin laba kotor dari 14,2% menjadi 16,5% dengan cara menggelembungkan akun persediaan. 3. Harga pokok penjualan dibuat kurang saji, sehingga seolah-olah Phar-Mar telah menjual barang pada tingkat marjin yang lebih tinggi. Karena biaya penjualan dibuat kurang saji maka nilai laba bersih menjadi lebih saji. 4. Memberikan tekanan kepada para penjual untuk melakukan pembayaran di muka dalam jumlah besar yang digunakan untuk pembayaran kepada pemasok dan mengakui semua pendapatan ini diawal Akibat praktik ini Phar-Mar mampu melaporkan hasil yang mengesankan dalam jangka pendek.
View more...
Comments