KCKT dan KG serta penggunaanya
March 3, 2019 | Author: Innes Apriliani Dewi | Category: N/A
Short Description
makalah Analisis Sediaan Farmasi- Universitas Indonesia...
Description
Analisis Sediaan Farmasi Makalah
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Kromatografi Gas
Disusun oleh : Kelompok 5 Paralel Fauziyah Dwi Utami
1106067601
Innes Apriliani Dewi
1106067620
Dinar Amalia
1106067242
Ninis Kurnia Asih
1106067122
Rahmi Puspita
1106067394
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan berkah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Shalawat dan salam juga kami sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Dr. Hayun, M. Si., Apt selaku dosen pembimbing pembimbing mata kuliah kuliah analisis sediaan farmasi yang telah membimbing dan memberikan masukan serta ilmu terkait analisis sediaan farmasi. Makalah ini membahas tentang kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dn kromatografi gas (KG) dalam analisis sediaan farmasi , dimana suatu campuran obat dapat dianalisis dan diditeksi senyawa kandungannya dengan kromatografi berdasarkan kelarutnnya senyawa terhadap fase gerak dan fase diam kolom. Penulis juga menguapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis sadar dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekuragan dan kesalahan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulisa serta pembaca.
Depok, Mei 2014
Tim Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam
teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel
diantara suatu rasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan rasa diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari
daun
dengan
menggunakan
suatu
kolom
yang
berisi
kapur
(CaSO4).lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang yang menjelaskan tentang proses kromatografi. kromatografi. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography Chromatography (HPLC) merupakan suatu cara pemisahan zat yang didasarkan pada perbedaan distribusi komponen -komponen zat yang ada pada sampel terhadap fase gerak dan fase diam. Kromatografi gas merupakan metode pemisahan dan deteksi senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Kromatografi gas dapat diotomatisasi untuk analisis sampelsampel padat, cair, dan gas. Prinsip kromatografi gas yaitu teknik pemisahan dimana pembawa yang mudah menguap dan stabil terhadap suhu tinggi bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam. Pemisahan didasari pada titik didih dan interaksi yang mungkin terjadi antara pembawa dengan fase diam. Kromatografi Cair Kinerja Tingi maupun Kromatografi Gas banyak sekali digunakan secara luas untuk analisis senyawa obat, baik dalam sediaan farmasi atau dalam cairan biologis.Hal ini disebabkan karena kromatografi
3
dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif selain itu juga karena memiliki selektifitas yang tinggi.
I.2. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana aplikasi atau penerapan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Kromatografi Gas (KG) dalam analisis sedian multikomponen dalam dunia kefarmasian. Makalah ini akan membahas tentang : 1. Bagaimana prinsip Kromatografi Cair Kinerja Tinggi? 2. Bagaimana aplikasi penggunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam analisis sediaan farmasi? 3. Bagaimana prinsip Kromatografi Gas? 4. Bagaimana aplikasi penggunaan Kromatografi Gas dalam analisis sediaan farmasi? I.3. Tujuan
1. Memahami prinsip Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2. Mengetahui aplikasi penggunaan KCKT dalam analisis sediaan farmasi 3. Memahami prinsip Kromatografi Gas 4. Mengetahui aplikasi penggunaan KG dalam analisis sediaan farmasi I.4. Metodologi Penulisan
Dalam makalah ini, metode yang digunakan adalah kepustakaan.Kami mencari data dan informasi dari buku-buku dan jurnal ilmiah untuk menunjang penulisan makalah ini.
4
I.5. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah I.3. Tujuan Penulisan I.4. Metode Penulisan I.5. Sistematika Penulisan Bab II Isi II.1. Prinsip Kromatografi Cair Kinerja Tinggi II.2. Aplikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Analisa Sediaan Farmasi II.3. Prinsip Kromatografi Gas II.4. Aplikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Analisa Sediaan Farmasi Bab III Penutup III.1. Kesimpulan III.2. Saran
5
BAB II ISI
II.1.
KCKT (KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI)
II.1.2. Prinsip KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu cara pemisahan zat yang didasarkan pada perbedaan distribusi komponen-komponen zat yang ada pada sampel terhadap fase gerak dan fase diam.
Gambar. Alat Kromatografi Cair kinerja Tinggi
A. Kegunaan Umum
Pemisahan senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis
Analisis senyawa yang tidak mudah menguap
Penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion
Pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama
Pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah kecil, dalam jumlah banyak dan dalam skala proses industri
6
B. Klasifikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Berdasarkan sifat fase diam dan proses pemisahan, diklasifikasikan kembali dalam 3 tipe: o
Kromatografi adsorpsi ; dimana fase diamnya adalah adsorben (seperti silika gel atau packing lain berbasis silika) dan proses pemisahannya
berdasarkan
langkah
berulang
dari
proses
adsorption-desorption. o
Kromatografi penukar ion; dimana fase diam memiliki permukaan bermuatan
ionik
yang
berlawanan
dengan
muatan
ion
sampel.Semakin kuat muatan sampel maka akan semakin kuat tertarik pada permukaan ionik fase diam,selain itu waktu untuk terelusi juga akan semakinpanjang. Fase geraknya merupakan aqueous buffer, baik pH dan kekuatan ionik penting untuk mengendalikan waktu elusi. o
Kromatografi eksklusi atau juga dikenal sebagai kromatografi gel permeasi (fase diam digunakan gel). Prinsip pemisahan adalah berdasarkan bobot molekul atau garis tengah efektif analit. Fase diamnya diisi dengan suatu material yang mengatur ukuran pori kemudian sampel akan terfiltrasi menurut ukuran molekul tersolvasinya. Molekul lebih besar akan lebih cepat melewati kolom sedangkan molekul lebih kecil berpenetrasi kedalam pori daru partikel pecking dan terelusi kemudian.
Berdasarkan polaritas kedua fase o
Fase normal : Fase diamnya bersifat polar (silika gel) dan fase geraknya bersifat nonpolar (n-hexane atau tetrahydrofuran). Sampel polar akan tertahanpada permukaan kolom lebih lama daripada zat yang bersifat nonpolar.
o
Fase terbalik : fase diamnya bersifat nonpolar (hidrofobik), fase geraknya bersifat polar (campuran air dan metanol atau acetonitril) . Zat yang bersifat non polar akan tertahan pada permukaan kolom dari pada zat yang bersifat polar.
7
Berdasarkan tipe elusi o
Isokratik : komposisi eluen secara konstan di pompa melalui kolom selama analisis berlangsung
o
Gradien : komposisi eluen dan kekuatannya secara bertahap diubah selama analisis.
Gambar : overlay dari 4 komponen yang dianalisis dengan KCKT
(A) dengan tipe elusi isokratik (B) tipe elusi gradient
8
C. Skema Alat
Sampel yang telah dilarutkan dalam fase gerak,kemudian diinjeksikan kedalam KCKT melalui injektor,pompa akan memberi gaya pada sampel untuk bergerak kekolom, pada kolom zat yang memiliki sifat yang sama dengan kolom dalam hal ini polaritas zat dan kolom,zat yang bersifat polar akan tertahan pada kolom yang bersifat polar sehingga zat yang bersifat non polar tidak tertahan dan sebaliknya.Zat akan menuju detektor dan kemudian didapat hasil analisis berupa kromatogram.
D. Instrumen KCKT
Injektor :berfungsi untuk memasukan cuplikan ke dalam kolom. o
Jenis injektor :
Aliran henti
Septum
Katup jalan kitar
Auto injektor
Pompa: untuk mengalirkan eluen kedalam kolom,pompa,segelsegel pompa dan semua penghubung dalam sistem kromatografi harus terbuat dari bahan yang secara kimiawi tahan terhadap fase gerak. Umumnya digunakan gelas,baja nirkarat,teflon dan batu nilam.Tekanan minimal 103 atm.
9
o
Jenis pompa :
Tekanan tetap
Pompa semprit
Pompa tekanan uap
Guard kolom : filter kimia untuk menahan material yang mungkin dapat merusak atau menyumbat kolom.Berisikan fase diam yang mirip dengan kolom
Kolom : untuk memisahkan masing-masing komponen.Kolom yang ada telah tersedia dalam berbagai macam ukuran,kolom standar mempunyai diameter dalam antara 4-5mm. Isi kolom harus berukuran homogen dan stabil. Diameter partikel antara 4-7 µm, panjang kolom std 10-30 cm. o
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kolom -
Panjang kolom : Panjang kolom biasanya berkisar antara 5-100 cm. Bertambahnya panjang kolom akan mengakibatkan waktu retensi bertambah dan pemisahan yang semakin baik.
-
Diameter kolom :
kolom analitik dengan diameter dalam 2-6mm
kolom preparatif dengan diameter dalam 6mm atau lebih dapat dipakai untuk ukuran cuplikan yang lebih besar.
-
Pengisi kolom :
Bahan pengisi kolom berupa partikel bulat atau tidak teratur
Kolom yang berisi partikel bulat cenderung sedikit lebih tahan terhadap goncangan mekanis dan tekanan pelarut yang tinggi
Ukuran bahan pengisi sangat berpengaruh pada resolusi sistem. Ukuran partikel yang kecil akan menghasilkan efisiensi pemisahan yang baik
10
-
Fase gerak : Harus selektif terhadapa komponen yang dikehendaki dan tidak kental agar dapat memperkecil penurunan tekanan
-
Tekanan kolom : Tekanan kolom timbul akibat hambatan terhadap eluen. Partikel yang berdiameter lebih kecil dan menggunakan eluen dengan viskositas rendah dapat menurunkan tekanan kolom.
o
Ukuran kinerja kolom -
Merupakan kemampuan kolom untuk memisahkan senyawa yang dianalisis. Dasar yang banyak digunakan untuk pengukuran kinerja kolom adalah resolusi (R) dan efisiensi kolom.
-
Persamaan Van Deemter menyatakan hubungan antara HETP dengan kecepatan eluen.
-
HETP = Cedp + Keterangan:
U
= Kecepatan eluen
dp
= garis tengah partikel
df
= tebal lapisan pelapis
partikel
Dm, Ds
= koefisien pembauran
eluen dan kolom
Cd, Ce, Cm, Cs, dan Csm
= koefisien
lempeng
o
Daya pisah kolom -
Pemisahan berbagai komponen sampel oleh kolom tergantung pada daya pisah kolom terhadap komponen tersebut. Daya pisah ini sangat dipengaruhi oleh faktor kapasitas tiap komponen sampel
11
-
Faktor kapasitas (k’) didefinisikan sebagai waktu tambahan yang diperlukan zat terlarut untuk terelusi, dibandingkan dengan zat yang tidak tertahan (k’=0), dibagi dengan waktu elusi dari zat yang tidak tertahan.
-
Faktor kapasitas dinyatakan berdasarkan persamaan:
k’ = keterangan
k’ = faktor kapasitas
tR = waktu retensi zat
tM = waktu retensi zat inert (contoh: pelarut)
Faktor
kapasitas
merupakan
ukuran
kekuatan kolom untuk menahan molekul sampel sampai pada suatu kondisi isokratik
Detektor: berfungsi untuk mengidentifikasi komponen yang ada dalam eluat dan mengukur jumlahnya. o
Sifat detektor yang ideal
Respon universal
Sensitivitas tinggi
Noisy rendah range linier dinamis
Respon tidak dipengaruhi variasi parameter
Respon terlepas dari komposisi fase gerak
Mudah digunakan dan dapat dipercaya 12
o
Tidak merusak analit
Tidak mahal
Respon stabil untuk waktu yg lama
Mampu memberikan informasi kualitatif mengenai analit
Pengelompokan detektor KCKT berdasarkan sifat dan cara deteksi:
detektor umum: memberi respon terhadap fase gerak yang dimodulasi dengan adanya solut.
detektor spesifik memberi respon terhadap beberapa sifat solut yang tidak dimiliki oleh fase gerak.
detektor yang bersifat umum terhadap solute setelah fase gerak dihilangkan dengan penguapan.
o
Macam-Macam Detektor
Detektor serapan optik: Komponen zat yang mengabsorbsi cahaya di daerah UV (190 – 400 nm), cahaya tampak ( 400 700 nm), dan infra merah ( 2 -25 µm) dapat dideteksi oleh detektor serapan optik.
Detektor UV-Vis: dapat mendeteksi senyawa yang memiliki gugus kromofor
Detektor indeks bias (RID): mendeteksi adanya perubahan indeks bias cuplikan.
Detektor fluoresensi: mendeteksi komponen-komponen zat yang dapat berfluoresensi.
Detektor elektrokimia ( ECD): bergantung pada sifat hantaran molekul zat terlarut.
Detektor ionisasi nyala (FID): pendeteksian dengan FID harus dengan menguapkan pelarut terlebih dahulu setelah pelarut dan solut melewati kolom. Setelah itu, solut dilewatkan pada sumber lampu ultraviolet dan dideteksi nyala.
13
Detektor evaporation light scattering ( ELSD): pelarut juga harus diuapkan terlebih dahulu
Detektor radioaktif : hanya dapat mendeteksi komponen zat yang dapat memancarkan radiasi (selektivitas tinggi).
Integrator : untuk menghitung luas puncak
Fase gerak : faktor yang mempengaruhi pemisahan;variasi fase gerak sangat beragam dalam hal kepolaran dan seletivitasnya terhadap komponen dalam sampel;senyawa yang akan dipisahkan harus larut dalam pelarut yang digunakan. o
Sifat eluen yang baik
Murni
Tidak bereaksi dengan kolom
Sesuai dengan detektor
Dapat melarutkan cuplikan
Selektif
Viskositas rendah
Memungkinkan dengan mudah untuk memperoleh cuplikan jika diperlukan 14
Harga wajar
Dapat memisahkan zat dengan baik
Fase diam : Berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH) Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan berekasi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional lain. Hasil reaksi diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-OH-Si). Silika yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik
kromatografi
dan
selektifas
yang
berbeda
jika
dibandingkan dengan silika yang tidak dimodifikasi
15
II.1.2.Aplikasi Penggunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Analisis Sediaan Farmasi
2.1.2.1 Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) untuk Analisis Sulfadoksin dan Pirimetamin di dalam Sediaan Tablet
Sulfadoksin dan pirimetamin digunakan sebagai anti malaria dalam fixed dose combination tablet. Keduanya digunakan sebagai pengobatan terhadap penderita malaria yang gagal dengan terapi menggunakan klorokuin.
Pada pengujian kali ini digunakan tablet AMALAR: 25mg Pyrimethamine + 500mg Sulphadoxine dengan sistem KCKT yang digunakan adalah sebagai berikut : •
Alat Kromatografi
: Water’s 2695 HPLC systems provided with
Hamilton Syringe, auto sampler. •
Kolom
: Xbridge C-18 column (4.6 x100mm, 5μ particle
size) •
Fase gerak
: (buffer: acetonitrile) dengan perbandingan 80:20
dan flow rate of 1.0 mL/min •
Detektor
: 2996 Photodiode array detector
•
Pengolahan data
: Empower2 (Waters) chromatography software
16
Sulfadoksin dan pirimetamin mempunyai maximum absorption pada λ 223nm sehingga 223 nm dipilih sebagai λ pengamatan. Waktu retensi dari sulfadoksin adalah 4,3 menit dan 6,3 menit untuk pirimetamin.
Untuk ketelitian pengujian, metode KCKT juga harus di validasi sebelum digunakan dalam mengukur larutan standar maupun sampel. Pada prosedur analisi sulfadoksil danpirimetamin ini dilakukan preparas terhadap arutan standar, preparasi larutan sampel, dan validasi metode analisis sebelumdilakukan pengujian terhadap sampel tablet ALAMAR. A. Pembuatan Larutan Standar 1.
Preparasi Larutan Stok Standar a. Timbang secara akurat 25mg standar Pirimetamin dan 500mg standar Sulfadoksin lalu masukan ke dalam 25 ml labu ukur. b. Tambahkan 15ml pelarut , sonikasi selama 5 menit lalu encerkan hingga batas labu.
2. Larutan Standar a. sebanyak masing masing 0.125, 0.25, 0.375, 0.5, 0.625 & 0.75 mL dipipet dari larutan stok standar dan dipindahkan ke dalam 10 mL labu ukur untuk masing masing sulfadoksin dan pir imetamin. b. Larutkan hingga 10 mL dengan pelarut
sehingga diperoleh
konsentrasi larutan 12.5, 25, 37.5, 50, 62.5 dan 75μg/mL untuk pirimetamin dan konsentrasi 250, 500, 700, 1000, 1250 dan 1500μg/mL untuk sulfadoksin.
17
B. Preparasi Sampel 1. Digunakan tablet AMALAR: 25mg Pyrimethamine + 500mg Sulphadoxine. 2. Sebanyak 5 tablets ditimbang dan dihitung berat rata rata dari tiap tablet. 3. Timbang setara dengan 5 tablet kemudian masukan ke dalam 500 ml labu ukur. 4. Tambahkan 400 ml pelarut dan sonikasi selama 25 menit. Encerkan hingga batas labu kemudian saring. 5. Dari larutan filtrat, pipet sebanyak 2 ml ke dalam labu ukur 10 ml dan encerkan dengan pelarut hingga batas labu. C. Validasi Metode 1. System suitability tests Pengujian ini dilakukan untuk memastikan bahwa resolusi dan reprodusibilitas dari sistem KCKT memenuhi syarat untuk analisis. Data diambil dari 6 injeksi standar pirimitamin dan sulfadoksil dengan volume tiap injeksi
10 μL digunak an untuk mengevaluasi system
suitability parameters sepeti tailing factor , banyaknya theoretical plates, retention time dan resolution factor . Total waktu pengujian System suitability tests dari metode ini menghabiskan
waktu
10
menit
untuk
elusi
sulfadoksin
dan
pirimetamin. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
18
2. Linearitas Pengujian
dilakukan
dengan
mengencerkan
larutan
standar
sulfadoksin dan pirimetamin dengan fase gerak hingga diperoleh 6 konsentrasi dengan range antara 250-1500 μg/mL untuk sulfadoksin dan 12.5-75 μg/mL untuk pirimetamin. Setiap pengujian linearitas dilakukan tiga kali. Luas puncak dari kromatogram kemudian di plott terhadap konsentrasi dari sulfadoksin dan pirimetamin untuk mendapatkan kurva kalibrasi. Hasil persamaan regresinya : Sulfadoksin y = 6025.x -34076; (r 2=0.999) Pirimetamin y = 37031.x+1678 ; (r 2=0.999) Nilai R 2 untuk sulfadokain maupun pirimetamin lebih besar dari 0.999 sehingga dinyatakan memenuhi syarat linearitas. 3. Akurasi Studi rekoveri dengan metode penambahan standar dilakukan untuk membenarkan akurasi dari metode yang diajukan. Lakukan analisis terlebih dahulu terhadap sampel sulfadoksin dan pirimetamin untuk mengetahui jumlah standar sulfadoksin dan pirimetamin sesuai dengan 50%, 100% dan 150% konsentrasi sasaran yang ditambahkan. Akurasi dinyatakan sebagai persentase perolehan kembali analit dari metode ini. Hasil pengujian akurasi menunjukan % rata-rata perolehan kembali dari sulfadoksin dan pirimetamin adalah 100.2 and 99.99. Nilai tersebut memenuhi syarat uji akurasi yaitu batas 98-102. Hasil % RSD untuk sulfaadoksin dan pirimetamin adalah 0.49 dan 0.45 sehingga memenuhi syarat uji akurasi yaitu masuk ≤2.
19
4. Presisi Presisi ditentukan sebagaimana pengulangan ( Repeatability) dan presisi intermediate (ruggedness) sesuai dengan pedoman ICH. Presisi intra-day dan inter-day ditentukan dengan menganalisis sampel dari sulfadoksin dan pirimetamin. Pengujian dilakukan pada hari yang sama (intra-day) juga pada hari yang berbeda secara berturut turut (inter-day). a. Repeatability % RSD untuk sulfadoksin dan pirimetamin adalah 0.33 dan 0.54 sehingga memenuhi syarat uji akurasi yaitu masuk ≤2 . b. Intermediate Precision % RSD dari repeatability untuk sulfadoksin dan pirimetamin adalah 0.25 and 0.16 sehingga memenuhi syarat uji akurasi yaitu masuk ≤2 . Metode ini dilakukanpada hari yang berlaina n dengan analis dan kolom yang berbeda.
20
5. Limit Deteksi dan Limit Kuatitasi Limit of detection (LOD) dan limit of quantification (LOD) dari sulfadoksin dan pirimetamin ditentuakn dengan metode kurva kalibrasi. Larutan dari sulfadoksin dan pirimetamin di sipakan pada konsentrasi linearitas dan diinjeksikan secara triplo.Luas puncak rata rata dari 3 analisis kemudian di plott terhadap konsentrasi. LOD and LOQ dihitung dengan menggunakan rumus :
LOD = (3.3 ×Syx)/b, LOQ= (10.0×Syx)/b
Dimana Syx adalah variasi residual akibat regresi; b adalah slope. Hasilnya : LOD dan LOQ untuk sulfadoksin adalah 0.4776 and 1.4473 μg/mL sedangkan untuk pirimetamin 0.0400 and 0.1214 μ g/mL
6. Ketahanan (Robustness) Metode
ini
dilakukan
dengan
sengaja
mengubah
kondisi
kromatografi. Kekuatan organik divariasi ± 5%, suhu kolom divariasi ± 5°C dan laju alir divariasi ± 0.1ml. Diamati bahwa tidak ada perubahan yang berarti pada RT dan RSD berada dalam batas ≤ 2. Tailing factor , faktor resolusi dan jumlah pelat teoritis masih dalam batas yang dapat diterima untuk Sulfsdoksin
21
dan pirimetamin. Oleh karena itu metode ini dapat diandalkan dengan variasi dalam kondisi analitis
D. Analisis Tablet Tablet Sulfadoksin dan pirimetamin dianalisis sesuai dengan prosedur KCKT yaitu dengan menggunakan larutan sampel. Hasil Kadar dari Sulfadoksin dan pirimetamin tablet
II.2.
KROMATOGRAFI GAS
II.2.1. Prinsip Kromatografi Gas
Kromatografi gas (KG) merupakan metode pemisahan dan deteksi senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa gas anorganik dalam suatu campuran.Kromatografi gas dapat diotomatisasi untuk analisis sampelsampel padat, cair, dan gas.Prinsip kromatografi gas yaitu teknik pemisahan dimana pembawa yang mudah menguap dan stabil terhadap suhu tinggi bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam. Ada dua jenis kromatografi gas : 1. Kromatografi Gas Cair (KGC) KGC menggunakan fase diam berupa cairan dengan mekanisme sorpsinya yaitu partisi. 2. Kromatografi Gas Padat (KGP) KGP menggunakan fase diam padatan dengan mekanisme sorpsi-nya yaitu adsorpsi permukaan. Pemisahan pada kromatografi gas didasari pada titik didih suatu senyawa yang juga dipengaruhi oleh interaksi yang mungkin terjadi antara
22
pembawa dan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi pembawa dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor.
Gambar.Skema
Kerja Kromatografi Gas
Berdasarkan gambar diatas, garis horizontal menggambarkan kolom dimana setiap garisnya merupakan penggambaran elusi kromatografi pada waktu yang berbeda.Komponen A memiliki distribusi yang lebih besar pada fase gerak sehingga lebih cepat terbawa melewati kolom, sedangkan komponen B tertahan terlebih dahulu pada fase diam karena distribusinya yang lebih besar pada fase tersebut.Pemisahan kedua komponen ini terjadi selama komponen campuran yang injeksikan melewati kolom, kemudian keluar dari kolom dan terdeteksi oleh detektor.Dari hasil kromatogram detektor, masing-masing komponen memiliki puncaknya masing-masing berdasarkan lama waktu suatu komponen melewati kolom yang dipengaruhi oleh konstanta distribusinya masing-masing pada fase gerak atau fas e diam. Kelebihan Kromatografi Gas : 1. Waktu analisis lebih cepat, umumnya dalam satuan menit 2. Lebih efisien dengan resolusi yang tinggi 3. Sensitivitas yang baik, dapat terdeteksi dengan konsentrasi sampel dalam satuan ppm atau ppb 4. Tidak destruktif, dapat digunakan bersamaan dengan spectrometer masa 5. Analisisi kuantitatif dengan akurasi yang tinggi dengan RSD 1-5% 6. Hanya membutuhkan sampel dengan volume kecil, umumnya dalam satuan μL
23
7. Sederhana dan terpercaya 8. Relatif tidak mahal Kekurangan Kromatografi Gas : 1. Terbatas untuk sampel mudah menguap 2. Tidak digunakan untuk sampel termolabil 3. Tidak efisien digunakan untuk sampel dalam jumlah besar atau preparative sampel 4. Umumnya membutuhkan spectrometer masa untuk mengkonfirmasi indentitas dari puncak
A. Instrumentasi
Gambar. Instrumentasi
Kromatografi Gas
Bagian-bagian utama dari sebuah kromatografi gas, yaitu : gas pembawa, pengatur kecepatan alir, ruang suntik sampel dan sampling, kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik, sistem deteksi
24
dan pencatat ( detektordan recorder ), serta komputer yang dilengkapi perangkat pengolah data. Secara singkat, suatu gas pembawa inert mengalir terus-menerus dari sebuah
tabung
gas
besar
melalui
lubang
injeksi,
kolom,
dan
detector.Kecepatan alir dari gas pembawa secara hati-hati dikontrol untuk memastikan hasil waktu retensi dan meminimalisasi penyimpangan atau gangguan pada detektor. Sampel diinjeksikan, umumnya menggunakan microsyringe, melalui lubang injeksi yang dipanaskan, kemudian sampel akan menguap dan terbawa kedalam kolom. Sampel tersebut akan terpisahkan menjadi komponen-komponen tunggal berdasarkan konstanta distribusinya dalam fase diam dan fase gerak. Setelah berhasil melalui kolom, gas pembawa dan sampel akan diteruskan ke detektor. Alat ini akan mengukur kuantitas sampel dan mengirimkan signal data menuju sistem data atau integrator yang kemudian menghasilkan suatu kromatogram, catatan tertulis hasil analisis kromatografi, mengintegrasi area puncak, waktu retensi, dan kalkulasi hasil kuantitatif. 1. Gas Pembawa Fase gerak pada KG disebut dengan gas pembawa karena tujuannya adalah untuk membawa solut ke kolom sehingga gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas.Tujuan kedua dari fase gerak ialah untuk menghasilkan suatu matriks yang sesuai bagi detektor untuk menganalisis komponen sampel. Syarat dari gas pembawa, antara lain tidak reaktif; murni/kering; dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Kecepatan linier dari carrier gas menentukan efisiensi kolom. Gas yang biasa digunakan, yaitu nitrogen, helium, argon, dan hidrogen. 2. Kecepatan Alir Pengatur kecepatan alir penting untuk efisiensi kolom dan pengukuran
analisis
kualitatif.Efisiensi
kolom
bergantung
dari
kesesuaian linieritas kecepatan alir gas yang ditentukan oleh perubahan kecepatan alir hingga tercapainya plate number (N) maksimum.Untuk analisis kualitatif, kecepatan alir yang konstan menentukan waktu
25
retensi yang dihasilkan pada kromatogram. Waktu retensi tersebut yang kemudian akan digunakan untuk mengidentifikasi komponenkomponen dari sampel. Sehingga, laju alir yang baik juga menentukan hasil identifikasi senyawa yang spesifik. 3. Ruang suntik sampel Fungsi dari ruang suntik sampel adalah untuk menghantarkan sampel ke dalam aliran gas pembawa.Ruang suntik sampel atau lubang injeksi harus mampu menangani berbagai bentuk sampel, baik gas, cairan, maupun padatan, dan dengan segera dan kuantitatif diteruskan ke aliran gas pembawa. Untuk sampel dalam bentuk gas, umumnya interaksi antara sampel gas dan cairan pada fase diam akan menimbulkan
masalah,
sehingga
umumnya
campuran
tersebut
dipanaskan hingga terbentuk gas atau diberikan tekanan hingga terbentuk cairan. Untuk sampel dalam bentuk cairan, sebaiknya menggunakan konsentrasi rendah dengan volume yang lebih kecil, seperti 1, 5,
atau 10μL. Sedangkan, untuk sampel dalam bentuk
padatan, preparasi sampel akan lebih mudah karena hanya melarutkan sampel tersebut dalam pelarut sesuai yang mudah menguap. Ruang suntik ini harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan biasanya 10-15 oC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi, seluruh sampel akan menguap segera setelah sampel disuntikkan. 4. Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Ada dua jenis kolom pada KG, yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang inert yang terdapat dalam tabung yang relative besar ( diameter 1-3 mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil ( 0,02 – 0.2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom. Ada empat jenis lapisan pada kolom kapiler : WCOT ( Wall Coated Open
26
Tube), SCOT ( Support Coated Open Tube), PLOT ( Porous Layer Open Tube), dan FSOT ( Fused Silica Open Tube) Ketika
menggambarkan
suatu
kolom,
seseorang
biasanya
menyatakan panjang kolom (dalam meter), diameter kolom ( dalam millimeter), ketebalan lapisan fase diam ( dalam micrometer, dan jenis fase diam. Banyak bahan kimia yang dapat dipakai sebagai fase diam, antara lain : squalen, DEGS, OV-17, dll. Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar.Jenis fase diam menentukan urutan elusi komponen-komponen dalam cairan.
Fase Diam
Polaritas
Golongan Sampel
Suhu Maksimum
Squalen
Non polar
Hidrokarbon
125oC
Apiezon L
Non polar
Hidrokarbon, ester, eter
300 oC
Metal silicon
Non polar
Steroid,
pestisida, 300 oC
alkaloid, ester Dionil ptalat
Semi polar
Semua jenis
170 oC
Dietilenglikolsuksinat
Polar
Ester
200 oC
Carbowax 20M
Polar
Alkohol,amina,
250 oC
aromatic, keton Tabel. Jenis
Fase Diam dan Penggunaannya
Pemisahan dengan KG didasarkan pada dua sifat senyawa yang dipisahkan, yaitu kelarutan senyawa dalam cairan tertentu dan tekanan uap atau keatsiriannya.Karena tekanan uap berbanding langsung dengan suhu, maka suhu merupakan faktor yang utama pada KG.Pemisahan pada KG dapat dilakukan pada suhu tetap yang biasanya disebut dengan pemisahan isothermal dan dapat dilakukan menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan pemisahan suhu terprogram. Setelah kolom dipakai dalam jangka waktu sekian lama, kemungkinan yang sering terjadi adalah penyumbatan kolom, sehingga mengakibatkan kinerja kolom akan menurun. Jika hal ini terjadi, maka perlu dilakukan regenerasi untuk mengembalikan kinerja kolom. Ada tiga cara regenerasi kolom :
27
a. Pemotongan kolom Biasanya dilakukan jika terjadi penyumbatan pada ujung depan kolom. b. Pengkondisian Bersifat untuk memelihara kolom agar waktu hidupnya cukup lama. c. Pencucian kolom Untuk kolom fase terikat sebaiknya dilakukan pencucian menggunakan tangki (tabung) pencuci yang dilakukan di luar oven.Laritan pencuci terbaik yaitu pentana. 5. Oven (Temperatur) Suhu
kromatografi
sebaiknya
termostatik
sehingga
terjadi
pemisahan yang baik dalam waktu sesingkat mungkin dengan rentang suhu yang cukup luas. Pengaturan suhu merupakan salah satu cara yang efektif untuk memeperbaiki pemisahan komponen dalam campuran. Ruang injeksi haruslah cukup panas sehingga dapat menguapkan sampel sesegera mungkin setelah diinjeksikan supaya hasil injeksi sampel lebih kuantitatif dan efisien.Namun, temperatur lubang injeksi haruslah
serendah
mungkin
dan
temperatur
kolom
termostatik.Termperatur dari detektor bergantung dari jenis detektor yang digunakan.Secara umum, temperatur detektor harus cukup tinggi untuk mencegah kondensasi sampel atau cairan dalam fase diam. Apabila waktu retensi, area puncak, dan bentuk kromatogram berubah-ubah kemungkinan terjadi dekomposisi atau modifikasi kimia bahan sampel akibat termperatur terlalu tinggi.Sedangkan, apabila efisiensi kolom berubah kemungkinan temperature terlalu rendah. 6. Detektor Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar
fase
gerak
yang
membawa
komponen
hasil
pemisahan.Detektor ini berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik, dimana sinyal
28
elektronik ini berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak dalam bntuk suatu kromatogram.
Kecepatan Alir (ml/menit) Jenis detektor
Jenis Sampel
Batas deteksi
Gas pembawa
H2
Udara
Hantar panas
Senyawa Umum
5-100 ng
15-30
-
-
Ionisasi nyala
Hidrokarbon
10 -100 pg
20-60
30-40
200-500
Penangkap
Halogen
organic,
0,05-1 pg
30-60
-
-
elektron
pestisida nitrogen
0,1-10 g
20-40
1-5
70-100
10-100 pg
20-40
50-70
60-80
1-10pg
20-40
120-170
100-150
2 pg
30-40
-
-
0,5 pg Cl, 2 pg
20-40
80
-
1000 pg
3-10
-
-
10 pg – 10 ng
0,5-30
-
-
0,1 – 20 pg
60-70
-
-
Nitrogen-fosfor
Senyawa
organik dan fosfat organic Fotometri nyala
Senyawa-senyawa
(393 nm)
sulfur
Fotometri nyala
Senyawa-senyawa
(526 nm)
fosfor
Fotoionisasi
Senyawa-senyawa yang
terionisasi
dengan UV Konduktivitas
Halogen, N, S
elektrolitik
S, 4 pg N
Fourier
Senyawa-senyawa
transform-infra
organic
red (FT-IR) Selektif masa
Sesuai
untuk
senyawa apapun Emisi atom
Sesuai
untuk
elemen apapun
Tabel. Jenis-Jenis Detektor, Batas Deteksi, Jenis Sampel-Sampelnya, dan Kecepatan Aliran Gas Pembawa
7. Komputer (Sistem Data)
29
Komputer pada sistem KG berperan sebagai suatu alat pengolah data. Informasi yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam analisis kualitatif, biasanya dengan membandingkan waktu retensi sampel dalam kondisi analisis yang sama. Sedangkan, untuk analisi kuantitatif biasanya dilakukan dengan perhitungan relative tinggi atau luas puncak kromatogram sampel melalui metode baku luar (external standar ) atau baku dalam (internal standar ).
B. Konsep Dasar Analisis
1. Konstanta Distribusi Konstanta distribusi (K c) merupakan salah satu parameter yang menentukan seberapa cepat suatu komponen untuk bergerak melewati kolom KG. Hal tersebut dinyatakan dalam persamaan (1) K c =
[] []
Dimana, [A]s adalah distribusi komponen A dalam fase diam dan [A]m adalah distribusi komponen A dalam fase gerak
2. Faktor retensi Faktor retensi (k) adalah rasio antara jumlah suatu komponen dalam fase dias, dengan jumlah komponen yang sama dalam fase gerak. Hal tersebut dinyatakan dalam persamaan (2) k=
[] []
Dimana, [Wa]s adalah jumlah komponen a dalam fase diam dan [Wa]m adalah jumlah komponen a dalam fase gerak
Semakin besar faktor retensi, semakin besar jumlah suatu komponen dalam fase diam sehingga semakin panjang waktu komponen tersebut tertahan dalam kolom. Faktor retensi menyatakan
30
komponen manakan yang akan terdeteksi terlebih dahulu dan komponen manakah yang akan terdeteksi belakangan. Persamaan ini dengan mudah dievaluasi berdasarkan hasil kromatogram
3. Faktor retardasi Cara lain untuk menggambarkan retensi dari komponen sampel adalah dengan membandingkan kecepatan komponen melalui kolom dengan kecepatan rata-rata dari fase gerak. Hal tersebut dinyatakan dalam persamaan (3) R=
atau R=
Dimana, R adalah faktor retardasi, μ adalah kecepatan alir komponen, dan ū adalah kecepatan alir gas Nilai faktor retardasi dinyatakan sebagai 0≤R≤1
Faktor retardasi berbanding terbalik dengan faktor retensi, dimana faktor retardasi menyatakan komponen manakah yang tertahan pada kolom.Selain itu, faktor retardasi juga menggambarkan bagaimana kerja dari kolom itu sendiri, khususnya on-coloumn injection.
4. Bentuk peak Peak yang tidak simetris kemungkinan dihasilkan akibat adanya interaksi selama proses kromatografi. Peak yang melebar kemungkinan disebabkan oleh perpindahan masa komponen yang terlalu lambat. Sedangkan, doublet peak kemungkinan diakibatkan oleh pemisahan yang tidak sempurna, kesalahan saat injeksi, sampel berlebih, atau kolom yang telah terdegradasi.
31
Gambar. Bentuk
kromatogram yang ideal
5. Plate Number Plate number (N) menyatakan efisiensi kolom. Hal tersebut dinyatakan dalam persamaan (4)
N= ( ) = ( ) Dimana, N adalah Plate Number,tR adalah waktu retensi, dan σ lebar kromatogram
Semakin besar nilai N, maka semakin efisien kolom kromatografi tersebut. Semakin besar nilai N, maka bentuk peak yang dihasilkan akan lebih bagus (lebih ramping). Kromatogram dengan banyak puncak akan menghasilkan nilai N masing-masing peak yang beragam bergantung dari akurasi kalkulasi kromatogram.
6. Plate Height (HETP) Selain dengan menghitung nilai N, efisiensi kolom kromatografi juga dapat digambarkan berdasarkan nilai HETP.Kolom kromatografi yang baik memiliki nilai N yang besar dan nilai HETP yang kecil.Hal tersebut dinyatakan dalam persamaan (5) HETP=
32
7. Resolusi Parameter lainnya yang dapat menggambarkan efisienasi kolom adalah resolusi (R s).Selain itu, nilai R juga dapat menggambarkan seberapa jauh peak antar komponen pada sampel terpisah dalam kromatogram.
R s =
Resolusi dengan nilai R s ≥ 1,5 menyatakan efisiensi kolom dan pemisahan yang baik
C. Faktor yang Mempengaruhi Resolusi Kromatografi Gas
Resolusi merupakan ukuran apakah suatu senyawa terpisah secara baik atau tidak dengan senyawa lain. Resolusi pada kromatografi gas ditentukan oleh dua faktor, yaitu efisiensi kolom dan efisiensi pelarut.Effisiensi kolom menentukan pelebaran puncak kromatogram dan efisiensi pelarut menentukan posisi puncak kromatogram. (Harmita, 2006) Efisiensi kolom diukur dari jumlah theoretical plate atau harga HETP, dimana HETP adalah panjang kolom yang dibutuhkan untuk tercapainya keseimbangan dari komponen sampel antara fase gerak dan fase diam. Berdasarkan Rate theory dari Van Deemter, factor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi kolom, antara lain : 1. Diameter partikel
33
Gunakan partikel support yang kecil berukuran serba sama 2. Flow rate Penggunaan flow rate sedikit lebih tinggi akan menghemat waktu analisis. 3. Gas pembawa Untuk mendapatkan efisiensi tinggi, gunakan carrier gas dengan BM tinggi,seperti argon atau nitrogen. Jika yang dipentingkan adalah waktu analisis, gunakan das yang lebih ringan, seperti helium atau hidrogen 4. Tipe fase diam Komponen-komponen sampel harus mempunyai kelarutan yang berbeda beda pada fase diam tersebut. 5. Jumlah/konsentrasi fase diam Konsentrasi rendah akan mempercepat waktu analisis dan memungkinkan operasi dengan suhu rendah. 6. Tekanan Efisiensi kolom semakin tinggi jika perbandingan tekanan masuk dan keluar dari kolom makin rendah. 7. Temperatur Resolusi dapat diperbaikii dengan penurunan suhu kolom, tetapi penurunan suhu mengakibatkan waktu analisis lebih lama dan adsorpsi bertambah. 8. Diameter kolom Efisiensi kolom dipertinggi dengan memperkecil diameter dalam kolom. Sementara itu, efisiensi pelarut dipengaruhi oleh interaksi dan koefisien partisi.Ada empat daya interaksi yang membantu pemisahan ada KG, yaitu daya orientasi, daya dipole terinduksi, daya dispersi atau daya non polar (London force), dan daya interaksi spesifik. Kekuatan interaksi ini menentukan kelarutan sampel dalam fase diam. Distribusi dari sampel pada fase diam dan fase gerak dapat dinyatakan dengan koefisien partisi, K. Bila harga K tinggi, berarti bahwa sampel tersebut bergerak lambat sepanjang kolom dan hanya sebagian kecil yang berada pada carrier gas. Pemisahan dua komponen terjadi bila koefisien partisinya berbeda,makin besar bedanya
34
maka pemisahan makin sempurna dan berarti bahwa kolom yang digunakan dapat lebih pendek. (Harmita, 2006)
D. Derivatisasi pada Kromatografi Gas
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuasi untuk dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas. Alasan dilakukannya derivatisasi : 1. Volatilitas dan stabilitas senyawa yang tidak memungkinkan untuk dianalisis secara KG. 2. Meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram. 3. Meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap/ 4. Meningkatkan deteksi, missal : senyawa steroid dan kolesterol 5. Meningkatkan stabilitas. 6. Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detector tangkap electron (ECD). Beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas : 1. Esterifikasi Digunakan untuk membuat derivate gugus karboksilat. Contoh obat yang mengandung gugus ini: prostaglandin, obat analgesik, dan antiinflamasi.
Pengubahan
gugus
karboksil
menjadi
esternya
akan
meningkatkan volatilitas karena menurunkan ikatan hidrogen. Derivatisasi dengan esterifikasi dapat dilakukan dengan esterifikasi Fisher biasa dalam asam kuat. Reaksi yang terjadi: H+ atau R-OH + R’-COOH
R’-COOR BF3
2. Asilasi Biasanya digunakan pada sampel yang mengandung fenol, alkohol, atau amin primer atau sekunder. Derivatisasi dengan cara ini dilakukan menggunakan asam asetat anhidrat dan katalis (misalkan asam asetat, asam p-toluen sulfonat, piridin, N-metil amidazol) sebelum penyuntikan
35
ke kromatografi gas ( pre column derivatization) atau dilakukan penyuntikan di dalam kolom (on column derivatization). Asilasi umumnya memberikan kromatogram yang baik. 3. Alkilasi Digunakan untuk menderivatisasi alcohol, fenol, amina (primer dan sekunder), imida, dan sulfhidril.Derivate dapat dilakukan dengan sintesis Wiliamson, yakni alcohol atau fenol ditambah alkil atau benzil halida dengan adanya basa. Jenis agen penderivat yang saat ini digunakan hanya α-bromo-2,3,4,5,6-pentafluorotoluen. 4. Siliasi Derivat silil digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk analisis sampel yang bersifat polar yang tidak mudah menguap.Derivate yang paling sering dibuat adalah trimetilsilil. Keuntungan derivatisasi dengan cara siliasi : eter silil mudah dibuat untuk banyak gugus fungsi, dapat dilakukan dalam vial kaca dengan tutu bersekrup yang dilapisi teflon, pereaksi siliasi sering kali mampu melarutkan sampel, sering terjadi pada suhu
kamar.
Laju
reaksi
derivatisasi
dapat
ditingkatkan
dengan
penambahan katalis asam seperti trimetilklorosilan atau katalis basa s eperti piridin. 5. Kondensasi Untuk analisis sampel yang mengandung gugus aldehid atau keton dengan tujuan mencegah terjadinya enolisasi karena ikatan hidrogen, meningkatkan resolusi karena adanya zat penganggu, dan meningkatkan sensitifitas deteksi. 6. Siklisasi Penutupan gugus polar melalui siklisasi dilakukan pada senyawa yang mengandung dua gugus fungsi yang kira-kira sangat mudah dibuat heterosiklis beratom 5 atau 6. Beberapa jenis heterosiklis yang terbentuk : ketal, boronat, triazin, dan fosfit. Tujuannya biasanya untuk membuat suatu senyawa menjadi lebih volatil (mudah menguap).
36
II.2.2. Aplikasi Kromatografi Gas dalam Analisa Sediaan Farmasi
A. Analisa Sediaan Tablet Isoniazid Menggunakan Kromatografi Gas
INH atau Isonicotinoylhydrazine merupakan obat tuberculosis yang paling selektif dan paling poten, sedangkan Hydrazine (HZ) merupakan senyawa toksik pada tablet INH berupa senyawa hasil dekomposisi.INH berkerja dengan cara menginhibisi pertumbuhan Tubercele bacillus, obat ini juga digunakan untukterapi profilaksis bagi orang yang sering berhubungnan dengan pasien TB. INH terdistribusi ke dalan seluruh organ tubuh termasuk cairan serebrospinal. Ketika digunakan sebagai terapi tunggal, sama aktivitasnya dengan streptomisin. Isonicotinoylhydrazine(INH) dan Hydrazine (HZ) diidentifikasi menggunakan metode kromatografi gas setelah mengalami precolumn derivatization menggunakan trifluoroacetylacetone (FAA). INH dan HZ dapat
terkonjugisasi
trifluoroaetylacetone-
dengan
mudah
isonicotinyl
pada
FAA
hydrazone
menghasilkan dan
bis
(triflouroacetylacetone). Adanya gugus triflourometyl pada FAA dapat meningkatkan volatilitas dan stabilitas dari konjugat. Oleh karena itu, dipilihlas FAA sebagai reagen penderivatisasi untuk determinasi INH dan HZ secara kromatografi gas dengan detektor FID. Sifat Fisikokimia Isoniazid Rumus molekul
: C6H7 N3O
Rumus Bangun
:
Berat Molekul
: 137, 14
37
Pemerian
:Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih,tidak berbau, perlahan lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya
Titik Lebur
: 170°C - 173°C
Kelarutan
:Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol,sukar larut dalam kloroform dan dalam eter.
Tablet INH dapat dianalisa menggunakan metode Kromtografi Gas.Langkah pertama yaitu menyiapkan larutan sampel. Sepuluh tablet INH (Unexo Lab. Ltd, Lahore) digerus hingga menjadi serbuk (51,0 mg) lalu dilarutkan dalam methanol: air (1:1 v/v). Larutan kemudian disaring dan volume detector dicukupkan hingga 100 ml. Selanjutnya, 1ml larutan diambil lalu dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan 1ml dapar potassium
klorida-asam
klorida
pH
2.Kemudian
1
ml
trifluoroacetylacetone (FAA) (1% v/v) ditambahkan lalu dipanaskan selama 15 menit pada suhu 75 ⁰C. Larutan kemudian didinginkan pada suhu ruang lalu ditambahkan chloroform 1ml. Larutan dikocok hingga homogen lalu dibiarkan hingga terbentuk lapisan-lapisan yang jelas. Sebanyak 0,5 ml dari lapisan kloroform diambil lalu dipindahkan ke dalam vial. Pelarut diuapkan menggunakan gas nitrogen dan sisanya dilarutkan kembali dalam 0.2 ml methanol. Selanjutnya, 1 µL larutan diinjeksi ke
⁰
dalam kolom kapiler KG HP-5 denga suhu kolom 100 C dengan laju
⁰
⁰
pemanasa 30 C – 280 C. Lama waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan sampel yaitu 7 menit dan laju alir gas Nitrogen yaitu 1mL/menit. Split
⁰
⁰
ratio yaitu 20:1, suhu injection port 200 C dan suhu detector 300 C. Laju alir Hidrogen dan Nitrogen yaitu 40 dan 50 ml/menit untuk deteksi menggunakan flame ionization detection(FID).
38
Gambar.Kromatogram pemisahan secara GC (1) pelarut & FAA
(2) HZ (3) PHZ (4) INH sebagai derivate FAA.
Tabel 1. Determinasi INH dari sediaan farmasi menggunakan FAAsebagai agen pernderivatisasi
Dalam tablet INH yang dianalisa, didapatkan data sebagai berikut: Tabel 2. Determinasi kadar HZ dari tablet INH menggunakan FAA sebagai derivating agent.
39
Dari hasil analisa, didapatkan jumlah kadar INH dalam 1000mg tablet sebanyak 454,5 mg dan jumlah HZ dalam tablet INH yaitu sebesar 5 µg HZ/ 18,8 mg tablet INH atau dengan kata lain, didapatkan RDS sebesar 2,5%. Data yang diperoleh akan sebagai berikut (namun dalam jurnal yang penulis dapatkan, tidak dicantumkan data hasil percobaan secara rinci) Konsentrasi
Waktu
Y= a + bx
(menit)
Reterensi
RDS (%)
Dari data tersebut dapat ditentukan data lainnya yaitu: No
Parameter
1
Linearitas
Rumus Dilihat dari Koefisien korelasi, koefisien fungsi regresi, kepekaananalisis, dan jumlah kuadrat sisa masingmasing titik temu.
2
Persamaan regresi
3
Resolusi
4
Jumlah plat teoritis
5
Y= a + bx
Faktor resolusi
40
6
Tailing factor
7
LOD (µg/ml)
8
LOQ (µg/ml)
B. Analisa Atropin Sulfat dalam Sediaan Tetes Mata Menggunakan Kromatografi Gas (USP 30- NF 25)
Atropine Sulfate Opthalmic Solution merupakan sediaan steril yang mengandung 93,0 – 107,0% Atropin sulfat. Analisa Atropin Sulfat dalam sediaan tetes mata melibatkan ekstraksi atropine dan baku internal homatropin dari fase air.
Monografi Atropin Sulfat
Rumus Molekul
: (C17H23 NO3)2.H2SO4.H2O.
Berat Molekul
: 694,84
Rumus Struktur
:
Pemerian
: hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau; mengembang di udara kering; perlahan-lahan terpengaruh oleh cahaya. Kelarutan
: sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam
etanol, terlebih dalam etanol mendidih; mudah larut dalam gliserin.
41
Jarak Lebur
: Suhu lebur 1630C-1680C
Stabilitas
: Waktu paruh atropin sulfat dalam larutan tetes mata
adalah 1 jam pada pH 6,8.
Preparasi baku dalam: 25mg homatropine hydrobromida dilarutkan di
dalam 50 ml air. Preparasi larutan standar:
Atropin
sulfat
USP
diarutkan
dalam
air,
encerkan,
lalu
dikuantifikasi hinngga konsentrasinya 0,1mg/ml. Selanjutkan 10 mL larutan dipipet lalu dimasukkan ke dalam pemisah.Baku dalam 2.0 ml dan larutan dapar pH 9.Setelah itu, larutan kemudian diatur pHnya menggunakan NaOH 1 M. Ekstraksi
atropine
dilakukan
menggunakan
dua
porsi
metilenklorida 10 mL kemudian estrak metilen klorida disaring melalui 1 gram Natrium sulfat anhidrat dan kapas yang disumbat ke dalam corong, saring larutan ke dalam labu erlemneyer 50ml, kemudia diuapkan dengan bantuan aliran gs nitrogen. Endapan yang terbentukdilarutkan kembali dalam 2,0 ml metilen klorida. Preparasi sampel : Sejumlah volume tetes mata atropine sulfat
diukur hingga mendapatkan kadar yang ekivalen dengan 10 mg Atropine Sulfat lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100ml dan ad kan air hingga batas labu ukur. Internal standar 2.0 ml dan 5,0 ml larutan dapar pH 9.0. pH larutan kemudia diatur menggunakan NaOH 1 M. Ekstraksi dilakukan menggunakan dua posri metilenklorida 10 mL kemudian estrak metilen klorida disaring melalui 1 gram Natrium sulfat anhidrat dan kapas yang disumbat ke dalam corong, saring larutan ke dalam labu erlemneyer 50 ml, kemudia diuapkan dengan bantuan aliran gas nitrogen. Endapan yang terbentukdilarutkan kembali dalam 2,0 ml metilen klorida. Sistem kromatografi : Alat kromatografi gas yang digunakan
untuk analisis yaitu menggunakan detector FID dan memiliki kolom kaca yang berdiameter 2mm x 1,8 mm yang telah dipadatkan dengan fase G3 3% dengan support S1AB. Gas pembawa yang digunakan untuk
42
mengalirkan sampel yaitu gas Nitrogen dengan lajualir sebesar 25 ml/ menit.Suhu kolom diatur hingga 225 ⁰C dan suhu injector sebesar 250⁰C.Terlebih dahulu, larutan standar diinjeksikan ke dalam alat KG. Kriteria atau persyaratan yang harus dipenuhi yaitu ; resolusi atau R tidak boleh kurang dari 4,0; tailing factor (Tf) tidak lebih dari 2.0; dan simpangan baku reltif (RDS) untuk injeksi berulang tidak lebih dari 2%. Prosedur: Terbih dahulu, sebanya 1µL larutan sampel diinjeksikan
ke dalam alat, lalu kadarnya dapat diukur denag cara menghitung luas area puncak ata Peak Area. Atau dapat juga dengan cara menghitung kadar Atropin sulfat menggunakan rumus :
Dimana:
694,85 dan 676,83 merupakan berat molekul atropine sulfat monohidrat
dan juga atropine sulfat anhidrat.
W : bobot atropine sulfat dalam stadar (mg)
V : volume larutan optalmic yang diambil (ml)
Rv/ Rs : Rasio luas puncak atropine sulfat dan homatropine
hidrobromida
KESIMPULAN
Kromatografi Gas adalah proses pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya dengan menggunakan gas sebagai fase bergerak yang melewatisuatu lapisan serapan (sorben) yang diam.
Kromatografi gas terdiri dari beberapa alat diantaranya : 1. Gas Pembawa 2. Sistem Injeksi Sampel 3. Kolom di dalam oven 4. Detektor 5. Pencatat (Recorder)
43
Konsep dasar dari kromatografi gas, antara lain konstanta distribusi (K c), faktor retensi (k), faktor retardasi (R), plate number (N), HETP, dan resolusi (R s)
Faktor yang mempengaruhi resolusi dari kromatografi adalah diameter partikel, flow rate, gas pembawa, tipe dan jumlah fase diam, tekanan, temperature, dan diameter kolom.
Derivatisasi yang mungkin dilakukan untuk memodifikasi senyawa agar sesuai untuk analisis dengan KG adalah esterifikasi, asilasi, alkilasi, siliasi, kondensasi, sikliasi.
44
BAB III SIMPULAN DAN SARAN III.1. Kesimpulan
KCKT adalah suatu metode analisis yang didasarkan atas prinsip pemisahan komponen zat berdasarkan kepolaran. Dibutuhkan fase gerak, fase diam, dan instrumen KCKT yang sesuai dengan komponen zat yang ingin dipisahkan, serta sesuai dengan persyaratan yang telah disebutkan.
Analisis sediaan farmasi dapat dilakukan menggunakan alat KCKT dan KG
Analisis sediaan farmasi menggunakan KCKT dan GC merupakan metode analisi secara kuantitatif dengan akurasi tinggi.
Analisis tablet Isoniazid dapat dianalisa secara KG dengan terlebih dahulu mengkestraksinya menggunakan FAA tetes mata
Analisis tetes mata Atropin Sulfat secara KG terlebih dahulu tetes mata diekstraksi menggunakan larutan metilenklorida.
III.2. Saran
Metode analisis menggunakan KCKT dan KG merupakan metode penting dalam analisis baik kuantitatif maupun kualitatif suatu komponen baik tunggal maupun campuran, oleh karena itu sangatlah penting untuk seorang farmasis untuk menguasai prinsip dan cara kerja dari kedua metode ini.
45
View more...
Comments