Kawisesan Dan Manusia Bali

February 3, 2019 | Author: Wahyu Angga | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

KAWISESAN...

Description

KAWISESAN DAN MANUSIA BALI Kawisesan jika diambil pengertian dalam etimologi kata, kawisesan b erasal dari kata 'wisa' yang  berarti bisa mendapat konfiks ka-an yang secara kesuluruhan merujuk dalam pada pengertian tentang segala kemapuan. Kawisesan juga mampu merujuk pada kata 'wisesa' menurut Kamus Bali-Indonesia kata wisesa berarti 'sakti'. Secara umum 'bisa' dan 'sakti' dalam arti memiliki makna yang hampir sama adalah ilmu tentang kemampuan, ilmu tentang talenta, ilmu tentang kebergunaan dan lain-lainnya yang merujuk pada hal pemberdayaan sesuatu. Dalam pengertian tersebut kata kawisesan yang terdapat dalam teks kawisesan memiliki makna khusus yakni teks ilmu yang berisi tentang sisi lain kemampuan manusia yang mampu diberdayagunakan dalam sisi gelap yang belum diketahui secara filsafat maupun secara kebendaan. Kenapa berisi makna sisi gelap? Lontar kawisesan merupakan lontar yang terdapat begitu banyak persebarannya di Bali, lontar kawisesan memiliki makna penting dalam pembentukan karakter manusia Bali yang hingga kini  begitu disegani oleh masyarakat dunia. Dalam kawisesan memiliki karakteristik berupa mantramantra, yantra dan juga secara tersirat adalah bentuk pengaplikasian tantra di dalam kehidupan nyata, sebagai media pembuktian sakti yang dimiliki oleh manusia sebagai pangkal yang disebut dengan paragan Siwa dan Buda itu sendiri. Kawisesan secara umum dapat diartikan sebagai hasil dari penggalian berbagai bentuk kesiddhian manusia yang memiliki tujuan untuk mencapai tujuan sang praktisi dalam menjalankan kawisesan. Kawisesan yang masuk kedalam ajaran ngiwa sering disalah artikan sebagai ilmu yang be raliran tidak baik (ugig) dimana masyarakat  beranggapan seseorang yang mempelajari ajaran ngiwa tersebut dianggap bentuk dari  perwujudan manusia super power, dimana dalam artian seseorang praktisi tersebut memiliki akses yang lebih besar menjangkau apa pun yang diinginkannya secara mudah, termasuk juga dengan anggapan dan dogma bahwa seorang yang ngiwa bisa melakukan apapun yang diinginkannya termasuk juga membencanai seseorang yang dianggap sebagai penghalang atau yang dibencinya. Pola pikir pik ir dan alur berfikir yang muncul di masyarakat tersebut tidak bisa dikatakan benar maupun tidak semuanya bisa dikatakan salah. Kawisesan identik dilaksanakan oleh para balian atau tokoh-tokoh masyarakat yang tujuan dari  praktiknya memiliki bermacam-macam alasan, mulai dari pemurtian kawisesan pangenduh yang isinya mengenai bagaimana agar disegani seseorang, p amungeng yang isinya agar sang praktisi mampu menang dalam berdebat atau menghadapi debatan dari lawannya, dan lain sebagainya kawisesan yang begitu kompleks bentuknya sebanyak kemapuan manusia yang sesungguhnya  juga tak terbatas jumlahnya. Sebelum lebih jauh membahas mengenai kawisesan, berdasarkan pengamatan penulis dari sekian  banyak teks kawisesan, kawisesan dibagi berdasarkan tujuan penggunaannya dituliskan secara mengkhusus dan ada juga yang dituliskan secara umum.

1. Penulisan kawisesan yang secara mengkhusus yang dimaksud adalah teks tersebut memuat secara panjang lebar mengenai satu bentuk kawisesan yang bisa dicapai oleh  praktisi dalam mencapai tujuan yang diinginkan jika diibaratkan seperti aplikasi komputer, kawisesan jenis ini seperti aplikasi penuh yang memiliki cara installing yang  bertahap juga kemampuan dari aplikasinya pun memiliki ruangnya tersendiri sehingga  praktisi lebih leluasa dan lengkap dalam mepraktikkannya, Contoh: Kawisesan Pudak Sategal, Kawisesan Aji Kreket, Kawisesan Jaka Tua, Kawisesan Candi Mas Putus, Kawisesan Jaran Guyang dan lain sebagainya. Dilihat secara sepintas kawisesan tersebut secara jelas menyatakan bentuk kawisesan yang akan dicapai dari nama simbolik yang diberikan. Kawisesan Pudak Sategal:  Iki kawisesan Sang Hyang Pudhak Satgal, nga, reh masila mamusti angeka pudhak...  berdasarkan kutipan diatas jelas tujuan dari kawisesan tersebut mengibaratkan diri bagaikan  bunga pudak terlihat dari cara ngerehnya pun diminta agar duduk bersila mengumpamakan  bagaikan bunga pudak. 2. Penulisan kawisesan yang secara umum memberikan bentuk praktis kepada praktisi, gampangnya kawisesan bentuk ini bagaikan shortcut dari kawisesan, bentuk ini cenderug lebih terbatas kegunaannya daripada kawisesan yang mengkhusus. Contoh: Kawisesan sasirep:  Iki sasirep, ma, Ih leyak putih manjinga sira ring putihing mata,... kutipan kawisesan seseirep tersebut tidak seruntut kawisesan Pudak Sategal diatas, contoh kawisesan tipe ini cenderung lebih langsung menj alankan ke inti program kawisesan yang dimaksud, selain bentuknya lebih bebas, kawisesan tipe ini merupakan kawisesan yang sifatnya opsional karena banyak di dalam teks-teks kawisesan terdapat kawisesan yang sama  bersanding dengan kegunaan yang sama namun berisi mantra yang berbeda. sehingga praktisi  boleh memilih menggunakan yang mana sesuai pilihan yang diinginkan. KAWISESAN SALAH SATU TEKNOLOGI MANUSIA BALI Teknologi sekarang yang telah berkembang demikian pesatnya perlu diketahui sesungguhnya  begitu terlambat jika dibandingkan dengan teknologi Nusantara. Kawisesan adalah teknologi leluhur kita. Apakah sempat terpikir oleh kita, bagaimana tetua kita pada jaman dahulu khususnya di Bali berpergian berkelana meninggalkan rumah ketempat yang jauh berharihari walaupun tanpa media komunikasi seperti sekarang ini?. Orang tua kita bukannya tidak  berkomunikasi walaupun tidak memegang piranti gadget seperti sekarang, ini semua telah tertulis di dalam kawisesan, untuk lebih jelasnya berikut

Dalam kawisesan dapat kita temukan beberapa yang mengajarkan tentang cara-cara meditasi, aktualisasi diri, dan pemberdayaan diri. Salah satu bentuk pemberdayaan diri adalah kemampuan berkomunikasi tanpa piranti nyata seperti saat ini, kawisesan dalam fungsinya sebagai bentuk pemberdayaan diri berarti penggalian kemapuan terpendam manusia yang dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari manusia itu sendiri. Kemampuan terpendam tersebut telah dipahami oleh leluhur kita mampu digali dan dimanfaatkan kedalam kehidupan sehari-hari, maka aspek inti dari kawisesan sebagai pemberda yaan diri adalah bukan hal baru dalam sistem pengetahuan manusia Bali. Sebagai contoh media komunikasi non verbal manusia Bali di dalam kawisesan adalah Aji Pang acep yang dikutip dari teks lontar kawisesan. Secara umum kawisesan Aji Pangacep ini adalah media komunikasi non verbal nir media yang dimana memungkinkan praktisi berkomunikasi dengan seseorang bahkan lingkup grup sekalipun tanpa menggunakan media/ perangkat keras sebagai penghantarnya. Ada pun isi mantra Aji Pangacep ini adalah shortcut kawisesan yang tidak berisikan tatacara khusus, maupun sarana khusus ditulis di dalamnya adapun kutipan Aji Pangacep adalah sebagai berikut:  Pangacep, ma, Om Awighnamastu, idepaku anganggo sarining aji, ajiku Panggodo Besi,  gunemku sumurup ing bumi, ababku babarengan ing angin...........................................................si anu enggal teka ring aku, teka seka karsaning  Hyang Widhi...... dari kutipan mantra di atas berisi bagaimana ketika sang praktisi melantunkan mantra terlihat kawisesan tersebut bertujuan untuk berkomunikasi secara non verbal kepada target yang diinginkan untuk datang kepada sang praktisi. Mantra kawisesan tersebut telah memberikan cerminan bagaimana pemberdayaan diri dilakukan dengan segenap daya yang dimiliki oleh kemampuan diri manusia. Lalu bagaimana komunikasi non verbal nir media itu bisa terjadi? Berdasarkan telaah filsafat, dalam banyak literatur agama maupun filsafat telah diakui bahwa alam semesta dan manusia memiliki hubungan yang begitu erat dalam hal mempengaruhi dan memengaruhi, setiap individu manusia adalah cerminan kecil alam semesta yang fasih disebut mikrokosmos, begitupun sebaliknya alam semesta adalah lingkungan hidup manusia yang disebut makrokosmos. Dalam posisi manusia adalah cerminan ke cil alam semesta telah  banyak di bahas dalam beberapa naskah lontar salah satunya adalah lontar Kanda Pat. Kanda Pat Rare: Genep 10 wulan ring jro weteng wetu ring duuring pretiwi, wus rare ika mabanyu kinasihan dening prasanaknya patpat kabeh. Wau metu prasanak ira ngaran I Anta, Preta, Kala,  Dengen. Anta ika ari-ari, preta ika pungsed, kala ika getih, dengen yeh nyom.....

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF