Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix
January 30, 2017 | Author: BiManda Rizki Nurhidayat | Category: N/A
Short Description
Download Kasus Portofolio-Etik Dan Medikolegal Fix...
Description
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
Kisah Bayi ED Yang Meninggal, Karena Tranfusi Darah Yang Terburu-buru
Kupang - Malpraktik juga terjadi pada bayi ED yang masih berusia 10 bulan. Bayi ED merupakan anak dari pasangan Pendeta Johnson Dethan dan Many Lynn Dethan. Kejadian yang menimpa ED terjadi pada tanggal 9 Februari 2012. Waktu ED mengalami sakit. Setelah menunggu selama 1 hari, ED dibawa ke dokter oleh Johnson dan Many Lynn. Tapi, dokter yang memeriksa ED beranggapan kalau ED hanya terkena pilek dan flu biasa dan dokter memberikan ED obat yang ia racik sendiri. Walau pun sudah diberikan obat, ED belum juga sembuh. Bahkan, ada bercak darah keluar dari dubur atau anusnya. Selain itu juga, ED mengalami muntah-muntah. Karena anaknya yang tak kunjung sembuh, ED dibawa oleh Johnson ke dokter dan meminta dokter untuk memeriksa keadaan apa yang sebenarnya terjadi pada anaknya. Setelah diperiksa, ED dinyatakan terkena disentri oleh dokter tersebut. Karena ED tidak dapat meminum ASI dari ibunya, Johnson dan istri mendesak dokter untuk membawa ED ke rumah sakit. Setelah mendapat izin dari dokter, Johnson membawa anaknya ke rumah sakit umum Kupang dan dilakukan pemeriksaan oleh dr. M. Dokter tersebut malah mengatakan kalau anaknya bukan disentri, tapi mengalami invaginasi. Ususnya masuk ke dalam usus. Lalu, ia membawa kembali anaknya ke dokter semula yang mengatakan kalau anaknya terkena disentri dan mengatakan kepada dokter tersebut kalau anaknya bukan disentri tapi invaginasi. Dokter itu lalu menelepon dokter bedah, dr. D, untuk memeriksa anaknya. Lalu dokter tersebut mengatakan kalau itu memang invaginasi. RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
1
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 Yang lebih membuat Johnson kaget adalah dokter tersebut mengatakan kalau disentrilah yang menyebabkan invaginasi. Johnson sangat percaya apa yang dikatakan oleh dokter karena ia tidak mengerti prosedur kesehatan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh dokter tersebut. Setelah melakukan cek laboratorium, ternyata tidak ada bakteri atau pun virus yang menunjukkan kalau anak itu terkena disentri. Pihak keluarga meminta agar anaknya dibawa ke Rumah Sakit Umum Kupang, tapi dokter malah menyarankan kalau anaknya melakukan operasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang. Istrinya sempat menanyakan apakah di rumah sakit tersebut ada ruang ICU nya atau tidak, dokter malah mengatakan kalau ia biasa melakukan hal itu. Pada saat di rumah sakit, anaknya harus melakukan pengecekkan darah karena harus segera dioperasi. Anehnya, menurut tes golongan darah di Labolatorium Prodia, anaknya memiliki darah dengan golongan B. Padahal, saat dicek di PMI golongan darah anaknya O. Pada tanggal 12 Februari 2012 dilakukanlah operasi. Tiba-tiba saja HB bayi ED turun dan membutuhkan transfusi dari. Namun, transfusi darah yang dilakukan oleh para suster dengan cara injeksi. Darah sebanyak 100 CC dimasukkan ke dalam vena anaknya dalam waktu yang cukup cepat hanya 15 menit. Padahal infus saja dilakukan harus pelan-pelan apalagi ini transfusi darah. Semuanya harus dilakukan pelan-pelan. Setelah selesai melakukan tindakan itu, mata anaknya terbalik. Dan ternyata benar, anaknya meninggal di tempat dan keluar darah dari mulut. Sangat disayangkan, tak ada dokter jaga di rumah sakit. Lalu ia berusaha menghubungi dokter rumah sakit tersebut.
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
2
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
Omongan Dokter “Saya sudah biasa melakukan operasi”, Sering berakibat Fatal Untuk meyakinkan pasien, biasanya dokter sering mengeluarkan kalimat sakti "Saya sudah biasa melakukan itu". Tapi tak jarang kalimat itu sering berakibat fatal. "Saya sudah biasa kok melakukan operasi usus buntu, ibu pergi ke pasar pun ibu bisa kena usus buntu akut," kata seorang dokter bedah umum dr. D di Rumah Sakit Medika Permata Hijau yang berbicara ke Oti Puspa Dewi , ibunda Raihan (10 tahun) sebelum dilakukan Operasi usus buntu pada September 2012. Karena mendapat jaminan seperti itu, sang Ibu yang semula ragu akhirnya merelakan anaknya dioperasi usus buntu oleh sang dokter. Tapi setelah operasi itu, si anak tak pernah sadar lagi hingga sekarang atau sudah koma selama 3 bulan. Begitu juga yang terjadi pada bayi ED asal Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ketika bayi perempuan berusia 10 bulan itu sakit pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang mengatakan si bayi harus dilakukan operasi invaginasi. Namun orangtua ED yang bernama Johnson Dethan dan Marilynn Dethan menyangsikan kemampuan rumah sakit dan bertanya apakah ada ruang ICU. "Memang disini ada ruang ICU kok sampai berani ambil tindakan operasi". Lalu si dokter menjawab 'Sudah biasa kok dilakukan operasi'," cerita Johnson di gedung DPR, ketika rapat dengar pendapat dengan Komisi IX, Selasa (15/1/2013). Karena sudah diyakinkan biasa melakukan operasi akhirnya orangtua ED mempercayakan anaknya dioperasi. Tapi yang terjadi kemudian si anak kekurangan darah dan ketika dilakukan transfusi prosesnya sangat cepat. Untuk darah 100 CC dimasukkan ke dalam vena bayi ED dalam waktu yang cukup cepat hanya 15 menit akibatnya ED meninggal dunia. Dalam pertemuan tersebut pihak DPR berharap agar rumah sakit lebih hati-hati dan bertanggungjawab atas proses yang tidak sesuai standar. DPR juga melihat jika terbukti malpraktik harusnya rumah sakit itu bertanggung jawab. Salah seorang anggota DPR sempat mengingatkan agar dokter jangan sesumbar dengan mengatakan “Saya sudah biasa melakukan itu”. Karena jika berakibat fatal, pernyataan itu akan selalu dipegang pihak keluarga sebagai bukti keluarga rela dokter melakukan tindakan karena sudah biasa.
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
3
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013
Salah Transfusi Darah, Bayi WNA Tewas di NTT Kasus ini sudah dilaporkan ke Kedutaan Besar Kanada di Indonesia VIVAnews - Komisi Nasional Perlindungan Anak menginvestigasi dugaan malpraktek Elija Dethan (10 bulan), balita berkebangsaan Kanada di RS Dedari Kupang, yang meninggal Senin 12 Februari 2012 lalu. Kasus ini sudah dilaporkan ke Kedutaan Besar Kanada di Indonesia. "Kedutaan memantau kasus ini. Sebenarnya Kedutaan akan mengambil alih penangananya namun karena Mabes Polri sudah menurunkan tim sehingga kedutaan hanya memantau," kata Johnson Dethan, orangtua korban dalam keterangan pers di Kupang, NTT, Sabtu 18 Februari 2012. Dalam keterangan pers ini dihadiri kedua orangtua korban, Johnson Dethan dan Marilin Dethan Deboer, Pengurus Yayasan Lembaga Perlindungan Anak, dan Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Aris Merdeka Sirait. Menurut Johnson, bila dalam penyelidikan keluarga tidak mendapatkan keadilan maka pemerintah Kanada akan mengambil langkah diplomasi yang lebih serius. Dia menuturkan, anaknya meninggal dunia beberapa menit setelah mendapat transfusi darah dari petugas medis di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Dedari Kupang, Senin malam. Keluarga didampingi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah melaporkan manajemen rumah sakit ke Polres Kupang Kota. Hasil pemeriksaan tim medis awal,
anaknya
menderita
penyakit
disentri
sehingga
harus
dioperasi.
"Anak saya kemudian dibawa ke RS Dedari untuk menjalani operasi Selasa siang. Setelah operasi, anak saya membaik. Namun setelah transfusi darah, berselang 2 sampai 5 menit anak saya kejang-kejang lalu meninggal," kata Johnson. "RS melakukan transfusi darah karena alasan anak saya HB-nya hanya 7,5," kata dia. Sementara,
Aris
Merdeka
Sirait
mengatakan
hasil
investigasi
sementara
membuktikan, korban meningal dunia karena adanya perbedaan golongan darah saat transfusi. "Diduga ada kesalahan transfusi darah yang berdampak pada tewasnya korban," kata Aris. Hasil pemeriksaan laboraorium Prodia Kupang, golongan darah korban O, tetapi hasil pemeriksaan RS Dedari golongan darah korban B. "Komnas mendesak agar izin RS Dedari Kupang ditinjau kembali karena kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia," lanjutnya. Dokter forensik Mabes Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Adang Asyar yang dihubungi terpisah mengatakan, hasil otopsi baru akan diberitahukan keluarga pekan depan. Otopsi akan disampaikan setelah sejumlah organ tubuh termasuk darah korban diteliti di laboraturium forensik Mabes Polri Jakarta. RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
4
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 Sementara, pemilik RS Dedari Kupang, Sahadewa mengatakan, pihaknya menyerahkan kasus tersebut ke aparat kepolisian. Namun, dia membantah telah melakukan malpraktek, "Karena malpraktek harus penuhi empat unsur yakni kesengajaan, kerugian, hubungan langsung dan prosedur. Belum bisa dikatakan kasus ini adalah malpraktek," kata Sahadewa.
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
5
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 Topik: Etik Tanggal (kasus): 12 Februari 2012
Persenter: dr. Bimanda Rizki Nurhidayat
Tangal presentasi:
Pendamping: dr. Yuliawaty Soetio dr. Sofie Giantari
Tempat presentasi: Obyektif presentasi: □ Keilmuan
□ Keterampilan
□ Penyegaran
□ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik
□ Manajemen
□ Masalah
□ Istimewa
□ Anak
□ Dewasa
□ Neonatus
□ Bayi
□ Remaja
□ Lansia
□ Bumil
□ Deskripsi: Dugaan adanya malpraktik yang dilakukan oleh Paramedis di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang akibat adanya kelalaian dan tidak hati-hati dalam melaksanakan tindakan tranfusi darah sebelum operasi yang menyebabkan anak meninggal dunia. □ Tujuan: mempelajari dan menyikapi masalah etik yang dapat terjadi terkait dengan kejadian pasca tranfusi darah Bahan bahasan:
□ Tinjauan pustaka
Cara membahas:
□ Diskusi
Data pasien:
□ Riset
□ Presentasi dan diskusi
Nama: Bayi ED usia 10 bulan
□ Kasus □ E-mail
□ Audit □ Pos
No registrasi: -
Nama klinik: Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang
Telp: -
Terdaftar sejak: -
Data utama untuk bahan diskusi:
Kasus
9 Februari 2012 Anak bernama bayi ED usia 10 bulan, anak dari pasangan Pendeta Johnson Dethan dan Many Lynn Dethan mengalami sakit.
10 Februari 2012 Bayi ED oleh orang tuanya dibawa ke dokter dan setelah diperiksa, kemudian oleh dokter dinyatakan bahwa pasien hanya mengalami batuk dan flu lalu diberi obat.
11 Februari 2012 Bayi ED belum juga sembuh, bahkan, ada bercak darah keluar dari dubur atau anusnya. Selain itu juga, bayi ED mengalami muntah-muntah. Karena tidak ada perubahan pasien dibawa ke dokter lagi, dan dilakukan pemeriksaan. Kemudian oleh dokter, bayi ED dinyatakan mengalami disentri dan orang tua pasien mendesak dokter membawa ke RS karena tidak bisa meminum ASI RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
6
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 dari ibunya. Setelah mendapat izin dari dokter, Johnson membawa anaknya ke rumah sakit umum Kupang dan dilakukan pemeriksaan oleh dr. M. Dokter tersebut malah mengatakan kalau anaknya bukan disentri, tapi mengalami invaginasi. Ususnya masuk ke dalam usus. Lalu, ia membawa kembali anaknya ke dokter semula yang mengatakan kalau anaknya terkena disentri dan mengatakan kepada dokter tersebut kalau anaknya bukan disentri tapi invaginasi. Dokter itu lalu menelepon dokter spesialis bedah yang bernama dr. D, untuk konsultasi dan memeriksa anaknya. Lalu dokter tersebut mengatakan kalau itu memang invaginasi. Yang lebih membuat Johnson kaget adalah dokter tersebut mengatakan kalau disentrilah yang menyebabkan invaginasi. Johnson sangat percaya apa yang dikatakan oleh dokter karena ia tidak mengerti prosedur kesehatan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh dokter tersebut. Setelah melakukan cek laboratorium, ternyata tidak ada bakteri atau pun virus yang menunjukkan kalau anak itu terkena disentri. Pihak keluarga meminta agar anaknya dibawa ke Rumah Sakit Umum Kupang, tapi dokter malah menyarankan kalau anaknya melakukan operasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang.. Pada saat di rumah sakit, anaknya harus melakukan pengecekkan darah karena harus segera dioperasi. Anehnya, menurut tes golongan darah di Prodia, anaknya memiliki darah dengan golongan B. Padahal, saat dicek di PMI golongan darah anaknya O.
12 Februari 2012 Bayi ED akan menjalani operasi. Kemudian tiba-tiba saja HB bayi ED turun dan membutuhkan transfusi dari. Namun, transfusi darah yang dilakukan oleh para suster dengan cara injeksi. Darah sebanyak 100 CC dimasukkan ke dalam vena anaknya dalam waktu yang cukup cepat hanya 15 menit. Setelah selesai melakukan tindakan itu, mata anaknya tiba-tiba terbalik dan keluar darah dari hidung, lalu tidak sadarkan diri, kemudian beberapa saat kemudian bayi ED dinyatakan meninggal dunia.
16 Februari 2012 Komisi Nasional Perlindungan Anak menginvestigasi dugaan malpraktek Elija Dethan (10 bulan), balita berkebangsaan Kanada di RS Dedari Kupang, yang meninggal Senin 12 Februari 2012 lalu. Kasus ini sudah dilaporkan ke Kedutaan Besar Kanada di Indonesia.
18 Februari 2012 RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
7
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 Diadakan keterangan pers yang dihadiri kedua orang tua korban, Johnson Dethan dan Marilin Dethan Deboer, Pengurus Yayasan Lembaga Perlindungan Anak, dan Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Aris Merdeka Sirait, kemudian diberikan keterangan bahwa, "Kedutaan memantau kasus ini. Sebenarnya Kedutaan akan mengambil alih penangananya namun karena Mabes Polri sudah menurunkan tim sehingga kedutaan hanya memantau," kata Johnson Dethan, orangtua korban dalam keterangan pers di Kupang, NTT. Menurut Johnson, bila dalam penyelidikan keluarga tidak mendapatkan keadilan maka pemerintah Kanada akan mengambil langkah diplomasi yang lebih serius.
Keluarga didampingi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah melaporkan manajemen rumah sakit ke Polres Kupang Kota.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Aris Merdeka Sirait mengatakan hasil investigasi sementara membuktikan, korban meningal dunia karena adanya perbedaan golongan darah saat transfusi. Hasil pemeriksaan laboraorium Prodia Kupang, golongan darah korban O, tetapi hasil pemeriksaan RS Dedari golongan darah korban B.
Dokter forensik Mabes Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Adang Asyar menyatakan bahwa hasil otopsi baru akan di informasikan kepada pihak keluarga secepatnya. Otopsi akan disampaikan setelah sejumlah organ tubuh termasuk darah korban diteliti di laboraturium forensik Mabes Polri Jakarta.
Pemilik RS Ibu dan Anak Dedari Kupang, Sahadewa mengatakan, pihaknya menyerahkan kasus tersebut ke aparat kepolisian. Namun, dia membantah telah melakukan malpraktek, dengan mengatakan bahwa, "Karena malpraktek harus penuhi empat unsur yakni kesengajaan, kerugian, hubungan langsung dan prosedur. Belum bisa dikatakan kasus ini adalah malpraktek,"
Tinjauan Pustaka
RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
8
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 A. Tranfusi Darah Definisi Transfusi Darah Transfusi darah telah menjadi faktor utama dalam memperbaiki dan mempertahankan kualitas hidup bagi pasien-pasien penderita kanker, gangguan hematologi, dan cedera yang berhubungan dengan trauma dan pasien-pasien yang telah menjalani prosedur bedah mayor. Transfusi darah mencakup pemberian infus seluruh darah atau suatu komponen darah dari satu individu (donor) ke individu lain (resipien) meskipun transfuse darah penting untuk mengembalikan homeostasis, transfusi darah dapat membahayakan. Banyak komplikasi dapat ditimbulkan oleh terapi komponen darah, contohnya reaksi heolitik akut yang kemungkinan mematikan, penularan penyakit infeksi (hepatitis, AIDS) dan reaksi demam. Kebanyakan reaksi transfusi yang mengancam hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar atau pembuatan label sampel darah atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan pemberian darah yang tidak inkompatibel. Pemantauan pasien yang menerima darah dan komponen darah dan pemberian produk-produk ini adalah tanggung jawab keperawatan. Komponen darah harus diberikan oleh personel yang kompeten, berpengalaman, dan dilatih dengan baik dan mengikuti pedoman organisasi dan badan-badan yang telah diakreditasi dalam memberikan terapi komponen darah.
Prosedur Transfusi Darah Untuk mencegah kemungkinan kontaminasi pada specimen darah, digunakan praprosedur dan prosedur yang steril, terampil dan teliti. Berikut ini adalah tahapannya :
Praprosedur 1. Periksa kembali apakah pasien telah menandatangani inform consent. 2. Teliti apakah golongan darah pasien telah sesuai. 3. Lakukan konfirmasi bahwa transfusi darah memang telah diresepkan. 4. Jelaskan prosedur kepada pasien. 5. Saat menerima darah atau komponen darah a. Periksa ulang label dengan perawat lain untuk meyakinkan bahwa golongan ABO dan RH nya sesuai dengan catatan. b. Periksa adanya gelembung darah dan adanya warna yang abnormaldan pengkabutan. Gelembung udara menunjukan adanya pertumbuhan bakteri . RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
9
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 Warna abnormal dan pengkabutan menunjukan hemolisis. c. Periksa jumlah dan jenis darah donor sesuai dengan catatan resipien. 6. Periksa identitas pasien dengan menanyakan nama pasien dan memeriksa gelang identitas. 7. Periksa ulang jumlah kebutuhan dan jenis resipien. 8. Periksa suhu, denyut nadi, respirasi dan tekanan darah pasien sebagai dasar perbandingan tanda-tanda vital selanjutnya.
Prosedur 1. Pakai sarung tangan yang dianjurkan oleh universal precaution yang menyatakan bahwa sarung tangan harus dikenakan saat prosedur yang memungkinkan kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya. 2. Catatlah tanda vital sebelum memulai transfusi. 3. Jangan sekali-sekali menambahkan obat kedalam darah atau produk lain. 4. Yakinkan bahwa darah sudah harus diberikan dalam 30menit setelah dikeluarkan dari pendingin. 5. Bila darah harus dihangatkan, maka hangatkanlah dalam penghangat darah in-line dengan system pemantauan. Dan darah tidak boleh dihangatkan dalam air atau oven microwave. 6. Gunakan jarum ukuran 19 atau lebih pada vena. 7. Gunakan selang khusus yang memiliki filter darah untuk menyaring bekuan fibrin dan bahan partikel lainnya. 8. Jangan melubangi kantung darah. 9. Untuk 15 menit pertama, berikan transfusi secara perlahan-tidak lebih dari 5 ml/menit. 10. Lakukan observasi pasien dengan cermat akan adanya efek samping. 11. Apabila tidak terjadi efek samping dalam 15 menit, naikkan kecepatan aliran kecuali jika pasien beresiko tinggi mengalami kelebihan sirkulasi. 12. Observasi pasien sesering mungkin selama pemberian transfusi. a. Lakukan pemantuan ketat selama 15-30 menit ntuk mendeteksi adanya tanda reaksi atau kelebihan beban sirkulasi. b. Lakukan pemantauan tanda vita dengan interval teratur. 13. Perhatikan bahwa waktu pemberian tidak melebihi jam karena akan terjadi peningkatan resiko poliferasi bakteri. RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
10
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 14. Siagalah terhadap adanya tanda reaksi samping : a. Kelebihan beban sirkulasi. b. Sepsis. c. Reaksi febris. d. Reaksi alergi atau anafilaktik. e. Reaksi hemolitik akut.
Resiko Tranfusi Darah Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi daripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya. Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.
a. Reaksi Akut Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedangberat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri. Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi. Hemolisis intravaskular akut RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
11
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko. Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy. Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satusatunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah. Kelebihan cairan Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular. Reaksi anafilaksis Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif. Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung injury = TRALI) Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif. b. Reaksi Lambat RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN - PROBOLINGGO
12
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSHIP KASUS ETIK December 4, 2013 Reaksi hemolitik lambat Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut. Purpura pasca transfusi Purpura
pasca
transfusi
merupakan
komplikasi
yang
jarang
tetapi
potensial
membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit
View more...
Comments