Kasus Mola-hidatidosa Rsud Bekasi
July 22, 2019 | Author: setiahermawan99 | Category: N/A
Short Description
Download Kasus Mola-hidatidosa Rsud Bekasi...
Description
LAPORAN KASUS MOLA HIDATIDOSA
PEMBIMBING : dr. Batara Sirait, Sp.OG
PENYUSUN : SETIA HERMAWAN ( 030.05.206 )
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Periode 21 Januari 2013 – 30 maret 2013 Jakarta
1
KATA PENGANTAR
2
BAB I PENDAHULUAN
Penvakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas dimana terjadi suatu
keabnormalan konsepsi plasenta yang
disertai sedikit
atau bahkan tanpa
perkembangan janin (Sebire, 2008; Sumapraja,2005; Hadijanto, 2010). Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal
dari kehamilan
disebut sebagai Gestational Trophoblastic Disease , sedangkan
yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Throphoblastic Disease (Sumapraja, 2005). Penyakit trofoblas mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi ganas dan menimbulkan berbagai bentuk metastase keganasan dengan berbagai variasi (Manuaba, 2007).
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negera Barat. Di negara-negara Barat dilaporkan 1:2000 kehamilan. Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi sekitar 1: 120 kehamilan (Prawirohadjo, 2009). Di Amerika Serikat dilaporkan insidensi mola sebesar 1 pada 1000-1200 kehamilan. Di Indonesia sendiri didapatkan kejadian mola pada 1 : 85 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada usia reproduktif (15-45 tahun); dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan lebih besar. Mola hidatidosa terjadi pada 1-3 dalam setiap 1000 kehamilan. Sekitar 10% dari seluruh kasus akan cenderung mengalami transformasi ke arah keganasan, yang disebut sebagai
gestational trophoblastic neoplasma (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007). Di negara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hidatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005).
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin, hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropobik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Prawirohadjo, 2009). 2.2 Epidemiologi
Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik (Prawirohadjo, 2009). 2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Mola hidatidosa disebabkan oleh adanya over-production jaringan yang membentuk plasenta. Dalam keadaan kehamilan normal, plasenta berfungsi memberikan nutrisi untuk janin. Namun pada kasus mola hidatidosa, jaringan berkembang menjadi suatu masa yang abnormal sehingga tidak dapat berfungsi secar normal (Sebire, 2008). Penyakit trofoblastik gestasional disebabkan oleh gangguan genetik dimana sebuah spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua sperma memasuki ovum tersebut. Pada lebih dari 90 persen mola komplit hanya ditemukan gen dari ayah dan 10 persen mola bersifat heterozigot. Sebaliknya, mola parsial biasanya terdiri dari kromosom triploid yang memberi kesan gangguan sperma sebagai penyebab (John, 2006). Pembuluh darah primitif di dalam vilus tidak terbentuk dengan baik sehingga embrio 'kelaparan', mati, dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi ke jaringan ibu. Peningkatan aktivitas sinsitiotrofoblas menyebabkan peningkatan produksi hCG, tirotrofin korionik dan progestron. Sekresi estrodiol menurun, 4
karena sintesis hormone ini memerlukan enzim dari janin, yang tidak ada. Peningkatan kadar hCG dapat menginduksi perkembangan kista teka-lutein di dalam ovarium (Mochtar, 1998( Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya yang kini telah diakui adalah : 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan. 2. usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini. 3. imunoselektif dari sel trofoblast 4. keadaan sosioekonomi yang rendah 5. paritas tinggi 6. defisiensi vitamin A 7. kekurangan protein 8. infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas.
2.4 Patogenesis
Menurut Sarwono, 2010, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi (Sumapraja, 2005; Prawirohadjo,2009). Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola “lengkap” dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit berasal dari pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom) oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY (John, 2006; Mochtar, 1998, Cunningham,2006). Pada mola yang “tidak lengkap” atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Kadangkadang terjadi pola mozaik. Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara bersamaan. Janin itu biasanya triploid dan cacat (John, 2006; Cunningham, 2006).
5
Gambar 1.1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas (Sumapraja, 2005): 1. Teori missed abortion . Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu ( missed
abortion ). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan angiogenesis. 2. Teori neoplasma Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembunggelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembunggelembung ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3) Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik ( syncytial giant cells ). Pada kasus mola banyak dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%).
6
Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh (Sumparja, 2005; Hacker, 2001).
2.5 Klasifikasi
Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau Parsials mole (Sumapraja, 2005; Manuaba, 2007; Cunningham, 2006). Tabel 1.2. Perbandingan bentuk mola hidatidosa
Gambaran Kariotipe
Mola Komplit 46,XX atau 46,XY
Mola Parsial Umumnya 69,XXX atau 69,XXY (tripoid)
Difus Bervariasi, ringan s/d berat Tidak ada Tidak ada
Bervariasi,fokal Bervariasi, fokal, ringan s/d sedang Sering dijumpai Sering dijumpai
Gestasi mola 50% besar untuk masa kehamilan 25-30% Sering 20% Tinggi
Missed abortion Kecil untuk masa kehamilan Jarang jarang 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia 2.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Palpasi : •
Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
•
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballotement dan gerakan janin.
Auskultasi : tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Pemeriksaan dalam :
9
3.
•
Memastikan besarnya uterus
•
Uterus terasa lembek
•
Terdapat perdarahan dalam kanalis servikalis Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kadar B-hCG BetaHCG urin > 100.000 mlU/ml Beta HCG serum > 40.000 IU/ml Berikut adalah gambar kurva regresi
hCG normal yang menjadi parameter
dalam penatalaksanaan lanjutan mola hidatidosa.
Gambar : Nilai rata-rata dari 95 % confidence limit yang menggambarkan kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit
β pasca mola (Cunningham,
2006).
Pemeriksaan kadar T3 /T4 B-hCG > 300.000 mIU/ml mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Terjadi gejala-gejala hipertiroidisme berupa hipertensi, takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid tidak terkontrol yang disertai hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular, toksemia, penurunan kesadaran sampai delirium-koma (Cunningham, 2006).
4.
Pemeriksaan Imaging
10
a.
Ultrasonografi •
Gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin
•
Ditemukan gambaran snow storm atau gambaran seperti badai salju.
b.
Plain foto abdomen-pelvis : tidak ditemukan tulang janin
2.8 Penatalaksanaan
1. Evakuasi a. Perbaiki keadaan umum. •
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap
•
Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.
b. Memberikan obat-obatan Antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum penderita. c. 7-10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan. d. Histeriktomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, Paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih 2. Pengawasan Lanjutan •
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
•
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun :
•
o
Setiap minggu pada Triwulan pertama
o
Setiap 2 minggu pada Triwulan kedua
o
Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
o
Setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan : a. Gejala Klinis : Keadaan umum, perdarahan b. Pemeriksaan dalam :
o
Keadaan Serviks
o
Uterus bertambah kecil atau tidak c. Laboratorium •
Reaksi biologis dan imunologis : o
1x seminggu sampai hasil negatif
11
o
1x2 minggu selama Triwulan selanjutnya
o
1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya
o
1x3 bulan selama tahun berikutnya
o
Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
3. Sitostatika Profilaksis Metoreksat 3x 5 mg selama 5 hari
Gambar 1. Skema tatalaksana mola hidatidosa
2.9 Prognosis
Dinegara maju, kematian karena mola hidatidosa hampir tidak ada, mortalitas akibat mola hidatidosa ini mulai berkurang oleh karena diagnosis yang lebih dini dan terapi yang 12
tepat. Akan tetapi di negara berkembang kematian akibat mola masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Kematian pada mola hodatidosa biasanya disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi, eklamsia, payah jantung dan tirotoksikosis (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006). Lebih dari 80% kasus mola hidatidosa tidak berlanjut menjadi keganasan trofoblastik gestasional, akan tetapi walaupun demikian tetap dilakukan pengawasan lanjut yang ketat, karena hampir 20% dari pasien mola hidatidosa berkembang menjadi tumor trofoblastik gestasional (Sumapraja, 2005; Cunningham, 2006). Pada 10-15% kasus mola akan berkembang menjadi mola invasive, dimana akan masuk kedalam dinding uterus lebih dalam lagi dan menimbulkan perdarahan dan komplikasi yang lain yang mana pada akhirnya akan memperburuk prognosisnya. Pada 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi korio karsinoma, suatu bentuk keganasan yang cepat menyebar dan membesar (Cunningham, 2006).
2.10
Komplikasi
•
Perdarahan yang hebat sampai syok
•
Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia
•
Infeksi sekunder
•
Perforasi karena tindakan atau keganasan
13
BAB III LAPORAN KASUS GINEKOLOGI
I. IDENTITAS
Nama
: Ny. W
Usia
: 23 tahun
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Jalan Bakti Tani no.1 RT01 RW 01 Brebes
RM
: 03347635
MRS
: 26 Februari 2012
II. ANAMNESIS Keluhan Utama : keluar darah dari jalan lahir sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit Keluhan Tambahan :
Nyeri perut, mual, muntah berisi makanan Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku darah yang keluar dari vagina berwarna hitam. Pasien mengaku dalam sehari habis 2 pembalut sehari. Pasien mengaku terdapat nyeri perut. Pasien mengaku terdapat mual. Pasien mengaku terdapat muntah . pasien mengaku muntah berisi makanan Pasien juga mengaku pusing dan lemas. Selama hamil, pasien tidak pernah merasakan gerak janin. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma. Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien. Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal. Riwayat Alergi :
14
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan. Riwayat Kontrasepsi :
Pasien tidak memakai alat dan pil kontrasepsi Riwayat Obstetri :
-
Pasien mengaku sudah kawin 2 kali, dengan suami sekarang 1 tahun, kawin pertama kali usia 20 tahun. Menikah kedua kali usia 23 tahun.
-
Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarke) pada usia 13 tahun. Pasien memiliki siklus haid yang teratur (±30hari). HPHT : 28 juli 2012
-
Riwayat ANC : tidak pernah
-
Riwayat USG: tidak pernah
-
Riwayat KB : -
-
Riwayat kehamilan: 1. Ini
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : baik Kesadaran
: compos mentis
Tanda Vital -
Tekanan darah: 120/80 mmHg
-
Frekuensi nadi: 80 x/menit
-
Frekuensi napas
-
Suhu
: 20 x/menit
: 36,5 oC
Pemeriksaan Fisik Umum
-
Mata
: anemis (-/-), ikterus (-/-)
-
Jantung
-
Paru
: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
-
Ekstremitas
: edema - -
: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- -
akral teraba hangat +
+
+ +
15
IV. STATUS GINEKOLOGI Abdomen :
Inspeksi
: abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi
: teraba tinggi fundus uteri 3 jari di bawah umbilikus, balotement (-),
tidak teraba bagian janin, nyeri tekan (+) Inspekulo
Porsio ukuran normal, tampak licin, erosi (-), tampak jaringan mola, stolsel (+), perdarahan aktif (-), massa (-), peradangan (-) VT :
Dinding vagina normal, massa (-) , porsio licin, Ø (+), teraba jaringan (+), nyeri goyang porsio (-) , Adneksa Parametrium Cavum Douglass dextra et sinistra dbn , korpus uteri antefleksi, 19-20 minggu, lunak. V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Darah Lengkap :
Hb
: 12,1 g/dL
n : 12-14 g/dL
Ht
: 38,4 %
n : 37- 47 %
Eritrosit
: 4,35 juta/uL
Lekosit
: 7700/uL
n : 5000-10000/uL
LED
: 24 mm
n : 0-15 mm
Trombosit
: 224000/ uL
n : 150000-400000/ uL
MCV
: 88,2 fl
n : 82-92 fl
MCH
: 27,8 pg
n : 27-32 pg
MCHC
: 31,5 %
n : 32-37 %
PT
: 14,4 detik
n : 12-18 detik
APTT
: 32,1 detik
n : 20-40 detik
SGOT
: 45 U/L
n : < 47 U/L
SGPT
: 58 U/L
n : < 41 U/L
GDS
: 84 mg/dl
n : 60-110 mg/dl
Hitung jenis
:
Basofil
: 0%
n:10x sehari, hal ini merupakan salah satu manifestasi klinis yang ditimbulkan mola akibat peningkatan kadar beta HCG. Gerakan janin juga tidak pernah dirasakan pasien selama hamil, dimana pada kehamilan normal gerakan janin sudah mulai bisa dirasakan pada minggu ke 18-20. Hasil pemeriksaan didapatkan status generalis tekanan darah yang rendah, nadi sedikit meningkat namun masih dalam batas normal, hal ini merupakan kompensasi dari perdarahan yang terjadi. Status lokalis, didapatkan konjungtiva anemis, namun pemeriksaan lain masih dalam batas normal. Pemeriksaan obstetri, TFU dua jari di bawah umbilikus, sudah mengalami penurunan karena ekspulsi spontan jaringan mola, djj tidak dinilai, balotement (-), dan tidak teraba bagian janin. Hasil pemeriksaan dengan inspekulo dan VT semakin mempertegas diagnosis, dimana dengan inspekulo dapat terlihat pembukaan servix dan jaringan mola. Pada VT teraba pula jaringan mola dan korpus uteri dengan konsistensi lunak, ukuran 19-20 minggu. 20
Dalam pemeriksaan ini, USG digunakan untuk mengetahui adanya jaringan mola yang masih tersisa dalam uterus. Untuk penatalaksanaan, suction curetase dilakukan pada pasien ini dan didapatkan darah keluar bersama cairan berwarna coklat dan jaringan mola ± 75 gram. Ada tidaknya janin tidak dapat diketahui dari temuan intra kuretase karena sebagian besar jaringan mola sudah mengalami ekspulsi spontan. Tindakan suction curetage pada pasien ini sudah tepat dilakukan dan perlu tindakan kuret ke-2 (7-10 hari berikutnya) untuk memastikan tidak ada jaringan mola yang tersisa. Sebagai penatalaksanaan lanjutan pasien sebaiknya menunda kehamilan selama 12 bulan dengan menggunakan kontrasepsi. Tindakan histerektomi total bukan merupakan pilihan pada pasien ini dikarenakan pasien dalam kasus ini tidak tergolong beresiko tinggi yang memiliki kriteria usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.
21
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan kasus ini terdiri dari: 1. Diagnosis pada kasus ini adalah Mola Hidatidosa yang didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. 2. Penatalaksanaan di RSUP NTB yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu dengan melakukan evakuasi uterus dengan teknik suction curetage, karena pasien belum tergolong beresiko tinggi
22
DAFTAR PUSTAKA
Cunninngham. F.G. dkk. 2006. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. EGC: Jakarta.Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2005. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta Hacker, N.F., Moore, J.G. 2001. Neoplasia Trofoblast Gestasi, dalam: Esensial Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Hipokrates : Jakarta John T. 2006. Gestational Throphoblastic Disease. The American College of
Obstetricians and Gynecologists. Lippincott Williams & Wilkins. Diakses
dari
http://www.utilis.net/Morning
%20Topics/Gynecology/GTN.PDF , pada 25 Oktober 2012 Manuaba I.B.G.F, Manuaba, I.D.C. 2007. Penyakit Trofoblas, dalam: Pengantar Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta Mochtar, R. 1998. Penyakit Trofoblast, dalam Sinopsis Obstetri, Jilid I, Edisi kedua. EGC: Jakarta Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta
23
View more...
Comments