Kayu Lapis
April 8, 2017 | Author: Muhammad Fatur Rahman | Category: N/A
Short Description
kayu lapis...
Description
Haiiii, I’m back again !!!!!!!!!!!!!! berhubung mw PKL (Praktek Kerja Lapang) di PT Sumber Usaha Bersama di Jombang, Jawa Timur, atas saran dari teman2 untuk berbagai informasi, sebelum memulai PKL saya share dulu informasi ttg apa yang akan saya pelajari di PT SUB nanti. PT SUB Jombang ini memproduksi Plywood. Ada yang tau Plywood ? Gak ada ? Ohh ada ternyata !! Jadi plywood dalam bahasa artinya kayu lapis atau yang biasa sering dipakai yaitu tripleks. Udah pada tau kan !!!!! hehehehehe
(plywood) Sehubungan dengan Program Studi saya yaitu Teknik Sumber Daya Alam dan Lingkungan, saya akan membahas ttg limbah industry yang dihasilkan dari industry kayu lapis secara umum. Nanti kalau sudah selesai PKL baru di share ttg pengolahan limbah industry kayu lapis di PT SUB nya Diambil dari berbagai sumber berikut penjelasan mengenai Proses pengolahan limbah industri plwood. Ok, here we go,… Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Kayu Lapis (Plywood) Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri. Sebagai contoh jenis industri yang mengunakan sumber daya kayu adalah industri kayu lapis.
Penggunaan kayu untuk bahan bangunan, furniture, dekorasi dan pembuatan kertas sudah semakin tinggi. Mempunyai dampak positif dan dampak negatif bagi masyarakat. Dampak positif yaitu meningkatkan devisa negara dan kesejahteraan masyarakat meningkat, sedangkan dampak negatif yaitu menimbulkan limbah yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Pengertian kayu lapis itu sendiri menurut Kliwon (1994) adalah suatu bahan padat yang berbentuk papan yang terdiri dari susunan veneer kayu yang disusun secara bersilangan tegak lurus arah seratnya pada lembaran veneer berikutnya yang disatukan dengan perekat organik di bawah tekanan dan suhu yang tinggi. Produksi kayu lapis dipasaran internasional dianggap lebih menguntungkan daripada ekspor kayu Log karena harga jual yang lebh tinggi. Oleh karena itu semakin tingginya kebutuhan akan kayu lapis yan dipicu oleh aspek ekonomi maka semakin tinggi pula tingkat produksinya ( Resosudarmo dan Yusuf, 2006 ). Proses produksi kayu lapis banyak menghasilkan limbah kayu seperti tanin, potongan kayu, serbuk gergaji, sampah vinir, sisa kupasan dan potongan tepi kayu lapis yang tidak diolah lagi semaksimal mungkin akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Akibat pencemaran ini dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dari sumber daya alam seperti udara, air, dan tanah. Telah diketahui bahwa ketersediaan air bersih kini semakin berkurang, hal ini karena makin maraknya pencemaran yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan manusia salah satunya adalah kegiatan industri kayu lapis ( plywood ). Adanya limbah dimaksud menimbulkan masalah penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat. Hasil evaluasi menunjukkan beberapa hal berprospek positif sebagai contoh teknologi aplikatif dimaksud dapat diterapkan secara memuaskan dalam mengkonversi limbah industri pengolahan kayu menjadi arang serbuk, briket arang, arang aktif, arang kompos dan soil conditioning. Limbah kayu dapat terdegradasi oleh alam karena bahan organik, namun bagaimana dengan perekat yang merupakan senyawa anorganik dari bahan bahan kimia. Tentunya limbah perekat memerlukan pengolahan khusus agar tidak berdampak buruk bagi lingkungan. Pengendalian pencemaran yang dikenal masyarakat adalah menggunakan Instalasi Pengolahan Limbah. Instalasi pengolahan limbah pada prinsipnya bagai sebuah system pabrik dimana tersedia sejumlah input untuk diolah menjadi output. Kata lain limbah sebagai bahan baku yang diolah dalam system kemudia hasilnya adalah limbah yang memenuhi syarat baku mutu (Soetomo, 2001). Instalasi pengolahan limbah mempunyai spesifikasi tertentu dengan criteria teknis seperti tingkat efisiensi beban persatuan luas, waktu penahanan hidrolisis, waktu penahanan lumpur dan lain-lain. Model instalasi pengolah limbah tergantung pada jenis parameter pencemar, volume limbah yang diolah, syarat baku yang harus dipenuhi, kondisi lingkungan dan lainlain. Setiap perusahaan industri harus mengadakan penghematan bahan baku agar sumber pencemaran dapat ditekan seminim mungkin. Energy bahan bakar adalah satu sumber pencemaran penting bagi udara. Semakin sedikit penggunaan bahan bakar semakin berkurang unsure pencemar yang dilepas ke udara. Pertemuan puncak dunia mengenai pencemaran adalah mencari penganti bahan bakar yang sedikit unsure pencemarnya (Sakti A. 2005).
Limbah Industri Plywod (Kayu Lapis) Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan plywood adalah limbah cair dan limbah padat. Limbah padatnya serbuk dan kulit kayu, selama ini serbuk dan kulit kayu tersebut hanya digunakan untuk bahan bakar dirumah tangga ataupun hanya dibuat sebagai abu gosok saja. Dengan pemanfaatn kembali limbah tersebut untuk bahan bakar proses pembakaran di boiler, maka akan dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan serta dapat meminimalkan biaya bahan bakar boiler. Sedangkan limbah serbuk dan kayu yang belum dimanfaatkan dapat digunakan untuk pembuatan furniture alat-alat rumah tangga. Sehingga akan bernilai ekonomis serta ramah lingkungan Selain serbuk kayu dan kulit kayu, limbah padat dari proses produksi plywood adalah dihasilkan dari lem yang lengket pada mesin produksi. Lem yang tertingal di mesin tentu akan menggangu produktivitas mesin tersebut. Kandungan bahan kimia yang terdapat pada lem adalah fenol. karena bahannya mudah menguap ke udara serta menimbulkan bau. Maka perlu diolah agar tidak menjadi pencemar lingkungan. Salah satu tekhnologi yang dapat digunakan untuk limbah ini adalah insenerator , karena dapat membakar limbah ini secara sempurna dan menghasilkan fly ash. Pembakaran pada insenerator menggunakan suhu yang sangat tinggi serta waktu tertentu untuk setiap jenis limbah. Hasil produksi kayu yang mengalami kerusakan tentunya akan menjadi limbah baru bagi lingkungan apabila tidak dilakukan penanganan secara cermat sebelum dibuang. Limbah hasil produksi yang rusak tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses pembakaran di Boyler karena kandungan kalori kayu yang tinggi. Dampak Pembangunan Industri kayu lapis serta proses produksinya terhadap Lingkungan 1. Pengadaan lahan untuk pembangunan industri dengan membuka hutan akan menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. 2. Penggunaan sumberdaya alam secara besar besaran tanpa diiringi dengan azas pelestarian kembali yang berimbang tentu akan menjadi malapetaka. 3. Ketersediaan air tanah yan semakin berkurang selain karena faktor pada point pertama dan kedua diatas, industri juga menggunakan air tanah untuk proses produksi. Padahal air tanah diperuntukkan bukan untuk pencucian kayu. Karena penggunaan air tanah untuk industri, maka air akan kian tercemar. 4. tempat penampungan air yang kian berkurang ( hutan ), serta daerah resapan (tanah) yang beralih menjadi beton dan aspal tentu akan memperbesar potensi run off, erosi, dan banjir. 5. Proses produksi yang menimbulkan limbah dan tidak dikelola kembali akan menjadi bahan pencemar bagi lingkungan. Peraturan Pemerintah Terkait Suatu bentuk kegiatan Industri tentu akan menimbulkan masalah yang dapat mempengaruhi lingkungan alam ataupun sosial. Oleh karena itu perlu adanya peraturan peraturan yang mengatur semua jenis kegiatan tersebut agar tidak menimbulkan masalah apapun. Peraturan pemerintah yang terkait dalam kegitatan Industri adalah :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 jo. PP 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3.
Pasal 21 Undang Undang No.5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Untuk melakukan pengelolaan limbah cair, diwajibkan melakukan kajian terlebih dahulu tentang kelayakan pemanfaatan air limbah sebagai pupuk pada tanah. Hasil kajian ini akan menjadi dasar dalam pemberian ijin pemanfaatan tersebut. Selain peraturan tersebut di atas, ada satu peraturan lagi yang dikeluarkan oleh KLH yang mengatur tentang baku mutu air limbah yang boleh dibuang ke lingkungan, yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995.
Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk produksi kayu lapis adalah kayu, perekat, air. Sebagai bahan baku utama, kayu memiliki kandungan selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Oleh karena itu kayu bersifat hirofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Lalu perekat mengandung urea formaldehida, melamin formaldehida, phenol formaldehida dan resorsinol formaldehida. Kemudian bahan lain adalah air yang digunakan untuk proses pencucian kayu.
Metode Metode yang digunakan adalah pengolahan limbah cair berdasarkan unit operasinya, proses pengolahan dilakukan dengan cara fisika, kimia, biologi, serta gabungan dari ketiganya.. Limbah cair yang berasal dari industri plywood adalah limbah tanin , potongan kayu, serbuk gergaji, sampah vinir basah dan kering, kupasan kulit kayu, serta tanah, pasir dan lumpur dari penebangan di hutan yang terbawa ke industri pabrik ini. Proses awal pada tingkat perlakuan pengolahan limbah adalah Pretreatment, lalu Primary Treatment, kemudian Secondary Treatment, dan terakhir Tertiary Treatment. Proses pengolahan secara fisika diawali dengan proses Screening, proses Grit Chamber, Equalisasi dan memperbaiki performance proses selanjutnya. Pada proses pengolahan secara kimia adalah neutralisasi, presipitasi dan dilanjutkan dengan proses pengolahan secara biologi. Pada pengolahan limbah cair secara biologi salah satunya adalah dengan Aerasi, ozonasi, Sedimentasi dan Bak Kontrol. Limbah padat dari proses produksi kayu lapis ini dihasilkan dari lem yang lengket pada mesin produksi. Kandungan bahan kimia yang terdapat pada lem adalah fenol. karena bahannya mudah menguap ke udara serta menimbulkan bau. Maka perlu diolah agar tidak menjadi
pencemar lingkungan. Salah satu tekhnologi yang dapat digunakan untuk limbah ini adalah insenerator.
Sistem Pengolahan Limbah Industri Plywood. Limbah Padat (serbuk dan kulit kayu) Proses produksi kayu lapis ini banyak sekali menghasilkan limbah, terutama limbah kayu itu sendiri karena merupakan bahan pokok produksi. Limbah limbah tersebut dihasilkan dari proses pemotongan, penggerajian, dan pengupasan kayu. Limbah kayu yang berupa serbuk dan kulit kayu dapat dimaksimalkan lagi pemanfaatannya untuk bahan bakar di boiler. Karena selama ini serbuk dan kulit kayu tersebut hanya digunakan untuk bahan bakar dirumah tangga ataupun hanya dibuat sebagai abu gosok saja. Dengan pemanfaatn kembali limbah tersebut untuk bahan bakar proses pembakaran di boiler, maka akan dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan serta dapat meminalkan biaya bahan bakar boiler. Sedangkan limbah serbuk dan kayu yang belum dimanfaatkan dapat digunakan untuk pembuatan furniture alat-alat rumah tangga. Sehingga akan bernilai ekonomis serta ramah lingkungan.
Limbah Padat (Lem) Limbah padat dari proses produksi kayu lapis ini dihasilkan dari lem yang lengket pada mesin produksi. Lem lem yan tertingal di mesin tentu akan menggangu produktivitas mesin tersebut. Kandungan bahan kimia yang terdapat pada lem adalah fenol. karena bahannya mudah menguap ke udara serta menimbulkan bau. Maka perlu diolah agar tidak menjadi pencemar lingkungan. Salah satu tekhnologi yang dapat digunakan untuk limbah ini adalah insenerator , karena dapat membakar limbah ini secara sempurna dan menghasilkan fly ash. Pembakaran pada insenerator menggunakan suhu yang sangat tinggi serta waktu tertentu untuk setiap jenis limbah.
Limbah Padat (Produk Gagal) Hasil produksi kayu yang mengalami kerusakan tentunya akan menjadi limbah baru bagi lingkungan apabila tidak dilakukan penanganan secara cermat sebelum dibuang. Limbah hasil produksi yang rusak tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk proses pembakaran di Boyler karena kandungan kalori kayu yang tinggi.
Limbah Cair Selain menghasilkan limbah padat, proses produksi kayu juga menhasilkan limbah cair. Limbah cair ini dihasilkan dari proses pencucian kayu, pengempaan, dll. Limbah cair tersebut dapat diproses kembali agar saat dibuang kesungai atau lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai analisa terlebih dahulu terhadap limbah yang dihasilkan. Analisa tersebut
diperlukan untuk mengetahui karakteristik limbah serta tekhnologi yang tepat untuk pengolahan limbah tersebut. Salah satu sistem pengolahan limbah cair adalah sistem Pengolahan IPAL ( Instalasi Pengolahan Air Limbah). Sistem pengolahan tersebut bertujuan untuk menghilangkan kandungan padatan tersuspensi , koloid, bahan-bahan organik dan anorganik, serta kandungan bahan kimia hasil dari proses produksi kayu lapis.
Macam macam limbah yang dihasilkan dari proses pencucian adalah limbah tanin , potongan kayu, serbuk gergaji, sampah vinir basah dan kering, kupasan kulit kayu, serta tanah, pasir dan lumpur dari penebangan di hutan yang terbawa ke industri pabrik ini. Setelah mengetahui karakteristik dan jenis limbah yang dihasilkan dari produksi ini, dapat dilakukan proses selanjutnya yaitu pengolah di IPAL. Proses awal pada tingkat perlakuan pengolahan limbah adalah Pretreatment, lalu Primary Treatment, kemudian Secondary Treatment, dan terakhir Tertiary Treatment. Sedangkan sistem pengolahan limbah cair berdasarkan unit operasinya, proses pengolahan dilakukan dengan cara fisika, kimia, biologi, serta gabungan dari ketiganya. Proses pengolahan secara fisika diawali dengan proses Screening, proses ini bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu dan sebagainya agar memudahkan untuk proses IPAL selanjutnya.
Lalu proses selanjutnya adalah proses Grit Chamber, pada proses ini, tanah, kerikil, pasir, dan partikel-partikel lain yang dapat mengendap di dalam saluran dan pipa-pipa dihilangkan sehingga dapat melindungi pompa-pompa dan peralatan lainnya dari penyumbatan, abrasi, dan overloading. Lalu proses selanjutnya yang dilakukan adalah Equalisasi, proses ini bertujuan untuk menhomogenkan larutan air limbah, menyetarakan laju alir dan karakteristik air limbah, mengurangi ukuran dan biaya proses pengolahan selanjutnya, dan memperbaiki performance proses selanjutnya. Kemudian setelah equalisasi, dilakukan proses sedimentasi. Proses ini untuk memperoleh air buangan yang jernih serta dapat mempermudah dalam penanganan lumpurnya. Setelah rangkaian proses fisika, dilanjutkan dengan pengolahan sistem pengolahan kimia.
Pada proses pengolahan secara kimia, pengolahan yang pertama adalah neutralisasi. Proses ini bertujuan untuk mengatur kondisi pH pada air limbah agar berada pada kondisi netral, karena jika terlalu asam ataupun basa air tersebut akan bersifat racun. Limbah yang dihasilkan pada proses produksi ini bersifat asam, oleh karena itu perlu penambahan larutan NaOH agar pH nya menjadi netral. Lalu setelah netralisasi, dilanjutkan dengan presipitasi. Proses ini bertujuan untuk mengurangi bahan bahan yang dapat menimbulkan terbentuknya endapan dan menghilangkan kandungan logam logam berat yang mungkin ada pada air limbah ini dengan menambahkan AL2 (OH) CL4 (PAC), Soda Ash ( Caustic Soda ), Flokulan (PAM) dan AL2 SO4. Setelah proses presipitasi ( kimia ), dilanjutkan dengan proses pengolahan secara biologi. Pengolahan secara biologi salah satunya adalah dengan Aerasi, proses ini bertujuan untuk menghilangkan polutan dengan mengunakan mikroorganisme (bakteri) ataupun mengontakkan limbah dengan oksigen (aerator). Proses selanjutnya yaitu ozonasi, proses ini dilakukan dengan cara menambahkan O3 ke dalam air. Proses ini bertujuan untuk
Mengoksidasi logam berat, Meningkatkan flokulasi, Bahan pemutih, Menghancurkan jamur dan lumut, Menghancurkan dan mengurangi jentik-jentik.
Proses pengolahan selanjutnya adalah dengan proses Sedimentasi proses ini memanfaatkan gaya gravitasi untuk memisahkan partikel-partikel serta mikroorganisme setelah proses aerasi dan ozonasi dari air. Dalam proses sedimentasi hanya partikel-partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah seperti kerikil, pasir, dan lumpur. Tahap akhir adalah pengecekan berbagai parameter uji yaitu BOD,DO,COD,PH, TSS, PHENOL pada Bak Kontrol, pada bagian ini juga digunakan indikator pengamatan yaitu dengan ikan mas dan enceng gondok. Kedua indikator tersebut peka terhadap air limbah, sehingga dapat diketahui kualitas air tersebut terhadap hewan dan tumbuhan. Apabila indikator atau media uji coba tersebut mati, maka air olahan tersebut masih berbahaya dan perlu diolah kembali. Sedangkan apabila indikator dapat hidup dalam waktu yang telah ditentukan, maka dipastikan air tersebut sudah dapat dapat dibuang kelingkungan (outlet). Akan tetapi, untuk menghemat ketersediaan air, maka air outlet dapat digunakan kembali (Reuse) sebagai air pencuci kayu atau peruntukan lain yang sesuai.
Limbah Non Spesifik Industri Plywood Limbah dari kain majun yang dihasilkan dari proses produksi dapat dipakai untuk bahan bakar boyler. Lalu untuk drum bekas penyimpanan oli dapat dibersihkan dan dapat diunakan untuk menyimpan air hujan, atau dijual ke agen penampun drum untuk dijual kembali ke masyarakat. Hasil pencucian drum yang mengandung oli serta oli bekas dari pengunaaan mesin produksi dan kendaraan operasional akan menjadi limbah berbahaya, maka Limbah tersebut dapat dikatakan limbah B3 karena kandungan oli nya masih ada. Limbah non spesifik lain adalah limbah medis dari pengobatan para direktur ataupun karayawan, limbah limbah tersebut bisa berupa bahan kimia ataupun berupa jarum suntik. Limbah obat obatan dan jarum suntik merupakan limbah infeksius yang penanganannya perlu metode khusus mulai dari pembungkusan limbah tersebut hingga penyimpananya sebelum diolah. Lalu limbah yang dihasilkan oleh bahan bahan pendukung produksi yang telah kadaluarsa misal perekat dan bahan bahan kimia. Apabila dimungkinkan dapat diolah di insenerator, maka limbah limbah tersebut akan dibakar. Akan tetapi jika tidak lagi dimungkinkan untuk diolah lagi karena terlalu berbahaya kandungannya ( B3 ), maka alternatif terakhir adalah dengan penimbunan ( landfill ). Alternatif ini merupakan jalan akhir pembuangan limbah setelah berbagai jenis pengolahan tidak mampu lagi untuk menanganinya. Landfill itu sendiri harus dilakukan secara benar dan perlu pengawasan yang intensif selama ± 30 tahun. Limbah yang akan di landfill harus benar benar diperhatikan mulai syarat syarat penimbunan serta perawatannya agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Alternatif Pemanfaatan Pemahaman bahwa limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi mempunyai nilai ekonomis merupakan suatu paradigma baru yang sedang dikembangkan saat ini. Limbah bukan menjadi suatu hal yang harus dihindari atau ditutup-tutupi pengelolaannya. Limbah
juga mempunyai nilai ekonomis. Konsep 3R (Reuse, Recyle dan Recovery) akan medorong setiap penghasil limbah untuk menjadikan limbahnya memiliki nilai ekonomis tersebut. A. Arang Serbuk dan Arang bongkah Khusus untuk pembuatan arang dari serbuk gergajian kayu, teknologi yang digunakan berbeda dengan cara pembuatan arang sistem timbun dan kiln bata. Teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan arang dari serbuk gergaji kayu ini adalah dengan menggunakan drum yang dimodifikasi dan dilengkapi dengan lubang udara di sekeliling badan drum dan cerobong asap dibagian tengah badan drum. Rendemen arang serbuk gergaji yang dihasilkan dengan cara ini sebesar 15 – 20 %. kadar karbon terikat sebesar 50 – 72 kal/g dan nilai kalor arang antara 5800 – 6300 kal/g. Mengingat cara ini kurang efektif bila ditinjau dari lamanya proses pembuatan arang serbuk yang memerlukan waktu lebih dari 10 jam dengan hasil yang tidak terlalu banyak, maka dibuat teknologi baru untuk mengatasi kekurangan cara drum tersebut. Teknologi ini dirancang dengan konstruksi yang terbuat dari plat besi siku yang dapat dibongkar pasang (sistem baut) dan ditutup dengan lembaran seng yang juga menggunakan sistem baut. Dalam satu hari (9 jam) dapat mengarangkan serbuk sebanyak 150 – 200 kg yang menghasilkan rendemen arang antara 20 – 24 %. Kadar air 3,49 %, kadar abu 5,19 %, kadar zat terbang 28,93 % dan kadar karbon sebesar 65,88 %. Arang serbuk gergaji yang dihasilkan dapat dibuat atau diolah lebih lanjut menjadi briket arang, arang aktif, dan sebagai media semai tanaman. Biaya untuk membuat kiln semi kontinyu ini adalah sebesar Rp. 2000.000,Untuk limbah sebetan dan potongan ujung dapat dibuat arang dengan menggunakan tungku kubah yang terbuat dari batu bata yang dipelester dengan tanah liat dan dilengkapi dengan alat penampung atau mendinginkan asap yang keluar dari cerobong sehingga didapatkan cairan ter dan destilat yang dapat diaplikasikan lebih lanjut. Di Thailand cairan wood vinegar ini merupakan produk utama dalam hal pembuatan arang yang sebelumnya merupakan produk samping karena harga jualnya tinggi yanitu sebesar 50 Bath/L sedangkan untuk arangnya hanya berharga 4 Bath/kg. Dari kapasitas tungku sebesar 4,5 ton dihasilkan cairan destilat sebanyak 150 liter dan arang sebanyak 800 kg (Sujarwo, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2000) menunjukkan bahwa tungku dengan kapasitas 445 kg menghasilkan arang sebanyak 60,6 kg dan cairan destilat 75,5 kg. Adapun biaya pembuatan tungku bata yang diplester dengan tanah liat yang dilengkapi dengan alat proses pendinginan sebesar Rp. 4000.000 (Nurhayati, 2000). B. Arang aktif Arang aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi sehingga pori-porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai bahan adsorben. Proses yang digunakan sebagian besar menggunakan cara kimia di mana bahan baku direndam dalam larutan, CaCl2, MgCl2, ZnCl2 selanjutnya dipanaskan dengan jalan dibakar pada suhu 5000C. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas arang aktif dalam hal ini besarnya daya serap terhadap yodium memenuhi standar SII karena daya serapnya lebih dari 20 %. Sesuai dengan perkembangan teknologi dan persyaratan standar yang makin ketat serta isu lingkungan, teknologi ini sudah tidak memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut terutama untuk pemakaian bahan pengaktif ZnCl2 yang dapat mengeluarkan gas klor pada saat aktivasi. Mensikapi kasus tersebut di atas, telah dilakukan perbaikan teknologi pembuatan arang aktif dengan cara oksidasi gas pada suhu tinggi dan kombinasi antara cara kimia dengan
menggunakan H3PO4 sebagai bahan pengaktif dan oksidasi gas. Hasil penelitian Pari (1996) menyimpulkan bahwa arang aktif dari serbuk gergajian sengon yang dibuat secara kimia dapat digunakan untuk menarik logam Zn, Fe, Mn, Cl, PO4 dan SO4 yang terdapat dalam air sumur yang terkontaminas dan juga dapat digunakan untuk menjernihkan air limbah industri pulp kertas (Pari, 1996). Arang aktif yang diaktivasi dengan bahan pengaktif NH4HCO3 menghasilkan arang aktif yang memenuhi Standar Jepang dengan daya serap yodium lebih dari 1050 mg/g dan rendemen arang aktifnya sebesar 38,5 % (Pari, 1999). Pada tahun 1986 berdiri sebuah pabrik arang aktif di Kalimantan yang membuat arang aktif dari limbah serbuk gergajian kayu dengan kapasitas produksi 3000 ton/th. Sampai sekarang terdapat dua buah pabrik pengolahan arang aktif yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku utamanya. Kualitas arang aktif yang dihasilkan memenuhi SNI karena daya serap yodiumnya lebih dari 750 mg/g, tetapi belum memenuhi standar Jepang. Harga jual arang aktif bervariasi antara Rp 6.500 – Rp 15.000/kg tegantung pada kualitas yang diinginkan. Untuk arang aktif buatan Jerman harganya mencapi Rp 65.000/0,5 kg. C. Briket arang Briket arang adalah arang yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket (penampilan dan kemasan yang lebih menarik) yang dapat digunakan untuk keperluan energi sehari-hari. Pembuatan briket arang dari limbah industri pengolahan kayu dilakukan dengan cara penambahan perekat tapioka, di mana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicapur perekat, dicetak (kempa dingin) dengan sistem hidroulik manual selanjutnya dikeringkan. Hasil penelitian Hartoyo, Ando dan Roliadi (1978) menyimpulkan bahwa kualitas briket arang yang dihasilkan setaraf dengan briket arang buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di Jepang karena menghasilkan kadar abu dan zat mudah menguap yang rendah serta tingginya kadar karbon terikat dan nilai kalor. Selain itu hasil penelitian Sudrajat (1983) yang membuat briket arang dari 8 jenis kayu dengan perekat campuran pati dan molase menyimpulkan bahwa makin tinggi berat jenis kayu, karepatan briket arangnya makin tinggi pula. Kerapatan yang dihasilkan antara 0,45 – 1,03 g/cm3 dan nilai kalor antara 7290 – 7456 kal/g. Pembuatan briket arang yang dilakukan sekarang adalah bahan baku yang digunakan adalah sudah langsung dalam bentuk arang serbuk sehingga proses penggilingan dan pengayakan bahan baku yang dilakukan sebelumnya dapat dihilangkan. Proses selanjutnya adalah penambahan perekat tapioka dan pengepresan seperti pembuatan briket arang sebelumnya. Untuk membuat alat cetak briket sistem manual hidroulik dengan jumlah lubang 24 buah diperlukan biaya Rp 18.000.000,Pada tahun 1990 berdiri pabrik briket arang tanpa perekat di Jawa Barat dan Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku utamanya. Proses pembuatan briket arangnya berbeda dengan cara yang disebutkan di atas. Bahan baku serbuk gergajian kayu dikeringkan selanjutnya dibuat briket kayu dengan sistem ulir berputar dan berjalan sambil dipanaskan kemudian diarangkan dalam kiln bata. Kualitas briket arang yang dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari 7000 kal/g yaitu sebesar 6341 kal/g dan kadar karbon terikatnya sebesar 74,35 %. Namun demikian studi yang dilaksanakan di Jawa Barat menunjukkan bahwa pabrik briket arang dengan kapasitas sebanyak 260 kg briket arang/hari dapat menguntungkan. Di pasar swalayan sekarang dapat dibeli briket arang dari kayu dengan dengan harga jual Rp 12.000/2,5 kg.
Apabila briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif baik sebagai pengganti minyak tanah maupun kayu bakar maka akan dapat terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia, sedangkan untuk dunia karena kebutuhan kayu bakar dan arang untuk tahun 2000 diperkirakan sebanyak 1,70 x 109 m3 (Moreira (1997) maka jumlah CO2 yang dapat dicegah pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/th. D. Energi. Jenis limbah yang digunakan sebagai sumber energi dapat berupa potongan ujung, sisa pemotongan kupasan, serutan dan seruk gergajian kayu yang kesemuanya digunakan untuk memanaskan ketel uap. Pada industri kayu lapis keperluan pemakaian bahan bakar untuk ketel uap sebesar 19,7 % atau 40 % dari total limbah yang dihasilkan. Untuk industri pengeringan papan skala industri kecil proses pengeringannya dilakukan secara langsung dengan membakar limbah sebetan atau potongan ujung, panas yang dihasilkan dengan bantuan blower dialirkan ke dalam suatu ruangan yang berisi papan yang akan dikeringkan. Hasil penelitian Nurhayati (1991) menyimpulkan bahwa untuk mengeringkan papan sengon sebanyak 10260 kg berat basah pada kadar air 161,04 % menjadi 5220 kg papan pada kadar air 6,58 % selama 6 hari menghabiskan limbah sebanyak 3433 kg. Teknologi lainnya adalah proses konversi kayu menjadi bahan bakar melalui proses gasifikasi. Hasil penelitian Nurhayati dan Hartoyo (1992) menyimpulkan bahwa limbah kayu kamper dapat dikonversi menjadi bahan bakar dengan sistem gasifikasi fluidized bed yang menghasilkan nilai kalor gas sebesar 7,106 MJ/m3 dengan komposisi gas H2 = 5,6 %; CO = 11,77 %, CH4 = 3,99 %; C2H4 = 4,34 %, C2H6 = 0,21 %, N2 = 57,69 % O2 = 0,40 % dan CO2 = 15,71 %. E. Soil conditioning Penggunaan arang baik yang berasal dari limbah eksploitasi maupun yang berasal dari industri pengolahan kayu untuk soil conditioning, merupakan salah satu alternatif pemanfaatan arang selain sebagai sumber energi. Secara morfologis arang memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah. Oleh sebab itu aplikasi arang pada lahanlahan terutama lahan miskin hara dapat membangun dan meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat meningkatkan beberapa fungsi antara lain: sirkulasi udara dan air tanah, pH tanah, merangsang pembentukan spora endo dan ektomikoriza, dan menyerap kelebihan CO2 tanah. Sehingga dapat meningkatkan produktifitas lahan dan hutan tanaman. Hasil penelitian pendahuluan Gusmailina et. al. (1999), menunjukkan bahwa pemberian arang dan arang aktif bambu sebagai campuran media tanam dapat meningkatkan persentase pertumbuhan baik pada tingkat semai maupun anakan (seedling) dari Eucalyptus urophylla. pemberian arang serbuk gergaji dan arang sarasah dapat meningkatkan pertumbuhan anakan Acacia mangium dan Eucalyptus citriodora lebih dari 30 % dibanding tanpa pemberian arang, begitu juga pemberian arang di lapangan dapat meningkatkan diameter batang tanaman E. urophylla. Sedangkan untuk tanaman pertanian seperti cabe (Capsicum annum) penambahan arang bambu sebanyak 5 % dan arang sekam sebanyak 10 % dapat meningkatkan persentasi pertumbuhan tinggi tanaman menjadi 11 %. Namun demikian akan lebih baik bila pada waktu penanaman, arang yang ditambahkan dicampur dengan kompos. Hasil sementara menunjukkan dengan penambahan arang serbuk gergajian kayu dan kompos serbuk menghasilkan diameter pohon yang lebih besar (7,9 cm) dibanding tanpa pemberian kompos.
F. Kompos dan Arang Kompos Serbuk gergaji merupakan salah satu jenis limbah industri pengolahan kayu gergajian. Alternatif pemanfaatan dapat dijadikan kompos untuk pupuk tanaman. Hasil penelitian Komarayati (1996) menunjukkan bahwa pembuatan kompos serbuk gergaji kayu tusam (Pinus merkusii) dan serbuk gergaji kayu karet (Hevea braziliensis) dengan menggunakan activator EM4 dan pupuk kandang menghasilkan kompos dengan nisbah C/N 19,94 dan rendemen 85 % dalam waktu 4 bulan. Selain itu Pasaribu (1987) juga memanfaatkan serbuk gergaji sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai bahan baku untuk kompos. Kompos yang dihasilkan mempunyai nisbah C/N 46,91 dengan rendemen 90 % dalam waktu 35 hari. Hasil penelitian pemberian kompos serbuk dan sarasah pohon karet dapat meningkatkan pertumbuhan Eucalyptus urophylla 40-50 % dalam waktu 5 bulan dibanding tanpa pemberian kompos.
View more...
Comments