KB 1 Peran Dan Fungsi Olahraga Sebagai Budaya Pranata Sosial Masyarakat

July 18, 2019 | Author: Dheri | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

modul...

Description

MODUL 4 Kegiatan Belajar 1 Peran, Fungsi Olahraga, Serta Dampak dan Tantangan Pengelolaan Pendidikan Jasmani Sebagai Bagian dari Budaya Masyarakat

A. Uraian Materi 1. Kronologis Peran dan Fungsi Olahraga Sebagai Bagian dari Budaya Masyarakat

Penelitian melalui telusuran sejarah menunjukkan bahwa olahraga selalu memainkan peran dan fungsi dalam budaya pranata sosial masyarakat, mulai dari peran atau fungsi yang sederhana sampai kepada yang lebih kompleks (Frederickson, 1969). Berbagai pranata budaya didalam kelompok-kelompok masyarakat telah menjadikan olahraga sebagai alat yang digunakan untuk  beragam keperluan yang berbeda-beda. Olahraga menjadi bagian budaya pranata sosial masyarakat berdasarkan kajian telusuran sejarah beberapa diantaranya berperan dan berfungsi sebagai, (1) mekanisme peradilan, (2) wahana inisiasi dan ritus pubertas, (3)

wahana untuk memilih jodoh, (4) wahana untuk

mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan, (5) wahana ritual kepercayaan, (6) cara menunjukan prestise, (7) wahana pendidikan. Olahraga difungsikan sebagai mekanisme peradilan penggambarannya seperti di Ifugao di  Ifugao (Filipina) pada masa primitif, yaitu keadilan didapatkan melalui adu gulat untuk menyelesaikan sengketa batas tanah. Rasional yang dianut masyarakat setempat masa itu bahwa roh nenek moyang dari kedua kontestan dipastikan mengetahui pihak mana yang benar, dimana batas yang sebenarnya, dan pihak yang benar itulah yang ketetapan takdirnya akan memenangkan  pertandingan. Para kontestan mungkin langsung turun ke gelangang tetapi boleh juga mencari orang lain untuk mewakilinya, bersama pengulat-pengulat lain dalam timnya. Pada hari yang ditentukan, kedua barisan pegulat berdiri di pinggir batas masing-masing dengan berbanjar pada  jarak 15 sampai 20 kaki. Masing-masing Masing-masing berhadapan dengan lawannya. Adu gulat diawali dengan upacara penyampaian doa oleh seorang pemuka agama, setelah doa dipanjatkan dimulailah  pertarungan untuk pasangan pertama. Hari pertandingan biasanya di pilih pada musim hujan sehingga lapangan pertandingan berlumpur dan berair sedalam kira-kira setinggi lutut.

1

Tiap kontestan berusaha keras untuk menolak lawannya ke daerah lawan itu sendiri sejauh mungkin dan menjatuhkannya. Jika A berhasil menjatuhkan B pada suatu tempat, katakanlah 10 kaki dari tempat semula mereka bertanding, maka itulah batas pada titik tersebut, hal yang sama dilakukan pula pada pasangan kedua, ketiga dan seterusnya sehingga terdapatlah titik-titik yang apabila dihubungkan akan membentuk suatu garis batas baru. Pertandingn ini diawali dengan upacara yang sangat seremonial dan disaksikan oleh para tetangga yang bersorak-sorak memberi semagat pada pasangan-pasangan yang sedang bertanding. Sekolompok masyarakat lain pada suatu tempat yang berbeda juga punya tradisi yang hampir sama dengan di Ifugao, hanya saja disini kedua kontestan masing-masing memegang kedua ujung dari sebuah tongkat yang disebut ”tutuki” tutuki” yang terbuat dari kayu ”weatu ”weatu”” panjangnya panjangnya antara 4 sampai 6 kaki. Masing-masing pasangan saling mendorong untuk memaksa lawannya mundur. Mereka boleh mengeluarkan kata-kata penghinaan terhadap lawan, mengancam dan memelototi. Tetapi seseorang harus berhenti mendorong apabila lawannya meminta waktu untuk istirahat sejenak, kemudian melanjutkan pertarungan kembali. Permainan ini memperbolehkan untuk merusak keseimbangan lawan dengan cara memilin tongkat atau memengang pinggang lawan,  pertandingan dapat berlangsung hingga 7 hari dan ketika pertandingan dihentikan dapatlah ditarik garis batas yang harus disetujui oleh kedua belah pihak. Olahraga sebagai wahana inisiasi dan ritus pubertas menjadi budaya dalam kelompok masyarakat Pukapuka. Pukapuka adalah sebuah pulau dalam gugusan kepulauan yang ada di Filipina. Orang Pukapuka menggunakan pertandingan gulat untuk upacara inisiasi bagi seorang anak remaja untuk diwisuda sebagai orang yang dewasa. Ketika orang tua menganggap bahwa anaknya telah mencapai kematangan maka ia melaporkan hal ini secara resmi dalam rapat desa. Dikumpulkan anak laki-laki yang sebaya (dengan selisih umur paling banyak 6 bulan) menjadi satu angkatan yang akan diwisuda bersama-sama. Anak-anak tersebut namanya diumumkan keseluruh desa dan upacara inisiasi itu biasanya diadakan pada suatu hari dalam periode enam  bulan sekali. Semua anak laki-laki dalam kelompok yang akan diwisuda diperintahkan untuk pergi ke suatu pulau yang dipelihara sebagai hutan lindung untuk mengumpulkan kelapa, burung-burung, talas, kepiting dan bahan makanan lainnya. Setelah perahunya penuh, mereka berlayar kekampungnya. Seorang dari kelompok mereka berdiri gagah pada sisi depan perahu mereka. Ia 2

menantang pegulat yang sudah menantinya di pinggir pantai. Ketika perahu hampir merapat, sang  penantang melompat dari perahu dan sang pegulat yang telah menunggu menyongsongnya. Pertandingan gulat terjadi satu lawan satu-satu dipantai dengan disaksikan oleh seluruh warga desa. Apabila sang penantang memenangkan pertandingan maka ia akan dinobatkan sebagai juara  baru dengan segala upacara kebesaran, dan seluruh seluruh anggota kelompoknya pun dinobatkan menjadi orang dewasa. Olahraga sebagai wahana pencarian dan pemilihan jodoh menjadi budaya dalam kelompok suku masyarakat yang ada di Nigeria. Budaya disana bahwa para anak gadis memilih calon suaminya pada area pertandingan gulat. Para gadis datang ke arena yang sudah ditentukan waktunya oleh tokoh-tokoh setempat, dengan masing-masing membawa sekantong kecil gandum. Setelah menemukan seorang pemuda idamannya diantara peserta kontestan gulat, ia menaburkan tepung gandum tersebut ke kepala sang kekasih. Peristiwa itu akan memberi isyarat kepada orangtua sang pemuda untuk mendatangi orang tua sang gadis guna merundingkan perkawinan anak-anak mereka. Olahraga sebagai wahana untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan salah satu contoh diterapkan oleh masyarakat yang hidup pada masa kekaisaran Jepang kuno. Masa kekaisaran Jepang pada abad VIII terdapat tradisi mengadakan pertandingan gulat dalam rangka syukuran atas keberhasilan panen. Olahraga sebagai wahana ritual kepercayaan juga merupakan bagian buda ya yang menjadi tradisi dari beberapa kelompok masyarakat. Penelitian yang ditemukan Salter bahwa kehidupan orang Indian Amerika yang bermukim di daerah sekitar sungai Saint Lawrence sampai Lawrence sampai Louisiana  Louisiana  pada masa awal a wal pendudukan orang kulit putih memiliki ritual terhadap kepercayaan keperca yaan gaib dengan d engan cara melakukan pemujaan ritual melalui kontes-kontes yang bentuk nuansanya merupakan aktivitas gerak atau Olahraga. Pemujaan dilakukan dengan mengadakan pesta tari, panahan, panjat tiang, lomba lari, gulat, bola tangan, sepak bola, lacrosse (permainan lacrosse (permainan yang memakai bola yang dimainkan dengan raket bertangkai panjang), main dadu, main tebakan, main sembunyisembunyian dan tarik tambang. Tiap permainan ini merupakan pertandingan yang melambangkan  perjuangan antara tenaga-tenaga elemental: cuaca baik dan buruk, kesuburan dan kelaparan ,  penyakit dan sehat, atau hidup dan mati. Keberhasilan dalam memainkan pertandingkan dianggap

3

sebagai memenangkan dukungan atau bantuan kepada tenaga-tenaga gaib untuk melindungi manusia. Temuan peneliti lainnya, Helen L.Dunlap (1961), menyatakan bahwa masyarakat Samoa  pada awal abad ab ad XX memiliki kebiasaan melakukan pemujaan dalam bentuk festival. Masyarakat Samoa meyakini bahwa festival yang mereka selenggarakan akan dihadiri dan dinikmati para dewa yang sengaja turun ke bumi. Acara dalam festival tersebut adalah pertandingan semacam bela diri dengan menggunakan gada. Pertandingan tersebut harus sampai mengeluarkan darah. Darah Darah yang  bercucuran dianggap sebagai persembahan kepada dewa-dewa agar mereka senang dan mengabulkan segala doa yang kemudian dilanjutkan dengan pertunjukkan tarian erotis yang dimaksukan untuk menyenangkan hati para dewa. Olimpiade kuno juga merupakan fakta sejarah yang membuktikan bahwa olahraga mempunyai peran dan fungsi sebagai wahana ritual kepercayaan atau keagamaan. Festival olimpiade masa itu tujuan vertikalnya adalah menunjukkan penghormatan kepada dewa Zeus.  Nuansa ritual olimpiade kuno masa lalu bahkan sebenarnya masih kental terasa pada  penyelenggaraan olympiade modern saat ini, antara lain dalam acara janji atlit (Olympic Qath) Qath) dan  pemasangan obor olympiade yang di biarkan terus menyala sampai upacara penutupan. Olahraga sebagai wahana menunjukkan prestise dalam budaya masyarakat contohnya  banyak sekali. Kelompok Kelompok masyarakat Hawai Hawai masa lalu lalu mempunyai kebiasaan kebiasaan bahwa setiap kepala suku harus memiliki sejumlah pegulat terbaik diantara warga sukunya. Apabila seorang kepala suku berkunjung ke daerah suku lain maka tuan rumah harus menyiapkan para pegulat terbaiknya untuk bertanding melawan pegulat dari pihak tamu. Pertandingan gulat itu, dalam bahasa setempat disebut “taupitis “taupitis”. ”. Pemenang akan disambut dengan pesta  berupa nyanyian dan tari-tarian. Kemenangan yang diperoleh dari adu gulat tersebut akan menaikan marwah/prestise dari kepala sukunya. Peran atau fungsi olahraga sebagai cara untuk menunjukkan prestise dalam budaya masyarakat modern sekarang merupakan merupakan fenomena yang kental dan sangat lazim dianut saat ini.  Nafsu bersaing untuk menjadi me njadi yang terbaik merupakan suatu faktor yang sangat essensial dalam  perkembangan peradaban manusia. man usia. Intensif yang paling kuat untuk mencapai kesempurnaan baik secara individu maupun sosial adalah nafsu untuk di puji dan di hormati sebagai yang terbaik.

4

Melakukan yang terbaik itu berarti melakukan sesuatu melebihi orang lain, karena itu timbulah kompetisi untuk mencapai sportivitas (Huizinga 1964). Fenomena lain tentang hal ini juga, bahwa jenis atau cabang olahraga menciptakan strata sosial dalam masyarakat. Contoh misalnya olahraga Golf hampir dipastikan pelakun ya dari lapisan masyarakat yang memiliki penghasilan yang cukup tinggi, beda halnya dengan Tinju atau atletik, strata sosial pelakunya tidak sama dengan pelaku olahraga Golf. Sumber inspirasi olahraga yang dikenal masyarakat modern saat ini tidak terlepas pada tradisi agonistik   zaman Yunani kuno.  Agon   Agon  (kontes) adalah tradisi hidup masyarakat Yunani. Budaya masyarakat Yunani menggelar kontes apa saja yang memungkinkan terjadinya  pertarungan. Setiap orang o rang yang terlibat dalam kontes mengekspresikan arete (keistimewaannya), arete (keistimewaannya), suatu konsep yang berhubungan dengan aristos ( superioritas).  superioritas). Masyarakat Yunani 1000 tahun sebelum masehi menganut budaya yang mendambakan kehormatan untuk meyakinkan dirinya akan keberhargaan dan kualitas diri. Mereka sangat menginginkan dihormati orang lain karena kehebatan mereka. Anutan budaya yang demikian menjadikan atlet (olahragawan) merupakan tokoh yang paling dikagumi di Yunani. Atlet berasal dari kata athlos  athlos  dalam bahasa Yunani maknanya merupakan perpaduan dari konsep kontes, perjuangan, latihan, kegiatan fisik dan daya tahan dan penderitaan. Olahraga memiliki peran dan fungsi sebagai wahana pendidikan sebenarnya sudah cukup lama berada dalam budaya masyarakat masa lalu. Athena misalnya, menjadikan olahraga sebagai alat pendidikan untuk mencapai tujuan  Ephebe  Athena.  Athena.  Ephebe  Athena   Athena  adalah selogan tujuan  pendidikan waktu itu untuk menjadikan masyarakat Athena harmonis/selaras, sehat, kuat, cerdas dan memiliki budi pekerti yang luhur. 2. Dampak Pendidikan Jasmani Sebagai Bagian dari Budaya Masyarakat

 Negara Indonesia menjadikan olahraga berperan sebagai fungsi pencapai tujuan  pendidikan menamakan substansinya sebagai bidang studi “Pendidikan Jasmani”. Pendidikan Jasmani adalah pendidikan untuk mengembangkan aspek ko gnitif, afektif, dan psikomotor melalui aktivitas jasmani yang mereduksi aktivitas-aktivitas olahraga seperti permainan, atletik, akuatik, senam beladiri dan sebagainya.

5

Pendidikan Jasmani mempunyai makna penting pada aspek sosial-budaya, psikologis dan  politik. Pendidikan Jasmani menurut Stevenson dalam Song (1996) dapat memberi kontribusi bagi  pembangunan suatu bangsa dalam corak, yaitu: (1) mengatasi kecemasan dan ketegangan mental; (2) penyadaran individu tentang pentingnya moral dan nilai; (3) mempersatukan mas yarakat yang  berkelompok-kelompok. Pendidikan Jasmani dapat meningkatkan stabilitas sosial-psikologis dan memainkan peran dalam menggairahkan hidup sehari-hari. Pendidikan Jasmani secara aktif dapat mengatasi kecemasan dan keteganggan mental dalam menjalani kehidupan ditengah masyarakat modern saat ini yang sangat kompetitif, amat terstruktur terstruktur dan terpilah-pilah terpilah-pilah dalam mencapai produktivitas. Pendidikan Jasmani sebagai upaya membangun jiwa dan raga agar memiliki rasa hormat dan  percaya diri. Pendidikan Jasmani mempunyai fungsi sosialisasi terhadap penyadaran individu tentang moral dan nilai. Pendidikan Jasmani yang dikelola dengan tepat akan membina kepribadian yang  patuh terhadap peraturan, daya saing yang kuat, mental yang kuat, kesetiaan yang kental dan mendalam. Pendidikan Jasmani menurut Edwards dalam Song (1996) berdampak kepada  pembinaan patriotisme yang kuat dan orientasi berprestasi yang kuat, sehingga siswa kelak dewasanya menjadi warga masyarakat yang matang dan energik. Keadaan masyarakat Indonesia saat ini dalam konteks pembinaan sumber daya manusia, memberi gambaran bahwa fungsi atau dampak yang diharapkan dari Pendidikan Jasmani semakin  penting. Kemerosotan moral, degradasi tanggung jawab, stabilitas stabilitas emosi rendah, tidak peduli pada aturan merupakan penyakit-penyakit mental dan budaya. Pendidikan Jasmani yang dikelola dan dibina dengan baik merupakan “ prefentif ”, ”, upaya pencegahan terhadap hal-hal hal-hal tersebut dengan membekali generasi muda dengan sikap kekuatan dan ketahanan hidup. Pendidikan Jasmani memainkan peran untuk mempersatukan warga masyarakat yang  berkelompok-kelompok sehingga menyatu dalam pencapain tujuan secara bersama-sama, yang  pada gilirannya akan memperkokoh persatuan secara menyeluruh. Fungsi integratif dari Pendidikan Jasmani dapat menjadi perekat bagi warga masyarakat tatanan industri yang semakin individualistis.

6

Aktivitas jasmani merupakan cara yang digunakan bidang studi Pendidikan Jasmani dalam mencapai maksud dan tujuan pendidikan. Tinjauan dari aspek aktivitas jasmaninya terhadap konteks psikologisosial dijelaskan sebagai berikut, merujuk kepada pendapat Geral S. Kenyon (1969). Aktivitas jasmani didefinisikan sebagai gerak besar dari manusia  gross  (gross human movement ) yang terorganisir bersifat non manfaat (bukan inti dari pekerjaan). Ciri khusus aktivitas jasmani menjadi payung terhadap enam sub-domain yang sekaligus mewakili nilai dari kegiatan jasmani tersebut, yaitu: (1) sebagai pengalaman sosial; (2) untuk kesehatan dan fitness; (3) untuk memperoleh vertigo; (4) sebagai pengalaman estetik; (5) sebagai katharsis; katharsis; (6) sebagai self sebagai self esteem; esteem; (7) sebagai pengalaman asketik . Partisipasi seseorang dalam melakukan aktivitas jasmani dapat memenuhi kebutuhan sosial tertentu. Aktivitas jasmani dapat menjadi medium pergaulan sosial ( social   social  intercourse), intercourse), yaitu untuk bertemu dengan orang-orang baru dan untuk mempercepat atau mempererat hubungan yang telah ada. Aktivitas olahraga yang dilakukan memberi kesempatan kepada pelakunya untuk  berafiliasi dalam kelompok atau berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya. Olahraga menjadi medium kepada seseorang untuk mengenal satu sama lain hingga terjadi pergaulan yang lebih luas. Aktivitas jasmani mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kesehatan pribadi. Pusat pusat kebugaran jasmani yang banyak berdiri saat ini menunjukkan me nunjukkan banyak orang yang percaya p ercaya  bahwa kesehatan dapat diperoleh melalui aktivitas jasmani, sekaligus ini dianggap cara yang efisien dan menyenangkan. Vertigo artinya Vertigo artinya kira-kira hilang kesadaran untuk mendapatkan sensasi yang menyebabkan orang merasa takut tetapi disaat bersamaan ada perasaan senang. Orang yang melakukan loncat indah dari tempat yang sangat tinggi, dalam konteks aktivitas jasmani ini merupakan pengalaman  jasmani yang yan g beresiko tinggi, diahadapkan diah adapkan pada kondisi yang berbaha ya tetapi dilakukan dalam d alam keadaan terkendali. Aktivitas jasmani dipandang sebagai pengalaman estetik karena dalam banyak bentuk gerakan-gerakan dalam aktivitas jasmani mengandung unsur keindahan gerak yang memukau, dan

7

dapat dinikmati. Gerakan-gerakan indah dimaksud seperti loncat indah, senam, permainan permainan beregu dan kegiatan lainnya yang mengandung nilai estetika. Aktivitas jasmani sebagai katharsis adalah katharsis adalah suatu pengurangan ketegangan yang diperoleh dengan cara menyatakan permusuhan dan agresivitas secara tidak langsung yaitu menyalurkan  permusuhan melalui suatu bentuk yang ekuivalen dengan tingkah laku agresif. Olahraga kompetitif merupakan outlet sosial yang memuaskan dari dorongan agresif. Aktivitas jasmani menjadi wahana pengganti yang dapat memberi penyaluran pelepasan (release (release)) dari ketegangan dan frustasi yang ter-endap. Aktivitas olahraga yang dilakukan akan memberi kesempatan kepada  pelakunya untuk menunjukkan “keakuan” “keakuan ” atau sebagai media pelampiasan keteganggan (Van der Gogten; dalam De Knop, 1996) Pengalaman dalam beraktivitas olahraga memberi peluang kepada pelakunya perassan “mampu”, “mampu melakukan”. Perasaan mampu ini ini makna ekspresif dari perasaan sukses atau mandiri yang kemudian menghasilkan penilaian diri yang positif yang diungkapkan dalam istilah  self esteem atau esteem atau self   self concept  concept  (Sachs,  (Sachs, 1984 dalam De Knop. 1996) Aktivitas jasmani sebagai pengalaman asketik . Gejala asketikisme  asketikisme  biasanya dikaitkan dengan religi, seperti bertapa, puasa. Tujuannya untuk memperoleh kesempurnaan batin, kesucian, atau tenaga super natural. Aktivitas jasmani dalam prakteknya terdapat hal seperti ini, seperti kerelaan atlet menjalani latihan yang berat atau harus melakukan diet yang ketat demi meraih  prestasi yang setinggi-tingginya. 3. Tantangan Pembinaan Pengelolaan Pendidikan Jasmani

Pendidikan Jasmani memiliki peran dan fungsi yang sangat berarti terhadap pen gembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor, lebih luasnya lagi bermakna penting pada aspek sosial budaya, dan politik. Perlu usaha untuk terus menerus membenahi bidang studi ini sehingga  pengelolaan proses pendidikannya secara menyeluruh benar-benar menyentuh semua aspek  perkembangan kepribadian anak. Perlu terus menerus berinovasi meningkatkan proses belajar mengajar terkait kepada ilmu didaktik dan metodik. Kendala-kendala masih sangat ban yak, seperti kelangkaan sumber daya pendukung, atau keterbatasan sarana yang kurang memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaan kurikulum. kurikulum. Kelemahan itu tidak bisa sepenuhnya ditimpakan kepada guru, guru,

8

 banyak kondisi eksternal di lingkungan belajar yang yang kurang memadai terkait dengan implementasi kebijakan pada tingkat sekolah dan kemampuan menyediakan dana yang mencukupi. Tantangan umum yang dihadapi Pendidikan Jasmani menurut Rusli Lutan (2000), yaitu: 1) Konsep Pendidikan Jasmani yang dilakukan di lapangan masih mengutamakan  pembekalan terhadap keterampilan belaka, belum kepada pembinaan sikap, mental, dan  penalaran. 2) Pendidikan Jasmani sudah berkembang menjadi bidang b idang studi yang wajib, namun statusnya  belum sama dengan bidang studi lainnya. 3) Guru-guru bidang studi Pendidikan Jasmani masih kurang memperhatikan pengembangan kemampuan profesionalnya. 4) Pendidikan Jasmani kurang memiliki visi masa depan, dan kegiatannya belum  bersinggungan dengan upaya memecahkan masalah di masyarakat. 5) Perhatian yang begitu besar terhadap olahraga kompetitif membutuhkan penyedotan dana  besar yang seharusnya perlu dialokasikan untuk Pendidikan Jasmani. 6) Ketidakseimbangan alokasi waktu untuk Pendidikan Jasmani dalam kurikulum dibanding dengan bidang studi lainnya.

B. Rangkuman

1. Olahraga selalu memainkan peran dan fungsi dalam budaya pranata sosial masyarakat, mulai dari peran yang sederhana sampai kepada yang Tinggi. Peran-peran tersebut meliputi: a) mekanisme untuk memperoleh keadilan.  b) wahana inisiasi dan ritus pubertas. c) wahana untuk memilih jodoh. d) wahana untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan. e) wahana ritual kepercayaan. f) cara menunjukan prestise. g) wahana pendidikan.

9

2. Aktivitas jasmani merupakan cara yang digunakan bidang studi Pendidikan Jasmani dalam mencapai maksud dan tujuan pendidikan. Aktivitas jasmani menjadi payung terhadap enam sub-domain yang mewakili nilai dari kegiatan jasmani, yaitu: a) sebagai pengalaman sosial  b) untuk pencapaian kesehatan dan fitness c) untuk memperoleh vertigo d) sebagai pengalaman estetik e) sebagai katharsis f) sebagai self sebagai self esteem g) sebagai pengalaman asketik . 3. Tantangan umum yang dihadapi Pendidikan Jasmani a) masih mengutamakan pembekalan terhadap keterampilan belaka, belum kepada  pembinaan sikap, mental, dan penalaran.  b) status Pendidikan Jasmani belum sama dengan bidang studi lainnya. c) guru bidang studi Pendidikan Jasmani masih kurang mengembangkan kemampuan  profesionalnya. d) Pendidikan Jasmani kurang memiliki visi masa depan, dan kegiatannya belum  bersinggungan dengan upaya memecahkan masalah di masyarakat. e)  pengalokasian pembiayaan untuk pendidikan Jasmani masih relatif kecil. f) ketidakseimbangan alokasi waktu untuk Pendidikan Jasmani di dalam kurikulum tidak seimbang dibanding bidang studi lainnya. 4. Olahraga selalu memainkan peran dan fungsi dalam budaya pranata sosial masyarakat, mulai dari peran yang sederhana sampai kepada yang Tinggi. Peran-peran tersebut meliputi: a) mekanisme untuk memperoleh keadilan.  b) wahana inisiasi dan ritus pubertas. c) wahana untuk memilih jodoh. d) wahana untuk mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan. e) wahana ritual kepercayaan. f) cara menunjukan prestise. g) wahana pendidikan.

10

5. Aktivitas jasmani merupakan cara yang digunakan bidang studi Pendidikan Jasmani dalam mencapai maksud dan tujuan pendidikan. Aktivitas jasmani menjadi payung terhadap enam sub-domain yang mewakili nilai dari kegiatan jasmani, yaitu: a) sebagai pengalaman sosial  b) untuk pencapaian kesehatan dan fitness c) untuk memperoleh vertigo d) sebagai pengalaman estetik e) sebagai katharsis f) sebagai self sebagai self esteem g) sebagai pengalaman asketik . 6. Tantangan umum yang dihadapi Pendidikan Jasmani a) masih mengutamakan pembekalan terhadap keterampilan belaka, belum kepada  pembinaan sikap, mental, dan penalaran.  b) status Pendidikan Jasmani belum sama dengan bidang studi lainnya. c) guru bidang studi Pendidikan Jasmani masih kurang mengembangkan kemampuan  profesionalnya. d) Pendidikan Jasmani kurang memiliki visi masa depan, dan kegiatannya belum  bersinggungan dengan upaya memecahkan masalah di masyarakat. e)  pengalokasian pembiayaan untuk pendidikan Jasmani masih relatif kecil. f) ketidakseimbangan alokasi waktu untuk Pendidikan Jasmani di dalam kurikulum tidak seimbang dibanding bidang studi lainnya.

Daftar Pustaka

De Knop, Paul (1996). Sport Spo rt for All. Dalam Current Issues of Sport Sciences. Schocndorf. Vrelag Karl Herman. Dunlap,H.L.,(1961). Games, sport, dancing, and other vigorous activities and their function in Samoan culture. Research Quartly, 22. Huizinga,Johan,(1964).Homo Ludens: a Study of the play element culture. Boston:Beacon Press. Kenyon, Gerald S. (1969). A (1969). A Conceptual Model for Characterizing Characterizing Physical Activity. Dalam Activity. Dalam Jhon W. Loy. Jr. Dan Geral S Kenyon. Sport Culture and Society, Society, London: The Macmillan Company Limited.

11

Rusli Luthan & Amung Ma’mun (2000). Sosiologi Olahraga. Departeman Pendidikan  Nasional. Dirjen. Pendidikan Dasar dan Menengah. Song, Suk-Young (1996). The Present and Future of Sport and Physical Education in AsiaPacific Region. The First Asia-Pacific Congress of Sport and Physical Education, Seoul, Korea.

12

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF